• Tidak ada hasil yang ditemukan

TINJAUAN TEORITIS

2.1 Otonomi Daerah

2.1.1 Pengertian Otonomi Daerah

Otonomi daerah adalah kewenangan daerah otonom untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

Pengertian "otonomi" secara bahasa adalah "berdiri sendiri" atau "dengan pemerintahan sendiri". Sedangkan "daerah" adalah suatu "wilayah" atau "lingkungan pemerintah". Dengan demikian pengertian secara istilah "otonomi daerah" adalah "wewenang/kekuasaan pada suatu wilayah/daerah yang mengatur dan mengelola untuk kepentingan wilayah/daerah masyarakat itu sendiri." Dan pengertian lebih luas lagi adalah wewenang/kekuasaan pada suatu wilayah/daerah yang mengatur dan mengelola untuk kepentingan wilayah/daerah masyarakat itu sendiri mulai dari ekonomi, politik, dan pengaturan perimbangan keuangan termasuk pengaturan sosial, budaya, dan ideologi yang sesuai dengan tradisi adat istiadat daerah lingkungannya.

Pengertian Otonomi Daerah secara etimologis menurut (Situmorang ,1993) berasal dari bahasa latin “ Autos “ yang arting sendiri, dan “Nomos”, yang artinya aturan. Jadi dapat diartikan bahwa otonomi adalah mengurus dan mengatur rumah tangga sendiri. Otonomi berasal dari perkataan “ Autonomi “ (Inggris), “ Auto” artinya sendiri dan “Nomy” sama artinya dengan “Nomos” yang berarti aturan atau Undang-Undang jadi “Autonomy” adalah mengatur diri sendiri. Sementara itu

(Saleh,1993) mengemukakan bahwa Otonomi sebagai hak mengatur dan memerintah diri sendiri atas inisiatif dan kemauan sendiri. Hak yang diperoleh dari pemerintah pusat.

Lebih lanjut UU No.5 Tahun 1974 mendefinisikan Otonomi Daerah adalah hak, wewenang dan kewajiban daerah untuk mengatur rumah tangganya sendiri dengan perundang-undangan yang berlaku. Sementara itu dalam UU No.22 Tahun 1999 mendefinisikan bahwa Otonomi Daerah adalah wewenang daerah untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Setelah direvisi kembali UU No 22 Tahun 1999 berganti menjadi UU No 32 Tahun 2004 yang menyatakan Otonomi Daerah sebagai hak,wewenang dan kewajiban daerah otonomi daerah untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintah dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan perundang-undangan. Dari berbagai rumusan otonomi daerah diatas maka Otonomi Daerah adalah kewenangan dan kemandirian daerah otonom untuk mengatur dan mengurus rumah tangga sendiri untuk kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat.

Sejak kemerdekaan sampai saat ini distribusi kekuasaan/kewenangan dari Pemerintah Pusat ke Daerah selalu bergerak pada titik keseimbangan yang berbeda. Perbedaan ini sangat jelas terlihat dengan mengunakan konsep bandul yang selalu bergerak secara sistematis pada dua sisi yaitu Pusat dan Daerah. Dengan kata lain, bahwa pada suatu waktu kekuasaan terletak pada Pemerintah Pusat, pada kesempatan lain bobot kekuasaan ada pada Pemerintah Daerah. Kondisi yang demikian ini

disebabkan karena dua hal. Pertama, karena pengaturan undang-ndang tentang Pemerintah Daerah, sejak kemerdekaan sampai tahun 2005 (1945-2007) Indonesia telah memiliki 8 (delapan) UU tentang Pemeintah Daerah.

Kronologis perubahan Undang-Undang tentang pemerintahan daerah

1. UNDANG‐UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1945 2. UNDANG‐UNDANG NOMOR 22 TAHUN 1948 3. UNDANG‐UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1957 4. UNDANG‐UNDANG NOMOR 6 TAHUN 1959 5. UNDANG‐UNDANG NOMOR 18 TAHUN 1965 6. UNDANG‐UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1974 7. UNDANG‐UNDANG NOMOR 22 TAHUN 1999 8. UNDANG‐UNDANG NOMOR 32 TAHUN 2004 

Masing-masing UU Pemerintah Daerah tersebut memiliki ciri dan karakteristik tersendiri, termasuk pengaturan tentang seberapa besar pembagian bobot kekuasaan antara pusat dan daerah. Jika kita cermati secara analitis terlihat bahwa titik berat bobot kekuasaan ternyata berpindah-pindah pada masing-masing kurun waktu berlakunya suatu Undang-Undang Pemerintah Daerah. Kedua, disebabkan adanya perbedaan interpretasi dan implementasi terhadap Undang-Undang Pemerintah Daerah yang disebabkan kepentingan penguasa pada masa berlakunya Undang-Undang Pemerintah Daerah.

Pelaksanaan otonomi daerah dipengaruhi oleh faktor-faktor yang meliputi kemampuan si pelaksana, kemampuan dalam keuangan, ketersediaan alat dan bahan, dan kemampuan dalam berorganisasi. Otonomi daerah tidak mencakup bidang-bidang tertentu, seperti politik luar negeri, pertahanan keamanan, peradilan, moneter, fiskal, dan agama. Bidang-bidang tersebut tetap menjadi urusan pemerintah pusat.

2.1.2 Prinsip Otonomi Daerah

Pembanguan daerah sebagai bagian integral dari pembangunan nasional yang tidak bisa dilepaskan dari prinsip otonomi daerah. Sebagai daerah otonom, daerah mempunyai kewenangan dan tanggung jawab penyelenggaraan kepentingan masyarakat berdasarkan prinsip keterbukaan partisipasi masyarakat dan bertanggungjawaban kepada masyarakat. Upaya untuk melaksanakan Otonomi Daerah yang telah di gulirkan 1 Januari 2001, yaitu tahun fiskal 2001 adalah merupakan tekat bersama, baik aparat yang di pusat maupun yang di daerah. Tentu dalam hal ini harus dilaksanakan dengan hati-hati, seksama namun tidak mengurangi jangka waktu yang telah dittapkan agar mencapai hasil maksimal dalam pelaksanan Otonomi Daerah. Pelaksanaan otonomi daerah berdasar pada prinsip demokrasi, keadilan, pemerataan, dan keanekaragaman.

Prinsip-prinsip pemberian otonomi daerah

1. Memperhatikan aspek demokrasi, keadilan, pemerataan serta potensi dan keanekaragaman

3. Otonomi daerah yang luas dan utuh untuk Kabupaten, Otonomi daerah yang terbatas untuk Propinsi

4. Sesuai dengan konstitusi sehingga terjamin hubungan serasi antara Pusat dan Daerah serta antar Daerah

5. Lebih meningkatkan kemandirian daerah otonom sehingga dalam kabupaten/kota tidak ada wilayah administrasi

6. Peningkatan peran dan fungsi Badan Legislatif Daerah wilayah administrasi 7. Asas dekonsentrasi diletakkan pada Propinsi sebagai wilayah administrasi 8. Asas Tugas Pembantuan diberikan dari Pemerintah kepada Daerah serta dari

Pemerintah dan Daerah kepada Desa

2.1.3 Otonomi Luas, Nyata dan Bertanggung Jawab

Otonomi disebut “luas” artinya kewenangan sisi (residu) berada ditangan pusat (seperti pada negara federal); sedangkan “nyata” berarti kewenangannya menyangkut hal-hal yang diperlukan, tumbuh dan hidup, serta berkembang di daerah; dan akhirnya disebut “bertanggung jawab” karena kewenangan yang diserahkan harus diselenggarakan demi pencapaian tujuan Otonomi Daerah, yaitu peningkatan pelayanan dan kesejahteraan masyarakat agar semakin baik, pengembangan kehidupan demokrasi, keadilan dan pemerataan, serta pemeliharaan hubungan yang serasi antara pusat dan daerah dan antardaerah. Otonomi seluas-luasnya atau keleluasaan (discration) juga mencakup kewenangan yang utuh dan bulat dalam penyelenggaraannya melalui perencanaan, implementasi, pengawasan, pengendalian

dan evaluasi. Kewenangan yang diahlikan ke daerah disertai juga penyerahan dan pengalihan pembiayaan, sarana dan prasarana, dan sumber daya manusia.

Transfer kewenangan dari pusat ke daerah berdasarkan prinsip negara kesatuan dengan semangat federalisme. Sejumlah kewenangan yang dikelola pusat hampir sama dengan yang dikelola oleh pemerintah di negara federal : hubungan luar negeri, pertahanan dan keamana, peradilan, moneter, dan agama serta berbagai jenis urusan yang memang lebih efisien bila ditangani secara sentralistik oleh pusat, seperti kebijakan makro ekonomi, perimbangan keuangan, standarisasi nasional, administrasi pemerintah, pengembangan tehnologi tinggi serta badan usaha milik negara. Daerah provinsi memiliki kewenangan yang bersifat lintas kabupaten/kota. Sementara itu kabupaten/kota punya kewenangan wajib untuk melaksanakan : pekerjaan umum, kesehatan, pendidikan dan kebudayaan, pertanian, perhubungan, industry dan perdagangan, penanaman modal, lingkungan hidup, pertahanan, koperasi dan tenaga kerja.

Otonomi Daerah di Indonesia dimulai dengan diberlakukannya UU No.22 Tahun 1999 tentang Pemerintah Daerah dan UU No 25 Tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan Daerah dan Pusat secara penuh pada tahun 2000 diujicobakan dan pada akhirnya dilaksanakan penuh pada tahun anggaran 2001. Maka otonomi telah berjalan di Indonesia selama 8 tahun dan Undang-Undang itu akhirnya disempurnakan menjadi UU No.32 tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah dan UU No.33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara pusat dan daerah. Dengan otonomi ini terjadi cukup banyak perubahan mekanisme penentuan anggaran

penerimaan dan belanja daerah (APBD) khususnya pada tingkat Daerah Tingkat II (Kabupataen/Kota). Dengan diberikan kewenangan lebih besar oleh pemerintah nasional kepada daerah (provinsi, kabupaten, dan kota) dan diimbangi juga dengan makin besar dana perimbangan yang di transfer kepada daerah, membuat pemerintah daerah harus semakin bertanggung jawab terhadap naik turunnya pembangunan ekonomi daerah, dan fluktuasi ekonomi daerah juga sangat dipengaruhi oleh pengeluaran-pengeluaran pemerintah yang dibiayai melalui APBD. Oleh sebab itu, APBD menjadi salah satu kunci penentu keberhasilan pembangunan ekonomi daerah. Artinya, APBD akan efektif mempengaruhi pembangunan ekonomi daerah, apabila alokasi-alokasi pembiayaan sesuai arah prioritas pembangunan daerah untuk mewujudkan masyarakat makin sejahtera, pengangguran dan jumlah penduduk miskin semakin menurun, dan pertumbuhan ekonomi semakin berkualitas. Pengaruh otonomi daerah dapat dilihat dari APBD daerah tersebut yaitu perkembangan Pendapatan Asli Daerah (PAD) dan anggaran pembangunan didaerah tersebut.

2.1.4. Pendapatan Asli Daerah (PAD)

Besarnya PAD menunjukkan kemampuan daerah untuk memenuhi kebutuhannya sendiri dan memelihara serta mendukung hasil-hasil pembangunan yang telah dilaksanakan dan yang akan dilaksanakan di masa yang akan datang, Pendapatan Asli Daerah (PAD) adalah seluruh penerimaan yang masuk ke kas daerah, yang diatur dengan peratuaran yang berlaku, yang digunakan untuk menutupi pengeluaran daerah. PAD merupakan salah satu modal dasar pemerintah daerah

dalam mendapatkan dana pembangunan dalam memenuhi belanja daerah, selain itu merupakan usaha daerah guna memperkecil ketergantungan dalam mendapatkan dana (subsidi) dari pemerintah pusat. Sumber PAD merupakan penerimaan murni daerah dan peranannya merupakan indikator sejauh mana telah dilaksanakan otonomi tersebut secara luas, nyata, dan bertanggungjawab.

Dalam rangka pelaksanaan otonomi tersebut tidak dapat dipungkiri bahwa dalam rangka menjalankan otonomi sepenuhnya didalam implementasinya diperlukan dana yang memadai. Oleh karena itu, melalui UU No.32 Tahun 2004 kemampuan daerah untuk untuk memperoleh dana dapat ditingkatkan. Sebagai daerah otonom daerah dituntut untuk dapat mengembangkan dan mengoptimalkan semua potensi daerah yang digali dari dalam daerah yang bersangkutan yang terdiri dari hasil pajak daerah, hasil retribusi daerah, pengelolaan kekayaan yang dipisahkan dan lain-lain pendapatan daerah yang sah yang menjadi sumber Pendapatan Asli Daerah (PAD) maka pemerintah daerah mempunyai kewajiban untuk meningkatkan taraf kesejahteraan masyarakat serta menjaga dan memelihara ketentraman dan ketertiban masyarakat.

Undang-Undang No.32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah menyebutkan dalam Pasal 157 bahwa sumber pendapatan daerah terdiri atas :

a. Pendapatan Asli Daerah yang selanjutnya disebut PAD, yaitu :

1. Hasil pajak daerah,

Yaitu iuran wajib yang dilakukan oleh orang pribadi atau badan kepada daerah tanpa imbalan langsung yang seimbang. Yang dapat

dipaksakan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku yang digfunakan untuk membiayai penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan daerah.

Menurut UU No.34 Tahun 2000 ayat (2) jenis pajak Kabupaten/Kota terdiri dari : (1) Pajak Hotel, (2) Pajak Restoran, (3) Pajak Hiburan, (4) Pajak Reklame, (5) Pajak Penerangan Jalan, (6) Pajak pengambilan Bahan Galian, (7) Pajak Parkir.

2. Hasil retribusi daerah;

Retribusi daerah adalah pungutan daerah sebagai pembayaran atas jasa atau pemberian izin tertentu yang Khusus disediakan dan /atau diberikan oleh Pemerintah Daerah untuk kepentingan orang pribadi atau badan. Sebagai salah satu komponen dalam PAD, retribusi diharapkan dapat menjadi salah satu sumber penerimaan yang dapat menunjang terselenggaranya kegiatan pelayannan public didaerah tingkat II (Kabupaten/Kota). Untuk itu peningkatan kualitas pelayanan yang didukung cara kerja yang professional ditambanh dengan konsistensi dalam penerapan ketentuan perundang-undangan yang berlaku khususnya UU No. 18 Tahun 1997 perlu terus menerus dilaksanakan oleh aparat pemerintah daerah karena hal itu secara langsung dapat meningkatkan kesadaran masyarakat untuk membayar retribusi.

3. Perusahaan milik daerah dan hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan; dan lain-lain pendapatan asli daerah yang sah;

Dalam hal ini, antara lain adalah bagian laba, deviden dan penjualan saham milik daerah. Menurut Nick Devas (1989) dalam buku Keuangan Pemerintah Daerah di Indonesia mengemukakan bahwa Pemerintah Daerah dimungkinkan untuk mendirikan perusahaan daerah dengan pertimbangan :

 Menjalankan idiologi yang dianutnya bahwa sarana produksi milik masyarakat

 Untuk melindungi konsumen dalam hal monopoli alami

 Dalam rangka mengambil alih perusahaan asing

 Untuk menciptakan lapangan kerja atau mendorong pembangunan ekonomi di daerah.

b. Dana perimbangan, yaitu :

1. Pasal UU No. 25 Tahun 1999 mengatur tentang Dana Perimbangan yang menjadi hak pemerintah Pusat, Daerah, Provinsi, dan Kabupaten/Kota, yang terdiri dari : Bidang Daerah dari penerimaan Pajak Bumi dan Bangunan , Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan dan Penerimaan dari Sumber Daya Alam (SDA).

2. Dana Alokasi Umum

Dana alokasi umum (DAU) adalah dana yang berasal dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), yang dialokasikan dengan tujuan pemerataan kemampuan keuangan antar-daerah untuk membiayai kebutuhan pengeluarannya dalam rangka pelaksanaan desentralisasi (UU No. 25 Tahun 1999). DAU ditetapkan sekurang-kurangnya 25% dari penerimaan dalam negeri yang ditetapkan dalam APBN. Dan dari 25% tersebut dirinci lagi yang 10% untuk DAU daerah provinsi, sedangkan yang 90% digunakan untuk DAU daerah kabupaten/kota. Pembangian DAU dibagi berdasarkan :

 Bobot Daerah,

Yang ditetapkan variable minimum yang dipergunakan dalam mementukan bobot daerah adalah : jumlah penduduk, luas wilayah, keadaan geografis dan tingkat pendapatan masyarakat.

 Potensi Ekonomi Daerah

Sedangkan variable minimum yang digunakan dalam menentukan potensi ekonomi daerah adalah : potensi industri, potensi Sumber Daya Alam (SDA), potensi Sumber Daya Manusia (SDM) dan Pendapatan Domestik Regional Bruto (PDRB).

Variabel bobot daerah dan potensi daerah tersebut menunjukkan sifat yang statis, sehingga untuk menampung pertumbuhan daerah yang relatif cepat, diperlukan variabel-variabel yang lain yang bersifat dinamis, seperti : laju pertumbuhan ekonomi, kontribusi daerah terhadap penerimaan nasional, pengembangan wilayah perkotaan dan pedesaan serta tingkat pendidikan umum dan lain-lain.

DAU untuk suatu daerah kabupaten/kota tertentu ditetapkan berdasarkan perkalian jumlah DAU untuk seluruh daerah kabupaten / kota yang ditetapkan dalam APBN dengan porsi daerah daerah kabupaten/kota yang bersangkutan. Porsi daerah yang bersangkutan merupakan proporsi bobot daerah kabupaten /kota yang bersangkutan terhadap jumlah bobot semua daerah kabupaten / kota di Indonesia. 3. Dana Alokasi Khusus

Dana Alokasi Khusus (DAK) ini diatur dalam pasal 8 UU No.25 Tahun 1999 dalam pengertian bahwa dana tersebut membiayai kebutuhan Khusus dengan memperhatikan tersedianya dalam APBD, DAK diantaranya termasuk yang berasal dari dana Reboisasi dibagi dengan pertimbangan sebagai berikut :

 40% dibagi dengan daerah penghasil sebagai DAK

c. Lain-lain pendapatan daerah yang sah, antara lain adalah hasil penjualan asset tetap daerah dan jasa giro.

Peranan pemerintah daerah dalam menggali dan mengembangkan berbagai potensi daerah sebagai sumber penerimaan daerah sangat menentukan keberhasilan pelaksanaan tugas pemerintah, pembangunan dan pelayanan masyarakat didaerah. Jadi ciri utama yang menentukan suatu daerah otonom mampu berotonomi terletak pada kemampuan keuangan daerah untuk membiayai penyelenggaraan pemerintah daerahnya dengan tingkat ketergantungan kepada pemerintah pusat mempunyai proporsi yang semakin kecil dan diharapkan bahwa Pendapatan Asli Daerah (PAD) harus menjadi bagian terbesar dalam memobalisasi dana penyelenggaraan pemerintah daerah. Oleh karena itu sudah sewajarnya bila PAD dijadikan salah satu tolak ukur dalam pelaksanaan otonomi daerah.

2.1.4.1. Peningkatan Pendapatan Asli Daerah (PAD)

Peningkatan PAD merupakan upaya konvensional yang dapat dilakukan pemerintah daerah dalam meningkatkan kemampuan keuangan daerahnya. Perbedaan potensi ekonomi daerah yang cukup besar memungkinkan beberapa daerah tertentu untuk mengupayakan peningkatan PAD ini melalui upaya penggalian potensi ekonomi daerah yang ada dan belum banyak di manfaatkan. Dalam hal ini, revisi UU No.18 tahun 1998 tentang pajak daerah dan retribusi daerah (PDRB) memungkinkan pula pemerintah daerah untuk menetapkan jenis pungutan baru sepanjang tidak bertentangan dengan UU tersebut.

Pada dasarnya ada tiga upaya utama yang dapat dilakukan dalam rangka meningkatkan PAD suatu daerah yaitu :

1. Penyesuaian tarif pajak dan retribusi daerah sesuai dengan perkembangan harga dan tingkat inflasi. Hal ini perlu dilakukan mengingat banyak sekali tarif pajak daerah tersebut telah ditetapkan sejak lama dan tidak pernah dirubah. Akibatnya penetapan tarif tersebut telah terlalu rendah dibandingkan dengan perkembangan harga. Karena itu, melalui penyesuaian tarif pajak daerah tersebut, peningkatan PAD akan dapat pula diupayakan.

2. Dicari kemungkinan penetapan jeni pajak baru sesuai dengan UU yang berlaku. Upaya ini akan memerlukan studi yang cukup mendalam terhadap beberapa potensi wajib pajak baru yang ada di daerah bersangkutan.

3. Meningkatkan efisiensi pengelolaan PAD dengan melibatkan pihak swasta dalam pengelolaan objek pajak tertentu. Ketiga upaya ini dapat dilalukan sekaligus guna lebih memaksimalkan peningkatan penerimaan Pad daerah yang bersangkutan.

2.1.5. Anggaran Pembangunan

Anggaran merupakan suatu alat perencanaan mengenai pengeluaran dan penerimaan (atau pendapatan) dimasa yang akan datang, umumnyta disusun untuk satu tahun. Disamping itu anggaran merupakan alat control atau pengaeas terhadap baik pengeluaran maupaun pendapatan dimasa yang akan datang. Sebagai alat control atau pengawas anggaran (budget) mempunyai tiga macam fungsi utama yaitu fungsi

memenuhi kebutuhan masyarakat (public), fungsi perbaikan distribusi pendapatan dan fungsi stabilisasi perkonomian.

Anggaran Pendapatan Dan Belanja Daerah (APBD) pada hakekatnya merupakan instrument kebijakan yang dipakai sebagai alat untuk peningkatan pelayanan umum dan kesejahteraan masyarakat di daerah. Oleh karena itu Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) dan Pemerintah Daerah harus berupaya secara nyata dan terstruktur guna menghasilkan APBD yang dapat mencerminkan kebutuhan riil masyarakat sesuai dengan potensi daerah masing-masing serta dapat memenuhi tuntutan terciptanya anggaran daerah yang berpotensi pada kepentingan masyarakat. Peran anggaran pembanguan dalam penentuan arah dan kebijakan Pemerintah Daerah, tidak terlepas dari kemampuan anggaran pembangunan tersebut dalam mencapai tujuan Pemerintah Daerah sebagai penyelenggara pelayanan publik. Oleh karena itu Pemerintah Daerah perlu memperhatikan bahwa pada hakekatnya anggaran daerah merupakan perwujudan amanan rakyat pada pihak eksekutif dan legislatif untuk peningkatan kesejahteraan masyarakat dalam basis otonomi daerah yang dimilikinya.

Era transisi yang sedang kita lewati saat ini menjadi bagian juga dari era otonomi daerah. Dengan diberikan kewenangan lebih besar oleh pemerintah pusat kepada daerah (provinsi, kabupaten, dan kota) dan diimbangi juga dengan makin besar dana perimbangan yang di transfer kepada daerah, membuat pemerintah daerah harus semakin bertanggung jawab terhadap naik turunnya pembangunan ekonomi daerah, dan fluktuasi ekonomi daerah juga sangat dipengaruhi oleh pengeluaran-pengeluaran pemerintah yang dibiayai melalui APBD. Oleh sebab itu, APBD menjadi

salah satu kunci penentu keberhasilan pembangunan ekonomi daerah. Artinya, APBD akan efektif mempengaruhi pembangunan ekonomi daerah, apabila alokasi-alokasi pembiayaan sesuai arah prioritas pembangunan daerah untuk mewujudkan masyarakat makin sejahtera, pengangguran dan jumlah penduduk miskin semakin menurun, dan pertumbuhan ekonomi semakin berkualitas

2.2. Desentralisasi

2.2.1 Ide Dasar Desentralisasi

Rondinelli menyatakan bahwa desenralisasi dalam arti luas mencakup setiap penyerahan kewenangan dari pemerintah pusat baik kepada pemerintah daerah maupun kepada pejabat pemerintah pusat yang ditugaskan didaerah. Apabila dalam hal kewenangan tersebut diserahkan kepada pemerintah daerah, konsep tersebut dikenal dengan devolusi. Adapu dekonsentrasi adalah apabila sebuah kewenangan dilimpahkan kepada pejabat-pejabat pusat yang ditugaskan didaerah. Dengan demekian desenrtakisasi ini dapat dipilah minimal dalam tiga pemahaman besar : dekonsentrasi, delegasi dan devolusi. Dekonsentrasi merupakan bentuk desentralisasi yang hanya merupakan penyerahan tanggung jawab kepada daerah. Sedangkan delegasi hanya merupakan kewenangan pembuatan keputusan dan manejemen untuk menjalankan fugnsi-fungsi politik tertentu pada organisasi tertentu. Dan devolusi merupakan wujud kongkrit dari desentralisasi politik (political decentralization). Mengenai desentralisasi Rondinelli (1981) menyatakan :

“the transfer or delegation of legal and authority to plan, make decisions and manage public functions from the central governmental its agencies to field organizations of those agencies, subordinate units of government ,semi autonomous public coparation, area wide or regional development authorities; functional authorities, autonomous local government, or non-govermental organizations”

(desentralisasi adalah pemindahan wewenang perencanaan, pembuatan keputusan, dan administrasi dari pemerintah pusat kepada organisasi-organisasi lapangannya, unit-unit pemerintah daerah, organisasi-organisasi setengah swastatra-otorita, pemerintah daerah dan non pemerintah daerah).

Selanjutnya satuan-satuan organisasi pemerintah tersebut disebut sebagai daerah otonom, sedangkan wewenang untuk menyelenggarakan kepentingan daerah yang diterima dari pemerintah pusat disebut sebagai otonomi. Sejarah perekonomian mencatat desentralisasi sudah muncul kepermukaan sebagai parakdima baru dalam kebijakan dan administrasi pembangunan sejak dasawarsa 1970-an. Tumbuhnya perhatian terhadap desentralisasi tidak hanya terkait dengan gagalnya perencanaan terpusat dan populernya strategi pertumbuhan dengan pemerataan (growth with equity), tetapi juga adanya kesadaran bahwa pembangunan adalah suatu proses yang kompleks dan penuh ketidakpastian yang tidak mudah dikendalikan dan direncanakan dari pusat. Karena itu dengan penuh keyakinan para pelopor desentralisasi mengajukan sederet panjang alasan dan argument tentang pentingnya desentralisasi dalam perencanaan dan administrasi di Negara Dunia Ketiga ( sedang berkembang ).

Ada berbagai pengertian desentralisasi. Leemans, misalnya, membedakan dua macam desentralisasi : representative local government dan field administration (Leemans, 1970). Maddick mendefinisikan desentralisasi sebangai proses dekonsentrasi dan devolusi ( Maddick, 1983). Devolusi adalah penyerahan

kekuasaan untuk melaksanakan fungsi-fungsi tertentu kepada pemerintah daerah; sedang dekonsentrasi merupakan pendelegasian wewenang atas fungsi-fungsi tertentu kepada staf pemerintah pusat yang tinggi diluar kantor pusat.

Tabel 2.1 Perbedaan Dekonsentrasi dengan Desentralisasi

Istilah dikaitkan

dengan Dekonsentrasi Desentralisasi

Deconcentration Decentralization (French Writers) (French Writers)

Deconsentration Devolution (UN Report) (UN Report)

Bereautcratic Decentralization Democratic Decentralization Administrative Decentralization Prinsip Organisasi

Political Desentralisation Field Administration Local Government Regional Administration Local Self Government Struktur di mana prinsip ini mendominasi Perfectoral Administration Municipal Administration Praktek Delegation of Power Devolution of Power Sumber : Kuncoro, 2004

Tabel diatas barangkali dapat membantu untuk membedakan kedua istilah yang

Dokumen terkait