• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Teori

Menurut Jensen dan Meckling (1976) dalam (Maretta, 2020), menyatakan bahwa hubungan keagenan merupakan hubungan kontrak yang terjadi diantara prinsipal dan agen dimana prinsipal dalam hal ini stakeholders (pemegang saham) yang memberikan pertanggungjawaban atas decision making (pengambilan keputusan) kepada agen (manajemen) sesuai dengan kontrak kerja yang telah disepakati.

Hubungan keagenan ini mengakibatkan dua permasalahan yaitu terjadinya informasi asimetris (Information Asymmetry) dan terjadinya konflik kepentingan (conflict of interest). Informasi asimetris terjadi ketika manajemen memiliki lebih banyak informasi mengenai posisi keuangan yang sebenarnya dan posisi operasi entitas dari pemilik.

Dalam hal ini pihak yang independen adalah auditor eksternal. Auditor diminta untuk menilai laporan keuangan perusahaan, dimana seorang auditor mengharapkan pihak manajemen mampu bekerja sama dalam proses auditnya. Jika auditor menerbitkan opini Going Concern, maka dapat mengindikasikan bahwa kinerja pihak manajemen sedang memburuk. Dalam menghadapi masalah tersebut manajemen seringkali mencoba menyembunyikan informasi kinerja perusahaan yang sebenarnya, sehingga akan menyebabkan munculnya kemungkinan pihak agen untuk melakukan kecurangan atau manipulasi atas informasi laporan

keuangan yang akan disampaikan kepada prinsipal. Dengan demikian dapat dipahami bahwa terjadi konflik kepentingan antara pihak agen (Manajemen) dan pemilik perusahaan (Principal). Manajemen yang memiliki informasi lebih mengenai kegiatan operasional perusahaan, sulit memberikan informasi tersebut ketika mengetahui bahwa laporan keuangan yang disajikan akan memperoleh going concern setelah dilakukan audit. Sementara pemilik perusahaan yang mengutus auditor menginginkan audit diungkapkan secara penuh termasuk kemungkinan perusahaan dalam menerima opini going concern.

2. Auditing

Secara umum auditing adalah suatu proses sistematik untuk memperoleh dan mengevaluasi bukti secara objektif mengenai pernyataan-pernyataan tentang kegiatan dan kejadian ekonomi, dengan tujuan untuk menetapkan tingkat kesesuaian antara pernyataan-pernyataan tersebut dengan kriteria yang telah ditetapkan, serta penyampaian hasil-hasilnya kepada pemakai yang berkepentingan (Mulyadi, 2002).

Pengertian auditing, menurut Sukrisno Agoes adalah:

"Suatu pemeriksaan yang dilakukan secara kritis dan sistematis, oleh pihak yang independen, terhadap laporan keuangan yang telah disusun oleh manajemen, beserta catatan-catatan pembukuan dan bukti-bukti pendukungnya, dengan tujuan untuk dapat memberikan pendapat mengenai kewajaran laporan keuangan tersebut" (Agoes, 2017).

Menurut Hayes (2014: 4) Dalam buku Sukrisno Agoes (Agoes, 2017):

Audit Definition "An audit is a systematic process to objectively obtaining and evaluating evidence regarding assertions about economic actions and events to ascertain the degree of correspondence between these assertions and established criteria and communicating the result to interested users".

"Suatu proses sistematis untuk secara objektif mendapatkan dan mengevaluasi bahan bukti mengenai asersi tentang kejadian dan kegiatan ekonomi untuk meyakinkan tingkat keterkaitan antara asersi tersebut dengan kriteria yang telah ditetapkan dan mengomunikasikan hasilnya kepada pihak-pihak yang berkepentingan".

Ditinjau dari luasnya pemeriksaan, audit bisa dibedakan atas:

a. Pemeriksaan Umum (General Audit). Suatu pemeriksaan umum atas laporan keuangan yang dilakukan oleh KAP independen dengan tujuan untuk bisa memberikan pendapat mengenai kewajaran laporan keuangan secara keseluruhan. Pemeriksaan tersebut harus dilakukan sesuai dengan Standar Profesional Akuntan Publik atau ISA atau Panduan Audit Entitas Bisnis Kecil dan memperhatikan Kode Etik Akuntan Indonesia, Kode Etik Profesi Akuntan Publik serta Standar Pengendalian Mutu.

b. Pemeriksaan Khusus (Special Audio). Suatu pemeriksaan terbatas (sesuai dengan permintaan auditee) yang dilakukan oleh KAP yang independen, dan pada akhir pemeriksaannya auditor tidak perlu memberikan pendapat terhadap kewajaran laporan keuangan secara keseluruhan. Pendapat yang diberikan terbatas pada pos atau masalah tertentu yang diperiksa, karena prosedur audit yang dilakukan juga terbatas. Misalnya KAP diminta untuk memeriksa apakah terdapat kecurangan terhadap penagihan piutang usaha di perusahaan.

Ditinjau dari jenis pemeriksaan, audit bisa dibedakan atas:

a. Management Audit (Operational Audit). Suatu pemeriksaan terhadap kegiatan operasi suatu perusahaan, termasuk kebijakan akuntansi dan kebijakan operasional yang telah ditentukan oleh manajemen untuk mengetahui apakah kegiatan operasi tersebut sudah dilakukan

secara efektif, efisien dan ekonomis. Pendekatan audit yang biasa dilakukan adalah menilai efisiensi, efektivitas dan keekonomisan dari masing-masing fungsi yang terdapat dalam perusahaan Misalnya fungsi penjualan dan pemasaran, fungsi produksi, fungsi pergudangan dan distribusi, fungsi personalia (sumber daya manusia), fungsi akuntansi dan fungsi keuangan.

b. Pemeriksaan Ketaatan (Compliance Audit). Pemeriksaan yang dilakukan untuk mengetahui apakah perusahaan sudah mentaati peraturan-peraturan dan kebijakan-kebijakan yang berlaku, baik yang ditetapkan oleh pihak intern perusahaan (manajemen, dewan komisaris) maupun pihak eksternal (Pemerintah, Bapepam LK, Bank Indonesia. Direktorat Jenderal Pajak, dan lain-lain), Pemeriksaan bisa dilakukan baik oleh KAP maupun Bagian Internal Audit.

c. Pemeriksaan Intern (Internal Audit). Pemeriksaan yang dilakukan oleh bagian internal audit perusahaan, baik terhadap laporan keuangan dan catatan akuntansi perusahaan, maupun ketaatan terhadap kebijakan manajemen yang telah ditentukan. Pemeriksaan yang dilakukan internal auditor biasanya lebih rinci dibandingkan dengan pemeriksaan umum yang dilakukan oleh KAP. Internal auditor biasanya tidak memberikan opini terhadap kewajaran laporan keuangan, karena pihak-pihak di luar perusahaan menganggap bahwa internal auditor, yang merupakan orang dalam perusahaan, tidak independen. Laporan internal auditor berisi temuan pemeriksaan (audit findings) mengenai penyimpangan dan kecurangan yang

ditemukan, kelemahan pengendalian internal beserta saran-saran perbaikannya (recommendations).

d. Computer Audit. Pemeriksaan oleh KAP terhadap perusahaan yang memproses data akuntansinya dengan menggunakan Electronic Data Processing (EDP) System.

Standar Auditing yang telah ditetapkan dan disahkan oleh Institut Akuntan Publik Indonesia (2011: 150.1-150.2) terdiri atas sepuluh standar yang dikelompokkan menjadi tiga kelompok besar (Agoes, 2017), yaitu:

a. Standar Umum

1) Audit harus dilaksanakan oleh seorang atau lebih yang memiliki keahlian dan pelatihan teknis yang cukup sebagai auditor.

2) Dalam semua hal yang berhubungan dengan perikatan, independensi dalam sikap mental harus dipertahankan oleh auditor.

3) Dalam pelaksanaan audit dan penyusunan laporannya, auditor wajib menggunakan kemahiran profesionalnya dengan cermat dan saksama.

b. Standar Pekerjaan Lapangan

1) Pekerjaan harus direncanakan sebaik-baiknya dan jika digunakan asisten harus disupervisi dengan semestinya.

2) Pemahaman memadai atas pengendalian intern harus diperoleh untuk merencanakan audit dan menentukan sifat saat, dan lingkup pengujian yang akan dilakukan.

3) Bukti audit kompeten yang cukup harus diperoleh melalui inspeksi, pengamatan, permintaan keterangan, dan konfirmasi

sebagai dasar memadai untuk menyatakan pendapat atas laporan keuangan yang diaudit.

c. Standar Pelaporan

1) Laporan auditor harus menyatakan apakah laporan keuangan telah disusun sesuai dengan standar akuntansi yang berlaku umum di Indonesia.

2) Laporan auditor harus menunjukkan atau menyatakan, jika ada ketidakkonsistenan penerapan standar akuntansi dalam penyusunan laporan keuangan periode berjalan dibandingkan dengan penerapan standar akuntansi tersebut dalam periode sebelumnya.

3) Pengungkapan informatif dalam laporan keuangan harus dipandang memadai kecuali dinyatakan lain dalam laporan auditor.

4) Laporan auditor harus memuat suatu pernyataan pendapat mengenai Laporan keuangan secara keseluruhan atau suatu asersi bahwa pernyataan demikian tidak dapat diberikan. Jika pendapat secara keseluruhan tidak dapat diberikan, maka alasannya harus dinyatakan. Dalam hal nama auditor dikaitkan dengan laporan keuangan, maka laporan auditor harus memuat petunjuk yang jelas mengenai sifat pekerjaan audit yang dilaksanakan. jika ada, dan tingkat tanggung jawab yang dipikul oleh auditor (TAPI, 2011: 150.1 & 150.2).

3. Opini Audit

Menurut Sukrisno Agoes, opini auditor merupakan pendapat yang diberikan oleh auditor tentang kewajaran penyajian laporan keuangan lembaga/perusahaan tempat auditor melakukan audit. Hasil akhir dari proses auditing adalah pendapat auditor atas laporan keuangan perusahaan (Agoes, 2017).

Opini Audit menurut Ardiyos, adalah seorang akuntan publik terdaftar sebagai hasil penilaiannya atas kewajaran laporan keuangan yang disajikan perusahaan. Opini audit diberikan oleh auditor melalui beberapa tahap audit sehingga auditor dapat memberikan kesimpulan atas opini yang harus diberikan atas laporan keuangan yang diauditnya (Ardiyos, 2010).

Berdasarkan pengertian diatas, maka dapat disimpulkan bahwa opini audit merupakan pernyataan auditor terhadap kewajaran laporan keuangan dari suatu entitas yang telah diaudit sesuai dengan aturan-aturan yang berlaku. Kewajaran tersebut menyangkut materialitas, posisi keuangan dan arus kas.

Macam-macam opini audit ada 5 opini yang biasa dikeluarkan oleh auditor, antara lain (Mulyadi, 2002):

a. Pendapat wajar tanpa pengecualian (unqualified opinion).

Dalam pendapat ini, auditor menyatakan bahwa laporan keuangan menyajikan secara wajar dalam semua hal dan harus sesuai dengan prinsip akuntansi berterima umum. Pendapat ini diberikan jika terpenuhi kondisi berikut:

1) Semua laporan keuangan terdapat dalam laporan keuangan.

2) Dalam pelaksanaan perikatan, seluruh standar umum dapat dipenuhi oleh auditor.

3) Bukti cukup dapat dikumpulkan oleh auditor, dan auditor telah melaksanakan perikatan sedemikian rupa sehingga memungkinkannya untuk melaksanakan tiga standar pekerjaan lapangan.

4) Laporan keuangan disajikan sesuai dengan prinsip akuntansi berterima umum di Indonesia.

5) Tidak ada keadaan yang mengharuskan auditor untuk menambahkan paragraf penjelasan atau modifikasi kata-kata dalam laporan audit.

b. Pendapat wajar tanpa pengecualian dengan bahasa penjelasan yang ditambahkan dalam laporan audit baku (unqualified opinion with explanatory language).

Dalam keadaan tertentu auditor menambahkan suatu paragraf atau bahasa penjelasan dalam laporan audit, meskipun tidak mempengaruhi pendapat wajar tanpa pengecualian atas laporan keuangan auditan. Paragraf penjelasan ini dicantumkan setelah paragraf pendapat. Keadaan yang menyebabkan dikeluarkannya opini ini adalah:

1) Ketidakkonsistenan penerapan prinsip akuntansi berterima umum.

2) Keraguan besar tentang kelangsungan hidup entitas.

3) Auditor setuju dengan suatu penyimpangan dari prinsip akuntansi yang dikeluarkan oleh dewan standar akuntansi keuangan.

4) Penekanan atas suatu hal.

5) Laporan audit yang melibatkan auditor lain.

c. Pendapat wajar dengan pengecualian (Qualified opinion).

Laporan keuangan yang disajikan perusahaan dalam keadaan wajar dalam semua hal yang material sesuai dengan prinsip akuntansi yang berterima umum, kecuali untuk dampak hal-hal yang dikecualikan:

1) Tidak adanya bukti yang kompeten yang cukup atau adanya pembatasan terhadap ruang lingkup audit yang mengakibatkan auditor berkesimpulan bahwa ia tidak dapat menyatakan pendapat wajar tanpa pengecualian dan ia berkesimpulan tidak memberikan pendapat.

2) Auditor yakin, atas dasar auditnya, bahwa laporan keuangan berisi penyimpangan dari prinsip akuntansi berterima umum dan berdampak material, sehingga auditor mengeluarkan opini tidak wajar.

d. Pendapat tidak wajar ( Adverse opinion)

Dengan pendapat tidak wajar, auditor menyatakan bahwa laporan keuangan tidak menyajikan secara wajar posisi keuangan, hasil usaha, dan arus kas entitas tertentu sesuai dengan prinsip akuntansi berterima umum.

e. Opini tidak memberikan pendapat (Disclaimer opinion)

Pernyataan tidak memberikan pendapat diberikan auditor jika auditor tidak melaksanakan audit yang berlingkup memadai untuk memungkinkan auditor memberikan pendapat atas laporan keuangan.

Pernyataan tidak memberikan pendapat juga dapat diberikan oleh

auditor jika ia dalam kondisi tidak independen dalam hubungannya dengan klien. Dalam Standar Professional Akuntan Publik (SPAP) SA seksi 110 dijelaskan tujuan audit atas laporan keuangan oleh auditor independen umumnya adalah untuk menyatakan pendapat tentang kewajaran dalam semua hal yang material, posisi keuangan, hasil usaha, perubahan ekuitas dan arus kas sesuai dengan Prinsip Akuntansi yang Berterima Umum di Indonesia.

4. Going Concern

Menurut (Harahap, 2007), going concern adalah continuity, yaitu:

"Suatu postulat yang menganggap bahwa suatu perusahaan akan terus melaksanakan operasinya sepanjang penyelesaian proyek, perjanjian, dan kegiatan yang sedang berlangsung. Perusahaan dianggap tidak berhenti, ditutup atau dilikuidasi di masa yang akan datang, perusahaan dianggap akan hidup untuk jangka waktu yang tidak terbatas."

Berdasarkan SPAP (2011) mengenai going concern :

"Going concern merupakan opini yang diberikan pada entitas, yang berdasarkan hasil audit mengalami kesulitan keuangan, tapi dianggap masih dapat menjalankan usaha dalam jangka waktu satu tahun. Laporan keuangan biasanya disusun atas dasar asumsi kelangsungan usaha perusahaan dan akan melanjutkan usahanya di masa depan."

Dari definisi di atas, maka dapat disimpulkan bahwa going concern merupakan kelangsungan hidup suatu entitas. Dengan adanya going concern, maka suatu entitas dapat mempertahankan kemampuan hidupnya.

5. Opini Audit Going Concern

Standar Audit (SA) 570 tentang Kelangsungan (Agoes, 2017):

“SA 570 ini mengatur tanggung jawab auditor dalam audit atas laporan keuangan yang berkaitan dengan penggunaan asumsi kelangsungan usaha untuk masa depan yang dapat diprediksi, manajemen bertanggung jawab melakukan penilaian atas kemampuan entitas untuk mempertahankan kelangsungan usahanya. Auditor bertanggung jawab untuk memperoleh bukti audit yang cukup dan tepat tentang ketepatan

penggunaan asumsi kelangsungan usaha oleh manajemen dalam penyusunan dan penyajian laporan keuangan dan untuk menyimpulkan apakah terdapat suatu ketidakpastian material tentang kemampuan entitas untuk mempertahankan kelangsungan usahanya”.

Berdasarkan bukti audit yang diperoleh, auditor harus menyimpulkan apakah menurut pertimbangan auditor, terdapat suatu ketidakpastian material yang terkait dengan peristiwa atau kondisi yang baik secara individual maupun kolektif dapat menyebabkan keraguan signifikan atas kemampuan entitas dalam mempertahankan kelangsungan usahanya.

Suatu ketidakpastian material terjadi ketika signifikansi dampak potensialnya dan kemungkinan terjadinya adalah sedemikian rupa yang, menurut pertimbangan auditor, pengungkapan yang tepat atas sifat dan implikasi ketidakpastian tersebut diperlukan untuk:

a. Dalam hal kerangka penyajian laporan angan wajar: penyajian yang wajar atas laporan keuangan atau

b. Dalam hal kerangka kepatuhan, laporan keuangan tidak menyesatkan.

Jika auditor menyimpulkan bahwa penggunaan asumsi kelangsungan usaha sudah tepat sesuai dengan kondisinya, tetapi terdapat suatu ketidakpastian material, maka auditor harus menentukan apakah laporan keuangan :

a. Menjelaskan secara memadai peristiwa atau kondisi utama yang dapat menyebabkan keraguan signifikan atas kemampuan entitas untuk mempertahankan kelangsungan usahanya dan rencana manajemen untuk menghadapi peristiwa atau kondisi tersebut dan

b. Mengungkapkan secara jelas bahwa terdapat ketidakpastian material yang terkait dengan peristiwa atau kondisi yang dapat menyebabkan keraguan signifikan atas kemampuan entitas untuk mempertahankan

kelangsungan usahanya dan oleh karena itu, entitas tersebut kemungkinan tidak mampu untuk merealisasikan asetnya dan melunasi liabilitasnya dalam kegiatan bisnis normal.

Jika pengungkapan yang memadai dicantumkan dalam laporan keuangan, maka auditor harus menyatakan suatu opini tanpa modifikasian dan mencantumkan suatu paragraf Penekanan Suatu Hal dalam laporan auditor untuk :

a. Menekankan keberadaan suatu ketidakpastian material yang berkaitan dengan peristiwa atau kondisi yang dapat menyebabkan keraguan signifikan atas kemampuan entitas untuk mempertahankan kelangsungan usahanya; dan

b. Mengarahkan perhatian pada catatan atas laporan keuangan yang mengungkapkan hal-hal yang dirujuk.

Jika pengungkapan yang memadai tidak dicantumkan dalam laporan keuangan, maka auditor harus menyatakan suatu opini wajar dengan pengecualian atau opini tidak wajar, sesuai dengan kondisinya, berdasarkan SA 705.6 Auditor harus menyatakan dalam laporan auditor bahwa terdapat suatu ketidakpastian material yang dapat menyebabkan keraguan signifikan atas kemampuan entitas untuk mempertahankan kelangsungan usahanya.

Jika laporan keuangan telah disusun berdasarkan suatu basis kelangsungan usaha tetapi menurut pertimbangan auditor, penggunaan asumsi kelangsungan usaha dalam laporan keuangan oleh manajemen adalah tidak tepat, maka auditor harus menyatakan suatu opini tidak wajar.

Jika manajemen tidak mau membuat atau memperluas penilaiannya bila diminta untuk melakukan hal itu oleh auditor, maka auditor harus mempertimbangkan implikasinya terhadap laporan auditor.

Jika terjadi penundaan signifikan dalam persetujuan atas laporan keuangan oleh manajemen atau pihak yang bertanggung jawab atas tata kelola setelah tanggal laporan keuangan, maka auditor harus menanyakan alasan penundaan tersebut. Jika auditor meyakini bahwa penundaan tersebut mungkin terkait dengan peristiwa atau kondisi yang berkaitan dengan penilaian kelangsungan usaha, maka auditor harus melakukan prosedur audit tambahan seperti yang dijelaskan, serta mempertimbangkan pengaruhnya terhadap kesimpulan auditor tentang keberadaan suatu ketidakpastian material.

Berikut ini beberapa contoh yang dapat menyebabkan keraguan signifikan tentang asumsi kelangsungan usaha:

a. Posisi liabilitas bersih atau liabilitas lancar bersih.

b. Pinjaman dengan waktu pengembalian tetap mendekati jatuh temponya tanpa prospek yang realistis atas pembaruan atau pelunasan; atau pengandalan yang berlebihan pada pinjaman jangka pendek untuk mendanai aset jangka panjang.

c. Indikasi penarikan dukungan keuangan oleh kreditor.

d. Arus kas operasi yang negatif yang diindikasikan oleh laporan keuangan historis atau prospektif.

e. Rasio keuangan utama yang buruk.

f. Kerugian operasi yang substansial atau penurunan signifikan dalam nilai digunakan untuk menghasilkan arus kas.

g. Dividen yang sudah lama terutang atau yang tidak berkelanjutan.

h. Ketidakmampuan untuk melunasi kreditur pada tanggal jatuh tempo.

Dalam lampiran PSA No.30 disajikan panduan untuk mempertimbangkan pernyataan pendapat auditor dalam memberi pendapat dan tidak memberi pendapat atas kemampuan suatu entitas dalam mempertahankan kelangsungan usahanya dapat dilihat pada gambar berikut ini:

Gambar 2.1 Panduan Auditor dalam Pemberian Opini Audit Going

6. Faktor-Faktor Opini Audit Going Concern

Menurut Marisi P. Purba (2006) terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi kelangsungan hidup suatu perusahaan (Purba, 2006), yaitu:

a. Keuangan

Kinerja keuangan perusahaan merupakan kunci utama dalam melihat apakah perusahaan akan mampu mempertahankan kelangsungan hidupnya atau tidak. Kondisi keuangan akan mencerminkan kemampuan perusahaan memenuhi kewajibannya yang sudah jatuh tempo, dan bunga pinjaman kepada kreditur. Kondisi ini dapat dilihat dari kemampuan perusahaan menciptakan laba.

b. Moneter

Kendala moneter juga mempengaruhi ekonomi mikro, apabila banyak entitas bisnis memiliki pinjaman dalam mata uang asing.

Sehingga depresiasi Rupiah (Rp) terhadap mata uang asing secara otomatis akan mempengaruhi kemampuan entitas dalam menjaga kelangsungan hidupnya. Hal yang sama juga ditemukan perusahaan yang mengandalkan bahan baku impor, dimana perusahaan tersebut tidak lagi dapat menjaga kelangsungan operasi dan keseimbangan usahanya dengan biaya produksi yang tinggi.

c. Sosial

Kerawanan sosial (social unrest) dapat muncul sebagai dampak sampingan. Risiko kerawanan sosial yang dapat timbul dan mempengaruhi entitas seperti tingkat kriminalitas tinggi dan penyakit sosial lainnya. Peristiwa Mei 1998 adalah contoh yang nyata, dimana

iklim investasi di Indonesia secara drastis anjlok sebagai akibat aksi anarkis penjarahan yang mengakibatkan banyaknya perusahaan yang gulung tikar. Demikian juga kondisi perburuhan suatu negara yang sering mogok dan demonstrasi akan menimbulkan ketidakpastian yang besar bagi perusahaan dalam berinvestasi.

d. Politik

Tidak bisa dipungkiri, sehat tidaknya iklim investasi pada suatu negara tergantung pada situasi politik negara tersebut. Hal ini berkaitan dengan realitas bahwa entitas berada di bawah kekuasaan rezim pemerintah yang berkuasa sebagai pihak regulator.

Ketidakmampuan pemerintah yang berkuasa dalam menjaga kestabilan politik dan menegakan supremasi hukum dapat mengakibatkan kondisi ekonomi dan sosial yang memburuk yang pada akhirnya akan mempengaruhi dunia investasi dan Going Concern entitas-entitas bisnis.

e. Pasar

Kemampuan perusahaan menguasai pasar adalah kunci keberhasilan dalam menciptakan laba. Kemampuan tersebut dipengaruhi berbagai kendala daya saing, regulasi, inovasi produk, jalur distribusi, teknologi dan lain-lain. Jika suatu entitas bisnis kehilangan pangsa pasar bagi produk-produknya, maka secara otomatis akan mempengaruhi kemampuan dalam menjaga kelangsungan hidup.

f. Teknologi

Penguasaan teknologi oleh perusahaan dapat dipastikan mempengaruhi kemampuan perusahaan dalam menjaga kelangsungan hidupnya. Kemampuan perusahaan dalam memenangkan persaingan sangat dipengaruhi oleh penguasaan teknologi, tidak hanya perusahaan yang bergerak di bidang jasa dan perbankan, namun juga perusahaan yang bergerak di sektor riil.

7. Kinerja

Kinerja berasal dari kata job performance atau actual performance yang berarti prestasi kerja atau prestasi sesungguhnya yang dicapai oleh seseorang. Pengertian kinerja (prestasi kerja) adalah hasil kerja secara kualitas dan kuantitas yang dicapai oleh seorang pegawai dalam melaksanakan fungsinya sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan kepadanya (Basuki, Agus Tri; Prawoto, 2016).

Kinerja adalah hasil atau tingkat keberhasilan seseorang secara keseluruhan selama periode tertentu dalam melaksanakan tugas dibandingkan dengan berbagai kemungkinan, seperti standar hasil kerja.

target atau sasaran atau kriteria yang telah ditentukan terlebih dahulu telah disepakati bersama.

8. Kinerja Keuangan

a. Pengertian Kinerja Keuangan

Kinerja keuangan adalah suatu analisis yang dilakukan untuk melihat sejauh mana suatu perusahaan telah melaksanakan dengan menggunakan aturan-aturan pelaksanaan keuangan secara baik dan benar. Seperti dengan membuat suatu laporan keuangan yang telah

memenuhi standar dan ketentuan dalam SAK (Standar Akuntansi Keuangan) atau GAAP (General Acepted Accounting Principle), dan lainnya (Fahmi, 2012).

b. Tujuan Kinerja Keuangan

Menurut Jumingan (2009) dalam (Fahmi, 2012), tujuan kinerja keuangan adalah:

1) Untuk mengetahui keberhasilan pengelolaan keuangan perusahaan. Dilihat dari aspek kecukupan modal dan profitabilitas yang dicapai dalam tahun berjalan maupun tahun sebelumnya.

2) Untuk mengetahui kemampuan perusahaan dalam mendayagunakan semua aset yang dimiliki dalam menghasilkan profit secara efisien.

c. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kinerja Keuangan Perusahaan Menurut (Munawir, 2010), faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja keuangan adalah:

1) Likuiditas, yang mampu menunjukkan kemampuan suatu perusahaan untuk memenuhi kewajiban keuangannya yang harus segera dipenuhi atau kemampuan perusahaan untuk memenuhi kewajiban keuangannya pada saat ditagih.

2) Solvabilitas, yang mampu menunjukkan kemampuan perusahaan untuk memenuhi kewajiban keuangannya apabila perusahaan tersebut dilikuidasi baik keuangan jangka pendek maupun jangka panjang.

3) Rentabilitas atau Profitabilitas, yang menunjukkan kemampuan perusahaan untuk menghasilkan laba selama periode tertentu.

4) Stabilitas Ekonomi, yang menunjukkan kemampuan perusahaan untuk melakukan usahanya dengan stabil, yang diukur dengan mempertimbangkan kemampuan perusahaan untuk membayarkan hutang-hutangnya serta membayar dividen secara teratur tanpa mengalami hambatan atau krisis keuangan.

d. Analisis Rasio Kinerja Keuangan Perusahaan

Untuk mengukur kinerja keuangan perusahaan dengan menggunakan rasio-rasio keuangan, dapat dilakukan dengan beberapa rasio keuangan. Setiap rasio keuangan memiliki tujuan, kegunaan dan arti tertentu. Kemudian, setiap hasil dari rasio yang diukur diinterpretasikan sehingga menjadi berarti bagi pengambilan keputusan (Kasmir, 2011).

Berikut ini adalah bentuk-bentuk rasio keuangan menurut ahli keuangan yaitu:

Menurut J. Fred Weston, bentuk-bentuk rasio keuangan adalah

Menurut J. Fred Weston, bentuk-bentuk rasio keuangan adalah

Dokumen terkait