BAB II JAMINAN DAN KREDIT PERBANKAN
B. Tinjauan Umum tentang Hukum Jaminan
6 Gunawan Widjaja, Memahami Prinsip Keterbukaan dalam Hukum Perdata (Jakarta: PT RajaGrafinfo Persada, 2006), h. 387
1. Istilah dan Pengertian Hukum Jaminan
Istilah hukum jaminan berasal dari kata zakerheidesstelling,
zekerheidsrechten atau security of law. Dalam keputusan Seminar Hukum Jaminan yang diselenggarakan oleh Badan Pembinaan Hukum
Nasional Departemen Kehakiman bekerja sama dengan Fakultas Hukum
Universitas Gadjah Mada tanggal 9 sampai dengan 11 Oktober 1978 di
Yogyakarta menyimpulkan bahwa istilah hukum jaminan itu meliputi
pengertian baik jaminan kebendaan maupun jaminan perorangan.
Menurut M. Bahsan, hukum jaminan merupakan himpunan ketentuan
yang mengatur atau berkaitan dengan penjaminan dalam rangka utang
piutang (pinjaman uang) yang tedapat dalam berbagai peraturan
perundang-undangan yang berlaku saat ini.7 Sementara itu, Salim HS
memberikan perumusan hukum jaminan adalah keseluruhan
kaidah-kaidah hukum yang mengatur hubungan antara pemberi dan penerima
jaminan dalam kaitannya dengan pembebanan jaminan untuk mendapat
fasilitas kredit.8
Unsur-unsur yang tercantum dalam definisi ini adalah:9
1. Adanya kaidah hukum.
Kaidah hukum dalam bidang jaminan dapat dibedakan
menjadi 2 macam, yaitu kaidah hukum jaminan tertulis dan
7
M. Bahsan, Hukum Jaminan dan Jaminan Kredit Perbankan Indonesia (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2008), h. 3
8
Salim HS, Perkembangan Hukum Jaminan di Indonesia (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2008), h. 6
9
kaidah hukum jaminan tidak tertulis. Kaidah hukum jaminan
tertulis adalah kaidah-kaidah hukum yang terdapat dalam
peraturan perundang-undangan, traktat dan yurisprudensi.
Sedangkan kaidah hukum jaminan tidak tertulis adalah
kaidah-kaidah hukum jaminan yang tumbuh, hidup dan berkembang
dalam masyarakat. Hal ini terlihat pada gadai tanah dalam
masyarakat yang dilakukan secara lisan.
2. Adanya pemberi dan penerima jaminan.
Pemberi jaminan adalah orang-orang atau badah hukum yang
menyerahkan barang jaminan kepada penerima jaminan. Yang
bertindak sebagai pemberi jaminan ini adalah orang atau badan
hukum yang membutuhkan fasilitas kredit. Orang ini lazim
disebut dengan debitur. Penerima jaminan adalah orang atau
badan hukum yang menerima barang jaminan dari pemberi
jaminan. Yang bertindak sebagai penerima jaminan ini adalah
orang atau badan hukum. Badan hukum adalah lembaga yang
memberikan fasilitas kredit, dapat berupa lembaga perbankan dan
atau lembaga keuangan non-bank.
3. Adanya jaminan.
Pada dasarnya, jaminan yang diserahkan kepada kreditur
adalah jaminan materiil dan imateriil. Jaminan materiil
jaminan atas benda bergerak dan benda tidak bergerak. Jaminan
imateriil merupakan jaminan non-kebendaan.
4. Adanya fasilitas kredit.
Pembebanan jaminan yang dilakukan oleh pemberi jaminan
bertujuan untuk mendapatkan fasilitas kredit dari bank atau
lembaga keuangan non-bank. Pemberian kredit merupakan
pemberian uang berdasarkan kepercayaan, dalam arti bank atau
lembaga keuangan non-bank percaya bahwa debitur sanggup
untuk mengembalikan pokok pinjaman dan bunganya. Begitu
juga debitur percaya bahwa bank atau lembaga keuangan
non-bank dapat memberikan kredit kepadanya.
2. Sumber Pengaturan Hukum Jaminan
Adapun yang menjadi sumber hukum jaminan tertulis adalah sebagai
berikut:10
a. Buku II Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.
KUH Perdata merupakan ketentuan hukum yang berasal dari produk
Pemerintah Hindia Belanda, yang diundangkan pada tanggal 1 Mei 1848.
Diberlakukan di Indonesia atas dasar asas konkordansi. KUH Perdata
terdiri atas 4 buku, yaitu Buku I tentang Orang, Buku II tentang Hukum
Benda, Buku III tentang Perikatan, dan Buku IV tentang Pembuktian dan
Kadaluarsa. Jaminan-jaminan yang masih berlaku dalam Buku II KUH
Perdata hanyalah gadai (pand) dan hipotek kapal laut sedangkan atas
10
tanah tidak berlaku lagi karena telah diganti oleh Undang-Undang Nomor
4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan. Gadai diatur di dalam Pasal
1150 sampai dengan 1160 KUH Perdata. Sedangkan hipotek diatur
dalam Pasal 1162 sampai dengan 1232 KUH Perdata.
b. Kitab Undang-Undang Hukum Dagang.
KUH Dagang diatur dalam Stb. 1847 Nomor 23. KUH Dagang terdiri
atas 2 buku, yaitu Buku I tentang Dagang pada Umumnya dan Buku II
tentang Hak-Hak dan Kewajiban yang Timbul dalam Pelayaran. Pasal
yang erat kaitannya dengan jaminan hipotek kapal laut adalah Pasal 314
sampai dengan 316 KUH Dagang.
c. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar
Pokok-Pokok Agraria.
Ketentuan-ketentuan yang erat kaitannya dengan jaminan adalah Pasal 51
dan Pasal 57 UUPA.
d. Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan.
Undang-undang ini mencabut berlakunya hipotek sebagaimana yang
diatur dalam Buku II KUH Perdata, sepanjang mengenai tanah dan
ketentuan mengenai Credietverband dalam Stb. 1937-190 adalah tidak sesuai lagi dengan kebutuhan kegiatan perkreditan sehubungan dengan
perkembangan tata perekonomian Indonesia.
e. Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia.
f. Pasal 49 Undang-Undang Nomor 21 Tahun 1992 tentang Pelayaran.
Berdasarkan hasil analisis terhadap berbagai peraturan
perundang-undangan yang mengatur tentang jaminan maupun kajian terhadap berbagai
literatur tentang jaminan, maka ditemukan 5 asas penting dalam hukum
jaminan, sebagaimana dipaparkan berikut ini:11
1. Asas Publiciet
Asas bahwa semua hak, baik hak tanggungan, hak fidusia dan hipotek
harus didaftarkan. Pendaftaran ini dimaksudkan supaya pihak ketiga
dapat mengetahui bahwa benda jaminan tersebut sedang dilakukan
pembebanan jaminan. Pendaftaran hak tanggungan di Kantor Badan
Pertanahan Nasional Kabupaten/Kota, pendaftaran jaminan fidusia
dilakukan di Kantor Pendaftaran Fidusia dengan wilayah kerja mencakup
seluruh wilayah negara Republik Indonesia dan berada di lingkup tugas
Departemen Kehakiman dan Hak Asasi Manusia, sedangkan pendaftaran
hipotek kapal laut dilakukan di depan pejabat pendaftaran dan pencatat
balik nama, yaitu Syahbandar;
2. Asas Specialitet
Yaitu bahwa hak tanggungan, hak fidusia dan hipotek hanya dapat
dibebankan atas persil atau atas barang-barang yang sudah terdaftar atas
nama orang tertentu.
3. Asas tak dapat dibagi-bagi.
11
Asas dapat dibaginya hutang tidak dapat mengakibatkan dapat
dibaginya hak tanggungan, hak fidusia, hipotek dan hak gadai walaupun
telah dilakukan pembayaran sebagian.
4. Asas inbeziittstelling.
Barang jaminan (gadai) harus berada pada penerima gadai.
5. Asas horizontal.
Bangunan dan tanah bukan merupakan satu kesatuan. Hal ini dapat
dilihat dalam penggunaan hak pakai, baik tanah negara maupun tanah
hak milik. Bangunannya milik dari yang bersangkutan atau pemberi
tanggungan, tetapi tanahnya milik orang lain, berdasarkan hak pakai.
C. Jaminan dalam Perjanjian Kredit Perbankan.