BAB II TINJAUAN PUSTAKA 1. Tinjauan Umum Mengenai Baitul Maal Wat Tamwil BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kerangka Teori 1. Tinjauan Umum Mengenai Baitul Maal Wat Tamwil. a. Sejarah Perkembangan Baitul Maal Wat Tamwil. Jika kita menengok sejarah BMT, sebenarnya di masa Rasulullah dan sahabat tidak dikenal istilah BMT, yang diketahui saat itu adalah Baitul Maal, yakni lembaga keuangan dan kekayaan negara yang dibentuk dan dijalankan oleh Pemerintahan Islam waktu itu. Baitul Maal berfungsi sebagaimana Departemen Keuangan saat ini yaitu menjadi petugas pemungut pajak dan pendapatan negara lainnya. Di masa Rasulullah dan sahabat sampai pemerintahan khilafah islamiyah, penerimaan pendapatan negara sangat beragam, antara lain kharaj, jizyah, dam, ghanimah, dan termasuk zakat, infaq dan shodaqoh. Pada masa Rasulullah SAW, Baitul Mal lebih mempunyai pengertian sebagai pihak (al-jihat) yang menangani setiap harta benda kaum muslimin, baik berupa pendapatan maupun pengeluaran. Saat itu Baitul Mal belum mempunyai tempat khusus untuk menyimpan harta, karena saat itu harta yang diperoleh belum begitu banyak. Kalaupun ada, harta yang diperoleh hampir selalu habis dibagi bagikan kepada kaum muslimin serta dibelanjakan untuk pemeliharaan urusan mereka. Rasulullah SAW senantiasa membagikan ghanimah dan seperlima bagian darinya (al-akhmas) setelah usainya peperangan, tanpa menunda-nundanya lagi. Dengan kata lain, beliau segera menginfakkannya sesuai peruntukannya masing-masing. commit to user Masa Khalifah Abu Bakar Ash Shidiq, Abu Bakar dikenal sebagai Khalifah yang sangat wara’ (hati-hati) dalam masalah harta. Bahkan pada hari kedua setelah beliau dibai’at sebagai Khalifah, beliau tetap berdagang dan tidak mau mengambil harta umat dari Baitul Mal untuk keperluan diri dan keluarganya. Diriwayatkan oleh lbnu Sa’ad (w. 230 H/844 M), penulis biografi para tokoh muslim, bahwa Abu Bakar yang sebelumnya berprofesi sebagai pedagang membawa barang-barang dagangannya yang berupa bahan pakaian di pundaknya dan pergi ke pasar untuk menjualnya. Di tengah jalan, ia bertemu dengan Umar bin Khaththab. Umar bertanya, “Anda mau kemana, hai Khalifah?” Abu Bakar menjawab, “Ke pasar.” Umar berkata, “Bagaimana mungkin Anda melakukannya, padahal Anda telah memegang jabatan sebagai pemimpin kaum muslimin?” Abu Bakar menjawab, “Lalu dari mana aku akan memberikan nafkah untuk keluargaku?” Umar berkata, “Pergilah kepada Abu Ubaidah (pengelola Baitul Maal), agar ia menetapkan sesuatu untukmu.” Keduanya pun pergi menemui Abu Ubaidah, yang segera menetapkan santunan (ta’widh) yang cukup untuk Khalifah Abu Bakar, sesuai dengan kebutuhan seseorang secara sederhana, yakni 4000 dirham setahun yang diambil dan Baitul Mal. Pada Masa Khalifah Umar bin Khathab, selama memerintah Umar bin Khathab tetap memelihara Baitul Mal secara hati-hati, menerima pemasukan dan sesuatu yang halal sesuai dengan aturan syariat dan mendistribusikannya kepada yang berhak menerimanya. Dalam salah satu pidatonya, yang dicatat oleh lbnu Kasir (700-774 H/1300-1373 M), penulis sejarah dan musafir, tentang hak seorang Khalifah dalam Baitul Mal, Umar berkata, “Tidak dihalalkan bagiku dari harta milik Allah ini melainkan dua potong pakaian musim panas dan sepotong pakaian musim dingin serta uang yang cukup untuk kehidupan sehari-commit to user hari seseorang di antara orang-orang Quraisy biasa, dan aku adalah seorang biasa seperti kebanyakan kaum muslimin. Kondisi yang sama juga berlaku pada masa Utsman bin Affan. Namun, karena pengaruh yang besar dan keluarganya, tindakan Usman banyak mendapatkan protes dari umat dalam pengelolaan Baitul Mal. Dalam hal ini, lbnu Sa’ad menukilkan ucapan Ibnu Syihab Az Zuhri (51-123 H/670-742 M), seorang yang sangat besar jasanya dalam mengumpulkan hadis, yang menyatakan, “Usman telah mengangkat sanak kerabat dan keluarganya dalam jabatan-jabatan tertentu pada enam tahun terakhir dari masa pemerintahannya. Ia memberikan khumus (seperlima ghanimah) kepada Marwan yang kelak menjadi Khalifah ke-4 Bani Umayyah, memerintah antara 684-685 M dari penghasilan Mesir serta memberikan harta yang banyak sekali kepada kerabatnya dan ia (Usman) menafsirkan tindakannya itu sebagai suatu bentuk silaturahmi yang diperintahkan oleh Allah SWT. Ia juga menggunakan harta dan meminjamnya dari Baitul Mal sambil berkata, ‘Abu Bakar dan Umar tidak mengambil hak mereka dari Baitul Mal, sedangkan aku telah mengambilnya dan membagi-bagikannya kepada sementara sanak kerabatku.’ Itulah sebab rakyat memprotesnya. Pada masa pemerintahan Ali bin Abi Talib, kondisi Baitul Mal ditempatkan kembali pada posisi yang sebelumnya. Ali, yang juga mendapat santunan dari Baitul Mal, seperti disebutkan oleh lbnu Kasir, mendapatkan jatah pakaian yang hanya bisa menutupi tubuh sampai separo kakinya, dan sering bajunya itu penuh dengan tambalan. Ketika Dunia Islam berada di bawah kepemimpinan Khalifah Bani Umayyah, kondisi Baitul Mal berubah. Al Maududi menyebutkan, jika pada masa sebelumnya Baitul Mal dikelola dengan penuh kehati-hatian sebagai commit to user amanat Allah SWT dan amanat rakyat, maka pada masa pemerintahan Bani Umayyah Baitul Mal berada sepenuhnya di bawah kekuasaan Khalifah tanpa dapat dipertanyakan atau dikritik oleh rakyat. Sejarah BMT ada di Indonesia, dimulai tahun 1984 dikembangkan mahasiswa ITB di Masjid Salman yang mencoba menggulirkan lembaga pembiayaan berdasarkan syari’ah bagi usaha kecil. Kemudian BMT lebih di berdayakan oleh ICMI sebagai sebuah gerakan yang secara operasional ditindaklanjuti oleh Pusat Inkubasi Bisnis Usaha Kecil (PINBUK). BMT adalah lembaga keuangan mikro yang dioperasikan dengan prinsip bagi hasil (syari’ah), menumbuhkembangkan bisnis usaha mikro dan kecil dalam rangka mengangkat derajat dan martabat serta membela kepentingan kaum fakir miskin. Secara konseptual, BMT memiliki dua fungsi : Baitul Tamwil (Bait = Rumah, at Tamwil = Pengembangan Harta) – melakukan kegiatan pengembangan usaha-usaha produktif dan investasi dalam meningkatkan kualitas ekonomi pengusaha mikro dan kecil terutama dengan mendorong kegiatan menabung dan menunjang pembiayaan kegiatan ekonominya. Baitul Maal (Bait = Rumah, Maal = Harta) – menerima titipan dana zakat, infak dan shadaqah serta mengoptimalkan distribusinya sesuai dengan pertaturan dan amanahnya (http://www.khilafah1924.org/index.php?option=com, diakses tanggal 13 Agustus 2010). b. Konsep Dasar Operasional Baitul Maal Wat Tamwil. Munculnya banyak lembaga keunagan yang beroperasi berdasarkan prinsip syariah termasuk BMT dalam tiga tahun terakhir, merupakan fenomena aktual yang menarik untuk dicermati. Ini bisa dijadikan awal yang baik untuk diterimanya sistem ekonomi yang berlandaskan syariah di tengah masyarakat dengan tingkat peradaban commit to user yang sudah maju seperti sekarang ini. Fenomena tersebut sekaligus menjawab atas keraguan sementara pihak terhadap otentitas ajaran Islam yang tercermin dalam ayat-ayat Alquran yang telah selesai diwahyukan Allah SWT. Islam dalam menentukan suatu larangan terhadap aktivitas duniawiyah tentunya mempunyai hikmah tersendiri di dalamnya, dimana hikmah itu akan memberikan kemaslahatan, ketenangan dan keselamatan hidup di dunia dan di akhirat. Namun demikian, Islam tidak melarang begitu saja kecuali di sisi lain ada alternatif konseptional maupun operasional diberikannya, misalnya saja larangan terhadap riba. Alternatif yang diberikan Islam dalam rangka menghapuskan riba dalam praktik muamalah yang dilakukan manusia melalui dua jalan. Jalan pertama dalam bentuk shadaqah atau Al-qardhul hasan (pinjaman kebaikan) yang merupakan solusi bagi siapa saja yang melakukan aktifitas riba untuk keperluan biaya hidup ataupun usaha dalam skala mikro. Sedangkan jalan kedua sistem perbankan Islam yang di dalamnya menyangkut penghimpunan dana melalui tabungan mudharabah, deposito (musyarakah), dan giro (wadiah) yang kemudian disalurkan malalui pinjaman dengan prinsip bagi hasil (Qordhowi, 1989:25) BMT berasaskan Pancasila dan Undang-undang Dasar 1945 serta berlandaskan syariah Islam, keimanan, keterpaduan (kaffah), kekeluargaan/koperasi, kebersamaan, kemandirian, dan profesionalisme. Secara Hukum BMT berpayung pada koperasi tetapi sistem operasionalnya tidak jauh berbeda dengan Bank Syari’ah. Oleh karena berbadan hukum koperasi, maka BMT harus tunduk pada Undang-undang Nomor 25 tahun 1992 tentang Perkoperasian dan Peraturan Pemrintah Nomor 9 tahun 1995 tentang pelaksanaan usaha commit to user simpan pinjam oleh koperasi. Juga dipertegas oleh Peraturan Menteri Negara Koperasi Nomor 35 Tahun 2007 tentang Koperasi Jasa keuangan syari’ah. Undang-undang tersebut sebagai payung berdirinya BMT/ Lembaga Keuangan Mikro Syari’ah (http://hendrakholid.net diakses tanggal 9 Agustus 2010) c. Tujuan Dan Ciri-ciri Baitul Maal Wat Tamwil. Sistem operasional dari BMT tidak jauh beda dengan Bank Syariah, maka tujuan dibentuknya BMT juga sama dengan Bank Syariah, yaitu: 1) Mengarahkan kegiatan ekonomi umat untuk bermuamalah secara Islam, agar terhindar dari praktik-praktik riba atau jenis-jenis usaha/ perdgangan lain yang mengandung gharar (tipuan), dimana jenis-jenis usaha tersebut selain dilarang dalam Islam, juga telah menimbulkan dampak negatif terhadap kehidupan ekonomi umat. 2) Untuk menciptakan suatu keadilan di bidang ekonomi, dengan jalan meratakan pendapatan melalui kegiatan investasi, agar tidak terjadi kesenjangan yang amat besar antara pemilik modal (orang kaya) dengan pihak yang membutuhkn dana (orang miskin). 3) Untuk meningkatkan kualitas hidup umat, dengan jalan membuka peluang berusaha yang lebih besar terutama kepada kelompok miskin, yang diarahkan kepada kegiatan usaha yang produktif, menuju terciptanya kemandirian berusaha. 4) Untuk membantu menanggulangi masalah kemiskinan, yang pada umumnya merupakan progam utama dari negara-negara yang sedang berkembang. Upaya dalam mengentaskan kemiskinan ini berupa pembinaan nasabah yang lebih menonjol sifat kebersamaan dari siklus usaha yang lengkap seperti progam pembinaan commit to user pengusaha, pembinaan pedagang perantara, program pengembangan modal kerja dan program usaha bersama ( Warkum Sumitra, 2004:22) 5) Menumbuhsuburkan dakwah Islam untuk menyadarkan umat bahwa sistem ekonomi yang berlandaskan syariah merupakan bagian yang tidak terpisahkan dalam ajaran Islam yang harus diwujudkan dalam operasional nyata di lapangan sebagai salah satu bentuk ibadah yang memiliki derajat dan tanggungjawab yang seimbang dengan ibadah-ibadah lainnya. 6) Mengerahkan pengumpulan dan pengalokasian dana ZIS dan simpanan-simpanan secara efisien sesuai dengan karakteristik penyaluran kedua sumber dana tersebut atas dasar Syariah dan dukungan manajemen modern ( Jamal Lulail Yunus, 2009:120) Baitul Maal Wat Tamwil yang beroperasi berdasarkan prinsip-prinsip syariah menurut ketentuan Al Qur’an dan Al Hadits, memiliki ciri-ciri itu antara lain: 1) Berorientasi bisnis, mencari laba bersama, meningkatkan pemanfaatan ekonomi paling banyak untuk anggota dan lingkungannya. 2) Penggunaan persentase dalam hal kewajiban untuk melakukan pembayaran selalu dihindarkan, karena presentase bersifat melekat pada sisa utang meskipun batas waktu perjanjian telah berakhir. Sistem persentase memungkinkan beban bunga semakin tinggi, yang apabila nasabah terlambat membayar beban bunga menjadi berlipat ganda. Lebih-lebih apabila nasabah tidak mampu mengembalikan pinjaman itu karena sesuatu hal, secara terus menerus nasabah terbebani bunga yang pada akhirnya bisa terjadi commit to user jumlah bunga jauh lebih besar daripada jumlah pokok pinjaman. Akibat penerapan bunga berdasarkan persentase seperti ini jelas mempunyai maksud yang sama dengan bunga berbunga (compound interest), karena setiap bunga yang sudah jatuh temponya dan nasabah tidak mampu lagi membayar akan tetapi diperhitungakan sebagai bagian utang yang otomatis dan secara terus menerus dikenakan bunga. Hal ini sangat menjerat peminjam yang pada umumnya posisi ekonominya lebih lemah. 3) Bukan lembaga sosial, tetapi dapat dimanfaatkan untuk mengefektifkan penggunaan zakat, infaq dan sadaqah bagi kesejahteraan orang banyak. 4) Milik bersama masyarakat kecil bawah dan dari lingkungan BMT itu sendiri, bukan milik orang seorang. 5) BMT mengadakan kegiatan keagamaan (pengajian) rutin secara berkala yang waktu dan tempatnya ditentukan (biasanya madrasah, mushalla atau masjid). Setelah kegiatan keagamaan biasanya dilanjutkan dengan perbincangan bisnis dari anggota atau nasabah BMT. 6) Manajemen BMT adalah profesional dan agamis: Manajer BMT berpendidikan minimal D3, dilatih pertama kali 2 minggu oleh Pusdiklat PINBUK Administrasi pembukuan dan prosedur ditata dengan sistem manajemen keuangan yang rapi dan sesuai standar (ilmiah). Proaktif bersilaturrahmi “menjemput bola”, beranjangsana dan berinisiatif dalam prakarsa. commit to user d. Prinsip dan Produk Baitul Maal Wat Tamwil. Baitul Maal wat Tamwil sebenarnya merupakan dua kelembagaan yang menjadi satu, yaitu lembaga Baitul Maal dan lembaga Baitul Tamwil. Prinsip dari Baitul Maal adalah : 1) Produk Penghimpun Dana Dalam produk penghimpunan dana ini, Baitul Maal menerima dan mencari dana berupa zakat, infaq, dan shadaqah. Baitul Maal juga menerima dana berupa sumbangan, hibah, ataupun wakaf serta dana yang bersifat sosial. 2) Produk Penyaluran Dana Penyaluran dana-dana yang bersumber dari dana-dana Baitul Maal harus bersifat spesifik, terutama dana yang bersumber dari zakat, karena dana zakat ini sarana penyalurannya sudah ditetapkan secara tegas dalam Al-Qur’an, yaitu kepada faqir, miskin, amilin,mua’laf, fisabilillah, ghorimin, hamba sahaya dan mushafir. Sedangkan dana di luar zakat digunakan untuk pengembangan usaha orang-orang miskin, pembangunan lembaga pendidikan, masjid maupun biaya-biaya operasional kegiatan sosial lainnya. Baitul Tamwil tidak jauh berbeda dengan prinsip-prinsip yang digunakan oleh Bank Islam. Ada 3 prinsip yang dapat dilaksanakan oleh BMT dalam fungsinya sebagai Baitul Tamwil yaitu prinsip bagi hasil, prinsip jual beli dengan mark-up (keuntungan) dan prinsip non profit. commit to user Adapun mengenai produk inti dari BMT (sebagai Baitul Tanwil) adalah sebagai penghimpun dana dan penyalur dana. Produk-produknya adalah : 1) Al-Wadiah Salah satu prinsip yang digunakan dalam penghimpunan dana dengan prinsip titipan. Yaitu perjanjian antara pemilik barang (termasuk uang) dengan penyimpan (termasuk bank) di mana pihak penyimpan bersedia untuk menyimpan dan menjaga keselamatan barang atau uang yang dititipkan kepadanya. Jadi al-wadiah itu merupakan titipan murni yang dipercayakan oleh pemiliknya dan setiap saat dapat diambil jika pemiliknya menghendaki. Dasar Hukum al-wadiah adalah a) Al-Qur’an “Sesungguhnya Allah menyuruh kamu untuk menyampaikan amanat (titipan), kepada yang berhak menerimanya.”(QS. An-Nisa’:58) “Jika sebagian kamu mempercayai sebagian yang lain, maka hendaklah yang dipercayai itu menunaikan amanat (utangnya), hendaklah ia bertakwa kepada Tuhannya.” (QS. Al-Baqarah 283) b) Al-Hadits Dari Ibnu Umar berkata, bahwasanya Rasulullah SAW, telah bersabda: “Tiada kesempurnaan iman bagi orang yang tidak beramanah, tiada shalat bagi yang tak bersuci.” (HR. Thabrani) commit to user Berkata Rasulullah SAW: “Sampaikanlah (tunaikanlah) amanat kepada yang berhak menerimanya dan jangan membalas dengan khianat kepada orang yang telah menghianatimu.” (HR. Abu Daud dan Tirmidzi) Terdapat dua jenis al-wadiah : a) Al-wadiah Amanah. Pihak penyimpan tidak bertanggungjawab terhadap kerusakan atau kehilangan barang yang disimpan, yang tidak diakibatkan oleh perbuatan atau kelalaian penyimpan. Jenis ini mempunyai karakteristik sebagai berikut: (1) Harta atau benda yang dititipkan tidak boleh dimanfaatkan dan digunakan oleh penerima titipan. (2) Penerimaan titipan hanya berfungsi sebagai penerima amanah yang bertugas dan berkewajiban untuk menjaga barang yang dititipkan tanpa mengambil manfaat. (3) Sebagai konpensasi, penerima titipan diperkenankan untuk membebankan biaya (fee) kepada yang menitipkan (Gemala Dewi, 2004:83). b) Al-wadiah Dhamanah. Pihak penyimpan dengan atau tanpa izin pemilik barang dapat memanfaatkan barang yang dititipkan dan bertanggungjawab atas kerusakan atau kehilangan barang yang disimpan. Semua manfaat dan keberuntungan yang diperoleh dalam penggunaan barang tersebut menjadi hak penyimpan (Warkum Sumitra, 2004:32). Ciri-ciri nya sebagai berikut: commit to user (1) Harta atau benda yang dititipkan diperbolehkan untuk dimanfaatkan penyimpan. (2) Apabila ada hasil dari pemanfaatan benda titipan, maka hasil tersebut akan menjadi hak daripenyimpan. Tidak ada kewajiban dari penyimpan untuk memberikan hasil tersebut kepada penitip debgai pemilik benda. 2) Al-Mudharabah Akad yang sesuai dengan prinsip investasi. Yaitu perjanjian antara pemilik modal (uang atau barang) dengan pengusaha. Dimana pemilik modal bersedia membiayai sepenuhnya suatu proyek/usaha dan pengusaha setuju untuk mengelola proyek tersebut dengan pembagian hasil sesuai perjanjian. Pemilik modal sebagai deposan di BMT berperan sebagai investor murni. Pemilik modal tidak dibenarkan ikut dalam pengeloalaan usaha, tetapi diperbolehkan membuat usulan dan melakukan pengawasan. Apabila usaha yang dibiayai mengalami kerugian, maka kerugian ditanggung sepenuhnya oleh pemilik modal, kecuali kerugian terjadi karena penyelewengan atau penyalahgunaan pengusaha (Warkum Sumitra, 2004:34). “Mudharabah is a very potent tool for removing interest from society by providing in interest free tool for skill utilization and ecspecially can helping mobilizing resources of society by employing them as mudarib while Bank will provide the finance and lso bear the chances to profit and loss, which is absent in interest based financing for venture capital” yang artinya mudharabah adalah alat yang ampuh untuk menghapus bunga dari pandangan masyarakat, sebagai alat untuk membantu dalam commit to user memobilisasi sumber daya alam, dengan cara memperkerjakan mereka sebagai mudarib sedangkan bank (dalam hal ini BMT) akan menyediakan pembiayaan dan menanggung laba rugi (Journal International of Islamic Banking Of Economic, Islamic Law and Law World Paper No. 07-05) Dasar hukum Al-Mudharabah adalah a) Al-Qur’an ”Dan sebagian dari mereka orang-orang yang berjalan dimuka bumi mencari sebagian karunia Allah SWT.”(QS. Al-Muzamil:20) ”Apabila telah ditunaikan shalat maka bertebaranlah kamu di muka bumi dan carilah karunia Allah SWT.” (QS. Al-Jum’ah 10) ”Tidak ada dosa (halangan) bagimu untuk mencari karunia dari Tuhanmu.” (QS. Al-Baqarah 198) b) Al-Hadits Diriwayatkan oleh Ibnu Abbas bahwasanya ”Sayyidina Abbas jikalau memberikan dana ke mitra usahanya secara mudharabah, ia mensyaratkan agar dananya tidak dibawa mengarungi lautan, menuruni lembah yang berbahaya, atau membeli ternak yang berparu-paru basah, jika menyalahi peraturan maka yang bersangkutan bertanggungjawab atas dana tersebut. Disampaikanlah syarat-syarat tersebut ke Rasulullah Saw, dan dia pun memperkenankannya.” (Hadis dikutip oleh Imam Alfasi dalam majma azzawaid) commit to user Dari Suhaib r.a bahwa Rasulullah SAW, bersabda: ”tiga perkara didalamnya terdapat keberkatan, yaitu menjual dengan pembayaran secara kredit, muqaradhah (nama lain dari Mudharabah), dan mencampur gandum dengan tepung untuk keperluan rumah dan bukan untuk dijual”. (HR.Ibnu Majah) Secara garis besar, mudharabah terbagi menjadi dua jenis: a) Mudharabah Muthlaqah (General Investment). Dalam prinsip ini hal utama yang menjadi cirinya adalah pemilik dana (Shahibul Mall) tidak memberikan batasan-batasan atas dana yang diinvestasikannya atau dengan kata lain. Pengelola dana/pengusaha/mudharib diberi wewenang penuh mengelola tanpa terikat waktu, tempat, jenis usaha dan jenis pelayanannya. Aplikasi perbankan yang sesuai dengan akad ini adalah tabungan dan deposito berjangka. b) Mudharabah Muqayyadah. Pada jenis akad ini, pemilik modal memberikan batasan atas dana yang diinvestasikannya. Pengusaha hanya bisa mengelola dana tersebut sesuai dengan batasan jenis usaha, tempat dan waktu tertentu saja. 3) Al-Musyarakah Yaitu perjanjian kerjasama antara dua pihak atau lebih pemilik modal (uang atau barang) untuk membiayai suatu usaha. Keuntungan dari usaha tersebut dibagi sesuai dengan persetujuan antara pihak-pihak tersebut, yang tidak harus sama dengan pangsa modal masing-masing pihak. Dalam hal ini terjadi kerugian, maka commit to user pembagian kerugian dilakukan sesuai pangsa modal masing-masing. Al-Musyarakah adalah bentuk pembiayaan berdasarkan akad kerjasama antara dua pihak atau lebih untuk suatu usaha tertentu, masing-masing pihak memberikan kontribusi dana dengan ketentuan bahwa keuntungan dan resiko akan ditanggung bersama sesuai dengan kesepakatan (Fatwa Dewan Syariah Nasional No. 08/DSN-MUI/IV/2000, tanggal 13 April 2000). Al-Musyarakah lebih dikenal dengan sebutan syarikat merupakan gabungan pemegang saham untuk membiayai suatu proyek, keuntungan dari proyek tersebut dibagi menurut presentase yang disetujui, dan seandainya proyek tersebut mengalami kerugian, maka beban kerugian tersebut ditanggung bersama oleh pemegang saham secara proposional. "Musyarakah is encourages partnership with a recognized party. Most of unkown profit of business will be determined accurately, and major share of profit will go to bank and finally to its depositors unlike interest based banking when only determined interest rate goes to bank and its creditors. All this activity will help in removing the black economy and idle resources to use and shared with small savers of economy, reducing level of population below poverty line" yang artinya Musyarakah adalah mendorong kemitraan dengan pihak yang diakui. Sebagian besar keuntungan usaha akan ditentukan secara akurat, dan bagian utama dari keuntungan akan digunakan oleh bank dan akhirnya ke penabung tidak seperti perbankan berbasis bunga ketika hanya tingkat suku bunga ditentukan oleh bank. Semua kegiatan ini akan membantu dalam menghilangkan keburukan dalam perekonomian sehingga commit to user dapat berbagi dengan nasabah dengan tingkat ekonomi rendah dan mengurangi tingkat penduduk di bawah garis kemiskinan (Journal International of Islamic Banking Of Economic, Islamic Law and Law World Paper No. 07-05). Dasar hukum Al-musyarakah: a) Al-Qur’an ”Jikalau saudara-saudara itu lebih dari seorang, maka mereka bersekutu dalam sepertiga itu.” (Al-Nisa’:12) ”Dan sesungguhnya kebanyakan dari orang-orang yang berkongsi itu sebagian mereka berbuat zalim kepada sebagian lain kecuali orang yang beriman dan mengerjakan amal yang saleh.” (QS. Shad 24) b) Al-Hadist Dalam hadis kudsi yang diriwayatkan dari Abu Hurairah bahwa Rasulullah Saw, telah bersabda: “Allah Swt telah berfirman Aku menyukai dua pihak yang sedang berkongsi Dalam dokumen PENERAPAN FUNGSI SOSIAL (CHARITY) PADA BAITUL MAAL WAT TAMWIL DENGAN CARA BANTUAN MODAL DENGAN SISTEM AL QARDHUL HASAN (BENEVOLENT LOAN) (STUDI KASUS DI BMT HARAPAN KITA BANTUL) (Halaman 29-47)