• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

1. Tinjauan Umum Tentang Perjanjian dan Perjanjian Kredit…. 14

Mengenai Perjanjian diatur dalam Buku III Burgerlijk Wetboek (Kitab Undang-Undang Hukum Perdata) sebagai bagian dari Burgerlijk

Wetboek yang terdiri dari IV Buku. Menurut Pasal 1313 Kitab

Undang-Undang Hukum Perdata yang dimaksud dengan Perjanjian atau

Overeenkomst adalah : “suatu perbuatan dengan mana satu orang atau

lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang atau lebih lainnya “. Perjanjian atau Overeenkomst juga dapat diartikan sebagai suatu hubungan hukum harta kekayaan/ harta benda antara dua orang atau lebih, yang memberi kekuatan hak pada satu pihak untuk memperoleh prestasi dan sekaligus mewajibkan kepada pihak lain untuk menunaikan prestasi (M. Yahya Harahap,1986:6 ).

Mengenai pengertian Perjanjian yang terdapat dalam Pasal 1131 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata masih banyak kelemahan-kelemahannya antara lain:

a. Hanya menyangkut sepihak saja

Hal ini diketahui dari perumusan “satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang atau lebih lainnya”. Kata kerja mengikatkan sifatnya hanya datang dari satu pihak saja, tidak dari kedua belah pihak. Seharusnya perumusan itu “saling mengikatkan diri”, jadi ada konsensus para pihak.

b. Kata perbuatan mencakup juga tanpa consensus

Dalam pengertian perbuatan termasuk juga tindakan penyelenggaraan kepentingan (zaakwaarneming), tindakan melawan

commit to user

hukum (onrechtmatige daad) yang tidak mengandung unsur suatu

consensus. Seharusnya dipakai istilah persetujuan.

c. Pengertian Perjanjian terlalu luas

Pengertian perjanjian mencakup juga perjanjian kawin yang diatur dalam bidang Hukum Keluarga. Padahal yang dimaksud adalah hubungan antara debitur dan kreditur mengenai harta kekayaan. Perjanjian yang diatur dalam Buku III Kitab Undang-Undang Hukum Perdata sebenarnya hanya meliputi perjanjian yang bersifat kebendaan, bukan bersifat kepribadian (personal).

d. Tanpa menyebut tujuan

Dalam rumusan pasal tersebut tidak disebutkan tujuan mengadakan perjanjian, sehingga pihak-pihak mengikatkan diri itu tidak jelas untuk apa. (Abdulkadir Muhammad, 2000: 224-225).

Dari rumusan perjanjian di atas maka dapat disimpulkan bahwa unsur-unsur perjanjian antara lain:

1. Ada pihak-pihak, sedikitnya dua orang; 2. Ada persetujuan antara pihak-pihak itu; 3. Ada tujuan yang akan dicapai;

4. Ada prestasi yang akan dilaksanakan; 5. Ada bentuk tertentu, lisan atau tulisan;

6. Ada syarat-syarat tertentu sebagai isi perjanjian(Abdulkadir Muhammad, 2000: 225).

1) Syarat Sahnya Perjanjian

Perjanjian yang sah adalah perjanjian yang memenuhi syarat-syarat yang ditentukan oleh undang-undang yaitu dalam Pasal 1320 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. Pasal 1320 KUH Perdata mengatakan bahwa:

commit to user

Untuk sahnya suatu perjanjian diperlukan empat syarat: 1. Sepakat mereka yang mengikatkan diri;

2. Kecakapan untuk membuat suatu perikatan; 3. Suatu hal tertentu;

4. Suatu sebab yang halal.

Ke empat unsur tersebut selanjutnya dalam doktrin Ilmu Hukum yang berkembang, digolongkan ke dalam:

1. Dua unsur pokok yang menyangkut subyek (pihak) yang mengadakan perjanjian (unsur subyektif), dan

2. Dua unsur pokok lainnya yang berhubungan langsung dengan obyek perjanjian (unsur obyektif) (Kartini Muljadi dan Gunawan Widjaja, 2003: 93).

Unsur subyektif mencakup adanya unsur kesepakatan secara bebas dari para pihak yang berjanji, dan kecakapan dari pihak-pihak yang melaksanakan perjanjian. Sedangkan unsur obyektif meliputi keberadaan dari pokok persoalan yang merupakan obyek yang diperjanjikan, dan causa dari obyek yang berupa prestasi yang disepakati untuk dilaksanakan tersebut haruslah sesuai yang tidak dilarang atau diperkenankan menurut hukum. Tidak terpenuhinya salah satu unsur dari ke empat unsur tersebut menyebabkan cacat dalam perjanjian, dan perjanjian tersebut diancam dengan kebatalan, baik dalam bentuk dapat dibatalkan (jika terdapat pelanggaran terhadap unsur subyektif), maupun batal demi hukum (dalam hal tidak terpenuhinya unsur obyektif) (Kartini Muljadi dan Gunawan Widjaja, 2003: 94).

Perjanjian yang tidak memenuhi syarat-syarat tersebut di atas tidak akan diakui oleh hukum, walaupun diakui oleh para pihak yang membuatnya. Selagi pihak-pihak mengakui dan mematuhi perjanjian yang mereka buat, kendatipun tidak memenuhi syarat-syarat,

commit to user

perjanjian itu berlaku antara mereka. Apabila sampai suatu ketika ada pihak yang tidak mengakuinya, sehingga menimbulkan sengketa, maka Hakim akan membatalkan atau menyatakan perjanjian itu batal (Abdulkadir Muhammad, 2000: 228).

2) Asas-asas Umum Perjanjian

Dalam Hukum Perjanjian dapat dijumpai beberapa asas penting yang perlu diketahui. Asas-asas tersebut antara lain:

a) Asas Personalia

Asas ini diatur dalam Pasal 1315 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, yang berbunyi “pada umumnya tak seorang pun dapat mengikatkan diri atas nama sendiri atau meminta ditetapkannya suatu janji selain untuk dirinya sendiri”. Dari rumusan tersebut dapat kita ketahui bahwa pada dasarnya suatu perjanjian yang dibuat oleh seseorang dalam kapasitasnya sebagai individu, subyek hukum pribadi, hanya akan berlaku dan mengikat untuk dirinya sendiri.

b) Asas Konsensualitas

Asas konsensualitas mempunyai arti bahwa pada dasarnya suatu perjanjian yang dibuat secara lisan antara dua atau lebih orang telah mengikat, dan karenanya telah melahirkan kewajiban bagi salah satu atau lebih pihak dalam perjanjian tersebut, segera setelah orang-orang tersebut mencapai kesepakatan atau

concensus, meskipun kesepakatan tersebut telah dicapai secara

lisan semata-mata. Ini berarti pada prinsipnya perjanjian yang mengikat dan berlaku sebagai perikatan bagi para pihak yang berjanji tidak memerlukan formalitas. Walau demikian, untuk menjaga kepentingan pihak debitur (atau yang berkewajiban memenuhi prestasi) diadakanlah bentuk-bentuk formalitas, atau

commit to user

dipersyaratkan adanya suatu tindakan nyata tertentu. Asas konsensualitas menemukan dasarnya dalam Pasal 1320 angka 1 (satu) Kitab Undang-Undang Hukum Perdata .

c) Asas Kebebasan Berkontrak

Asas kebebasan berkontrak menemukan dasar keberadaannya dalam Pasal 1320 angka 4 (empat) Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. Dengan asas kebebasan berkontrak ini, para pihak yang membuat dan mengadakan perjanjian diperbolehkan untuk menyusun dan membuat kesepakatan atau perjanjian yang melahirkan kewajiban apa saja, selama dan sepanjang prestasi yang wajib dilakukan tersebut bukanlah sesuatu yang terlarang. (Kartini Muljadi dan Gunawan Widjaja, 2003: 14-47).

d) Asas Itikad Baik

Asas itikad baik terkandung dalam Pasal 1338 KUH Perdata, yang menyatakan bahwa perjanjian-perjanjian harus dilaksanakan dengan itikad baik. Asas ini berkenaan dengan pelaksanaan perjanjian dan berlaku baik bagi kreditur maupun debitur.

e) Asas Pacta Sunt Servanda

Asas ini berhubungan dengan akibat perjanjian dan tersimpul dalam kalimat “berlaku sebagai undang-undang bagi yang membuatnya” pada akhir Pasal 133 ayat (1) KUH Perdata. Jadi, perjanjian yang dibuat secara sah oleh para pihak mengikat para pembuatnya sebagai undang-undang.

commit to user 3) Unsur-unsur Perjanjian

Dalam perkembangan doktrin Ilmu Hukum dikenal adanya tiga unsur dalam perjanjian yaitu:

a) Unsur esensialia; b) Unsur naturalia; c) Unsur aksidentalia.

Pada hakikatnya ketiga macam unsur dalam perjanjian tersebut merupakan perwujudan dari asas kebebasan berkontrak yang diatur dalam Pasal 1320 KUH Perdata (Kartini Muljadi dan Gunawan Widjaja, 2003:84).

a) Unsur Esensialia

Unsur Esensalia dalam perjanjian mewakili ketentuan-ketentuan berupa prestasi-prestasi yang wajib dilakukan oleh salah satu atau lebih pihak, yang mencerminkan sifat dari perjanjian tersebut, yang membedakannya secara prinsip dari jenis perjanjian lainnya. Unsur esensalia ini pada umumnya dipergunakan untuk memberikan rumusan, definisi atau pengertian dari suatu perjanjian. Misalnya perjanjian jual beli dibedakan dari perjanjian tukar menukar.

b) Unsur Naturalia

Unsur Naturalia adalah unsur yang pasti ada dalam suatu

perjanjian tertentu, setelah unsur esensialnya diketahui secara pasti. Misalnya dalam perjanjian yang mengandung unsur

esensalia jual beli, pasti akan terdapat unsur naturalia berupa

kewajiban dari penjual untuk menanggung kebendaan yang dijual dari cacat-cacat tersembunyi.

commit to user c) Unsur Aksidentalia

Unsur aksidentalia adalah unsur pelengkap dalam suatu perjanjian, yang merupakan ketentuan-ketentuan yang dapat diatur secara menyimpang oleh para pihak, sesuai dengan kehendak para pihak, yang merupakan persyaratan khusus yang ditentukan secara bersama-sama oleh para pihak (Kartini Muljadi dan Gunawan Widjaja, 2003: 84:95).

4) Subyek dan Obyek Perjanjian

Perjanjian timbul dikarenakan adanya hubungan hukum kekayaan antara dua orang atau lebih. Pendukung hukum perjanjian sekurang-kurangnya harus ada dua orang tertentu. Masing-masing orang itu menduduki tempat yang berbeda. Satu orang menjadi pihak kreditur dan satunya lagi sebagai pihak debitur. Debitur dapat diartikan sebagai pihak yang memiliki kewajiban membayar sejumlah uang yang timbulnya kewajiban itu dapat terjadi karena sebab apa pun juga, baik yang timbul karena perjanjian utang-piutang maupun perjanjian lainnya maupun yang timbul karena undang-undang, sedangkan kreditur dapat diartikan sebagai pihak yang mempunyai piutang atau pihak yang memberikan pinjaman kepada pihak lain. Kreditur dan debitur itulah yang menjadi subyek perjanjian dimana kreditur mempunyai hak atas suatu prestasi dan debitur wajib memenuhi pelaksanaan prestasi (M. Yahya Harahap, 1986: 15).

Sedangkan obyek dari perjanjian adalah prestasi, dimana kreditur berhak atas suatu prestasi dan debitur wajib memenuhi pelaksanaan prestasi. Prestasi adalah sesuatu yang wajib dipenuhi oleh debitur dalam setiap perjanjian. Dalam Hukum Perdata kewajiban memenuhi prestasi selalu disertai jaminan kekayaan debitur. Dalam Pasal 1131 dan 1132 KUH Perdata dinyatakan bahwa

commit to user

“semua harta kekayaan debitur baik bergerak maupun tidak bergerak, baik yang sudah ada maupun yang akan ada, menjadi jaminan pemenuhan hutangnya terhadap kreditur. Tetapi jaminan umum ini dapat dibatasi dengan jaminan khusus berupa benda tertentu yang ditetapkan dalam perjanjian antara pihak-pihak (Abdulkadir Muhammad, 2000: 202).

Menurut ketentuan Pasal 1234 KUH Perdata, ada tiga macam wujud prestasi yaitu:

a. Memberikan sesuatu; b. Berbuat sesuatu; c. Tidak berbuat sesuatu.

Dalam Pasal 1235 ayat (1) KUH Perdata, pengertian memberikan sesuatu adalah menyerahkan kekuasaan nyata atas suatu benda dari debitur kepada kreditur, misalnya dalam jual beli, sewa menyewa, hibah, perjanjian gadai, hutang-piutang. Dalam perjanjian dimana obyeknya berbuat sesuatu, debitur wajib melakukan perbuatan tertentu yang telah ditetapkan dalam perikatan, misalnya melakukan perbuatan membongkar tembok, mengosongkan rumah, membangun gedung. Sedangkan wujud prestasi untuk tidak berbuat sesuatu, debitur tidak melakukan perbuatan yang telah ditetapkan dalam perikatan, misalnya tidak melakukan persaingan yang telah diperjanjikan, tidak membuat tembok tinggi menghalangi pemandangan tetangganya. Apabila debitur berbuat berlawanan dengan perikatan ini, ia bertanggung jawab karena melanggar perjanjian (Abdulkadir Muhammad, 2000: 202).

5) Bentuk-bentuk Perjanjian

Mengenai bentuk-bentuk perjanjian, ada 3 macam bentuk perjanjian secara umum antara lain:

commit to user a) Perjanjian Timbal Balik dan Sepihak

Perjanjian ini didasarkan atas kewajiban berprestasi. Perjanjian timbal balik adalah perjanjian yang mewajibkan kedua belah pihak berprestasi secara timbal balik, misalnya jual beli, sewa menyewa, tukar menukar. Sedangkan perjanjian sepihak adalah perjanjian yang mewajibkan pihak yang satu berprestasi dan memberi hak kepada pihak lain untuk menerima prestasi, misalnya perjanjian hibah, hadiah.

b) Perjanjian Bernama dan Tak Bernama

Perjanjian bernama adalah perjanjian yang sudah mempunyai nama sendiri, yang dikelompokkan sebagai perjanjian-perjanjian khusus dan jumlahnya terbatas, misalnya jual beli, sewa menyewa, tukar menukar pertanggungan, pengangkutan,dan lain sebagainya yang diatur dalam title V s/d XVIII KUH Perdata dan diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Dagang. Perjanjian tak bernama adalah perjanjian yang tidak mempunyai nama tertentu dan jumlahnya tidak terbatas.

c) Perjanjian Obligator dan Kebendaan

Perjanjian obligator adalah perjanjian yang menimbulkan hak dan kewajiban, misalnya dalam jual beli, sejak terjadi consensus mengenai benda dan harga, penjual wajib menyerahkan benda dan pembeli wajib membayar harga, penjual berhak atas pembayaran harga, pembeli berhak atas benda yang dibeli. Perjanjian kebendaan adalah perjanjian yang memindahkan hak milik dalam jual beli, hibah, tukar-menukar. Sedangkan dalam perjanjian lainnya hanya memindahkan penguasaan atas benda (bezit), misalnya dalam sewa menyewa, pinjam pakai, gadai.

commit to user d) Perjanjian Konsensual dan real

Perjanjian konsensual adalah perjanjian yang terjadinya itu baru dalam taraf menimbulkan hak dan kewajiban saja bagi pihak-pihak. Tujuan perjanjian baru tercapai apabila ada tindakan realisasi hak dan kewajiban tersebut. Perjanjian real adalah perjanjian yang terjadinya itu sekaligus realisasi tujuan perjanjian, yaitu pemindahan hak (Abdulkadir Muhammad, 2000: 227-228).

B. Pengertian Kredit

Secara etimologi, istilah kredit berasal dari Bahasa latin, yaitu "credere", yang berarti kepercayaan. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, pengertian kredit adalah pinjaman sampai batas jumlah tertentu yang diizinkan oleh Bank atau badan lain. Menurut beberapa pendapat para ahli Ilmu Hukum, seperti: J. A. Lavy, merumuskan arti kredit adalah menyerahkan secara sukarela sejumlah uang untuk dipergunakan secara bebas oleh penerima kredit. Sedangkan menurut Muchdarsyah Sinungan, pengertian kredit adalah suatu prestasi yang diberikan oleh satu pihak kepada pihak lainnya, dimana prestasi akan dikembalikan lagi pada masa tertentu yang akan diserahi dengan suatu kontraprestasi yang berupa bunga (http://pumkienz. multiply.com /reviews/item/1 21 April, pukul 12.53).

Menurut Pasal 1 angka 11 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan:

Kredit adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam meminjam antara Bank dengan pihak lain

commit to user

yang mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi utangnya setelah jangka waktu tertentu dengan pemberian bunga.

Sedangkan menurut OP Simorangkir:

Kredit adalah pemberian prestasi (misalnya uang, barang) dengan balas prestasi (kontraprestasi) yang akan terjadi pada waktu yang akan datang. Kehidupan ekonomi modern adalah prestasi uang yang dengan demikian transaksi kredit menyangkut uang sebagai alat kredit. Kredit berfungsi kooperatif antara si pemberi kredit dan si penerima kredit atau antara kreditur dan debitur. Mereka menarik keuntungan dan saling menanggung resiko. Singkatnya, kredit dalam arti luas didasarkan atas komponen kepercayaan, resiko dan pertukaran ekonomi di masa-masa mendatang (OP. Simorangkir, 1986 : 91).

1) Unsur-Unsur Kredit

Dari definisi diatas, dapat ditarik kesimpulan, bahwa unsur- unsur kredit adalah:

a) Kepercayaan.

Merupakan suatu keyakinan bagi si pemberi kredit bahwa kredit yang diberikan (baik uang, barang atau jasa) benar-benar diterima kembali di masa yang akan datang sesuai jangka waktu kredit. Kepercayaan diberikan Bank sebagai dasar utama yang melandasi mengapa suatu kredit berani dikucurkan.

b) Kesepakatan

Adanya kesepakatan antara pemberi kredit dengan penerima kredit yang dituangkan dalam suatu perjanjian dimana masing-masing pihak menandatangani hak dan kewajiban masing-masing.

commit to user

Setiap kredit yang diberikan mempunyai jangka waktu tertentu. Jangka waktu itu mencakup masa pengembalian kredit yang telah disepakati

d) Resiko

Adanya jangka waktu antara pemberian kredit dan pelunasannya, memungkinkan adanya risiko dalm perjanjian kredit tersebut. Untuk itu, untuk mencegah terjadinya risiko tersebut (berupa wanprestasi), maka diadakan pengikatan jaminan/agunan yang dibebankan kepada pihak nasabah debitur. e) Balas jasa

Balas jasa merupakan sa;ah satu unsure yang penting dari adanya kredit. Bagi Bank, balas jasa merupakan keuntungan atau pendapatan atas pemberian suatu kredit (Kasmir, 2004: 103). 2) Tujuan dan Fungsi Kredit:

Kredit mempunyai tujuan antara lain:

a) Untuk mencari keuntungan bagi bank/kreditur, berupa pemberian bunga, imbalan, biaya administrasi, provisi, dan biaya-biaya lainnya yang dibebankan kepada nasabah debitur. b) Untuk meningkatkan usaha nasabah debitur. Bahwa dengan

adanya pemberian kredit berupa pemberian kredit investasi atau kredit modal kerja bagi debitur, diharapkan dapat meningkatkan usahanya.

c) Untuk membantu Pemerintah. Bahwa, dengan banyaknya kredit yang disalurkan oleh bank-bank, hal ini berarti dapat meningkatkan pembangunan disegala sektor, khususnya disektor ekonomi (http://pumkienz.multiply.com/reviews/ item/1 21 April, pukul 12.53).

commit to user

Sedangkan Fungsi kredit secara umum adalah: 1. Untuk meningkatkan daya guna uang.

2. Untuk meningkatkan peredaran uang dan lalu lintas uang. 3. Untuk meningkatkan daya guna barang.

4. Untuk meningkatkan peredaran barang. 5. Sebagai alat stabilitas ekonomi.

6. Kredit dapat mengaktifkan atau meningkatkan aktifitas-aktifitas atas kegunaan potensi-potensi ekonomi yang ada.

7. Kredit sebagai jembatan untuk meningkatkan pemerataan pendapatan nasional.

8. Kredit sebagai alat hubungan ekonomi internasional (http: //pumkienz .multiply.com/reviews/item/1 21 April, pukul 12.53).

3) Prinsip-prinsip Pemberian Kredit

Prinsip-prinsip pembrian kredit, didasarkan pada Pasal 8 Undang-Undang Nomor 10 tahun 1998 tentang Perbankan yang mengatakan :

(1). Dalam memberikan kredit atau pembiayaan berdasarkan Prinsip Syari'ah, bank umum wajib memiliki keyakinan terhadap analisis yang mendalam atas itikad dan kemampuan atau kesanggupan nasabah debitur, untuk melunasi utangnya, sesuai dengan yang diperjanjikan. (2). Bank umum wajib memiliki dan menerapkan pedoman

perkreditan atau pembiayaan berdasarkan Prinsip Syari'ah, sesuai dengan ketentuann yang ditetapkan oleh Bank Indonesia.

Secara umum, Bank wajib memberikan kredit dengan menggunakan prinsip pemberian kredit didasarkan pada 5C atau

"the 5C's analisys of credit", yaitu (Kasmir, 2004: 117) :

commit to user 2. Capacity (kemapuan).

3. Capital (modal).

4. Condition of economic (kondisi ekonomi). 5. Collateral (jaminan/agunan).

4) Jenis-jenis Kredit

Jenis-jenis kredit dapat dilihat dari berbagai segi, yaitu: 1. Dari segi Tujuan Penggunaannya

a. Kredit Konsumtif, yaitu kredit yang diberikan oleh Bank pemerintah atau Bank swasta kepada perseorangan untuk membiayai keperluan konsumsi sehari-hari.

b. Kredit Produktif, yaitu kredit investasi maupun kredit eksploitasi. Kredit imvestasi adalah kredit yang ditujukan untuk pembiayaan modal tetap, yaitu peralatan produksi, gedung, dan mesin-mesin, atau untuk membiayai rehabilitasi dan ekspansi. Kredit eksploitasi adalah kredit yang ditujukan untuk pembiayaan kebutuhan dunia usaha akan modal kerja yang berupa persediaan bahan baku, persediaan produk akhir, barang dalam proses produksi serta piutang, dengan jangka waktu yang pendek.

c. Perpaduan antara kredit konsumtif dan kredit produktif (semi konsumtif dan semi produktif) (Muhammad Djumhana, 2003: 377-378).

2. Dari segi Jangka Waktu

a. Kredit Jangka Pendek (short term loan), yaitu kredit yang berjangka waktu maksimum satu tahun. Bentuknya dapat berupa kredit rekening Koran, kredit penjualan, kredit pembeli, kredit wesel.

commit to user

b. Kredit Jangka Menengah (medium term loan), yaitu kredit berjangka waktu antara satu tahun sampai tiga tahun.

c. Kredit Jangka Penjang, yaitu kredit berjangka waktu lebih dari tiga tahun. Kredit jangka panjang ini umumnya adalah kredit investasi yang bertujuan untuk menambah modal perusahaan dalam rangka rehabilitasi, ekspansi (perluasan), dan pendirian proyek baru (Muhammad Djumhana, 2003: 276-377).

3. Dari segi Jaminan

a. Kredit tanpa jaminan, atau kredit blanko (unsecured

loan).

b. Kredit dengan Jaminan (secured loan), dimana untuk kredit yang diberikan pihak kreditur mendapat jaminan bahwa debitur dapat melunasi hutangnya. Di dalam memberikan kredit, Bank menanggung resiko sehingga dalam pelaksanaannya Bank harus memperhatikan asas-asas perkreditan yang sehat. Untuk mengurangi resiko tersebut diperlukan jaminan. Adapun bentuk jaminannya dapat berupa jaminan kebendaan maupun jaminan perseorangan (Budi Untung, 2004: 4-8).

C. Pengertian Perjanjian Kredit

Perjanjian Kredit sama halnya dengan perjanjian secara umum yang diatur dalam Buku III KUH Perdata. Namun, tidak ada satupun peraturan perundang-undangan yang khusus mengatur tentang Perjanjian Kredit, bahkan dalam Undang-Undang Perbankan sekalipun. Istilah perjanjian Kredit terdapat dalam Surat Keputusan Direksi Bank Nagari (PT. BPD Sumbar) Nomor SK/208/Dir/07-2000 tentang Perjanjian Kredit dan Ketentuan Umum Pemberian Kredit oleh

commit to user

Bank Pembangunan Daerah Sumatera Barat (http://pumkienz.multiply. com/reviews/item/1) 21 April, pukul 12.53).

1) Bentuk Perjanjian Kredit

Menurut Subekti, Perjanjian Kredit pada hakikatnya sama dengan Perjanjian Pinjam Meminjam yang diatur dalam pasal 1754 sampai 1769 KUH Perdata. Dalam prakteknya, Perjanjian Kredit memiliki 2 (dua) bentuk, yaitu:

a) Dalam Bentuk Akta Bawah Tangan (Pasal 1874 BW), merupakan akta perjanjian yang baru memiliki kekuatan hukum pembuktian apabila diakui oleh pihak-pihak yang menanda-tangani dalam akta perjanjian tersebut. agar akta ini tidak mudah dibantah, maka diperlukan pelegalisasian oleh Notaris, agar memiliki kekuatan hukum pembuktian yang kuat seperti akta otentik.

b) Dalam bentuk Akta Autentik, merupakan akta perjanjian yang memiliki kekuatan hukum pembuktian yang sempurna, karena ditanda tangani langsung oleh pejabat pembuat akta, yaitu Notaris, dan akta ini dianggap sah dan benar tanpa perlu membuktikan keabsahannya dari tanda tangan pihak lain (http://pumkienz. multiply.com/reviews/item/1 21 April, pukul 12.53).

2) Fungsi Perjanjian Kredit

Perjanjian kredit pada umumnya mempunyai fungsi:

a) Perjanjian kredit berfungsi sebagai perjanjian pokok, artinya perjanjian kredit merupakan sesuatu yang menentukan batal

commit to user

atau tidaknya perjanjian lain yang mengikutinya, misalnya perjanjian jaminan.

b) Perjanjian kredit berfungsi sebagai alat bukti mengenai batasan-batasan hak dan kewajiban antara kreditur maupun debitur.

c) Perjanjian kredit sebagai alat untuk melakukan monitoring kredit (Budi Untung, 2004 : 43).

3) Sifat-sifat Umum Perjanjian Kredit a) Merupakan perjanjian pendahuluan.

Sebelum uang/objek dari perjanjian diserahkan, terlebih dahulu harus ada persesuaian kehendak antara pemberi dan penerima kredit yang disepakati dalam suatu perjanjian kredit. Jadi perjanjian kredit merupakan perjanjian pendahuluan sebelum diberikannya objek/uang.

b) Merupakan perjanjian bernama.

Hal ini sebagaimana yang diatur dalam peraturan undangan. kalau dia diatur dalam perundang-undangan disebut dengan perjanjian bernama,maka sebaliknya. c) Merupakan perjanjian standar.

Dalam hal ini bentuk dan isi dari perjanjian tersebut telah ditetapkan terlebih dahulu, sehingga pihak lawan dalam perjanjian hanya diminta untuk menyetujui apa-apa saja yang tercantum dalam perjanjian kredit tersebut (http://pumkienz. multiply.com/reviews/item/1 21 April, pukul 12.53).

Dokumen terkait