• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERLINDUNGAN HUKUM BAGI PARA PIHAK ATAS PENDAFTARAN JAMINAN FIDUSIA MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 42 TAHUN 1999 TENTANG JAMINAN FIDUSIA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PERLINDUNGAN HUKUM BAGI PARA PIHAK ATAS PENDAFTARAN JAMINAN FIDUSIA MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 42 TAHUN 1999 TENTANG JAMINAN FIDUSIA"

Copied!
119
0
0

Teks penuh

(1)

commit to user

PERLINDUNGAN HUKUM BAGI PARA PIHAK ATAS PENDAFTARAN JAMINAN FIDUSIA MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 42 TAHUN

1999 TENTANG JAMINAN FIDUSIA

Penulisan Hukum (Skripsi)

Disusun dan diajukan untuk

Melengkapi Persyaratan Guna Meraih Derajat Sarjana dalam Ilmu Hukum Pada Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta

Oleh:

NIDIA ULFA NIM. E0006185

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA

(2)

commit to user

ii

PERSETUJUAN PEMBIMBING

Penulisan Hukum (Skripsi)

PERLINDUNGAN HUKUM BAGI PARA PIHAK ATAS PENDAFTARAN JAMINAN FIDUSIA MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 42

TAHUN 1999 TENTANG JAMINAN FIDUSIA

Disusun oleh:

NIDIA ULFA

NIM : E0006185

Disetujui dan Dipertahankan

Dosen Pembimbing Co. Pembimbing

Ambar Budi S, S.H,M.Hum Diana Tantri C, S.H,M.Hum NIP. 195711121983032001 NIP. 197212172005012001

(3)

commit to user

iii

PERSETUJUAN PEMBIMBING

Penulisan Hukum (Skripsi)

PERLINDUNGAN HUKUM BAGI PARA PIHAK ATAS PENDAFTARAN JAMINAN FIDUSIA MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 42

TAHUN 1999 TENTANG JAMINAN FIDUSIA

Disusun oleh: NIDIA ULFA

NIM : E0006185

Disetujui dan Dipertahankan

Dosen Pembimbing Co. Pembimbing

Ambar Budi S, S.H,M.Hum Diana Tantri C, S.H,M.Hum NIP. 195711121983032001 NIP. 197212172005012001

(4)

commit to user

iv

PENGESAHAN PENGUJI

Penulisan Hukum (Skripsi)

PERLINDUNGAN HUKUM BAGI PARA PIHAK ATAS PENDAFTARAN JAMINAN FIDUSIA MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 42

TAHUN 1999 TENTANG JAMINAN FIDUSIA

Disusun oleh: NIDIA ULFA NIM : E0006185

Telah diterima dan disahkan oleh Tim Penguji Penulisan Hukum (Skripsi) Fakultas Hukum Unversitas Sebelas Maret Surakarta

Pada: Hari : Rabu Tanggal : 21 Juli 2010 TIM PENGUJI 1. : Djuwityastuti, S.H Ketua

2. : Diana Tantri C, S.H,M.Hum

Sekretaris

3. : Ambar Budi S, S.H,M.Hum

Anggota

MENGETAHUI Dekan,

Mohammad Jamin, S.H,M.Hum NIP. 196109301986011001

(5)

commit to user

v MOTTO

“Niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman diantara kamu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat”.

(QS. Al Mujadillah: 11)

“ Seseorang yang miskin harta tapi kaya ilmu dan mau bekerja keras akan lebih berhasil daripada orang yang kaya harta tetapi miskin ilmu”.

(ulfa)

“Kamu tidak akan pernah tahu sebelum mencoba,maka cobalah apapun itu walaupun hanya mendapati kegagalan…sesungguhnya kegagalan itu adalah keberhasilan yang tertunda”.

(6)

commit to user

vi

PERSEMBAHAN

Sebuah karya yang sederhana ini penulis persembahkan kepada :

Allah SWY, Sang Penguasa Alam Semesta & Penguasa Tujuh Lapis Langit

Ayah & Ibuku tercinta,

Atas semua cinta, kasih saying ,do’a, harapan, dan kepercayaan yang engkau berikan untukku

Kakak-kakakku tercinta Mba Rani,Mba Erny,Mba Rini,Mba Eva, Mas Dian Atas segala bimbingan serta arahan yang telah kalian berikan untukku

Tercinta dan terkasih sepanjang masa

Mega,Puput,Lupi,Yasmine,Irma,Ratna,Martha,Tandi Betapa rapuhnya hidupku tanpa kalian

Ade-ade kostku

tersayang…shinta,agiel,mitha,rea,indri,memel,nisa,arum,noor,mpit…

Civitas Akademika Fakultas Hukum UNS

(7)

commit to user

vii

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT atas limpahan rahmat serta hidayahNya, sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penyusunan skripsi dengan judul Perlindungan Hukum Bagi Para Pihak Atas Pendaftaran Jaminan Fidusia

Menurut Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 Tentang Jaminan Fidusia guna

melengkapi persyaratan dalam menyelesaikan pendidikan tingkat sarjana di Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta dengan baik dan tepat pada waktunya.

Penulis menyadari bahwa tanpa bantuan dari berbagai pihak, penelitian dan penyusunan skripsi ini tidak akan terselesaikan dengan baik. Pada kesempatan kali ini penulis ingin mengucapkan terimakasih kepada :

1. Prof.Dr.Much.Syamsulhadi,dr.Sp.KJ. selaku Rektor Universitas Sebelas Maret Surakarta.

2. Bapak Mohammad Jamin, S.H, M.Hum selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta.

3. Bapak Syafrudin Yudo W, S.H, M.H selaku Pembimbing Akademik. 4. Ibu Ambar Budi S, S.H, M.Hum selaku ketua bagian Hukum Perdata

sekaligus selaku Pembimbing Utama dalam penulisan hukum ini.

5. Ibu Diana Tantri C, S.H, M.Hum selaku Co Pembimbing dalam penulisan hukum ini.

6. Para Bapak serta Ibu Dosen Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta yang telah membimbing serta memberikan banyak ilmunya kepada penulis selama penulis menuntut ilmu di Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta.

7. Bapak Ibu karyawan serta staff Tata Usaha, Bagian Akademik, Bagian Kemahasiswaan, Bagian Transit, Bagian Keamanan Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta.

(8)

commit to user

viii

8. Ayah Ibuku tercinta atas bimbingan serta do’anya.

9. Kakak-kakaku tercinta Mba Rani, Mba Rini, Mba Erny, Mba Eva dan Mas Dian yang telah memberikan semangat dan dorongannya kepada penulis.

Semoga penulisan hukum ini dapat bermanfaat bagi perkembangan ilmu pengetahuan pada umumnya dan ilmu hukum pada khususnya, sehingga tidak menjadi suatu karya yang sia-sia.

Surakarta, 2010

(9)

commit to user

ix DAFTAR ISI

Halaman Judul……… i

Halaman Persetujuan……….. ii

Halaman Pengesahan……….. iii

Halaman Motto………... iv

Halaman Persembahan……….v

Kata Pengantar……… vi

Daftar Isi……… viii

Daftar Lampiran……….. x

Abstrak………... xi

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakan Masalah……….. 1

B. Perumusan Masalah………5

C. Tujuan Penelitian………6

D. Manfaat Penelitian………. 7

E. Metode Penelitian……….. 8

F. Sistematika Penulisan Hukum………12

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kerangka Teori……… 14

1. Tinjauan Umum Tentang Perjanjian dan Perjanjian Kredit…. 14 a. Pengertian Perjanjian……… 14

1. Syarat Sahnya Perjanjian………. .15

2. Asas-asas Umum Perjanjian………..17

3. Unsur-unsur Perjanjian………. 18

4. Subyek dan Obyek Perjanjian……….. 20

(10)

commit to user

x

b. Pengertian Kredit……… 23

c. Pengertian Perjanjian Kredit………. 28

2. Tinjauan Umum Tentang Perlindungan Hukum ……… 30

3. Tinjauan Umum Tentang Jaminan Kebendaan……… 36

4. Tinjauan Umum Tentang Fidusia………. 39

B. Kerangka Berfikir……….. 48

BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Deskripsi Kantor Pendaftaran Fidusia……… 51

B. Hasil Penelitian dan Pembahasan………... 56

1. Bentuk Pendaftaran Fidusia……… 56

2. Perlindungan Hukum Terhadap Kreditur Penerima Fidusia…...78

BAB IV PENUTUP A. Simpulan ………101

B. Saran……….. 104

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN

(11)

commit to user

xi

DAFTAR LAMPIRAN

1) Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia.

2) Peraturan Pemerintah Nomor 86 Tahun 2000 tentang Tata Cara Pendaftaran Jaminan Fidusia dan Biaya Pembuatan Akta Jaminan Fidusia.

(12)

commit to user

xii

ABSTRAK

Nidia Ulfa, 2010. PERLINDUNGAN HUKUM BAGI PARA PIHAK ATAS PENDAFTARAN JAMINAN FIDUSIA MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 42 TAHUN 1999 TENTANG JAMINAN FIDUSIA. Fakultas Hukum

Universitas Sebelas Maret Surakarta.

Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji proses pendaftaran fidusia dan bentuk perlindungan hukum bagi para pihak khususnya kreditur penerima fidusia atas pendaftaran Jaminan Fidusia menurut Undang-Undang Nomor 42 Tahun1999 tentang Jaminan Fidusia.

Penelitian ini termasuk jenis penelitian hukum normatif yang bersifat deskriptif. Data penelitian ini meliputi data sekunder. Data sekunder merupakan data utama penelitian ini. Data dikumpulkan dengan teknik studi pustaka yang dilakukan dengan membaca, mempelajari serta mengkaji buku-buku, literatur-literatur serta referensi lainnya juga peraturan perundang-undangan yang relevan dengan permasalahan yang dikaji.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa setiap benda yang menjadi objek Jaminan Fidusia harus didaftarkan. Pendaftaran dilakukan di Kantor Pendaftaran Fidusia melalui suatu permohonan yang ditujukan kepada Kantor Pendaftaran Jaminan Fidusia, kemudian Kantor Pendaftaran menerbitkan sertifikat Jaminan Fidusia yang merupakan salinan dari Buku Daftar Fidusia. Pendaftaran Jaminan Fidusia dimaksudkan agar pihak yang berkepentingan mendapatkan perlindungan hukum khususnya kreditur penerima fidusia karena terkadang debitur wanprestasi sehingga tidak memenuhi kewajibannya kepada kreditur. Perlindungan hukum yang dimaksudkan disini meliputi kedudukan kreditur penerima fidusia sebagai kreditur preferen sehingga mendapatkan hak mendahulu untuk dapat mengeksekusi benda yang menjadi Jaminan Fidusia, adanya larangan fidusia ulang terhadap debitur, prinsip droit de suite sebagai salah satu sifat hak kebendaan serta pemenuhan asas publisitas dan spesialitas yang dipenuhi dengan pendaftaran Jaminan Fidusia yang bertujuan untuk memberikan kedudukan yang kuat kepada yang berkepentingan.

Implikasi teoritis dari penelitian ini adalah memperkaya literatur dalam pengkajian terhadap pendaftaran Jaminan Fidusia dan kaitannya dengan perlindungan hukum yang diberikan akibat pendaftaran fidusia. Implikasi praktisnya adalah menjadikan kreditur sebagai pihak yang sangat rentan dan lemah untuk lebih berhati-hati dalam memberikan kredit serta mendapatkan kesadaran tetap mendaftarkan Jaminan Fidusia walaupun nilainya kecil agar mendapatkan perlindungan apabila debitur wanprestasi.

(13)

commit to user

xiii

ABSTRACT

Nidia Ulfa, 2010. LAW PROTECTION FOR EACH PARTY UPON REGISTRATION FIDUSIA ASSURANCE ACCORDING TO LAW NUMBER 42 YEAR 1999 ABOUT FIDUSIA ASSURANCE. Law Faculty Sebelas Maret University Surakarta.

This research aims to study Fidusia registration process and type of law protection for each party especially creditor receiver Fidusia upon registration Fidusia assurance according to law number 42 year 1999 about Fidusia assurance.

This research is included descriptive normative law research type. The research data covers secondary data. Secondary data constitute as primary data for this research. Data is collected by literary study technique done by reading, learning and studying books, literary also other references, besides that also regulation law which is relevant with the problems studied.

The result of research shows that everything becoming object of Fidusia assurance has to be registered. Registration is done in Fidusia registration office through a certain proposal which is tended to Fidusia registration office, then the registration office publish Fidusia assurance certificate which is a copy of Fidusia registration book. Fidusia assurance registration purpose is for party which has interest for getting law protection especially creditor receiver Fidusia because sometimes debtor wanprestasi does not fulfill their obligation to creditor. Law protection meant here cover position of creditor receiver Fidusia as creditor preference so they get right to precede for executing things which becomes Fidusia assurance, there is prohibition Fidusia repeatedly to debtor, droit de suite principle as one characteristic right of things also fulfill publicity basis and specialty which is fulfilled by registration Fidusia assurance purposes to give strong position to the party having interest.

Theoretical implication from this research is enriching literary on studying to registration Fidusia assurance and the relevancy with the law protection given as result of Fidusia registration. Theoretical implication from this research is becoming creditor as susceptible and weak party to be carefully in giving credit also getting consciousness to subscribe still Fidusia assurance although the amount is little in order to get protection if debtor wanprestasi.

(14)

commit to user

(15)

commit to user

1 BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pembangunan ekonomi, sebagai bagian dari pembangunan nasional merupakan salah satu upaya untuk mencapai masyarakat adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945. Dalam rangka memelihara dan meneruskan pembangunan yang berkesinambungan, para pelaku pembangunan baik pemerintah maupun masyarakat, baik perseorangan maupun badan hukum memerlukan dana besar. Seiring dengan meningkatnya pembangunan, meningkat pula kebutuhan terhadap pendanaan, yang sebagian besar dana yang diperlukan untuk memenuhi kebutuhan tersebut diperoleh melalui pinjam meminjam (Purwahid Patrik dan Kashadi, 2001: 32).

Kegiatan pinjam meminjam ataupun kredit dalam praktek kehidupan sehari-hari bukanlah merupakan hal yang asing lagi. Pinjam meminjam ataupun kredit dapat diberikan oleh siapa saja yang memiliki kemampuan untuk itu melalui perjanjian utang piutang antara pemberi utang dengan (kreditur) di satu pihak dan penerima pinjaman (debitur) di lain pihak. Setelah perjanjian tersebut disepakati, maka lahirlah kewajiban pada diri kreditur yaitu untuk menyerahkan uang yang diperjanjikan kepada debitur, dengan hak untuk menerima kembali uang itu dari debitur pada waktunya, disertai dengan bunga yang disepakati oleh para pihak pada saat perjanjian pemberian kredit disetujui oleh para pihak.

Pinjam meminjam yang dilakukan oleh kreditur dan debitur tersebut, lembaga pembiayaan salah satunya yaitu Bank memiliki peranan yang cukup penting dalam rangka pemberian kredit yang dilakukan oleh kreditur sebagai pemberi kredit dan debitur sebagai penerima kredit dengan memberikan pinjaman uang antara lain melalui kredit perbankan berupa perjanjian utang piutang. Pasal 3 dan 4 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan menyebutkan bahwa fungsi utama perbankan Indonesia yaitu penghimpun dan penyalur dana

(16)

commit to user

dari masyarakat yang bertujuan menunjang pelaksanaan pembangunan nasional kearah peningkatan kesejahteraan rakyat

Perjanjian yang dilakukan antara kreditur dan debitur tidak menghadapi masalah dalam arti kedua pihak melaksanakan hak dan kewajibannya sesuai dengan yang diperjanjikan, maka persoalan tidak akan muncul. Biasanya persoalan baru timbul apabila debitur lalai mengembalikan uang pinjaman pada saat yang telah ditentukan. Oleh karena itu maka Bank dalam memberikan kredit harus berpegang teguh terhadap prinsip yang dikenal dengan istilah 5C’s (Character, Capacity, Capital, Collateral dan Condition of economy). Sehubungan dengan prinsip 5C’s tersebut, salah satu prinsip yang sangat dipersyaratkan oleh Bank adalah Collateral atau jaminan yang harus diberikan debitur guna menjamin pelunasan utangnya demi keamanan dan kepastian hukum. Pasal 1131 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata menentukan bahwa “semua kebendaan yang menjadi milik seseorang, baik yang sudah ada maupun yang akan timbul dikemudian hari, akan menjadi jaminan bagi perikatannya”. Walau ditegaskan secara demikian, pada prakteknya seorang debitur pada umumnya tidak hanya terikat pada hanya satu macam kewajiban saja. Hal tersebut berarti jaminan secara umum, hanya akan menyebabkan seorang kreditur memperoleh sebagian dari uang yang telah dipinjamkan kepada debitur jika jaminan umum tersebut tidaklah mencukupi seluruh utang debitur yang telah ada dan telah jatuh tempo. Jaminan secara umum akan berlaku secara prorata bagi semua kreditur. Kondisi yang demikian menyebabkan Bank sebagai pihak kreditur merasa tidak aman untuk memastikan pengembalian uangnya. Dalam rangka penyelamatan kredit Bank tersebut maka Bank sebagai kreditur tentunya akan meminta debitur untuk mengadakan perjanjian tambahan guna menjamin dilunasinya kewajiban debitur pada waktu yang telah ditentukan dan disepakati sebelumnya diantara kreditur dan debitur. Dengan demikian biasanya Bank sebagai pihak kreditur meminta jaminan khusus yang bersifat kebendaan sebagai sarana untuk menyelamatkan kredit. Hal ini berarti kreditur dalam suatu perjanjian utang piutang memerlukan lebih dari hanya sekedar janji untuk melaksanakan atau memenuhi kewajibannya. Untuk itu Ilmu Hukum dan peraturan

(17)

perundang-commit to user

undangan telah menciptakan, melahirkan, mengundangkan serta memberlakukan jaminan dalam bentuk kebendaan. Disebut dengan jaminan kebendaan karena secara umum jaminan tersebut diberikan dalam bentuk penunjukan atau pengalihan atas kebendaan tertentu, yang jika debitur gagal melaksanakan kewajibannya dalam jangka waktu yang ditentukan, memberikan hak kepada kreditur untuk menjual lelang kebendaan yang dijaminkan tersebut, serta untuk memperoleh pelunasan terlebih dahulu dari hasil penjualan tersebut dari kreditur-kreditur lainnya (droit de preference), Ilmu Hukum maupun peraturan perundang-undangan yang berlaku tidak membatasi pihak yang dapat memberikan jaminan kebendaan tersebut ( Gunawan Widjaja, 2000: 1-2).

Kebendaan yang dijadikan jaminan untuk pelunasan hutang tidak dibatasi macam maupun bentuknya, kebendaan tersebut haruslah mempunyai nilai secara ekonomis, serta memiliki sifat mudah dialihkan atau mudah diperdagangkan, sehingga kebendaan tersebut tidak akan menjadikan suatu beban bagi kreditur untuk menjual lelang pada waktunya, yaitu pada saat dimana debitur secara tegas telah melalaikan kewajibannya, sesuai dengan ketentuan dan syarat-syarat yang berlaku dalam perjanjian pokok yang melahirkan utang piutang tersebut.

Salah satu lembaga jaminan yang dapat digunakan adalah lembaga Jaminan Fidusia, dimana pranata Jaminan Fidusia ini muncul atas dasar adanya kebutuhan masyarakat akan kredit dengan jaminan barang bergerak tanpa (secara fisik) melepaskan barang yang dijadikan jaminan. Gadai yang dikenal dalam

Burgerlijk Wetboek atau konstruksi Hukum Romawi, Code Penal mewajibkan

diserahkannya kebendaan atau barang bergerak yang dijadikan jaminan kepada kreditur. Oleh karena debitur masih memerlukan benda yang menjadi jaminan, seperti misalnya perusahaan angkutan yang tidak mungkin melepas kendaraan yang dimilikinya, sehingga timbullah pranata Jaminan Fidusia.

Jaminan Fidusia dimaksudkan agar apabila debitur pailit ataupun tidak dapat melunasi utangnya terhadap kreditur maka kreditur mempunyai jaminan berupa jaminan kebendaan tersebut sebagai jaminan untuk pelunasan piutangnya. Dengan demikian apabila debitur tidak melaksanakan kewajibannya maka kreditur dapat mengeksekusi benda jaminan tersebut tanpa melalui pengadilan

(18)

commit to user

untuk pelunasan piutangnya. Untuk dapat mengeksekusi benda jaminan, kreditur harus berkedudukan sebagai penerima Jaminan Fidusia. Untuk dapat berkedudukan sebagai penerima fidusia tersebut maka fidusia yang dijadikan sebagai jaminan kebendaan harus didaftarkan. Untuk memberikan perlindungan hukum bagi para pihak dalam Jaminan Fidusia maka jaminan fidusia ini perlu untuk didaftarkan seperti yang dinyatakan dalam Pasal 11 sampai Pasal 18 Undang-undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia dan Peraturan Pemerintah Nomer 86 Tahun 2000 tentang Tata Cara Pendaftaran Jaminan Fidusia dan Biaya Pembuatan Akta Jaminan Fidusia., dimana pendaftaran ini dimaksudkan untuk memberikan perlindungan hukum terhadap para pihak atas Jaminan Fidusia karena banyak Jaminan Fidusia yang tidak didaftarkan sehingga kreditur kesulitan untuk mengeksekusi benda jaminannya apabila debitur melalaikan kewajibannya.

Sebelum lahirnya Undang-Undang No 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia, selain melalui yurisprudensi, pranata Jaminan Fidusia telah juga disebut dalam berbagai macam ketentuan peraturan perundang-undangan, antara lain yang disebutkan dalam Pasal 15 Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1992 tentang Perumahan dan Pemukiman, yang menentukan bahwa rumah-rumah yang dibangun di atas tanah yang dimiliki oleh pihak lain dapat dibebani dengan Jaminan Fidusia. Selain itu, Undang-Undang Nomor 16 Tahun 1985 tentang Rumah Susun yang mengatur mengenai hak milik atas satuan rumah susun, juga menyatakan dengan tegas bahwa bidang-bidang tanah dengan hak pakai atas tanah negara dapat dijadikan jaminan utang dengan dibebani fidusia.

Dengan lahirnya Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia pada tanggal 30 September 1999 dimaksudkan untuk menampung kebutuhan masyarakat mengenai peraturan Jaminan Fidusia sebagai salah satu sarana untuk membantu kegiatan usaha dan memberikan kepastian hukum kepada para pihak yang berkepentingan. Selain itu juga sebagai payung hukum bagi para pihak atas Jaminan Fidusia.

Berdasarkan permasalahan di atas, maka penulis merasa perlu untuk mengkaji apakah dengan pendaftaran tersebut benar-benar telah memberikan

(19)

commit to user

perlindungan hukum terhadap para pihak yaitu kreditur penerima fidusia dan debitur pemberi fidusia. Perlindungan hukum yang dimaksudkan disini adalah perlindungan hukum dalam bidang Hukum Perdata. Oleh karena itulah maka penulis mengambil judul: “ PERLINDUNGAN HUKUM BAGI PARA PIHAK ATAS PENDAFTARAN JAMINAN FIDUSIA MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 42 TAHUN 1999 TENTANG JAMINAN FIDUSIA“.

B. Perumusan Masalah

Berdasarkan uraian dan latar belakang masalah di atas maka penulis tertarik untuk membahas masalah tersebut lebih lanjut dengan menitik beratkan pada rumusan masalah :

1. Bagaimanakah bentuk pendaftaran Jaminan Fidusia menurut Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia?

2. Bagaimanakah bentuk perlindungan hukum bagi kreditur penerima fidusia dan debitur pemberi fidusia atas pendaftaran Jaminan Fidusia menurut Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia?

C. Tujuan Penelitian

Dalam suatu penelitian, pastilah ada tujuan yang hendak dicapai. Tujuan penelitian diperlukan karena terkait dengan perumusan masalah dan judul dari penelitian itu sendiri. Penulis mempunyai tujuan atau hal-hal yang ingin dicapai baik berupa tujuan secara obyektif maupun tujuan secara subyektif. Adapun tujuan dari penelitian ini adalah:

1. Tujuan Obyektif

a. Untuk mengetahui bentuk pendaftaran Jaminan Fidusia menurut Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia.

b. Untuk mengetahui bentuk perlindungan hukum bagi para pihak yaitu kreditur penerima fidusia dan debitur pemberi fidusia atas pendaftaran Jaminan Fidusia menurut Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia.

(20)

commit to user

a. Untuk memperoleh suatu hasil penelitian sebagai bahan untuk menyusun skripsi sebagai persyaratan dalam mencapai gelar kesarjanaan di bidang Ilmu Hukum di Universitas Sebelas Maret Surakarta.

b. Untuk menambah, memperluas, dan mengembangkan pengetahuan serta pemahaman aspek hukum dalam teori dan praktek di lapangan hukum yang sangat berarti bagi penulis.

c. Untuk lebih meningkatkan serta mendalami berbagai teori yang telah penulis dapatkan di Fakultas Hukum, khususnya di bidang Hukum Perdata.

D. Manfaat Penelitian

Suatu penelitian akan mempunyai nilai apabila hasil penelitian tersebut dapat memberikan manfaat dan kegunaan bagi semua pihak. Adapun manfaat yang dapat diperoleh dari penelitian ini antara lain:

1. Manfaat Teoritis

a. Untuk memperoleh masukan yang dapat digunakan almamater dalam mengembangkan bahan-bahan perkuliahan yang telah ada.

b. Bermanfaat bagi perkembangan ilmu pengetahuan secara umum dan Ilmu Hukum pada khususnya terutama Hukum Perdata.

c. Untuk memberikan gambaran yang lebih jelas dalam kaitannya dengan bentuk pendaftaran Jaminan Fidusia dan perlindungan hukum terhadap para pihak khususnya kreditur dengan adanya pendaftaran Jaminan Fidusia.

2. Manfaat Praktis

a. Dapat memberikan sumbangan jawaban masalah yang sedang diteliti oleh penulis.

b. Untuk lebih mengembangkan daya pikir dan analisa yang akan membentuk pola pikir dinamis, sekaligus mengukur sejauh mana kemampuan penulis dalam menerapkan ilmu yang diperoleh.

(21)

commit to user

c. Hasil penelitian ini diharapkan dapat membantu memberi masukan serta tambahan pengetahuan bagi para pihak yang terkait dengan masalah yang diteliti.

E. Metode Penelitian

Penelitian adalah sebuah kegiatan ilmiah yang bermaksud melakukan konstruksi dan analisa yang dilakukan secara metodologis, sistematis, dan konsisten (Soerjono Soekanto, 2007: 3).

Istilah metodologi berasal dari kata metode yang berarti “ jalan ke” namun menurut kebiasaan metode dirumuskan dengan kemungkinan sebagai berikut :

1. Suatu tipe pemikiran yang digunakan dalam penelitian dan penilaian; 2. Suatu teknik yang umum bagi ilmu pengetahuan;

3.Cara tertentu untuk melaksanakan suatu prosedur (Soerjono Soekanto, 2007: 5).

Dalam penelitian ini penulis menggunakan metode meliputi : 1. Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan dalam penyusunan penelitian ini adalah penelitian hukum normatif atau penelitian hukum kepustakaan, yaitu penelitian hukum yang dilakukan dengan cara meneliti bahan pustaka atau data sekunder yang terdiri dari bahan hukum primer, bahan hukum sekunder dan bahan hukum tertier. Bahan-bahan hukum tersebut disusun secara sistematis, dikaji kemudian ditarik suatu kesimpulan dalam hubungannya dengan masalah yang diteliti (Soerjono Soekanto, 2007: 10).

Penelitian hukum normatif atau kepustakaan ini meliputi: a. Penelitian terhadap asas-asas hukum;

b. Penelitian terhadap sistematik hukum;

c. Penelitian terhadap taraf sinkronisasi vertical dan horizontal; d. Perbandingan hukum;

e. Sejarah hukum (Soerjono Soekanto, 2007: 252).

Dalam penelitian yang dilakukan ini, penulis menitikberatkan pada penelitian terhadap sistematik hukum.

(22)

commit to user 2. Sifat Penelitian

Menurut bidangnya penelitian ini termasuk penelitian yang bersifat deskriptif. Penelitian deskriptif menurut Soerjono Soekanto adalah:

Suatu penelitian yang dimaksud untuk memberikan data yang seteliti mungkin tentang manusia, keadaan , gejala-gejala lainnya. Maksudnya adalah terutama mempertegas hipotesa-hipotesa, agar dapat membantu memperkuat teori-teori lama, atau di dalam kerangka penyusun teori baru (Soerjono Soekanto, 2007: 10).

3. Pendekatan Penelitian

Pendekatan penelitian yang digunakan oleh penulis adalah pendekatan penelitian terhadap sistematik hukum. Pendekatan terhadap sistematik hukum adalah pendekatan yang dilakukan pada perundang-undangan tertentu ataupun hukum tercatat. Tujuan pokoknya adalah untuk mengadakan identifikasi terhadap pengertian-pengertian pokok/dasar hukum, yakni masyarakat hukum, subyek hukum, hak dan kewajiban, peristiwa hukum, hubungan hukum, obyek hukum ( Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, 1983: 15).

4. Lokasi Penelitian

Penelitian yang dilakukan penulis adalah jenis penelitian normatif atau doktrinal sehingga penulis tidak memerlukan data secara langsung di lapangan, oleh karena itu penulis hanya melakukan studi kepustakaan yang dilakukan di:

a. Perpustakaan Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta;

b. Perpustakaan Pusat Universitas Sebelas Maret Surakarta; c. Tempat-tempat lain yang mendukung data yang diperlukan. 5. Jenis Data dan Sumber Data

Dalam suatu penelitian, pada umumnya jenis data dibedakan menjadi dua jenis yaitu jenis data yang diperoleh langsung di lapangan

(23)

commit to user

atau yang disebut dengan data primer dan data yang diperoleh dari studi kepustakaan atau yang disebut dengan data sekunder. Dalam penelitian ini, karena penelitian yang digunakan oleh penulis adalah penelitian normatif maka jenis data yang digunakan adalah jenis data sekunder yang diperoleh dari bahan-bahan kepustakaan seperti buku-buku, dokumen, arsip, literatur dan laporan-laporan yang ada hubungannya dengan permasalahan yang diteliti.

Sumber data sekunder yang digunakan dalam penelitian normatif ini meliputi:

a. Bahan Hukum Primer

Yaitu bahan hukum yang terdiri dari peraturan Perundang-undangan yaitu Undang-undang Dasar 1945, baik sebelum perubahan maupun setelah perubahan, Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia, Peraturan Pemerintah Nomor 86 Tahun 2000 tentang Tata Cara Pendaftaran Jaminan Fidusia dan Biaya Pembuatan Akta Jaminan Fidusia,Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan, serta peraturan lainnya yang ada relevansinya dengan permasalahan yang dikaji.

b. Bahan Hukum Sekunder

Yaitu bahan hukum yang digunakan untuk menjelaskan dari bahan hukum primer yang diperoleh melalui hasil penelitian hukum, hasil karangan ilmiah dari kalangan hukum, dan artikel-artikel baik dari media cetak maupun media massa yang berkaitan dengan pokok bahasan yaitu tentang perlindungan terhadap para pihak atas pendaftaran Jaminan Fidusia.

c. Bahan Hukum Tersier

Yaitu bahan yang memberikan petunjuk maupun penjelasan terhadap bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder,

(24)

commit to user

misalnya bahan dari media internet, kamus, ensiklopedia, indeks

kumulatif, dan sebagainya ( Gregory Churchill dalam Soerjono

Soekanto, 2007: 52). 6. Teknik Pengumpulan Data

Untuk memperkuat nilai validitas data, maka dalam setiap penelitian harus memiliki data-data yang lengkap. Kelengkapan data adalah syarat yang mutlak yang harus dimiliki dalam penelitian. Teknik pengumpulan data diperlukan agar data yang diperoleh merupakan data yang akurat dan dapat dipertanggungjawabkan.

Dalam penelitian ini, karena penelitiannya bersifat normatif maka teknik pengumpulan data yang dipergunakan adalah dengan studi kepustakaan. Studi kepustakaan merupakan teknik pengumpulan data yang dilakukan dengan membaca, mempelajari dan mengkaji buku-buku, literatur-literatur, artikel, karya ilmiah, makalah serta peraturan perundang-undangan yang relevan dengan permasalahan yang ada. 7. Teknik Analisis Data

Analisis data adalah tahap yang sangat penting dan menentukan dalam setiap penelitian. Di tahap ini penulis harus melakukan pemilahan data-data yang telah diperoleh. Penganalisisan data pada hakekatnya merupakan kegiatan untuk mengadakan sistematisasi bahan-bahan hukum tertulis untuk memudahkan pekerjaan analisis dan konstruksi (Soerjono Soekanto, 2007: 251-252).

Karena penulis melakukan penelitian normatif terhadap sistematik hukum, maka analisis data yang dipergunakan oleh penulis adalah analisis data dengan cara melakukan analisa terhadap pasal-pasal yang isinya merupakan kaedah hukum, dalam hal ini adalah analisis terhadap pasal-pasal yang terdapat dalam UU Nomor 42 Tahun 1999

(25)

commit to user

tentang Jaminan Fidusia. Setelah dilakukan analisa, maka dilakukan konstruksi data yang dilakukan dengan cara memasukkan pasal-pasal tertentu ke dalam kategori-kategori atas dasar pengertian-pengertian dasar dari sistem hukum tersebut (Soerjono Soekanto, 2007: 255).

F. Sistematika Penulisan Hukum

Dalam penelitian ini, untuk memberikan gambaran yang menyeluruh mengenai bahasan dalam penulisan hukum ini, penulis membagi penulisan hukum ini menjadi empat bab dan tiap-tiap bab dibagi dalam sub-sub bab yang disesuaikan dengan luas pembahasannya. Sistematika penulisan itu sendiri sebagai berikut: BAB I : PENDAHULUAN

Dalam bab ini akan diuraikan mengenai Latar Belakang Masalah, Perumusan Masalah, Tujuan Penelitian, Manfaat Penelitian, Metode Penelitian, dan Sistematika Penulisan Hukum.

BAB II : TINJAUAN PUSTAKA

Dalam bab ini akan dijelaskan mengenai hasil kepustakaan yang meliputi dua hal yaitu Kerangka Teori dan Kerangka Pemikiran. Kerangka Teori akan diuraikan tentang hal-hal yang berhubungan dengan pokok masalah dalam penelitian ini meliputi tinjauan umum tentang Perjanjian dan Perjanjian Kredit pada umumnya, tinjauan mengenai perlindungan hukum, tinjauan mengenai Jaminan Kebendaan, tinjauan umum tentang Fidusia serta tinjauan umum tentang Pendaftaran Jaminan Fidusia.

BAB III : HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Dalam bab ini akan dipaparkan mengenai hasil penelitian yang telah diperoleh dan dilanjutkan dengan pembahasan yang dilakukan terhadap hasil penelitian tentang bentuk pendaftaran Jaminan Fidusia pada Kantor Pendaftaran Fidusia serta kaitannya

(26)

commit to user

dengan bentuk perlindungan hukum bagi para pihak yaitu kreditur penerima fidusia dan debitur pemberi fidusia.

BAB IV : PENUTUP

Dalam bab ini penulis akan menuliskan simpulan dari hasil penelitian ini dan memberikan saran yang berangkat dari hasil yang diperoleh dari penelitian yang dilakukan.

DAFTAR PUSTAKA

(27)

commit to user BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Kerangka Teori

1. Tinjauan Umum Tentang Perjanjian dan Perjanjian Kredit A. Pengertian Perjanjian

Mengenai Perjanjian diatur dalam Buku III Burgerlijk Wetboek (Kitab Undang-Undang Hukum Perdata) sebagai bagian dari Burgerlijk

Wetboek yang terdiri dari IV Buku. Menurut Pasal 1313 Kitab

Undang-Undang Hukum Perdata yang dimaksud dengan Perjanjian atau

Overeenkomst adalah : “suatu perbuatan dengan mana satu orang atau

lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang atau lebih lainnya “. Perjanjian atau Overeenkomst juga dapat diartikan sebagai suatu hubungan hukum harta kekayaan/ harta benda antara dua orang atau lebih, yang memberi kekuatan hak pada satu pihak untuk memperoleh prestasi dan sekaligus mewajibkan kepada pihak lain untuk menunaikan prestasi (M. Yahya Harahap,1986:6 ).

Mengenai pengertian Perjanjian yang terdapat dalam Pasal 1131 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata masih banyak kelemahan-kelemahannya antara lain:

a. Hanya menyangkut sepihak saja

Hal ini diketahui dari perumusan “satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang atau lebih lainnya”. Kata kerja mengikatkan sifatnya hanya datang dari satu pihak saja, tidak dari kedua belah pihak. Seharusnya perumusan itu “saling mengikatkan diri”, jadi ada konsensus para pihak.

b. Kata perbuatan mencakup juga tanpa consensus

Dalam pengertian perbuatan termasuk juga tindakan penyelenggaraan kepentingan (zaakwaarneming), tindakan melawan

(28)

commit to user

hukum (onrechtmatige daad) yang tidak mengandung unsur suatu

consensus. Seharusnya dipakai istilah persetujuan.

c. Pengertian Perjanjian terlalu luas

Pengertian perjanjian mencakup juga perjanjian kawin yang diatur dalam bidang Hukum Keluarga. Padahal yang dimaksud adalah hubungan antara debitur dan kreditur mengenai harta kekayaan. Perjanjian yang diatur dalam Buku III Kitab Undang-Undang Hukum Perdata sebenarnya hanya meliputi perjanjian yang bersifat kebendaan, bukan bersifat kepribadian (personal).

d. Tanpa menyebut tujuan

Dalam rumusan pasal tersebut tidak disebutkan tujuan mengadakan perjanjian, sehingga pihak-pihak mengikatkan diri itu tidak jelas untuk apa. (Abdulkadir Muhammad, 2000: 224-225).

Dari rumusan perjanjian di atas maka dapat disimpulkan bahwa unsur-unsur perjanjian antara lain:

1. Ada pihak-pihak, sedikitnya dua orang; 2. Ada persetujuan antara pihak-pihak itu; 3. Ada tujuan yang akan dicapai;

4. Ada prestasi yang akan dilaksanakan; 5. Ada bentuk tertentu, lisan atau tulisan;

6. Ada syarat-syarat tertentu sebagai isi perjanjian(Abdulkadir Muhammad, 2000: 225).

1) Syarat Sahnya Perjanjian

Perjanjian yang sah adalah perjanjian yang memenuhi syarat-syarat yang ditentukan oleh undang-undang yaitu dalam Pasal 1320 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. Pasal 1320 KUH Perdata mengatakan bahwa:

(29)

commit to user

Untuk sahnya suatu perjanjian diperlukan empat syarat: 1. Sepakat mereka yang mengikatkan diri;

2. Kecakapan untuk membuat suatu perikatan; 3. Suatu hal tertentu;

4. Suatu sebab yang halal.

Ke empat unsur tersebut selanjutnya dalam doktrin Ilmu Hukum yang berkembang, digolongkan ke dalam:

1. Dua unsur pokok yang menyangkut subyek (pihak) yang mengadakan perjanjian (unsur subyektif), dan

2. Dua unsur pokok lainnya yang berhubungan langsung dengan obyek perjanjian (unsur obyektif) (Kartini Muljadi dan Gunawan Widjaja, 2003: 93).

Unsur subyektif mencakup adanya unsur kesepakatan secara bebas dari para pihak yang berjanji, dan kecakapan dari pihak-pihak yang melaksanakan perjanjian. Sedangkan unsur obyektif meliputi keberadaan dari pokok persoalan yang merupakan obyek yang diperjanjikan, dan causa dari obyek yang berupa prestasi yang disepakati untuk dilaksanakan tersebut haruslah sesuai yang tidak dilarang atau diperkenankan menurut hukum. Tidak terpenuhinya salah satu unsur dari ke empat unsur tersebut menyebabkan cacat dalam perjanjian, dan perjanjian tersebut diancam dengan kebatalan, baik dalam bentuk dapat dibatalkan (jika terdapat pelanggaran terhadap unsur subyektif), maupun batal demi hukum (dalam hal tidak terpenuhinya unsur obyektif) (Kartini Muljadi dan Gunawan Widjaja, 2003: 94).

Perjanjian yang tidak memenuhi syarat-syarat tersebut di atas tidak akan diakui oleh hukum, walaupun diakui oleh para pihak yang membuatnya. Selagi pihak-pihak mengakui dan mematuhi perjanjian yang mereka buat, kendatipun tidak memenuhi syarat-syarat,

(30)

commit to user

perjanjian itu berlaku antara mereka. Apabila sampai suatu ketika ada pihak yang tidak mengakuinya, sehingga menimbulkan sengketa, maka Hakim akan membatalkan atau menyatakan perjanjian itu batal (Abdulkadir Muhammad, 2000: 228).

2) Asas-asas Umum Perjanjian

Dalam Hukum Perjanjian dapat dijumpai beberapa asas penting yang perlu diketahui. Asas-asas tersebut antara lain:

a) Asas Personalia

Asas ini diatur dalam Pasal 1315 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, yang berbunyi “pada umumnya tak seorang pun dapat mengikatkan diri atas nama sendiri atau meminta ditetapkannya suatu janji selain untuk dirinya sendiri”. Dari rumusan tersebut dapat kita ketahui bahwa pada dasarnya suatu perjanjian yang dibuat oleh seseorang dalam kapasitasnya sebagai individu, subyek hukum pribadi, hanya akan berlaku dan mengikat untuk dirinya sendiri.

b) Asas Konsensualitas

Asas konsensualitas mempunyai arti bahwa pada dasarnya suatu perjanjian yang dibuat secara lisan antara dua atau lebih orang telah mengikat, dan karenanya telah melahirkan kewajiban bagi salah satu atau lebih pihak dalam perjanjian tersebut, segera setelah orang-orang tersebut mencapai kesepakatan atau

concensus, meskipun kesepakatan tersebut telah dicapai secara

lisan semata-mata. Ini berarti pada prinsipnya perjanjian yang mengikat dan berlaku sebagai perikatan bagi para pihak yang berjanji tidak memerlukan formalitas. Walau demikian, untuk menjaga kepentingan pihak debitur (atau yang berkewajiban memenuhi prestasi) diadakanlah bentuk-bentuk formalitas, atau

(31)

commit to user

dipersyaratkan adanya suatu tindakan nyata tertentu. Asas konsensualitas menemukan dasarnya dalam Pasal 1320 angka 1 (satu) Kitab Undang-Undang Hukum Perdata .

c) Asas Kebebasan Berkontrak

Asas kebebasan berkontrak menemukan dasar keberadaannya dalam Pasal 1320 angka 4 (empat) Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. Dengan asas kebebasan berkontrak ini, para pihak yang membuat dan mengadakan perjanjian diperbolehkan untuk menyusun dan membuat kesepakatan atau perjanjian yang melahirkan kewajiban apa saja, selama dan sepanjang prestasi yang wajib dilakukan tersebut bukanlah sesuatu yang terlarang. (Kartini Muljadi dan Gunawan Widjaja, 2003: 14-47).

d) Asas Itikad Baik

Asas itikad baik terkandung dalam Pasal 1338 KUH Perdata, yang menyatakan bahwa perjanjian-perjanjian harus dilaksanakan dengan itikad baik. Asas ini berkenaan dengan pelaksanaan perjanjian dan berlaku baik bagi kreditur maupun debitur.

e) Asas Pacta Sunt Servanda

Asas ini berhubungan dengan akibat perjanjian dan tersimpul dalam kalimat “berlaku sebagai undang-undang bagi yang membuatnya” pada akhir Pasal 133 ayat (1) KUH Perdata. Jadi, perjanjian yang dibuat secara sah oleh para pihak mengikat para pembuatnya sebagai undang-undang.

(32)

commit to user 3) Unsur-unsur Perjanjian

Dalam perkembangan doktrin Ilmu Hukum dikenal adanya tiga unsur dalam perjanjian yaitu:

a) Unsur esensialia; b) Unsur naturalia; c) Unsur aksidentalia.

Pada hakikatnya ketiga macam unsur dalam perjanjian tersebut merupakan perwujudan dari asas kebebasan berkontrak yang diatur dalam Pasal 1320 KUH Perdata (Kartini Muljadi dan Gunawan Widjaja, 2003:84).

a) Unsur Esensialia

Unsur Esensalia dalam perjanjian mewakili ketentuan-ketentuan berupa prestasi-prestasi yang wajib dilakukan oleh salah satu atau lebih pihak, yang mencerminkan sifat dari perjanjian tersebut, yang membedakannya secara prinsip dari jenis perjanjian lainnya. Unsur esensalia ini pada umumnya dipergunakan untuk memberikan rumusan, definisi atau pengertian dari suatu perjanjian. Misalnya perjanjian jual beli dibedakan dari perjanjian tukar menukar.

b) Unsur Naturalia

Unsur Naturalia adalah unsur yang pasti ada dalam suatu

perjanjian tertentu, setelah unsur esensialnya diketahui secara pasti. Misalnya dalam perjanjian yang mengandung unsur

esensalia jual beli, pasti akan terdapat unsur naturalia berupa

kewajiban dari penjual untuk menanggung kebendaan yang dijual dari cacat-cacat tersembunyi.

(33)

commit to user c) Unsur Aksidentalia

Unsur aksidentalia adalah unsur pelengkap dalam suatu perjanjian, yang merupakan ketentuan-ketentuan yang dapat diatur secara menyimpang oleh para pihak, sesuai dengan kehendak para pihak, yang merupakan persyaratan khusus yang ditentukan secara bersama-sama oleh para pihak (Kartini Muljadi dan Gunawan Widjaja, 2003: 84:95).

4) Subyek dan Obyek Perjanjian

Perjanjian timbul dikarenakan adanya hubungan hukum kekayaan antara dua orang atau lebih. Pendukung hukum perjanjian sekurang-kurangnya harus ada dua orang tertentu. Masing-masing orang itu menduduki tempat yang berbeda. Satu orang menjadi pihak kreditur dan satunya lagi sebagai pihak debitur. Debitur dapat diartikan sebagai pihak yang memiliki kewajiban membayar sejumlah uang yang timbulnya kewajiban itu dapat terjadi karena sebab apa pun juga, baik yang timbul karena perjanjian utang-piutang maupun perjanjian lainnya maupun yang timbul karena undang-undang, sedangkan kreditur dapat diartikan sebagai pihak yang mempunyai piutang atau pihak yang memberikan pinjaman kepada pihak lain. Kreditur dan debitur itulah yang menjadi subyek perjanjian dimana kreditur mempunyai hak atas suatu prestasi dan debitur wajib memenuhi pelaksanaan prestasi (M. Yahya Harahap, 1986: 15).

Sedangkan obyek dari perjanjian adalah prestasi, dimana kreditur berhak atas suatu prestasi dan debitur wajib memenuhi pelaksanaan prestasi. Prestasi adalah sesuatu yang wajib dipenuhi oleh debitur dalam setiap perjanjian. Dalam Hukum Perdata kewajiban memenuhi prestasi selalu disertai jaminan kekayaan debitur. Dalam Pasal 1131 dan 1132 KUH Perdata dinyatakan bahwa

(34)

commit to user

“semua harta kekayaan debitur baik bergerak maupun tidak bergerak, baik yang sudah ada maupun yang akan ada, menjadi jaminan pemenuhan hutangnya terhadap kreditur. Tetapi jaminan umum ini dapat dibatasi dengan jaminan khusus berupa benda tertentu yang ditetapkan dalam perjanjian antara pihak-pihak (Abdulkadir Muhammad, 2000: 202).

Menurut ketentuan Pasal 1234 KUH Perdata, ada tiga macam wujud prestasi yaitu:

a. Memberikan sesuatu; b. Berbuat sesuatu; c. Tidak berbuat sesuatu.

Dalam Pasal 1235 ayat (1) KUH Perdata, pengertian memberikan sesuatu adalah menyerahkan kekuasaan nyata atas suatu benda dari debitur kepada kreditur, misalnya dalam jual beli, sewa menyewa, hibah, perjanjian gadai, hutang-piutang. Dalam perjanjian dimana obyeknya berbuat sesuatu, debitur wajib melakukan perbuatan tertentu yang telah ditetapkan dalam perikatan, misalnya melakukan perbuatan membongkar tembok, mengosongkan rumah, membangun gedung. Sedangkan wujud prestasi untuk tidak berbuat sesuatu, debitur tidak melakukan perbuatan yang telah ditetapkan dalam perikatan, misalnya tidak melakukan persaingan yang telah diperjanjikan, tidak membuat tembok tinggi menghalangi pemandangan tetangganya. Apabila debitur berbuat berlawanan dengan perikatan ini, ia bertanggung jawab karena melanggar perjanjian (Abdulkadir Muhammad, 2000: 202).

5) Bentuk-bentuk Perjanjian

Mengenai bentuk-bentuk perjanjian, ada 3 macam bentuk perjanjian secara umum antara lain:

(35)

commit to user a) Perjanjian Timbal Balik dan Sepihak

Perjanjian ini didasarkan atas kewajiban berprestasi. Perjanjian timbal balik adalah perjanjian yang mewajibkan kedua belah pihak berprestasi secara timbal balik, misalnya jual beli, sewa menyewa, tukar menukar. Sedangkan perjanjian sepihak adalah perjanjian yang mewajibkan pihak yang satu berprestasi dan memberi hak kepada pihak lain untuk menerima prestasi, misalnya perjanjian hibah, hadiah.

b) Perjanjian Bernama dan Tak Bernama

Perjanjian bernama adalah perjanjian yang sudah mempunyai nama sendiri, yang dikelompokkan sebagai perjanjian-perjanjian khusus dan jumlahnya terbatas, misalnya jual beli, sewa menyewa, tukar menukar pertanggungan, pengangkutan,dan lain sebagainya yang diatur dalam title V s/d XVIII KUH Perdata dan diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Dagang. Perjanjian tak bernama adalah perjanjian yang tidak mempunyai nama tertentu dan jumlahnya tidak terbatas.

c) Perjanjian Obligator dan Kebendaan

Perjanjian obligator adalah perjanjian yang menimbulkan hak dan kewajiban, misalnya dalam jual beli, sejak terjadi consensus mengenai benda dan harga, penjual wajib menyerahkan benda dan pembeli wajib membayar harga, penjual berhak atas pembayaran harga, pembeli berhak atas benda yang dibeli. Perjanjian kebendaan adalah perjanjian yang memindahkan hak milik dalam jual beli, hibah, tukar-menukar. Sedangkan dalam perjanjian lainnya hanya memindahkan penguasaan atas benda (bezit), misalnya dalam sewa menyewa, pinjam pakai, gadai.

(36)

commit to user d) Perjanjian Konsensual dan real

Perjanjian konsensual adalah perjanjian yang terjadinya itu baru dalam taraf menimbulkan hak dan kewajiban saja bagi pihak-pihak. Tujuan perjanjian baru tercapai apabila ada tindakan realisasi hak dan kewajiban tersebut. Perjanjian real adalah perjanjian yang terjadinya itu sekaligus realisasi tujuan perjanjian, yaitu pemindahan hak (Abdulkadir Muhammad, 2000: 227-228).

B. Pengertian Kredit

Secara etimologi, istilah kredit berasal dari Bahasa latin, yaitu "credere", yang berarti kepercayaan. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, pengertian kredit adalah pinjaman sampai batas jumlah tertentu yang diizinkan oleh Bank atau badan lain. Menurut beberapa pendapat para ahli Ilmu Hukum, seperti: J. A. Lavy, merumuskan arti kredit adalah menyerahkan secara sukarela sejumlah uang untuk dipergunakan secara bebas oleh penerima kredit. Sedangkan menurut Muchdarsyah Sinungan, pengertian kredit adalah suatu prestasi yang diberikan oleh satu pihak kepada pihak lainnya, dimana prestasi akan dikembalikan lagi pada masa tertentu yang akan diserahi dengan suatu kontraprestasi yang berupa bunga (http://pumkienz. multiply.com /reviews/item/1 21 April, pukul 12.53).

Menurut Pasal 1 angka 11 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan:

Kredit adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam meminjam antara Bank dengan pihak lain

(37)

commit to user

yang mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi utangnya setelah jangka waktu tertentu dengan pemberian bunga.

Sedangkan menurut OP Simorangkir:

Kredit adalah pemberian prestasi (misalnya uang, barang) dengan balas prestasi (kontraprestasi) yang akan terjadi pada waktu yang akan datang. Kehidupan ekonomi modern adalah prestasi uang yang dengan demikian transaksi kredit menyangkut uang sebagai alat kredit. Kredit berfungsi kooperatif antara si pemberi kredit dan si penerima kredit atau antara kreditur dan debitur. Mereka menarik keuntungan dan saling menanggung resiko. Singkatnya, kredit dalam arti luas didasarkan atas komponen kepercayaan, resiko dan pertukaran ekonomi di masa-masa mendatang (OP. Simorangkir, 1986 : 91).

1) Unsur-Unsur Kredit

Dari definisi diatas, dapat ditarik kesimpulan, bahwa unsur- unsur kredit adalah:

a) Kepercayaan.

Merupakan suatu keyakinan bagi si pemberi kredit bahwa kredit yang diberikan (baik uang, barang atau jasa) benar-benar diterima kembali di masa yang akan datang sesuai jangka waktu kredit. Kepercayaan diberikan Bank sebagai dasar utama yang melandasi mengapa suatu kredit berani dikucurkan.

b) Kesepakatan

Adanya kesepakatan antara pemberi kredit dengan penerima kredit yang dituangkan dalam suatu perjanjian dimana masing-masing pihak menandatangani hak dan kewajiban masing-masing.

(38)

commit to user

Setiap kredit yang diberikan mempunyai jangka waktu tertentu. Jangka waktu itu mencakup masa pengembalian kredit yang telah disepakati

d) Resiko

Adanya jangka waktu antara pemberian kredit dan pelunasannya, memungkinkan adanya risiko dalm perjanjian kredit tersebut. Untuk itu, untuk mencegah terjadinya risiko tersebut (berupa wanprestasi), maka diadakan pengikatan jaminan/agunan yang dibebankan kepada pihak nasabah debitur. e) Balas jasa

Balas jasa merupakan sa;ah satu unsure yang penting dari adanya kredit. Bagi Bank, balas jasa merupakan keuntungan atau pendapatan atas pemberian suatu kredit (Kasmir, 2004: 103). 2) Tujuan dan Fungsi Kredit:

Kredit mempunyai tujuan antara lain:

a) Untuk mencari keuntungan bagi bank/kreditur, berupa pemberian bunga, imbalan, biaya administrasi, provisi, dan biaya-biaya lainnya yang dibebankan kepada nasabah debitur. b) Untuk meningkatkan usaha nasabah debitur. Bahwa dengan

adanya pemberian kredit berupa pemberian kredit investasi atau kredit modal kerja bagi debitur, diharapkan dapat meningkatkan usahanya.

c) Untuk membantu Pemerintah. Bahwa, dengan banyaknya kredit yang disalurkan oleh bank-bank, hal ini berarti dapat meningkatkan pembangunan disegala sektor, khususnya disektor ekonomi (http://pumkienz.multiply.com/reviews/ item/1 21 April, pukul 12.53).

(39)

commit to user

Sedangkan Fungsi kredit secara umum adalah: 1. Untuk meningkatkan daya guna uang.

2. Untuk meningkatkan peredaran uang dan lalu lintas uang. 3. Untuk meningkatkan daya guna barang.

4. Untuk meningkatkan peredaran barang. 5. Sebagai alat stabilitas ekonomi.

6. Kredit dapat mengaktifkan atau meningkatkan aktifitas-aktifitas atas kegunaan potensi-potensi ekonomi yang ada.

7. Kredit sebagai jembatan untuk meningkatkan pemerataan pendapatan nasional.

8. Kredit sebagai alat hubungan ekonomi internasional (http: //pumkienz .multiply.com/reviews/item/1 21 April, pukul 12.53).

3) Prinsip-prinsip Pemberian Kredit

Prinsip-prinsip pembrian kredit, didasarkan pada Pasal 8 Undang-Undang Nomor 10 tahun 1998 tentang Perbankan yang mengatakan :

(1). Dalam memberikan kredit atau pembiayaan berdasarkan Prinsip Syari'ah, bank umum wajib memiliki keyakinan terhadap analisis yang mendalam atas itikad dan kemampuan atau kesanggupan nasabah debitur, untuk melunasi utangnya, sesuai dengan yang diperjanjikan. (2). Bank umum wajib memiliki dan menerapkan pedoman

perkreditan atau pembiayaan berdasarkan Prinsip Syari'ah, sesuai dengan ketentuann yang ditetapkan oleh Bank Indonesia.

Secara umum, Bank wajib memberikan kredit dengan menggunakan prinsip pemberian kredit didasarkan pada 5C atau

"the 5C's analisys of credit", yaitu (Kasmir, 2004: 117) :

(40)

commit to user 2. Capacity (kemapuan).

3. Capital (modal).

4. Condition of economic (kondisi ekonomi). 5. Collateral (jaminan/agunan).

4) Jenis-jenis Kredit

Jenis-jenis kredit dapat dilihat dari berbagai segi, yaitu: 1. Dari segi Tujuan Penggunaannya

a. Kredit Konsumtif, yaitu kredit yang diberikan oleh Bank pemerintah atau Bank swasta kepada perseorangan untuk membiayai keperluan konsumsi sehari-hari.

b. Kredit Produktif, yaitu kredit investasi maupun kredit eksploitasi. Kredit imvestasi adalah kredit yang ditujukan untuk pembiayaan modal tetap, yaitu peralatan produksi, gedung, dan mesin-mesin, atau untuk membiayai rehabilitasi dan ekspansi. Kredit eksploitasi adalah kredit yang ditujukan untuk pembiayaan kebutuhan dunia usaha akan modal kerja yang berupa persediaan bahan baku, persediaan produk akhir, barang dalam proses produksi serta piutang, dengan jangka waktu yang pendek.

c. Perpaduan antara kredit konsumtif dan kredit produktif (semi konsumtif dan semi produktif) (Muhammad Djumhana, 2003: 377-378).

2. Dari segi Jangka Waktu

a. Kredit Jangka Pendek (short term loan), yaitu kredit yang berjangka waktu maksimum satu tahun. Bentuknya dapat berupa kredit rekening Koran, kredit penjualan, kredit pembeli, kredit wesel.

(41)

commit to user

b. Kredit Jangka Menengah (medium term loan), yaitu kredit berjangka waktu antara satu tahun sampai tiga tahun.

c. Kredit Jangka Penjang, yaitu kredit berjangka waktu lebih dari tiga tahun. Kredit jangka panjang ini umumnya adalah kredit investasi yang bertujuan untuk menambah modal perusahaan dalam rangka rehabilitasi, ekspansi (perluasan), dan pendirian proyek baru (Muhammad Djumhana, 2003: 276-377).

3. Dari segi Jaminan

a. Kredit tanpa jaminan, atau kredit blanko (unsecured

loan).

b. Kredit dengan Jaminan (secured loan), dimana untuk kredit yang diberikan pihak kreditur mendapat jaminan bahwa debitur dapat melunasi hutangnya. Di dalam memberikan kredit, Bank menanggung resiko sehingga dalam pelaksanaannya Bank harus memperhatikan asas-asas perkreditan yang sehat. Untuk mengurangi resiko tersebut diperlukan jaminan. Adapun bentuk jaminannya dapat berupa jaminan kebendaan maupun jaminan perseorangan (Budi Untung, 2004: 4-8).

C. Pengertian Perjanjian Kredit

Perjanjian Kredit sama halnya dengan perjanjian secara umum yang diatur dalam Buku III KUH Perdata. Namun, tidak ada satupun peraturan perundang-undangan yang khusus mengatur tentang Perjanjian Kredit, bahkan dalam Undang-Undang Perbankan sekalipun. Istilah perjanjian Kredit terdapat dalam Surat Keputusan Direksi Bank Nagari (PT. BPD Sumbar) Nomor SK/208/Dir/07-2000 tentang Perjanjian Kredit dan Ketentuan Umum Pemberian Kredit oleh

(42)

commit to user

Bank Pembangunan Daerah Sumatera Barat (http://pumkienz.multiply. com/reviews/item/1) 21 April, pukul 12.53).

1) Bentuk Perjanjian Kredit

Menurut Subekti, Perjanjian Kredit pada hakikatnya sama dengan Perjanjian Pinjam Meminjam yang diatur dalam pasal 1754 sampai 1769 KUH Perdata. Dalam prakteknya, Perjanjian Kredit memiliki 2 (dua) bentuk, yaitu:

a) Dalam Bentuk Akta Bawah Tangan (Pasal 1874 BW), merupakan akta perjanjian yang baru memiliki kekuatan hukum pembuktian apabila diakui oleh pihak-pihak yang menanda-tangani dalam akta perjanjian tersebut. agar akta ini tidak mudah dibantah, maka diperlukan pelegalisasian oleh Notaris, agar memiliki kekuatan hukum pembuktian yang kuat seperti akta otentik.

b) Dalam bentuk Akta Autentik, merupakan akta perjanjian yang memiliki kekuatan hukum pembuktian yang sempurna, karena ditanda tangani langsung oleh pejabat pembuat akta, yaitu Notaris, dan akta ini dianggap sah dan benar tanpa perlu membuktikan keabsahannya dari tanda tangan pihak lain (http://pumkienz. multiply.com/reviews/item/1 21 April, pukul 12.53).

2) Fungsi Perjanjian Kredit

Perjanjian kredit pada umumnya mempunyai fungsi:

a) Perjanjian kredit berfungsi sebagai perjanjian pokok, artinya perjanjian kredit merupakan sesuatu yang menentukan batal

(43)

commit to user

atau tidaknya perjanjian lain yang mengikutinya, misalnya perjanjian jaminan.

b) Perjanjian kredit berfungsi sebagai alat bukti mengenai batasan-batasan hak dan kewajiban antara kreditur maupun debitur.

c) Perjanjian kredit sebagai alat untuk melakukan monitoring kredit (Budi Untung, 2004 : 43).

3) Sifat-sifat Umum Perjanjian Kredit a) Merupakan perjanjian pendahuluan.

Sebelum uang/objek dari perjanjian diserahkan, terlebih dahulu harus ada persesuaian kehendak antara pemberi dan penerima kredit yang disepakati dalam suatu perjanjian kredit. Jadi perjanjian kredit merupakan perjanjian pendahuluan sebelum diberikannya objek/uang.

b) Merupakan perjanjian bernama.

Hal ini sebagaimana yang diatur dalam peraturan undangan. kalau dia diatur dalam perundang-undangan disebut dengan perjanjian bernama,maka sebaliknya. c) Merupakan perjanjian standar.

Dalam hal ini bentuk dan isi dari perjanjian tersebut telah ditetapkan terlebih dahulu, sehingga pihak lawan dalam perjanjian hanya diminta untuk menyetujui apa-apa saja yang tercantum dalam perjanjian kredit tersebut (http://pumkienz. multiply.com/reviews/item/1 21 April, pukul 12.53).

2. Tinjauan Umum tentang Perlindungan Hukum

Setiap manusia mempunyai sifat, watak, kehendak, serta keperluan sendiri-sendiri. Seringkali keperluan itu searah dan sepadan satu sama lain, sehingga dengan kerjasama tujuan manusia untuk memenuhi keperluan itu akan lebih mudah dan lekas tercapai. Akan tetapi, acap kali pula kepentingan

(44)

commit to user

itu berlainan bahkan ada juga yang bertentangan, sehingga dapat menimbulkan pertikaian yang mengganggu keserasian hidup bersama. Dalam hal ini orang atau golongan yang kuat menindas orang atau golongan yang lemah. Apabila ketidakseimbangan hubungan masyarakat yang menjadi perselisihan itu dibiarkan maka mungkin akan timbul perpecahan dalam masyarakat. Oleh karena itu dalam masyarakat yang teratur, manusia/anggota masyarakat itu harus memperhatikan kaedah-kaedah, norma-norma ataupun peraturan-peraturan hidup tertentu yang ada dan hidup dalam masyarakat dimana ia hidup (C.S.T Kansil,1989: 33-34).

Sadar ataupun tidak sadar, manusia dipengaruhi oleh peraturan-peraturan hidup bersama yang mengekang hawa nafsu dan mengatur hubungan antar manusia. Peraturan hidup itu memberi ancer-ancer perbuatan mana yang boleh dijalankan dan perbuatan mana yang harus dihindari. Peraturan hidup itu memberi petunjuk kepada manusia bagaimana ia harus bertingkah laku dan bertindak di dalam masyarakat. Peraturan-peraturan hidup itu disebut peraturan hidup bermasyarakat atau kaedah hukum.

Hukum secara umum dapat diartikan sebagai keseluruhan kumpulan peraturan-peraturan atau kaedah-kaedah dalam suatu kehidupan bersama, keseluruhan tentang tingkah laku yang berlaku dalam suatu kehidupan bersama, yang dapat dipaksakan pelaksanaannya dengan suatu sanksi. Hukum itu bukanlah merupakan suatu tujuan, tetapi sarana untuk mencapai tujuan yang sifatnya non-yuridis dan berkembang karena rangsangan dari luar hukum (Sudikno Mertokusumo, 2005: 40).

Menurut Van Apeldoorn dalam bukunya yang berjudul “Inleiding tot

de studie van het Nederlandse Recht”, adalah tidak mungkin memberikan

suatu definisi tentang apakah yang disebut hukum itu. Definisi hukum menurut Van Apeldoorn sangat sulit untuk dibuat, karena tidak mungkin untuk mengadakannya yang sesuai dengan kenyataan (Van Apeldoorn dalam C,S,T Kansil, 1989: 34).

(45)

commit to user

Walaupun sulit diadakan suatu batasan yang jelas dan lengkap mengenai batasan apa itu hukum ada beberapa pendapat para ahli yang merumuskan mengenai pengertian hukum:

(a). S.M Amin

Mendefinisikan hukum sebagai “ kumpulan-kumpulan peraturan-peraturan yang terdiri dari norma dan sanksi-sanksi dan tujuan hukum adalah mengadakan ketatatertiban dalam pergaulan manusia, sehingga keamanan dan ketertiban terpelihara” .

(b) J.C.T Simorangkir dan Woerjono Sastropranoto

Hukum itu ialah peraturan-peraturan yang bersifat memaksa, yang menentukan tingkah laku manusia dalam lingkungan masyarakat yang dibuat oleh Badan-badan resmi yang berwajib, pelanggaran mana terhadap peraturan-peraturan tadi berakibatkan diambilnya tindakan, yaitu dengan hukuman tertentu (J.C.T Simorangkir dan Woerjono Sastropranoto dalam C,S,T Kansil, 1989: 38 ).

(c) M.H Tirtaatmidjaja

Hukum ialah semua aturan (norma) yang harus diturut dalam tingkah laku tindakan-tindakan dalam pergaulan hidup dengan ancaman mesti mengganti kerugian, jika melanggar aturan-aturan itu akan membahayakan diri sendiri atau harta, umpamanya orang akan kehilangan kemerdekaannya, didenda dan sebagainya (M.H Tirtaatmidjaja dalam C,S,T Kansil, 1989: 38).

Hukum adalah kekuasaan yang mengatur dan memaksa. Dengan tiada berkesudahan ia mengatur hubungan-hubungan yang ditimbulkan oleh pergaulan masyarakat manusia. Dan hal-hal tersebut dilakukannya dengan menentukan batas kekuasaan-kekuasaan dan kewajiban-kewajiban tiap-tiap orang terhadap mereka dengan siapa ia berhubungan. Hukum misalnya mengatur hubungan antara orang yang meminjamkan uang dengan orang yang menerimanya dan itu dilakukannya antara lain dengan membentuk peraturan-peraturan siapa yang meminjamkan uang kepada orang lain, berhak meminta kembali uangnya sejumlah yang sama, dan pihak yang lain wajib

(46)

commit to user

memenuhinya. Hubungan yang diatur oleh hukum demikian itu dinamakan hubungan hukum (L.J Van Apeldoorn, 2004: 41).

Hubungan hukum terdiri dari ikatan-ikatan antara individu dan masyarakt dan antara individu itu sendiri. Ikatan-ikatan itu tercermin dalam hak dan kewajiban. Dalam mengatur hubungan-hubungan hukum itu caranya beraneka ragam, kadang-kadang hanya dirumuskan kewajiban-kewajiban. Dalam usahanya mengatur, hukum menyesuaikan kepentingan perorangan dengan kepentingan masyarakat dengan sebaik-baiknya, berusaha mencari keseimbangan antara memberi kebebasan kepada individu dan melindungi masyarakat terhadap kebebasan individu. Mengingat bahwa masyarakat itu terdiri dari individu-individu yang menyebabkan terjadinya interaksi, maka akan selalu terjadi konflik atau ketegangan antara kepentingan masyarakat. Hukum berusaha menampung ketegangan atau konflik itu dengan sebaik-baiknya (Sudikno Mertokusumo, 2005:40-41).

Dalam fungsinya sebagai perlindungan kepentingan manusia, hukum mempunyai tujuan. Tujuan hukum adalah mengatur pergaulan hidup secara damai. Hukum mengkhendaki perdamaian (L.J Van Apeldoorn, 2004: 10). Adapun tujuan pokok hukum adalah menciptakan tatanan masyarakat yang tertib, menciptakan ketertiban dan keseimbangan.. Dengan tercapainya ketertiban di dalam masyarakat diharapkan kepentingan manusia akan terlindungi. Dalam mencapai tujuannya itu hukum bertugas membagi hak dan kewajiban antar perorangan di dalam masyarakat, membagi wewenang dan mengatur cara memecahkan masalah hukum serta memelihara kepastian hukum. (Sudikno Mertokusumo, 2005: 77).

Menurut Van Apeldoorn, bahwa tujuan hukum semata-mata untuk mengatur pergaulan hidup manusia secara damai. Hukum menghendaki perdamaian. Perdamaian diantara manusia dipertahankan oleh hukum dengan melindungi kepentingan-kepentingan hukum manusia tertentu, kehormatan, kemerdekaan, jiwa, harta benda terhadap pihak yang merugikannya. Menurut

(47)

commit to user

Bentham tujuan hukum semata-mata mewujudkan apa yang berfaedah bagi orang. Sedangkan Van Kan menyebutkan bahwa tujuan hukum adalah menjaga kepentingan tiap-tiap manusia supaya kepentingan-kepentingan itu tidak dapat diganggu. Jelas disini, bahwa hukum mempunyai tugas untuk menjamin adanya kepastian hukum dalam masyarakat. Selain itu dapat pula disebutkan bahwa hukum menjaga dan mencegah agar setiap orang tidak menjadi hakim atas dirinya sendiri (eigenrichting is verboden), tidak mengadili dan menjatuhi hukuman terhadap setiap pelanggaran hokum terhadap dirinya. Namun tiap perkara. Harus diselesaikan melalui proses pengadilan, dengan perantaraan hakim berdasarkan ketentuan hukum yang berlaku. Lain halnya dengan Subekti yang mengatakan bahwa tujuan hukum adalah mendatangkan kemakmuran dan kebahagiaan pada rakyatnya (C.S.T Kansil, 1989: 41-45).

Mengenai tujuan hukum tersebut ada beberapa teori tentang tujuan ukum yaitu :

1. Teori Etis

Menurut teori etis, hukum semata-mata bertujuan keadilan. Isi hukum ditentukan oleh keyakinan kita yang etis tentang yang adil dan yang tidak. Dengan perkataan lain hukum menurut teori ini bertujuan merealisir atau mewujudkan keadilan. Penganut teori ini adalah GENY.

2. Teori Utilistis

Menurut teori ini hukum ingin menjamin kebahagiaan yang terbesar bagi manusia dalam jumlah yang sebanyak-banyaknya (the greatest good of the greatest number). Pada hakekatnya menurut teori ini tujuan hukum adalah manfaat dalam menghasilkan kesenangan atau kebahagiaan yang terbesar bagi jumlah orang terbanyak. Penganut teori ini adalah JEREMY BENTHAM.

Gambar

Tabel 1 Biaya Pembuatan Akta
Tabel 2 Biaya Pendaftaran Akta Jaminan Fidusia

Referensi

Dokumen terkait

Pengajuan serta pembayaran klaim asuransi kecelakaan lalu lintas jalan raya oleh korban atau ahli waris korban terhadap Jasa Raharja mengacuh kepada Undang-undang Nomor

Selanjutnya dalam Pasal 1 angka 2 Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 diatur mengenai pengertian Jaminan Fidusia yaitu hak jaminan atas benda bergerak baik yang

Solusi kongkrit yang dilakukan pengusul untuk mengatasi permasalahan yaitu dengan membuat dan mendesain mesin pemotong kayu lasser, pembuatan website pemasaran

Penelitian di Afrika Selatan pada anak usia 2-5 th juga menyimpulkan bahwa asupan kalsium dan vitamin D yang tidak adekuat, yang kemungkinan disebabkan karena kurang

Mahasiswa dapat melakukan assessment, menetapkan diagnose fisioterapi secara ICF, menetapkan planning, melakukan intervensi, serta evaluasi dan rujukan ke profesi

Sebagai suatu bentuk hubungan yang ditimbulkan dari suatu perbuatan hukum yang dilakukan oleh kedua belah pihak, Pemberi Fidusia dengan Penerima Fidusia dalam bentuk Perjanjian

Kelebihan dari hidrolisa asam adalah, laju reaksi yang cepat, pretreatment yang sederhana, murah, katalisnya mudah didapat, dan reaksi pada temperature yang relative rendah

Puji Syukur dipanjatkan kehadirat Sang Hyang Widhi Wasa (Tuhan Yang Maha Esa) karena atas berkat dan rahmat-Nya dapat diselesaikannya skripsi yang berjudul “Faktor- Faktor