• Tidak ada hasil yang ditemukan

A. Pengertian Bank Menurut Aspek Hukum Perbankan

Bank adalah sebuah lembaga intermediasi keuangan umumnya didirikan dengan kewenangan untuk menerima simpanan uang, meminjamkan uang, dan menerbitkan promes atau yang dikenal sebagai banknote. Kata bank berasal dari bahasa Italia yaitu "banque" atau "banca" yang berarti bangku, karena waktu itu para bankir Florence pada masa Renaissans melakukan transaksi mereka untuk duduk sambil bekerja.7

Bank merupakan salah satu lembaga keuangan yang paling penting dan besar peranannya dalam kehidupan masyarakat. Dalam menjalankan peranannya maka bank bertindak sebagai salah satu bentuk lembaga keuangan yang bertujuan memberikan kredit dan jasa-jasa keuangan lainnya. Adapun pemberian kredit itu dilakukan, baik dengan modal sendiri, dengan dana-dana yang dipercayakan oleh pihak ketiga, maupun dengan jalan memperedarkan alat-alat pembayaran baru berupa uang giral.8

Usaha bank tidak sebatas sebagai penyimpan dana dan pemberi kredit saja tetapi juga merupakan alat bagi pemerintah untuk menstabilkan moneter dan mendorong laju pertumbuhan perekonomian nasional atau sebagai agent of development. Sesuai dengan bidang usaha yang dijalankan bank tidak terlepas

      

7 Kasmir, Bank dan Lembaga Keuangan, Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada, 2002, hal.

1. 

8 Sigit Trianduri, Totok Budisantoso, Bank Dan Lembaga Keuangan Lain, Jakarta :

dengan dunia bisnis dan perekonomian pada umumnya sehingga untuk itu pengaturan, pengawasan dan pengendalian bank oleh pemeritah.9

Peranan bank sebagai lembaga keuangan baik dalam menghimpun dana masyarakat maupun menyalurkannya kembali ke masyarakat semakin meningkat dalam kondisi perekonomian saat ini maupun dimasa yang akan datang, peranan perbankan mempunyai kedudukan yang strategis sebagai lembaga yang berfungsi memperlancar arus lalu lintas pembayaran yang dirasakan amat dibutuhkan. Namun bank dalam melakukan usahanya menghadapi kendala antara lain :10

1. Kebijakan pemerintah dalam bidang moneter sebagai kewajiban mengendalikan keuangan Negara dan roda perekonomian, yang kadang berhubungan dengan kepentingan bank.

2. Berusaha untuk mencapai keuntungan yang maksimal namun tetap berpegang kepada aturan yang ditetapkan pemerintah, dan juga dituntut untuk menjaga likuiditasnya agar dapar memenuhi kewajiban kepada nasabahnya yang dapat menarik atau mencairkan simpanannya sewaktu-waktu.

3. Tingkat persaingan yang semakin tajam yng disebabkan oleh bertambahnya bank baru beserta kantor cabang yang baru, juga bertambahnya produk-produk perbankan yang baru yang sudah domidifikasi sesuai dengan permintaan pasar.

4. Bargaining power nasabah / calon nasabah lebih kuat, mereka semakin pintar memilih sehingga kalau tidak bias memperoleh apa yang diinginkannya, dengan mudah mereka pindah ke bank lain.

      

9 Ibid, hal. 3. 

10 Syamsu Iskandar, Bank Dan Lembaga Keuangan Lainnya, Jakarta: In Media, 2013, hal.

5. Otomatis dalam sistem perbankan yang merupakan salah satu usaha meningkatkan kualitas pelayanan semakin diperlukan, namun manajemen menghadapi kendala dalam hal investasi yang relatif tidak kecil nilainya.

Selain menghadapi kendala yang bermacam-macam juga terdapat resiko yang dihadapi bank antara lain :11

1. Risiko Mismatch

Terganggunya likuiditas karena penarikan oleh deposan, penempatan dana, atau placement yang tidak cermat, serta penarikan atas komitmen dan sebagainya.

2. Risiko Bunga

Terganggunya likuiditas karena kekeliruan strategi dalam memupuk kemampuan likuiditas dan kemampuan profitabilitas, sehingga terdorong untuk menggunakan dana mahal.

3. Risiko Modal

Pada dasarnya fungsi modal adalah untuk menjaga keamanan kreditur dalam penentuan limit kredit, pangsa pasar atau market share dan mutu asset. Apabila kekurangan modal untuk kepentingan diatas, maka tertutuplah kemungkinan untuk mengisi peluang bisnis yang terbuka.

4. Risiko Kredit

Terjadinya kegagalan kreditur dalam usahanya, karena tidak mencapai sasaran dan tujuan kredit.

      

Pengertian yang lebih teknis dapat ditemukan pada Pernyataan Standard Akutansi Keuangan (PSAK) dan Surat Keputusan Menteri Keuangan RI Nomor 792 Tahun 1990. Pengertian bank menurut PSAK Nomor 31 tentang Akutansi Perbankan :

“Bank adalah suatu lembaga yang berperan sebagai perantara keuangan

(financial intermediary) antara pihak yang memiliki dana dan pihak-pihak yang memerlukan dana, serta sebagai lembaga yang berfungsi memperlancar lalu lintas pembayaran.”

Sedangkan pengertian bank menurut Surat Keputusan Menteri Keuangan RI Nomor 792 Tahun 1990 :

“Bank merupakan suatu badan yang kegiatannya di bidang keuangan melakukan penghimpun dan penyaluran dana kepada masyarakat terutama guna membiayai investasi perusahaan.”

Adapun pengertian bank menurut Pasal 1 angka 2 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan :

“Bank adalah badan usaha yang mnghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan atau bentuk-bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak.”

Dari pengertian diatas terlihat usaha bank lebih terarah tidak semata-mata memutar uang untuk mencari keuntungan perusahaan, tetapi undang-undang menghendaki agar taraf hidup rakyat banyak ditingkatkan. Hal ini merupakan salah satu tanggung jawab bank dalam rangka mewujudkan cita-cita negara untuk

mencapai masyarakat yang adil dan makmur. Setiap kegiatan bank harus berhasil guna bagi kepentingan masyarakat.

B. Fungsi Dan Jenis-Jenis Bank Menurut Aspek Hukum Perbankan 1. Fungsi Bank Menurut Aspek Hukum Perbankan

Pada umumnya fungsi bank adalah menghimpun dana (funding) dalam bentuk simpanan, menyalurkan dana (lending) dalam bentuk kredit, dan bentuk-bentuk usaha lainnya. Fungsi bank pada umumnya adalah sebagai berikut :12

a. Menghimpun dana (funding) dalam bentuk simpanan yaitu kegiatan mengumpulkan uang dari masyarakat dalam bentuk rekening tabungan, rekening giro, dan deposito berjangka.

b. Menyalurkan dana (lending) dalam bentuk kredit adalah pemberian fasilitas kredit kepada nasabah maupun masyarakat umum yang membutuhkan pembiayaan, seperti : Kredit Modal Kerja, Kredit Investasi, Kredit Konstruksi, Kredit Komsumtif, Kredit Pemilikan Rumah, dan lain-lain.

c. Bentuk-bentuk usaha lainnya dari bank yaitu jasa bank lainnya, seperti : pengiriman uang (transfer), kliring, jual-beli valuta asing, pembayaran gaji, uang kuliah dan lain-lain.

Fungsi bank tidak hanya pada umumnya sebagai penyimpan dana

(funding) dalam bentuk simpanan, menyalurkan dana (lending), dan bentuk-bentuk usaha lainnya dari bank, tetapi bank juga berfungsi secara spesifik sebagai

agent of thrust, agent of development, dan agent of service. Adapun secara spesifik bank dapat berfungsi sebagai agent of trust, agent of development, dan       

12 Iswardano, Uang Dan Bank Edisi Keempat, Cetakan Certama, Yogyakarta : BPFE,

agent of service seperti yang diungkapkan oleh Sigit Triandaru, dan A. Totok Budi Santoso, yaitu sebagai berikut :13

1) Agent of Trust

Dasar utama kegiatan perbankan adalah kepercayaan (trust), baik dalam menghimpun dana maupun menyalurkan dana. Masyarakat akan mau menyimpan dananya di bank apabila dilandasi oleh unsur kepercayaan. Masyarakat percaya bahwa uangnya tidak akan disalahgunakan oleh bank, uangnya akan dikelola dengan baik, dan juga percaya bahwa pada saat yang telah dijanjikan masyarakat dapat menarik lagi simpanannya di bank. Pihak bank sendiri akan mau menempatkan atau menyalurkan dananya kepada debitur atau masyarakat dilandasi oleh unsur kepercayaan.

Pihak bank percaya bahwa debitur tidak akan menyalahgunakan pinjamannya, debitur akan mengelola dana pinjaman dengan baik, debitur akan mempunyai kemauan untuk membayar pada saat jatuh tempo, dan juga bank percaya bahwa debitur mempunyai niat baik untuk mengembalikan pinjaman beserta kewajibannya lainnya pada saat jatuh tempo.

2) Agent of Development

Sektor dalam perekonomian masyarakat yaitu sektor moneter dan sektor riil tidak dapat dipisahkan. Kedua sektor tersebut berintegrasi saling mempengaruhi satu sama lain. Sektor riil tidak akan dapat berkinerja dengan baik apabila sektor moneter juga tidak bekerja dengan baik. Tugas bank sebagai penghimpun dana dan penyalur dana sangat diperlukan untuk kelancaran kegiatan

      

perekonomian sektor riil, dengan kegiatan bank tersebut memungkinkan masyarakat menanamkan investasi, distribusi, konsumsi, yang selalu berkaitan dengan penggunaan uang. Kelancaran kegiatan investasi, distribusi, konsumsi, ini tidak lain adalah kegiatan pembangunan ekonomi masyarakat.

3) Agent of Services

Di samping melakukan kegiatan menghimpun dana dan menyalurkan dana, bank juga memberikan penawaran jasa-jasa perbankan yang lain kepada masyarakat. Jasa bank ini erat kaitannya dengan kegiatan perekonomian masyarakat secara umum. Jasa-jasa bank ini antara lain dapat berupa pengiriman uang, jasa penitipan barang berharga, jasa pemberian jaminan bank, dan jasa menyelesaikan tagihan.

Adapun fungsi dan tujuan bank tercantum pada Pasal 3 dan 4 Undang Nomor 7 tahun 1992 tentang Perbankan maupun perubahannya Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang perbankan yang mengatakan bahwa :

“Fungsi utama perbankan Indonesia adalah sebagai penghimpun dan penyalur dana masyarakat.”

“Perbankan Indonesia bertujuan menunjang pelaksanaan pembangunan nasional dalam rangka meningkatkan pemerataan, pertumbuhan ekonomi, dan stabilitas nasional kearah peningkatan kesejahteraan rakyat banyak.” Dari fungsi-fungsi bank di atas dapat memberikan penjelasan atau gambaran yang menyeluruh dan lengkap mengenai fungsi bank dalam perekonomian yang terjadi di masyarakat, sehingga bank tidak hanya dapat diartikan sebagai lembaga perantara keuangan atau financial intermediary institution.

Dapat ditegaskan fungsi bank untuk membantu dunia perbankan untuk melaksanakan program yang ditujukan guna mengembangkan sektor-sektor

perekonomian tertentu atau memberikan perhatian yang lebih besar pada koperasi dan pengusaha golongan ekonomi lemah/pengusaha kecil dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak.

Bank mempunyai konsekuensi sebagai lembaga yang bertujuan untuk menjaga dan memelihara perekonomian terutama mengenai nilai rupiah, maka bank mempunyai tugas untuk :14

a. Menetapkan dan melaksanakan kebijakan moneter, bank berwenang untuk : i. Menetapkan sasaran-sasaran moneter dengan memperhatikan sasaran laju

inflasi yang ditetapkan.

ii. Melakukan pengendalian moneter dengan cara-cara tertentu, seperti operasi pasar terbuka di pasar uang, penetapan tingkat diskonto, penetapan cadangan-cadangan wajib minimum, dan pengaturan kredit atau pembiayaan, cara-cara ini pun dapat dilaksanakan berdasarkan prinsip syariah.

b. Mengatur dan menjaga kelancaran sistem pembayaran, bank berwenang untuk :

i. Melaksanakan dan memberikan persetujuan dan izin atas penyelenggaraan jasa dan sistem pembayaran.

ii. Mewajibkan penyelenggaraan jasa sistem pembayaran untuk menyampaikan laporan tentang kegiatannya.

iii. Menetapkan penggunaan alat pembayaran. c. Mengatur dan mengawasi bank.

      

14 Muhammad Djumhana, Hukum Perbankandi Indonesia, Bandung : PT. Citra Aditya

2. Jenis-Jenis Bank Menurut Aspek Hukum Perbankan

Pembagian jenis-jenis bank dapat dikelompokkan menurut fungsinya, kepemilikannya, status, dan cara menentukan harga. Pembagian jenis-jenis bank tersebut dimaksudkan untuk memperjelas ruang lingkup dan batas kegiatan yang dapat diselenggarakan.

Adapun menurut Kasmir dalam bukunya yang berjudul Bank dan Lembaga Keungan Lainnya menjelaskan tentang jenis-jenis bank dapat dibedakan atas :15

a. Dlihat dari segi fungsinya

Dalam ketentuan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan ataupun undang-undang perubahannya, yakni Undang-Undang Nomor 10 tahun 1998 tentang Perbankan, jenis bank dari segi fungsinya terdiri dari :

1) Bank Umum

Pengertian bank umum tercantum pada Pasal 1 angka 3 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan, yaitu :

“Bank Umum adalah bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional dan/atau berdasarkan prinsip syariah yangdalam kegiatannya memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran.”

Bank umum sering disebut dengan bank komersil (commercial bank). Bank yang beroperasional, seperti bank umum kepemilikannya mungkin saja dimiliki oleh negara, swasta asing, swasta nasional, pemilikan campuran, atau milik koperasi. Dalam peraturan yang berlaku bank umum yang bisa menciptakan

      

uang giral. Pada Undang-Undang RI Nomor 10 Tahun 1998 ditetapkan bahwa Bank Pembangunan dan Bank Tabungan berubah fungsinya menjadi Bank Umum.

2) Bank Perkreditan Rakyat (BPR)

Pengertian bank perkreditan rakyat (BPR) tercantum pada Pasal 1 angka 4 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan, yaitu :

“Bank Perkreditan Rakyat adalah bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional atau berdasarkan prinsip syariah yang dalam kegiatannya tidak memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran.”

Kepemilikan bank perkreditan rakyat hanya dimungkinkan dimiliki oleh pihak negara (pemerintah daerah). Bank perkreditan rakyat sesuai dengan Pasal 14 huruf a Undang-Undang Nomor 7 tahun 1992 tentang Perbankan dilarang untuk memberikan jasa simpanan berupa giro dan ikut serta dalam lalu lintas pembayaran. Pada Undang-Undang RI Nomor 10 Tahun 1998 ditetapkan bahwa Bank Desa, Bank Pasar, Lumbung Desa, dan Bank Pegawai berubah fungsinya menjadi Bank Perkreditan Rakyat (BPR).

b. Dilihat dari segi kepemilikannya

Maksudnya adalah siapa saja yang memiliki bank tersebut, berdasarkan kepemilikannya jenis bank terdiri dari :

1) Bank Milik Pemerintah

Bank ini didirikan dan diberi modal oleh pemerintah, sehingga seluruh keuntungan bank ini dimilik oleh pemerintah pula. Contoh bank sejenis ini adalah Bank Negara Indonesia (BNI), Bank Rakyat Indonesia (BRI), Bank Mandiri, dan Bank Tabungan Negara (BTN).

2) Bank Milik Swasta Nasional

Bank jenis ini seluruh atau sebagian besarnya dimiliki oleh swasta nasional serta akte pendiriannya pun didirikan oleh swasta, begitu pula pembagian keuntungannya untuk pihak swasta pula. Contoh bank jenis ini adalah : Bank Lippo, Bank Niaga, dan bank swasta nasional lainnya.

3) Bank Milik Koperasi

Pada bank jenis ini, kepemilikan saham-saham bank dimiliki oleh perusahaan yang berbadan hukum koperasi. Sebagai contohnya adalah Bank Umum Koperasi Indonesia (BUKOPIN).

4) Bank Milik Asing

Bank jenis ini merupakan cabang dari bank yang ada di luar negeri, bank milik swasta asing atau bank milik pemerintah asing. Jelas kepemilikannya dimiliki oleh pihak luar negeri. Contoh bank asing antara lain : ABN AMRO Bank American, Europan Asian Bank Express Bank, Bank of America, Bank of Tokyo, dan bank swasta asing lainnya.

5) Bank Milik Campuran

Pada bank campuran, kepemilikan sahamnya mayoritas dipegang oleh warga negara Indonesia. Contoh bank campuran adalah : Bank Finconesia, Bank UJF Indonesia, Bank Sumitomo Mitsui Indonesia, Bank ANZ Panin, Rabobank Internasional Indonesia, dan bank campuran lainnya.

c. Dlihat dari segi status

Dilihat dari kemampuan bank melayani masyarakat bank umum dibagi menjadi dua jenis, yaitu :

1) Bank Devisa

Bank devisa merupakan bank yang dapat melaksanakan transaksi ke luar negeri atau yang berhubungan dengan mata uang asing secara keseluruhan, misalnya transfer keluar negeri, inkaso keluar negeri, travelers cheque, pembukaan dan pembayaran letter of credit dan transaksi lainnya. Persyaratan untuk menjadi bank devisa ini ditentukan oleh Bank Indonesia.

2) Bank Non devisa

Bank non devisa merupakan bank yang belum mempunyai izin untuk melaksanakan transaksi sebagai bank devisa, sehingga tidak dapat melaksanakan transaksi seperti halnya devisa. Jadi, bank non devisa merupakan kebalikan dari bank devisa, dimana transaksi yang dilakukan masih dalam batas-batas negara.

d. Dilihat dari segi pembagian hasil atau pembayaran bunga

Berdasarkan cara menentukan harga baik harga jual maupun harga beli jenis bank adalah sebagai berikut :

1) Bank Berdasarkan Prinsip Konvensional

Mayoritas bank yang berkembang di Indonesia dewasa ini adalah bank yang berorientasi pada prinsip konvensional. Hal ini tidak terlepas dari sejarah bangsa Indonesia dimana asal mulanya bank di Indonesia dibawa oleh kolonial Belanda.

Dalam mencari keuntungan dan menentukan harga kepada para nasabahnya, bank yang berdasarkan kepada prinsip konvensional menggunakan uang metode yaitu :

a) Menetapkan bunga sebagai harga, baik untuk produk simpanan seperti giro, tabungan maupun deposito. Demikian pula harga untuk produk pinjamannya (kredit) juga ditentukan berdasarkan tingkat suku bunga tertentu. Penentuan harga ini dikenal dengan istilah spread based.

b) Untuk jasa-jasa baik lainnya, pihak perbankan barat menggunakan atau menerapkan berbagai biaya-biaya dalam nominal atau presentase tertentu. Sistem pengenaan biaya ini dikenal dengan istilah fee based.

2) Bank Berdasarkan Prinsip Syariah

Bank yang berdasarkan prinsip syariah belum lama berkembang di Indonesia. Namun di luar negeri terutama negara-negara timur tengah jenis bank ini sudah lama berkembang pesat. Bank yang berdasarkan prinsip syariah dalam penentuan harga produknya sangat berbeda dengan bank yang berdasarkan prinsip konvensional. Bank berdasarkan prinsip syariah adalah aturan perjanjian berdasarkan hukum islam antara bank dengan pihak lain untuk menyimpan dana atau pembiayaan usaha atau kegiatan perbankan lainnya.

Dalam menentukan harga atau mencari keuntungan bagi bank yang berdasarkan prinsip syariah adalah sebagai berikut :

a) Pembiayan berdasarkan prinsip bagi hasil (mudharabah)

b) Pembiayaan berdasarkan prinsip penyertaan modal (musharakah)

c) Prinsip jual beli dengan memperoleh keuntungan (murabahah)

d) Pembayaran barang modal berdasarkan sewa murni tanpa pilihan (ijarah)

e) Atau pembiayaan dengan adanya pilihan pemindahankepemilikan atas barang yang disewa dari pihak bank atau pihak lain (ijahwaraiqtina)

Sumber penentuan harga atau pelaksanaan kegiatan bank prnsip syariah dasar hukumnya adalah Al-qur’an dan Sunnah Rasul. Bank berdasarkan prinsip syariah mengharamkan penggunaan harga produknya dengan bunga tertentu. Bagi bank yang berdasarkan prinsip syariah, bunga adalah riba.

C. Pengertian Perjanjian Kredit Dan Dasar Hukumnya Dalam KUHPerdata Perjanjian kredit merupakan salah satu jenis perjanjian sehingga sebelum membahas secara khusus mengenai perjanjian kredit perlu dibahas secara garis besar tentang tentang ketentuan umum atau ajaran umum hukum perikatan yang terdapat dalam KUHPerdata karena ketentuan umum dalam KUHPerdata tersebut menjadi dasar atau asas umum yang konkrit dalam membuat semua perjanjian apapun. KUHPerdata buku III Bab I s/d Bab IV Pasal 1319 menegaskan :

“Semua perjanjian baik yang mempunyai suatu nama khusus maupun yang tidak dikenal dengan suatu nama khusus maupun yang tidak dikenal dengan suatu nama tertentu, tunduk pada peraturan-peraturan umum yang termuat pada Bab II dan Bab I KUHPerdata.”

Namun dalam perkembangannya jenis-jenis perjanjian dalam KUHPerdata tidak dapat memenuhi kebutuhan kehidupan masyarakat dalam bidang ekonomi dan perdagangan sehingga tumbuh atau muncul berbagai jenis perjanjian bernama yang tidak diatur dalam KUHPerdata seperti perjanjian sewa beli atau leasing, perjanjian distributor, perjanjian kredit, dan lain-lain. Perjanjian bernama diluar KUHPerdata tersebut diatur oleh Pemerintah melalui berbagai keputusan seperti

leasing diatur dengan Menteri Keuangan.16

      

Dalam membuat perjanjian bernama yang telah diatur dalam KUHPerdata atau yang diatur diluar KUHPerdata, maka syarat dan ketentuan dari perjanjian tersebut harus mengacu pada ketentuan umum hukum perikatan.

1. Pengertian Perjanjian

Secara umum yang dikatakan bahwa suatu perjanjian adalah suatu peristiwa dimana seseorang berjanji kepada seorang lain atau dimana dua orang itu saling berjanji untuk melaksanakan suatu hal. Dari peristiwa itu timbullah suatu hubungan yang dinamakan perikatan antara dua orang yang membuatnya. Dalam bentuknya perjanjian itu berupa suatu rangkaian kata-kata yang mengandung janji-janji atau kesanggupan yang diucapkan atau ditulis.17

Perjanjian diatur dalam buku III KUHPerdata tentang Perikatan dikatakan salah satu sumber hukum perikatan bukan hanya perjanjian tetapi masih ada sumber hukum lainnya yaitu undang-undang, yurisprudensi, hukum tertulis dan tidak tertulis, dan ilmu pengetahuan hukum. Pengertian perjanjian dalam buku III KUHPerdata dalam Pasal 1313 KUHPerdata disebutkan:

“Suatu perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih.”

Dalam hukum pejanjian yang didasarkan pada KUHPerdata berlaku suatu asas yang dinamakan asas konsensualisme yang artinya bahwa perjanjian itu sudah sah dan mengikat apabila kedua belah pihak sudah sepakat mengenai hal yang pokok dan tidak dierlukan suatu formalitas.18

      

17 R. Subekti, Hukum Perjanjian, Jakarta : PT. Intermasa, 1985, hal. 13. 

18 Abdulkadir Muhammad, Hukum Perikatan, Bandung : PT. Citra Aditya Bakti, 2002,

Pasal 1233 KUHPerdata yang berbunyi : Tiap-tiap perikatan dilahirkan karena persetujuan atau karena undang-undang. Dari bunyi pasal tersebut secara jelas bahwa sumber hukum perikatan yaitu :19

1) Perjanjian atau persetujuan adalah sumber penting yang melahirkan perikatan karena perjanjian ini yang paling banyak di lakukan di dalam kehidupan masyarakat. Misalnya jual beli, sewa menyewa adalah perjanjian menerbitkan perikatan.

2) Undang-undang sebagai sumber perikatan dibagi dua (1352 KUHPerdata) yaitu :

a) Bersumber pada undang-undang saja misalnya orang tua yang berkewajiban memberikan nafkah adalah perikatan yang lahir dari undang-undang saja.

b) Bersumber pada undang-undang karena perbuatan manusia dibedakan menjadi dua :

i. Perbuatan manusia menurut hukum, misalnya mewakili urusan orang lain Pasal 1354 KUHPerdata (zaakwaarneming).

ii. Perbuatan manusia karena perbuatan melawan hukum (Pasal 1365 KUHPerdata).

Untuk terjadinya perikatan yang bersumber pada undang-undang ini, undang-undang tidak mesyaratkan dipenuhinya syarat sahnya perjanjian sebagaimana diatur dalam Pasal 1320 KUHPerdata karean perikatan yang bersumber pada undang-undang tersebut terlepas dari keinginan dan kesepakatan para pihak.

      

Apabila ingin tercapainya suatu perikatan yang sah harus dipenuhinya syarat sahnya suatu perjanjian yang sebagaimana telah diatur dalam Pasal 1320 KUHPerdata, untuk sahnya suatu perjanjian diperlukan empat syarat :20

1) Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya

Dalam KUHPerdata tidak ada menjelaskan apa pengertian dari sepakat. Secara umum sepakat merupakan bahwa kedua belah pihak yang membuat perjanjian harus benar-benar menyetujui isi perjanjian tersebut. Dalam Pasal 1321 KUHPerdata menyebutkan :

“Tiada sepakat yang sah apabila sepakat itu diberikan karena kekhilafan atau diperolehnya dengan paksaan atau penipuan.”

Kekhilafan terjadi apabila mengenai hakikat barang yang menjadi pokok

Dokumen terkait