• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.2 Tipe Banjir

Menurut ahli hidrologi, banjir di Indonesia dibagi menjadi tiga jenis, yaitu a. Banjir luapan

Biasanya terjadi akibat dari sungai tidak mampu lagi menampung aliran air yang ada di sungai itu akibat debit aimya sudah melebihi kapasitas. Jika terjadi, luapan air akan mencari tempat lain dimana tempat itu ada dikanan kiri sungai yang biasanya merupakan daerah dataran banjir luapan air ini bisa juga terjadi akibat kiriman, bila curah hujan tinggi di hulu sungai dan sistem DAS dari sungai itu rusak maka luapan aimya akan terjadi di hilir sungai.

b. Banjir lokal

Banjir ini merupakan banjir yang terjadi akibat air yang berlebihan ditempat itu dan meluap juga ditempat itu. Pada saat curah hujan tinggi di lokasi setempat dimana kondisi tanah di lokasi itu sulit dalam melakukan penyerapan air (bisa karena padat, bisa juga karena kondisinya lembab, dan bisa juga karena daerah resapan airnya sedikit) maka kemungkinan terjadinya banjir lokal akan sangat tinggi.

c. Banjir akibat pasang surut air laut

Saat air pasang, ketinggian muka air laut akan meningkat, otomatis aliran air di bagian muara sungai akan lebih lambat dibandingkan bila saat laut surut. Selain melambat, bila aliran air sungai sudah melebihi kapasitasnya (ditempat yang datar atau cekungan) maka air itupun akan menyebar ke segala arah dan terjadilah banjir.

viii 2.3 PenyebabTerjadinya Banjir

Banyak faktor yang bisa menjadi penyebab banjir, misalnya, curah hujan yang tinggi, kapasitas alur sungai yang tidak mencukupi, adanya endapan sedimen (delta) di muara sungai, atau karena daerah banjir yang memang merupakan daerah dataran rendah, dan lain lain. Untuk mengatasi permasalahan banjir yang sesungguhnya perlu diketahui secara pasti faktor-faktor yang menjadi penyebab terjadinya banjir. Dengan demikian, upaya pengendalian banjir pada suatu wilayah bisa berbeda dengan wilayah yang lain.

Beberapa penyebab utama terjadinya banjir antara lain adalah:

1. Pendangkalan/Agradasi Dasar Sungai (Sedimentasi)

Kebiasaan penduduk membuang sampah ke sungai membawa sedimen dalam jumlah yang banyak dari hulunya sampai ke muara. Di daerah muara, kemiringan dasar sungai menjadi relatif datar akibat endapan sampah, pasir dan material-material yang lain, sehingga kapasitas tampungan sungainya menjadi berkurang.

Di penambangan pasir di sungai-sangat besar sehingga di beberapa tempat degradasi dasar sungai banyak di jumpai. Namun di sisi lain, permasalahan sedimentasi juga banyak terjadi, terutama pada sungai-sungai di bagian hilir.

2. Meluapnya Aliran Sungai melalui Tanggul

Di daerah pantai/muara, meluapnya air sungai dari tanggul yang ada sering terjadi selama musim penghujan. Meluapnya aliran sungai ini mengakibatkan tergenanginya daerah-daerah yang relatif datar dan lahan-lahan pertanian di sekitarnya. Penyebab meluapnya aliran sungai ini sangat banyak, tetapi yang paling besar kontribusinya adalah sebagai berikut ini:

a. kemiringan sungai yang relatif datar.

b. adanya sedimentasi/pendangkalan sungai,

c. bertambahnya debit sungai dan material sedimen yang terbawa akibat terjadinya perubahan kondisi di hilir.

Tanggul-tanggul yang telah dibangun di sebagian besar sungai tidak cukup tinggi untuk menampung debit banjir yang terjadi. Selain itu kondisi tanggul yang buruk karena tidak memadainya pemeliharaan tanggul yang dilakukan. Tanggul-tanggul sungai di hulu memang dapat mengurangi banjir-banjir yang terjadi di daerah

ix

hulu, akan tetapi, di sisi lain justru dapat menyebabkan bertambahnya luasnya area yang terkena banjir di daerah hilir.

3. Kondisi Saluran Drainase yang Kurang Baik

Beberapa permasalahan yang menjadi penyebab drainase yang tidak lancar sebagai berikut ini:

a. tidak berfungsinya pintu-pintu air sebagaimana mestinya,

b. kapasitas tampungan yang tidak memadai dari saluran drainase dan sungai-sungai. Beberapa dari sungai-sungai digunakan untuk lahan pertanian,

c. lahan pertanian produktif selalu berada di depresion area di titik terendah dari dataran pantai (tidak terlalu jauh dari muara), lokasi ini umumnya terendam banjir selama terjadi hujan lokal dan tingginya muka air selama rnusim hujan.

4. Efek dari Backwater pada Daerah-Daerah Penyempitan dan Elevasi Hilir Sungai yang Lebih Tinggi Penyempitan pada sungai bisa disebabkan oleh tertutupnya muara sungai pada awal musim hujan dan karena penyempitan pada jembatan dan bangunan-bangunan struktur lainnya. Penyempitan ini bisa menyebabkan banjir di hulu karena dampak dari backwater. Backwater juga bisa terjadi pada pertemuan antara anak sungai dan sungai utamanya. Naiknya muka air dapat menyebabkan meluapnya aliran sungai dan menggenangi lahan pertanian disekitarnya. Yang perlu diperhatikan adalah bahwa akibat dari backwater dapat memperpanjang besarnya jarak penyempitan di hulu. Misalkan, penutupan muara sungai dapat memperpanjang aliran di beberapa anak sungai di daerah dataran banjir.

5. Kurang Berfungsinya Pintu Pengendali Banjir pada Sungai

Pintu air sangat sering tidak bisa berfungsi sebagaimana mestinya karena tertutup oleh tanaman atau endapan pasir. Masalah ini lebih sering terjadi pada pintu air otomatis, karena operasionalnya secara otomatis maka pengamatan/pemeliharaan di lapangan jarang dilakukan.

x a. Faktor Alami

Pada dasarnya banjir itu disebabkan oleh luapan aliran air yang terjadi pada saluran atau sungai. Bisa terjadi dimana saja, ditempat yang tinggi maupun tempat yang rendah. Pada saat air jatuh kepermukaan bumi dalam bentuk hujan (presipitasi), maka air itu akan mengalir ketempat yang lebih rendah melalui saluran-saluran atau sungai-sungai dalam bentuk aliran permukaan (run off) sebagian akan masuk/meresap kedalam tanah (infiltrasi) dan sebagiannya lagi akan menguap keudara (evapotranspirasi).

Sebenamya banjir merupakan peristiwa yang alami pada daerah dataran banjir.

Karena dataran banjir terbentuk akibat dari peristiwa banjir. Dataran banjir merupakan daerah yang terbentuk akibat dari sedimentasi (pengendapan) banjir.

Saat banjir terjadi, tidak hanya air yang di bawa tapi juga tanah-tanah yang berasal dari hilir aliran sungai. Dataran banjir biasanya terbentuk di daerah pertemuan-pertemuan sungai. Akibat dari peristiwa sedimentasi ini, dataran banjir merupakan daerah yang subur bagi pertanian, mempunyai air tanah yang dangkal sehingga cocok sekali bagi pemukiman dan perkotaan.

b. Faktor perubahan Faktor perubahan ada dua, yaitu:

1. Perubahan lingkungan 1) Perubahan iklim,

Perubahan iklim menyebabkan pola hujan berubah dimana saat ini hujan yang terjadi mempunyai waktu yang pendek tetapi intensitasnya tinggi. Akibat keadaan ini saluran-saluran yang ada tidak mampu lagi menampung besarnya aliran permukaan dan tanah cepat mengalami penjenuhan.

2) Perubahan tata ruang

Perubahan penggunaan lahan sangat berpengaruh terhadap peningkatan debit sungai. Perubahan penggunaan lahan dan otomatis juga terjadi perubahan tutupan lahan (vegetasi) yang menyebabkan semakin tingginya aliran permukaan. Aliran permukaan terjadi apabila curah hujan telah melampaui laju infiltrasi tanah.

Vegetasi sebagai pengatur tata air dimana pada saat hujan tanaman membatu

xi

proses infiltrasi sehingga air disimpan sebagai air bawah tanah dan dikeluarkan saat musim kemarau.

3) Perubahan geomorfologi dan geologi

Saat terjadi perubahan penggunaan lahan dari hutan menjadi tegalan, maka kemungkinan erosi akan semakin tinggi. Akibat dari erosi ini tanah menjadi padat, proses infiltrasi terganggu, banyak lapisan atas tanah yang hilang dan terangkut ke tempat-tempat yang lebih rendah. Tanah yang hilang dan terangkut inilah yang menjadi sedimentasi yang dapat mendangkalkan waduk, bendungan dan sungai.

Setelah terjadi hal seperti itu, kapasitas daya tampung dari saluran irigasi tersebut menjadi lebih kecil yang akhirnya dapat menyebabkan banjir walaupun dalam kondisi curah hujan normal. Kerusakan tanah akibat terjadinya erosi dapat menyebabkan bahaya banjir pada musim hujan, pendangkalan sungai atau waduk2 serta makin meluasnya lahan-lahan kritis.

2. Perubahan dari masyarakat itu sendiri, Kebiasaan buruk masyarakat membuang sampah di sungai serta saluran air atau selokan, juga ikut menjadi pemicu terjadinya banjir.

xii BAB III

IDENTIFIKASI WILAYAH BANJIR

3.1 Kota Denpasar

3.1.1 Karakteristik Lingkungan Fisik Kota Denpasar a. Kondisi Lingkungan Geografi

Kota Denpasar terletak di tengah-tengah dari Pulau Bali, selain merupakan Ibukota Daerah Tingkat II, juga merupakan Ibukota Propinsi Bali sekaligus sebagai pusat pemerintahan, pendidikan, perekonomian. Letak yang sangat strategis ini sangatlah menguntungkan, baik dari segi ekonomis maupun dari kepariwisataan karena merupakan titik sentral berbagai kegiatan sekaligus sebagai penghubung dengan kabupaten lainnya. Kota Denpasar terletak diantara 08° 35"

31'-08° 44n 49' lintang selatan dan 115° 10" 23' 115° 16" 27' Bujur timur, yang berbatasan dengan: di sebelah Utara Kabupaten Badung, di sebelah Timur Kabupaten Gianyar, di sebelah Selatan Selat Badung dan di sebelah Barat Kabupaten Badung.

b. Kondisi Topografi

Ditinjau dari Topografi keadaan medan Kota Denpasar secara umum miring kearah selatan dengan ketinggian berkisar antara 0-75m diatas permukaan laut.

Morfologi landai dengan kemiringan lahan sebagian besar berkisar antara 0-5%

namun dibagian tepi kemiringannya bisa mencapai 15%.

c. Iklim dan Curah Hujan o Iklim

Kota Denpasar termasuk daerah beriklim tropis yang dipengaruhi angin musim sehingga memiliki musim kemarau dengan angin timur (Juni- Desember) dan musim Hujan dengan angin barat (September-Maret) dan diselingi oleh musim Pancaroba. Suhu rata-rata berkisar antara 25,1 ° C-29,0° C dengan suhu maksimum jatuh pada bulan Nopember, sedangkan suhu minimum pada bulan Juli. Jumlah Curah Hujan tahun 2006 di Kota Denpasar berkisar 1.0-466.0 mm dan rata-rata 119,4 mm. Bulan basah (Curah Hujan >100 mm/bl) selama 4 bulan dari bulan Januari s/d April. Sedangkan bulan kering (Curah Hujan <100 mm/bl

xiii

selama 8 bulanjatuh pada bulan Mei sampai Desember. Curah Hujan tertinggi terjadi pada pada bulan Januari (466.0 mm) dan terendah terjadi pada bulan September (1.0 mm).

o Curah Hujan

Jumlah curah hujan tahun 2006 di Kota Denpasar 1.433 mm, dengan curah hujan berkisar antara 1.0-466.0 mm dan rata-rata 119,4 mm. Bulan basah (curah hujan >

100 mm/bl) selama 4 bulan yang jatuh pada bulan Januari s/d April. Bulan kering (curah hujan < 100 mm/bl) selama 8 bulan dari bulan Mei sampai Desember.

Curah hujan tertinggi terjadi pada bulan Januari (466 mm) dan terendah terjadi pada bulan September (1.0 mm). Jumlah hujan tahun 2005 adalah 1.819 mm, sedangkan tahun 2006 sebanyak 1.433 mm, menurun 36,8%. Ini berarti kondisinya lebih kering dari tahun 2005.

d. Kondisi Geohidrologi

1. Air Tanah dan Air Sungai

Pemanfaatan air bawah tanah yang meningkat dan tahun ke tahun lambat laun akan menyebabkan penurunan muka air bawah tanah, penurunan mutu air tanah, penyusupan air laut di daerah pantai dan juga terjadinya amblesan tanah.

Pencemaran air tanah atau penurunan kualitas air tanah yang terjadi pada suatu daerah berhubungan erat dengan tingkat kepadatan penduduk di daerah tersebut, sebab semakin banyak jumlah penduduk maka limbah yang dibuang ke lingkungan akan semakin besar.

Kecenderungan eksploitasi air tanah di Kota Denpasar terus terjadi, terbatasnya sumber air bersih mengakibatkan pemakaian air bawah tanah melalui sumur bor meningkat pesat dan menjadi tren masyarakat. Sementara sumur gali (dangkal) di sebagian besar wilayah Kota Denpasar sudah tidak layak sebagai bahan baku air minum, namun sebagian masyarakat masih mengandalkan sumur gali untuk pemenuhan air sehah-harinya.

2. Sumber Daya Air

Air bersih merupakan salah satu kebutuhan hidup esensial manusia. Di Kota Denpasar, air bersih bersumber dari air permukaan yang berasal dari sungai atau mata air dan air tanah. Potensi air permukaan dari semua Daerah Aliran Sungai

xiv

(DAS) yang ada di Kota Denpasar adalah 160,2 juta m /tahun. Sementara potensi air tanahnya ,sebesar 9.2 juta m3/tahun. Potensi air permukaan di Kota Denpasar dari bulan ke bulan tidaklah sama. Hal ini berhubungan erat dengan keadaan musim. Pada musim hujan potensi air permukaan akan meningkat sebaliknya pada musim kemarau terjadi penurunan. Bulan Juli dan Agustus merupakan bulan dengan potensi air permukaan paling kecil. Sebaiiknya bulan Desember dan Januari adalah bulan dengan potensi paling besar.

Produksi air bersih yang dapat dihasilkan oleh PDAM Kota Denpasar pada tahun 2007 sebesar 35.397.760 m3/tahun. Sebanyak 10.861.011 m3/tahun {30, 68%) bersumber dari air bawah tanah berupa sumur bor 22.821.159 (64.47%) berasal dari IPA diantaranya 15.775.547 m3/tahun (30.68%) bersumber dari IPA Avung III Belesung. 5.230.288 m3/tahun bawah tanah berupa sumur bor, 22.821.159 (64.47%) berasal dari IPA diantaranya 15.775.547 m3/tahun (30.68%) bersumber dari IPA Ayung III Belesung, 5.230.288 mr/tahun (14.78%) berasal dari IPA Waribang, dan 1.815.324 m3/tahun (5,13%) bersumber dari IPA Paket Ayung III Belssung. Sementara pembelian dari PDAM lain sebanyak 1.715.590 m3/tahun (4.85%), masing-masing dibeli dari PDAM Badung sebanyak 926.248 m3/tahun (2,62%), dari PAM PTTB sebesar 692.747 m3/tahun (1,96%), dan dari PDAM Gianyar sebanyak 96.595 m3/tahun(0,27%). (Sumber:PDAM Kota Denpasar, 2009)

e. Tata Guna Lahan 1. Penggunaan Lahan

Penggunaan lahan Kota Denpasar didominasi oleh permukiman. Dari 12.778 ha luas total Kota Denpasar, penggunaan lahan untuk permukiman adalah 7.831 ha atau 61,29%. Diikuti oleh sawah dengan luas 2.717 ha (21,26%), hutan negara seluas 538 ha (4,21%), Tegalan 396 ha (3,10%), hutan rakyat 75 ha (0,59%), perkebunan 35 ha ( 0,27%), tambak dan kolam 10 ha (0,08%), dan sisanya seluas 1.176 ha (9,20%) termasuk penggunaan lahanya seperti rumput, pasir. rawa, dan tanah kosong.

xv

PETA PENGGUNAAN LAHAN KOTA DENPASAR

Gambar. Peta Penggunaan Tanah Kota Denpasar

Pemukiman yang merupakan penggunaan lahan terluas di Kota Denpasar terdistribusi paling luas di Kecamatan Denpasar Selatan seluas 2.591 ha atau 33,08% dari luas seluruh permukiman di Kota Denpasar atau 20,28% dari luas total Kota Denpasar, kemudian diikuti oleh Kecamatan Denpasar Utara 2.189 ha (27.95% dari luas permukiman yang ada atau 17,13% dari luas Kota Denpasar).

Kecamatan Denpasar Barat 1.834 (23,42% dari total luas permukiman atau 14,35% dari luas Kota Denpasar), dan luasan permukiman terkecil terdapat di Kecamatan Denpasar Timur seluas 1.217 ha (15,54% dari luas permukiman atau 9.53% dari luas Kota Denpasar). Sawah merupakan penggunaan lahan terluas kedua setelah permukiman. Denpasar Selatan merupakan Kecamatan dengan luasan sawah terbesar, yaitu 935 ha (34,41% dari luas keseluruhan sawah di Kota Denpasar). Kemudian diikuti oleh Kecamatan Denpasar utara seluas 772 ha

xvi

(28,41%), Kecamatan Denpasar Timur 726 ha (26;72%), dan Kecamatan Denpasar Barat 284 ha (10,45%).

2. Perubahan Penggunaan Lahan.

Dari 8 jenis penggunaan lahan yang ada di Kota Denpasar, penggunaan lahan sawah dan permukiman merupakan 2 penggunaan lahan yang selalu mengalami perubahan setiap tahun. Sementara penggunaan lahan yang lain tidak selalu mengalami perubahan dan perubahan yang terjadipun tidak terlalu signifikan.

Penggunaan lahan sawah dan tahun ke tahun mengalami pengurangan, sedangkan permukiman terus mengalami peningkatan. Perubahan luasan sawah dan permukiman dari tahun 2001 sampai tahun 2007 selalu mengalami fluktuasi (Gambar 5.6.). Penurunan jumlah sawah dan peningkatan jumlah permukiman paling drastis terjadi dari tahun peralihan tahun 2001 dan 2002. Pada kisaran waktu tersebut terjadi penurunan luas sawah sebesar 149 ha atau 4,92%.

Sementara luas permukiman meningkat sebesar 293 ha atau 3,98%. Perubahan luas sawah dan permukiman yang cukup signifikan juga terjadi pada kisaran tahun 2005 dan 2006. Luas sawah pada selang waktu tersebut mengalami penurunan sebanyak 51 ha (1,84%), sedangkan permukiman bertambah sebesar 117 ha ( 1,52% ). Sementara pada selang waktu 2002/2003. 2003/2004, 2004/2005, dan 2006/2007. penurunan luas sawah per tahun masing-masing 26 ha (0,90%), 42 ha (1.47%), 46 ha (l,63%), dan 10 ha (0.37%). sedangkan peningkatan luas permukiman per tahun pada kurun waktu yang sama berturut-turut 17 ha (0.22%).

11 ha (0,14%). 35 ha (0,46%). dan 16 ha (0,20%). Pesatnya pembangunan di berbagai bidang dan semakin bertambahnya jumlah penduduk Kota Denpasar dari tahun ke tahun menyebabkan semakin banyak kebutuhan lahan baik untuk kebutuhan pembangunan di berbagai sektor maupun untuk tempat tinggal. Oleh karena itu, terjadi perebutan penggunaan lahan terutama di sektor pertanian dan non pertanian. Atas dasar pertimbangan ekonomi atau finansial, banyak lahan-lahan pertanian dikonversi menjadi penggunaan non pertanian (permukiman, perkantoran, dan sarana lainnya) Penurunan luas lahan pertanian khususnya sawah menjadi penggunaan non pertanian seperti pemukiman tentu akan menimbulkan berbagai konsekuensi ekologis, diantaranya menurunnya ruang

xvii saluran, 65% baik dan 35% buruk. Daerah genangan dan banjir di Kota Denpasar dibagi dalam lima wilayah utama yaitu:

1. Sistem I Drainase Tukad Badung dan Sekitarnya 2. Sistem II Drainase Tukad Ayung dan Sekitarnya 3. Sistem III Drainase Tukad Mati dan Sekitarnya

4. Sistem IV Drainase Niti Mandala Renon dan Sekitarnya 5. Sistem V Drainase Pemogan dan Sekitarnya

Genangan terparah terjadi pada wilayah Sistem III Drainase Tukad Mati dan Sekitarnya, tepatnya di daerah perumahan Monang Maning, yang mencapai kedalaman genangan 1,00 m. Penyebabnya, dimensi saluran drainase yang ada terlalu kecil (30 x 30 cm) dan terlalu banyak sedimen di dalam saluran.

3.1.2 Banjir di Kota Denpasar

Dilihat dari segi faktor penyebab banjir. Kota Denpasar mempunyai potensi banjir yang tinggi_ Hal ini disebabkan karena topografi Kota Denpasar termasuk datar sampai landai. kondisi penutup lanah yang kedap air karena banyaknya ruang yang terbangun. curah hujan yang cukup tinggi {±1800 mm pertahun). dan attitude yang rendah. Kondisi ini yang menyebabkan kenapa Kota Denpasar akhir-akhir ini sering terjadi banjir.

Banjir di Kota Denpasar terutama terjadi pada saat puncak musim hujan, yaitu bulan Desember, Januari dan Pebruari. Secara spasial sebaran daerah yang berpotensi terhadap bahaya banjir disajikan pada Gambar di bawah ini.

xviii

Data dari Dinas Pekerjaan Umum Kota Denpasar menunjukkan ada beberapa genangan pada musim hujan. diantaranya JI. Gatsu IV (seluas 1.50 ha). Jl. Sari Gading. dan JI. Ratna (6.25 ha). Jl Suli dan Jl. Kamboja (2.70 ha). JL Gatsu Timur (0.75 ha). JL Gumitir (3. 50 ha). JI. Cargo Ubung (5.00 ha). JI. Buluh Indah (3.50 ha). JL Gunung Agung (3.50 ha). Lingkungan Desa Tegal Kerta dan Tegal Harum (40.00 ha). JL Demak dan Jl. Kertapura (44.00 ha). Lingkungan Br.

Ablam Timbul (5.20 ha).

Jl Waturenggong (3.50 ha). Jl. Tukad Yeh Penet (4.00 ha). Jl Bedugul dan Jl Dewata (3.50 ha), Lingkungan Pemuklman Bumi Ayu Sanur (35.00 ha). Jl By Pass Ngurah Rai (1.50 ha). Jl. Pulau Seram. Jl Pulau Tarakan. dan Jl. Pulau Buton (12 ha), Jl Satelit dan JI. Pulau Serangan (65. 00 ha). Lingkungan Kantor BPTP Pedungan (32.00 ha). Lingkungan Gria Anyar Pemogan (0.25 ha). Jl Sunia Negara sampai JL Pemogan (0.75), dan Jl. By Pass Ngurah Rai dan Pertokoan Mebel (0,20 ha).

xix

Faktor utama penyebab terjadinya banjir di Kota Denpasar adalah pennukaan tanah yang sebagian besar merupakan daerah terbangun dan rendahnya daerah resapan air hujan. Air hujan yang jatuh pada permukaan yang kedap air menyebabkan tidak adanya air hujan yang masuk ke dalam tanah melalui proses infiltrasi, melainkan langsung menuju ke tempat yang lebih rendah dan saluran -saluran pembuangan air. Banyaknya volume limpasan permukaan air hujan tanpa didukung oleh adanya saluran drainase yang memadai ditambah lagi dengan adanya kebiasaan buruk masyarakat dengan membuang sampah ke saluran-saluran pembuangan air menyebabkan peluang terjadinya banjir menjadi semakin tinggi.

Langkah-langkah yang dilakukan pemerintah dalam penanggulangan banjir adalah perbaikan dan pemeliharaan saluran drainase seperti perbaikan got dan tanggul-tanggul sungai, pemasangan jaring penangkap sampah di beberapa sungai, pelarangan terhadap pembuangan sampah ke saluran air, dan pelarangan pembuatan bangunan di sempadan-sempadan sungai. Masalah banjir sebenamya adalah masalah lintas sektor dan lintas daerah sehingga diperlukan adanya kerjasama yang baik, sistematis dan berkesinambungan antar dinas yang terkait dan antar pemerintah kabupaten/kota.

Musim Penghujan di penghujung tahun 2008 ini akan mencapai puncaknya pada awal tahun 2009. Secara klimatologis, puncak hujan terjadi pada bulan Januari-Februari. Demikian dijelaskan oleh Kepala Subbidang Pelayanan Jasa Balai Besar Meteorologi dan Geofisika Wilayah III Denpasar I Nyoman Suarsa,S.P.

Dijelaskan bahwa, pada awal tahun 2009 intensitas curah hujan cenderung lebih tinggi dibandingkan bulan-bulan sebelumnya. Sementara tentang prospek curah hujan untuk wilayah Denpasar dan sekitarnya pada periode Oktober-Desember 2008 berada pada kondisi normal dengan kisaran intensitas 84-114 mm. Tiap bulan cenderung memperlihatkan peningkatan intensitas curah hujan. Terkait dengan curah hujan yang menyebabkan Kota Denpasar kebanjiran akhir-akhir ini, menurut Suarsa, sepenuhnya masih berada dalam batas normal.

Hujan lebat yang mengguyur Denpasar, Badung dan Gianyar, pada awal bulan Oktober 2008 menjadikan tiga kabupaten itu kebanjiran. Banjir terparah terjadi di

xx

Denpasar. Puluhan mas jalan tergenang air. Diantaranya di Jalan Batukaru, Gunung Agung, dan Cokroaminoto.

Kemacetan paling parah terjadi di sepanjang Jalan Gatot Subroto. Puluhan mobil mogok. Bahkan, di perempatan Jalan Gatot Subroto-Nangka terjadi kemacetan yang sangat parah, akibat banyak mobil yang mogok. Kemacetan juga terjadi di Wangaya. Di sepanjang jalur itu terdapat belasan mobil dan sepeda motor mogok.

Selain di belasan mas jalan, banjir juga melanda sejumlah perumahan. Sehingga menyebabkan sejumlah penghuni rumah telah mengungsi karena air telah masuk ke kamar.

Sementara itu, di Gianyar hujan mengguyur sejak pagi. Di Sejumlah kawasan terjadi banjir dan tanah longsor. Di Sukawati, banjir terparah terjadi di Desa Batuan (sebelah selatan SMAN 1 Sukawati). Saluran Sungai yang tersumbat membuat air meluber ke jalan.

3.2 Wilayah Monang Maning Denpasar Barat

3.2.1 Karakteristik Lingkungan Fisik Wilayah Monang Maning Denpasar Barat

a. Kondisi Lingkungan Geografi

Monang- maning terletak di wilayah barat kota Denpasar tepatnya di kecamatan Denpasar Barat, yang berbatasan dengan: di sebelah Utara kawasan Gunung Agung, di sebelah Timur Pusat Kota, di sebelah Selatan Tegal Hamm dan di sebelah Barat Padang Sambian.

xxi

Gambar 2.a Peta Wilayah Denpasar Barat

Garnbar 2. b Peta Wilayah Monang Maning

b. Kondisi Topografi

Ditinjau dari Topografi keadaan medan monang - maning secara umum Datar, dan dengan kemiringan yang sangat kecil ke arah selatan bila ditinjau dari muka air laut, dibandingkan dengan kemiringan arah Utara-Selatan, kemiringan Timur Barat ini relatif lebih kecil pada daerah hulu terutama di sekitar pinggir sungai.

xxii

Elevasi antara Barat ke Timur berkisar +50 m di atas permukaan laut di Kecamatan Denpasar Barat dan +5 - + 10 m di atas permukaan laut di Kelurahan Sanur dan Kelurahan Sanur Kauh.

Gambar 2.c Peta Wilayah Monang Maning

Untuk Topografi wilayah Denpasar Barat sendiri dapat dilihat pada tabel di

Untuk Topografi wilayah Denpasar Barat sendiri dapat dilihat pada tabel di

Dokumen terkait