• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II ANALISIS TOKOH DAN PENOKOHAN NOVEL REALITA

2.2 Tokoh Antagonis

Tokoh antagonis adalah tokoh yang bertentangan dengan tokoh protagonis. Tokoh utama antagonis dalam novel ini adalah ayah Ipang dan Pak Margo karena kedua tokoh ini yang menjadi penyebab munculnya konflik baik secara langsung maupun tak langsung, bersifat fisik maupun batin.

2.2.1 Ayah Ipang

Tokoh utama antagonisnya adalah ayah Ipang karena ia mengalami konflik dengan Ipang. Ayah Ipang merupakan dosen dari salah satu universitas ternama di Jakarta. Baginya masalah pendidikan adalah hal yang sangat penting untuk diperhatikan. Oleh karena itulah ia sangat keras mendidik Ipang agar menjadi anak yang berprestasi di sekolahnya. Namun tanpa disengaja ia justru menekan Ipang dengan ambisinya tersebut. Ipang berontak dan hidup sesukanya, tak lagi perduli pada ambisi ayahnya. Konflik pun muncul, sikap Ipang yang memberontak menyebabkan kemarahan ayahnya memuncak dan terbongkarlah

identitas dirinya yang sebenarnya yaitu bahwa Ipang bukanlah anak kandung kedua orang tuanya.

(19) “Tapi kenapa Papa gak bisa cocok sama Ipang? Aneh sekali, menurutku seharusnya Papa sebagai seorang pendidik bisa melakukan pendekatan yang berbeda pada Ipang.”

“ Karena kamu terlalu memanjakannya, Ma!”

“ Tidak. Itu lebih karena Papa terlalu keras pada Ipang!”

“ Terserah apa katamu, Ma. Aku tetap akan mengatakan kebenaran tentang Ipang pada dia…”

“ Pa!”

“ Kebenaran itu mungkin bisa mengubahnya, memberinya pelajaran berharga agar lebih bersyukur dan tidak menyia-nyiakan hidupnya dengan main band!”

“ Tidak! Aku tidak setuju. Aku tidak setuju Papa mengatakannyadengan cara dan dalam situasi seperti ini! Kita harus mencari waktu yang tepat dan kondisi yang memungkinkan bagi Ipang.”

“ Apa gunanya? Toh kita memang harus mengatakan padanya bahwa dia sebenarnya anak adopsi!”

“ Pa!”

“ Itu kenyataan, Ma.”

“ Aku tahu, tapi tidak harus menjadikannya sebagai kenyataan yang menyakitkan hati Ipang!”

Ipang terbengong-bengong mendengar terbongkarnya rahasia yang tak pernah diduganya sedikit pun (Gunawan,2006: 88-89).

Berikut penokohan tokoh ayah Ipang. Ayah Ipang adalah seorang dosen salah satu universitas terkemuka di Jakarta. Penggambarannya secara fisik tidak dijelaskan pengarang, pengarang lebih menonjolkan pada watak tokohnya. Ayah Ipang digambarkan sebagai tokoh yang memiliki sifat keras cenderung ke arah egois. Inilah pada akhirnya membentuk karakter Ipang menjadi anak muda yang nakal dan pemberontak.

(20) “ Kamu sekolah asal! Kamu selalu bikin onar di sekolah! Itu namanya bukan sekolah! Papa nggak mau punya anak pengacau di sekolah. Papamu ini dosen, Pang! Dosen! Kamu seharusnya jadi anak pintar di sekolahan!” (Gunawan, 2006: 65).

(21) “ Aku tidak emosi, Ma. Aku berpikir dengan jernih dan tidak perlu kamu ragukan kejernihan pikiranku.”

“ Aku tidak meragukan kejernihan pikiranmu Pa, aku meragukan kejernihan perasaanmu.”

“O, jadi Mama meragukan kejernihan perasaanku? Apa perasaanku salah kalau marah ngeliat Ipang sekolah nggak bener? Apa perasaanku salah kalau mencemaskan masa depan anak kesayanganmu? Apa perasaanku salah kalau aku ingin dia pinter dan berprestasi?”

“ Itu bukan perasaan. Itu keinginanmu. Itu gagasan dan harapan-harapanmu pada anak itu, Pa. Itu perasaan yang muncul dari keinginan, gagasan, dan harapan-harapanmu. Itu bukan perasaan yang kumaksud.” (Gunawan, 2006: 88).

(22) “ Oo, jadi gitu, Pa? Ipang Cuma seorang pengacau di mata Papa?! Emang Papa pernah nyoba ngertiin saya? Pernah mikirin perasaan saya? Gak pernah! Papa hanya mikirin diri sendiri! Papa malu kalau Ipang bodoh dan jadi pengacau di sekolahan hanya karena Papa dosen! Itu namanya egois!” (Gunawan, 2006: 65).

Namun sebenarnya ia juga digambarkan sebagai tokoh yang jujur dan kuat pada prinsip. Hal ini dapat kita lihat dari penilaian Ipang terhadap ayahnya berikut ini.

(23) Itulah yang gue hormati dari Bokap. Kejujurannya, Bro! Gue tahu gak gampang sekarang ini nyari orang jujur yang milih hidup sederhana

padahal didepannya peluang to be rich tinggal disamber (Gunawan, 2006: 73).

Hanya saja ia tidak peduli dengan pilihan dan keinginan anaknya, Ipang. Sebagai seorang pendidik, ia malu kalau anaknya tidak berprestasi didunia pendidikan. Pemberontakan Ipang jelas mencoreng nama baiknya, tak hanya kecewa tapi ia juga marah. Ayah Ipang ini adalah orang yang mementingkan nama baik. Ia kesal pada Ipang yang selalu nakal dan tidak berprestasi di sekolah sebab hal ini dapat merusak nama baiknya sebagai seorang dosen. Namun ia tak pernah memikirkan apa faktor yang menyebabkan Ipang tumbuh menjadi anak yang pemberontak seperti itu, ia hanya peduli pada obsesi dan gengsinya sebagai seorang dosen.

2.2.2 Pak Margo

Tokoh antagonis yang terakhir adalah Pak Margo (ayahnya Nugie) karena ia mengalami konflik dengan tokoh lain yaitu Nugie. Pak Margo adalah seorang transeksual atau yang lebih dikenal dengan sebutan waria. Bertahun-tahun ia menyembunyikan identitasnya dari Nugie, akhirnya setelah merasa ada waktu yang tepat, dengan jujur ia mengakui bahwa dirinya adalah ayah kandung Nugie. Hal ini menyebabkan adanya konflik batin dalam diri Nugie.

(24) “ Kamu kelas berapa sekarang?”

“ Dua SMA. Tante sebenaranya siapa? Saya ingin segera ketemu ayah saya.”

“…Sayalah ayah kamu, Nugie….”

“ Haaaahhh?!! Tidaaakk!! Gak mungkin. Kamu bukan ayah saya! Kamu perempuan! Gakk mungkiinnn!!”(Gunawan,2006: 136).

Penokohan tokoh Pak Margo digambarkan sebagai waria. Secara fisik ia berpenampilan perempuan, bertubuh besar dan kekar. Namun sebenarnya ia juga termasuk orang yang lembut dan gemulai terutama saat ia sedang melakukan hobinya yaitu menari salsa.

(25) Badannya lebih kekar dibanding tante-tante lain yang lagi latian salsa. Gerakannya sih sama. Lembut dan halus, gemulai kayak penyanyi dangdut!(Gunawan, 2006: 134).

Pak Margo adalah ayah Nugie. Dulu ia sempat menjadi seorang atlet nasional karate sebelum berhenti dan memilih jalan hidupnya menjadi seorang waria (Gunawan, 2006: 150). Pak Margo pergi meninggalkan Sinta dan Nugie sejak Nugie masih kecil. Perpisahannya dengan Sinta bukanlah disebabkan oleh orang ketiga seperti kasus-kasus perceraian rumah tangga pada umumnya, tetapi disebabkan karena adanya perbedaan prinsip dan pola hidup menyimpang yang dilakukan oleh Pak Margo (Gunawan, 2006: 53). Perubahan dan kejujuran Pak

Margo untuk menjadi seorang transeksual sangat dihargai oleh mantan istrinya, Sinta. Meskipun seorang transeksual atau waria belum dapat diterima dalam masyarakat kita, tetapi ia tetap memilih menjadi dirinya sendiri. Ini dapat kita lihat dari kutipan berikut

(26) “Tapi satu hal yang harus kamu tahu, setidaknya saya jujur terhadap diri saya dan berani memutuskan untuk menjadi diri sendiri meskipun semua orang melecehkan, mencemooh, mencaci, dan menghina saya. Kamu harus tahu itu, Anakku....”(Gunawan, 2006: 144).

Pengarang memang tidak menggambarkan tokoh Pak Margo secara keseluruhan. Hanya sedikit penggambaran namun cukup jelas mempengaruhi alur cerita.

Dokumen terkait