• Tidak ada hasil yang ditemukan

GAYA HIDUP TOKOH-TOKOH DALAM NOVEL REALITA CINTA DAN ROCK ‘N ROLL KARYA RUDY GUNAWAN SUATU TINJAUAN SOSIOLOGI SASTRA SKRIPSI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "GAYA HIDUP TOKOH-TOKOH DALAM NOVEL REALITA CINTA DAN ROCK ‘N ROLL KARYA RUDY GUNAWAN SUATU TINJAUAN SOSIOLOGI SASTRA SKRIPSI"

Copied!
72
0
0

Teks penuh

(1)

SKRIPSI

Diajukan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana S1

Oleh: Lydia Ivonny NIM : 034114020

PROGRAM STUDI SASTRA INDONESIA JURUSAN SASTRA INDONESIA

FAKULTAS SASTRA

UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA

(2)
(3)
(4)

iv  

HALAMAN PERSEMBAHAN

Kupersembahkan karya ini untuk :

Tuhan yang Maha Esa yang senantiasa memberikan pimpinan dan hikmat marifat-Nya

Kedua orang tuaku, Robert Albertus dan Merry Herlina yang memberikan cinta kasih, perjuangan dan pengor-banan untukku

Yang tersayang, Johanes Jonggi H. S yang setia mendampingi, memberi, dan menemani dalam suka maupun duka

(5)

v  

HALAMAN MOTTO

Orang yang paling tidak bahagia ialah mereka yang paling takut pada perubahan

(Mognon Me Lauhin)

* * *

Jangan seorangpun menganggap engkau rendah karena engkau muda. Jadilah teladan bagi orang-orang percaya, dalam

perkataanmu, dalam tingkah lakumu, dalam kasihmu, dalam kesetiaanmu, dan

dalam kesucianmu. (1 Timotius 4: 12)

* * *

Hidup memerlukan pengorbanan,. Pengorbanan memerlukan perjuangan,

Perjuangan memerlukan kesabaran, Kesabaran memerlukan keyakinan,

Keyakinan menentukan kejayaan, Dan kejayaan yang akan menetukan

Kebahagiaan.

(6)

vi  

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA

Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang saya tulis ini tidak memuat karya atau bagian karya orang lain, kecuali yang telah disebutkan dalam kutipan dan daftar pustaka, sebagaimana layaknya karya ilmiah.

Yogyakarta, Januari 2009

(7)

vii  

ABSTRAK

Ivonny, Lydia.2009.Gaya Hidup Tokoh-tokoh dalam Novel Realita Cinta dan Rock ‘N Roll Karya Rudi Gunawan Sebuah Tinjauan Sosiologi Sastra. Skripsi. Yogyakarta: Sastra Indonesia, Sastra, Universitas Sanata Dharma Karya sastra merupakan salah satu bentuk cerminan masyarakat yang menggambarkan tentang kehidupan manusia,termasuk penggambaran kenikmatan akan sebuah gaya hidup. Gaya hidup merupakan adaptasi aktif individu pada lingkungan sosialnya untuk memenuhi kebutuhannya dalam bersosialisasi dengan orang lain. Gaya hidup berhubungan erat dengan sosiologi sastra yang menunjuk pada bentuk masyarakat modern. Tokoh-tokoh dalam novel Realita Cinta dan Rock ‘n Roll karya Gunawan ini menganut gaya hidup modern khususnya di kota metropolitan (Jakarta).

Penelitian diawali dengan mendeskripsikan tokoh-tokoh dan penokohan dalam novel Realita Cinta dan Rock ‘n Roll secara struktural. Selanjutnya berdasarkan deskripsi tersebut dianalisis gaya hidup modern tokoh-tokoh dalam novel Realita Cinta dan Rock ‘n Roll karya Gunawan ini. Pendekatan yang digunakan adalah pendekatan sosiologi sastra. Metode yang digunakan adalah metode analisis isi dan metode deskripsi.

Hasil penelitian berupa pembagian tokoh dan penokohan menurut fungsi dalam perkembangan plot menjadi tokoh protagonis, yaitu Ipang dan Nugie, tokoh antagonis, yaitu Ayah Ipang dan Pak Margo, dan tokoh Tritagonis, yaitu Sandra dan Sinta.

(8)

viii  

   

ABSTRACT

Ivonny, Lydia.2009. The Personage’s Life Styles in the Novels of Love’s Reality (Realita Cinta) and Rock ‘N Roll the Opus by Rudi Gunawan a study of sociological literary. Thesis. Yogyakarta: Indonesian literary, Department of literary, Sanata Dharma University.

A literary opus is a type of society reflections that illustrated above human being’s life included representing amenities for life’s style. The life’s style is actively individual adaptation on his/her social environment in order to meet their needs as for socialized with other people. The life’s style most related with sociological literary in which referred to the modern society’s structures. The actors in this Love’s Reality (Realita Cinta) and Rock ‘N Roll’s Novels the opus by karya Gunawan is deal with modern’s life style especially in the metropolis (metropolitan Jakarta).

For facilitates the research, therefore, the researcher were structurally describing personages and depictions in the Novels of Love’s Reality (Realita Cinta) and Rock ‘N Roll the Opus by Rudi Gunawan as well as the modern’s life style of this personage. The used methodology is sociological literary approach. The research method is content analysis and description methods.

Conclusion of the research results are such as distinguishing the personage and depiction according to their functions in the plot development being protagonist’s personage, i.e. Ipang’s father and Mr. Margo, and tritagonist’s personage, i.e. Sandra and Sinta.

(9)
(10)

ix  

KATA PENGANTAR 

Puji dan syukur kepada Tuhan Yang maha Esa atas berkat, karunia dan kasih setia-Nya yang senantiasa menyertai sehingga penulis dapat menyelesaikan karya ilmiah ini. Karya ilmiah yang berupa skripsi ini dapat penulis selesaikan berkat bimbingan, bantuan, dan dukungan dari banyak pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya yang disertai dengan rasa hormat kepada pihak-pihak yang penulis sebutkan sebagai berikut ini.

1. Ibu S.E Peni Adji, S.S, M. Hum selaku pembimbing I yang telah membimbing penulisan skripsi ini dengan sangat teliti, sabar, bijaksana, dan tegas pada saat menyampaikan masukkan-masukkan untuk menghasilkan skripsi dengan hasil yang baik.

2. Ibu Dra. Tjandrasih Adji, M. Hum selaku pembimbing II yang telah membimbing, membantu penulis dalam memperbaiki penulisan-penulisan yang salah dan memberikan kritikan yang positif pada penulisan skripsi ini dengan kesabaran dan sifat keibuannya yang lembut serta penuh kasih sayang. 3. Bapak Drs. Hery Antono, M. Hum selaku pembimbing akademik angkatan

2003 yang setia dan peduli sama angkatan 2003. Terima kasih buat semua jasa, perhatian dan cintanya buat kami semua.

(11)

x  

5. Staf sekretariat Prodi Satra Indonesia dan keluarga besar Sastra Indonesia USD atas segala bantuan yang telah diberikan.

6. Keluarga penulis, Bapak Robert Albertus .S (Papa) dan Merry Herlina. M (Mama) yang selalu setia memberikan dukungan, cinta dan semangat. Terutama buat Mama, terima kasih buat ketegaran dan cintanya yang luar biasa besar selama ini.

7. Keluarga besar Efri Ipda Siregar dan Sabam Pohan, terima kasih buat jasa dan bantuannya untuk penulis.

8. Johanes Jonggi H. S, terima kasih buat pengertian, semangat, dukungan, kasih sayang yang tulus, kesabaran, cinta dan kesetiaannya yang senantiasa menemani penulis sepanjang hari.

9. Teman-teman Sastra Indonesia angkatan 2003, khususnya Epita, Yeni buat kenangan terindah yang sudah kita lewati bersama. Airani yang sudah membantu penulis mencari buku novel RCRR yang sulit sekali didapat. Rini, sahabat yang selalu ada saat dibutuhkan. Aning, Bekti, Doan, Eci, Astri, Simpli, dan Icha, makasih buat cinta dan persahabatannya selama ini.

10.Almarhum Diva, sahabat paling setia yang menemani dari SMU hingga kuliah. Sahabat yang selalu memberikan cinta dan pengorbanannya untuk penulis.

11.Semua pihak yang telah membantu penulis dalam penyusunan dan penulisan skripsi ini.

(12)

xi  

ini. Penulis berharap adanya kritik dan saran yang membangun demi penyempurnaan skripsi ini. Akhir kata penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu sehingga skripsi ini dapat selesai. Besar harapan skripsi ini dapat bermanfaat bagi pembaca.

Yogyakarta, Januari 2009

(13)

xii  

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PENGESAHAN PEMBIMBING ... ii

HALAMAN PENGESAHAN PENGUJI ... iii

HALAMAN PERSEMBAHAN ... iv

HALAMAN MOTTO ... v

PERNYATAAN KEASLIAN ... vi

ABSTRAK ... vii

ABSTRACT ... viii

KATA PENGANTAR ... ix

DAFTAR ISI ... xii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang Masalah ... 1

1.2 Rumusan Masalah ... 3

1.3 Tujuan Penelitian ... 3

1.4 Manfaat Penelitian ... 4

1.5 Tinjauan Pustaka ... 4

1.6 Landasan Teori ... 6

1.6.1 Tokoh dan Penokohan ... 6

1.6.1.1 Tokoh ... 6

(14)

xiii  

1.6.2 Pendekatan Sosiologi Sastra ... 8

1.6.2.1 Gaya Hidup ... 9

1.6.2.2 Gaya Hidup Metropolitan ... 10

1.7Metode Penelitian ... 12

1.7.1 Pendekatan ... 12

1.7.2 Teknik pengumpulan Data ... 13

1.7.3 Metode Analisis Data ... 13

1.7.4 Sumber Data ... 14

1.8Sistematika Penyajian ... 14

BAB II ANALISIS TOKOH DAN PENOKOHAN NOVEL REALITA CINTA DAN ROCK ‘N ROLL ... 15

2.1Tokoh Protagonis ... 16

2.1.1 Ipang ... 17

2.1.2 Nugie ... 21

2.2 Tokoh Antagonis ... 25

2.2.2Ayah Ipang ... 25

2.2.2Pak Margo ... 28

2.3 Tokoh Tritagonis ... 29

2.3.1 Sandra ... 29

(15)

xiv  

BAB III ANALISIS GAYA HIDUP TOKOH-TOKOH DALAM

NOVEL REALITA CINTA DAN ROCK ‘N ROLL ... 35

3.1 Fashion ... 36

3.1.1 Ipang... 37

3.1.2 Nugie... 38

3.1.3 Sandra... 38

3.2 Gaya Hidup Alternatif ... 39

3.2.1 Sinta... 39

3.2.2 Pak Margo... 40

3.3 Penyimpangan Gaya Hidup ... 41

3.3.1 Perkelahian dan Pembuat Onar ... 41

3.3.1.1 Ipang... 42

3.3.1.2 Nugie ... 42

3.3.2 Minuman Berakohol dan Narkoba ... 43

3.3.2.1 Ipang... 43

3.3.2.2 Nugie... 44

3.3.2.3 Sandra... 44

3.3.3 Transeksual ... 44

3.3.3.1 Pak Margo... 45

BAB IV PENUTUP ... 46

4.1 Kesimpulan ... 46

(16)

xv  

(17)

1.1 Latar Belakang Masalah

Sastra menyajikan kehidupan yang sebagian besar terdiri dari kenyataan sosial, walaupun karya sastra juga meniru alam dan dunia subjektif manusia. Begitu pula bagi sastrawan, dalam hal ini sastrawan dipengaruhi dan mempengaruhi masyarakat: seni tidak hanya meniru gaya hidup tokoh-tokoh dunia rekaan, baik itu gaya hidup yang positif maupun yang negatif (Wellek dan Warren via Budianta, 1990: 109, 120).

Gaya hidup atau lifestyle, sudah menjadi bagian dari masyarakat modern yang terus berkembang dari waktu ke waktu. Gaya hidup erat hubungannya dengan sosiologi, sebab gaya hidup mengacu pada bentuk masyarakat modern, sedangkan masyarakat merupakan sosiologi itu sendiri yang berarti ilmu tentang kehidupan masyarakat. Watt (dalam Saraswati, 2003: 11) mengatakan bahwa sastra sebagai cerminan masyarakat atau dapat juga dimaksudkan dengan menampilkan fakta-fakta sosial dalam masyarakat.

(18)

merupakan bagian dari gaya hidup masyarakat modern, khususnya di kota metropolitan.

Gaya hidup tokoh-tokoh dalam novel RCRR merupakan gaya hidup yang ada dalam masyarakat metropolitan yang berhubungan dengan identitas sosial dan dapat menerima hal-hal yang baru (modern). Seperti yang dikatakan Ibrahim (dalam Chaney, 2004: 8), masyarakat konsumen Indonesia mutakhir tampaknya tumbuh beriringan dengan sejarah globalisasi ekonomi dan transformasi kapitalisme konsumsi, yang ditandai dengan menjamurnya pusat perbelanjaan bergaya semacam shopping mall, industri waktu luang, industri mode, atau fashion, industri kecantikan, industri nasihat, industri gosip, kawasan huni mewah, apartemen, hotel, kegandrungan terhadap merk asing, makanan serba instan dan telepon selular.

(19)

Gaya hidup sudah sangat melekat dalam masyarakat, hal ini menjadi pengaruh untuk membentuk karakter setiap tokoh dalam penciptaan sebuah karya menjadi karya yang baik. Oleh karena itu, penulis tertarik untuk menganalisisnya, karena gaya hidup setiap tokoh dalam novel RCRR mempunyai sikap prinsip gaya hidup yang mereka pertahankan dalam kehidupan sosial dan budaya mereka. Penulis menganalisis gaya hidup masyarakat modern di kota metropolitan, sesuai dengan gaya hidup tiap-tiap tokoh dalam novel RCRR, menggunakan pendekatan sosiologi sastra berdasarkan pada pendapat bahwa sastra sebagai cerminan masyarakat.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan dengan latar belakang tersebut, dapat dirumuskan beberapa permasalahan sebagai berikut:

1.2.1 Bagaimanakah tokoh dan penokohan dalam novel Realita Cinta dan Rock ‘n Roll karya Gunawan?

1.2.2 Bagaimanakah gaya hidup tokoh dalam novel Realita Cinta dan Rock ‘n Roll karya Gunawan?

1.3 Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah, penelitian ini bertujuan untuk:

(20)

1.3.2 Mendeskripsikan gaya hidup tokoh dalam novel Realita Cinta dan Rock ‘n Roll karya Gunawan.

1.4 Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat sebagai berikut: 1.4.1 Hasil penelitian ini diharapkan dapat membantu pemahaman pembaca

karya sastra, bahwa karya sastra merupakan cerminan masyarakat itu sendiri.

1.4.2 Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah referensi pembaca mengenai gaya hidup modern di kota metropolitan.

1.4.3 Hasil pendekatan ini diharapkan dapat menambah referensi pembaca karya sastra tentang analisis karya sastra yang berdasarkan pada pendekatan sosiologi sastra.

1.5 Tinjauan Pustaka

(21)

adalah anak-anak muda yang mencoba melakukan pemberontakan terhadap tatanan kehidupan yang mengkungkung mereka. Menurut Gunawan semua itu adalah realitas yang diangkat sebagai tema ceritanya. Semua itu adalah realitas yang nyata dalam kehidupan modern di masyarakat metropolitan semacam Jakarta. Upi merangkum semua realitas getir dan menyakitkan itu dalam sebuah film yang menarik. Kemasan rock ‘n roll sebagai bingkai cerita membuat film ini asyik untuk ditonton dan tetap menghibur meskipun mengangkat tema yang sama sekali bukan sekedar hiburan. Obsesi Ipang dan Nugie untuk menjadi rock star menghasilkan optimisme dan dinamisme yang kuat meskipun keseluruhan cerita adalah tentang realitas yang menyakitkan dan kejam. Inilah spirit rock ‘n roll yang memang harus dikobarkan bagi anak-anak muda generasi sekarang semacam Ipang dan Nugie (http://www.blogspot.com).

(22)

1.6 Landasan Teori

1.6.1 Tokoh dan Penokohan

Dalam pembicaraan sebuah karya fiksi, acap kali kita mendengar istilah tokoh dan penokohan. Tokoh dan penokohan merupakan salah satu unsur yang penting dalam karya naratif, walaupun plot juga merupakan hal yang terpenting dalam membentuk sebuah cerita. Plot boleh saja dipandang orang sebagai tulang punggung cerita, namun kita pun dapat mempersoalkan: siapa yang diceritakan itu? siapa yang melakukan sesuatu dan dikenai sesuatu (“sesuatu“ yang dalam plot disebut sebagai peristiwa), siapa pembuat konflik, dan lain-lain. Semuanya adalah urusan tokoh dan penokohan (Nurgiyantoro, 1998: 164).

Skripsi ini akan menganalisis unsur tokoh dan penokohan karena dengan menganalisis unsur-unsur tersebut ditemukan adanya hubungan erat dengan gaya hidup setiap tokoh yang juga akan dianalisis oleh penulis.

1.6.1.1 Tokoh

Tokoh merupakan pelaku cerita. Istilah tokoh menunjuk pada orangnya, pelaku cerita, misalnya sebagai jawaban terhadap pertanyaan, “Siapakah tokoh utama novel itu?, atau “ Ada berapa orang jumlah pelaku novel itu?” (Nurgiyantoro, 1998: 165).

(23)

dalam Nurgiyantoro, 1998: 165). Tokoh merupakan bagian atau unsur dari suatu keutuhan artistik, yaitu karya sastra yang harus selalu menunjang keutuhan artistik itu (Kenney dalam Sudjiman, 1988: 17).

Tokoh-tokoh cerita dapat dibedakan ke dalam beberapa jenis penamaan berdasarkan dari sudut pandang dan tinjauannya, antara lain: Tokoh protagonis, tokoh antagonis, dan tokoh tritagonis. Tokoh protagonis menampilkan sesuatu yang sesuai dengan pandangan kita, dan harapan-harapn kita (Nurgiyantoro, 1998: 178). Menurut Sudjiman (1988: 18) tokoh protagonis dapat juga ditentukan dengan memperhatikan hubungan antar tokoh. Tokoh protagonis berhubungan dengan tokoh- tokoh yang lain, sedangkan tokoh-tokoh itu sendiri tidak semua berhubungan dengan yang lain. Nurgiyantoro (1998: 179) menyatakan tokoh antagonis merupakan penyebab terjadinya konflik. Tokoh yang merupakan penentang utama dari protagonis disebut antagonis (Sudjiman, 1988:19). Sedangkan tokoh tritagonis merupakan tokoh yang berfungsi sebagai penengah, bertugas mendamaikan atau menjadi pengantara tokoh protagonis dan antagonis (Harymawan, 1988: 22).

1.6.1.2 Penokohan

(24)

Yang dimaksud dengan watak adalah kualitas tokoh, kualitas nalar, dan jiwanya yang membedakannya dengan tokoh lain. Penokohan dapat mengungkapkan makna niatan si pengarang sebagai pencipta tokoh (Sudjiman, 1988: 28).

1.6.2 Pendekatan Sosiologi Sastra

Sosiologi sastra berasal dari kata sosiologi dan sastra. Sosiologi dari akar kata sosio (Yunani) (socius berarti bersama-sama, bersatu, kawan, teman) dan logi (logos berarti sabda, perkataan, perumpamaan). Perkembangan berikutnya mengalami perubahan makna, socio/ socius berarti masyarakat, logi/ logos berarti ilmu mengenai asal-usul pertumbuhan (evolusi) masyarakat, ilmu pengetahuan yang mempelajari keseluruhan jaringan hubungan antar manusia dalam masyarakat, sifatnya umum, rasional, dan empiris (Ratna, 2003: 1). Sastra dari akar kata sas (Sansekerta) berarti mengarahkan, mengajar, memberi petunjuk dan instruksi. Akhiran tra berarti alat, sarana. Jadi, sastra berarti kumpulan alat untuk mengajar, buku petunjuk atau buku pengajaran yang baik, lebih spesifiknya lagi artinya, kumpulan hasil karya yang baik. Jadi, sosiologi sastra adalah pemahaman terhadap totalitas karya sastra yang disertai dengan aspek-aspek kemasyarakatan yang terkandung di dalamnya (Ratna, 2003: 2).

Watt (dalam Saraswati, 2003: 11) mengemukakan bahwa dalam sosiologi sastra yang dipelajari meliputi:

(25)

professionalism kepengarangan (murni sebagai pengarang), c) masyarakat apa yang akan dituju.

2. Sastra sebagai cerminan masyarakat : a) sastra mungkin dapat mencerminkan masyarakat, b) menampilkan fakta-fakta sosial dalam masyarakat.

3. Sastra yang menampilkan keadaan masyarakat secermat-cermatnya.

Dunia kenyataan atau dunia sekitar yang melingkupi pengarang atau tempat karya sastra itu dibuat dapat mempengaruhi isi dari karya sastra itu sendiri. Keadaan geografis, politis, sosial, dan kebudayaan dapat mempengaruhi hasil dari suatu karya (Saraswati, 2003: 19).

Dari beberapa konteks sosiologi sastra yang dikemukakan Watt, penulis mengambil konteks sastra sebagai cerminan masyarakat untuk menganalisis novel RCRR ini sebab konteks sastra sebagai cerminan masyarakat lebih relevan dengan tujuan penelitian ini. Dengan menggunakan teori tersebut peneliti berharap dapat menganalisis sekaligus menemukan fakta-fakta gaya hidup secara umum dan gaya hidup metropolitan, khususnya Jakarta, dalam novel RCRR ini.

1.6.3 Gaya Hidup

Menurut Chaney (2004: 40), gaya hidup merupakan ciri sebuah dunia modern. Maksudnya adalah siapa pun yang hidup dalam masyarakat modern akan menggunakan gagasan tentang gaya hidup dalam tindakannya dalam masyarakat.

(26)

Masyarakat benar-benar tertantang serta sulit untuk menemukan deskripsi umum mengenai hal-hal yang merujuk pada gaya hidup. Oleh karena itu, gaya hidup membantu memahami apa kebiasaan yang orang-orang lakukan, mengapa mereka melakukannya, dan apakah yang mereka lakukan bermakna bagi dirinya maupun orang lain. Gaya hidup tergantung pada bentuk-bentuk kultural, tempat geografis, tata karma, cara menggunakan barang-barang, dan cara menghabiskan waktu. Hal-hal tersebut yang kemudian membentuk karakteristik suatu kelompok (Chaney, 2004: 41).

Hal ini tumbuh seiring dengan sejarah globalisasi ekonomi yang ditandai dengan menjamurnya pusat perbelanjaan bergaya (shopping mall), industri fashion, kawasan huni mewah (real estate), apartemen, makanan siap saji (fast food), industri iklan dan televisi yang sudah merasuk dalam hidup masyarakat modern (Chaney,2004: 8). Dengan demikian, artinya gaya hidup kini sudah menjadi bagian dari masyarakat modern. Gaya hidup dalam novel RCRR secara khusus menunjuk pada gaya hidup masyarakat di kota metropolitan (Jakarta). Sehingga, sebelum penulis menganalisis gaya hidup modern tokoh-tokoh dalam novel RCRR, terlebih dahulu penulis melanjutkan teori gaya hidup modern yang lebih dikhususkan lagi pada gaya hidup di kota metropolitan (Jakarta).

1.6.4 Gaya Hidup Metropolitan

(27)

(http://www.Figurpublik.com). Salah satu ciri kota metropolitan adalah adanya beragam budaya, berpenduduk padat dan dihuni oleh berbagai bangsa dan beragam etnis. Adanya sistem komunikasi yang modern menyebabkan budaya asing menyebar dengan sangat cepat. Perpaduan budaya yang beragam tersebut menjadikan gaya hidup orang-orang di kota metropolitan menjadi sangat unik. Kelas sosial yang berbeda, jenis pekerjaan yang sangat bervariasi, bercampur baur dengan tata kehidupan beragam dari kemajemukan budaya tadi mengakibatkan gaya berpakaian, gaya berbicara, gaya menikmati hidup dari beberapa golongan masyarakat metropolitan menjadi menarik dan khas. Biasanya yang paling menarik dan khas adalah gaya hidup kaum mudanya.

(http://griya-asri.com/articel/seni/seni_populer_metropolitan.deo). Menurut Widyastuti (Http://www.kompas.com) gaya hidup remaja bisa juga dipengaruhi oleh tokoh

yang diidolakannya yang tanpa disadari dapat mengendalikan dan mempengaruhi gaya hidupnya.

(28)

ketidakstabilan emosi yang membawa depresi tersendiri bagi remaja. Apalagi, ketidaksinkronan persepsi dan harapan antara remaja dan orang tua yang mulai memuncak di masa ini sering mendatangkan sejumlah masalah dan ketegangan dalam keluarga. (http://www.mediaindonesia.com).

Tidak hanya itu saja, gaya hidup di kota metropolitan bahkan dapat mengubah seksualitas seseorang. Apabila kita lihat gaya hidup masyarakat dunia, khususnya Indonesia, tidak mengherankan bila jumlah kaum homoseksualitas akan terus meningkat tiap tahunnya. Tuntutan karir dan gaya hidup metropolitan telah memaksa para orang tua kehilangan waktu dengan anak-anaknya. Anak-anak pun mulai kehilangan figur bapak dan atau ibu (http://www.netsains.com). Hal ini jelas merupakan dampak dari gaya hidup modern terutama di kota metropolitan.

Gaya hidup modern yang dilukiskan dalam novel ini, berupa fashion, gaya hidup alternatif, dan gaya hidup menyimpang (perkelahian, pembuat onar, narkoba, minuman berakohol dan homoseksual). Penjelasan di atas akan penulis gunakan sebagai dasar untuk menganalisis gaya hidup tokoh dalam novel RCRR yang sarat dengan simbol dari bentuk budaya yang ada pada masyarakat, permasalahan tersebut tepat diteliti dengan menggunakan teori sosiologi sastra.

1.7 Metode Penelitian 1.7.1 Pendekatan

(29)

dalam struktur sosial masyarakat (Swingewood dalam saraswati, 2004: 4). Fungsi pendekatan tersebut adalah agar terjadi pemahaman dengan harapan akan terjadi perubahan perilaku dalam masyarakat (Ratna, 2004: 59).

1.7.2 Teknik Pengumpulan Data

Penelitian ini sepenuhnya adalah studi pustaka yaitu menggunakan data yang ada kaitannya dengan objek penelitian yakni, gaya hidup tokoh-tokoh dalam novel RCRR. Novel RCRR karya Gunawan diteliti, dianalisis dan didiskripsikan unsur-unsur yang mengacu pada objek penelitian, kemudian dicatat dalam kertas data.

1.7.3 Metode Analisis Data

Metode yang digunakan untuk menganalisis data dalam penelitian ini adalah metode analisis isi dan metode deskripsi. Sesuai dengan namanya analisis isi terutama berhubungan dengan isi komunikasi, baik secara verbal, dalam bentuk bahasa, maupun nonverbal, seperti arsitektur, pakaian, alat rumah tangga, dan media elektronik (Ratna, 2004: 48). Sedangkan metode deskriptif bertujuan membuat deskripsi, gambaran atau lukisan secara sistematis, faktual, dan akurat mengenai fakta-fakta, sifat-sifat serta hubungan antar fenomena yang diselidiki (Nazir, 1988: 63).

(30)

sastra. Data tersebut kemudian dianalisis dan dipaparkan dalam bentuk laporan penelitian.

1.7.4 Sumber Data

Judul buku : Realita Cinta dan Rock ‘n Roll Pengarang : Rudy Gunawan

Penerbit : Gagas Media, Jakarta Tahun terbit : 2006

Tebal buku : 155 halaman

1.8 Sistematika Penyajian

Sistematika penyajian hasil penelitian ini adalah sebagai berikut: Bab satu pendahuluan. Bab ini berisi tentang latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, tinjauan pustaka, landasan teori, metode penelitian, dan sistematika penyajian. Bab dua merupakan analisis tokoh dan penokohan. Bab tiga merupakan analisis gaya hidup tokoh. Pada bab ini penulis menganalisis gaya hidup tokoh-tokoh dalam novel RCRR ini berdasarkan pendekatan sosiologi sastra. Bab empat merupakan penutup, yang berisi kesimpulan dan saran.

(31)

NOVEL

REALITA CINTA DAN ROCK N’ROLL

Analisis tokoh dan penokohan dalam kajian sastra merupakan salah satu cara untuk memahami dan mengerti isi dari sebuah karya sastra. Analisis tokoh dan penokohan juga dapat memberi keluasan kepada peneliti sastra untuk menetapkan komponen makna yang akan mendapatkan prioritas utama. Analisis ini dilakukan dengan cara memperhatikan dan mengkaji unsur-unsur pembangun struktur berupa tokoh dan penokohan.

Dalam analisis ini penulis hanya menganalisis tokoh dan penokohan karena tokoh dan penokohan merupakan unsur yang paling efektif mendukung objek penelitian yang berkaitan dengan gaya hidup.

Menurut Abrams (dalam Nurgiyantoro, 1998: 165) tokoh adalah orang-orang yang ditampilkan dalam suatu karya naratif atau drama yang oleh pembaca akan ditafsirkan secara moral. Penafsiran ini cenderung melihat pada ekspresi ucapan dan tindakan yang dilakukan oleh tokoh-tokoh.

(32)

ini. Kemudian dilanjutkan dengan mengidentifikasikan penokohan dari masing-masing tokoh.

Penokohan sebagai salah satu unsur pembangun fiksi dapat dikaji dan dianalisis keterjalinannya dengan unsur-unsur pembangun lainnya. Jika fiksi yang bersangkutan merupakan sebuah karya yang berhasil, penokohan pasti terjalin secara harmonis dan saling melengkapi dengan berbagai unsur yang lain, misalnya dengan unsur plot dan tema, atau unsur latar, sudut pandang, gaya, amanat, dan lain-lain (Nurgiyantoro, 1998: 172). Penokohan merupakan penyajian watak tokoh yang meliputi kualitas nalar, kualitas tokoh, serta penciptaan citra yang digambarkan dengan ciri-ciri lahir dan sifat batin. Hal ini dilakukan untuk membedakan satu tokoh dengan tokoh yang lain. Dari pencitraan tersebut dapat diketahui bagaimana watak masing-masing tokoh dalam novel RCRR.

2.1 Tokoh Protagonis

Dilihat dari fungsi penampilan tokoh dalam novel, kita dapat menemukan tokoh protagonis, antagonis dan tritagonisnya. Tokoh protagonis adalah tokoh yang sesuai dengan pandangan dan harapan-harapan pembaca. Bahkan hal-hal dan permasalahan-permasalahan yang dihadapi tokoh protagonis seakan juga dihadapi oleh pembaca karena apa yang dirasa, dipikir, dan dilakukan tokoh tersebut seakan perwakilan dari diri pembaca. Alasan itulah yang menciptakan rasa empati pembaca terhadap tokoh protagonis (Nurgiyantoro, 1998: 178-179).

(33)

oleh tokoh lain yang disebut sebagai kekuatan antagonistis, antagonistic force (Altenbernd & Lewis, 166: 59 dalam Nurgiyantoro, 1998: 179). Kekuatan seperti ini misalnya disebabkan karena bencana alam, kecelakaan, penyakit, lingkungan sosial dan alam, aturan-aturan sosial, nilai-nilai moral, serta kekuasaan dan kekuatan yang lebih tinggi. Hanya saja, konflik yang disebabkan oleh diri sendiri, misalnya seorang tokoh akan memutuskan sesuatu yang penting yang masing-masing menuntut konsekuensi sehingga terjadi pertentangan dalam diri sendiri ini lebih mungkin dialami oleh tokoh protagonis yang biasanya ada juga pengaruh kekuatan antagonis di luar dirinya walau secara tak langsung. Hal-hal semacam itu dialami kedua tokoh protagonis ini.

2.1.1 Ipang

Tokoh Ipang sebagai tokoh utama protagonis,yang mengalami berbagai konflik dan tegangan yang disebabkan oleh kekuatan antagonis dan lingkungan sosial yang berdampak pada menurunnya kualitas moralnya. Ipang dibesarkan dari keluarga intelektual. Ayahnya salah satu dosen dari universitas terkemuka di Jakarta. Ia sangat keras mendidik Ipang terutama dalam pendidikan, ini membuat Ipang tertekan dan tumbuh menjadi anak pemberontak. Apalagi setelah ia tahu bahwa ia bukanlah anak kandung dari orang tuanya (Gunawan, 2006: 120). Ipang senang melakukan segala hal sesukanya, hidup tanpa memperdulikan nilai-nilai moral dan aturan-aturan sosial lingkungannya, suka berkelahi, ngeband dan menikmati hidup bebas.

(34)

“Latian band sampe bonyok seperti itu?” “Latian band, terus pulangnya berantem, Pa”. “Kamuuu!!”(Gunawan, 2006: 85).

(2) ”Dasar anak nggak punya perasaan. Masa kamu nggak sadar kalau kamu bikin susah mamamu? Kamu pikir dengan nge-band kamu bisa punya

masa depan? Lihat rapormu yang kebakaran itu! Lihat!!” (Gunawan, 2006: 86).

Berikut penokohan tokoh Ipang. Penokohan adalah pelukisan gambaran (watak) seseorang yang meliputi kualitas nalar, kualitas tokoh, serta penciptaan citra yang digambarkan dengan ciri-ciri lahir dan sifat batin yang ditampilkan dalam sebuah cerita. Ini dilakukan agar dapat membedakan antara satu tokoh dengan tokoh lainnya. Dari pencitraan tokoh tersebut dapat diketahui bagaimana watak tokohnya.

Secara fisik Ipang digambarkan sebagai seorang pemuda yang tampan, cuek dan percaya diri. Berikut kutipannya

(3) Kalo soal ganteng gue gak pernah mikirin, soalnya diapa-apain juga gue emang ganteng. Ini serius. Gue tahu meskipun semua cewek di sekolahan kelihatan sebel ama gue,tapi mereka gak bisa nutupin mata mereka yang berbinar-binar (Gunawan, 2006: 2).

Namun, dari segi penampilan, Ipang lebih memilih gaya berpakaian yang terkesan cuek dan berantakan tetapi sebenarnya gaya ini merupakan bagian dari

fashion akibat pengaruh gaya hidupnya sebagai anak band (Gunawan, 2006: 7). Band beraliran rock ‘n roll merupakan pilihan Ipang karena

(35)

Ipang dibesarkan dari keluarga yang berpendidikan. Ayahnya seorang dosen dari salah satu universitas terkemuka di Jakarta. Namun dalam hal pendidikan sikap Ipang justru bertolak belakang dari latar belakang keluarganya. Tak hanya nilainya saja yang jelek tetapi ia juga terkenal sebagai siswa yang selalu bermasalah di sekolah. Ia pernah sekali tinggal kelas dan sekali dikeluarkan dari sekolahnya.

(4) Gue gak percaya. Bagi gue, sekolah gak ada gunanya. Bagi Bokap sekolah adalah segalanya (Gunawan, 2006: 64).

(5) Ipang juga satu kali dikeluarin dari sekolahnya waktu SMP dan juga satu kali nggak naik kelas (Gunawan, 2006: 29).

Sikap pemberontak Ipang muncul karena ayahnya terlalu keras mendidiknya dalam hal pendidikan. Ia dituntut menjadi anak yang pintar untuk menjaga nama baik ayahnya. Penekanan demi penekanan mengiringi pertumbuhannya, hingga suatu saat penekanan tersebut justru membentuk karakternya menjadi seorang anak yang pemberontak dan sulit diatur. Apalagi setelah ia mengetahui fakta tentang dirinya bahwa ia bukanlah anak kandung kedua orang tuanya, ia shock, kacau dan semakin sulit dikendalikan.

(6) Terus terang, gue shock berat. Gue kelimpungan dan ngerasa semuanya jadi berantakan begitu tahu ternyata gue bukan anak kandung Nyokap-Bokap. Rasanya gue mau ngancurin semua yang ada di depan gue. Apa aja. Semua. Soalnya semua yang ada dalam diri gue ancur berantakan (Gunawan, 2006: 120).

(36)

(7) Somewhere in Jakarta. Sebotol vodka dan tiga liting ganja siap menemani kami (Gunawan, 2006: 91).

Nugie dan Sandra adalah sahabat Ipang. Namun Nugie lah yang paling dekat dengan Ipang (Gunawan, 2006: 3). Hampir setiap saat mereka selalu bersama. Nugie tak hanya teman sekelas tapi juga teman band, teman main, teman dalam menjalankan aksi onar nya, teman tempat Ipang berbagi, teman yang paling mengerti Ipang dan teman dalam suka-dukanya (Gunawan, 2006: 3). Sedangkan Sandra adalah teman tempat Nugie dan Ipang bercerita tentang segala hal, teman hura-hura dan teman yang bijaksana saat memberikan pendapat. Sandra lebih tua beberapa tahun dari Ipang dan Nugie inilah yang membuatnya jauh lebih dewasa dibanding kedua sahabatnya. Ipang tak hanya sayang tetapi juga salut dan selalu merasa beruntung mendapatkan sahabat seperti sahabatnya yaitu Nugie dan Sandra.

(8) Gue rasa gue beruntung banget punya sobat kayak Nugie dan Sandra. Mereka luar biasa banget. Gue angkat topi sama mereka berdua. Sobat gue yang selalu ada setiap saat dalam keadaan apapun. Persahabatan adalah hal paling berharga dalam hidup gue. Persahabatan bener-bener sesuatu yang tak ternilai harganya (Gunawan, 2006: 124).

Ipang memang digambarkan sebagai tokoh yang pemberontak, nakal dan suka berkelahi (Gunawan, 2006: 8) tetapi di balik kenakalannya ia juga memiliki cita-cita menjadi drummer dari band rock ‘n roll masa depan. Cita-cita ini jelas tidak disetujui oleh ayahnya.

(9) Hanya Bokapnya yang selalu berbeda pendapat dan menentang cita-cita Ipang untuk jadi drummer dari band rock ‘n roll masa depan, The Genk (Gunawan, 2006: 23).

(37)

yang memberikan tuntutan yang tidak sesuai dengan hati nurani dan cita-citanya, jiwa pemberontaknya, kenakalan-kenakalan, dan kebenciannya terhadap sikap dan ambisi ayahnya.

2.1.2 Nugie

Tokoh protagonis selanjutnya adalah Nugie. Ia juga mengalami konflik yang disebabkan oleh kekuatan antagonis dan faktor sosial. Nugie adalah seorang anak remaja yang lahir dari keluarga broken home, ia hidup hanya berdua dengan ibunya yang berprofesi sebagai supranatural, ini menyebabkan terciptanya sikap posesif terhadap ibunya (Gunawan, 2006: 21). Ayahnya pergi sejak ia masih kecil, setelah dewasa keinginan Nugie untuk bertemu ayahnya sangat kuat dan saat yang di tunggu pun tiba, namun sayang pertemuan itu justru membuat nugie shock menerima kenyataan bahwa ayah yang selama ini dicari-carinya adalah seorang transeksual atau waria.

(10) Gue bener-bener gak percaya. Gue shock berat. Kenyataan ini bikin gue bener-bener pengen bunuh diri. Gue ancur banget begitu perempuan berbadan kekar di depan gue ngomong bahwa dia “dulunya bokap gue”. Gila! Edan! Anjing! Apa-apaan ini? Selama ini gue selalu begitu alergi sama yang namanya banci atau waria atau transeksual atau apa pun nama mereka. Dan apa yang terjadi sekarang? Bokap gue sendiri, yang dua belas tahun gue gak pernah ketemu, ternyata seorang waria. Transeksual! Banci! Gila! Dia malah udah operasi kelamin segala. Dia udah bener-bener jadi perempuan dan dia minta dipanggil Mama. Gila!(Gunawan, 2006: 142-143).

(38)

(11) Mungkin karena dibesarkan hanya oleh Nyokap sendirian, gue jadi kelihatan manis dan pendiam (Gunawan, 2006:19).

(12) Banci maniz ber-lingerie itu mencolek pipi Nugie dengan gemas. Kayaknya dia emang bener-bener suka dan horny ngeliat Nugie yang manis dan masih keliatan brondong banget (Gunawan,2006: 15).

Begitu juga dalam hal penampilan, selera berpakaiannya pun tak berbeda dari Ipang, namun Nugie lebih menonjolkan pada modifikasi mobilnya untuk mendukung penampilannya.

(13) Mesinnya di-upgrade dengan berbagai komponen yang membuatnya gak kalah berpacu dengan mobil-mobil model terbaru (Gunawan, 2006: 6). Nugie hanya tinggal berdua dengan Sinta, ibunya. Ia sangat mencintai dan melindungi Sinta. Siapapun yang berani mendekati ibunya sudah pasti akan berurusan dengan Nugie.

(14) Cara dia nasehatin gue emang halus. Itu bikin gue tambah sayang ama Nyokap. Gue siap ngelindungin dan ngebelain dia dari segala macam lelaki iseng yang mendekatinya. Bukannya mau sok atau sombong, tapi Nyokap gue masih sangat cantik, menarik dan seksi di umur hamper 43 tahun. Banyak lelaki hidung belang yang coba-coba iseng main mata ama Nyokap gue. Tapi kalo sampai ketahuan gue, dijamin mereka kapok. Gue pasti ngerjain mereka dengan menghalalkan segala cara. Kadang gue kempesin ban mobilnya, kadang gue kasih kentut busuk sambil lewat di depannya, bila perlu gue pura-pura gila dan ngeludahin mukanya. Pokoknya segala cara! Gue gak akan tinggal diamngeliat mereka iseng ama Nyokap (Gunawan, 2006: 22-23).

(39)

sesuatu hal mereka terpaksa harus berpisah. Penyebab perpisahan inilah yang Nugie tidak pernah tahu pasti, dan ia ingin semua menjadi jelas, ia ingin bertemu ayahnya untuk mengetahui apa sebenarnya penyebab perpisahan mereka. Ketika kesempatan itu tiba, Nugie sempat shock dan tidak bisa menerima kenyataan bahwa ayahnya seorang transeksual. Padahal diawal cerita, sebelum Nugie tahu siapa ayahnya, Nugie digambarkan sebagai tokoh yang sangat antipati terhadap waria.

(15) Selama ini gue selalu begitu alergi sama yang namanya banci atau waria atau transeksual atau apapun nama mereka. Selama ini gue nganggep mereka adalah manusia-manusia aneh yang gak bisa gue pahami. Gue mikir gampang aja. Kalo laki ya laki. Perempuan ya perempuan. Itu sudah pasti dan gak perlu diapa-apain. Jadi tiap gue liat banci, gue benci karena gue anggap orang itu menolak takdir yang udah ditentuin buat dirinya. Dan apa yang terjadi sekarang? Bokap gue sendiri, yang dua belas tahun gue gak pernah ketemu, ternyata seorang waria. Transeksual! Banci! Gila! Dia malah udah operasi kelamin segala. Dia udah benar-benar jadi perempuan dan minta dipanggil Mama. Gila! (Gunawan, 2006: 143)

(40)

menyukai Sandra lebih dari batas seorang sahabat tapi ia tidak berani untuk mengungkapkannya.

(16) Gue sebenarnya suka sama Sandra. Dia benar-benar spesial di mata gue. Tapi gue belum pernah nunjukin rasa suka gue yang spesial itu (Gunawan, 2006: 91).

Nugie juga digambarkan sebagai anak muda yang tidak asing dengan ganja dan minuman berakohol. Ini merupakan salah satu ciri dari anak muda yang mengkonsumsi gaya hidup modern, meskipun gaya hidup ini adalah gaya hidup yang menyimpang.

(17) Sebelumnya, gue beli beberapa linting ganja dan sebotol vodka (Gunawan, 2006: 90).

Nge-band adalah hobinya. Lewat band The Gank yang didirikannya bersama Ipang, Nugie dapat menyalurkan hobinya tersebut. Nugie tumbuh menjadi anak pemberontak yang bercita-cita sebagai seorang lead vocal grup rock ‘n roll (Gunawan, 2006: 18). Pengaruh ajaran ibunya yang suka meditasi untuk menguasai emosinya, membuat Nugie lebih dapat mengontrol kekuatan emosinya pada saat-saat tertentu dibanding sahabatnya, Ipang. Hal yang paling dibencinya selain waria adalah sekolah. Nugie sangat tidak menyukai rutinitas persekolahan, baginya sekolah merupakan suatu beban yang menjauhkan ia dari kebebasannya (Gunawan, 2006: 17). Nugie tidak tahu mengapa orang harus dipaksa sekolah (Gunawan, 2006: 27), padahal menurutnya kehidupan di luar sekolah lebih banyak memberikan ilmu kepada kita dari pada sekolahan.

(41)

Penokohan tokoh Nugie ini pun digambarkan dengan sangat baik oleh pengarang dalam novel RCRR. Baik secara fisik maupun kehidupan sosial dan psikologisnya. Terutama pada saat ia mengetahui bahwa ayahnya adalah seorang waria tersebut, emosi yang ingin disampaikan oleh pengarang pada pembaca tersampaikan dengan baik, sehingga pembaca pun dapat merasakan apa yang dirasakan oleh tokoh Nugie.

2.2 Tokoh Antagonis

Tokoh antagonis adalah tokoh yang bertentangan dengan tokoh protagonis. Tokoh utama antagonis dalam novel ini adalah ayah Ipang dan Pak Margo karena kedua tokoh ini yang menjadi penyebab munculnya konflik baik secara langsung maupun tak langsung, bersifat fisik maupun batin.

2.2.1 Ayah Ipang

(42)

identitas dirinya yang sebenarnya yaitu bahwa Ipang bukanlah anak kandung kedua orang tuanya.

(19) “Tapi kenapa Papa gak bisa cocok sama Ipang? Aneh sekali, menurutku seharusnya Papa sebagai seorang pendidik bisa melakukan pendekatan yang berbeda pada Ipang.”

“ Karena kamu terlalu memanjakannya, Ma!”

“ Tidak. Itu lebih karena Papa terlalu keras pada Ipang!”

“ Terserah apa katamu, Ma. Aku tetap akan mengatakan kebenaran tentang Ipang pada dia…”

“ Pa!”

“ Kebenaran itu mungkin bisa mengubahnya, memberinya pelajaran berharga agar lebih bersyukur dan tidak menyia-nyiakan hidupnya dengan main band!”

“ Tidak! Aku tidak setuju. Aku tidak setuju Papa mengatakannyadengan cara dan dalam situasi seperti ini! Kita harus mencari waktu yang tepat dan kondisi yang memungkinkan bagi Ipang.”

“ Apa gunanya? Toh kita memang harus mengatakan padanya bahwa dia sebenarnya anak adopsi!”

“ Pa!”

“ Itu kenyataan, Ma.”

“ Aku tahu, tapi tidak harus menjadikannya sebagai kenyataan yang menyakitkan hati Ipang!”

Ipang terbengong-bengong mendengar terbongkarnya rahasia yang tak pernah diduganya sedikit pun (Gunawan,2006: 88-89).

Berikut penokohan tokoh ayah Ipang. Ayah Ipang adalah seorang dosen salah satu universitas terkemuka di Jakarta. Penggambarannya secara fisik tidak dijelaskan pengarang, pengarang lebih menonjolkan pada watak tokohnya. Ayah Ipang digambarkan sebagai tokoh yang memiliki sifat keras cenderung ke arah egois. Inilah pada akhirnya membentuk karakter Ipang menjadi anak muda yang nakal dan pemberontak.

(20) “ Kamu sekolah asal! Kamu selalu bikin onar di sekolah! Itu namanya bukan sekolah! Papa nggak mau punya anak pengacau di sekolah. Papamu ini dosen, Pang! Dosen! Kamu seharusnya jadi anak pintar di sekolahan!” (Gunawan, 2006: 65).

(43)

“ Aku tidak meragukan kejernihan pikiranmu Pa, aku meragukan kejernihan perasaanmu.”

“O, jadi Mama meragukan kejernihan perasaanku? Apa perasaanku salah kalau marah ngeliat Ipang sekolah nggak bener? Apa perasaanku salah kalau mencemaskan masa depan anak kesayanganmu? Apa perasaanku salah kalau aku ingin dia pinter dan berprestasi?”

“ Itu bukan perasaan. Itu keinginanmu. Itu gagasan dan harapan-harapanmu pada anak itu, Pa. Itu perasaan yang muncul dari keinginan, gagasan, dan harapan-harapanmu. Itu bukan perasaan yang kumaksud.” (Gunawan, 2006: 88).

(22) “ Oo, jadi gitu, Pa? Ipang Cuma seorang pengacau di mata Papa?! Emang Papa pernah nyoba ngertiin saya? Pernah mikirin perasaan saya? Gak pernah! Papa hanya mikirin diri sendiri! Papa malu kalau Ipang bodoh dan jadi pengacau di sekolahan hanya karena Papa dosen! Itu namanya egois!” (Gunawan, 2006: 65).

Namun sebenarnya ia juga digambarkan sebagai tokoh yang jujur dan kuat pada prinsip. Hal ini dapat kita lihat dari penilaian Ipang terhadap ayahnya berikut ini.

(23) Itulah yang gue hormati dari Bokap. Kejujurannya, Bro! Gue tahu gak gampang sekarang ini nyari orang jujur yang milih hidup sederhana

padahal didepannya peluang to be rich tinggal disamber (Gunawan, 2006: 73).

(44)

2.2.2 Pak Margo

Tokoh antagonis yang terakhir adalah Pak Margo (ayahnya Nugie) karena ia mengalami konflik dengan tokoh lain yaitu Nugie. Pak Margo adalah seorang transeksual atau yang lebih dikenal dengan sebutan waria. Bertahun-tahun ia menyembunyikan identitasnya dari Nugie, akhirnya setelah merasa ada waktu yang tepat, dengan jujur ia mengakui bahwa dirinya adalah ayah kandung Nugie. Hal ini menyebabkan adanya konflik batin dalam diri Nugie.

(24) “ Kamu kelas berapa sekarang?”

“ Dua SMA. Tante sebenaranya siapa? Saya ingin segera ketemu ayah saya.”

“…Sayalah ayah kamu, Nugie….”

“ Haaaahhh?!! Tidaaakk!! Gak mungkin. Kamu bukan ayah saya! Kamu perempuan! Gakk mungkiinnn!!”(Gunawan,2006: 136).

Penokohan tokoh Pak Margo digambarkan sebagai waria. Secara fisik ia berpenampilan perempuan, bertubuh besar dan kekar. Namun sebenarnya ia juga termasuk orang yang lembut dan gemulai terutama saat ia sedang melakukan hobinya yaitu menari salsa.

(25) Badannya lebih kekar dibanding tante-tante lain yang lagi latian salsa. Gerakannya sih sama. Lembut dan halus, gemulai kayak penyanyi dangdut!(Gunawan, 2006: 134).

(45)

Margo untuk menjadi seorang transeksual sangat dihargai oleh mantan istrinya, Sinta. Meskipun seorang transeksual atau waria belum dapat diterima dalam masyarakat kita, tetapi ia tetap memilih menjadi dirinya sendiri. Ini dapat kita lihat dari kutipan berikut

(26) “Tapi satu hal yang harus kamu tahu, setidaknya saya jujur terhadap diri saya dan berani memutuskan untuk menjadi diri sendiri meskipun semua orang melecehkan, mencemooh, mencaci, dan menghina saya. Kamu harus tahu itu, Anakku....”(Gunawan, 2006: 144).

Pengarang memang tidak menggambarkan tokoh Pak Margo secara keseluruhan. Hanya sedikit penggambaran namun cukup jelas mempengaruhi alur cerita.

2.3 Tokoh Tritagonis

Tokoh tritagonis adalah tokoh yang memiliki peran sebagai penengah, bertugas mendamaikan atau menjadi pengantara protagonis dan antagnis (Harymawan, 1988:22). Tokoh utama tritagonis dalam novel ini adalah Sandra dan Sinta karena kedua tokoh inilah yang berada diposisi tengah-tengah antara tokoh protagonis dan antagonis.

2.3.1 Sandra

(46)

(27) Dua kurcaci itu, Ipang dan Nugie, menjuluki gua sebagai Queen of Darkness (Gunawan, 2006: 33).

(28) Anyway, gua suka jadi ratu bagi dua kurcaci itu. ratu Kegelapan. Hebat! Itulah hidup gua! Hidup gua memang gelap (Gunawan, 2006: 34).

Sebenarnya ia mengagumi dan menyukai tokoh Ipang lebih dari sekedar sahabat. Meskipun Ipang lebih muda darinya tapi justru dalam diri Ipanglah ia menemukan sosok lelaki yang diidamkannnya.

(29) Dia punya kemauan keras dan mental baja. Ipang juga anak muda yang apa adanya, jauh dari sifat muna’. Semua sifat dan kualitas itu adalah sifat dan kualitas yang gua cari dari lelaki-lelaki yang naksir gua. Dan,

gua justru menemukannya pada Ipang (Gunawan, 2006: 102). (30) Gua suka secara lebih khusus sama Ipang (Gunawan, 2006: 107).

Berikut ini adalah penokohan tokoh Sandra. Secara fisik Sandra digambarkan sebagai wanita yang cantik, seksi dan berkulit putih. Ini dapat kita lihat dari kutipan berikut

(31) Dan gua memang cantik kayak ratu. Sembilan dari sepuluh laki-laki, yang hidung belang maupun yang hidung kembang-kempis, yang brondong sampe yang bau tanah, setuju bahwa gua cantik dan berbondong-bondong memuji kecantikan gua. Ada yang bilang bibir gua persisi bibir sensual Kate Moss. Ada yang muji mata gua punya magnet penggoda seperti Drew Barrymore. Hidung gua mancung dan lancip kayak Nicole Kidman. Sangat menggemaskan, kata salah satu mantan cowok gua. Soal bodi, semua bilang “perfect!” Ya, bodi gua emang perfect. Sepasang teti berukuran 34 A yang padat dan kenyal, sepasang kaki jenjang super mulus yang juga kenceng dan berujung pada sepasang pantat membukit sempurna. Semuanya dibalut oleh kulit putih mulus yang bercahaya. Kinclong! (Gunawan, 2006: 34).

(32) Semua mata melotot ngliat gua yang putih mulus (gua suka pake tank top karena enak dan membuat gua ngerasa bebas). Semua mata mendelik ngliat paha gua(gua suka pake hot pants karena paha gua juga butuh udara segar). Semua mata membelalak ngliat belahan dada gua kalo gua pake kaos yang agak rendah lehernya. Suck! (Gunawan, 2006: 45-46). Sandra hidup bersama ibu dan adiknya. Ayahnya mati bunuh diri karena

(47)

pintasnya. Kematian ayahnya jelas melahirkan kepahitan serta kekecewaan bagi Sandra. Baginya, ayahnya mati sebagai pengecut, lari dari tanggung jawabnya sebagai seorang kepala keluarga (Gunawan, 2006: 93). Sementara ibunya memilih jadi seorang pemabuk karena stress tak bisa mengurus kedua anaknya (Gunawan, 2006: 106). Hingga keajaiban datang di hari pemakaman ayahnya, ada seorang dermawan tanpa nama yang memberi sumbangan dukacita sebesar 100 juta rupiah. Uang inilah yang menyelamatkan hidup mereka hingga dapat membuka warung makan untuk membiayai kehidupan sehari-hari ibu dan adiknya (Gunawan, 2006: 94). Sandra tak ingin merepotkan ibunya, ia berusaha mencari uang sendiri untuk memenuhi kebutuhan sehari-harinya (Gunawan,2006: 35). Ia cuti dari kuliahnya dan bekerja sebagai kasir didistro “ Queen” (Gunawan,2006: 34).

Sandra adalah wanita yang kuat dan tegar. Sikapnya yang dewasa dan penuh pengertian membuat Ipang dan Nugie nyaman berada didekatnya. Sandra sangat menyayangi kedua sahabatnya itu tetapi rasa sayang Sandra ke Ipang berbeda, lebih dari seorang sahabat biasa.

Meskipun hidup secukupnya, namun di saat-saat tertentu Sandra juga rela mengeluarkan uangnya untuk sebotol minuman beralkohol dan selinting ganja. Prinsipnya apapun yang dia lakukan selama itu tidak merugikan orang lain, hal itu sah-sah saja dilakukan.

(48)

Sandra sebagai tokoh yang dicitrakan dengan sangat jelas oleh pengarang. Mulai dari penampilan fisiknya hingga karakternya sangat detail dijelaskan oleh pengarang. Sifat pemberontaknya lahir dari kehidupannya yang keras. Belajar dari kenyataan pahit masa lalunya dan berjuang untuk tetap kuat dalam menghadapi hidupnya. Sandra adalah wanita yang sangat menarik. Ia kuat, tegar dan pantang menyerah, dewasa, tak mudah putus asa, care dan selalu memiliki prinsip hidup. Sandra berbeda dari wanita-wanita pada umumnya. Sikap inilah yang membuat tokoh Ipang dan Nugie jatuh cinta padanya.

2.3.2 Sinta

Tokoh Sinta merupakan tokoh utama tritagonis selanjutnya. Ia adalah ibu dari tokoh Nugie. Ia janda yang bekerja sebagai ahli supranatural dan meditasi. Profesinya membuat ia lebih dalam mengenal dan mengerti cinta dibanding orang lain. Pemahaman inilah yang membuatnya kuat menghadapi kenyataan hidupnya.

(34) Cinta memang menjadi pusat meditasi dan terapi yang dilakukannya. Ia mencoba mengajarkan pada pasien-pasiennya agar memahami cinta dengan baik dan benar, karena hanya dengan pemahaman yang baik dan benarlah orang kemudian bisa mencintai dengan baik dan benar. Mencintai dengan pemahaman yang salah terhadap cinta hanya akan menimbulkan luka dan penderitaan bagi siapapun (Gunawan, 2006: 51). (35) Realita yang menyakitkan hanya bisa diterima oleh cinta yang tulus dan

sejati. Hidup berdamai dengan realita yang menyakitkan hanya mungkin dilakukan jika memiliki ketenangan atau kebesaran jiwa. Meditasi mengajarkannya untuk memiliki ketenangan. Jadi kalaupun ia tidak memiliki jiwa yang cukup besar, Sinta tetap bisa hidup dalam realita yang menyakitakn itu dengan damai (Gunawan, 2006: 57).

(49)

terjadi adalah keretakan dan kahancuran hubungan antara ibu dan anak (Gunawan, 2006: 51-52).

Penokohan Sinta dalam novel ini secara fisik digambarkan sebagai janda yang cantik dan menarik, ini dapat kita lihat dari penuturan Nugie dan Ipang tentang Sinta.

(37) Bukannya mau sok atau sombong, tapi nyokap gue masih sangat cantik, menarik dan seksi di umur hampir 43 tahun (Gunawan, 2006: 22).

(38) “Eh, tapi benar lho, nyokap lo emang masih cakep banget!” (Gunawan, 2006: 30).

Sinta tinggal berdua dengan anaknya, Nugie. Ia berjuang untuk

membesarkan anaknya seorang diri. Perpisahannya dengan Pak Margo (mantan suaminya) diterimanya dengan lapang dada. Ia tak hanya pengertian

tetapi juga sangat menghormati pilihan hidup suaminya yang beralih menjadi seorang waria. Namun tidaklah mudah untuk menyampaikannya kepada Nugie. Ia hanya bisa menjelaskan bahwa ada hal yang sangat prinsip yang menyebabkan perceraian orang tuanya (Gunawan, 2006: 53).

Faktor lingkungan memaksa Sinta untuk belajar meditasi hingga akhirnya ilmu yang dipelajarinya untuk kepentingan pribadi itu justru menjadi sumber mata pencahariannya di kemudian hari. Pengenalannya terhadap meditasi berawal dari sikap cemas yang berlebihan pada saat ia mengandung anak pertama dan satu-satunya, Nugie. Sementara kecemasan yang berlebihan sangat tidak baik bagi janin yang dikandungnya. Oleh karena itulah menurut anjuran psikolognya, ia mengikuti pelatihan yoga atau meditasi yang kemudian berkembang ke supranatural ini.

(50)

“ Cobalah yoga atau latihan meditasi apa saja.” “ Yoga? Meditasi? “

“ Ya, yoga. Kamu tahu kan? “

“ Bukankah itu ilmu bela diri orang India? “

“ Yoga adalah jalan atau cara untuk menghayati, menjalani, dan menguasai diri dan hidup kita.”

“ Oo….”

Itulah awal persinggungannya dengan dunia meditasi (Gunawan, 2006:56).

Tokoh Sinta dalam novel ini digambarkan oleh pengarang dengan cukup jelas. Mulai dari penampilan fisiknya yang menarik, sifatnya yang sabar, pengertian dan kemampuannya penguasaan diri saat menghadapi masalah. Pemahaman yang dalam tentang cinta membuat tokoh Sinta menjadi tokoh wanita yang tegar dan kuat.

Demikianlah analisis tokoh dan penokohan tokoh-tokoh dalam novel RCRR karya Gunawan tersebut. Hal ini bertujuan agar dapat diketahui karakter tokoh sehingga dapat membedakan antara tokoh satu dengan tokoh lainnya untuk mempermudah menganalisis gaya hidup masing-masing tokoh.

(51)

REALITA CINTA DAN ROCK ‘N ROLL

Pada Bab I dijelaskan bahwa gaya hidup atau life style berhubungan erat dengan penjelasan sosiologis yang menunjukkan pada bentuk masyarakat modern. Gaya hidup mencerminkan status sosial, sikap, dan nilai-nilai atau cita rasa seseorang. Gaya hidup juga merupakan ciri dari masyarakat modern, siapa pun yang hidup dalam masyarakat modern akan menggunakan gagasan tentang gaya hidup sebagai cerminan dari tindakannya sendiri maupun orang lain.

Pada Bab I juga dipaparkan bahwa gaya hidup metropolitan mencakup fashion, gaya hidup alternatif, dan gaya hidup menyimpang (perkelahian dan pembuat onar, narkoba, minum-minuman keras, dan transeksual). Ini sesuai dengan gaya hidup tokoh-tokoh dalam novel RCRR yang menganut gaya hidup modern di kota metropolitan. Eratnya hubungan antara gaya hidup dan sosiologi menjadi dasar dari analisis penulis tentang gaya hidup tokoh utama dalam novel RCRR yang menggunakan pendekatan sosiologi sastra.

(52)

Maraknya kasus perkelahian, narkoba, minum-minuman keras dan transeksual merupakan dampak dari gaya hidup modern. Selain industri mode atau fashion dan gadget, muncul juga berbagai macam industri kecantikan, industri kelangkaaan waktu luang, industri nasihat dan gaya hidup alternatif.

Dalam novel RCRR, tiap tokoh utama merupakan penganut gaya hidup modern. Ipang, Nugie, Ayah Ipang, Pak Margo, Sandra dan Sinta diciptakan sebagai orang-orang yang menjadikan gaya hidup sebagai cara mereka untuk merealisasikan status soial, sikap dan selera mereka. Gaya hidup modern yang dilukiskan dalam novel ini, berupa fashion, gaya hidup alternatif, dan gaya hidup menyimpang (perkelahian dan pembuat onar, narkoba, minum-minuman keras dan transeksual).

Berikut akan dianalisis gaya hidup masing-masing tokoh yang secara tidak langsung mencerminkan status sosial, sikap dan selera mereka.

3.1 Fashion

(53)

3.1.1 Ipang

Ipang, Nugie dan Sandra dilukiskan pengarang sebagai anak muda yang sarat dengan dunia fashion. Ipang misalnya, ia digambarkan sebagai tokoh yang menyukai fashion yang terkesan berantakan padahal sebenarnya itu adalah fashion akibat pengaruh gaya hidupnya sebagai anak band. Hal ini dapat kita lihat dari kutipan berikut.

(1) Celana bagi gue cukup jins belel merek apa aja. Yang penting belel, ketat, dan sobek. Kaos juga gue lebih suka yang udah bolong-bolong di sana-sini. Sepatu gue cukup sepatu boots buatan Cibaduyut ato buatan pabrik sepatu di Tangerang (Gunawan, 2006: 7).

Dalam kutipan tersebut sangat jelas digambarkan bahwa tokoh Ipang merupakan tokoh yang mengkonsumsi fashion sebagai gaya hidupnya. Meskipun fashion yang dianutnya terkesan berantakan tapi sebenarnya ini akibat pengaruh dari gaya hidup idolanya yang adalah seorang musisi aliran rock n, roll.

(54)

3.1.2 Nugie

Dalam hal berpakaian, Nugie pun sebenarnya tidak jauh berbeda dari Ipang, hanya saja Nugie lebih menonjolkan pada modifikasi mobilnya sebagai pelengkap penampilan dan gaya hidupnya. Berikut kutipannya.

(2) Sebuah mobil hasil mutilasi yang luar biasa. Bodinya mobil Eropa tapi udah ga bisa dikenali lagi. Aslinya Holden tahun 70-an, tapi grill depan pake grill Ford Mustang, pelek pake pelek racing ukuran 17 dengan ban radial tipis dan shock breaker khusus yang empuk. Interior dalam luas dan lapang banget karena mobilnya sendiri emang berukuran gede. Simple dan jantan. Mobil dicat duotone, biru dengan kombinasi merah sebagai stripping dan aksen di bagian tertentu. Keren abis. Mesinnya di-upgrade dengan berbagai komponen yang membuatnya gak kalah berpacu dengan mobil-mobil baru tahun 2000-an. Soal gaya pun gak kalah dengan mobil-mobil model terbaru (Gunawan, 2006: 6).

3.1.3 Sandra

Sementara Sandra lebih menonjol pada pemilihan pakaiannya yang santai tapi seksi. Ini dapat dibuktikan dari kutipan berikut.

(55)

3.2 Gaya Hidup Alternatif

Semakin modernnya gaya hidup masyarakat metropolitan ternyata semakin banyak pula orang yang ingin “ kembali ke alam “ sebagai salah satu cara pembaharuan untuk hidupnya. Kepenatan kota yang mereka hadapi sehari-hari, menjadikan beberapa kelompok dalam sebuah masyarakat membentuk sebuah gaya hidup yang baru dan sehat. Gaya hidup itu adalah gaya hidup alternatif.

Seperti yang dikatakan Ibrahim (dalam Chaney, 2004: 9), bahwa di kalangan sebagian masyarakat mencuat pula gaya hidup alternatif, gerakan untuk “ kembali ke alam,“ ke hal-hal yang dianggap bersahaja, semacam kerinduan akan kampung halaman atau surga yang hilang, dan gaya hidup spiritualisme baru yang seakan-akan menjadi antitesis dari glamour fashion yang sekarang juga sudah tidak malu-malu lagi dipamerkan oleh kaum borjuis.

3.2.1 Sinta

Gaya hidup inilah yang digunakan tokoh Sinta untuk menenangkan diri dan mengontrol hidupnya. Sinta menggunakan meditasi sebagai gaya hidup alternatif pilihannya. Ini terbukti dari kutipan-kutipan berikut.

(4) “ Ya, meditasi adalah upaya untuk melihat diri kita sendiri secara jernih dan benar. Dengan meditasi kita bisa terhindar dari kesalahan-kesalahan, dari kesombongan, dan juga dari kejahatan.” (Gunawan, 2006: 48). (5) Meditasi mengajarkannya untuk memiliki ketenangan (Gunawan, 2006:

57).

(56)

(7) Sinta geleng-geleng kepala dalam meditasinya. Tapi tiba-tiba ia tersentak kaget mendengar suara dengung lebah ditelinganya. Sinta membuka mata, mengakhiri meditasinya yang belum selesai (Gunawan, 2006: 60). Kepenetan kota Jakarta membuat Sinta memilih gaya hidup alternatif meditasi sebagai salah satu cara hidup yang membuatnya menjadi lebih tenang, tidak stres dan terhindar dari pola pikir yang negatif.

3.2.2 Pak Margo

Selain tokoh Sinta, tokoh lain yang memiliki gaya hidup seperti ini adalah Pak Margo. Namun bedanya Pak Margo memilih menari salsa untuk menghilangkan stress dan menenangkan pikirannya sekaligus sebagai olah raga yang dapat menyehatkan tubuh. Berikut kutipan yang membuktikan bahwa Pak Margo pun termasuk tokoh yang memiliki gaya hidup alternatif.

(8) “ Ya, ya…..Ibu-ibu di sekitar sini sangat tertarik untuk mengisi waktu dengan kursus salsa di rumahku. Salsa juga cara yang sehat dan menyenangkan untuk menghilangkan stress lho, Jeng!”

“ Tentu, tarian juga banyak dipakai sebagai metode terapi oleh para pakar yoga dan biksu. Itu memang bagus, olah tubuh untuk menyehatkan jiwa dan pikiran kita. Pepatah Yunani juga mengatakan di dalam tubuh yang kuat terdapat jiwa yang sehat, seperti yang diajarkan guru sekolah kita dulu.” (Gunawan, 2006: 113).

(57)

metropolitan yang membutuhkan ketenangan dan pembaharuan dalam dirinya di tengah kesibukkan dan permasalahan hidup yang sangat komplit.

3.3 Penyimpangan Gaya Hidup

Gaya hidup yang menyimpang juga termasuk bagian dari budaya konsumen. Dilihat dari tindakan beberapa kelompok yang menggunakan gaya hidup sebagai bentuk pemberontakan terhadap lingkungan sekitarnya, maka kita akan menemukan pengertian yang mengacu pada seluruh tipe aktivitas sosial seseorang yang dapat digunakan untuk mencirikan dan mengenali mereka.

Biasanya, bentuk-bentuk penyimpangan yang dilakukan oleh orang-orang muda, merupakan konsep yang telah diambil alih untuk menunjukkan pada bentuk-bentuk pembangkangan dan pemberontakan kultural yang menandai era modernitas (Chaney, 2004: 209).

Dalam novel RCRR ini, tokoh yang mengalami penyimpangan gaya hidup adalah tokoh Ipang, Nugie, Sandra dan Pak Margo. Bentuk-bentuk penyimpangannya yaitu perkelahian dan pembuat onar, minum minuman beralkohol dan narkoba, dan terakhir adalah transeksual atau yang lebih dikenal dengan sebutan waria. Hal ini merupakan bentuk pembangkangan dan pemberontakan mereka.

3.3.1 Perkelahian dan Pembuat Onar

(58)

sebagai tokoh yang lebih dominan melakukan segala aksi kenakalan-kenakalan yang mereka lakukan bersama.

3.3.1.1 Ipang

Bagi Ipang perkelahian merupakan sesuatu yang menarik dan pantas untuk lelaki sejati, sama menariknya dengan membuat keonaran.

(9) Bagi gue sih berantem emang lebih banyak asyiknya dari pada susah. Emang bonyok sih, tapi berantem itu harus buat anak laki-laki. Anak laki

yang gak pernah berantem, dimata gue sih bener-bener banci! (Gunawan, 2006: 79).

(10) “ Pang, udah deh! Ngapain sih lo cari gara-gara ama preman gak jelas gitu?”

“ Tenang aja, orangnya cungkring!” “ Tunggu di situ lo, Anjing! Gue naiik!!” “ Sampe besok jug ague tungguin lo!”

“ Gila lo, Pang. Gue cabut ajah deh! Males gue ribut ama preman gak jelas!”

“ Udah, diem aja lo!”

“ dasar gila, lo! Gak bosen-bosen cari gara-gara!” (Gunawan, 2006: 76). (11) “ Siapa itu?! Ipang ya?!! Jangan mengacau, kamu!” Bu Dora ngebentak

sambil terus menulis di papan tulis (Gunawan, 2006: 25).

Ipang digambarkan sebagai tokoh yang pemberontak, suka berkelahi dan membuat onar. Hal negatif tersebut justru merupakan cara Ipang untuk mengekspresikan kelaki-lakiannya. Menurut Ipang sebagai laki-laki sejati harus suka berkelahi dan membuat onar.

3.3.1.2 Nugie

(59)

bahwa penyimpangan dapat dihasilkan dari adanya pergaulan atau pertemanan sekelompok orang yang menimbulkan solidaritas antar anggotanya sehingga mau tidak mau terkadang harus ikut dalam melakukan penyimpangan tersebut.

(12) Terutama kalo gue udah sama sobat gue, si Ipang. Ipang memang selalu jadi picu buat segala macam aksi gila-gilaan. Manusia satu itu bener-bener gokil abis! (Gunawan, 2006: 18).

(13) Nugie dan Ipang. Dua anak muda pemberontak yang selalu bikin ulah di mana pun mereka berdua berada. Kerap mereka sampai ke rumah dengan wajah bonyok dan baju robek-robek. Berkelahi di jalanan entah dengan siapa (Gunawan, 2006: 54).

Kutipan-kutipan di atas jelas menunjukkan bahwa tokoh Ipang dan tokoh Nugie merupakan tokoh yang menjadikan perkelahian dan melakukan perbuatan onar sebagai bagian dari gaya hidup mereka. Ini jelas membuktikan bahwa kedua tokoh ini adalah penganut gaya hidup modern yang menyimpang dari norma-norma yang berlaku di masyarakat.

3.3.2 Minuman Beralkohol dan Narkoba

Penyimpangan gaya hidup berikut ini meliputi minuman berakohol dan narkoba. Ipang, Nugie dan Sandra digambarkan sebagai tokoh yang mengkonsumsi minuman beralkohol dan menghisap ganja di saat-saat tertentu. 3.3.2.1 Ipang

Mengkonsumsi narkoba dan minuman keras bagi Ipang bukan masalah besar, justru menurut Ipang disaat dia ada masalah, narkoba dan minuman keras merupakan teman yang asyik karena dapat membuatnya merasa lebih baik setelah mengkonsumsinya.

(60)

3.3.2.2 Nugie

Begitu juga dengan nugie, baginya mengkonsumsi narkoba dan minum-minuman keras apabila mengkonsumsinya tidak dengan dosis yang berlebihan justru akan membuat suasana menjadi ceria. Berikut kutipannya.

(15) Somewhere in Jakarta. Sebotol Vodka dan tiga liting ganja siap menemani kami (Gunawan, 2006: 91).

3.3.2.3 Sandra

Menurut Sandra, jangan menilai seseorang dari luarnya saja. Mengkonsumsi minuman keras memang merupakan bagian dari gaya hidupnya ,hanya saja lantas bukan berarti dia adalah perempuan tanpa harga diri. Sandra memang suka mabuk tapi bukan mabuk untuk sekedar kesenangan belaka, baginya mabuk adalah salah satu pertahanannya untuk mengatasi berbagai stres dan masalah-masalah dalam kehidupannya.

(16)Ya, mabok. Jangan heran. Jangan nuduh gue cewek rusak hanya gara-gara gua suka minum tequila (Gunawan, 2006: 35).

Hal ini membuktikan bahwa ketiga tokoh di atas merupakan tokoh yang menganut penyimpangan gaya hidup modern.berawal dari pergaulan yang hanya sekedar mencicipi, lama-lama menjadi sebuah kebutuhan dan gaya hidup. Gaya hidup seperti ini sudah menjadi konsumsi beberapa komunitas di kota-kota besar di era modernitas ini.

3.3.3 Transeksual

(61)

transeksual sendiri adalah pergantian kelamin secara utuh (Http://www.itb.ac.id).

3.3.3.1 Pak Margo

Tokoh Pak Margo dalam novel ini dicitrakan sebagai tokoh yang memiliki kelainan seksualitas. Obsesinya untuk menjadi seorang wanita mendorongnya untuk melakukan operasi alat kelamin.

(16) Bokap gue sendiri, yang dua belas tahun gue gak pernah ketemu, ternyata seorang waria. Transeksual! Banci! Gila! Dia malah udah operasi kelamin segala. Dia udah bener-bener jadi perempuan dan minta dipanggil mama. Gila! (Gunawan, 2006: 143).

Uraian di atas merupakan bukti bahwa tokoh Pak Margo juga menganut gaya hidup modern yang menyimpang. Kebutuhan seksual yang tidak normal, namun mulai banyak ditemukan dalam kehidupan sosial masyarakat modern saat ini.

Dengan demikian, dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa gaya hidup tokoh Ipang, Nugie, Sandra, dan Pak Margo adalah gaya hidup yang sudah menjadi konsumerisme dalam masyarakat modern. Gaya hidup yang sarat akan pembangkangan dan pemberontakan kultural yang menandai era modernitas terutama gaya hidup anak-anak mudanya. Namun, hal-hal tersebut dapat mencerminkan status sosial, cita rasa, dan sikap mereka bahkan dapat juga mengenali dan mencirikan gaya hidup mereka, berdasarkan pada bentuk-bentuk budaya konsumerisme yang mereka konsumsi.

(62)

4.1 Kesimpulan

Novel RCRR karya Gunawan ini merupakan hasil adaptasi dari film layar lebar ketiga karya Upi Avianto berjudul Realita Cinta dan Rock ‘n Roll. Novel RCRR ini berkisah tentang realitas kehidupan anak muda metropolitan. Masalah cinta hanya menjadi bagian yang mengikat cerita. Semacam benang merah bagi realitas yang diangkat pengarang melalui tiga tokoh utamanya yaitu Ipang, Nugie, dan Sandra yang menjadi korban dari suatu keadaan yang diakibatkan oleh orang tua mereka.

Semua itu adalah realitas yang yang nyata dalam kehidupan modern di masyarakat metropolitan seperti Jakarta. Obsesi Ipang dan Nugie untuk menjadi Rock Star menghasilkan optimisme dan dinamisme yang kuat meskipun keseluruhan cerita adalah tentang realitas yang menyakitkan dan kejam (Http://www.layarperak.com).

(63)

sastra-karya sastra termasuk novel RCRR karya Gunawan ini. Berdasarkan hal tersebut maka penulis meneliti lebih jauh bagaimana gaya hidup modern masyarakat metropolitan pada setiap tokoh dengan menggunakan pendekatan sosiologi sastra.

Berdasarkan analisis tokoh yang telah dilakukan maka tokoh-tokoh dibedakan menjadi tokoh utama protagonis, yaitu tokoh Ipang dan tokoh Nugie. Kedua tokoh ini merupakan tokoh protagonis karena intensitas kemunculannya dalam tiap penceritaan dan karena keterlibatannya dengan tokoh lain. Selanjutnya, tokoh utama antagonis, yaitu tokoh Ayah Ipang dan Pak Margo. Ayah Ipang dan Pak Margo merupakan tokoh antagonis dalam novel ini karena menjadi penyebab munculnya konflik dengan tokoh utama protagonis, baik secara langsung maupun tak langsung, bersifat fisik maupun batin. Dan terakhir, tokoh utama tritagonis, yaitu Sandra dan Sinta.kedua tokoh ini merupakan tokoh utama tritagonis karena berada diposisi tengah-tengah antara tokoh protagonis dan tokoh antagonis.

(64)
(65)

Hasil analisis tokoh dan penokohan inilah yang digunakan sebagai dasar untuk mendeskripsikan gaya hidup modern tiap tokoh dalam novel RCRR ini. Gaya hidup modern yang dimaksudkan dalam penelitian ini adalah gaya hidup modern yang ada dalam masyarakat yang berhubungan dengan identitas sosial masyarakat dan yang dapat menerima (mengkonsumsi) hal-hal baru (modern) sebagai bentuk dalam berinteraksi dalam hal ini khususnya yang terjadi dikota metropolitan. Gaya hidup modern yang dilukiskan dalam novel ini, berupa fashion, gaya hidup alternatif, dan gaya hidup menyimpang (homoseksual, narkoba, minum-minuman keras dan seks bebas).

Hal ini dapat dilihat pada analisis yang telah dilakukan di bab sebelumnya. Dari analisis tersebut dapat diketahui bahwa tokoh Ipang menganut gaya hidup modern yang fashionable dan gaya hidup yang menyimpang akibat modernitas seperti berkelahi, membuat onar, menggunakan drugs atau narkoba, dan meminum-minuman berakohol.

Tokoh Nugie menganut gaya hidup yang sama dengan tokoh Ipang. Fashionable tetapi juga menganut gaya hidup modern yang menyimpang yang disebabkan oleh modernitas (berkelahi, menggunakan narkoba dan meminum-minuman berakohol).

Referensi

Dokumen terkait

- Sifat pekerjaan apakah bersifot monoton atau tidak.. Tindakan pemimpin untuk dapat menghilangkan kekecewaan karyawan tersebut adalah dengan memperbaiki faktor – faktor

G., et a l.2007 Ascorbate in pharmacologic concentrations selectively generates ascorbate radical and hydrogen peroxide in extracellular fluid in vivo.. Chea

In conclusion, the present study has demonstrated that the use of grass clover-pellets and whole plant maize-pellets, along with concentrate and about 10% unchopped grass hay, based

The higher weight gain of ewes supplemented during the 50-day feeding period with barley grain or LS compared to control ewes would be expected due to the increased density of

Uji korelasi dilakukan dengan perangkat lunak Microsoft Excel. Tahap ini bertujuan untuk mengetahui kekuatan dan arah hubungan antara variabilitas dengan produksi padi

[r]

Sekretaris ULP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 huruf b dijabat oleh Kepala Biro atau Perwira Tinggi Polri pada Ssarpras Polri yang ditetapkan dengan

Hasil analisis menunjukkan bahwa semua nilai FKR berbeda secara signifikan, yang berarti bahwa data jumlah korban meninggal dunia untuk semua instansi rujukan, yaitu Dinas