• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II BIOGRAFI IBNU TAIMIYYAH

E. Tokoh Pengikut Ibnu

Sebagai ulama yang terkenal sebagai sosok yang berfikir kritis dan tajam, Ibnu Taimiyyah memiliki banyak murid dan pengikut, apalagi pada masa kehidupannya, kondisi umat Islam pada masa yang dikenal dengan nama

“jumud”, ditambah lagi dengan adanya perang fisik dan fikiran baik antara kekhalifahan Islam maupun non-muslim, maupun perang pemikiran (Ghazwatul fikri) antar aliran dan faham dalam Islam.

Diantara pengikut yang juga murid Ibnu Taimiyyah adalah:

1. Muhammad Bin Abi Bakar Ibnul Qayyim Al-Jauziyah.

2. Imam Syamsuddin Adz-Dzahabi.

24 Qomaruddin Khan, Pemikiran Politik Ibnu Taimiyyah, h.15.

29

3. Imam ‘Imaduddin Abul Fida’ I mail Bin Umar Bin Kat ir Al-Qurasyi Ad-Dimasyqi.

4. Muhammad Bin Ahmad Bin Abdil Hadi.

5. Abdul Hajaj Jamaluddin Al-Mizzi.

6. ‘Imaduddin A mad Bin Ibra im Al-Hizaam.

7. Syarifuddin Muhammad Bin Muhammad Bin An-Nujaib Al-Harrani.

8. Syarifuddin Muhammad Bin Al Munjaa At-Tannukhi Al-Hanbali.

9. Afifuddin Ishaq Bin Yahya Al-Aamidi Al-Maghribi.

10. Abdullah Bin Musa Al-Jazari.

11. Alamuddin Al-Barzali, muarrikh Syam.

12. Alim Baghdad Shafiuddin Abdul Mukmin Bin Abdul Haq Al-Hanbal.

13. Asy-Syaikh Abdullah Bin Rasyid Al-Maghribi.

14. Al-Hafidz Abu Hafsh Umar Bin Ali Al-Bazzar Al-Baghdadi.

15. Jamaluddin Abdulla Bin Ya’qub Bin Sayyidi im Al-Iskandari.

16. Hafizh Qadhi Syamsuddin Muhammad Bin Muflih Al-Hambali.

17. Al-Mufti Zainuddin Ubadah Bin Abdul Ghani Al-Maqdisi Ad-Dimasyqi.25

25 H. Abuddin Nata, Pemikiran para Tokoh Pendidikan Islam;Kajian Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2000), Cet. I,h. 156.

30 BAB III

PEMIMPIN PEMERINTAHAN ISLAM

A. Definisi Pemimpin dan pemerintahan

Pemimpin adalah orang yang memimpin kelompok dua orang atau lebih,baik organisasi atau keluarga.26 Menurut kartini kartono pemimpin adalah seorang pribadi yang memiliki kecakapan dan kelebihan ,khususnya kecakapan dankelebihan disuatu bidang sehingga mampu mempengaruhi orang lain untuk bersama-sama melakukan aktivitas tertentu,demi pencapaian.27

Menurut ibnu taimiyah seorang pemimpin harus mempunyai dua syarat umum yaitu kekuatan dan amanah.28 Yang dimaksud dengan kekuatan oleh ibnu taimiyah adalah kemampuan yang harus dimiliki oleh seseorang pemimpin dilapangan yang dipimpinnya.adapun yang dimaksud amanahadalah sikap takut hanya kepada Alloh swt,tidak memperjual belikan ayat-ayat Alloh swt dengan harga yang sedikit dan tidak takut pada manusia.29

Dari berbagai pengertian tersebut bahwa pemimpin adalah seseorang yang memiliki kemampuan untuk mengatur,mendorong,mengkoordinasi dan

26 Suradinata, Pemimpin dan Kepemimpinan pemerintahan:pendekatan budaya, moral,dan etika (Jakarta: PT.Gramedia Pustaka Utama,1997), h. 11

27 kartini kartono, Pemimpin dan Kepemimpinan, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1994), h. 47

28 Syaikh Muhammad bin Shalih al-‘Ut aimin, Politik Islam Ta’liq Siyasah Syar’iyah Ibnu Taimiyah, terj. Ajmal Arif, Lc., (Jakarta: Griya Ilmu, 2009), h. 19.

29 Syaikh Muhammad bin Shalih al-‘Ut aimin, Politik Islam Ta’liq Siyasah Syar’iyah Ibnu Taimiyah, terj. Ajmal Arif, Lc., h. 21.

31

mempengaruhi orang lain dalam rangka melakukan kerjasama kearah pencapaian tujuan bersama yang telah ditentukan.

Menurut KBBI (Kamus Besar Bahasa Indonesia) Pemerintahan adalah proses, cara, perbuatan memerintah, segala urusan yang dilakukan oleh negara dalam menyelenggarakan kesejahteraan masyarakat dan kepentingan negara.30 Pemerintahan juga dapat diartikan sekumpulan orang yang bekerja dengan tugas-tugas yang melangsungkan sistem pemerintahan, atau bisa didefisinikan sebagai pengabdi negara, menjalankan manajemen serta mengatur jalannya pemerintahan.

Dengan demikian pemerintahan juga dapat dipahami sebagai suatu sistem hubungan tata kerja antar lembaga-lembaga negara dan berperan aktif dalam kemajuan sebuah pemerintahan. Dalam sebuah pemerintahan juga terdapat hubungan sosial, politik dan agama sebagai mana yang telah ada pada zaman Nabi, shohabat, khulafa irrassyiddin terdahulu.

Pada zaman Nabi sudah terdapat pemimpin dalam sebuah pemerintahan yang dinamakan khalifah31, k ala’if dan lain-lainnya yang bersifat politik memang terdapat pada al-Qur’an, tetapi itu anya menunjukkan kekuasaan politik yang mungkin direalisir kaum Muslimin di atas dunia dan tidak merumuskan prinsip-prisip sebagai bagian dari asas-asas agama untuk mengorganisir pemerintahan.

30 .KBBI Online, https://kbbi.kemdikbud.go.id/entri/pemerintahan. /diakses pada 24 januari 2020

31 Khalifah adalah wakil (pengganti) Nabi Muhammad SAW. setelah nabi wafat (dalam urusan negara dan agama) yang melaksanakan syariat (hukum) Islam dalam kehidupan bernegara atau gelar kepala agama dan raja di negara Islam atau penguasa.

32 B. Pandangan Tokoh

Pemerintahan juga diungkapkan menurut beberapa tokoh, berikut pemerintahan menurut beberapa tokoh sebagai berikut:

1. Hamka

Menurut Hamka, pemerintahan dalam Islam atau yang dikehendaki Islam adalah khalifah di atas bumi, seperti yang dijelaskan dalam surat al-Baqarah ayat 30, Allah menyatakan maksud-Nya kepada malaikat-Nya bahwa Dia hendak melantik khalifah-Nya di atas bumi. Karena itu, diciptakan Adam sebagai manusia pertama yang akan dijadikan khalifah. Khalifah adalah orang yang diserahi tanggung jawab untuk melanjutkan kehendak orang yang mengkhalifahinya.

Berdasar kepada kejadian Adam dan tanggung jawab yang diamanatkan kepadanya, tampaklah kesatuan agama, kesatuan kemanusian di bawah kesatuan Allah. Manusia kian lama kian maju dan beberapa nama telah ditunjukkan kepada Adam. Rahasia yang terpendam telah dibongkar oleh pikiran manusia.32

Oleh sebab hendak memikulkan tanggung jawab itulah, Allah mengutus para rasul dan para nabi dengan membawa beberapa kitab. Islam mengajarkan bahwa isi maksud kedatangan para nabi adalah satu, yaitu menuntun perikemanusiaan supaya dia dapat membayarkan kewajibannya yang berat dan mulia dengan kedatangan Muhammad adalah penghabisan para rasul. Lantaran itu dinaikkanlah derajat kemanusiaan dengan hubungan yang langsung kepada al-Khaliq. Tidak ada lagi satu manusia pun yang boleh mengambil tempat istimewa

32 Hamka, Keadilan Sosial dalam Islam, (Jakarta: Gema Insani, 2015), h. 18.

33

untuk merendahkan manusia lain. Hanyalah usaha bersama membuat diri sendiri supaya lebih dekat kepada Allah. Dengan ajaran Islam terbantahlah dasar pemerintahan lama dari manusia dalam mendirikan negara dan masyarakat, yaitu memandang raja, nenek, atau dukun sebagai Tuhan. Oleh sebab itu, Islam mengajurkan supaya manusia berusaha senantiasa mengambil pecah-pecahan dari sifat Allah Ittasifu bi sifat illahi. Bersifatlah dengan sifat Allah, bukan menuhankan seorang manusia, menyucikannya dan yang lain bersedia menjadi budaknya dan menuruti apa yang diaturnya, dan tidak boleh disalahkan serta dipandang tidak pernah bersalah. Filsafat ajaran khalifatullah inilah yang menumbuhkan keyakinan dalam hati kaum muslimin bahwa urusan sebuah negara dengan agama tidak dapat dipisahkan. Urusan kerja usaha, jiwa dan badan, ruhani dan jasmani tidak tercerai.33

Setelah diketahui dan dipahamkan, kedudukan perikemanusiaan dalam dunia, pada pandangan Islam, tidaklah sulit lagi mencari bentuk pemerintahan Islam. Bentuk pemerintahan di suatu negara atau wilayah ialah menurut bentuk pertumbuhan kecerdasan masyarakat itu sendiri. Manusia adalah khalifah, oleh sebab itu Allah membiarkan pikiran khalifah-Nya tumbuh sendiri. Setelah Rasulullah wafat, beliau pun tidak suka menentukan siapa akan penggantinya.

Melainkan diserahkan kepada yang tinggal, karena semua yang akan ditinggalkannya adalah khalifah Allah dan memilih sendiri bentuk pemerintahan yang disukai karena itu adalah hak mereka sendiri, mereka mempunyai hak right

33 Hamka, Keadilan Sosial dalam Islam, h. 20-21.

34

of self determination, hak untuk menentukan nasib sendiri. Hanya satu yang penting, ajararan prinsipil yaitu syura.34

Karena syura atau bermusyawarah, bermufakat, dan berbincang bersama-sama memilih mana yang bermanfaat dan meninggalkan yang mudharat35, itulah pokok sejati ketika mendirikan pemerintahan Islam. Karena tidak ada satu penghianatan dalam pandangan pemerintahan Islam yang lebih besar dari al-mufariqu lil jam’ah, atau yang memisahkan diri dari suara terbanyak, namun pilih dan contohlah mana yang baik untuk zaman dan wilayah kita. Tetapi jangan lupakan prinsip yaitu bermusyawarah.

2. Ibnu Khaldun

Menurut Ibnu Khaldun, sebuah pemerintahan harus ada satu kemestian dalam memimpin sebuah negara yaitu Imamah. Seperti para sahabat nabi dan para tabi’in tela ijma’36 semuanya bahwa imamah adalah wajib menurut hukum Islam. Karena pada waktu rasulullah wafat, para sahabat beliau telah bertindak membai’atkan Abu Bakar r.a. dan mempercayakan padanya pengawa an persoalan-persoalan mereka. Demikianlah seterusnya di masa-masa berikutnya.

Dalam zaman manapun rakyat tidak pernah diserahkan kepada pemimpin yang anarki. Semuanya itu adala karena ijma’ para a abat dan tabi’in yang menunjuk pada kemestian adanya jabatan pemimpin pada sebuah pemerintahan. Adapula sebagian orang yang menyatakan pendapat, bahwa keharusan adanya imamah itu

34 Hamka, Keadilan Sosial dalam Islam, h. 22.

35 Mudarat adalah sesuatu yang tidak menguntungkan atau merugikan, rugi, kerugian, tidak berguna, tidak berhasil hasil, gagal.

36 Ijma’ adalah kesepakatan dalam sebuah hasil rumusan yang sedang dibahas atau masalah yang sedang dibahas dan membuahkan hasil untuk disepakati.

35

adala ditentukan ole akal, dan ba wa ijma’ yang kebetulan terjadi itu anya menguatkan saja bagi penentuan akal dalam hal ini. Sebagaimana mereka katakan, apa yang membuat jabatan pemimpin itu wajib menurut hukum akal ialah keperluan umat manusia pada suatu organisasi kemasyarakatan dan tidak mungkinnnya mereka itu hidup dan berexistensi secara sendiri-sendiri. Satu diantara akibat-akibat yang sudah biasa terjadi bahkan terdapat dari organisasi kemasyarakatan itu ialah pertikaian yang disebabkan oleh tekanan-tekanan dari pendapat-pendapat yang berbeda-beda. Selama tidak ada penguasa yang akan melaksanakan sesuatu kewibawaan, maka pertikaian ini akan menimbulkan keributan, kekacauan, yang seterusnya dapat mengakibatkan penghancuran dan pemusnahan manusia. Karena itulah pemeliharaan jenis umat manusia adalah salah satu dari maksud-mak ud dari yari’at I lam.37

Pengertian inilah yang terkandung dalam pikiran para filosof ketika mereka memandang nubuwwah itu sebagai sesuatu yang menurut akal adalah wajib bagi umat manusia. Terlebih dahulu telah diperlihatkan tentang tidak benarnya dalil mereka itu. Salah satu dari premisnya ialah, bahwa pengaruh kewibawaan itu terjadinya hanyalah disebabkan yari’at dari Tu an, yang kepadanya semua menyerah diri sebagai keimanan dan Iktikad. Premis38 ini sungguh tidak dapat diterima. Munculnya pengaruh kewibawaan itu adalah sebagai akibat dari gaya kekuasaan raja dan kekerasan dari si penguasa, walaupun

37 Raliby Osman, Ibn Chaldun tentang Masjarakat dan Negara, (Djakarta: Djambatan, 1965). h. 165-166.

38 Premis adalah apa yang dianggap benar sebagai landasan kesimpulan, dasar pemikiran, alasan, asumsi, atau kalimat proposisi yang dijadikan dasar penarikan kesimpulan di dalam logika.

36

syari’at tak ada ama ekali, mi alnya eperti di kalangan bang a Maju i dan bangsa-bangsa lain yang sama sekali tidak mempunyai kitab suci ataupun belum lagi didatangi dakwah suatu agama. Malah kita dapat mengatakan terhadap pendirian yang memastikan adanya perbedaan berdasarkan akal. Untuk meniadakan pertikaian itu cukuplah sudah seyogianya setiap orang mengetahui, bahwa kezaliman39 itu tidaklah dibolehkan menurut hukum akal. Pertikaian itu dapat juga dilengkapkan dengan adanya pemimpin-pemimpin yang kuat, ataupun dengan keadaan rakyat itu sendiri menjauhkan diri mereka dari pertikaian, sebagaimana halnya jika ada jabatan pemimpin pada pemerintahan tersebut. Maka dengan itu jelaslah bahwa kemestian adanya jabatan pemimpin pada sebuah pemerintahan itu adalah ditunjuk ole yari’at dan ijma’.40

3. Mahamad Husein Heikal

Menurut Mahamad Husein Heikal, Nabi s.a.w. tidak meletakkan kaidah-kaidah yang tetap bagi sistem pemerintahan Islam. Yang beliau anggap paling penting ialah mengirim utusan yang pandai dan mumpuni dalam bidang agama ke berbagai suku dan kota yang telah menyatakan diri memeluk Islam. Tugas utama utusan tersebut adalah mengajarkan kaidah-kaidah Islam dan mengarahkan langkah-langkah penduduk setempat ke jalan yang benar sesuai dengan kaidah-kaidah Islam. Kaidah-kaidah-kaidah baru yang dibawa Islam buat mengatur langkah pemerintahan dan berbagai pergaulan manusia ini merupakan mukaddimah bagi pengaturan kegiatan politik. Dan ternyata lambat laun hal itu mempengaruhi

39 Kezaliman asal kata zalim adalah tidak menaruh belas kasihan, tidak adil, kejam, atau orang yang melakukan perbuatan aniaya yang merugikan dirinya sendiri atau orang lain.

40 Raliby Osman, Ibn Chaldun tentang Masjarakat dan Negara, h. 167.

37

lingkungan dan bahkan mewarnai sejarah. Di dalam mukaddimah kaidah-kaidah itu yang kelak mempengaruhi sistem politik Islam, terkandung ajaran keimanan kepada Allah, bahwa tiada Tuhan selain Allah dan Dia maha Esa serta wajib disembah. Iman inilah yang pada gilirannya memantapkan kaidah-kaidah persamaan, persaudaraan, dan kebebasan. Jadi, orang mukmin semua sama dihadapan Allah. Hukum Allah akan terus berlaku dengan adil terhadap setiap di antara mereka. Tidak ada keutamaan bagi orang Arab atas orang non-Arab, kecuali lantaran kadar takwanya.41

Islam menekankan bahwa semua manusia bersaudara. Perasaan cinta dan kasih harus tertanam di antara mereka. Tidaklah sempurna iman seseorang sebelum dia mencintai saudaranya sesama muslim sebagaimana dia mencintai dirinya sendiri. Setiap manusia memiliki kebebasan dalam segala hal, termasuk bebas dalam memilih akidah. Tidak ada paksaan dalam beragama. Iman harus dilandasi dengan argumentasi dan siap menerima petunjuk yang baik secara sukarela. Itulah prinsip-prinsip pokok pemerintahan Islam pada masa-masa pertamanya. Prinsip-prinsip itu lalu disempurnakan dengan kaidah-kaidah ekonomi dan sosial, sehingga dengan cepat sistem Islam mulai menampakkan bentuk dan kemantapannya secara utuh. Namun perkembangannya tentu saja tidak bisa lepas dari perkembangan setiap zaman, yang membawa pengaruh berbeda-beda dengan masuknya faktor-faktor lain yang kadang-kadang menjauhi kaidah-kaidah Islam, bahkan ada yang secara mencolok bertentangan dengannya.42

41 Muhamad Husein Heikal, Pemerintahan Islam, penerjemah: M. Adib Bisri, (Jakarta:

Pustaka Firdaus), h. 21.

42 Muhamad Husein Heikal, Pemerintahan Islam, h. 22.

38

Pengaruh dan perkembangan ide atau konsep umum pemerintahan tersebut sangat berpengaruh terhadap prinsip-prinsip yang dibawa oleh Islam sehingga menjadi dasar peradaban dunia. Pengaruhnya jelas sekali, kita ambil contoh masalah perbudakan. Perbudakan sebelum Islam menjadi isu sosial yang sangat negatif. Ketika Islam datang, perbudakan langsung dibatasi. Yang dijadikan oleh Islam hanya tawanan perang yang tidak tertebus atau tidak diterima tebusannya.

Islam tidak hanya membuka pintu lebar-lebar bagi kemerdekaan budak, bahkan menurut Islam memerdekakan budak termasuk amalan yang dapat mendekatkan seseorang kepada Allah. Pendeknya, Islam menempatkan budak pada posisi yang mulia. Namun, perkembangan yang kemudian terjadi dalam pemerintahan mengembalikan kedudukan para budak seperti sebelum Islam.43

Jadi, pemerintahan Islam yang dimaksud menerapkan pemerintahan yang menggunakan sistem Islami. Sesuai dengan Islam awal datang dan diterapkan pada pemerintahan selanjutnya, dengan merujuk pada al-Qur’an, adi t, ijma’ dan qiyas, setelah itu baru dirumuskan dalam musyawarah, mufakat, dalam menentukan pemimpin sebuah pemerintahan pada suatu negara.

BAB IV

43 Muhamad Husein Heikal, Pemerintahan Islam, h. 28.

39

PANDANGAN IBNU TAIMIYAH TENTANG PEMIMPIN PEMERINTAHAN ISLAM

A. Pemimpin Pemerintahan Islam Menurut Ibnu Taimiyyah

Seorang pemimpin dalam sebuah pemerintahan harus amanah dan memakai tenaga kerja yang lebih patut atau layak, sesuai (Ashlah). Seperti tatkala Nabi s.a.w. menaklukkan kota Makkah dan menerima kunci Kabah dari tangan Bani Syaibah, paman beliau Abbas menuntut agar kepadanya dipusatkan urusan air untuk keperluan jamaah haji dan sadanah (penjaga kabah), maka Tuhan menurunkan ayat al-Qur’an “Bekerja amala kamu ata da ar kebaikkan dan jangan sekali-kali bekerja ama ata da ar do a dan permu u an” (Q.S. al-Maidah, ayat 2), ayat al-Qur’an ter ebut juga tela memerinta kan upaya menunaikan amanah kepada mereka yang berhak menerimanya, dan begitu pula supaya ditegakkan keadilan hukum, maka ini berarti terwujudnya suatu sintesa antara politik keadilan dengan kepemimpinan yang benar dalam sebuah sebuah pemerintahan.44

Pemimpin dalam Islam dikenal dengan istilah imam, amair atau sultan,ulil amri atau walatul amr. Sedangkan pemimpin negara dalam sejarah terdahulu biasa digunakan

dengan sebutan khalifah. Dilihat dari segi ajaran Islam arti dari kepemimpinan merupakan

kegiatan menuntun, membimbing, menyadarkan, memandu dan menunjukkan jalan yang di ridhoi oleh Allah Swt, kegiatan ini dimaksudkan agar dapat menumpuh

44 Ibnu Taimiyah, pedoman Islam Bernegara, alih bahasa: K.H.Firdaus A.N, (Jakarta: PT Bulan Bintang 1989), h. 9.

40

kembangkan kemampuan dalam mengerjakan sendiri lingkungan orang-orang yang dipimpin.45

Kepemimpinan dalam Islam merupakan sebagai wadah atau tempat untuk mendorong terwujudnya kegiatan tolong-menolong antara sesama, saudara seagama yang berpegang teguh kepada Al-Qur’an dan adi t ebagai pedoman umat Islam, karena pemeluk agama Islam yang satu bersaudara dengan yang lain.

Meskipun berbeda suku, bangsa, atau keturunannya, kegiatan tolong menolong tersebut dimaksudkan adalah dalam berbuat kebaikan dalam bentuk amal sehingga terwujud agama Islam hakiki.

Dalam Islam dianjurkan seorang pemimpin harus memiliki iman dan amal shaleh, dan batang tubuh tiap-tiap pemimpin yang sehat, dan berkepemimpinan mendapat keridhoan Allah Swt. Umat Islam sebagai pemimpin, sebagai penguasa dunia. Kepemimpinan tidak akan terlepas dari tanggung jawab terhadap amanah yang telah dipercayakan. Jadi dapatlah disederhanakan bahwa kepemimpinan secara keseluruhan merupakan tindakan menciptakan pencerahan dalam diri orang lain, yang mana seorang pemimpin memiliki gagasan, memiliki visi, serta dapat menggerakkan dan memotivasi orang lain untuk mencapai tujuan. menjadi dasar seorang pemimpin adalah individu yang mempunyai kemampuan dan pengetahuannya terhadap suatu ilmu pengetahuan, serta kepemimpinan juga disebut sebagai proses-proses pemberian jalan yang mudah dari pekerjaan-pekerjaan orang teroganisir guna mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Begitu halnya posisi seorang pemimpin dalam kegiatan dakwah, kehadirannya sebagai

45 Ahmad Saebeni, dkk, Kepemimpinan, (Bandung: CvPustakaSetia, 2014), h. 67.

41

mengurusi dan memimpin seluruh elemen dan aktivitas juga dituntut agar mempunyai karakter-karakter khusus sebagai mana yang diharapkan dalam kepemimpinan Islam.

Kepemimpinan dalam Islam sudah ada dan berkembang tepatnya setelah Rasulullah Saw wafat. Ini timbul karena tidak ada lagi Rasul atau Nabi setelah nabi Muhammad Saw, dalam firman Allah Swt dikatakan bahwa Al-Qur’an itu bersifat final dan tidak adalagi dan tidak dapat diubah-ubah lagi. Sehingga Rasulullah Sawmerupakan sebagai pembawa risalah terakhir dan penyempurna dari risalah-risalah sebelumnya.46

Dalam menyatukan dan memajukan keberagaman kehidupan umat Islam, maka harus dapat menggambarkan karakter pemimpin yang dikehendaki. Karakter kepemimpinan merupakan suatu hal yang tak terpisahkan dengan keadaan dan lingkungan masyarakat yang dipimpinnya. Keberhasilan dan tidaknya seorang pemimpin dalam menjalankan amanah yang dibebankan kepadanya tidak hanya ditentukan oleh keterampilan teknis, akan tetapi kemampuan yang mampu mendaya gerakkan orang lain untuk bekerja dengan baik dan sesuai dengan apa yang dicapai

Paradigma pemikiran politik Ibnu Taimiyah tentang pembentukan Negara berdasarkan pemahamanya terhadap hadist Rasulullah SAW, yang mewajibkan seseorang harus dipilih menjadi pemimpin dalam sebuah perkumpulan yang kecil atau perkumpulan yang bersipat sementara. Rasulullah SAW bersabda dalam

46 Alwahdi Ilyas, Manajemen Dakwah Kajian Menurut Al-Qur’an, (Yogyakarta: Penerbit Pustaka Belajar, 2001), h.72.

42

sebuah hadist yang artinya: Tidak halal bagi tiga orang yang berada di padang pasir dari bagian bumi ini (dalam rangka berpergian) kecuali hendaklah mereka menjadikan salah satu menjadi pemimpin di kalangan mereka. (H.R. Ahmad).

Dengan demikian Ibnu Taimiyah menyatakan jika pada kelompok yang sedemikian kecil dipilih pemimpin, maka pada kelompak yang lebih besar dia berstatus masyarakat serta lebih di utamakan dan peluang adanya seorang pemimpin untuk mengatur tata dan kehidupan sosial dalam sebuah masyarakat.47 Selanjutnya Ibnu Taimiyah menyatakan, Negara adalah suatu organisasi, kerja sama masyarakat yang dapat mendekatkan diri kepada Allah Swt. Kedudukan seorang pemimpin dalam sebuah pemerintahan mempunyai tanggung jawab yang paling besar dalam masyarakat. Karena itu pemerintah adalah satusatunya jalan untuk menyatukan agama Islam. Akan tetapi dalam agama Islam Al- Quran dan Hadist tidak menuntut dibentuk sebuah Negara Islam, akan tetapi dalam Al-Quran terdapat unsurunsur yang esensial yang menjadi dasar pembentukan sebuah Negara.

Menurut Ibnu Taimiyah kepemimpinan adalah fungsi khusus yang membentuk otoritas, kerajaan, dan kekuatan yang berkuasa. Negara disatukan sepenuhnya dalam pemikiran agama. Ibnu Taymiyah menerima pluraritas agama agama negara-negara yang berbeda. Di, setiap negara, pemimpin penguasa bertanggung jawab atas penerapan hudud (sanksi hukum), pelaksanaan puasa dan haji, pelaksanan layanan umum, aplikasi norma-norma sosial dan ekonomi, serta,

47 Ibnu Taimiyah, Terjemahan. Rofiq Munawar, Siyasah Syar’iyyah Etika Politik Islam.

Cet. I, (Bandung: Risalah Gusti 1995), hal. 157

43

yang terpenting, penegakan shalat dan jihad. Seorang pemimpin tidak menetapkan tujuan mereka sendiri, melainkan memiliki otoritas untuk bertindak dan dipatuhi, karena mereka tengah (atau semestinya) berusaha mewujudkan tujuan-tujuan Islam.48

Ibnu Taimiyah memperbolehkan penguasa untuk menerapkan hukuman terhadap sesuatu urusan yang belum ditetapkan oleh sayriat, misalnya hukuman untuk keslahan atminitrasi, malpraktik, dan penyuapan wilayah tradisional hukum sekuler (qanun) dan pendapatan baru melalui ijtihad pribadinya, selain yang belum di tetapkan syariat.49

B. Kriteria Pemimpin

1. Memilih Pemimpin yang Paling Layak, Sesuai, atau yang Lebih Patut (Ashlah).

Menurut keterangan beberapa ulama, ayat al-Qur’an pertama yang diturunkan untuk pemimpin pemerintahan dan pejabat-pejabat, “Se unggu nya

Menurut keterangan beberapa ulama, ayat al-Qur’an pertama yang diturunkan untuk pemimpin pemerintahan dan pejabat-pejabat, “Se unggu nya

Dokumen terkait