• Tidak ada hasil yang ditemukan

PEMIMPIN PEMERINTAHAN DALAM ISLAM MENURUT IBNU TAIMIYYAH. Skripsi

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "PEMIMPIN PEMERINTAHAN DALAM ISLAM MENURUT IBNU TAIMIYYAH. Skripsi"

Copied!
85
0
0

Teks penuh

(1)

PEMIMPIN PEMERINTAHAN DALAM ISLAM MENURUT IBNU TAIMIYYAH

Skripsi

Diajukan kepada Fakultas Ushuluddin Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Agama (S.Ag.)

Oleh:

Sulthon Rifai Muhamad NIM: 11150331000025

PROGRAM STUDI AQIDAH DAN FILSAFAT ISLAM FAKULTAS USHULUDDIN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

1442 H/2021 M

(2)

i

(3)

ii

PEMIMPIN PEMERINTAHAN DALAM ISLAM MENURUT IBNU TAIMIYYAH

Skripsi

Diajukan kepada Fakultas Ushuluddin untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Agama (S.Ag.)

Oleh

Sulthon Rifai Muhamad NIM: 11150331000025

Pembimbing

Drs. Agus Darmaji, M. Fils NIP: 19610827 199303 1002

PROGRAM STUDI AQIDAH DAN FILSAFAT ISLAM FAKULTAS USHULUDDIN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

1442 H/2021

(4)

iii

LEMBAR PENGESAHAN PANITIA UJIAN

Skripsi yang berjudul PEMIMPIN PEMERINTAHAN DALAM ISLAM MENURUT IBNU TAIMIYYAH telah di ujikan dalam sidang munaqasah Fakultas Ushuluddin UIN Syarif Hidayatullah Jakarta pada tanggal 04 Agustus 2021, Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Agama (S. Ag) pada program studi Aqidah dan Filsafat Islam.

Ciputat, 04 Agustus 2021 Sidang Munaqasah

Ketua Merangkap Anggota, Sekretaris Merangkap Anggota,

Dra. Tien, Rohmatin, MA Dra. Banun Binaningrum, M.Pd NIP: 19680803 199403 2 002 NIP: 19680618 19903 2 001

Anggota,

Penguji I, Penguji II,

Dr. Kusen, Ph. D Rosmaria Sjafariah Widjajanti, S.S., M. Si NIP: - NIP: 19710409 199803 2 003

Pembimbing,

Drs. Agus Darmaji, M. Fils.

NIP. 19610827 199303 1 002

(5)

iv

PEDOMAN TRANSLITERASI ARAB-LATIN

Surat Keputusan Rektor UIN Syarif Hidayatullah Jakarta No: 507 Tahun 2017 tentang Pedoman Penulisan Karya Ilmiah (Skripsi, Tesis, dan Disertasi) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

1. Huruf Arab - Latin No Huruf

Arab

Huruf Latin

Keterangan

1. ا A tidak dilambangkan

2. ب B Be

3. ت T Te

4. ث Ts te dan es

5. ج J je

6. ح h dengan garis bawah

7. خ Kh ka dan ha

8. د D de

9. ذ Dz de dan zet

10. ر R er

11. ز Z zet

12. س S Es

13. ش Sy es dan ya

14. ص es dengan garis di bawah

15. ض ḏ de dengan garis di bawah

16. ط te dengan garis di bawah

17. ظ zet dengan garis di bawah

(6)

v

18. ع koma terbalik di atas hadap kanan

19. غ Gh ge dan ha

20. ف F ef

21. ق Q Ki

22. ك K Ka

23. ل L El

24. م M em

25. ن N En

26. و w We

27. ه H Ha

28. ء ˋ Apostrof

29. ي Y ye

2. Vokal

Vokal adalah bahasa Arab, seperti vokal bahasa Indonesia, terdiri dari vokal tunggal atau monoftong dan vokal rangkap atau diftong. Untuk vokal tunggal, ketentuan alih aksaranya adalah sebagai berikut:

Tanda Vokal Arab Tanda Vokal Latin Keterangan

َ A Fathah

َ I Kasrah

َ U Dammah

Adapun untuk vokal rangkap, ketentuan alih aksaranya ada sebagai berikut:

Tanda Vokal Arab Tanda Vokal Latin Keterangan

ي ا Ai a dan i

و ا Au a dan u

(7)

vi 3. Vokal Panjang

Ketentuan alih aksara vokal panjang (mad), yang dalam bahasa dilambangkan dengan harakat dan huruf, yaitu:

Tanda Vokal Arab

Tanda Vokal Latin Keterangan

اب Â a dengan topi di atas

ي ب3 Î i dengan topi di atas

و ب Û u dengan topi di atas

4. Kata Sandang

Kata sandang, yang dalam sistem aksara Arab dilambangkan dengan huruf, yaitu dialihaksarakan menjadi huruf /l/, baik diikuti huruf syamsiah maupun huruf kamariah. Contoh: al-rijâl bukan ar-rijâl, al-dîwân bukan ad- dâwân.

5. Syaddah (Tasydîd)

Syaddah atau tasydìd yang dalam sistem tulisan Arab dilambangkan dengan sebuah tanda tasydìd َ) ) dalam alih aksara ini dilambangkan dengan huruf, yaitu dengan menggandakan huruf yang diberi tanda syaddah itu. Akan tetapi, hal ini tidak berlaku jika huruf yang menerima tanda syaddah itu terletak setelah kata sandang yang diikuti oleh huruf-huruf syamsiyah. Misalnya, kata (ةرورضلا) tidak ditulis ad-ḏarûrah melainkan al-ḏarûra , demikian eteru nya.

6. Ta Marbūṯah

Berkaitan dengan alih aksara ini, jika huruf ta marbûtah terdapat pada kata yang berdiri sendiri, maka huruf tersebut dialihaksarakan menjadi huruf /h/ (lihat

(8)

vii

contoh 1 di bawah). Hal yang sama juga berlaku jika ta marbûtah tersebut diikuti oleh kata sifat (na’t) (lihat contoh 2). Namun, jika huruf ta marbûtah tersebut diikuti kata benda (ism), maka huruf tersebut dialihaksarakan menjadi huruf /t/

(lihat contoh nomor 3).

No Kata Arab Alih Aksara

1 ةقيرط Ṯarîqa

2 ةيملاسلإا ةعماجلا al-Jâmi‘a al-Islâmiyyah

3 دوجولا ةدحو Wahdat al-wujûd

7. Huruf Kapital

Meskipun dalam sistem tulisan Arab huruf tidak dikenal, dalam alih aksara ini huruf kapital tersebut juga digunakan, dengan mengikuti ketentuan yang berlaku dalam Ejan Bahasa Indonesia (EBI), antara lain untuk menuliskan permulaan kalimat, huruf awal nama tempat, nama bulan, nama diri, dan lain-lain.

Jika nama diri didahului oleh kata sandang, maka yang ditulis dengan huruf capital tetap huruf awal nama diri tersebut, bukan huruf awal atau kata sandangnya. Contoh: Abû Hâmid al-Ghazâlî bukan Abû Hâmid Al-Ghazâlî, al- Kindi bukan Al-Kindi.

Beberapa ketentuan lain dalam EBI sebetulnya juga dapat diterapkan dalam alih aksara ini, misalnya ketentuan mengenai huruf cetak miring (italic) atau cetak tebal (bold). Jika menurut EBI, judul buku itu ditulis dengan cetak miring, maka demikian halnya dalam alih aksaranya, demikian seterusnya.

Berkaitan dengan penulisan nama, untuk nama-nama tokoh yang berasal dari dunia Nusantara sendiri, disarankan tidak dialihaksarakan meskipun akar

(9)

viii

katanya berasal dari bahasa Arab. Mislanya ditulis Abdussamad al-Palimbani, tidak ‘Abd al-Samad al-Palimbani: Nuruddin al-Raniri, tidak Nûr al-Dîn al-Rânîrî.

(10)

ix ABSTRAK

Skripsi ini menjelaskan tentang Pemimpinan Pemerintahan dalam Islam menurut Ibnu Taimiyyah yang lebih condong membahas Pemerintahan dalam ajaran Islam, bukan pada simbol dan formalisme agama belaka. Sebagai suatu analisis terhadap pemikiran Ibnu Taimiyyah, penelitian ini menggunakan deskritif-historis, dengan pendekatan teologis dan dalam menggali data menggunakan penelitian kepustakaan (library research). Data yang diperoleh akan dianalisis dengan menggunakan metode kualitatif dengan analisis teologis yang kemudian dijadikan acuan sebagai hasil dari penelitian.

Hasil penelitian skripsi ini tentang Pemimpin Pemerintahan dalam Islam menurut Ibnu Taimiyah bahwa seorang pemimpin harus merujuk kepada syariat dan prinsip-prinsip Islam yang merujuk pada al-Qur’an dan Hadi . PemimpinPemerintahan dalam Islam menurutnya yaitu pemimpin yang membawa maslahat, amanah dan memiliki karakter/kepribadian yang kuat. Sedangkan aspek ekonomi pemimpin pemerintahan Islam harus dapat mengelola harta benda negara. menentukan hal-hal yang berkaitan dengan harta benda. Sumber keuangan pemerintahan berasal dari zakat, sebagai sarana mewujudkan kesejahteraan.

Kemudian seoarang pemimpin dalam Islam harus mempunyai tanggung jawab yakni: menetapkan ketentuan-ketentuan hukum demi berjalannya pemerintahan yang baik.

Kata Kunci: Ibnu Taimiyyah, Pemimpin Pemerintahan Islam, Konsep Pemimpin Pemerintahan.

(11)

x

KATA PENGANTAR

Puji syukur atas kehadirat Allah SWT, Tuhan semesta alam yang telah menganugerahkan segala nikmat dan hidayah-Nya, sehingga penulis diberi kekuatan dan kemampuan dalam menyusun dan menyelesaikan tugas akhir ini.

Shalawat serta salam penulis haturkan kepada junjungan Nabi Muhammad SAW yang telah menuntun umat manusia kedalam zaman pencerahan. Semoga penulis dan kita emua tergolong kedalam umatnya dan mendapat yafa’atnya kelak dihari akhir.

Penting penulis utarakan, dengan penuh rasa syukur pada Allah SWT, akhirnya tugas akhir ini bisa diselesaikan dengan baik dan penuh tanggung jawab.

Disini penulis belajar banyak dari berbagai pengalaman dan kesabaran sebagai catatan dikemudian hari bahwa proses adalah pintu gerbang keberhasilan yang sesungguhnya.

Penulis mengucapkan banyak terimakasih atas berbagai dukungan, bimbingan dan arahan-arahan yang diberikan kepada penulis. Pihak-pihak yang telah mendukung dan membantu dalam penyusunan skripsi ini, yaitu kepada:

1. Yth Prof. Dr. Amany Burhanudin Lubis, Lc., M.A., selaku Rektor UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

2. Dr. Yusuf Rahman, MA., Selaku Dekan Fakultas Ushuluddin Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta

3. Ibu Dra. Tien Rohmatin, M.A., selaku Ketua Jurusan Aqidah dan Filsafat Islam UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah membantu dalam menyusun skripsi ini

4. Bapak Drs. Agus Darmadji, S.Fils., selaku dosen pembimbing skripsi, yang telah memberi dukungan, bimbingan dan motivasi dalam menyelesaikan penelitian skripsi ini.

5. Kepada Bapak/Ibu Dosen Fakultas Ushuluddin UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah memberikan dan mengampu mata kuliah selama penulis aktif dikampus.

(12)

xi

6. Teruntuk kedua orang tua ku, H. Muhtadi Moch Daud dan Siti Mubarkah yang elalu mendo’akan dan memotiva i dalam menggapai cita-cita dan dalam penyusunan skripsi ini.

7. Kepada kakak-kakak dan saudara-saudara penulis Moh. Agung Permulo, Siti Garini Indrastuti, M. Irfani, Farida Puji Lestari dan Suci Indah Novitasari yang telah menyemangati, memberikan banyak dukungan dan bantuan moril-materil selama penulis menempuh belajar hingga selesainya studi sarjana ini.

8. Kepada segenap sahabat-sahabat, rekan-rekan, para ustadz dan kiyai di Nahdlatul Ulama serta Banomnya, tidak dapat saya sebutkan satu persatu yang telah memberikan semangat, dukungan dan masukan dalam penelitian ini.

9. Kepada segenap sahabat-sahabat, rekan-rekan dan kawan-kawan organisasi, komunitas, teman seperjuangan Syarifuddin, M. Haris, Afif Mu ammad, Amirulla Abd. karim, M. Syi wanto, Muta’ali dan lainnya, yang telah memberikan motivasi dan masukan-masukan dalam penyusunan skripsi ini. Ahlamdulillah, banyak belajar dari mereka selama penulis berproses dan menyelesaikan kewajiban studi ini.

Kepada semuanya yang tidak dapat disebutkan satu persatu, saya ucapkan

terimakasih atas segala dukungan dan motivasinya. Mudah-mudahan Allah SWT memberikan balasan sebagaimana mestinya. Aamiin.

(13)

xii DAFTAR ISI

LEMBAR PERNYATAAN. ... i

LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING. ... ii

LEMBAR PENGESAHAN. ... iii

PEDOMAN TRANSLITERASI. ... iv

ABSTRAK. ... viii

KATA PENGANTAR. ... ix

DAFTAR ISI ... xi

BAB 1 PENDAHULUAN ... A. Latar Belakang ... 1

B. Batasan dan Rumusan Masalah ... 4

C. TujuanPenelitian. ... 4

D. Tinjauan Pustaka ... 5

E. Metode Penelitian ... 7

F. Sistematika Penulisan ... 9

BAB II BIOGRAFI IBNU TAIMIYYAH ... A. Latar Belakang Keluarga ... 11

B. Riwayat Pendidikan ... 13

C. Karya-Karya ... 18

D. Kiprah... 27

E. Tokoh Pengikut Ibnu Taimiyyah...28

BAB III WACANA TEORI PEMIMPIN PEMERINTAHAN ... A. Definisi Pemimpin Pemerintahan dalam Islam ... 30

B. Pandangan Tokoh ... 32

BAB IV PEMIMPIN PEMERINTAHAN ISLAM MENURUT IBNU TAIMIYYAH………. A. Pemimpin Pemerintahan IslamMenurut Ibnu Taimiyyah. ... 39

B. Kriteria Pemimpin. ... 43

C. Ekonomi Islam. ... 52

D. Hukum dalam Pemerintahan Islam ... 57

BAB V PENUTUP. ... A. Kesimpulan ... 67

B. Saran... 68

DAFTAR PUSTAKA………...69

(14)

xiii

(15)

1 BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pemerintah dalam istilah bahasa Indonesia juga dapat disebut penyelenggara negara. Secara umum pemerintah adalah kelompok orang yang memiliki wewenang untuk memerintah suatu negara. Berdasarkan Kamus Besar Bahasa Indonesia, pemerintah adalah sistem menjalankan wewenang dan kekuasaan mengatur kehidupan sosial, ekonomi, dan politik suatu negara atau bagian-bagiannya. Pengertian lain dalam KBBI, pemerintah adalah badan tertinggi yang memerintah suatu negara seperti kabinet merupakan suatu pemerintah. Pemerintah dalam arti luas ialah keseluruhan dari badan pengurus negara dengan segala organinasi, segala bagiannya, dan segala pejabatnya.

Sedangkan, pemerintah dalam arti sempit ialah suatu badan pimpinan yang terdiri atas seorang atau beberapa orang yang mempunyai peranan memimpin dan menentukan dalam tugas negara.1

Menurut Ibnu Taimiyyah agama tidak dapat hidup tanpa adanya pemerintahan pada sebuah negara.2 Akan tetapi Ibnu Taimiyyah juga menyatakan bahwa pemerintahan Nabi Muhammad Saw tidak dapat disebut sebagai negara3

1 https://m.eramuslim.com/suara-kita/pemuda-mahasiswa/irfan-saputra-mahasiswa-stid- m-natsir-konsepsi-pemerintahan-dalam-islam.htm./ Diakses pada 15 Desember 2019, pukul 20.15.

2 Qamaruddin Khan, Pemikiran Politik Ibnu Taimiyah, alih Bahasa Anas Mahyudin, cet.

Ke- II (Bandung: Penerbit Pustaka, 1995), h. 305.

3 Qamaruddin Khan, Pemikiran Politik Ibnu Taimiyah, h. 305.

(16)

2

dan Ibnu Taimiyyah sendiri tidak tertarik dengan masalah asal-usul dan bentuk negara.4

Ibnu Taimiyyah menyatakan bahwa negara harus ada sebagai sarana untuk merealisasikan kewajiban-kewajiban agama. Dalam hal ini juga Ibnu Taimiyyah menyatakan bahwa kesejahteraan umat manusia tidak dapat diwujudkan secara sempurna kecuali dengan hidup bermasyarakat dan bernegara. Maka dalam setiap kelompok hidup manusia dibutuhkan sebuah negara karena di samping untuk menjalankan kewajiban-kewajiban agama juga sebagai sarana untuk mensejahterakan masyarakat.5 Lebih lanjut, ia mengatakan bahwa dalam sebuah negara terdapat pemerintahan, untuk mengatur jalannya bernegara. Menegakkan pemerintahan adalah salah perintah agama. Maka dari itu setiap suatu negara harus memiliki suatu sistem pemerintahan tertentu untuk menjalankan tugas-tugas dari pada suatu negara tersebut.

Salah satu bentuk pemerintahan yang ditawarkan Ibnu Taimiyyah adalah pemerintahan dalam Islam. Pemerintahan dalam Islam adalah pemerintahan yang merujuk kepada syariat. Konstitusinya tercermin dalam prinsip-prinsip Islam dan hukum-hukum syariat yang disebutkan di dalam al-Qur’an dan dijela kan Sunna Nabi, baik mengenai aqida , ibada , ak lak, mu’amala maupun berbagai macam hubungan. Oleh karena itu, Ibnu Taimiyya menuli buku “as-Siyasatus Syar’iyyah fi Ishlahir Ra’i war Ra’iyyah” yang memberikan batas-batas kewajiban bagi pemimpin dalam pemerintahan, ketentuan-ketentuan yang menjadi

4 Qamaruddin Khan, Pemikiran Politik Ibnu Taimiyah, h. 308.

5 Khalid Ibrahim Jindan, Teori Pemerintahan Islam menurut Ibnu Taimiyah, penerjemah Mufid (Jakarta: Rineka Cipta, 1994), h. 43.

(17)

3

haknya, batas-batas kewajiban rakyat, dan ketentuan-ketentuan yang menjadi hak mereka berdasarkan petunjuk al-Qur’an dan Sunna Nabi Mu ammad Saw. Inilah bentuk pemerintahan dalam Islam yang ditawarkan oleh Ibnu Taimiyyah, yang mencakup segala segi hubungan yang berdasarkan kemanusiaan, yang telah membawa kaum Muslimin ke puncak kekuatan dan kejayaan pada masa Ibnu Taimiyyah, sebagaimana yang telah dicatat oleh sejarah.6

Penulis berpandangan pada suatu negara pasti ada pemerintahan yang dipimpin oleh seorang pemimpin dan dalam sebuah negara atau pemerintahan tidak lepas dari politik, sama seperti halnya Ibnu Taimiyyah dalam pemikirannya pada suatu pemerintahan itu ada seorang pemimpin. Yang patut dikatagorikan pimpinan adalah yang amanah. Dalam amanah itu Ibnu Taimiyyah mengajukan memakai tenaga yang lebih patut (Ashlah) dan memilih yang lebih utama (Afdhal).7

Dalam hal ini, penulis berusaha mencoba menjawab pertanyaan “bagaimana pemimpin pemerinta an dalam I lam menurut Ibnu Taimiyya ”. Hal ini didasarkan pada anggapan bahwa Islam tidak memiliki konsep tertentu tentang pemerintahan. Tapi hanya menawarkan prinsip-prinsip dasar berupa etika dan moral. Bentuk pemerintahan apapun pada suatu masyarakat muslim dapat diterima sejauh tidak menyimpang dari norma.

Dengan fenomena tersebut, maka mudah dipahami jika pemikiran tentang pemerintahan dalam Islam menurut Ibnu Taimiyah yang tertuang dalam bukunya

6 Ibnu Taimiyyah, Pedoman Islam Bernegara, penerjemah K.H. Firdaus A.N. (Jakarta:

NV Bulan Bintang, 1989), h. 6.

7 Ibnu Taimiyyah, Pedoman Islam Bernegara, h. 14-23.

(18)

4

as-Siyasah asy-Sar’iyyah menarik untuk dikaji, karena pemikiran-pemikirannya yang realistis dan relevan pada zaman sekarang.

Oleh sebab itu penulis berkeinginan untuk mengupas pandangan seorang tokoh yang cukup terkenal dalam hal ini yakni Ibnu Taimiyyah, terutama dalam hal penyelenggaraan sebuah pemerintahan dalam Islam. Secara langsung Ibnu Taimiyah tidak peduli tentang asal-usul dan bentuk negara tetapi secara tidak langsung dia telah memberikan pedoman dalam kajiannya. Karena hal tersebutlah penyusun ingin mengupas pemikirannya baik melalui pandangan para tokoh yang mengkajinya maupun pandangan yang dikemukakannya sendiri oleh Ibnu Taimiyyah dalam karya-karyanya untuk dapat dikaji dan dijadikan acuan serta diterapkannya dalam sebuah pemerintahan.

B. Batasan dan Rumusan Masalah

Berdasarkan apa yang telah dipaparkan di atas dan untuk menjaga efektifitas pembahasan, penulis membatasi pembahasan mengenai pemimpin pemerintahan dalam Islam menurut Ibnu Taimiyyah, yang pada umumnya tentang konsep dan pemikirannya.

Berdasarkan pada latar belakang dan batasan masalah di atas, penulis merumuskan permasalahan pada skripsi ini sebagai berikut:

1. Bagaimana pemimpin pemerintahan dalam Islam

2. Bagaimana pandangan Ibnu Taimiyyah tentang pemimpin pemerintahan dalam Islam

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian

(19)

5

Dengan adanya beberapa rumusan masalah di atas, diharapkan penelitian ini dapat menemukan tujuan sebagai berikut:

1. Mengetahui Pemimpin Pemerintahan dalam Islam

2. Mengetahui pandangan Ibnu Taimiyyah tentang Pemimpin Pemerintahan dalam Islam

3. Mendapat gelar Sarjana Strata 1 (S1) Fakultas Ushuluddin Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

Adapun manfaat penelitian ini adalah:

Untuk mengetahui Pemimpin Pemerintahan dalam Islam menurut Ibnu Taimiyyah.

D. Tinjauan Pustaka

Sejauh pengamatan penulis, terdapat beberapa judul skripsi yang membahas tentang pemimpin pemerintahan perspektif Ibnu Taimiyah yang sedikit bersinggungan dengan pegamatan penelitian penulis, antara lain yaitu:

Skripsi yang ditulis oleh Qowwam Sabilalhaq Muthohhari, “Pemikiran Ekonomi Islam Ibnu Taimiyyah” (Jakarta: Skripsi, Aqidah Filsafat Islam, UIN Syarif Hidayatullah, 2019). Di dalamnya dikatakan bahwa Ibnu Taimiyyah membahas tentang pembahasan ekonomi dan prinsip-prinsip permasalahan ekonomi dan dikatakan didalamnya ia membahas masalah pendapat dan biaya publik. Pemerintah merupakan institusi yang sangat dibutuhkan. Dan ia memberikan dua alasan dalam menetapkan negara dan kepemimpinan negara seperti apa adanya. Penekanan dari pembahasannya lebih pada karakter religius dan tujuan dari pemimpin sebuah pemerintahan.

(20)

6

Kedua, Alba Roma Tri Wijaya, “Analisis Perbandingan Corak Pemikiran Etika Politik Ibnu Taimiyyah dan Ibnu Khaldun” (Lampung: Skripsi, Hukum Tata Negara, Universitas Islam Negeri Raden Intan Lampung, 2018). Di dalamnya dikatakan corak pemikiran etika politik Ibnu Taimiyyah mengharus tegaknya syariat Islam dan corak pemikiran etika politik Ibnu Khaldun harus seimbang urusan dunia maupun akhirat. Ibnu Taimiyyah dan Ibnu Khaldun memiliki persamaan pemikiran etika politik, mereka sepakat bahwa seorang pemimpin sebagai pemecah permasalahan warga negaranya, mendirikan negara sebuah keharusan dan keadilan sebuah tujuan dalam penyelenggaraan negara. Adapun perbedaan pemikiran Ibnu Taimiyyah dan Ibnu Khaldun tentang etika politik.

Pertama, mengenai seorang pemimpin, Ibnu Taimiyyah memfokuskan terhadap kemampuan seorang pemimpin. Sedangkan Ibnu Khaldun seorang pemimpin adalah seorang yang memiliki dukungan dari warga negaranya. Kedua, mengenai konsep bentuk negara, Ibnu Taimiyyah mengatakan bahwa bentuk negara tidak diatur dalam Islam, sedangkan Ibnu Khaldun berpendapat bahwa bentuk negara adalah kerajaan, republik, dan khilafah.

Ketiga, Riana Cahaya Purnama, “Perbuatan Baik dan Buruk Manu ia Menurut Ibnu Taimiyya ” (Jakarta: Skrip i, Aqida Fil afat I lam, Univer ita I lam Negeri Syarif Hidayatullah, 2017). Di dalamnya dikatakan bahwa Ibnu Taimiyyah adalah salah satu tokoh yang berpengaruh dalam pemikiran kalam dan aliran salaf terutama dalam persoalan perbuatan manusia yang teridiri dari hakikat perbuatan manusia, kehendak Tuhan, dan kebebasan manusia dalam perbuatannya.

Dikatakannya pemikiran Ibnu Taimiyyah mengenai perbuatan manusia tidak

(21)

7

terlalu identik dengan pendapat aliran mu’ta ila dan a y’ariya akan tetapi Ibnu Taimiyyah mengenai perbuatan manusia mengambil atau memilih pandangan yang benar dan meninggalkan pandangan yang salah. Di antaranya, Ibnu Taimiyyah menyetujui pendapat yang diungkapkan ole aliran a y’ariya ba wa perbuatan manusia merupakan ciptaan Tuhan, akan tetapi ia tidak sependapat dengan aliran ini mengenai peniadaan hakikat dari perbuatan manusia. Dan Ibnu Taimiyya menyetujui pendapat aliran mu’ta ila yang mengatakan ba wa perbuatan manusia pada hakikatnya adalah perbuatan manusia itu sendiri, akan tetapi ia tidak ependapat dengan aliran mu’ta ila ba wa Tu an tidak menciptakan perbuatan manusia. Mengenai masalah iradah Tuhan, Ibnu Taimiyya menolak kedua pendapat aliran a y’ariya dan mu’ta ila , karena a y’ariya mengatakan ba wa kebaikan dan keburukan perbuatan manu ia terwujud di ebabkan ole ke endak mutlak Tu an. Dan ia mengkritik mu’ta ila karena telah menyamakan perbuatan Tuhan dan perbuatan manusia.

Adapun setelah penulis melakukan tinjauan pustaka, maka dapat dipastikan bahwa pemimpin Pemerintahan dalam Islam Ibnu Taimiyah belum ada yang mengangkat dan membahas untuk dijadikan bahan skripsi, dan tidak ditemukan hasil penelitian yang sama.

E. Metode Penelitian 1. Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini termasuk penelitian pustaka (library research) yang bersifat kualitatif, yang mana data diperoleh oleh buku-buku, jurnal, dan tulisan-

(22)

8

tulisan lain yang mendukung penelitian ini dan bisa dipertanggung jawabkan secara akademik.

2. Sumber Data

Dalam penelitian ini, ada dua sumber data yang digunakan. Pertama, sumber primer, yaitu sumber atau karya yang menyediakan bahan utama yang menjadi objek penelitian. Dalam hal ini yang menjadi sumber data primernya adalah Pedoman Islam Bernegara karya Ibnu Taimiyyah. Kedua, sumber sekunder, yaitu tulisan atau karya orang lain yang membahas hampir atau serupa dengan objek penelitian, dan tulisan-tulisan orang lain yang mendukung teori, gagasan, dan ide pemikiran mengenai objek penelitian ini. Seperti di antaranya adalah Teori Politik Islam karya Kholid Ibrahim Jindan, Politik Kenegaraan: Pemikiran al-Ghazali dan Ibnu Taimiyyah karya Jeje Abdul Rozak, Relasi Islam dan Negara karya Kamaruzzaman, Membentuk Negara Islam karya Ahmad Zainal Abidin, Membangun Negara Islam karya Ahmad Zainal Abidin dan beberapa sumber lain yang terkait.

3. Teknik Pengumpulan Data

Karena dalam penelitian ini termasuk library research maka teknik pengumpulan data dilakukan di sebagian besar perpustakaan. Baik Perpustakaan Utama UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, perpusatakaan Fakultas Ushuluddin, Perpustakaan Nasional atau perpustakaan lain yang menyediakan literatur atau refrensi yang berkaitan dengan tema yang akan dibahas di penelitian ini. Semua buku yang berkaitan dikumpulkan dan diklasifikasi berdasarkan relevansinya terhadap penelitian ini, guna memperkuat data-data yang ada.

(23)

9 4. Teknik Analisa Data

Teknik analisis data yang dilakukan penulis adalah teknik analisis isi (content analysis), yaitu mencatat informasi secara faktual yang menggambarkan suatu apa adanya juga menggambarkan secara rinci akurat mengenai hal-hal yang berhubungan dengan segala bentuk yang diteliti. Oleh karena itu penulis dalam penelitian ini mendeskripsikan permasalahan yang dibahas dan menggali materi- materi yang sesuai dengan pembahasan atau penelitian, kemudian dilakukan analisis lalu dipadukan sehingga menghasilkan kesimpulan.

5. Pedoman Penulisan

Mengenai pedoman penulisan skripsi ini, penulis mengacu pada buku Pedoman Penulisan Karya Ilmiah (Skripsi, Tesis, dan Disertasi) yang diterbitkan oleh CeQDA (Center for Quality Development and Assurance) Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

F. Sistematika Penulisan

Untuk lebih mempermudah memahami terhadap permasalahan yang dikaji dalam penelitian ini, maka disusun sistematika pembahasan secara utuh dan sistematis yang terdiri dari lima bab, dan masing-masing bab tersusun dari bebarapa sub bab. Adapun sistematika pembahasannya adalah sebagai berikut:

Bab pertama. Dalam bab ini memaparkan bebarapa hal yang menjadi permulaan dalam penelitian ini, sehingga pembaca akan diarahkan untuk masuk ke dalam pembahasan penelitian. Bab pertama ini meliputi latar belakang masalah, batasan masalah, rumusan masalah, tujuan dan kegunaan penelitian, studi kepustakaan, metodologi penelitian, dan sistematika pembahasan.

(24)

10

Bab kedua. Dalam bab kedua ini akan mengurai tentang biografi tokoh yang akan dibahas dalam penelitian ini, yaitu Ibnu Taimiyah, yang meliputi latar belakang keluarga, riwayat pendidikan, karya-karyanya, serta kiprahnya.

Bab ketiga. Dalam bab ini akan menjelaskan tentang pemimpin pemerintahan dalam Islam, berisi pengertian pemimpin, definisi pemerintahan, pandangan para tokoh.

Bab keempat. Dalam bab ini membahas pandangan Ibnu Taimiyah tentang pemimpin pemerintahan dalam Islam, berisi tentang kriteria pemimpin, ekonomi Islam, hukum dalam pemerintahan

Bab kelima. Bab ini merupakan penutup yang memuat kesimpulan dari uraian-uraian yang dibahas dan dideskripsikan dalam penelitian ini, dan berisi saran-saran bagi penelitian yang lebih lanjut.

(25)

11 BAB II

BIOGRAFI IBNU TAIMIYYAH A. Latar Belakang Keluarga

Nama lengkapnya adalah Taqiyuddin Ahmad bin Abi Al-Halim bin Taimiyyah dilahirkan pada tahun 661 H di Harran, dekat Damaskus. Ayahnya bernama Syihabuddin Abu Ahmad Abdul Halim bin Abdussalam bin Abdullah bin Taimiyyah, seorang Syaikh, Khatib, dan hakim di kotanya. Ia dibesarkan dalam lingkungan pergaulan yang bersih dimana penduduknya baik laki-laki maupun perempuan kebanyakan sibuk dengan menuntut ilmu fikih dan ilmu tentang ke-islaman, dalam berbagai macam cabang ilmu pengetahuan itu menjadikan salah satu sebab bagi kemasyhurannya di dunia Islam.8 Ia lahir pada tanggal 22 Januari 1263 M. di Harran, daerah Palestina dekat Damaskus, dari keluarga ulama Syria yang setia dan terikat dengan mazhab Hambali.9 Kakeknya adalah Abdu as-Salam adalah seorang ulama pemuka agama tersohor di Bagdad.

Tradisi ini turun-temurun sampai Abdul al-Halim ayahnya Ibnu Taimiyah yang

8 Ibnu Taimiyyah, Pedoman Islam Bernegara, penerjemah K.H. Firdaus A.N (Jakarta:

NV Bulan Bintang, 1989), h.1.

9 Khalid Ibrahim Jindan, The Islamic of Story of Government According to Ibnu Taimiyah, terj, Masroni, (Surabaya: Risalah Gusti, 1995), h. 20.

(26)

12

menjabat kepala sekolah terkemuka di Damaskus.10 Julukan Ibnu Taimiyah adalah Abul Abbas, namanya adalah Ahmad dan gelarnya adalah Taqiyuddin.

Lengkapnya adalah Abul Abbas Ahmad Taqiyuddin. Sedangkan sebab munculnya laqab “Ibnu Taimiya ” menurut uatu riwayat, kakek Syik ul I lam, Muhammad bin Khadir pergi menunaikan haji dan dia memiliki seorang istri yang tengah hamil yang ditinggalkannya melewati daerah Taima‟. Di ana kakeknya melihat seorang anak perempuan masih kecil keluar dari tempat persembunyiannya karena sedang bermain. Ketika sang kakek kembali ke Harran, dia mendapatkan istrinya telah melahirkan seorang anak perempuan yang kemudian akan menjadi ibunya Ibnu Taimiyah, maka ketika ia melihatnya ia teringat anak perempuan di daera Taima‟ mengatakan, “Ya Taimiya , ya Taimiya ”, e ingga kemudian Syik ul I lam digelari dengan Ibnu Taimiya anak Taimiyah.11

Ibnu Taimiyah berasal dari Harran. Ibnu Jubair berkata, “cukup bagi kampung ini sebagai kemuliaan dan kebanggaan, bahwa kampung inilah tempat bapak kita Nabi Ibra im A .” Cuaca di Harran angat berpengaru pada ikap Ibnu Taimiyah, yakni menjadikan seorang yang berprilaku bersih, bagus tingkah laku

10 Abul Hasan Ali an-Nadawi, Syikhul Islam Ibnu Taimiyah, terj. Qadirunnur, (Solo:

Pustaka Mantiq, 1995), h. 47.

11 Ibnu Taimiyah, Fatwa-fatwa Ibnu Taimiyah tentang Khilafah Islamiyah, Memerangi Pemberontakan, Hukum Murtad, Pengadilan Negeri, Sumpah dan Nadzar, Makanan Halal dan Haram, terj. Izzudin Karimi, (Jakarta: Pustaka Sahifah, 2008), h. 18.

(27)

13

dan istiqamah, di samping cuaca panasnya mampu mengobarkan semangat bela agama.12

Sekitar tahun 667 H/ 1268 M. Keluarga Ibnu Taimiyah berimigrasi ke Damaskus untuk menghindari kekejaman bangsa Mongol atau tentara Tartar. Ibnu Taimiyah datang bersama orang tuanya dan keluarganya ke Damaskus ketika beliau masih sangat kecil. Mereka melarikan diri dari kota Harran demi menghindari kezhaliman dan kesewenang-wenangan bangsa tartar kala itu.

Mereka berjalan di malam hari, dengan membawa kitab-kitab yang mereka angkut dengan gerobak yang ditarik sapi ternak karena tidak ada hewan tunggangan, sehingga hampir saja mereka berhasil disusul oleh musuh. Karena beratnya muatan gerobak tersebut mogok, maka mereka bermunajat kepada Allah untuk memohon pertolongan kepada-Nya, hingga mereka pun terhindar dari musuh dan selamat, dan disanalah untuk pertama kalinya Syikhul Islam kecil menghadiri majelis ilmu guru beliau yang pertama, Asy-Syekh Zainuddin Ahmad bin ad-Da’im al-Maqdisi.13 Perjuang demi perjuangan jihadnya yang dilakukan oleh Ibnu Taimiyyah baik perjuangan menggunakan mata pedang suatu waktu dan dengan pena pada waktu yang lain, banyak rintangan dan tantangan yang membuatnya sampai dipenjarakan dan sampai beliau wafat dalam penjara Dama ku pada malam Senin 20 D ulqo’da tahun 728 Hijriyyah/1328 Masehi.14

B. Riwayat Pendidikan

12 Said Abdul Azhim, Ibnu Taimiyah Pembaharu Salafi dan Dakwah Reformasi, terj.

Faisal Saleh, Khoerul Amru Harahap, (Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 2005), h. 17.

13 Ibnu Taimiyah, Fatwa-fatwa Ibnu Taimiyah, h. 19.

14 Ibnu Taimiyyah, Pedoman Islam Bernegara, h. 4.

(28)

14

Ketika pindah ke Damaskus, Ibnu Taimiyah baru berusia 6 tahun. Orang tuanya mempunyai pandangan jauh ke depan dan mengerti pentingnya pendidikan. Oleh sebab itu ia diasuh dan dididik dengan baik. Dengan pendidikan yang begitu terarah, sehingga dalam usia yang relatif muda sudah hafal Al- Qur’an. Di amping poten i kecerda annya, lingkungan keluarga, ia angat mencintai ilmu dan giat mencarinya pada siapa, dimana dan kapan saja. Tiada hari baginya tanpa membaca, mendengar, dan berdiskusi.

Di Damaskus Ibnu Taimiyah berhasil menyelesaikan studinya, di bawah bimbingan sang ayah. Studi yang ditekuninya didasarkan paradigma dan kaidah- kaidah mazhab Imam Hambali. Ia juga banyak belajar kepada syekh-syekh yang lain, oleh sebab itu tidak mengherankan jika kemudian ia sangat menguasai berbagai disiplin ilmu seperti, Al-Qur’an, Hadit , Taf ir, Fiq , U ul Fiq , bahasa, berhitung, logika dan filsafat.15

Ilmu Tafsir adalah disiplin ilmu yang paling disukai oleh Ibnu Taimiyah.

Minatnya terhadap ilmu yang satu ini kelihatannya sangat begitu tinggi, hal ini dapat dipahami dari pernyataannya bahwa dia telah mempelajari lebih dari seratus kitab tafsir Al-Qur‟an.16 Agaknya minat dan kecerdasannya dalam lapangan ilmu tafsir inilah yang membuat ia begitu independent dalam pemahamannya dalam berbagai persoalan keagamaan, di samping penguasaan ilmu lainnya.

15 Persoalan filsafat banyak dibicarakannya, ketika melancarkan kritik terhadap kesesatan dan kekeliruan dalam alur logika, terutama filsafat Yunani. Masalah tersebut banyak dimuatnya dalam sebuah kitab; Naqd al-Mantiq, lihat Nurcholis Majid, Khazanah Intelektual Islam, (Jakarta:

Bulan Bintang, 1984), h. 39-40.

16 Abul Hasan Ali an-Nadawi, Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah, terj. Qadirunnur, (Solo:

Pustaka Mantiq, 1995), h. 45.

(29)

15

Disebutkan bahwa, pendidikan Ibnu Taimiyah dimulai dengan mengaji kepada ayah dan pamannya. Ia juga belajar kepada beberapa ulama terkemuka terutama di Damaskus dan sekitarnya. Jumlah ulama dan guru besar Ibnu Taimiyah mencapai lebih dari dua ratus syekh.17 Di antara sekian banyak guru yang telah mentransformasi ilmunya dapat disebutkan antara lain :

1. Syam ad-Din Abd Rahman Ibnu Muhammad Ibnu Ahmad al- Maqdisi (597-682 H.) adalah seorang ahli hukum Islam (Fiqih) dan Hakim Agung pertama dari kalangan mazhab Hambali di Syria, setelah Sultan Baybars (1260-1277 M) melakukan pembaharuan di bidang peradilan.

2. Al-Munaja Ibnu Utsman al-Tanukhi (611-695 H.). Ia seorang guru Ibnu Taimiyah di bidang Fiqih, tokoh tersohor bidang fiqih pada zamannya di Syam (Suriah). Ia juga seorang Mufassir dan ahli nahwu, pemberi fatwa dan pengarang. Karangannya antara lain;

Syarh al-Mughni sebanyak empat jilid, Tafsir Al-Qur’an, Ikhtisar al-Mashul, dan lain sebagainya.

3. Ibnu Abd al-Qawiyy (603-699 H.) adalah seorang ahli Hadits, Fiqh, nahwu dan pengarang, karyanya antara lain; Kitab al-Furuq.

4. Ibnu Abd al-Da’im (557-678 H.) seorang guru Ibnu Taimiyah di bidang Hadist. Di antara ulama yang meriwayatkan hadist darinya adalah al Syaikh al-Muhy al-Din al-Nawawi dan Ibnu Daqiq al-id.

17 Ibnu Taimiyah, Ibadah Tanpa Perantara Kaidah-kaidah dalam Tawassul, terj.

Misbahul Munir, (Jakarta: Pustaka As-Sunnah, 2006) cet I, h. 16.

(30)

16

Ibnu Taimiyah belajar dengannya Musnad Imam Ahmad dan kitab-kitab Shahih Enam (Kutub al-Sittah).18

Melihat jumlah dan kualitas guru-guru Ibnu Taimiyah, di samping keberadaan sosok Ibnu Taimiyah sendiri, maka dapat dimengerti mengapa ia menjadi seorang yang berilmu luas, kritis, dan berpandang orisinil. Pada gilirannya, ia mampu melahirkan murid-murid yang memiliki kualitas ilmu keagamaan yang handal antara lain: al-Hafiz Ibnu Qoyyim, al-Hafiz Ibnu Katsir, al Hafiz Ibnu Abdil Hadi, al-Hafiz Ibnu Rajab19 dan lain-lain.

Apabila menyebut tafsir, maka dialah pembawa panjinya, apabila menghitung nama-nama fuqa a‟, maka dialah seorang mujtahid mutlak pada zamannya. Jika menghadiri majelis huffaz (hafalan), Ibnu Taimiyah berbicara dengan lantang, semua hadirin diam, ia menghafal tidak seorangpun mampu mengikutinya, bahkan ketika hafalannya yang lain masih banyak, yang lain sudah kehabisan hafalan. Ketika menyebut ahli ilmu kalam, dialah orangnya dan kepadanyalah orang-orang merujuk.20 Demikianlah beberapa komentar tentang ketokohan Ibnu Taimiyah dalam sejarahnya.

Kehebatan Ibnu Taimiyah, tidak hanya diakui dari kalangan yang mengaguminya, sebutlah kelompok yang setuju dengan pemikirannya, tetapi lebih dari itu, ternyata lawan polemiknyapun memberi komentar yang sama. Kamal al-

18 Abul Hasan Ali an-Nadawi, Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah, h.47

19 Said Abdul Azhim, Ibnu Taimiyah Pembaharu Salafi dan Dakwah Reformasi, terj.

Faisal Saleh, Khoerul Amru Harahap, (Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 2005), h.18.

20 Ibnu Taimiyah, Siyasah Syar’iyyah; Etika Politik Islam, terj. Rofi‟ Munawwar, (Surabaya: Risalah Gusti, 1995), h. 7.

(31)

17

Din Ibnu al-Zamlakani, eorang penganut ma ab Syafi’i, engaja menuli beberapa jilid buku untuk menentang pendapat-pendapat Ibnu Taimiyah. Dalam sebuah tulisannya tetap mengakui kehebatan Ibnu Taimiyah, ia berkomentar; jika dia (Ibnu Taimiyah) berbicara tentang sesuatu ilmu, dia selalu lebih dari pada yang dibutuhkan, dalam hal tulis-menulis dia begitu indah memilih kata-kata, paparannya tepat pada sasaran, pandai menyusun kerangka dan kata-kata.21

Ibnu Taimiyah adalah penentang keras terhadap setiap bentuk khurafat dan bid’a atau inova i ter adap agama. Dengan ikapnya yang demikian itu dia dimusuhi oleh banyak kelompok Islam, dan kerap kali berlawanan pendapat dengan kebanyakan ulama ahli hukum. Dia sering pula menentang arus, karenanya berkali-kali masuk penjara, bahkan akhirnya meninggal di dalam penjara.

Ibnu Taimiyah hidup pada masa dunia Islam mengalami puncak disintegrasi politik, dislokasi sosial dan dekadensi akhlak serta moral. Masyarakat, khususnya tempat Ibnu Taimiyah lahir, dan umumnya di seluruh wilayah kekuasaan Mamalik, atau bahkan di banyak kawasan lain, sangat heterogen, baik dalam hal kebangsaan, status sosial, agama, aliran, budaya dan hukum. Sebagai akibat sering terjadi perang, mobilitas penduduk dari berbagai bangsa sangat tinggi.

Dalam satu wilayah banyak macam bangsa; Arab asal Irak, Arab asal Suriah, Mesir, Turki, Tartar yang jatuh tertawan dan kemudian menetap, Armenia, dan sebagainya, sedang mereka semua berbeda satu sama lain dalam adat istiadat,

21 Ahmadie Thaha, Ibnu Taimiyah Hidup dan Pikiran-pikirannya, (Surabaya: Bina Ilmu, 1982), h. 21-22.

(32)

18

tradisi, perilaku, dan alam pikiran. Hal itu jelas menimbulkan kerawanan- kerawanan kehidupan bernegara. Dalam suasana demikian sukar diciptakan stabilitas politik, keserasian sosial dan pemupukan moral serta akhlak, yang lebih parah lagi, pada waktu itu masalahnya tidak hanya banyak agama yang berbeda satu sama lain, tetapi juga banyak mazhab, termasuk juga mazhab-mazhab Hanafi, Maliki, Syafi‟i dan Hambali.22

C. Karya-Karya

Karya-karya Ibnu Taimiyyah ini banyak sekali, yang meliputi sebagai berikut:

Karya-kaya yang bersifat umum adalah sebagai berikut:

1. Majmu’ Rasa’il Ibn Taimiyyah, terdiri dari sembilan buah risalah dalam berbagai ukuran, diterbitkan k.l. pada tahun 1323.

2. Majmu’at al-Rasa’il al-Kubra, 2 volume: volume yang pertama terdiri dari dua belas risalah dan volume yang kedua terdiri dari tujuh belas risalah, k.l. pada tahun 1323.

3. Majmu’at al-Rasa’il wal-Masa’il, terdiri dari lima volume, semuanya terdiri dari dua puluh dua risalah, k.l. pada tahun 1341/1349.

4. Majmu’at Khams Rasa’il, k.l. pada tahun 1930.

5. Majmu’at al-Fatawa, lima volume: terdiri dari beberapa ratus keputusan-keputusan Ibnu Taimiyyah, k.l. pada tahun 1326.

22 Munawir Sjadzali, Islam dan Tata Negara; Ajaran Sejarah dan Islam, (Jakarta: UI- Press, 2003), h. 80-81.

(33)

19

6. Al-Ikhtiyarat al-Ilmiyah, di akhir Fatawa volume ke-3, merupakan sekumpulan keputusan-keputusan Ibnu Taimiyyah tidak sependapat dengan ahli-ahli hukum yang lain, k.l. pada tahun 1329.

7. Tafsir Ibnu Taimiyyah, Matba’ Qayyimah, berisi tentang semua komentar-komentarnya mengenai al-Qur’an dari berbagai ri ala dan karya-karyanya yang lain, Bombay 1374 Hijriyyah/1954 Masehi.

Karya-karya besarnya adalah sebagai berikut:

8. Al-Sarim al-Maslul ala syatim al-Rasul. Pada tahun 693 sekretaris Amir Assaf yang beragama Kristen mengatakan sesuatu yang menghina Nabi Muhammad sehingga membangkitkan amarah rakyat timbullah perbantahan perbantahan mengenai hukuman apakah yang seharusnya ditimpakan kepada dirinya. Ibnu Taimiyyah menulis masalah ini dalam sebuah buku penting yang mendapat sambutan hangat, Landb, -Br.35, Damaskus, Z. 49, 48, 5, damadzade 548, CI, 327, diterbitkan di Hyderabad pada tahun 1322.

9. Minhaj al-Sunnah al-Nabawiyah fi Naqd Kalam al-Syi’ah wal- Qadariyah, Buku ini ditulis Ibnu Taimiyyah sebagai jawabannya terhadap karya Jamaluddin al-Muthahhar al-Hilli yang berjudul Minhaj al-Karama fi Ma’rifat al-Imamah. Karya ini ditulis oleh Jamaluddin kira-kira pada tahun 712-716 Hijriah untuk mengambil hati dan mempengaruhi Uljaytu Khudabandah, emperor Mongol di Persia dan

(34)

20

Irak. Minhaj as-Sunnah ditulis Ibnu Taimiyyah untuk membendung melua nya fa am Syi’a di Negeri-negeri Islam sebelah Timur: terdiri dari 4 volume, Bulaq, 1321/1322.

10. Kitab an-Nubuwwah, sebuah pembahasan yang sangat kritis dan filosofis mengenai kenabian, sihir, keajaiban-keajaiban, dan hal-hal yang serba rahasia. Diterbitkan k.l. pada tahun 1346.

11. Tafsir al-Kawakib, sebermula terdiri dari 100 bagian. Hingga saat ini baru 44 bagian yang dapat ditemukan dan disimpan di Damaskus.

‘Um, 13, 151.

Ketika dipenjarakan di Cairo, Ibnu Taimiyyah menulis komentar- komentar al-Qur’an yang emuanya berjumla 40 volume. Semuanya tidak ditemukan tetapi pernah disebutkan oleh Ibnu Batutah.

Karya-karya kecilnya adalah mengenai al-Qur’an ebagai berikut:

1. Al-Risalah al-Ubudiyah ila Tafsir Qawlihi Ta’ala: Ya ayyuha’nnas u’budu Rabbakum Ilkh (S.2,19) di dalam Majmu’ 1323, no.1 1340, II, 1/65. Di dalam risalah ini Ibnu Taimiyyah menjelaskan arti ibadah secara detail, dan membahas apakah keseluruhan agama termasuk ke dalam ibadah atau tidak. Beliau pun membahas arti dari ubudiyah (keteklukan kepada Allah).

2. Al-Fatawa al-Hamawiyah, di sini dibahas sifat-sifat Allah seperti yang dinyatakan oleh beberapa ayat al-Qur’an. Ayat-ayat ini dan beberapa hadits mengenai hal serupa dipertanyakan kepada Ibnu Taimiyyah.

(35)

21

Ketika Ibnu Taimiyyah memberikan jawabannya dalam bentuk tertulis beliau mendapat serangan-serangan yang keras, hal ini disebabkan karena beliau tidak menyetujui pendapat-pendapat yang salah dari kebanyakan para tokoh yang cerdik dan pandai pada masa itu.

3. Tafsir al-Mu’awwadzatayn, di dalam Mjm. 1323, II, no.10.

4. Fasl fi Qawlihi Ta’ala: Qul ya Ibadi Ikh (S. 39, 53), volume V. 1169, 2.

5. Ajawibah ‘Ala As’ilah Waradat ‘Alayhi fi Fadha’il surah al-Fatihah wal Ikhlas wa Ba’d Masa’il Musykilah. Tafsir Surah al-Ikhlas, k.l. pada tahun 1323.

6. Tafsir Surah al-Nur, pada margin Jami’ al-Bayan fi Tafsir al-Qur’an dari al-Iji al-Safawi (S.203), 11th., Delhi, 1316, k.l. pada tahun 1343.

7. Tafsir surah al-Kautsar di dalam Rasa’il al-Muniriyah, k.l. pada tahun 1343, no. 10.

8. Al-Kalam ala Qawlihi Ta’ala di dalam Hadzani Lasahirani (S.

20, 66), Damaskus,(S.36,99,14)Mengenai Hadits:

1. Arba’un Haditsan Riwayat Syaikh al-I lam Ibn Taimiyya ‘an Arba’in min Kibar Masyaikhi, C. nkt. Salafiyah, w. yr.

2. Arba’un Haditsan Riwayat Ibn Taimiyyah Takhrij Aminuddin al-Wani, k.l. pada tahun 1341.

Di sini untuk setiap hadits Ibnu Taimiyyah memberikan sejarah lengkapnya dan menyebutkan nama penuh beserta silsilah gurunya Muhammad Aminuddin al-Wani.

(36)

22

3. Al-Abdal al-‘Awali, terdiri dari 31 buah hadits dari perawi-perawi yang sudah tua sekali, yaitu Ghaylaniyah, a. Bakr. M. b. Ali b. lbr (meninggal pada tahun 359 Hijriah/ 969 Masehi) dan satu buah hadits dari fawa’id al-Muzakki (meninggal pada tahun 362 Hijriah/ 972 Masehi), ditulis sebelum tahun 682 Hijriah/ 1203 Masehi, Bankipur, V.

2, 462.

4. Su’al fi Masyhad al-Husayn ayna Huwafi’l shahih wa ila Ayna Humila Ra’suhu wa Jawabuhu (merupakan sebuah otograf), Damaskus, Z. 25, 49, 3.1 C. w. yr.

5. R. fi Syarh Hadits Abu Dzarr, C21, 119. k.l. pada tahun 1324, di dalam Khams Rasa’il Nadirah.

6. R. fi Syarh Hadits al-Nuzul (sebuah ikhtiar di dalam karya Ibnu Qayyim yang berjudul Midarij al-salikin). Di dalam risalah ini ia membahas dari pada nuzul dan menyangkal penafsiran-penafsiran yang masih diragukan kebenarannya dari mazhab-mazhab.

7. Syarh Hadits Unzila ‘i-Qur’an ‘Ala Sab’at Ahruf di dalam Khams Rasa’il Nadirah, k.l. pada tahun 1907.

8. Fi’al al-Nabiya’.

9. Al-Azahir wa’l-Mulah fi jumlat Ahadits fi Fada’il al-Salawat wal- Ayyam al-Sab’ah wa Layaliha.

10. R. fi’l-Ajwibah ‘an Ahadits al-Qussas

11. Al-Jawami’ fi’l-Siyasah al-Ilahiyah wa’l-Inabah al-Nabawiyah, Bombay, 1306.

(37)

23

Polemik-polemik yang menentang para sufi:

1. Syarh Kalimat ‘Aq.al-Kilani fi Kitab Futuh al-Ghayb, Leipzig, 223.

2. Ahl al-Suffah wa Abatil ba’d al-Mutasawwiyah fihim wa fil-Awliya wa Asnafihim wad-Da’awi fihim, di dalam Mjm, k.l. pada tahun 1341,25/26.

3. Munazarat al-Alaniyah li-dajajilah al-Bata’ihiyah al-Rifa’iyah.

Rifa’iya adala golongan ufi yang terkenal pada aman Ibnu Taimiyyah.

4. Libas al-Futuwwah wal-Khiraq Indal Mutasawwifah wa Masa’il Ukhra Fasyat Fihim.

5. R. ila ‘l-Arifbillah al-syaikh Nasaruddin al-Manbiji.

Merupakan serangan terhadap konsep para Sufi mengenai tauhid, ekstase (syukur), dan persatuan manusia dengan Allah (ittihad).

6. Al-Sufiyah wal-Fuqara.

Sebuah kritik terhadap berbagai tahap perjalanan spiritual menurut konsep para Sufi.

Polemik-polemik menentang para filosof:

1. Al-Radd ala Falsafat b.Rusyd al-Hafid, di bagian belakang dari Falsafat al-Qadhi, diterbitkan kurang lebih pada tahun 1328. Merupakan kumpulan dan penyusunan kembali dari argumentasi-argumentasi Ibnu

(38)

24

Taimiyyah yang menentang Ibnu Rusyd di dalam bukunya yang berjudul Dar’ ta’arud al-Aql wal-Naql.

2. Fima dakarahu ‘l-Razi fil-Arbain fi Mas’alat al-shifat al-ikhtiyariyah, Leipzing, 875 ii; Damaskus Z.36,29,16.

3. Nasihat al-Iman fi Radd ala Mantiq al-Yunan, rekapitulasi oleh Suyuti;

Jahd al-Qarihah fi Tajrid al-Nashihah, Leiden 2419, Radd ala al- Mantiqiyin, tujuan utama buku ini adalah untuk membersihkan pikiran orang-orang dari ide bahwa pengetahuan yang sejati hanya dapat dicapai melalui logika. Di dalam buku ini Ibnu Taimiyyah dengan jelas sekali mengemukakan perbedaan dasar di antara filsafat Islam dengan Yunani dan membuktikan keunggulan yang pertama di antara keduanya.

4. Qa’idah Jalilah fit-Tawassul wal-Wasilah.

Dalam buku ini Ibnu Taimiyyah membalas tiga buah masalah: a) Apakah kita boleh bersumpah demi yang selain dari pada Allah. b) Apakah dalam berdzikir kita boleh menyebut nama Allah yang lain dari pada al-a ma’ al-Husna? c) Apakah dapat dibenarkan suatu tradisi dimana seseorang yang sedang sholat yang memohon bantuan dari seseorang nabi yang bukan Muhammad. Berlin 2088; k.l. pada tahun 1327. Damaskus, 1331, k.l. pada tahun 1348.

5. Fi sujud al-Qur’an, Berlin 3570

6. Fatawa sehubungan dengan sebuah pertanyaan terbuka yang diajukan kepadanya di Mesir pada tahun 708 Hijriah/ 1308 Masehi mengenai

(39)

25

berbagai hal di dalam pelaksanaan sholat, maka Ibnu Taimiyyah menjawabnya dengan cara membuat kitab ini.

7. Fi Sujud al-sahwi. Di sini dikatakannya bahwa seseorang yang lupa berapa kalikah ia telah bersujud di dalam sholatnya harus bersujud dua kali untuk menebus kesalahan yang mungkin dilakukannya itu.

8. Fi awqat al-Nahy wal-Niza’fi da’wat al-Ashab wa ghayriha. Sebuah diskusi mengenai menghentikan atau menunda sholat.

9. Mas’alat al-Dziyarah (Dziyarat al-Qubur wal-Istinjad bil Maqbur) ditulis pada tahun 710 Hijriah/ 1310 Masehi, Munc. 885,2; Damaskus, Z. 35,99,8, edisi M. Abdul al-Raziq Hamzah k.l. pada tahun 1323.

10. Pembelaan Ibnu Taimiyyah terhadap serangan-serangan terhadap tulisannya, Munch. 885,7.

11. R.Bab al-Taharah, Leiden, 1835.

12. Ushul al-Fiqh, Berlin 4592.

13. Al-Musawwadah fil-Ushul, Damaskus, ‘Um.57,3,4.

14. I’tibar al-Niyah fil-Nikah, Berlin 4665.

15. Iqamat al-Dhalil fi Ibtal al-Tahlil, Leiden, 1883, di dalam Mjm.

Penyangkalan terhadap sebuah kesimpulan hokum bahwa seorang wanita yang ditalak tiga dapat kawin dengan suaminya yang semula apabila ia secara resmi telah kawin dengan lelaki lain dan diceraikan belum sempat hubungan seksual.

16. Al-Siyasah al-Syar’iyah fi Islah al-Ra’i wal-Ra’iyah, Berlin. Okt, 2553: Paris, 2443/2444: Damaskus, Z.83.

(40)

26

Sebuah risalah kecil mengenai tugas dan kewajiban pemimpin dan rakyat, memenuhi amanah, realisasi dan pembagian zakat, pelaksanaan keadilan dan hudud (hukuman-hukuman terhadap kejahatan-kejahatan di dalam al-Qur’an).

17. Pedoman Islam Bernegara, penerjemah K.H. Firdaus A.N., Jakarta.

1989. Dibuku ini Ibnu Taimiyyah menjelaskan tentang, menunaikan amanah, masalah harta, hudud dan hak-hak manusia, dan sepintas riwayat hidup Ibnu Taimiyyah.

18. Majmu’ al-Fatawa. Dikitab ini Ibnu Taimiyyah menjelaskan fatwa- fatwanya tentang memerangi pemberontakan, hukum murtad, pengadilan Negeri, sumpah dan nadzar, makanan halal dan haram, lebih tepatnya kumpulan fatwanya tentang Aqidah, Fiqih, Tafsir, Hadits, Ushul Fiqih, dan lain sebagainya).

19. Muwafaqah Shahih al-Manqul li Sharih al-Ma’qul (tentang kedudukan nash Al-Qur‟an dan A -Sunnah, kaitan dengan akal- logika).

20. Al-Jawab al-Shahih Lima Baddal Din al-Masih (Tentang bentahan terhadap keyakinan orang Nasrani).

21. Minhaj al-Sunnah al-Nabawiyah fi al-Raad ‘ala al-Syi’ah wa al- Qadariyah (tentang benta an ter adap Syi‟a dan Qadariya ) sebanyak 4 jilid.

22. Al-Qawa’id al-Nuranniyah al-Fiqhiyah (Tentang kaidah-kaidah Fiqih).

(41)

27

23. Al-Qa-‘idah al-Jalilah fi Tassawul wa al-Wasilah (tentang hukum dan kaidah bertasawul dalam berdoa).

Ishlah al-Ra’I Warra’iyah (tentang tatanan bernegara dan bermasyarakat dalam Islam).23

D. Kiprah

Sewaktu ayahnya wafat pada tahun 682 H/ 1283 M, Ibnu Taimiyyah yang ketika itu berusia dua puluh satu tahun, menggantikan jabatan penting ayahnya sebagai pemegang Madrasah Dar al-Hadits as-Sukariyyah, setahun kemudian jabatan maha guru di bidang hadits yang dipegang ayahnya diberikan kepada Ibnu Taimiyyah. Kemudian, Ibnu Taimiyyah juga mulai memberikan kuliah umum di masjid Umayyah Damaskus. Selain itu, Ibnu Taimiyyah juga menggantikan kedudukan ayahnya sebagai guru besar hadits dan fiqh Hambali dibeberapa Madrasah terkenal yang ada di Damaskus, mulai dari sinilah karir atau nama Ibnu Taimiyyah menjadi masyhur, sering disebut-sebut dan dihormati di dalam lingkungan intelektual, baik di dalam daerah kekuasaan raja-raja Mamluk maupun di luarnya, melebihi ahli-ahli hadits lain yang terkemuka pada masa itu, seperti Ibnu Daqiq al-Id, kemudian Zimlikani dan Syamsuddin al-Dzahabi. Kuliah- kuliahnya mencakup semua subyek di dalam pengetahuan Islam, namun semua mempunyai tema yang sama yaitu menghidupkan kembali semangat Nabi beserta para sahabatnya.

Tetapi Ibnu Taimiyyah tidak merasa puas apabila hanya berceramah di masjid atau di depan kelas saja, maka ia pun sering memberikan pendapat-pendapatnya

23 Qomaruddin Khan, Pemikiran Politik Ibnu Taimiyyah, (Bandung: Penerbit Pustaka, 1973), h. 135.

(42)

28

di bidang hukum (fatawa) atau menjawab berbagai persoalan yang diajukan kepadanya (memberi fatwa) dalam bentuk buku atau risalah. Mungkin hal inilah yang merupakan sumber konflik antara Ibnu Taimiyyah dengan para ulama dan pemerintah, karena pendapat-pendapatnya yang berdasarkan al-Qur’an, Sunna , dan praktek-praktek dari Muslim-muslim saleh pada masa lampau yang sering kali berlawanan dengan keyakinan-keyakinan dan praktek-praktek pada masa itu.24

Ide-idenya atau fatwa-fatwanya inilah yang menjadi kontroversi pergolakan agama dan sosial di berbagai pelosok dunia Islam, sampai Ibnu Taimiyyah ditangkap dan dimasukkan ke penjara di benteng Damaskus, kemudian Ibnu Taimiyyah jatuh sakit dan meninggal dalam penjara pada malam Senin, 20 D ulqo’da 728 H.

E. Tokoh Pengikut Ibnu Taimiyyah

Sebagai ulama yang terkenal sebagai sosok yang berfikir kritis dan tajam, Ibnu Taimiyyah memiliki banyak murid dan pengikut, apalagi pada masa kehidupannya, kondisi umat Islam pada masa yang dikenal dengan nama

“jumud”, ditambah lagi dengan adanya perang fisik dan fikiran baik antara kekhalifahan Islam maupun non-muslim, maupun perang pemikiran (Ghazwatul fikri) antar aliran dan faham dalam Islam.

Diantara pengikut yang juga murid Ibnu Taimiyyah adalah:

1. Muhammad Bin Abi Bakar Ibnul Qayyim Al-Jauziyah.

2. Imam Syamsuddin Adz-Dzahabi.

24 Qomaruddin Khan, Pemikiran Politik Ibnu Taimiyyah, h.15.

(43)

29

3. Imam ‘Imaduddin Abul Fida’ I mail Bin Umar Bin Kat ir Al- Qurasyi Ad-Dimasyqi.

4. Muhammad Bin Ahmad Bin Abdil Hadi.

5. Abdul Hajaj Jamaluddin Al-Mizzi.

6. ‘Imaduddin A mad Bin Ibra im Al-Hizaam.

7. Syarifuddin Muhammad Bin Muhammad Bin An-Nujaib Al- Harrani.

8. Syarifuddin Muhammad Bin Al Munjaa At-Tannukhi Al-Hanbali.

9. Afifuddin Ishaq Bin Yahya Al-Aamidi Al-Maghribi.

10. Abdullah Bin Musa Al-Jazari.

11. Alamuddin Al-Barzali, muarrikh Syam.

12. Alim Baghdad Shafiuddin Abdul Mukmin Bin Abdul Haq Al- Hanbal.

13. Asy-Syaikh Abdullah Bin Rasyid Al-Maghribi.

14. Al-Hafidz Abu Hafsh Umar Bin Ali Al-Bazzar Al-Baghdadi.

15. Jamaluddin Abdulla Bin Ya’qub Bin Sayyidi im Al-Iskandari.

16. Al-Hafizh Al-Qadhi Syamsuddin Muhammad Bin Muflih Al- Hambali.

17. Al-Mufti Zainuddin Ubadah Bin Abdul Ghani Al-Maqdisi Ad-Dimasyqi.25

25 H. Abuddin Nata, Pemikiran para Tokoh Pendidikan Islam;Kajian Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2000), Cet. I,h. 156.

(44)

30 BAB III

PEMIMPIN PEMERINTAHAN ISLAM

A. Definisi Pemimpin dan pemerintahan

Pemimpin adalah orang yang memimpin kelompok dua orang atau lebih,baik organisasi atau keluarga.26 Menurut kartini kartono pemimpin adalah seorang pribadi yang memiliki kecakapan dan kelebihan ,khususnya kecakapan dankelebihan disuatu bidang sehingga mampu mempengaruhi orang lain untuk bersama-sama melakukan aktivitas tertentu,demi pencapaian.27

Menurut ibnu taimiyah seorang pemimpin harus mempunyai dua syarat umum yaitu kekuatan dan amanah.28 Yang dimaksud dengan kekuatan oleh ibnu taimiyah adalah kemampuan yang harus dimiliki oleh seseorang pemimpin dilapangan yang dipimpinnya.adapun yang dimaksud amanahadalah sikap takut hanya kepada Alloh swt,tidak memperjual belikan ayat-ayat Alloh swt dengan harga yang sedikit dan tidak takut pada manusia.29

Dari berbagai pengertian tersebut bahwa pemimpin adalah seseorang yang memiliki kemampuan untuk mengatur,mendorong,mengkoordinasi dan

26 Suradinata, Pemimpin dan Kepemimpinan pemerintahan:pendekatan budaya, moral,dan etika (Jakarta: PT.Gramedia Pustaka Utama,1997), h. 11

27 kartini kartono, Pemimpin dan Kepemimpinan, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1994), h. 47

28 Syaikh Muhammad bin Shalih al-‘Ut aimin, Politik Islam Ta’liq Siyasah Syar’iyah Ibnu Taimiyah, terj. Ajmal Arif, Lc., (Jakarta: Griya Ilmu, 2009), h. 19.

29 Syaikh Muhammad bin Shalih al-‘Ut aimin, Politik Islam Ta’liq Siyasah Syar’iyah Ibnu Taimiyah, terj. Ajmal Arif, Lc., h. 21.

(45)

31

mempengaruhi orang lain dalam rangka melakukan kerjasama kearah pencapaian tujuan bersama yang telah ditentukan.

Menurut KBBI (Kamus Besar Bahasa Indonesia) Pemerintahan adalah proses, cara, perbuatan memerintah, segala urusan yang dilakukan oleh negara dalam menyelenggarakan kesejahteraan masyarakat dan kepentingan negara.30 Pemerintahan juga dapat diartikan sekumpulan orang yang bekerja dengan tugas- tugas yang melangsungkan sistem pemerintahan, atau bisa didefisinikan sebagai pengabdi negara, menjalankan manajemen serta mengatur jalannya pemerintahan.

Dengan demikian pemerintahan juga dapat dipahami sebagai suatu sistem hubungan tata kerja antar lembaga-lembaga negara dan berperan aktif dalam kemajuan sebuah pemerintahan. Dalam sebuah pemerintahan juga terdapat hubungan sosial, politik dan agama sebagai mana yang telah ada pada zaman Nabi, shohabat, khulafa irrassyiddin terdahulu.

Pada zaman Nabi sudah terdapat pemimpin dalam sebuah pemerintahan yang dinamakan khalifah31, k ala’if dan lain-lainnya yang bersifat politik memang terdapat pada al-Qur’an, tetapi itu anya menunjukkan kekuasaan politik yang mungkin direalisir kaum Muslimin di atas dunia dan tidak merumuskan prinsip-prisip sebagai bagian dari asas-asas agama untuk mengorganisir pemerintahan.

30 .KBBI Online, https://kbbi.kemdikbud.go.id/entri/pemerintahan. /diakses pada 24 januari 2020

31 Khalifah adalah wakil (pengganti) Nabi Muhammad SAW. setelah nabi wafat (dalam urusan negara dan agama) yang melaksanakan syariat (hukum) Islam dalam kehidupan bernegara atau gelar kepala agama dan raja di negara Islam atau penguasa.

(46)

32 B. Pandangan Tokoh

Pemerintahan juga diungkapkan menurut beberapa tokoh, berikut pemerintahan menurut beberapa tokoh sebagai berikut:

1. Hamka

Menurut Hamka, pemerintahan dalam Islam atau yang dikehendaki Islam adalah khalifah di atas bumi, seperti yang dijelaskan dalam surat al-Baqarah ayat 30, Allah menyatakan maksud-Nya kepada malaikat-Nya bahwa Dia hendak melantik khalifah-Nya di atas bumi. Karena itu, diciptakan Adam sebagai manusia pertama yang akan dijadikan khalifah. Khalifah adalah orang yang diserahi tanggung jawab untuk melanjutkan kehendak orang yang mengkhalifahinya.

Berdasar kepada kejadian Adam dan tanggung jawab yang diamanatkan kepadanya, tampaklah kesatuan agama, kesatuan kemanusian di bawah kesatuan Allah. Manusia kian lama kian maju dan beberapa nama telah ditunjukkan kepada Adam. Rahasia yang terpendam telah dibongkar oleh pikiran manusia.32

Oleh sebab hendak memikulkan tanggung jawab itulah, Allah mengutus para rasul dan para nabi dengan membawa beberapa kitab. Islam mengajarkan bahwa isi maksud kedatangan para nabi adalah satu, yaitu menuntun perikemanusiaan supaya dia dapat membayarkan kewajibannya yang berat dan mulia dengan kedatangan Muhammad adalah penghabisan para rasul. Lantaran itu dinaikkanlah derajat kemanusiaan dengan hubungan yang langsung kepada al- Khaliq. Tidak ada lagi satu manusia pun yang boleh mengambil tempat istimewa

32 Hamka, Keadilan Sosial dalam Islam, (Jakarta: Gema Insani, 2015), h. 18.

(47)

33

untuk merendahkan manusia lain. Hanyalah usaha bersama membuat diri sendiri supaya lebih dekat kepada Allah. Dengan ajaran Islam terbantahlah dasar pemerintahan lama dari manusia dalam mendirikan negara dan masyarakat, yaitu memandang raja, nenek, atau dukun sebagai Tuhan. Oleh sebab itu, Islam mengajurkan supaya manusia berusaha senantiasa mengambil pecah-pecahan dari sifat Allah Ittasifu bi sifat illahi. Bersifatlah dengan sifat Allah, bukan menuhankan seorang manusia, menyucikannya dan yang lain bersedia menjadi budaknya dan menuruti apa yang diaturnya, dan tidak boleh disalahkan serta dipandang tidak pernah bersalah. Filsafat ajaran khalifatullah inilah yang menumbuhkan keyakinan dalam hati kaum muslimin bahwa urusan sebuah negara dengan agama tidak dapat dipisahkan. Urusan kerja usaha, jiwa dan badan, ruhani dan jasmani tidak tercerai.33

Setelah diketahui dan dipahamkan, kedudukan perikemanusiaan dalam dunia, pada pandangan Islam, tidaklah sulit lagi mencari bentuk pemerintahan Islam. Bentuk pemerintahan di suatu negara atau wilayah ialah menurut bentuk pertumbuhan kecerdasan masyarakat itu sendiri. Manusia adalah khalifah, oleh sebab itu Allah membiarkan pikiran khalifah-Nya tumbuh sendiri. Setelah Rasulullah wafat, beliau pun tidak suka menentukan siapa akan penggantinya.

Melainkan diserahkan kepada yang tinggal, karena semua yang akan ditinggalkannya adalah khalifah Allah dan memilih sendiri bentuk pemerintahan yang disukai karena itu adalah hak mereka sendiri, mereka mempunyai hak right

33 Hamka, Keadilan Sosial dalam Islam, h. 20-21.

(48)

34

of self determination, hak untuk menentukan nasib sendiri. Hanya satu yang penting, ajararan prinsipil yaitu syura.34

Karena syura atau bermusyawarah, bermufakat, dan berbincang bersama- sama memilih mana yang bermanfaat dan meninggalkan yang mudharat35, itulah pokok sejati ketika mendirikan pemerintahan Islam. Karena tidak ada satu penghianatan dalam pandangan pemerintahan Islam yang lebih besar dari al- mufariqu lil jam’ah, atau yang memisahkan diri dari suara terbanyak, namun pilih dan contohlah mana yang baik untuk zaman dan wilayah kita. Tetapi jangan lupakan prinsip yaitu bermusyawarah.

2. Ibnu Khaldun

Menurut Ibnu Khaldun, sebuah pemerintahan harus ada satu kemestian dalam memimpin sebuah negara yaitu Imamah. Seperti para sahabat nabi dan para tabi’in tela ijma’36 semuanya bahwa imamah adalah wajib menurut hukum Islam. Karena pada waktu rasulullah wafat, para sahabat beliau telah bertindak membai’atkan Abu Bakar r.a. dan mempercayakan padanya pengawa an persoalan-persoalan mereka. Demikianlah seterusnya di masa-masa berikutnya.

Dalam zaman manapun rakyat tidak pernah diserahkan kepada pemimpin yang anarki. Semuanya itu adala karena ijma’ para a abat dan tabi’in yang menunjuk pada kemestian adanya jabatan pemimpin pada sebuah pemerintahan. Adapula sebagian orang yang menyatakan pendapat, bahwa keharusan adanya imamah itu

34 Hamka, Keadilan Sosial dalam Islam, h. 22.

35 Mudarat adalah sesuatu yang tidak menguntungkan atau merugikan, rugi, kerugian, tidak berguna, tidak berhasil hasil, gagal.

36 Ijma’ adalah kesepakatan dalam sebuah hasil rumusan yang sedang dibahas atau masalah yang sedang dibahas dan membuahkan hasil untuk disepakati.

Referensi

Dokumen terkait

Dari hasil perbandingan pengamatan tahun 2003 dan tahun 2004 didapat hasil volume lalu-lintas mengalami penurunan sebesar 353,391 % untuk kondisi jalan 1 arah, kapasitas jalan

Perbedaan hasil penelitian di atas membuat penulis tertarik untuk melakukan penelitan dengan judul “ANALISIS PENGARUH CASH POSITION, CURRENT RATIO, DEBT TO EQUITY RATIO, DAN

Hasil penelitian menunjukkan bakteri yang terdapat pada Ikan nila ( Oreochromis niloticus ) di stasiun A dan stasiun B adalah Escherichia coli dan jumlah Coliform yang

(a) Nyatakan satu tabiat yang boleh mengganggu proses hidup manusia.. (i) Nyatakan tabiat buruk yang dilakukan oleh

Penulis mempersiapkan data dengan cara mencari daftar sepuluh bank terbesar di Indonesia yang akan di masukan dalam penelitian untuk membuat aplikasi

Jenazah (Mayat atau Jasad) adalah orang yang telah meninggal dunia3. Setelah proses pengurusan jenazah, termasuk di dalamnya memandikan, mengkafani , dan menyolatkannya , atau

Efisiensi penggunaan ruang kapal menjadi kunci utama dalam angkutan petikemas melalui kapal, untuk itu ruang palka kapal dibagi atas beberapa sel

Dari penelitian tentang kemampuan generik pada pembelajaran Biologi yang dilakukan oleh Rahman (2008) diperoleh hasil bahwa Program Pembelajaran Praktikum Berbasis Kemampuan