• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN UMUM TERHADAP CERITA NOVEL

2.2 Resensi Novel “Cinderella Teeth”

2.2.2 Tokoh

Tokoh adalah pelaku yang mengemban peristiwa dalam cerita fiksi sehingga peristiwa itu mampu menjalin suatu cerita. Sedangkan cara pengarang menampilkan tokoh atau pelaku dalam cerita disebut penokohan. Berdasarkan perannya tokoh terbagi dua yaitu: yaitu tokoh utama dan tokoh pembantu. Tokoh utama adalah tokoh yang memiliki peranan penting dalam suatu cerita. Tokoh ini merupakan tokoh yang paling banyak diceritakan, baik sebagai pelaku kejadian maupun yang dikenai kejadian. Bahkan pada novel-novel tertentu, tokoh utama senantiasa hadir dalam setiap kejadian dan dapat ditemui dalam tiap halaman buku cerita yang bersangkutan. Sedangkan tokoh pembantu adalah tokoh yang memiliki peranan tidak penting dalam cerita dan kehadiran tokoh ini hanya sekedar menunjang tokoh utama (Aminuddin, 2000: 79-80).

Menurut Aminuddin dalam Siswanto (2008: 145) ada beberapa cara untuk memahami watak tokoh, yaitu:

2. Gambaran yang diberikan pengarang lewat gambaran lingkungan kehidupannya maupun cara berpakaian,

3. Menunjukkan bagaimana prilakunya,

4. Melihat bagaimana tokoh itu berbicara dengan dirinya sendiri, 5. Memahami bagaimana jalan pikirannya,

6. Melihat bagaimana tokoh lain berbicara dengannya,

7. Melihat bagaimana tokoh-tokoh lain memberi reaksi terhadapnya, 8. Melihat bagaimana tokoh itu mereaksikan tokoh lain.

Berdasarkan penjelasan di atas pada penelitian ini penulis akan membahas tokoh utama dalam novel Cinderella Teeth karya Sakaki Tsukasa bernama Kano Sakiko yang dikisahkan memiliki trauma terhadap dokter gigi sejak kanaka-kanak dan tokoh pembantu yaitu ibu dan Paman Saki (Kano Tadashi) yang menipu Saki sehingga bekerja di klinik gigi, Kakio Hiromi (teman Saki), serta dokter dan para staff di Klinik tempat Saki bekerja.

1.2.3 Alur atau Plot

Menurut Aminuddin (2000: 83) alur ialah rangkaian cerita yang dibentuk oleh tahapan-tahapan peristiwa sehingga menjalin suatu cerita yang dihadirkan oleh para pelaku dalam suatu cerita. Kemudian menurut Aziez dan Hasim (2007:

68) alur bukan hanya sekedar cerita melainkan alat yang digunakan pengarang untuk menangkap dan mempertahankan perhatian atau minat baca pembaca.

Sehubungan dengan pendapat diatas, Loban dkk. dalam Aminuddin (2000:

84) menggambarkan gerak tahapan alur cerita seperti halnya gelombang.

Gelombang itu berawal dari eksposisi, komplikasi atau intrik-intrik awal yang akan berkembang menjadi konflik hingga menjadi konflik, klimaks, relevasi atau penyingkatan tabir suatu problema, dan penyelesaian yang membahagiakan.

Sudjiman dalam Siswanto (2008: 161) membagi alur menjadi dua yaitu alur erat dan alur longgar. Alur erat adalah jalinan peristiwa yang sangat padu di dalam suatu karya sastra, kalau salah satu peristiwa ditiadakan, keutuhan cerita akan terganggu. Sedangkan alur longgar adalah jalinan peristiwa yang tidak padu di dalam suatu karya sastra, meniadakan suatu peristiwa tidak akan mengganggu cerita.

Menurut Nurgiyantoro dalam http://eprints.uny.ac.id/8242/3/BAB%202-08205241004.pdf, berdasarkan urutan waktu terjadinya peristiwa yang diceritakan alur terdiri dari:

1. Plot lurus atau progresif, apabila yang dikisahkan bersifat kronologis, peristiwa-peristiwa yang pertama diikuti oleh peristiwa atau menyebabkan peristiwa yang kemudian. Atau secara runtut cerita dimulai dari tahap awal, yaitu penyituasian, pengenalan, pemunculan konflik, tengah atau konflik meningkat, klimaks dan akhir penyelesaian.

2. Plot sorot balik atau flash back, urutan kejadian yang disajikan dalam sebuah karya fiksi dengan alur regresif tidak bersifat kronologis. Cerita tidak dimulai dari tahap awal melainkan mungkin disuguhkan mulai dari tengah atau bahkan dari tahap akhir, kemudian tahap awal cerita disajikan.

Dengan demikian dapat disimpilkan bahwa alur berfungsi sebagai kerangka karangan yang dijadikan pedoman dalam mengembangkan cerita dan bagi pembaca alur berfungsi untuk memberikan pemahaman terhadap keseluruhan sisi cerita secara runjut dan jelas. Alur yang terdapat dalam novel Cinderella Teeth karya Sakaki Tsukasa adalah plot lurus atau alur progresif karena cerita ini di mulai ketika Kano Sakiko (tokoh utama) teringat dengan kenangan masa kecilnya dahulu saat diajak ibunya memeriksakan gigi di sebuah klinik gigi dan mengeluarkan banyak darah. Cerita berlanjut dengan ibu Saki yang mengirim Saki bekerja di klinik gigi untuk menyembuhkan traumanya. Saki pun terpaksa harus mengadaptasikan dirinya dengan lingkungan yang paling dibencinya. Dan di akhir ceritanya trauma yang dialami Saki sembuh dan ia bahkan memikirkan keinginannya untuk menjadi dokter gigi.

1.2.4 Latar atau Setting

Dalam karya sastra tokoh diceritakan tidak luput dari peristiwa-peristiwa yang terjadi dalam cerita. Peristiwa/ kejadian, tempat, waktu maupun keadaan masyarakat sekitar yang mendukung cerita disebut latar atau setting. Menurut Abrams dalam Siswanto (2008: 149) latar adalah tempat umum (general locate), waktu kesejarahan (historical time), dan kebiasaan masyarakat (social circumtances). Menurut Aziez dan Halim (2010: 74) latar atau setting merupakan istilah yang berkaitan dengan elemen-elemen yang memberikan kesan abstrak tentang lingkungan, baik tempat maupun waktu, dimana para tokoh menjalankan

perannya. Latar biasanya diwujudkan dengan menciptakan kondisi-kondisi yang melengkapi cerita.

Dalam http://al-jariyah.blogspot.co.id/2010/05/pengertian-dan-macam-latar-setting, pada umumnya latar dibagi menjadi tiga, yaitu mengenai waktu, tempat dan latar sosial.

2.2.4.1 Latar waktu

Latar waktu menggambarkan kapan sebuah peristiwa itu terjadi. Dalam sebuah cerita sejarah, hal ini penting diperhatikan. Sebab waktu yang tidak konsisten akan menyebabkan rancunya sejarah itu sendiri. Latar waktu juga meliputi lamanya proses penceritaan.

Latar waktu dalam novel Cinderella Teeth adalah pada masa Jepang sudah modern. Hal ini bisa dilihat dari percakapan tentang peralatan gigi, penggunaan komputer, transfortasi seperti kereta api, bangunan mewah dan daerah perkantoran elite. Peristiwa-peristiwa dalam novel berlangsung pada awal bulan juni sampai pertengahan september saat liburan musim panas di Jepang.

2.2.4.2 Latar tempat

Latar tempat menggambarkan lokasi terjadinya peristiwa yang diceritakan dalam sebuah cerita. Penggambaran latar tempat ini hendaklah tidak bertentangan dengan realita tempat yang bersangkutan, hingga pembaca (terutama yang mengenal tempat tersebut) menjadi tidak yakin dengan apa

yang kita sampaikan. Agar dapat mendeskripsikan suatu tempat secara meyakinkan, pengarang perlu menguasai situasi geografis lokasi yang bersangkutan. Sebab, tentunya tidak ada satupun desa, kota atau daerah yang sama persis dengan daerah lainnya.

Dalam novel Cinderella Teeth lokasi berlangsungnya cerita bervariasi sesuai dengan peristiwa-peristiwa yang terjadi yaitu di perpustakaan Universitas saat Saki dan temannya membuka majalah untuk mencari pekerjaan paruh waktu, di rumah saat ibu menawarkan pekerjaan paruh waktu pada saki, tempat Saki bekerja di Shinagawa Dental Clinic yang terletak di daerah perkantoran elite di Tokyo.

2.2.4.3 Latar suasana (sosial)

Latar sosial mencakup hal-hal yang berhubungan dengan kondisi tokoh atau masyarakat yang diceritakan dalam sebuah cerita. Termasuk di dalamnya adat istiadat, keyakinan, perilaku, budaya, dan sebagainya. Latar sosial sangat penting diketahui secara benar sebagaimana latar tempat, sebab hal ini berkaitan erat dengan nama, bahasa dan status tokoh dalam cerita. Latar sosial dapat meyakinkan dan menggambarkan suasana kedaerahan tertentu melalui kehidupan sosial masyarakat. Status sosial tokoh merupakan salah satu hal yang perlu diperhitungkan dalam pemilihan latar.

Dalam novel Cinderella Teeth kehidupan Saki tergambar sejak Saki bekerja di klinik gigi sebagai resepsionis karena tipuan ibunya. Para pekerja klinik yang mengetahui trauma yang dialami Saki mengajak Saki untuk terbuka terhadap masalahnya terutama masalah ketakutannya terhadap dokter

gigi. Mereka memberikan pemahaman kepada Saki agar tidak malu menceritakan masalahnya pada orang lain karena orang lain mungkin bisa membantu masalah yang ia bahkan tidak sanggup hadapi sendirian seperti yang selama ini dilakukan oleh orang-oramg barat. Orang-orang barat seperti orang-orang Amerika Serikat (AS) dan negara-negara Eropa Barat, yaitu Prancis, Jerman, Inggris dan lainnya selalu terbuka mengenai masalah yang mereka alami dengan orang disekelilingnya sehingga orang lain dapat membantu kita dalam menghadapi masalah tersebut, yang memang tentunya berbeda dengan sikap orang Jepang yang sangat tertutup dan tidak ingin masalahnya diketahui orang lain.

Latar sosial yang diambil adalah kehidupan masyarakat Jepang yang pada dasarnya tertutup dalam memiliki masalah traumatik terhadap dokter gigi sehingga Saki malu menceritakan traumanya terhadap orang lain yang mengakibatkan ia selalu merasa takut menghadapi dokter gigi berkepanjangan. Namun seiring dengan perkembangan zaman, sekarang zaman itu zaman keterbukaan yang merupakan ciri khas orang barat, maka ketertutupan itu adalah sesutu yang dianggap sebagai prilaku yang ketinggalan zaman dan menimbulkan kehidupan terisolasi. Kondisi sosial seperti ini dijadikan setting cerita oleh Sakaki Tsukasa dalam novel “Cinderella Teeth”

melalui tokoh cerita Saki. Dalam novel ini tokoh Saki dan para tokoh cerita lainnya sadar akan keterbukaan pola pikir secara barat tersebut membuat tokoh Saki menjadi terbuka dengan orang lain dan mau menyembuhkan trauma yang ia alami.

Dalam novel ini pengarang juga menggambarkan kepedulian antar sesama manusia tanpa melihat latar belakang kehidupannya yaitu antara para pekerja klinik gigi dengan pasien-pasien yang datang di klinik tersebut. Para pekerja di klinik tersebut seperti dokter gigi dan staff klinik menekankan agar setiap pasien lebih terbuka terhadap masalah yang dialami seperti ketakutan pada doker gigi atau penyakit gigi lain seperti kerot dan lainnya karena jika tau penyebabnya pasti akan lebih mudah diobati,

2.3 Biografi Pengarang

Pengarang novel “Cinderella Teeth” adalah Sakaki Tsukasa. Sakaki Tsukasa adalah nama pena, sekaligus tokoh utama dalam karya pertama pengarang. Ia merupakan penulis novel yang lahir di Tokyo, Jepang pada tahun 1969 yang memulai debut pertama kali dengan novel yang berjudul “Aozora no Tamago”

yang diterbitkan pada tahun 2002.

2.4 Studi Pragmatik dan Semiotika Sastra

Dalam penelitian ini penulis menggunakan pendekatan pragmatik sastra untuk menganalisis nilai-nilai yang terkandung dalam cerita novel “Cinderella Teeth” karya Sakaki Tsukasa, penulis mengambil beberapa cuplikan yang mengindeksikalkan nilai-nilai yang dapat dijadikan teladan atau contoh dalam kehidupan. Menurut Siswanto (2008: 190) pendekatan pragmatik adalah pendekatan kajian sastra yang menitikberatkan kajiannya terhadap peranan pembaca dalam menerima, memahami, dan menghayati karya sastra. Maksudnya pembaca sangat berperan penting dalam menentukan sebuah karya itu merupakan

karya sastra atau bukan. Karena sadar atau tidak, sengaja atau tidak, akhirnya karya sastra akan sampai juga kepada pembaca, ditujukan kepada pembaca. Maka pada hakikatnya karya yang tidak sampai ketangan pembacanya, bukanlah karya sastra. Hal ini selaras dengan pendapat Horatius dalam Siswanto (2008: 190) yang menyatakan bahwa tujuan penyair/ pengarang untuk memberi nikmat, ataupun sekaligus mengatakan hal-hal yang enak dan berfaedah untuk kehidupan.

Menurut Endraswara (2008 : 115) pragmatik sastra adalah cabang penelitian yang mengarah ke aspek kegunaan sastra. Penelitian ini muncul atas dasar ketidakpuasan terhadap penelitian struktural murni yang memandang karya sastra sebagai itu teks saja. Hal ini disebabkan kajian struktural dianggap hanya mampu menjelaskan makna karya sastra dari aspek permukaan. Maksudnya, kajian struktural sering melupakan aspek pembaca sebagai aspek penerima makna atau pemberi makna. Karena itu, muncul kajian pragmatik yakni kajian yang berorientasi pada kegunaan karya sastra bagi pembacanya.

Dari teks pagmatik, karya sastra dikatakan berkualitas apabila memenuhi keinginan pembaca. Maksudnya, betapapun hebatnya sebuah karya sastra, jika tidak dapat dipahami oleh pembaca karya tersebut dikatakan gagal. Karya sastra tersebut tergolong black literature (sastra hitam) yang hanya dibaca oleh pengarangnya. Karena itu yang terpenting dari aspek pragmatik adalah mampu menumbuhkan kesenangan pembacanya. Hal ini selaras dengan pendapat Sidney dalam Endraswara (2008: 117) yang mengatakan bahwa sastra hendaknya mempunyai fungsi to teach (memberika ajaran) dan delight (memberi kenikmatan).

Selain pendekatan pragmatik, penulis juga menggunakan teori semiotik atau semiotika untuk melihat tanda (makna) nilai-nilai dalam novel Cinderella Teeth dan manfaat novel tersebut bagi pembaca. Menurut Aminuddin (2000: 124) semiotika adalah studi sistem lambang yang pada dasarnya merupakan lanjutan dari strukturalisme. Bagi semiotika teks sastra adalah realitas yang dihadirkan pembaca. Yang didalamnya sudah ada potensi komunikatif. Petensi itu ditandai dengan digunakannya lambang-lambang kebahasaan. Tetapi lambang dalam karya sastra adalah lambang yang bersifat artistik.

Menurut Art Van Zoest dalam Santosa (1993: 3) semiotika adalah studi tentang tanda dan segala yang berhubungan dengannya, cara berfungsinya, hubungannya dengan tanda-tanda lain, pengirimnya, dan penerimanya oleh mereka yang mempergunakannya. Kemudian menurut Sutadi Wiryaatmaja, semiotika adalah ilmu yang mengkaji kehidupan tanda dan maknanya yang luas dalam masyarakat, baik yang lugas (literer) maupun yang kias (figuratif) baik yang menggunakan bahasa ataupun non bahasa.

Dengan demikian, penulis akan menggunakan kajian semiotika untuk menjelaskan makna melalui tanda-tanda dalam kutipan teks novel “Cinderella Teeth” karya Sakaki Tsukasa yang memiliki nilai pragmatik.

BAB III

ANALISIS PRAGMATIK TERHADAP CERITA NOVEL “CINDERELLA TEETH” KARYA SAKAKI TSUKASA

3.1 Sinopsis cerita novel “Cinderella Teeth” karya Sakaki Tsukasa

Novel “Cinderella Teeth” karya Sakaki Tsukasa ini menceritakan kehidupan seorang tokoh bernama Kano Sakiko yaitu mahasiswi tingkat dua di salah satu Universitas yang ada di Jepang. Saki adalah nama akrabnya. Tokoh Saki ini dikisahkan memiliki trauma terhadap dokter gigi. Trauma ini Saki dapat sejak kanak-kanak tepatnya saat duduk di bangku Sekolah Dasar (SD). Ketika itu saki diajak ibunya untuk memeriksakan gigi yang berlubang di sebuah klinik gigi yang dibangu diatas tanah yang sangat mahal. Saat menjalani pemeriksaan, Saki menganggap dokter yang merawat dirinya sangat kejam dan tak memperdulikannya meskipun ia menangis dan berteriak kesakitan. Dokter itu tetap mengebor giginya yang sudah dipenuhi dengan darah. Setelan itu Saki pun menjadi anak yang takut terhadap dokter gigi bahkan sampai sudah duduk di bangku Universitas.

Ketika trauma saki terhadap dokter gigi tak kunjung sembuh, ibunya pun mulai berpikir bagaimana cara agar menyembuhkan ketakutan anaknya terhadap dokter gigi. Saat liburan musim panas, saki dan temannya yang bernama Kakio Hiromi atau yang biasa ia panggil Hiro-chan berencana melakukan kerja paruh waktu. Namun mereka memiliki keinginan berbeda dalam hal pekerjaan, Hiro-chan yang menginginkan pekerjaan dengan gaji yang besar meskipun berat, saki justru ingin pekerjaan dengan tempat yang tenang meskipun gajinya kecil. Saat

membuka majalah lowongan kerja, mereka menemukan pekerjaan jasa di Okinanawa. Kerjanya menyiapkan dan membersihkan guest bouse. Namun hanya Hiro-chan yang semangat bekerja disana. Sedangkan Saki lebih memilih memikirkannya dahulu. Ibu yang mengetahui bahwa Saki sedang mencari pekerjaan paruh waktu saat liburan musim panas, berpikir bahwa ini adalah kesempatan yang baik untuk mengirim saki bekerja di klinik gigi agar traumanya sembuh. Namun karena berpikir Saki pasti akan menolak ibu berpikir tidak akan mengatakan tempat pekerjaanya.

Saat Saki baru saja sampai di rumah setelah bertemu Hiro-chan, ibu langsung menawarkan lowongan pekerjaan sebagai resepsionis dengan gaji seribu yen per jam, dan letaknya di daerah perkantoran mewah yang cukup di tempuh dengan kereta api bawah tanah selama 30 menit. Syaratnya juga tidak sulit hanya butuh orang yang baik dan ramah. Tanpa ragu saki langsung menerima. Keesokan harinya saki langsung mendatangi alamat yang telah tertulis di memo pemberian ibunya. Saki berpikir ibunya pasti menulis dengan terburu-buru sehingga sulit dibaca. Meskipun begitu Saki berpikir bahwa di memo tertulis Shinagawa Guchi Clinic.

Ketika sampai di alamat yang diberikan ibunya, ternyata yang tertulis bukan Shinagawa Guchi Clinic melainkan Shinagawa Dental Clinic. Saki sadar kalau ditipu ibunya. Saki pun memutuskan tidak akan bekerja mengingat ketakutannya terhadap dokter gigi dan memutuskan akan pergi saja. Saat akan pergi seseorang perawat memanggil Saki dan membawanya ke sebuah ruangan staf di klinik tersebut, yang kebetulan pamannya salah satu dokter gigi yang

bekerja karena berpikir tidak mungkin menolak dengan alasan takut dokter gigi di hadapan orang yang bekerja di klinik gigi, pasti akan menyakiti perasaan orang lain. Dengan terpaksa Saki akhirnya menerima pekerjaan itu demi menjaga harga diri.

Hari pertama Saki bekerja, kabar tentang traumanya terhadap dokter gigi pun menyebar dari pamannya yaitu dokter Kano. Meskipun begitu Saki tetap diterima dan diperlakukan dengan baik oleh para pekerja di klinik tersebut. Perawat gigi Utako justru mengatakan mana ada yang menyukai doker gigi. Sedangkan dokter gigi Naruse mengatakan tidak apa-apa membenci dokter gigi karena memang tidak menyenangkan. Respon yang sama sekali tidak diduga Saki. Setelah cukup lama bekerja di Klinik gigi menyadari tidak semua dokter gigi menyeramkan.

Misalnya dokter gigi Naruse tempat ia bekerja sekarang sangat baik dan peduli terhadap setiap pasien yang datang. Saat menjalani pemeriksaan dokter Naruse bukan hanya mengobati pasien, tapi juga memikirkan dampak pengobatan yang ia lakukan terhadap kehidupan pasien kedepannya. Melihat dokter Naruse ketakutan Saki pada dokter gigi pun mulai hilang walaupun tidak sepenuhnya.

Ketika kerja paruh waktunya hampir selesai, Saki bertemu dengan pasien yang juga memiliki trauma sepertinya. Saat melihat pasien tersebut timbul keinginan Saki untuk memeriksakan giginya secara bersamaan dengan pasien tersebut. Saki mengatakan pada dirinya sendiri meskipun ketakutannya tidak seperti dulu tapi tetap saja dia takut. Karena itu ia akan memeriksakan giginya secara bersamaan karena berpikir pasti akan lebih baik jika memiliki teman saat pemeriksaan. Saki pun mengatakan keinginanya pada dokter Naruse dan pekerja

bersama dengan dokter Naruse. Setelah selesai pemeriksaan trauma Saki terhadap dokter gigi sejak kanak-kanak pun sembuh begitu juga dengan pasien tersebut.

Saki bahkan mulai memikirkan keinginannya untuk mendalami ilmu kedokteran gigi dan menjadi dokter gigi.

3.2 Nilai-nilai pragmatik yang terdapat dalam novel “Cinderella Teeth”

karya Sakaki Tsukasa

1. Cuplikan cerita halaman 10-13:

[...“Ngomong-ngomong, Saki. Kau tidak ingin mencoba kerja paruh waktu?”

“Eh? Kok tiba-tiba?” Aku menyahut tanpa menoleh, masih berkutat dengan tali sepatuku sambil menunduk.

“Ada kenalan yang membuka lowongan resepsionis. Hanya sementara sampai ada pengganti saja karena yang sebelumnya berhenti mendadak. Lalu, kebetulan sekali Saki sedang liburan musim panas. Baguskan untuk mencari pengalaman?”

“...Resepsionis?”

“Iya. Kerjanya sangat mudah, tapi mereka ingin anak yang ramah dan baik.]

[....Tanpa sadar, aku bangkit dari kursi. Sambil tetap melihatku, Mama memberiku secarik memo.

“Kalau tertarik, coba saja kesana. Dengan begitu, Saki juga bisa langsung merasakan bagaimana suasananya.”

Katanya, Mama akan menelpon kalau aku sudah menentukan harinya. Mama tersenyum lebar. Seharusnya saat itu aku mulai menyadari keanehan tulisan di memo tersebut.

Di memo tertulis Shinagawa Guchi Clinic yang disertai peta dari stasiun terdekat. Ditulis terburu-buru oleh Mama saat menelpon.

Aku seenaknya menyimpulkan bahwa huruf berbentuk persegi itu adalah kanji

’mulut’, lalu berjalan sambil berpikir, Klinik penyakit dalam atau luar, ya? Lebih enak kalau klinik anak. Sejauh mata memandang, yang kulihat hanyalah gedung perkantoran. Sepertinya, klinik itu ada di dalam salah satu gedung perkantoran ini.

Gedung cantik dikelilingi kaca ini tak mungkin kudatangi jika tidak ada urusan semacam ini. Meskipun agak takut pada penjaga di pintu masuk, aku memencet tombol lift. Lantai delapan. Saat pintu terbuka, aku langsung mendengar suara yang membuatu merasakan pertanda buruk. Seperti sesuatu yang di kikir atau suara air yang mengalir. Suara seperti itu. Mungkinkah .... Tidak mungkin, kan?

Takut-takut, aku mendekati pintu klinik. Saat aku melakukannya .... APA?! Di sana bukan tertulis guchi, tetapi “D”. Lalu di atas huruf itu juga tertulis penjelasannya yang di tulis dengan sopan dan rapi.

Shinagawa Dental Clinic.

“...Dokter gigi!”

Kena deh! Pikirku. Mama sangat tahu kebencianku pada dokter gigi. karena itu, beliau sengaja menulis nama kliniknya dengan cara seperti itu. Bahkan dia mau hubungi sendiri. Pasti alasannya karena akan ketahuan kalau aku yang

menelepon. Namun, aku tidak sadar karena karena ku terlalu tertarik pada gajinya.]

Analisis:

Dari cuplikan teks diatas dapat diketahui bahwa ibu menawarkan pekerjaan paruh waktu kepada Saki. Ibu mengatakan, Ada kenalan yang membuka lowongan resepsionis dan kebetulan sekali Saki sedang liburan musim panas. Baguskan untuk mencari pengalaman?. Dari cuplikan, Ada kenalan yang membuka lowongan resepsionis dan kebetulan sekali Saki sedang liburan musim panas.

Baguskan untuk mencari pengalaman? mengindeksikalkan adanya dorongan dari seorang ibu yang mendorong anaknya (Saki) bekerja agar mencari pengalaman.

Setelah itu, ibu memberi secarik memo kepada Saki. Di memo tertulis Shinagawa Guchi Clinic yang disertai peta dari stasiun terdekat. Ditulis terburu-buru oleh Mama saat menelpon. Saki seenaknya menyimpulkan bahwa huruf berbentuk persegi itu adalah kanji ’mulut’, lalu berjalan sambil berpikir, Klinik penyakit dalam atau luar, ya? Lebih enak kalau klinik anak. Saki pun tiba di salah satu gedung perkantoran dan menekan tombol lift lantai delapan. Saat pintu terbuka,

Setelah itu, ibu memberi secarik memo kepada Saki. Di memo tertulis Shinagawa Guchi Clinic yang disertai peta dari stasiun terdekat. Ditulis terburu-buru oleh Mama saat menelpon. Saki seenaknya menyimpulkan bahwa huruf berbentuk persegi itu adalah kanji ’mulut’, lalu berjalan sambil berpikir, Klinik penyakit dalam atau luar, ya? Lebih enak kalau klinik anak. Saki pun tiba di salah satu gedung perkantoran dan menekan tombol lift lantai delapan. Saat pintu terbuka,

Dokumen terkait