• Tidak ada hasil yang ditemukan

C. PENGAMATAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

3. Total Mikroba Ekstrak Bawang

Analisis total mikroba dilakukan terhadap ekstrak bawang putih dan mie basah. Analisis total mikroba pada ekstrak bawang berguna untuk mengetahui jumlah mikroba awal yang terkandung dalam ekstrak serta mengetahui seberapa jauh pengaruh klorin yang digunakan dalam mengurangi jumlah mikroba, sedangkan pada mie basah berguna untuk mengetahui pertumbuhan mikroba selama penyimpanan. Cara analisis keduanya hampir sama, namun terdapat perbedaan pada pengambilan dan jumlah sampel.

Pada ekstrak bawang, sampel berbentuk cair sehingga tidak perlu dilarutkan dan diencerkan terlebih dahulu. Pada mie basah, sebanyak 10 gram mie (terbungkus dalam plastik PP tipis) dilarutkan dalam 90 ml larutan pengencer steril yang kemudian dihancurkan dengan stomacher. Analisis untuk total mikroba ekstrak bawang dilakukan hanya pada saat pembuatan ekstrak (0 jam), sedangkan untuk total mikroba mie basah dilakukan setiap 12 jam.

Kadar air (% basis basah) = (a – b)/a x 100 %

Analisis total mikroba dilakukan dengan metode Total Plate Count (TPC). Sejumlah sampel dimasukkan dalam erlenmeyer steril. Setelah itu diambil 1 ml dan dimasukkan ke dalam tabung reaksi berisi 9 ml larutan pengencer steril sehingga diperoleh tingkat pengenceran 10-1. Dengan cara yang sama dilakukan pengenceran 10-2, 10-3, dan 10-4 .

Dari masing-masing pengenceran diambil 1 ml suspensi sampel secara aseptis dan dimasukkan ke dalam cawan petri steril dan kemudian dituangkan media PCA steril. Uji ini dilakukan duplo. Setelah media membeku, cawan petri diinkubasi dengan posisi terbalik pada suhu 37oC selama 2 hari. Penghitungan total mikroba menurut Maturin dan Peeler (2001) dilakukan dengan metode BAM-FDA (Bacteriological Analytical Manual), seperti yang tercantum berikut ini.

Jumlah koloni pada cawan tidak semuanya dihitung. Jumlah koloni pada cawan yang masuk perhitungan adalah cawan dengan jumlah koloni 25-250 untuk penghitungan total mikroba. Sementara untuk penghitungan total kapang khamir, cawan yang dihitung adalah cawan dengan koloni 10-150 (Maturin dan Peeler, 2001).

4. Total Kapang Khamir (Fardiaz, 1989)

Sama seperti analisis total mikroba, analisis total tapang dan khamir dilakukan dengan metode TPC tetapi media yang digunakan adalah Acidified Potato Dextrose Agar (APDA). Perhitungan total kapang dan khamir juga dilakukan dengan metode BAM-FDA seperti yang tercantum di atas. Cawan yang termasuk hitungan adalah cawan dengan jumlah koloni 10-150. Analisis ini dilakukan setiap 12 jam sekali selama 60 jam.

Σ C

[(1*n1) + (0.1*n2)] *d

keterangan:

N = jumlah koloni per ml/g produk

Σ C = jumlah seluruh koloni pada cawan yang terhitung n1 = jumlah cawan pada pengenceran pertama n2 = jumlah cawan pada pengenceran kedua d = pengenceran pertama yang dihitung

5. Total Koliform (Fardiaz, 1989)

Analisis koliform dilakukan dengan metode Most Probable Number (MPN) 3 seri tabung dengan media Brilliant Green Lactose Bile Broth (BGLBB), dan meliputi uji penduga, uji penguat, dan identifikasi koliform. Tingkat pengenceran yang digunakan adalah 10-1 sampai 10-4.

Sebanyak 1 ml sampel dari masing-masing pengenceran diinokulasikan ke dalam tabung reaksi yang berisi tabung durham dan media BGLBB. Kemudian, semua tabung diinkubasikan pada suhu 37oC selama 2 hari. Setelah itu, dihitung jumlah tabung positif yang ditandai dengan adanya pembentukan gas pada tabung Durham. Hasil pengamatan dicocokkan dengan tabel MPN 3 seri, dihitung dan dinyatakan dalam MPN koliform penduga/ml sampel.

Dari tabung yang positif, diambil 1-2 ose dan digoreskan pada cawan petri steril yang berisi media EMBA. Kemudian cawan diinkubasikan pada suhu 37oC selama 2 hari. Adanya bakteri koliform fekal (E. coli) ditandai dengan munculnya koloni berwarna gelap dengan sinar hijau metalik. Analisis ini hanya dilakukan awal pembuatan mie (0 jam).

6. Nilai pH Ekstrak Bawang dan Mie Basah (AOAC, 1984)

Pengukuran pH terhadap ekstrak bawang dan mie basah pada dasarnya adalah sama. Perbedaannya terdapat pada tahap persiapan sampel. Ekstrak bawang yang dihasilkan, baik ekstrak rebus atau segar, dapat langsung diukur karena sudah berupa cairan. Mie basah terlebih dahulu dilarutkan dalam akuades dengan perbandingan 1:10. Kemudian mie basah tersebut dihancurkan dengan menggunakan stomacher selama dua menit. Larutan mie basah tersebut lalu diukur dengan pH-meter.

Pengukuran nilai pH dilakukan berdasarkan metode AOAC (1984). Sebelum digunakan, pH-meter terlebih dahulu dikalibrasi dengan menggunakan larutan buffer pH 4 dan 7. Kemudian elektroda pH-meter ditempatkan dalam wadah sampel, ditunggu beberapa saat hingga pH stabil sehingga terbaca nilai pH yang diukur. Elektroda lalu diangkat dan dibilas dengan akuades.

7. Nilai aw

Alat yang digunakan untuk mengukur aw sampel adalah aw-meter Shibaura WA-360. Sampel diletakkan di dalam cawan sensor. Kemudian cawan sensor dimasukkan ke dalam sensor aw-meter dan ditekan tombol start untuk memulai pengukuran. Nilai aw dapat dibaca pada layar setelah ada tulisan complete. Sebelum digunakan untuk mengukur aw sampel, alat dikalibrasi dengan NaCl jenuh.

8. Warna

Analisis warna dilakukan untuk mengetahui apakah terdapat pengaruh penambahan ekstrak bawang putih terhadap warna mie dibandingkan dengan kontrol (mie tanpa penambahan ekstrak) dan mengetahui seberapa besar perbedaan tesebut. Warna mie sangat dipengaruhi garam alkali yang ditambahkan dalam adonan, sehingga penambahan kan-sui dapat mempengaruhi warna mie. Analisis warna menggunakan alat Chromameter Minolta (tipe CR 200, Jepang). Analisis ini dilakukan setiap 12 jam sekali selama 60 jam dan hanya dilakukan terhadap mie dengan penambahan konsentrasi ekstrak terbaik.

Sampel diletakkan pada tempat yang tersedia, kemudian ditekan tombol start dan akan diperoleh nilai L, a dan b dari sampel dengan kisaran 0 sampai ± 100 (putih). Notasi a menyatakan warna kromatik campuran merah-hijau dengan nilai +a (positif) dari 0 sampai + 100 untuk warna merah, dan nilai -a (negatif) dari 0 sampai -80 untuk warna hijau. Notasi b menyatakan warna kromatik campuran biru-kuning dengan nilai +b dari 0 sampai +70 untuk warna kuning dan nilai -b dari 0 sampai -80 untuk warna biru. Notasi L menunjukkan ketajaman warna. Semakin tinggi nilai L, maka ketajaman warna juga semakin tinggi. Perhitungan nilai a dan b didapatkan nilai h atau °Hue, dengan rumus sebagai berikut:

°Hue = tan-1

b/a

Jika hasil yang diperoleh:

54° - 90° maka produk berwarna yellow red (YR) 90° - 126° maka produk berwarna yellow (Y)

126° - 162° maka produk berwarna yellow green (YG) 162° - 198° maka produk berwarna green (G)

4198° - 234° maka produk berwarna blue green (BG) 234° - 270° maka produk berwarna blue (B)

270° - 306° maka produk berwarna blue purple (BP) 306° - 342° maka produk berwarna purple (P) 342° - 18° maka produk berwarna red purple (RP)

9. Uji Sensori (Soekarto, 1985)

Uji sensori dilakukan untuk mendapat gambaran mengenai warna, rasa, tekstur, aroma dan keseluruhan mie basah mentah dan matang dengan penambahan ekstrak bawang. Jenis uji yang dilakukan adalah uji hedonik dengan jumlah panelis 30 orang (tidak terlatih). Uji hedonik bertujuan untuk mengetahui tingkat kesukaan konsumen dan untuk mengetahui apakah ada perbedaan antara sampel produk.

Parameter yang diujikan untuk mie basah mentah adalah warna, aroma, tekstur dan overall, sedangkan untuk mie basah matang ditambah satu atribut lagi, yaitu rasa. Formulir uji hedonik terhadap mie basah dapat dilihat pada Lampiran 26 untuk mie basah mentah dan Lampiran 27 untuk mie basah matang. Nilai kesukaan memiliki kisaran 1 sampai 5, dimana 1 menunjukkan tingkat sangat tidak suka, 2 menunjukkan tingkat tidak suka, 3 adalah netral, 4 adalah suka, dan 5 menunjukkan sangat suka.

Sampel yang diujikan adalah mie basah mentah, mie basah matang, mie basah mentah yang dimasak (direbus), serta mie basah mentah dan matang pasaran. Perhitungan dilakukan dengan SPSS 11.5 dengan tipe analisis General Linear Model jenis Univariate. Uji Lanjut yang dilakukan adalah Uji Lanjut Duncan.

10. Analisis Harga Mie Basah

Analisis ini dilakukan untuk mengetahui seberapa besar harga jual mie basah mentah dan matang dengan penambahan ekstrak bawang putih. Analisis ini perlu diketahui perhitungan rendemen ekstrak bawang putih, harga mie basah di pasaran, rendemen mie basah dan harga bawang putih. Harga dasar mie yang digunakan adalah harga mie basah yang terdapat di pasaran. Sedangkan untuk mengetahui harga mie dengan ekstrak segar bawang digunakan harga dasar mie di pasar dan harga ekstrak segar bawang per kilogram mie.

Untuk mengetahui harga ekstrak segar bawang per kilogram mie basah terlebih dahulu harus diketahui jumlah ekstrak segar bawang yang dibutuhkan dalam satu kilogram mie basah. Berdasarkan jumlah ekstrak bawang yang dibutuhkan tersebut dapat diketahui jumlah bawang putih yang diperlukan untuk membuat ekstrak dalam jumlah tersebut. Harga bawang putih yang diperlukan untuk membuat ekstrak segar per kilogram mie pun dapat diketahui dengan membandingkannya dengan harga bawang putih di pasar.

Karena perhitungan sebelumnya menggunakan basis 1000 gram terigu, maka harus diubah menjadi basis 1000 gram mie basah. Hal tersebut diperlukan karena dari 1000 gram terigu dihasilkan mie basah dengan bobot yang melebihi 1000 gram. Hasil tersebut berbeda untuk mie basah mentah dan mie basah matang. Harga ekstrak segar untuk satu kilogram mie basah didapatkan dengan membandingkan harga ekstrak untuk satu kilogram terigu dengan rendemen mie basah, baik mentah atau matang. Jumlah dari harga mie basah di pasar dengan harga ekstrak segar per kilogram mie basah adalah harga mie basah dengan penambahan ekstrak segar bawang putih.

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. PEMBUATAN EKSTRAK BAWANG PUTIH 1. Kadar Air Bawang Putih

Hasil perhitungan kadar air bawang putih menunjukkan jumlah sebesar 68.11% (Lampiran 1a). Hasil tersebut tidak berbeda jauh dengan hasil penelitian Nagpurkar et al., (2000) yang menyebutkan kadar air bawang putih sebesar 56-68%, dan 71% menurut Anonima (2005). Perhitungan kadar air dilakukan berdasarkan basis basah.

2. Rendemen Ekstrak Bawang

Perhitungan rendemen bawang putih berguna dalam menentukan harga mie basah dengan penambahan ekstrak segar bawang putih. Ekstrak rebus dengan waktu perebusan lima menit memiliki rendemen yang lebih rendah dibandingkan dengan ekstrak rebus dengan waktu perebusan satu menit. Semakin lama waktu perebusan semakin banyak jumlah air yang hilang sehingga menurunkan rendemen ekstrak.

Tabel 6. Rendemen jenis ekstrak bawang putih

Jenis ekstrak Bahan:air Waktu perebusan Rendemen (%) *

ekstrak rebus 1:3 1 menit 58.33

ekstrak rebus 1:5 1 menit 65.27

ekstrak rebus 1:3 5 menit 32.40

ekstrak rebus 1:5 5 menit 45.44

ekstrak segar 1:1 - 63.10

ekstrak segar 2:1 - 50.17

* Dihitung berdasarkan berat bahan keseluruhan

Perbandingan air rebusan juga mempengaruhi rendemen. Ekstrak rebus dengan perbandingan air 1:3 menghasilkan rendemen yang lebih kecil dibandingkan ekstrak rebus dengan perbandingan air 1:5. Ekstrak segar bawang putih 1:1 dan 2:1 memiliki rendemen sebesar 63.10% dan 50.17%. Ekstrak segar 2:1 memiliki jumlah rendemen yang lebih sedikit karena

jumlah air yang digunakan lebih sedikit. Rendemen ekstrak rebus dan ekstrak segar dapat dilihat pada Tabel 6.

3. Total Mikroba Ekstrak Bawang

Hasil analisis menunjukkan bahwa dalam ekstrak rebus tidak terdeteksi adanya mikroba dalam 1 ml. Hal ini disebabkan adanya proses pemanasan yang kemungkinan besar telah membunuh semua mikroba yang terdapat pada ekstrak. Waktu perebusan satu dan lima menit tidak mempengaruhi jumlah mikroba dalam ekstrak.

Pada Tabel 7 dapat dilihat bahwa pencucian dengan klorin hanya sedikit menurunkan jumlah total mikroba pada ekstrak segar. Tidak efektifnya klorin dalam menurunkan total mikroba awal dalam hal ini mungkin disebabkan tidaktepatnya dosis klorin yang digunakan.

Tabel 7. Jumlah mikroba awal ekstrak segar bawang putih

Jenis ekstrak segar Jumlah mikroba (cfu/ml)

Ekstrak segar1:1 (bawang direndam klorin) 6.8 x 104 Ekstrak segar 2:1 (bawang direndam klorin) 4.5 x 104 Ekstrak segar 1:1 (bawang tidak direndam klorin) 9.3 x 104

Beuchat dan Brackett (1990) seperti dikutip Brackett (2001) dalam penelitiannya dihasilkan bahwa wortel yang dicuci dalam air yang mengandung 200-260 μg/L (0.2-0.26ppm) klorin memiliki total mikroorganisme aerobik sepuluh kali lebih sedikit dibandingkan wortel yang tidak dicuci dengan air yang mengandung klorin. Andress et al., (2001) menyebutkan bahwa pencucian dengan klorin 25 ppm terhadap rempah seperti allspice, lada hitam dan mustard, dapat mengurangi jumlah mikroba antara 0.25-1.0 log. Disebutkan juga bahwa efisiensi pencucian dengan klorin tergantung dari jumlah mikroba awal yang terdapat pada bahan pangan. Menurut hasil penelitian-penelitian di atas, dengan konsentrasi klorin yang lebih kecil (< 200ppm), terjadi penurunan total mikroba pada wortel dan rempah. Konsentrasi klorin yang digunakan dalam

penelitian lebih besar (200 ppm), namun tidak efektif dalam menurunkan jumlah mikroba hingga 1 log.

Klorin yang tidak efektif dapat disebabkan oleh jumlah mikroba awal yang terlalu besar. Klorin lebih efektif dalam membunuh mikroba yang ada di air dan meminimalkan kontaminasi pada sayuran akibat air cucian. Proses pencucian dengan klorin dapat berperan dalam proses kebusukan atau kerusakan pangan jika air yang digunakan mengandung mikroba dalam jumlah tinggi atau jika konsentrasi klorin tidak dipertahankan dengan cermat (Brackett 2001).

Dokumen terkait