• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II : TINJAUAN PUSTAKA

B. Trade Off Theory

Model ini dikembangkan oleh Baxter (1967), Kraus and Litzenberger

(1973) dan Kaaro (2002), yang mencoba menguji pendapat MM dengan

menghubungkan asumsi-asumsi MM dengan biaya kebangkrutan (financial distress cost) yang mana hal itu dapat meningkat sebanding dengan leverage yang digunakan:

1. Pada tingkat leverage rendah manfaat penghematan pajak akibat penggunaan utang dapat melebihi biaya kebangkrutan perusahaan, dan

2. Pada tingkat leverage tinggi biaya kebangkrutan justru bisa melebihi manfaat penghematan pajak akibat penggunaan utang tersebut

3. Semakin besar penggunaan utang maka semakin besar pula keuntungan

akibat utang tersebut namun PV biaya financial distress dan agency juga besar bahkan lebih besar.

Jadi disebut model trade-off karena struktur modal optimum terjadi jika terdapat keseimbangan antara biaya financial distress dan agency problem dan manfaat atas penggunaan leverage atau utang (tax-shield). Model trade-off

memang logis secara teori tapi secara empiris bukti-bukti yang mendukung model

ini kurang kuat, namun demikian MM dan Miller sangat berperan dalam

19

Menurut trade-off theory (Myers, 2001: 81) “Perusahaan akan berhutang

sampai pada tingkat hutang tertentu, dimana penghematan pajak (tax shields) dari tambahan hutang sama dengan biaya kesulitan keuangan (financial distress)”.

Biaya kesulitan keuangan (financial distress) adalah biaya kebangkrutan (bankruptcy costs) atau reorganization, dan biaya keagenan (agency costs) yang meningkat akibat dari turunnya kredibilitas suatu perusahaan. Trade-off theory

dalam menentukan struktur modal yang optimal memasukkan beberapa faktor

antara lain pajak, biaya keagenan dan biaya kesulitan keuangan tetapi tetap

mempertahankan asumsi efisiensi pasar dan symetric information sebagai imbangan dan manfaat penggunaan hutang.

Pengembangan teori MM adalah teori perimbangan statis (static trade-off). Utang memiliki manfaat dan biaya. Utang menguntungkan perusahaan karena

pembayaran bunga, tidak seperti pembayaran dividen, diperhitungkan sebagai

biaya dan mengurangi penghasilan kena pajak, sehingga jumlah pajak yang

dibayarkan berkurang (Budi Frensidy, 2008).

Disebut model trade off karena struktur modal yang optimal dapat ditemukan dengan menyeimbangkan keuntungan penggunaan hutang (tax shield benefits of leverage) dengan biaya financial distress dan agency problem

(Warsono, 2003).

Berbagai faktor, seperti adanya corporate tax, biaya kebangkrutan, dan

personal tax, telah dipertimbangkan untuk menjelaskan mengapa suatu perusahaan akhirnya memilih struktur modal tertentu. Penjelasan tersebut

20

termasuk dalam lingkup balancing theories. Esensi balancing theories adalah menyeimbangkan manfaat dan pengorbanan yang timbul sebagai akibat

penggunaan hutang. Sejauh manfaat masih lebih besar, hutang akan ditambah.

Tetapi, apabila pengorbanan karena menggunakan hutang sudah lebih besar, maka

hutang tidak boleh lagi ditambah (Husnan dan Pudjiastuti, 2004: 275).

Perusahaan mendasarkan keputusan pendanaan pada struktur modal yang

optimal. Struktur modal optimal dibentuk dengan menyeimbangkan manfaat dari

penghematan pajak atas penggunaan hutang terhadap biaya kebangkrutan.

Penggunaan hutang mengakibatkan peningkatan EBIT yang mengalir ke investor,

jadi semakin besar hutang perusahaan, semakin tinggi nilainya dan harga saham

perusahaan. Berdasarkan makalah Modigliani-Miller dengan pajak, harga saham

perusahaan akan dimaksimalkan jika menggunakan hutang 100 persen. Dalam

kenyataannya, jarang ada perusahaan yang menggunakan hutang 100 persen

karena perusahaan membatasi penggunaan hutang untuk menekan biaya-biaya

yang berkaitan dengan kebangkrutan (Brigham dan Houston, 2006).

Teori struktur modal yang disebut sebagai balancing theories (Myers, 1984 dan Bayles and Diltz, 1994). Disebut sebagai teori-teori keseimbangan,

karena tujuannya adalah untuk menyeimbangkan komposisi hutang dan modal

sendiri. Pembicaraan balancing theories dimulai dari keadaan ekstrem, yaitu pada kondisi pasar modal yang sempurna dan tidak ada pajak. Tentu saja kondisi

21

Model trade off tidak dapat menentukan secara tepat struktur modal yang optimal karena sulit untuk menentukan secara tepat PV biaya financial distress

dan PV agency cost. Namun demikian model ini memberikan 3 masukan penting (Lukas Setia Atmaja, 2008: 260):

1. Perusahaan yang meiliki aktiva yang tinggi variabilitas keuntungannya

akan memiliki probabilitas financial distress yang besar. Perusahaan semacam ini harus menggunakan sedikit hutang.

2. Aktiva tetap yang khas (tidak umu), aktiva yang tidak nampak (intangible assets) dan kesempatan bertumbuh akan kehilangan banyak nilai jika terjadi financial distress. Perusahaan yang menggunakan aktiva semacam ini seharusnya menggunakan sedikit hutang.

3. Perusahaan yang membayar pajak yang tinggi (dikenai tingkat pajak yang

besar) sebaiknya lebih banyak menggunakan hutang dibanding perusahaan

yang membayar pajak lebih rendah.

Menurut (Brigham :2001) dalam Hasa (2008), hutang mempunyai keuntungan

pada:

1. Biaya bunga yang mempengaruhi penghasilan kena pajak, sehingga

hutang menjadi lebih rendah.

2. Kreditur hanya mendapatkan biaya bunga yang bersifat relatif tetap,

22

Dalam static trade off theory, terdapat dua implikasi penting yaitu perusahaan dengan resiko bisnis tinggi lebih baik menggunakan sedikit hutang.

Hal ini akan memperbesar biaya bunga serta menurunkan laba, sehingga

perusahaan mengalami biaya kesulitan keuangan.

Menurut Erwin Prasetya dalam bukunya yang berjudul “hutang menjadi untung”, dia mengungkapkan bahwa “hutang akan baik-baik saja apabila penggunaanya baik, konseptual, dan berkomitmen” agar tidak terjebak kedalam keputusan berhutang yang keliru, ada minimal 3 pertanyaan kunci yang perlu

diajukan sebelum memutuskan berhutang:

1. untuk apa hutang tersebut digunakan,

2. Berapa besar hutang yang ingin dan mampu anda ambil,

3. Bagaimana hutang itu bisa dilunasi dalam keadaan darurat.

Static trade off theory mengemukakan bahwa hutang mempunyai dua sisi. Sisi positif dari hutang adalah bahwa pembayaran bunga akan mengurangi

pembayaran kena pajak. Penghematan pajak ini akan meningkatkan nilai pasar

perusahaan. Hutang menguntungkan perusahaan karena adanya perbedaan

perlakuan pajak terhadap bunga dan dividen serta pembayaran bunga

diperhitungkan sebagai biaya dan mengurangi penghasilan kena pajak, sehingga

jumlah pajak yang dibayar perusahaan perusahaan berkurang. Sebaliknya,

pembagian dividen kepada pemegang saham tidak mengurangi pembayaran

pembayaran pajak perusahaan. Jadi, dari sisi pajak akan lebih menguntungkan jika

23

pajak. Menurut teori ini, semakin besar laba (EBIT) yang dihasilkan oleh

perusahaan, semakin besar pula tingkat hutangnya agar pajak yang dibayar

berkurang. Namun demikian, besarnya hutang ini dibatasi oleh besarnya

biaya-biaya kepailitan dan biaya-biaya tekanan keuntungan yang timbul menjelang perusahaan

bangkrut (cost of financial distress).

Dokumen terkait