• Tidak ada hasil yang ditemukan

Tradisi Masyarakat

Dalam dokumen PROFIL NTB 2014 FORMAT A6 (Halaman 60-64)

NUSA TENGGARA BARAT

B. Kebudayaan dan Kesenian NTB

7. Tradisi Masyarakat

a. Budaya Nyongkolan di Lombok

Nyongkolan adalah sebuah kegiatan adat yang menyertai rangkaian acara dalam prosesi perkawinan pada suku sasak di Lombok, Nusa Tenggara Barat. kegiatan ini berupa arak- arakan kedua mempelai dari rumah mempelai pria ke rumah mempelai wanita, dengan diiringi keluarga dan kerabat mempelai pria, memakai baju adat, serta rombongan musik yang bisa gamelan atau kelompok penabuh rebana, atau disertai Gendang beleq pada kalangan bangsawan. Dalam pelaksanaannya, karena faktor jarak, maka prosesi ini tidak dilakukan secara harfiah, tetapi biasanya rombongan mulai berjalan dari jarak 1-0,5 km dari rumah mempelai wanita.

Tujuan dari prosesi ini adalah untuk memperkenalkan pasangan mempelai tersebut ke masyarakat, terutama pada kalangan kerabat maupun masyarakat dimana mempelai perempuan tinggal, karena biasanya seluruh rangkaian acara pernikahan dilaksanakan di pihak mempelai laki-laki.

Masyarakat yang akan melakukan nyongkolan semuanya memakai pakaian adat Lombok, yakni untuk laki-laki memakai baju piama warna hitam, ikat kepala dan menyelipkan keris baik di depan maupun di belakang, sementara perempuan memakai pakain baju kebaya atau lambung.

Sebagian peserta dalam prosesi ini biasanya membawa beberapa benda seperti hasil kebun, sayuran maupun buah-buahan yang akan bibagikan pada kerabat dan tetangga mempelai perempuan nantinya. Pada kalangan bangsawan urutan baris iring-iringan dan benda yang dibawanya memiliki aturan tertentu.

Hingga saat ini Nyongkolan masih tetap dapat ditemui di Lombok, iring-iringan yang menarik masyarakat untuk menonton karena suara gendangnya ini biasanya diadakan selepas dhuhur di akhir pekan. apabila anda melakukan perjalanan antar kota do Lombok, maka bersiaplah untuk menghadapi kemacetan insidental akibat Nyongkolan yang dapat anda temui sepanjang jalan, apabila di kahir pekan tersebut banyak digelar pernikahan.

b. Budaya Ruah Segare

Ruah Segare merupakan suatu tradisi masyarakat pesisir pantai selatan kabupaten Lombok Tengah dengan melaksanakan upacara selamatan sebagai ungkapan rasa syukur kepada Sang Pencipta atas berkah yang berasal dari lautan dan sekaligus sebagai upacara tolak bala atau mohon keselamatan bagi masyarakat pesisir dimana laut sebagai lahan mata pencaharian mereka.

c. Tarung Peresean

Menjelang tujuh belasan biasanya banyak acara-acara agustusan digelar buat meriahkan hari kemerdekaan. Acara yang paling ditunggu-tunggu adalah Tarung Peresean, biasanya tarung ini pastilah helatan pemerintah karena acara ini melibatkan petarung-petarung dari berbagai desa. Peresean adalah pertarungan antara dua orang yang bersenjatakan alat pemukul (sebilah tongkat) dari rotan (penjalin) dengan tameng dari bahan kulit sapi/kerbau.

Peresean juga bagian dari upacara adat di pulau Lombok dan termasuk dalam seni tarian suku sasak. Seni peresean ini menunjukkan keberanian dan ketangkasan seorang petarung (pepadu), kesenian ini dilatar belakangi oleh pelampiasan rasa emosional para raja dimasa lampau ketika mendapat kemenangan dalam perang tanding melawan musuh-musuh kerajaan, disamping itu para pepadu pada peresean ini mereka menguji keberanian, ketangkasan dan ketangguhan dalam bertanding. Yang unik dalam pertarungan ini adalah pesertanya tidak dipersiapkan sebelumnya alias para petarung diambil dari penonton sendiri, artinya penonton saling tantang antar penonton sendiri dan salah satu pemain akan kalah jika kepala atau anggota badan sudah berdarah-darah.

e. Pesta Ponan

Kalangan petani di Sumbawa, Nusa Tenggara Barat memiliki tradisi unik untuk memohon kesuburan hasil pertanian mereka. Tradisi yang dikenal dengan pesta ponan ini digelar warga setiap datangnya musim tanam. Bahkan tradisi tersebut saat ini akan dimasukan sebagai salah satu kalender wisata Sumbawa.

Tradisi ponan yang diikuti ribuan petani di Kecamatan Moyo Hilir, Kabupaten Sumbawa ini digelar disebuah bukit yang disebut bukit ponan. Di bukit ini terdapat beberapa makam ulama yang dipercaya sebagai nenek moyang warga Sumbawa. Salah satu makam yang paling dikeramatkan warga adalah makam Haji Batu yang terdapat tepat diatas bukit ponan. Ribuan warga ini datang dengan membawa sesajian berupa enam jenis makanan dan buah- buahan yang digunakan dalam upacara ponan. Seluruh makanan tersebut ditempatkan dalam sebuah altar yang terdapat didalam komplek pemakaman tersebut.

Upacara ponan diawali dengan dzikir dan doa yang dipimpin oleh pemuka adat dan kyai. Usai doa, warga kemudian melakukan ritual membaca pujian kepada seluruh leluhur mereka dalam bahasa Kasanmawa yang kemudian dilanjutkan dengan pembagian makanan keseluruh warga dan ditutup dengan makan bersama.

Uniknya tidak semua makanan dihabiskan, tapi sebagian dibawa pulang, untuk ditebarkan di ladang dan sawah mereka. Mereka percaya makanan keramat ini bisa menyuburkan ladang mereka dan menghindarkan mereka dari segala bencana. "Menurut keyakinan warga, makanan yang dilempar ke sawah akan menyuburkan tanah dan ladang" kata Tokoh Adat, Hatta Jamal.

Tradisi ponan ini hingga saat ini masih terus digelar pada setiap musim tanam. Bahkan rencananya, tradisi ponan ini akan dimasukan dalam kalender wisata Sumbawa.

f. Pacoa Jara

Sebagai daerah penghasil ternak kuda, masyarakat Kab. Bima melestarikan dan membudayakan Pacoa Jara Tradisional atau yang biasa kita kenal dengan pacuan kuda sebagai suatu atraksi budaya yang unik, untuk mengungkapkan rasa kegembiraan menyambut hari – hari besar seperti memperingati HUT Kemerdekaan RI dan Hari Jadi Kabupaten Bima, yang uniknya joki yang digunakan adalah anak-anak usia dibawah 10 tahun namun tidak kalah dibandingkan dengan joki professional.

Pacoa Jara merupakan istilah Dompu untuk pacuan kuda. Pesertanya selain berasal dari Dompu juga datang dari berbagai daerah seperti Bima, Sumbawa, Taliwang, dan Lombok. Jumlah peserta tahun ini mencapai 511 kuda yang terbagi dalam 12 kelas, mulai dari kelas

te e dah TK ti ggi kuda ata-rata 1,12 centimeter dan berumur di bawah dua tahun) hi gga kelas te ti ggi C kuda de asa de ga ti ggi ata-rata 1,30 centimeter). Lomba balap kuda ini berlangsung selama seminggu menggunakan sistem gugur tiap kelasnya. Pacoa Jara di Dompu telah berlangsung secara turun temurun. Meski pacuan kuda kini semakin modern baik dari segi perlombaan maupun keselamatan joki, namun Pacoa Jara tetap bertahan dengan segala budayanya. Tradisi leluhur yang tidak luntur.

KALEIDOSKOP

Dalam dokumen PROFIL NTB 2014 FORMAT A6 (Halaman 60-64)

Dokumen terkait