• Tidak ada hasil yang ditemukan

Tradisi Menghaturkan Doa dan Sesajen Pada Arwah Leluhur di Indonesia36

BAB III BERAGAM UPACARA DAN TRADISI MENGHORMATI DAN

B. Tradisi Menghaturkan Doa dan Sesajen Pada Arwah Leluhur di Indonesia36

Perihal tahapan-tahapan kegiatan yang akan dilakukan diawali dengan membaca doa oleh pemangku misalnya untuk memandikan, mengapani dan seterusnya. Doa pada orang yang baru Meninggal." Om A Ta Sa B a I Om Wa Si Ma Na Ya Mang Ang 'Ung Murchantu Swargantu Moksantu Shamantu. Ang Ksama Sampurnaya Namah Swadha.Artinya: Semoga tenang dalam menghembuskan nafas terakhir, dalam perjalanan ke sorga dan semoga mencapai moksa. Semoga sempurna semuanya.23

Perayaan Pitra Yadnya juga bisa dilaksanakan secara sederhana, misalnya dengan memberikan persembahan-persembahan kepada leluhur yang telah meninggal. Dalam praktik masyarakat hal ini dilakukan dengan memberikan sesajian berupa sarapan atau sesaji lainnya kepada anggota keluarga yang telah meninggal dunia. Sumber filosofi dari praktik ini adalah sastra kuno Manawa Dharma Sastra II. 82. Disebutkan: Pitra Yadnya yang harus kamu lakukan hendaknya dilakukan setiap hari dengan sradha mempersembahkan nasi, air atau susu dan umbi-umbian. Terhitung hingga saat ini, masyarakat Hindu Bali tetap

22 Abu Bakar Arab, Pengantar Sejarah Sufi dan Tasawuf, (PN. Ramadhan, 1987), h. 199.

23 Made Sri Putri Purnamawati, Ngaben Pranawa Perjalanan ke Sorga yang Nyamandengan Intervensi Ergonomi (Denpasar: Ihdn Press, 2019), h. 14.

memberikan sesajian berupa masakan sehari-hari kepada anggota keluarganya yang telah meninggal. Hal itu dilakukan setiap hari selama sebelum mereka mampu melakukan upacara ngaben. Jika dilihat dari filosofisnya, aktivitas pemberian sesajian ini juga telah melaksanakan yadnya atau Pitra Yadnya.24

Sesajen, yakni aneka macam bahan makanan yang masih mentah maupun yang sudah dimasak. Untuk menyiapkan aneka jenis sesejen, sudah ada organisasi khusus yang menanganinya, sehingga keluarga hanya menyediakan dana saja.

Misalnya contoh-contohnya sesajen itu berupa kelapa, ayam goreng, nasi putih, telur, pisang, kacang-kacangan, bumbu, ayam hidup, uang logam berlubang, benang tiga warna, tepung tawar, beras kuning, kembang dan lainnya. Sesajen diletakkan dalam wadah kecil terbuat dari daun kelapa muda. Wadah kecil itu terdiri dari berbagai bentuk ada yang segiempat, bulat sesuai dengan bahan makanan yang akan dipakai. Jenis sesajen yang disediakan untuk penyelenggaraan sampai tuntas atau lanus sesajennya tidak banyak. Sesajen itu istilahnya seperti: soroan, pejati, suci, durmengalir, tebatan, prasdaksina, piuning, pelukatan, pembersihan, daksina.

Masing-masing sesajen berbeda fungsinya, ada untuk memandikan, kremasi, memanggil roh, pengiring roh, untuk tubuh, untuk pertiwi, untuk persaksi dan untuk pembersihan. Keranjang hilang sebanyak 2 buah adalah istilah lambang laki-laki dan perempuan ibarat suami istri. Keranjang hilang juga berisi sesajen, tetapi berbeda dengan sesajen lainnya. Keranjang hilang turut dibakar setelah kremasi, sedangkan sesajen lainnya ditinggalkan begitu saja selesai kremasi jenazah. Oleh sebab itulah dinamai keranjang hilang karena habis dibakar api. Keranjang hilang disiapkan oleh tukangbanten (pembuat sesajen) yang isinya terdiri dari: 1. Pisang lidi muda sebanyak 11 buah, 2. Kliwe (sejenis sayuran) 1 buah untuk laki-laki dan

½ untuk perempuan, 3. Pinang sebanyak 5 buah untuk laki-laki dan 3 buah untuk perempuan, 4. Katesmuda sebanyak 2 buah untuk laki-laki dan perempuan, 5.

Pinang muda sebanyak 2 buah untuk laki-laki dan perempuan, 6. Tunas pisang, 7.

Buah aren, 8. Padi sebanyak 7 tangkai untuk laki-laki dan 5 tangkai untuk

24 I Ketut Pasek Swastika, Upacara Mawinten (Bali : Kayumas Agung , 2009), h. 36.

perempuan, 9. Keladi, 10. Nangka 8 Klakat, yakni tempat menata sesajen terbuat dari bilah bambu dijalin agak jarang kira-kira jarak 2-3 cm antar bilah bambu.

Klakat berbentuk segi empat berukuran kecil, sedang dan besar. Ukuran kecil memuat 4-5 jenis sesajen dan yang besar memuat 7-9 macam jenis sesajen. Semua ini dipersiapkan khusus oleh organisasi yang menangani pembuatan sesajen tersebut.25

Sesajen dan janur kecil itu diletakkan pada setiap persimpangan jalan.

Sesajen itu serba sedikit yang terdiri dari secarik kain putih diikatkan pada bilah bambu atau lidi. Selanjutnya ada padi (kurang dari setangkai kira-kira 5 butir padi), makanan ringan (seperti rengginang). Ada nasi putih, kuning, merah, hitam, bunga-bungan, sirih, pinang kapur dan dupa yang sudah dihidupkan. Maksudnya agar perjalanan iringan jenazah tidak diganggu oleh makhluk halus.26

b. Ritual Ullambana Umat Buddha

Pertama-tama mengenai sembahyang, tentunya yang pertama dimulai adalah dengan cara berdoa. Begitupun dalam upacara sembahyang Ulambana yang dilaksanakan di Vihara Borobudur ini. Doa meliputi rasa hormat, cinta, permohonan dan keyakinan. Melalui sebuah doa, sesorang akan memberitahukan isi hatinya kepada Yang Maha Kuasa. Seperti yang kita ketahui secara umum tujuan berdoa ialah memohon hidup kita agar selalu bahagia, agar selamat dunia akhirat, mengungkapkan rasa syukur, dan meminta perlindungan. Waktu dan cara tentang bagaimana berdoa, ada berbagai macam sesuai dengan agama masing-masing.

Dalam tradisi masyarakat Tionghoa terutama ritual upacara ulambana, para jemaat yang mengikuti sembahyang Ulambana ini akan berdoa dan menyampaikan sujud doanya kepada Dewa. Upacara sembahyang Ulambana yang dilakukan masyarakat Tionghoa salah satunya adalah dengan membaca doa. Doa-doa yang disampaikan ini berupa permohonan kepada Dewa agar arwah para saudara mereka bisa tenang dan dapat hidup bahagia. Doa-doa yang mereka sampaikan akan dibacakan secara

25 Ernatip, “Upacara Ngabendi Desa Rama Agung Bengkulu Utara,” Jurnal Penelitian Sejarah dan Budaya, Vol. 4 No. 2 (2018), h.1123-1124.

26 Ernatip, Jurnal Penelitian Sejarah dan Budaya, h. 1125.

bersamaan dengan alunan lagu yang dipimpin oleh Bhante. Begitu banyak dan panjang doa yang disampaikan, para jemaat juga menggunakan kitab suci mereka untuk berdoa. Kitab suci yang di pakai dalam sembahyang ini adalah Kitab Parrita Namo Sakyamuni Buddha.27

Seperti yang kita ketahui bersama, arti dari sembahyang yaitu meminta dan memohon kepada Tuhan, melakukan upacara selamatan untuk menghormati para leluhur, maka dapat dimaklumi bahwa bersembahyang merupakan suatu kewajiban yang dilakukan setiap umat beragama. Pada masyarakat Tionghoa khusus nya di kota Medan yang bersembahyang di Vihara Borobudur adalah suku Hokkian.

Mereka pada umumnya membuat makanan dan sesaji yang mempunyai makna dan lambang-lambang untuk kemakmuran, panjang umur, kebahagian dan kelimpahan rezeki. Tujuan dari pada sembahyang dengan persembahan makanan dan sesaji ini adalah merupakan wujud syukur dan doa harapan agar memdapat tambahan rezeki, pertolongan dari Tuhan (Thian) Yang Maha Kuasa, serta menyambut para leluhur dan berkumpul bersama keluarga. Makanan dan sesaji sembahyang yang dipersembahkan di atas meja sembahyang, baik yang murah maupun yang mahal hanya merupakan lambang untuk mengungkapkan 37 rasa syukur dan terima kasih kepada Tuhan (Thian). Seluruh sesaji persembahan yang diletakkan di atas meja adalah hasil ciptaan dari Tuhan (Thian). Segala makanan dan sesaji mempunyai arti dan lambang-lambang makna tersendiri.28

c. Ritual Imlek Umat Konghucu

Selanjutnya mengenai acara pertama pada malam Tahun Baru Imlek adalah untuk sembahyang Tuhan dengan bunga dan buah tanpa hewan kurban (peringkat atas dewa vegetarian) di pagi hari untuk mengucapkan terima kasih atas perlindungan yang sepenuh hati dari Tuhan dan para Dewa - Dewi dalam satu tahun terakhir dan berdoa untuk memperoleh keselamatan, kesehatan dan keberuntungan

27 Hotmaria J Purba, Struktur Upacara Sembhayang Ulambana Pada Masyarakat Tionghoa Di Kota Medan, Progam Studi Sastra Cina Fakultas Ilmu Budaya Universitas. Sumatera Utara (2017), h.29.

28 Purba, Struktur Upacara Sembhayang Ulambana Pada Masyarakat Tionghoa Di Kota Medan, h.36-37.

untuk tahun mendatang. Kemudian diadakan sembahyang untuk menghormati dan memuliakan leluhur di hadapan altar sembahyang di setiap rumah, dengan menyediakan Nian Gao (kue beras manis), Fa-Gao (kue beras kukus), hewan pengorbanan (daging babi, bebek, ayam atau ikan), buah-buahan, minuman, permen dengan lilin merah besar.29

Ada istilah lain, misalnya uang kertas adalah “uang akhirat” yang disediakan untuk digunakan oleh orang yang telah meninggal. Di dunia, yang pertama dibutuhkan oleh orang adalah uang. Oleh sebab itu, dalam sembahyang leluhur, sering ditemui pembakaran uang kertas. Mereka percaya bahwa uang kertas adalah uang yang dipakai orang yang telah meninggal di dunia akhirat. Situasi ini menandakan bahwa mereka masih percaya kehidupan di dunia akhirat menyerupai kehidupan yang mereka jalani saat ini. Di sini memerlukan uang, disana pun juga pasti memerlukannya. Oleh karena itu, mereka berharap dengan membakar uang kertas, leluhur dapat memiliki kehidupan yang baik.30

d. Tradisi Entas-entas Suku Tengger

Upacara adat entas-entas diwarnai dengan bacaan mantra yang diucapkan sang dukun Suku Tengger, Supayadi, ketika acara hajatan entas-entas dari keluarga Sudarmiko alias Ikok, di Balai Desa Wonokitri, Kecamatan Tosari, Kabupaten Pasuruan. Sang dukun adalah yang bertugas sebagai pengantar upacara adat, termasuk entas-entas. Beberapa bacaan sang dukun atau pemuka adat di upacara adat entas-entas: Hong wilaheng mangkudaya jagad dewa bathara eyang jagad pramudita ingkang miwiti, ndugiaken kajate saking bapak Su-darmiko kang sedekah ngentas dateng siti dermaipun...dan seterusnya. Di tengah-tengah membacakan mantranya, sang dukun dengan atribut dukunnya yakni baju putih

29 Elfira Fahriah Noor, Struktur , Fungsi , Dan Makna Perayaan Imlek Pada Masyarakat, Program Studi Sastra China Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara Medan, (2018), h. 58.

30 Noor, Struktur, Fungsi , Dan Makna Perayaan Imlek Pada Masyarakat, h. 81.

dengan selempang warna kuning keemasan serta blangkon, akan menyebut siapa saja yang dientas.31

Resik berasal dari bahasa Jawa yang berarti “bersih”, yaitu upacara yang dilakukan sebagai persiapan sebelum pelaksanaan upacara Entas-Entas. Tujuan dari sedia kala untuk menyucikan roh yang akan dientas dan semua yang terlibat dalam upacara, baik yang punya hajat, keluarga, tempat makanan, tempat memasak maupun semua bahan-bahan yang digunakan dalam upacara agar terhindar dari gangguan roh-roh jahat. Biasanya dilakukan pada satu hari sebelum pelaksanaan.

Tempat pelaksanaan sedia kala di tempat yang akan dipakai untuk pelaksanaan upacara Entas-Entas. Jenis-jenis tamping (sesajen) yang dipakai dalam upacara resi kini adalah:

1. Gedang ayu. Berupa pisang dua tangkep (dua sisir) dengan jenis dan jumlah yang sama dan diberi jambe (pinang) dan kapur sirih. Jambe berwarna kuning, kapur berwarna putih dan gambir berwarna merah. Tiga warna ini melambangkan Tri Murti, sedangkan sirih melambangkan tempat.

2. Jang malang.

3. Dandanan resik.

4. Dandanan banyu atau andhek-andhek. Tamping ini terdiri dari telur dan gedang ayu (pisang dua sisir yang diberi kapur sirih).

5. Dandanan masu.

6. Gubahan klakah. Tamping ini terdiri dari: beras satu tempeh (semacam loyang yang terbuat dari anyaman bambu) sebanyak tiga kg, pisang dua tangkep (dua sisir), gubahan (berisi bunga kenikir, bunga tanalayu atau edelways dan daun putihan), macam-macam kue (terdiri dari pipis, juadah, ketandan wajik), rokok, jambe ayu atau jambe suruh (pinang sirih), uang kertas sebanyak Rp 3.000 dan kemenyan sebanyak dua bungkus.

31 Jatmiko, Menikmati Bromodan Upacara Adat’Entas-entas, PTPN-X,Vol. 004. (2012), h.

79.

7. Mbedhudhuk. Tamping ini berisi kelapa satu butir, gula satu kg, beras satu kg, tumpeng, pisang, jambe ayu (pinang yang diberi kapur sirih), ayam panggang setengah matang, penganggo (pakaian), ketan dan telur satu butir.

Makna dari tamping ini adalah:

a. Ayam melambangkan kendaraan para dewa.

b. Tumpeng melambangkan ketinggian ilmu atau tempat suci.

c. Pisang melambangkan kemakmuran.

d. Pakaian merupakan lambang dari pakaian para roh yang dientas.

8. Nyuruh agung Tamping ini terdiri dari kelapa, daun pisang, gula, daun sirih dan pinang.

9. Dandanan banyu masu. Tamping ini terdiri dari pisang satu tangkep, tumpeng, ayam panggang, kue yang terdiri dari pipis seperti kue nagasari tapi terbuat dari tepung jagung putih dan juga ada seperti kue tetel tapi terbuat dari tepung jagung putih.

10. Kulak, terdiri dari potongan bambu saturuas (bumbung) yang berisi beras dan Lawe (uang sebanyak Rp. 1.000, yang dibungkus daun lontar dan diikat pakai tali sumbu). Maknanya sebagai uang saku dan bekal makanan bagi roh yang akan dientas dan ketan), wajik yang terbuat dari beras ketan.32

e. Haul di Kalangan Masyarakat NU

Perlu diketahui bersama, bahwa perjamuan tahlilan atau zikir merupakan upacara ritual (seremonial) memperingati hari kematian yang biasa dilaksanakan oleh umumnya masyarakat Indonesia, terutama masyarakat pedesaan. Kegiatan tersebut akan dilakukan ketika salah seorang atau sebagian dari anggota keluarga atau kerabat telah meninggal dunia. Secara berkelompok, setelah proses penguburan selesai dilakukan, seluruh keluarga, kerabat, maupun masyarakat sekitar berkumpul di rumah keluarga mayit hendak menyelenggarakan acara pembacaan beberapa ayat

32 Mas Ayu Ambayoen, Sekolah Pasca Sarjana Institut Pertanian Bogor, Pola Komunikasi Masyarakat Tengger Dalam Sosialisasi Entas-Entas, Prawala Gara dan Pujan Kapat, (2006), h. 79-80.

al-Qur’an, dzikir, berikut doa-doa yang ditujukan untuk mayit di “alam sana”.

Dengan tujuan mayit mendapatkan rahmat dan serta ampunan dari Allah.

Pembacanya pun senantiasa mendapatkan manfaat umum dan kebaikan, sehingga mendapatkan kedamaian jasmani dan rohani. Karena setiap bacaannya terdapat kalimat tahlil yang diulang-ulang (ratusan kali) maka acara tersebut biasa dikenal dengan istilah “tahlilan”.33 Ibnu Taimiyyah dalam kitab Fatwa-nya, sesuai dengan kesepakatan para imam bahwa mayit dapat memperoleh manfaat dari semua ibadah, baik ibadah badaniyah seperti sholat, puasa, membaca al-Qur’an ataupun ibadah maliyah seperti sedekah dan lain-lainnya. Hal yang sama juga berlaku untuk orang yang berdo’a dan membacakan istighfar untuk mayit.34

Hal tersebut telah disepakati sebagai ijma’. Doa adalah salah satu cara atau amalan untuk memohon ampunan mayit kepada Allah, dengan berzikir dan diiringi dengan doa niscaya Allah akan mengampuni dosa-dosa mayit tersebut. Manfaat dari doa untuk simayit adalah dikabulkannya permintaan yang diperuntukkan simayit dan perihal terkabulnya doa, merupakan anugrah Allah semata. Adapun inti dari doa dan pahala berdoa merupakan bentuk syafa’at, yang pahalanya untuk si pemberi syafa’at sedangkan apa yang menjadi maksud tujuan dari doa tersebut diperuntukkan orang yang disyafa’ati. Pada nyatanya, memang betul bahwa doa seorang anak, pahalanya juga diperoleh orang tuanya yang sudah meninggal karena wujudnya anak disebabkan oleh orang tuanya. Demikian pula amal seorang anak juga menjadi bagian dari amal orang tuanya.35

Kaum muslimin dalam perihal ini ialah Nahdatul Ulama (NU), mengakui bahwa tahlilan tidak ada dalil yang menguatkannya dalam Al-Quran maupun hadis perihal tahlilan, namun kenapa mereka masih melaksanakan acara tahlilan tersebut adalah karena kaum muslimin Nahdatul Ulama mempunyai pendapat lain bahwa

33 Harry Yuniardi, Santri NU Menggugat Tahlilan, (Bandung: Mujahid Press, 2003) h. 11-12.

34 Muhyiddin Abdusshomad, Hujjah NU: Aqidah-Amaliah-Tradisi, (Surabaya: Khalista, 2008), h. 81.

35 M.Ridwan Qoyyum Said, Fiqh klenik fatwa-fatwa ulama menyorot tarekat & mistik, (Kediri: Mitra Gayatri, 2004), h. 85.

tahlilan dilaksanakan di keluarga yang meninggal mempunyai tujuan-tujuan tertentu di antaranya adalah sebagai berikut:

1. Tahlilan dilakukan untuk menyebar syiar islam, karena sebelum dilakukan tahlilan seorang imam melakukan ceramah keagamaan.

2. Isi dari tahlilan adalah dzikir dan do’a dengan kata lain melaksanakan tahlilan berarti mendo’akan kepada yang meninggal dunia.

3. Menghibur keluarga yang ditinggalkan dengan kata lain, kaum muslimin yang berada di sekitar rumah yang ditinggal, maka terjalinlah silaturahmi diantara umat islam.36

Tahlilan merupakan upacara yang dilaksanakan dalam rangkaian aktivitas pengokohan dan penguatan serta pemurnian iman dan tawhidullah. Setiap kalimat dan ayat Al-Qur'an yang dibaca seluruhnya kalimat dan ayat yang terdapat isi untuk memperkuat keimanan. Ayat- ayat al-Quran yang lazim dibaca adalah: surat -Ikhlas, Falaq, Nas, lima ayat pertama dan terakhir dari surat Baqoroh, dan ayat al-Kursi. Adapun bacaan selain ayat al-Qur’an adalah kalimat tasbih, tahmid, takbir dan tahlil serta sholawat Nabi. Tahlilan diakhiri dengan doa untuk kebahagiaan roh seseorang yang kita doakan. Bacaan Tahlil dan Urutan. Tahlilan dari susunan bacaannya terdiri dari dua unsur yang disebut dengan syarat dan rukun, yang dimaksud dengan syarat ialah bacaan:

7. Surat al-Baqarah ayat dari ayat 284 samai ayat 286 8. Surat al-Ahzab ayat 33

9. Surat al-Ahzab ayat 56

36 Sutejo Ibnu Pakar, Tahlilan - Hadiyuan Dzikir dan Ziarah Kubur (Diponegoro Kampung Baru: Kamu Nu 2015), h. 9-10

10. Dan sela-sela bacaan antara Shalawat, Istighfar, Tahlil dan Tasbih Adapun bacaan yang dimaksud dengan rukun tahlil ialah bacaan : 1. Surat al-Baqarah ayat 286 pada bacaan

2. Surat al-Hud ayat 73 3. Shalawat Nabi 4. Istighfar

5. Kalimat Thayyibah 6. Tasbih37

Pada setiap individu manusia pasti dapat menghitung dengan mudah jumlah hari itu yaitu ada tujuh (Sabtu, Ahad, Senin, Selasa, Rabu, Kamis dan Jum’at). Bagi yang memahami al-Qur’an akan tahu bahwa langit itu ada tujuh lapis, bumi itu ada tujuh lapis, serta laut samudra yang terluas, sungai-sungai terpanjang dan gunung-gunung tertinggi didunia itu berjumlah tujuh. Komunitas tarekat (thoriqoh) berkeyakinan tentang, lathifah (software) yang terdapat dalam setiap individu manusia itu tujuh (lathifah atau lathaif al-Sab’ah) yaitu: (1) lathifah al-‘Nafs, (2) lathifah al-Qalb, (3) lathfah al-Ruh, (4) lathifah al-Sirr (5) lathifah al-Qolab, (6) lathifah al-Khafiy, (7) lathifah al-Akhfa’. Atau misalnya mengenai jumlah surga dan neraka itu masing-masing tujuh. Seluk yang menjadi dambaan setiap pengamal tarekat memiliki tujuh pintu yaitu: Ilmu, wara’, zuhud,tawakkal, riyadhah, kholwat, dan ‘uzlah. Usia 40 hari pertama di dalam kandungan merupakan awal-awal terbentuknya calon janin. Sedangkan usia 40 hari ketiga adalah awal ditiupkannya kehidupan (ruh) masuk kedalam janin manusia. Masa ‘iddah (penantian) bagi seorang istri yang ditinggalkan suaminya karena kematian adalah masa 100 hari.

Ketika sudah melewati masa penantian 100 hari itu, maka sah lah bagi istri (janda

37 Sutejo Ibnu Pakar, Tahlilan - Hadiyuan Dzikir dan Ziarah Kubur (Diponegoro Kampung Baru: Kamu Nu 2015), h. 9-10.

karena ditinggal mati) memulai pernikahan yang baru. Seseorang individu manusia yang masih hidup yang setiap tahun diperingati hari kelahirannnya diberikan istilah mawlid atau milad sedangkan satu tahun kematian seseorang diberikan istilah hawl (Cerbon: kola taumendak).38

Sebagai sejarah awal kemunculannya, para ulama terdahulu tidak memberantasnya tetapi mengalihkan dari upacara yang bersifat Hindu dan Budha itu menjadi upacara yang bemafaskan Islam sehingga tidak bertentangan dengan pokok-pokok ajaran Islam. Sesaj-sesaji diganti dengan nasi dan lauk-pauk untuk sedekah. Mantera-mantera diganti dengan dzikir, doa dan bacaan-bacaan Al Qur’an.

Upacara seperti ini kemudian dinamakan tahlilan yang sekarang telah menjadi tradisi dan budaya pada sebagian besar masyarakat di Indonesia.39

38 Sutejo Ibnu Pakar,Tahlilan - Hadiyuan Dzikir dan Ziarah Kubur (Diponegoro Kampung Baru: Kamu Nu 2015), h. 10-11.

39 Andi Warisno, Tradisi Tahlilan Upaya Menyambung Silaturahmi, Jurnal Ri’ayah Vol. 02, No. 02 (2017), h. 72.

46 BAB IV

MAKNA SIMBOLIK DALAM TRADISI NYUGUH MASYARAKAT RAWA BEBEK DI KELURAHAN KOTA BARU,

BEKASI BARAT

A. Sejarah Awal Mula Ritual Nyuguh

Riwayatnya berawal dari kakek yang bernama Sayyid Usman Al-Idrus bin Sayyid Khoir Al-Idrus, dari Timur Tengah, tepatnya dari Arab Saudi. Dia datang ke Indonesia bersama ayahnya yang bernama Sayyid Khoir Al-Idrus, seorang ulama yang bermaksud menyebarkan Agama Islam. Mereka datang dengan menumpang kapal laut.

Mereka mendarat pertama kali di tanah Aceh.1

Setelah bebarapa tahun menyebarkan agama di sana, mereka hijrah ke daerah Sungai Air Tawar, di Marunda. Disana ia membabat hutan belantara untuk membuka lahan dan menjadikannya sebagai perkampungan. Perkampungan itu dulu dinamai sebagai Kampung Palbusuk, karena pada masa itu banyak kapal-kapal dan mayat-mayat yang busuk yang disebabkan oleh peperangan. Dari Sungai Air Tawar, Sayyid Usman Al-Idrus pindah ke Jakarta untuk menyebarkan Agama Islam sambil bekerja sebagai anemer (pemborong bangunan).

Kepercayaan animisme (dari bahasa latin anima atau “roh”) adalah kepercayaan kepada mahluk halus dan roh merupakan asas kepercayaan agama yang mula-mula muncul di kalangan manusia primitif. Kepercayaan animism mempercayai bahwa setiap benda di bumi ini, (seperti kawasan tertentu, gua, pohon, atau batu besar) mempunyai jiwa yang mesti di hormati agar semangat tersebut tidak mengganggu manusia, malah membantu mereka dari semangat dan roh jahat dan juga dalam kehidupan seharian mereka.2

1 Wawancara dengan Latifah, Bekasi, 15 September 2020.

2 Ahmad Afandi, Kepercayaan Animisme-Dinamisme Serta Adaptasi Kebudayaan Hindu Budha Dengan Kebudayaan Asli di Pulau Lombok-Ntb, Pendidikan Sejarah, Universitas Muhammadiah Mataram, Vol 1, No. 1 (2016), h. 2.

Sedangkan dinamisme (dalam kaitan agama dan kepercayaan) adalah pemujaan terhadap roh nenek moyang yang telah meninggal menetap di tempat-tempat tertentu, seperti pohon-pohon besar. Arwah nenek moyang itu sering di mintai tolong untuk urusan mereka. Caranya adalah dengan memasukkan arwah-arwah mereka ke dalam benda-benda pusaka seperti batu hitam atau batu merah delima dan lain sebagainya.

Serta ada juga yang menyebutkan bahwa dinamisme adalah kepercayaan yang mempercayai terhadap kekuatan yang abstrak yang berdiam pada suatu benda. Istilah tersebut disebut dengan mana’.3

Dalam perjalanannya ke Jakarta pada saat itu Sayyid Usman ini menemukan sajian-sajian yang disajikan oleh masyarakat setempat kepada arwah-arwah leluhur.

Setelah beliau telisik ternyata masyarakat tersebut memeluk agama Hindu dan Buddha dan aliran keagamaan seperti Sunda Wiwitan dan Kejawen. Dari sinilah alasan awal Sayyid Usman menurunkan ilmunya kepada salah satu anaknya, yaitu dengan tujuan agar masyarakat yang menjalankan tradisi Nyuguh ini dapat mengubah kepercayaan tersebut, yaitu menuju jalan yang benar yang diridai Allah Swt. Namun sebelum menetap di Jakarta dia sempat tinggal selama kurang lebih dua tahun di Kampung Pintu, Babelan, Kabupaten Bekasi. Di sanalah Sayyid Usman Al-Idrus menikah dengan

Setelah beliau telisik ternyata masyarakat tersebut memeluk agama Hindu dan Buddha dan aliran keagamaan seperti Sunda Wiwitan dan Kejawen. Dari sinilah alasan awal Sayyid Usman menurunkan ilmunya kepada salah satu anaknya, yaitu dengan tujuan agar masyarakat yang menjalankan tradisi Nyuguh ini dapat mengubah kepercayaan tersebut, yaitu menuju jalan yang benar yang diridai Allah Swt. Namun sebelum menetap di Jakarta dia sempat tinggal selama kurang lebih dua tahun di Kampung Pintu, Babelan, Kabupaten Bekasi. Di sanalah Sayyid Usman Al-Idrus menikah dengan