DAFTAR LAMPIRAN
II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN
2.1 Transmisi Moneter
Transmisi moneter adalah mekanisme bekerjanya kebijakan moneter sampai memengaruhi sektor riil. Mishkin (2004) menjelaskan bahwa jalur mekanisme transmisi moneter dapat terjadi melalui beberapa jalur, yaitu jalur efek suku bunga tradisional (traditional interest rate effect), jalur efek harga asset lain (other asset
price effect) dan jalur kredit (credit view). Berikut adalah penjelasan singkat
mengenai beberapa jalur transmisi moneter :
1. Jalur Efek Suku Bunga Tradisional (Traditional Interest Rate Effect)
Ketika terjadi ekspansi kebijakan moneter dengan penurunan suku bunga yang mana akan menurunkan harga dari modal (cost of capital) maka akan meningkatkan investasi dan memicu agregate demand sehingga meningkatkan
output.
2. Jalur Efek Harga Asset Lain (Other Asset Price Effect)
Transmisi moneter melalui jalur harga aset lain (other asset price effect) dapat dibedakan menjadi tiga, yaitu efek nilai tukar terhadap ekspor bersih
(Exchange Rate Effect on Net Export), Teori Q Tobin (Tobin’s Q Theory) dan
Efek Kesejahteraan (Wealth Effect).
a. Exchange Rate Effect on Net Export
Ketika terjadi ekspansi kebijakan moneter dengan penurunan suku bunga maka akan menyebabkan aset dalam mata uang asing lebih menarik dibandingkan dengan aset domestik dalam Rupiah. Pada akhirnya nilai dari
aset rupiah akan menurun sehingga rupiah terdepresiasi. Nilai rupiah yang lebih rendah dibandingkan mata uang asing akan menyebabkan harga barang domestik menjadi lebih murah dibandingkan harga barang asing sehingga meningkatkan ekspor dan agregate output.
b. Tobin’s Q Theory
Teori ini dikembangkan oleh James Tobin yang menjelaskan pengaruh kebijakan moneter terhadap penilaian ekuitas. Tobin mendefinisikan ‘q’ sebagai harga pasar untuk perusahaan yang dibagi dengan penggantian harga modal. Ketika nilai q tinggi maka harga pasar untuk perusahaan akan relatif tinggi dibandingkan dengan harga modalnya. Untuk itu perluasan usaha dan harga dari peralatan relatif murah sehingga dapat meningkatkan investasi. Hal ini terjadi karena perusahaan dapat mengeluarkan sedikit saham, tetapi dapat dijual dengan harga yang tinggi.
Ketika terjadi ekspansi moneter maka masyarakat akan dihadapkan pada kondisi dimana terjadi kelebihan uang dibandingkan kebutuhan yang ada sehingga masyarakat akan menyalurkan dananya ke pasar saham. Permintaan saham akan meningkat dan harga saham akan naik. Harga saham yang naik akan menyebabkan q naik sehingga meningkatkan investasi dan output.
c. Wealth Effect
Asumsi yang mendasari proses transmisi moneter pada jalur ini bahwa pengeluaran konsumsi juga dipengaruhi oleh sumber daya seumur hidup
(lifetime resources), bukan hanya didasari pada pendapatan yang didapat hari
ini. Komponen utama sumber daya seumur hidup (lifetime resources) adalah kesejahteraan finansial, salah satunya adalah saham. Saat terjadi kontraksi
moneter maka harga saham akan naik, sehingga menaikan kesejahteraan dan juga menaikan konsumsi. Konsumsi yang naik akan meningkatkan ouput.
3. Jalur Kredit(Credit View)
Transmisi moneter melalui jalur kredit dapat dibedakan menjadi lima bagian, yaitu penyaluran bank (bank lending channel), jalur neraca (balance sheet
channel), jalur arus kas (cash flow channel), jalur tingkat harga yang tidak
diantisipasi (unanticipated price level channel), dan jalur efek likuiditas rumah tangga (household liquidity effect).
Mekanisme transmisi moneter melalui pinjaman bank (credit view) muncul untuk menangani masalah asimetri informasi pada pasar keuangan. Pada jalur kredit, transmisi moneter memengaruhi penyaluran dana pada perbankan serta neraca perusahaan dan rumah tangga. Pada jalur pertama, yaitu penyaluran dana dari perbankan (bank lending channel) berangkat dari analisis bahwa bank memiliki peran penting dalam sistem keuangan karena dapat menangani masalah informasi asimetrik pada pasar kredit. Karena peran bank yang sangat penting maka peminjam hanya dapat mengakses pasar kredit melalui bank. Dengan asumsi tidak ada substitusi sempurna diantara bank dengan sumber dana lain maka saat terjadi ekspansi moneter yang meningkatkan cadangan perbankan dan deposit bank maka akan meningkatkan ketersediaan dan kuantitas pinjaman perbankan yang tersedia. Dengan asumsi peminjam tergantung pada pinjaman perbankan untuk membiayai aktifitasnya, maka peningkatan pinjaman pada perbankan akan meningkatkan investasi. Secara skematik, transmisi kebijakan moneter melaui jalur pembiayaan perbankan adalah sebagai berikut,
Jika dilihat dari bagan diatas maka dapat disimpulkan bahwa
kebijakan moneter melalui jalur kredit bertujuan untuk mendorong investasi dari sisi supply yang direpresentasikan oleh bank sebagai lembaga intermediasi. Implikasi yang penting transmisi moneter melalui jalur kredit bahwa dengan adanya kebijakan moneter maka efek yang lebih besar akan dirasakan oleh perusahaan kecil yang mana sangat bergantung oleh pinjaman bank. Sedangkan perusahaan besar dapat mengantisipasinya dengan mencari sumber modal lain selain perbankan, yaitu melalui saham atau obligasi (Miskhin, 2009).
Penyaluran dana untuk sektor UMKM dari perbankan dapat diklasifikasikan ke jalur bank lending channel karena bank memiliki peran yang penting dalam sistem keuangan, yaitu sebagai lembaga intermediasi sekaligus penyalur kredit dan pembiayaan terhadap masyarakat, termasuk kepada sektor UMKM.
Dalam proses transmisinya, Bank Indonesia dapat melakukan kontraksi dan ekspansi moneter dengan menaikan atau menurunkan suku bunga kebijakan (BI Rate). Kebijakan ini akan mempengaruhi sisi liabilitas (kewajiban) bank yang di dominasi oleh dana pihak ketiga (DPK) yaitu dana masyarakat yang disimpan di perbankan. Ketika ekonomi memanas, Bank Indonesia melakukan kontraksi moneter dengan menaikan BI Rate. Kebijakan ini akan menyebabkan jumlah uang beredar di masyarakat akan turun sehingga mengakibatkan jumlah DPK juga ikut menurun. Penurunan DPK akan mengakibatkan penurunan ketersediaan dana yang siap disalurkan oleh perbankan, salah satunya dalam bentuk kredit. Untuk
Ekspansi kebijakan moneter : cadangan dan deposit bank ketersediaan pinjaman dari bank Investasi(I)
meningkatkan DPK perbankan akan cenderung menaikan suku bunga dana seperti tabungan dan deposito sehingga berakibat pada kenaikan suku bunga kredit. Permintaan terhadap kredit baru cenderung turun karena suku bunga kredit yang meningkat dan menyebabkan investasi turun dan pertumbuhan ekonomi melambat.
Bank Indonesia juga dapat melakukan kontraksi moneter dengan peningkatan Giro Wajib Minimum (GWM). Peningkatan GWM akan mempengaruhi sisi liabilitas perbankan secara langsung sehingga dana yang siap disalurkan juga akan cenderung menurun. Hal ini juga akan meningkatkan suku bunga kredit dan menurunkan permintaan terhadap kredit baru sehingga investasi juga menurun. Investasi yang menurun akan menurunkan pertumbuhan ekonomi.
2.2. Instrumen Moneter
Dalam menjalankan kebijakan moneter Bank Indonesia memiliki beberapa instrumen moneter yaitu Operasi Pasar Terbuka atau Open Market Operation
(OPT), Giro Wajib Minimum (GWM), Fasilitas Diskonto, dan Intervensi Mata Uang Asing. Berikut adalah penjelasan singkat mengenai beberapa instrumen moneter yang digunakan oleh Bank Indonesia dalam menjalankan operasi moneternya:
a. Operasi Pasar terbuka adalah kegiatan jual beli surat berharga oleh bank sentral yang pada gilirannya akan mempengaruhi tingkat suku bunga. Operasi ini memiliki dua aktivitas didalamnya, yaitu jual dan beli surat- surat berharga termasuk Sertifikat Bank Indonesia (SBI) dan Sertifikat Bank Indonesia Syariah (SBIS). Kedua instrumen ini digunakan sebagai
instrumen utama dalam kebijakan moneter antara lain karena Bank Indonesia memiliki SBI dalam jumlah yang memadai untuk mengeksekusi keputusan kontraksi atau ekspansi moneter yang diambil setelah mempertimbangkan tekanan terhadap inflasi. Selain itu SBI memenuhi tiga syarat utama likuiditas surat berharga yang dapat diperjualbelikan dalam operasi pasar terbuka dan diterbitkan secara kontinyu serta tersedia setiap saat (Sugiyono, 2003).
b. Giro Wajib Minimum (Reserve Requirement)
Giro Wajib Minimum adalah ketentuan bank sentral yang mewajibkan bank-bank untuk memelihara sejumlah alat likuid sebesar presentase tertentu dari kewajiban lancarnya. Semakin kecil presentase tersebut maka semakin besar kemampuan bank memanfaatkan cadangannya untuk diberikan kepada masyarakat dalam bentuk pinjaman dan begitu juga sebaliknya.
c. Fasilitas Diskonto
Fasilitas diskonto adalah kebijakan moneter bank sentral untuk memengaruhi jumlah uang beredar melalui penetapan diskonto pinjaman bank sentral kepada bank-bank. Dengan penetapan diskonto yang tinggi diharapkan bank akan mengurangi permintaan kredit dari bank sentral yang akibatnya akan mengurangi jumlah uang beredar.
d. Intervensi Mata Uang Asing
Intervensi mata uang asing adalah kebijakan bank sentral untuk mempengaruhi jumlah uang beredar atau likuiditas di pasar uang melalui jual beli valuta asing atau cadangan devisa. Apabila bank sentral ingin
mengetatkan likuiditas rupiah di pasar uang, bank sentral akan menjual cadangan devisanya.
Peraturan Bank Indonesia nomor 4/10/PBI/2002 tentang Sertifikat Bank Indonesia (SBI) menyatakan bahwa SBI adalah surat berharga dalam mata uang rupiah yang diterbitkan bank Indonesia sebagai pengakuan utang berjangka waktu pendek. SBI ditebitkan oleh Bank Indonesia sebagai salah satu piranti dalam Operasi Pasar Terbuka (OPT). Sedangkan Peraturan Bank Indonesia nomor 10/11/PBI/2008 tentang Sertifikat Bank Indonesia Syariah menyatakan bahwa SBIS adalah surat berharga bedasarkan prinsip syariah berjangka waktu pendek dalam mata uang rupiah yang diterbitkan oleh Bank Indonesia menggunakan Akad Jua’lah. SBIS dibuat oleh Bank Indonesia dalam rangka meningkatkan efektifitas mekanisme moneter dengan prinsip syariah. Kedua instrumen ini memiliki fungsi yang sama yaitu sebagai instrumen Operasi Pasar Terbuka dalam rangka pengendalian moneter dengan tujuan akhir kestabilan nilai rupiah dan tingkat inflasi.
Penggunaan akad Jua’alah pada Sertifikat Bank Indonesia Syariah berarti suatu janji atau komitmen (iltizam) untuk memberi imbalan tertentu (ju’ul) atas hasil (natijah) yang ditentukan dari suatu pekerjaan. Dalam hal ini Bank Indonesia bertindak sebagai pemberi pekerjaan (Ja’il), bank syariah bertindak sebagai penerima perkerjaan (Maj’ullah) dan objek/ underlying Ju’alah (mahall al-‘aqd) adalah partisipasi bank syariah untuk membantu tugas Bank Indonesia dalam pengendalian moneter melalui penyerapan likuiditas dari masyarakat dan menempatkannya di Bank Indonesia dalam jumlah dan waktu tertentu. Di dalam prakteknya yaitu saat Bank Indonesia akan melakukan transaksi lelang SBIS maka
Bank Indonesia akan mengumumkan bahwa Bank Indonesia akan melakukan kebijakan moneternya yaitu akan menyerap likuiditas yang beredar di masyarakat. Maka bank syariah akan membeli SBIS tersebut dan mendapatkan imbalan tertentu. Jumlah nominal Ju’ul atau imbalannya harus dibayarkan oleh Ja’il yang ditetapkan saat terjadinya akad dan harus disepakati oleh kedua belah pihak.
Tingkat suku bunga pada Sertifikat Bank Indonesia (SBI) dan bonus Sertifikat Bank Indonesia Syariah (SBIS) nantinya akan digunakan sebagai proksi bagi kebijakan moneter, oleh karenanya perubahan pada tingkat suku bunga SBI diharapkan mampu memberi pengaruh pada tingkat suku bunga kredit. Dengan kata lain tingkat suku bunga SBI dijadikan barometer untuk menentukan tingkat suku bunga deposito, kemudian suku bunga pinjaman akan merespon perubahan tersebut (Muslim, 2008).
Sumber: Ascarya (2011)
Gambar 2.1. Alur Penerapan Sistem Moneter Ganda di Indonesia
Dengan semakin berkembangnya perbankan syariah, transmisi kebijakan moneter tidak hanya mempengaruhi perbankan konvensional saja, namun juga memengaruhi perbankan syariah karena mekanisme transmisi juga dapat melewati
jalur syariah. Instrumen kebijakan moneter ganda juga tidak terbatas hanya menggunakan suku bunga saja, tetapi dapat pula menggunakan bagi hasil atau margin. Dengan demikian, dalam sistem moneter ganda, interest rate pass-
through lebih tepat disebut policy rate pass-through, dimana policy rate untuk
konvensional menggunakan suku bunga, sedangkan policy rate untuk syariah dapat menggunakan bagi hasil atau margin (Ascarya, 2012).
Dalam sistem perbankan syariah di Indonesia terdapat hubungan antara sistem moneter yang ada di Indonesia dengan sistem perbankan syariah, yaitu dengan keikutsertaan perbankan syariah di dalam kebijakan moneter yang dikeluarkan oleh Bank Indonesia sebagai otoritas moneter utama. Bank Indonesia menyatakan bahwa cara-cara pengendalian moneter di Indonesia bisa dilakukan berdasarkan prinsip Syariah yang ditetapkan dalam Peraturan Bank Indonesia (Triandaru, 2006).