• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA

2.6. Tuberkulosis paru

2.6.1. Definisi Tuberkulosis Paru

Tuberkulosis paru adalah penyakit menular langsung yang disebabkan oleh bakteri (Mycobacterium Tuberculosis), Bakteri ini pertama kali ditemukan oleh Rober koch, pada tanggal 24 Maret 1882. Sehingga untuk mengenang jasanya bakteri tersebut diberi nama Basil koch, Sebagian besar bakteri TB paru menyerang paru, tetapi dapat juga mengenai organ tubuh lainnya (Depkes RI, 2007).

Berdasarkan hasil pemeriksaan dahak, TB paru dibagi dalam 2 bagian yaitu; (1) TB paru BTA positif (sangat menular) yaitu sekurang-kurangnya 2 dari 3 pemeriksaan dahak, memberikan hasil yang positif. Satu pemeriksaan dahak

memberikan hasil yang positif dan foto rontgen dada menunjukkan TB paru aktif; (2) TB paru BTA negatif, yaitu pemeriksaan dahak hasilnya masih meragukan. Jumlah

kuman yang ditemukan pada waktu pemeriksaan belum memenuhi syarat positif. Foto rontgen dada menunjukkan hasil positif (Laban, 2007).

Bakteri ini merupakan bakteri yang sangat kuat sehingga memerlukan waktu lama untuk mengobatinya, bakteri ini berbentuk batang tahan terhadap asam pada pewarnaan sehingga disebut Basil Tahan Asam (BTA). Bakteri ini dapat tahan hidup beberapa jam ditempat gelap dan lembab, akan mati bila terkenak sinar matahari secara lansung dan dalam jaringan tubuh manusia bakteri inidapat bertahan selama bertahun- tahun (Erwin, 2010).

2.6.2. Cara Penularan dan Risiko Penularan

Penderita dapat menularkan kuman TB paru pada orang lain melalui cara: (1) Pada waktu batuk atau bersin, pasien menyebarkan kuman ke udara dalam bentuk percikan dahak (droplet nuclei). Sekali batuk dapat menghasilkan sekitar 3000 percikan dahak. (2) Penularan terjadi dalam ruangan dimana percikan dahak berada dalam waktu yang lama. Ventilasi dapat mengurangi jumlah percikan, sementara sinar matahari langsung dapat membunuh kuman. Percikan dapat bertahan selama beberapa jam dalam keadaan yang gelap dan lembab. (3) Daya penularan seorang pasien ditentukan oleh banyaknya kuman yang dikeluarkan dari parunya. Makin tinggi derajat kepositifan hasil pemeriksaan dahak, makin menular pasien tersebut. (4) Faktor yang memungkinkan seseorang terpajan kuman TB paru ditentukan oleh konsentrasi percikan dalam udara dan lamanya menghirup udara tersebut. Risiko tertular tergantung dari tingkat pajanan dengan percikan dahak.

Pasien TB paru dengan BTA positif memberikan kemungkinan risiko penularan lebih besar dari pasien TB paru dengan BTA negatif. Seseorang dapat terpapar dengan TB paru hanya dengan menghirup sejumlah kecil kuman TB paru. Penderita TB paru

dengan status TB paru BTA (Basil Tahan Asam) positif dapat menularkan sekurang- kurangnya kepada 10-15 orang lain setiap tahunnya. Sepertiga dari populasi dunia sudah tertular dengan TB paru (Kemenkes RI, 2012).

Infeksi TB paru dibuktikan dengan perubahan reaksi tuberkulin negatif. menjadi positif. Faktor yang memengaruhi kemungkinan seseorang menjadi pasien. TB paru adalah daya tahan tubuh yang rendah, diantaranya infeksi HIV/AIDS dan malnutrisi (gizi buruk).

2.6.3. Gejala Klinis Pasien TB Paru

Gejala utama pasien TB paru adalah batuk berdahak selama 2-3 minggu atau lebih. Batuk dapat diikuti dengan gejala tambahan yaitu dahak bercampur darah, batuk darah, sesak nafas, badan lemas, nafsu makan menurun, berat badan menurun, malaise, berkeringat malam hari tanpa kegiatan fisik, demam meriang lebih dari satu bulan. Gejala-gejala tersebut diatas dapat dijumpai pula pada penyakit paru selain TB paru, seperti bronkiektasis, bronkitis kronis, asma, kanker paru, dan lain-lain.

Mengingat prevalensi TB paru di Indonesia saat ini masih tinggi, maka setiap orang yang datang ke Unit Pelayanan Kesehatan dengan gejala tersebut diatas, dianggap sebagai seorang tersangka (suspek) pasien TB paru, dan perlu dilakukan pemeriksaan dahak secara mikroskopis langsung.

2.6.4. Pengobatan TB Paru dan Efek Samping

Pengobatan TB paru bertujuan untuk menyembuhkan pasien, mencegah kematian, mencegah kekambuhan, memutuskan rantai penularan dan mencegah terjadinya resistensi kuman terhadap Obat Anti Tuberkulosis (OAT).

Pengobatan tuberkulosis paru dilakukan dengan prinsip-prinsip sebagai berikut: 1. OAT harus diberikan dalam bentuk kombinasi beberapa jenis obat, dalam jumlah

cukup dan dosis tepat sesuai dengan kategori pengobatan. Jangan gunakan OAT tunggal (monoterapi). Pemakaian OAT-Kombinasi Dosis Tetap (OAT-KDT) lebih menguntungkan dan sangat dianjurkan. Kombinasi beberapa jenis obat tersebut terdiri dari ; Rifampisin, INH, Pyrazinamid, Etambutol, Streptomisin.

2. Untuk menjamin kepatuhan pasien menelan obat, dilakukan pengawasan langsung (DOT = Directly Observed Treatment) oleh seorang Pengawas Menelan Obat (PMO). Pengobatan perlu dilakukan dengan pengawasan langsung oleh seorang PMO, supaya penderita meminum obatnya secara teratur setiap hari. Minum obat yang tidak teratur dan terputus putus bisa menimbulkan kekebalan kuman terhadap obat anti TB paru sehingga kuman tidak mati dan penyakit sulit untuk sembuh. Keadaan ini akan sangat membahayakan penderita sendiri maupun masyarakat sekitarnya.

3. Pengobatan TB paru diberikan dalam 2 tahap, yaitu tahap intensif dan lanjutan. Pada tahap intensif (awal) pasien mendapat obat setiap hari dan perlu diawasi secara langsung untuk mencegah terjadinya resistensi obat. Bila pengobatan tahap intensif tersebut diberikan secara tepat, biasanya pasien menular menjadi tidak

menular dalam kurun waktu 2 minggu. Sebagian besar pasien TB paru BTA positif menjadi BTA negatif (konversi) dalam 2 bulan.

Pada tahap lanjutan pasien mendapat jenis obat lebih sedikit, namun dalam jangka waktu yang lebih lama. Tahap lanjutan ini sangat penting untuk membunuh kuman persister sehingga mencegah terjadinya kekambuhan kembali.

Beberapa faktor yang memengaruhi hasil pengobatan yaitu ; luasnya tubuh yang diserang, jenis, jumlah dan dosis obat yang cukup, teratur dalam menjalankan proses pengobatan, Istirahat yang cukup, perumahan yang sehat, makan-makanan bergizi, iklim dan faktor psikis.

Sebagian besar pasien menyelesaikan pengobatan TB paru tanpa efek samping yang bermakna, namun sebagian kecil mengalami efek samping. Oleh karena itu pengawasan klinis terhadap efek samping harus dilakukan. Petugas kesehatan dapat memantau efek samping dengan dua cara. Pertama dengan menerangkan kepada pasien untuk mengenal tanda-tanda efek samping obat dan segera melaporkannya kepada dokter. Kedua, dengan menanyakan secara khusus kepada pasien tentang gejala yang dialaminya.

Efek samping saat minum obat yang perlu diketahui yaitu; kulit berwarna kuning, air seni berwarna gelap seperti minum air teh, kesemutan, mual dan muntah, hilang nafsu makan, perubahan pada penglihatan, demam yang tidak jelas, lemas dan keram perut.

2.6.5. Memastikan Penyakit TB Paru

Untuk memastikan bahwa seseorang menderita TB paru atau tidak, dapat

dilakukan pemeriksaan dahak sebanyak 3x selama 2 hari yang dikenal dengan istilah SPS (Sewaktu-Pagi-Sewaktu) yaitu; (i) Sewaktu (hari pertama), yaitu

pemeriksaan dahak sewaktu penderita datang pertama kali; (ii) Pagi (hari kedua), yaitu pemeriksaan sehabis bangun tidur keesokan harinya. Dahak ditampung dalam pot kecil yang diberi petugas laboratorium; (iii) Sewaktu (Hari kedua), yaitu pemeriksaan dahak yang dikeluarkan saat penderita datang ke laboratorium untuk diperiksa. Jika positif, orang tersebut dipastikan menderita TB paru.

Pada program TB paru nasional, penemuan BTA melalui pemeriksaan dahak mikroskopis merupakan diagnosis utama. Pemeriksaan lain seperti foto toraks, biakan dan uji kepekaan dapat digunakan sebagai penunjang diagnosis sepanjang sesuai dengan indikasinya. Tidak dibenarkan mendiagnosis TB paru hanya berdasarkan pemeriksaan foto toraks saja. Foto toraks tidak selalu memberikan gambaran yang khas pada TB paru, sehingga sering terjadi overdiagnosis (Kemenkes RI, 2012).

Dokumen terkait