• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh Metode Ceramah dan Media Leaflet terhadap Pengetahuan dan Sikap Masyarakat untuk mencegah TB paru di Desa Meunasah Meucat Kecamatan Nisam Kabupaten Aceh Utara Tahun 2014

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Pengaruh Metode Ceramah dan Media Leaflet terhadap Pengetahuan dan Sikap Masyarakat untuk mencegah TB paru di Desa Meunasah Meucat Kecamatan Nisam Kabupaten Aceh Utara Tahun 2014"

Copied!
119
0
0

Teks penuh

(1)

PENGARUH METODE CERAMAH DAN MEDIA LEAFLET TERHADAP PENGETAHUAN DAN SIKAP MASYARAKAT DALAM MENCEGAH

TB PARU DI DESA MEUNASAH MEUCAT KECAMATAN NISAM KABUPATEN ACEH UTARA

TAHUN 2014

TESIS

Oleh SAIFUL 127032248/IKM

PROGRAM STUDI S2 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

(2)

THE INFLUENCE OF LECTURE AND LEAFLET MEDIA METHODS ON THE KNOWLEDGE AND ATTITUDE OF COMMUNITY IN

PREVENTING LUNG TB IN DESA MEUNASAH MEUCAT, NISAM SUBDISTRICT, ACEH UTARA DISTRICT

IN 2014

THESIS

BY SAIFUL 127032248/IKM

MAGISTER OF PUBLIC HEALTH SCIENCE STUDY PROGRAM FACULTY OF PUBLIC HEALTH

UNIVERSITY OF SUMATERA UTARA MEDAN

(3)

PENGARUH METODE CERAMAH DAN MEDIA LEAFLET TERHADAP PENGETAHUAN DAN SIKAP MASYARAKAT DALAM MENCEGAH

TB PARU DI DESA MEUNASAH MEUCAT KECAMATAN NISAM KABUPATEN ACEH UTARA

TAHUN 2014

TESIS

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat

untuk Memperoleh Gelar Magister Kesehatan (M.Kes) dalam Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat

Minat Studi Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku pada Fakultas Kesehatan Masyarakat

Universitas Sumatera Utara

Oleh

SAIFUL 127032248/IKM

PROGRAM STUDI S2 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

(4)

PERNYATAAN

PENGARUH METODE CERAMAH DAN MEDIA LEAFLET TERHADAP PENGETAHUAN DAN SIKAP MASYARAKAT DALAM MENCEGAH

TB PARU DI DESA MEUNASAH MEUCAT KECAMATAN NISAM KABUPATEN ACEH UTARA

TAHUN 2014

TESIS

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam tesis ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.

Medan, Agustus 2014

(5)

Judul Tesis : PENGARUH METODE CERAMAH DAN MEDIA LEAFLET TERHADAP PENGETAHUAN DAN SIKAP MASYARAKAT DALAM MENCEGAH TB PARU DI DESA MEUNASAH MEUCAT

KECAMATAN NISAM KABUPATEN ACEH UTARA TAHUN 2014

Nama Mahasiswa : Saiful Nomor Induk Mahasiswa : 127032248

Program Studi : S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat

Minat Studi : Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku

Menyetujui Komisi Pembimbing

(Prof. Dr. Drs. Badaruddin, M.Si) Ketua

(Drs. Eddy Syahrial, M.S) Anggota

Dekan

(Dr.Drs. Surya Utama, M.S)

(6)

Telah Diuji

Pada Tanggal : 05 Agustus 2014

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Prof. Dr. Drs. Badaruddin, M.Si Anggota : 1. Drs. Eddy Syahrial, M.S

2. Drs. Tukiman, M.K.M

(7)

ABSTRAK

Tuberkulosis paru merupakan salah satu penyakit infeksi yang masih menjadi masalah kesehatan masyarakat, yang disebabkan oleh bakteri yang berbentuk batang (basil) yang dikenal dengan nama Mycobacterium Tuberkulosa. Prevalensi Tuberkolosis paru Provinsi Aceh sebesar 0,3 %. Kabupaten Aceh Utara termasuk Puskesmas Nisam dengan jumlah kasus Tuberkulosis paru sebanyak 40 pasien dengan BTA positif. Tujuan penelitian adalah untuk menganalisis pengaruh metode ceramah dan media leaflet terhadap pengetahuan dan sikap masyarakat dalam mencegah Tuberkulosis paru di Desa Meunasah Meucat Kecamatan Nisam Kabupaten Aceh Utara.

Jenis penelitian yang digunakan adalah eksperimen semu (quasi experiment) dengan rancangan pretest-posttest design. Posttest dilakukan setelah satu minggu dilakukan penyuluhan. Penelitian dilakukan di di Desa Meunasah Meucat Kecamatan Nisam Kabupaten Aceh Utara pada bulan Juni 2014. Populasi adalah seluruh masyarakat Desa Meunasah Meucat yang sudah berumur 17 s/d 59 tahun sebanyak 668 orang. Sampel berjumlah 64 orang yaitu 32 media ceramah dan 32 media leaflet dengan metode simple random sampling. Analisis data menggunakan uji T Test berpasangan.

Hasil analisis menunjukkan bahwa metode ceramah sangat berpengaruh terhadap peningkatan pengetahuan dan sikap masyarakat dalam mencegah Tuberkulosis Paru. Media leaflet kurang berpengaruh terhadap pengetahuan dan sikap masyarakat dalam mencegah Tuberkulosis Paru yang dikarenakan minat baca masyarakat yang kurang. Terdapat perbedaan intervensi metode ceramah dan media leaflet terhadap pengetahuan dan sikap masyarakat dalam mencegah Tuberkulosis Paru. Metode yang paling berpengaruh dalam meningkatkan pengetahuan dan sikap masyarakat dalam mencegah Tuberkulosis Paru di Desa Meunasah Meucat Kecamatan Nisam Kabupaten Aceh Utara adalah metode ceramah.

Disarankan Perlu kerjasama anatara Kepala Desa Meunasah Meucat dengan petugas penyuluh kesehatan Puskesmas untuk lebih aktif memberikan pendidikan kesehatan tentang mencegah Tuberkulosis paru dengan metode ceramah dan media leaflet.Menggunakan media leaflet dalam mengembangkan strategi promosi kesehatan untuk masyarakat setempat dengan menggerakkan petugas puskesmas untuk mendistribusikan media promosi kesehatan tentang pencegahan Tuberkulosis Paru kepada masyarakat.

(8)

ABSTRACT

Lung TB is one of the infectious disease which still becomes public health problem is caused by the rod-shaped (basil) bacterium well known as Mycobacterium Tuberkulosa. The prevalence of lung TB in Aceh Province is 0.3%. There were 40 lung TB patients with positive BTA in Aceh Utara district including puskesmas Nisam. The purpose of this study was to analyze the influence of lecture and leaflet media methods on the knowledge and attitude of community in preventing the incident of lung TB in Desa Meunasah Meucat, Nisam subdistrict, Aceh Utara District.

The population of this quasi experimental study with pretest-posttest design conducted in Desa Meunasah Meucat, Nisam subdistrict, Aceh Utara District in June 2014 was all of the 668 villagers of 17 to 59 years old and 64 of them were selected to be the samples for this study through simple random sampling technique. There 64 samples were divided into two groups consisting of 32 person for the group treated with lecture method and the other 32 for the group treated with leaflet media. The data obtained were analyzed through pair T test.

The result of this study showed that lecture method was very influencial on the improvement of knowledge and attitude of community in preventing the incident of Lung TB. Leaflet media method was less influential on the improvement of knowledge and attitude of community in preventing the incident of Lung TB because of the less interest of community in reading. Theree was a different intervention between lecture and leaflet media methods in preventing the incident of Lung TB. The most influencing method in improving the knowledge and attitude of community in preventing the incident of Lung TB in Desa Meunasah Meucat, Nisam Subdistrict, Aceh Utara District was lecture method.

The Head of Desa Meunasah Meucat is suggested to cooperate wih the health extension workers of the puskesmas (Community Health Center) to be more active in providing health education on Lung TB prevention through lecture and leaflet media methods. Using leaflet media in developing health promotion strategy for the local community by assigning the staff of puskesmas to distribute the health promotion media on the Lung TB prevention to the community.

(9)

KATA PENGANTAR

Dengan mengucapkan puji dan syukur kepada Allah SWT, atas rahmat dan

karuniaNya maka penulis dapat menyelesaikan tesis ini dengan judul ” Pengaruh

Metode Ceramah dan Media Leaflet terhadap Pengetahuan dan Sikap Masyarakat

untuk mencegah TB paru di Desa Meunasah Meucat Kecamatan Nisam Kabupaten

Aceh Utara Tahun 2014”.

Penulisan tesis ini merupakan salah satu syarat untuk menyelesaikan pendidikan

pada Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Minat studi Promosi Kesehatan

dan Ilmu Prilaku Universitas Sumatera Utara.

Penulisan tesis ini banyak pihak yang telah memberikan bantuan, bimbingan

dan dorongan. Untuk itu penulis menyampaikan penghargaan dan terima kasih yang

sebesar- besarnya kepada:

1. Prof. Dr. dr. Syahril Pasaribu, DTM&H., M.Sc(CTM)., Sp.A(K) selaku Rektor

Universitas Sumatera Utara.

2. Dr. Drs. Surya Utama, M.S selaku Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat

Universitas Sumatera Utara.

3. Dr. Ir. Evawani Aritonang, M.Si selaku Sekretaris Program Studi S2 Ilmu

Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

4. Prof. Dr. Drs. Badaruddin, M.Si selaku Ketua komisi pembimbing yang telah

banyak membantu penulisan tesis ini, yang selalu menyediakan waktu ditengah

(10)

5. Drs. Eddy Syahrial, M.S selaku Anggota komisi pembimbing yang telah banyak

membantu penulisan tesis ini dan menyediakan waktu dalam memberikan

bimbingannya.

6. Drs. Tukiman, M.K.M dan Drs. Alam Bakti Keloko, M.Kes. Selaku penguji tesis

yang telah banyak memberikan arahan dan masukan demi kesempurnaan tesis ini.

7. dr. Effendi, M. Kes selaku Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Aceh Utara dr. Diky

Hardiansyah selaku Kepala Puskesmas Nisam dan Kepala Desa Meunasah Meucat

Kecamatan Nisam Kabupaten Aceh Utara yang telah memberikan bantuan dan

fasilitas dalam pelaksanaan penelitian di lapangan.

8. Seluruh teman-teman yang juga tidak dapat saya sebutkan satu persatu atas bantuan

dan semangat yang diberikan dalam penyusunan tesis ini.

9. Istri tercinta Juliana, S. PdI dan putraku tersayang Muhammad Zulfian,

Muhammad Alfian, Muhammad Raiyan dan Putriku tersayang Syarifah Aqilla serta

seluruh keluarga yang senantiasa mendo’a kan, menghibur, mendampingi dan

memberikan dorongan moril maupun materil yang sangat berarti selama pendidikan

dan dalam menyelesaikan tesis ini.

Penulis masih menyadari sepenuhnya bahwa tesis ini masih banyak kekurangan

sehingga dengan penuh kerendahan hati penulis menerima kritikan dan saran demi

kesempurnaan tesis ini.

Medan, Agustus 2014 Penulis

(11)

RIWAYAT HIDUP

Saiful, lahir di Idi (Aceh Timur) Provinsi Aceh pada tanggal 19 Februari 1978,

anak ke 3 dari 4 bersaudara. Pada saat ini bertempat tinggal di Kota Lhokseumawe

Provinsi Aceh.

Pendidikan formal penulis dimulai tahun 1986 di SD Negeri Balee Gajah

Kabupateh Aceh Utara, selanjutnya di SMP Negeri Krueng Mane Kabupaten Aceh

Utara tahun 1992. Kemudian melanjutkan sekolah di SMU Negeri 4 Lhokseumawe

tahun 1995. Setelah tamat SMU Negeri 4 Lhokseumawe tahun 2008 langsung

melanjutkan studi di Akademi Keperawatan Abulyatama Banda Aceh tamat tahun 2002

selanjutnya saya melanjudkan ke Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas

Muhammadiyah Aceh tamat tahun 2007.

Penulis menikah pada tahun 2005 dan sudah dikarunia tiga anak laki-laki dan

seorang anak Perempuan. Penulis bekerja sebagai PNS pada Puskesmas Banda Baro

Kabupaten Aceh Utara Provinsi Aceh hingga saat ini.

Tahun 2012 penulis mengikuti pendidikan lanjutan pada Program Studi S2 Ilmu

Kesehatan Masyarakat di Fakultas Kesehatan Masyarakat Sumatera Utara dengan

(12)
(13)

2.9. Penanggulangan Tuberkulosis paru ... 34

2.9.1. Kebijakan Penanggulangan Tuberkulosis paru ... 35

2.9.2. Strategi Advokasi, Komunikasi, dan Mobilisasi sosial (AKMS) dalam penanggulangan tuberkulosis paru ... 36

3.5. Variabel dan Definisi Operasional ... 49

3.5.1. Variabel Penelitian ... 49

4.1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian ... 53

4.1.1. Kondisi Geografi ... 53

4.1.2. Demografi ... 53

4.2. Analisis Univariat ... 55

4.2.1. Karakteristik Responden ... 55

4.2.2. Gambaran Pengetahuan Responden Metode Ceramah Pre... 56

4.2.3. Gambaran Pengetahuan Responden Metode Ceramah Post.... 58

4.2.4. Gambaran Sikap Responden Metode Ceramah Pre ... 60

4.2.5. Gambaran Sikap Responden Metode Ceramah Post ... 63

4.2.6. Gambaran Pengetahuan Responden Media LeafletPre... . 65

4.2.7. Gambaran Pengetahuan Responden Media LeafletPost... 67

(14)

4.2.9. Gambaran Sikap Responden Media LeafletPost...... 71

4.3. Uji Perbedaan ... 73

4.3.1. Hubungan Penyuluhan Dengan Pengetahuan ... 73

4.3.2. Hubungan Penyuluhan Dengan Sikap... 74

BAB 5. PEMBAHASAN ... 76

5.1. Pengaruh Metode Ceramah Terhadap pengetahuan masyarakat ... 76

5.2. Pengaruh Metode Ceramah Terhadap Sikap Masyarakat ... 78

5.3. Pengaruh Media Leaflet Terhadap Pengetahuan Masyarakat ... 81

5.4. Pengaruh Media Leaflet Terhadap Sikap Masyarakat ... 84

5.5. Pengaruh Metode Ceramah dan Media Leaflet Terhadap Pengetahuan dan Sikap Masyarakat ... 86

BAB 6. KESIMPULAN DAN SARAN ... 89

6.1. Kesimpulan ... 89

6.2. Saran ... 90

(15)

DAFTAR TABEL

No. Judul Halaman 3.1. Jumlah Masyarakat Desa Meunasah Meucat Yang Sudah Berumur 17 s/d 59 Tahun... 43

3.2. Aspek Pengukuran... 50

4.1. Distribusi Penduduk Berdasarkan Kelompok Umur di Desa Meusah

Meucat ... 54

4.2. Distribusi Penduduk Berdasarkan Jenis Pekerjaan di Desa Meunasah

Meucat……….……… 54

4.3. Distribusi Penduduk Berdasarkan Tingkat Pendidikan di Desa Meusah

Meucat ... 55

4.4. Distribusi Perbandingan Karakteristik Indikator Perlakuan Responden di Desa Meusah Meucat... 56

4.5. Distribusi Frekuensi Item Pernyataan Pengetahuan Responden tentang

TB Paru Pada Kelompok Perlakuan Metode Ceramah (Pre) ... 56

4.6. Gambaran Karakteristik Pengetahuan Responden tentang TB Paru Pada

Kelompok Perlakuan Metode Ceramah (Pre) ... 58

4.7. Distribusi Frekuensi Item Pernyataan Pengetahuan Responden tentang

TB Paru Pada Kelompok Perlakuan Metode Ceramah (Post) ... 58

4.8. Gambaran Karakteristik Pengetahuan Responden tentang TB Paru Pada

Kelompok Perlakuan Metode Ceramah (Post) ... 60

4.9. Distribusi Frekuensi Item Pernyataan Sikap responden tentang TB Paru

Pada Kelompok Perlakuan Metode Ceramah (Pre) ... 60

4.10.Gambaran Karakteristik Pengetahuan Responden tentang TB Paru Pada

Kelompok Perlakuan Metode Ceramah (Pre) ... 62

4.11.Distribusi Frekuensi Item Pernyataan Sikap Responden tentang TB Paru

(16)

4.12.Gambaran Karakteristik Sikap Responden tentang TB Paru Pada Kelompok Perlakuan Metode Ceramah (Post) ... 65

4.13.Distribusi Frekuensi Item Pernyataan Pengetahuan Responden tentang TB Paru Pada Kelompok Perlakuan Media Leaflet(Post) ... 65

4.14.Gambaran Karakteristik Pengetahuan Responden tentang TB Paru Pada

Kelompok Perlakuan Media Leaflet(Pre) ... 66

4.15.Distribusi Frekuensi Item Pernyataan Pengetahuan Responden tentang TB

Paru Pada Kelompok Perlakuan Media Leaflet(Post) ... 67

4.16.Gambaran Karakteristik Pengetahuan Responden tentang TB Paru Pada

Kelompok Perlakuan Media Leaflet(Post) ... 68

4.17.Distribusi Frekuensi Item Pernyataan Sikap responden tentang TB Paru

Pada Kelompok Perlakuan Media Leaflet(Pre) ... 69

4.18.Gambaran Karakteristik Sikap Responden tentang TB Paru Pada Kelompok Perlakuan Media Leaflet(Pre) ... 71

4.19.Distribusi Frekuensi Item Pernyataan Sikap Responden tentang TB Paru

Pada Kelompok Perlakuan Media Leaflet(Post) ... 71

4.20.Gambaran Karakteristik Sikap Responden tentang TB Paru Pada Kelompok Perlakuan Media Leaflet (Post) ... 73

4.21.Hasil Uji Beda Proporsi Tingkat Pengetahuan Responden Kelompok Metode Ceramah dan Media Leaflet ... 74

4.22.Hasil Uji Beda Proporsi Tingkat Sikap Responden Kelompok Metode

(17)

DAFTAR GAMBAR

No Judul Halaman 2.1. Landasan Teori ... 37 2.2.

Model Komunikasi S-M-C-R ... 39

2.3. Kerangka Konsep Penelitian... 41

(18)

DAFTAR LAMPIRAN

No Judul Halaman

1 Kuesioner Penelitian………. 96

2 Jadwal penelitian……….. 100

3 Lembar Persetujuan Menjadi Responden……….. 101

4 Tahapan/media leaflet……… 102

5 Materi Penyuluhan Ceramah………. 103

6 Master Tabel………. 106

7 Output Hasil Uji Statistik……… 110

8 Surat Permohonan Izin penelitian………. 146

(19)

ABSTRAK

Tuberkulosis paru merupakan salah satu penyakit infeksi yang masih menjadi masalah kesehatan masyarakat, yang disebabkan oleh bakteri yang berbentuk batang (basil) yang dikenal dengan nama Mycobacterium Tuberkulosa. Prevalensi Tuberkolosis paru Provinsi Aceh sebesar 0,3 %. Kabupaten Aceh Utara termasuk Puskesmas Nisam dengan jumlah kasus Tuberkulosis paru sebanyak 40 pasien dengan BTA positif. Tujuan penelitian adalah untuk menganalisis pengaruh metode ceramah dan media leaflet terhadap pengetahuan dan sikap masyarakat dalam mencegah Tuberkulosis paru di Desa Meunasah Meucat Kecamatan Nisam Kabupaten Aceh Utara.

Jenis penelitian yang digunakan adalah eksperimen semu (quasi experiment) dengan rancangan pretest-posttest design. Posttest dilakukan setelah satu minggu dilakukan penyuluhan. Penelitian dilakukan di di Desa Meunasah Meucat Kecamatan Nisam Kabupaten Aceh Utara pada bulan Juni 2014. Populasi adalah seluruh masyarakat Desa Meunasah Meucat yang sudah berumur 17 s/d 59 tahun sebanyak 668 orang. Sampel berjumlah 64 orang yaitu 32 media ceramah dan 32 media leaflet dengan metode simple random sampling. Analisis data menggunakan uji T Test berpasangan.

Hasil analisis menunjukkan bahwa metode ceramah sangat berpengaruh terhadap peningkatan pengetahuan dan sikap masyarakat dalam mencegah Tuberkulosis Paru. Media leaflet kurang berpengaruh terhadap pengetahuan dan sikap masyarakat dalam mencegah Tuberkulosis Paru yang dikarenakan minat baca masyarakat yang kurang. Terdapat perbedaan intervensi metode ceramah dan media leaflet terhadap pengetahuan dan sikap masyarakat dalam mencegah Tuberkulosis Paru. Metode yang paling berpengaruh dalam meningkatkan pengetahuan dan sikap masyarakat dalam mencegah Tuberkulosis Paru di Desa Meunasah Meucat Kecamatan Nisam Kabupaten Aceh Utara adalah metode ceramah.

Disarankan Perlu kerjasama anatara Kepala Desa Meunasah Meucat dengan petugas penyuluh kesehatan Puskesmas untuk lebih aktif memberikan pendidikan kesehatan tentang mencegah Tuberkulosis paru dengan metode ceramah dan media leaflet.Menggunakan media leaflet dalam mengembangkan strategi promosi kesehatan untuk masyarakat setempat dengan menggerakkan petugas puskesmas untuk mendistribusikan media promosi kesehatan tentang pencegahan Tuberkulosis Paru kepada masyarakat.

(20)

ABSTRACT

Lung TB is one of the infectious disease which still becomes public health problem is caused by the rod-shaped (basil) bacterium well known as Mycobacterium Tuberkulosa. The prevalence of lung TB in Aceh Province is 0.3%. There were 40 lung TB patients with positive BTA in Aceh Utara district including puskesmas Nisam. The purpose of this study was to analyze the influence of lecture and leaflet media methods on the knowledge and attitude of community in preventing the incident of lung TB in Desa Meunasah Meucat, Nisam subdistrict, Aceh Utara District.

The population of this quasi experimental study with pretest-posttest design conducted in Desa Meunasah Meucat, Nisam subdistrict, Aceh Utara District in June 2014 was all of the 668 villagers of 17 to 59 years old and 64 of them were selected to be the samples for this study through simple random sampling technique. There 64 samples were divided into two groups consisting of 32 person for the group treated with lecture method and the other 32 for the group treated with leaflet media. The data obtained were analyzed through pair T test.

The result of this study showed that lecture method was very influencial on the improvement of knowledge and attitude of community in preventing the incident of Lung TB. Leaflet media method was less influential on the improvement of knowledge and attitude of community in preventing the incident of Lung TB because of the less interest of community in reading. Theree was a different intervention between lecture and leaflet media methods in preventing the incident of Lung TB. The most influencing method in improving the knowledge and attitude of community in preventing the incident of Lung TB in Desa Meunasah Meucat, Nisam Subdistrict, Aceh Utara District was lecture method.

The Head of Desa Meunasah Meucat is suggested to cooperate wih the health extension workers of the puskesmas (Community Health Center) to be more active in providing health education on Lung TB prevention through lecture and leaflet media methods. Using leaflet media in developing health promotion strategy for the local community by assigning the staff of puskesmas to distribute the health promotion media on the Lung TB prevention to the community.

(21)

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Situasi Tuberkulosis (TB) paru di dunia masih buruk dan banyak yang tidak

berhasil disembuhkan. Apalagi diakibatkan munculnya pandemi HIV/AIDS di dunia

yang menambah permasalahan Tuberkulosis paru. Pada saat yang sama kekebalan

ganda kuman Tuberkulosis paru terdapat anti Tuberkulosis paru, ini juga menjadi

masalah akibat kasus yang tidak berhasil disembuhkan pada akhirnya akan

menyebabkan terjadinya Epidemi Tuberkulosis yang sulit ditangani (Kemenkes RI,

2013).

Tuberkulosis paru merupakan salah satu penyakit infeksi yang masih menjadi

masalah kesehatan masyarakat. Tuberkulosis ini disebabkan oleh bakteri yang

berbentuk batang (basil) yang dikenal dengan nama Mycobacterium Tuberkulosa.

Badan Kesehatan Dunia (World Health Organization) memperkirakan sepertiga

penduduk dunia telah terinfeksi kuman Tuberkulosis paru, dari jumlah tersebut ada 4

juta penderita baru dengan Basil Tahan Asam (BTA) positif dan 4 juta penderita

dengan BTA negatif. Jumlah seluruh penderita Tuberkulosis paru di dunia sekitar 20

juta orang dengan angka kematian 3 juta orang tiap tahunnya, terdapat 25 persen dari

penyebab kematian yang dapat dicegah apabila Tuberkulosis paru dapat ditanggulangi

dengan baik (Erwin, 2010).

(22)

memasukkan strategi DOTS (Directly Observed Treatment, Short-course) sebagai

penilaian akreditasi rumah sakit; menggunakan 18 alat GeneXpert sebagai Rapid

diagnostic Tuberkulosis paru, untuk Tuberkulosis paru (multi drug resistense = MDR)

dan Tuberkulosis paru HIV; memperluas pelayanan Tuberkulosis paru ke seluruh

Indonesia; melibatkan lintas sektoral pemerintah dan asosiasi profesi untuk

menjangkau seluruh kelompok masyarakat; mengembangkan sistem informasi terpadu

Tuberkulosis paru; memberdayakan masyarakat dengan pembentukan jaringan

masyarakat peduli Tuberkulosis paru Indonesia; menyusun exit strategy agar tidak

tergantung pada bantuan luar negeri; menyepakati dengan PT ASKES dan Jamsostek

dalam penerapan standar pengobatan Tuberkulosis paru dan pembiayaan berbasis

asuransi bagi seluruh pasien Tuberkulosis paru (Kemenkes, 2013).

Menteri Kesehatan juga meminta jajaran RS Paru Dr. Ario Wirawan agar

senantiasa fokus pada pelayanan pasien, memiliki pelayanan yang terakreditasi, dan

siap melaksanakan SJSN Bidang Kesehatan mulai tahun 2014 menuju terwujudnya

universal health coverage tahun 2019 (Kemenkes RI, 2013), Dalam hal pengendalian

Tuberkulosis ini yang sangat perlu dilakukan adalah memberikan pendidikan atau

penyuluhan kesehatan kepada masyarakat.

Pendidikan kesehatan berbasis komunitas agar dapat membantu dalam

meningkatkan angka penemuan kasus Tuberkulosis paru, mengurangi keterlambatan

pengobatan dan mempromosikan pendekatan cara pengobatan yang tepat. Promosi

kesehatan dengan menggunakan berbagai media dan metode yang dilakukan untuk

(23)

mengubah persepsi masyarakat tentang Tuberkulosis paru "suatu penyakit yang tidak

dapat disembuhkan dan memalukan" menjadi penyakit yang berbahaya, tapi dapat

disembuhkan". Bila promosi kesehatan ini berhasil, akan dapat meningkatkan

penemuan penderita secara pasif (Silitonga, 2000).

Menurut Edgar Dale dalam Notoatmodjo (2003), Promosi kesehatan pada

dasarnya merupakan proses komunikasi dan proses perubahan perilaku melalui

pendidikan kesehatan. Kegiatan promosi kesehatan dapat mencapai hasil yang

maksimal, apabila metode dan media promosi kesehatan mendapat perhatian yang

besar dan harus disesuaikan dengan sasaran. Penggunaan kombinasi berbagai metode

dan media promosi kesehatan akan sangat membantu dalam proses penyampaian

informasi kesehatan kepada masyarakat. Semakin banyak indera yang digunakan untuk

menerima sesuatu pesan yang disampaikan maka semakin banyak dan jelas pula

pengertian/pengetahuan yang diperoleh oleh seseorang. Penggunaan alat peraga dalam

melakukan promosi kesehatan akan sangat membantu penyampaian pesan kepada

seseorang atau masyarakat secara lebih jelas.

Bahan peragaan dalam promosi kesehatan dapat berupa poster tunggal, poster

seri, pricat, tranparan, slide, film, brosur, lembar balik, stiker dan seterusnya. Selain

dukungan alat peraga di atas dapat juga dilakukan bentuk pendekatan seperti

bimbingan, penyuluhan, interview ataupun pendidikan kesehatan pada kelompok besar

seperti metode ceramah, seminar, belajar kelompok. Sementara untuk kelompok kecil

dapat dilakukan metode diskusi kelompok, curah pendapat, role play dan permainan

(24)

Media promosi kesehatan seperti metode ceramah mempunyai hubungan yang

bermakna dalam peningkatan pengetahuan dan sikap masyarakat. Begitu juga dengan

berbagai media promosi lainya memperlihatkan bahwa penggunaan media leaflet,

audiovisual dapat dikombinasikan dengan diskusi kelompok cukup berpengaruh untuk

meningkatkan pengetahuan dan sikap masyarakat (Sriyono, 2001).

Pendidikan adalah segala upaya yang direncanakan untuk memengaruhi orang

lain baik individu, kelompok atau masyarakat sehingga mereka melakukan apa yang

diharapkan oleh pelaku pendidikan. Dalam pengertian pendidikan tersebut, nampak

tersirat beberapa unsur pendidikan yaitu input, proses dan aut put. Input adalah sasaran

pendidikan (individu, kelompok dan masyarakat). Pendidik (pelaku pendidikan), proses

adalah upaya yang direncanakan untuk memengaruhi orang lain. Serta autput adalah

melakukan apa yang diharapkan atau perilaku. Dalam pendidikan kesehatan autput

yang diharapkan adalah perilaku untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan

meliputi peningkata pengetahuan dan sikap masyarakat terutama tentang Tuberkulosis

paru (Adnani, 2011).

Dalam pemberantasan Tuberkulosis paru, keluarga atau masyarakat diharapkan

bukan hanya berperan dalam pengawasan minum obat penderita saja, tetapi juga

berperan untuk mengajarkan hidup sehat dan menganjurkan pemamfaatan pelayanan

kesehatan. Keluarga yang merupakan elemen masyarakat mempunyai peranan penting

dalam penanggulangannya Tuberkulosis paru. Dukungan lingkungan sosial dan

(25)

penderita dalam pengobatan yang teratur tanpa terputus-putus (Lembaga Koalisi untuk

Indonesia Sehat, 2012).

Saat ini Indonesia berada di peringkat 5 (lima) dunia untuk kasus penyakit

Tuberkulosis paru setelah India, China, Negeria dan Afrika Selatan. Menurut data

rumah sakit persahabatan sedikitnya tercatat 1500 pasien Tuberkulosis paru per tahun.

Sebanyak 10% pasien Tuberkulosis paru di RSU Persahabatan adalah pasien rujukan.

Adapun jumlah pasien Tuberkulosis paru yang menjalani pengobatan di RSU

Persahabatan saat ini berjumlah sekitar 480 pasien, dari jumlah tersebut 338 pasien

masih menjalani pengobatan dan sisanya menolak diobati, dan meninggal dunia

sebelum atau sesudah pengobatan (Kemenkes RI, 2011).

Melihat fenomena ini maka sangat pentingnya pengetahuan dan sikap

masyarakat dalam pencegahan Tuberkulosis paru, untuk itu keluarga sebagai organisasi

terkecil dalam masyarakat diharapkan dapat menjadi agen perubahan sosial. Peran serta

masyarakat di dalam mencegah penyebaran Tuberkulosis paru sangat penting

dilakukan dan dikembangkan, karena bukan hanya menyangkut kepada pencegahan

kasus saja, namun dapat membantu pemberantasan berbagai penyakit yang berbasis

kepada perilaku masyarakat.

Dalam kontek pencegahan Tuberkulosis paru selain keluarga pasien,

masyarakat juga turut berperan penting sebagai agen dalam menciptakan perubahan

perilaku masyarakat agar sesuai dengan perilaku yang diharapkan seperti,

menganjurkan untuk memeriksakan diri ke pelayanan kesehatan jika menemui

(26)

Tuberkulosis paru dan cara hidup sehat, serta dukungan keluarga terhadap pengawasan

menelan obat (PMO). Oleh sebab itu mereka yang bukan dari keluarga pasien juga

memiliki kontribusi yang penting dalam perubahan perilaku sehingga dapat

meningkatkan pengetahuan dan sikap masyarakat.

Data dari Dinas Kesehatan Pemerintah Aceh (2013), jumlah kasus Tuberkulosis

paru yang ditemukan berjumlah 4.032. Kasus baru BTA positif yang sudah diobati,

dengan kesembuhan mencapai 83%, angka kesembuhan ini sedikit menurun

dibandingkan dengan angka tahun sebelumnya 84,1% sedangkan target nasional diatas

85%. Data Rikesdas 2013, prevalensi Tuberkolosis paru Provinsi Aceh sebesar 0,3 %,

berdasarkan diagnosis dan gejala menurut Provinsi.

Berdasarkan data dari Dinas Kesehatan Kabupaten Aceh Utara (2013),

penemuan kasus Tuberkolosis paru dengan BTA positif 389 kasus, dari 32 (Tiga Puluh

dua) Puskesmas yang ada di Kabupaten Aceh Utara, termasuk Puskesmas Nisam

dengan jumlah kasus Tuberkulosis paru sebanyak 40 pasien dengan BTA positif.

Ditemukan diantara puskesmas lainya yang ada di Kabupaten Aceh Utara.

Berdasarkan survey awal dilakukan pada 10 tokoh masyarakat di Desa

Meunasah Meucat Kecamatan Nisam Kabupaten Aceh Utara, peneliti berkesimpulan

bahwa pengetahuan dan sikap masyarakat tentang pencegahan Tuberkulosis paru masih

rendah, dimana 8 orang (80 %) masyarakat tidak mengetahui cara penularan TB paru, 6

orang (60 %) menjawab bahwa Tuberkulosis paru adalah penyakit guna-guna, serta 5

orang (50 %) mengatakan obat Tuberkulosis paru gratis di puskesmas tidak dapat

(27)

mengunakan metode ceramah oleh petugas kesehatan yang ada di Puskesmas Nisam

secara bersama-sama dengan program yang lain, namun tingkat pengetahuan dan sikap

masyarakat masih rendah, peneliti merasa perlu melakukan penelitian tentang pengaruh

metode ceramah dan media leaflet terhadap pengetahuan dan sikap masyarakat dalam

mencegah Tuberkulosis paru di Desa Menasah Meucat Kecamatan Nisam Kabupaten

Aceh Utara. Metode ceramah dan media leaflet ini dipilih karena metode dan media

penyuluhan yang efektif dalam meningkatkan pengetahuan dan sikap masyarakat yang

memiliki keunggulan masing-masing. Metode ceramah memiliki keunggulan pemberin

informasi yang ekonomis dan efektif, sedangkan media leaflet memiliki keunggulan

yang berisi kalimat singkat, padat dan mudah dimengerti beserta gambar-gambar yang

dapat menarik minat untuk membacanya.

1.2. Permasalahan

Rendahnya pengetahuan dan sikap masyarakat tentang pencegahan penyakit

Tuberkulosis paru serta penanganannya sehingga dapat menyebabkan masih tingginya

penularan penyakit Tuberkulosis paru di Desa Meunasah Meucat Kecamatan Nisam

Kabupaten Aceh Utara, maka permasalahan dalam penelitian ini adalah bagaimana

pengaruh metode ceramah dan media Leaflet terhadap peningkatan pengetahuan dan

sikap masyarakat dalam mencegah Tuberkulosis paru di Desa Meunasah Meucat

Kecamatan Nisam Kabupaten Aceh Utara tahun 2014.

(28)

Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis pengaruh metode ceramah dan

media leaflet terhadap pengetahuan dan sikap masyarakat dalam mencegah

Tuberkulosis paru di Desa Meunasah Meucat Kecamatan Nisam Kabupaten Aceh Utara

tahun 2014.

1.4. Hipotesis

Hipotesis dalam penelitian ini adalah adanya pengaruh metode ceramah dan

media leaflet terhadap pengetahuan dan sikap masyarakat untuk mencegah

Tuberkulosis paru di Desa Meunasah Meucat Kecamatan Nisam Kabupaten Aceh Utara

tahun 2014.

1.5. Manfaat Penelitian

Adapun mamfaat penelitian ini adalah:

1. Memberi masukan Bagi Dinas Kesehatan Kabupaten Aceh Utara, puskesmas

Nisam dan Desa Meunasah Meucat dalam melakukan promosi kesehatan kepada

masyarakat agar dapat memperhatikan keadaan masyarakat setempat.

2. Bagi peneliti, ini merupakan proses berfikir ilmiah yang didasari pada teori dan

praktik sehingga dapat menambah wawasan, pengalaman dan ketrampilan dalam

membuat penelitian selanjutnya.

3. Untuk pengembangan ilmu pengetahuan dan referensi pada perpustakaan yang

(29)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Promosi Kesehatan

Menurut WHO (1947), pengertian kesehatan secara luas tidak hanya meliputi

aspek medis, tetapi juga aspek mental dan sosial, dan bukan hanya suatu keadaan yang

bebas dari penyakit, cacat, dan kelemahan (Maulana, 2009). Sedangkan pengertian

kesehatan menurut UU Kesehatan No. 36 tahun 2009 adalah keadaan sehat, baik secara

fisik, mental, spritual maupun sosial yang memungkinkan setiap orang untuk hidup

produktif secara sosial dan ekonomis. Hal ini berarti, kesehatan tidak hanya diukur dari

aspek fisik mental dan sosial saja, tetapi juga diukur dari produktivitasnya dalam

mempunyai pekerjaan atau menghasilkan sesuatu secara ekonomi (Notoadmodjo,

2010).

Promosi kesehatan adalah perwujudan dari perubahan konsep perubahan

pendidikan kesehatan yang secara organisasi struktur al dimana tahun 1984 organisasi

WHO dalam salah satu divisinya, yaitu Division Healdh Education diubah menjadi

Division on Healdh Promotin and Education. Dan konsep ini baru oleh Departemen

kesehatan RI tahun 2000 mulai menyesuaikan dengan merubah pusat penyuluhan

kesehatan masyarakat menjadi direktorat promosi kesehatan dan sekarang menjadi

pusat promosi kesehatan (Mubarak, 2007).

Promosi kesehatan merupakan revitalisasi pendidikan kesehatan pada masa lalu,

(30)

dalam hal pemberian dan peningkatan pengetahuan masyarakat dalam bidang

kesehatan saja, melainkan juga upaya bagaimana mampu menjembatani adanya

perubahan perilaku seseorang (Mubarak, 2007).

Promosi kesehatan adalah dapat diartikan sebagai upaya menyebarluaskan,

mengenalkan atau menjual pesan-pesan kesehatan, sehingga masyarakat menerima atau

membeli pesan-pesan kesehatan tersebut dan akhirnya masyarakat mau berperilaku

hidup sehat. Karena pendidikan kesehatan pada prinsipnya bertujuan agar masyarakat

pada saat ini dimaksudkan sebagai revitalisasi atau pembaruan dari pendidikan

kesehatan pada waktu yang lalu (Notoatmodjo, 2005).

Menurut Charter, 1986. Piagam Ottawa menerangkan bahwa promosi kesehatan

adalah suatu proses untuk memampukan masyarakat dalam memelihara dan

meningkatkan kesehatan masyarakat. Dengan kata lain promosi kesehatan ini

mencakup (2) dua dimensi yaitu kemauan dan kemampuan. Lebih lanjut dinyatakan,

bahwa dalam mencapai derajat kesehatan yang sempurna baik fisik, mental, maupun

soial dan spritual (Viktoria, 1997).

Green juga mengemukakan bahwa perilaku ditentukan oleh 3 faktor utama,

yaitu:

1. Faktor predisposisi (predisposing factors), yang meliputi pengetahuan dan sikap

dari sesesorang.

2. Faktor pemungkin (enabling factor), yang meliputi sarana, prasarana dan fasilitas

(31)

3. Faktor penguat (reinforcing factors) merupakan faktor penguat bagi seseorang

untuk mengubah perilaku seperti tokoh masyarakat, undang-undang,

peraturan-peraturan, surat keputusan.

2.1.1. Visi dan Misi Promosi Kesehatan

Menurut Mubarak, 2007. Visi ini diperlukan agar promosi kesehatan yang

diharapkan mempunyai arah yang jelas, dalam hal ini adalah apa yang menjadi harapan

dari promosi kesehatan sebagai penunjang dalam program kesehatan yang lain. Visi

promosi kesehatan adalah meningkatkan kemampuan masyarakat dalam memelihara

dan meningkatkan status kesehatannya, baik fisik, mental, sosial dan spritual

diharapkan pula mampu produktif secara ekonomi maupun lainnya. Sebagai mana

dituangkan dalam undang-undang kesehatan No. 23 tahun 1992. Untuk mencapai visi

tersebut di atas perlu upaya-upaya yang dilakukan dan biasanya dituangkan dalam misi. Misi promosi kesehatan secara garis besar dirumuskann sebagai berikut:

1. Advokat, adalah melakukan kegiatan advokasi terhadap para pengambil

keputusan diberbagai program atau sektor yang terkait dengan kesehatan.

2. Menjembatani, adalah menjadi jembatan dan menjalin kemitraan dengan

berbagai program dan sektor yang terkit dengan kesehatan.

3. Memampukan, adalah memberikan keterampilan atau kemampuan pada

(32)

2.2. Perilaku Kesehatan 2.2.1. Pengertian

Perilaku kesehatan dapat dipahami melalui pengertian dan perilaku terlebih

dahulu. Perilaku adalah aksi dari individu terhadap reaksi dari hubungan dengan

lingkungannya dengan kata lain. Perilaku yang baru terjadi apabila ada sesuatu

rangsangan tertentu yang akan menghasilkan untuk menimbulkan reaksi berupa

perilaku (Adnani, 2011).

Skinner dalam bukunya Notoatmodjo, 2003. Seorang ahli Psikologi

merumuskan bahwa perilaku itu merupakan respon atau reaksi orang terhadap

rangsangan atau stimulus dari luar. Dengan demikian perilaku manusia terjadi dengan

adanya melalui proses Teori ini disebut teori S-O-R atau Stimulus-Organisme-Respon.

Ada dua respon yang dikenal yaitu :

a. Respondent respon atau reflexise respons, yaitu respons yang ditimbulkan oleh

stimulus tertentu. Misalnya : Cahaya menyilaukan menyebabkan mata menutup,

menarik jari bila jari kena api atau mau digigit binatang, dan sebagainya. Stimulus

seperti ini disebut elicting Stimulation, tidak lain karena stimulus ini merangsang

timbulnya respons-respons yang tetap, respondent ini juga termasuk perilaku

emosional, misalnya mendengar berita gembira (anak lahir, dapat hadiah, lulus

ujian, dsb). Menjadi bersemangat, mendengar berita musibah (kecelakaan, tidak

(33)

b. Operant respons atau Instrumental respons, yaitu timbulnya respon diikuti oleh

stimulus atau perangsang tertentu. Perangsang ini disebut reinforching stimulation

atau reinforcer, reinforcer artinya penguat, hal ini dikarenakan perangsang itu

memperkuat respons. Misalnya seorang staf mengerjakan pekerjaan dengan baik

(dari respons tugas yang telah diberikan sebelumnya). Maka sebagai imbalannya

petugas itu mendapat reward atau hadiah.

2.2.2. Bentuk Perilaku

Secara operasional, perilaku dapat diartikan sebagai respons seseorang terhadap

rangsangan dari luar subject tersebut. Bentuk respons perilaku ada 2 yaitu:

a. Bentuk pasif (respons internal): terjadi di dalam diri manusia dan tidak secara

langsung dapat terlihat orang lain.

b. Bentuk aktif, yaitu apabila perilaku tersebut jelas dapat diobservasi secara langsung.

Oleh karena itu perilaku mereka sudah tampak dalam tindakan nyata (over

behaviour).

Perilaku manusia sebagian besar adalah perilaku yang dibentuk, atau perilaku

yang dipelajari. Cara membentuk perilaku agar sesuai dengan yang diharapkan adalah:

a. Pembentukan perilaku dengan kebiasaan (conditioning)

b. Pembentukan perilaku dengan pengertian (insight)

(34)

2.2.3. Teori Perilaku

Beberapa teori perilaku yang dikenal adalah:

a. Teori Insting, yang dikemukakan Mc. Dougall. Menurutnya, perilaku itu disebabkan

oleh Insting, yang merupakan perilaku yang innate, perilaku bawaan dan akan

berubah karena pengalaman.

b. Teori Insentif (incentive theory), yang menyatakan bahwa dengan insentif akan

mendorong organisme untuk berbuat atau berperilaku.

c. Teori Atribusi yaitu menjelaskan tentang sebab-sebab perilaku orang, apakah karena

disposisi internal, (misalnya motif, sikap dan sebagainya), atau keadaan external

(Walgito, 2003).

2.3. Masyarakat

Masyarakat juga dapat berpartisipasi dengan memberikan kritik dan saran yang

membangun bagi kepentingan seluruh masyarakat. Masyarakat juga berperan aktif

dalam melakukan advokasi kepada pemerintah dan lembaga pemerintah lainnya, seperti

legislatif untuk memperoleh dukungan kebijakan sumber daya agar terwujutnya

pembangunan yang berwawasan kesehatan. Masyarakat dapat mengupayakan

meningkatkan pengetahuan, sikap, kesadaran, kemauan dan kemampuan masyarakat

dalam berperilaku sehat dapat dilakukan secara lansung maupun tidak lansung melalui

berbagai teknik promosi kesehatan. Masyarakat berperan dalam pembangunan

kesehatan dengan cara mendirikan fasilitas pelayanan kesehatan maupun memberikan

(35)

pengembangan desa siaga atau bentuk-bentuk lain pada masyarakat desa (Kemenkes,

2011).

Menurut Freirian yang menyatakan bahwa mereka yang miskin dan tertindas itu

dapat harus memiliki kemungkinan untuk melakukan analisis sendiri mengenai

permasalahan yang mereka hadapi, dan telah berpengaruh sangat luas, meskipun tetap

merupakan pandangan minoritas dikalangan para profesional pembangunan kesehatan

secara keseluruhan. Masyarakat ini kesemuanya diarahkan agar masyarakat mampu

mempraktekkan perilaku mencegah dan mengatasi masalah kesehatan yang terjadi pada

warga masyarakat yang bisa memainkan perannya seperti:

1. Pemberdayaan Masyarakat

Gerakan pemberdayaan pada hakikatnya adalah proses pemberian informasi secara

bertahap dan mengawal, proses perubahan pada diri sasaran, dari tidak tau menjadi

tau, dan dari mau menjadi mampu, mempraktekkan kader TB paru yang ada dalam

desa tersebut.

2. Bina Suasana

Strategi dasar ke-2 adalah bina suasana. Yaitu upaya untuk menciptakan

lingkungan sosial yang mendorong perubahan perilaku si sasaran. Menurut teori,

perubahan perilaku seseorang akan lebih cepat terjadi, jika lingkungan sosialnya

berperan sebagai pendorong, atau penekan (Pressure).

3. Advokasi

Strategi dasar ke-3 adalah advokasi. Sebagaimana disebutkan dimuka, Advokasi

(36)

perundang-undangan, dana maupun sumber daya lain. Advokasi tidak boleh dilakukan

alakadarnya, karena Advokasi sebenarnya merupakan upaya/proses strategis dan

terencana, menggunakan informasi yang akurat dan teknik yang tepat.

4. Kemitraan

Kemitraan adalah suatu kerjasama yang formal antara individu-individu,

kelompok-kelompok atau organisasi-organisasi untuk mencapai suatu tugas atau

tujuan tertentu. Dalam kerjasama ada kesepakatan tentang komitmen dan harapan

masing-masing, tentang peninjauan kembali terhadap kesepakatan-kesepakatan

yang telah dibuat, dan berbagi baik dalam risiko maupun keuntungan, kemitraan

inilah yang mendukung dan menyemangati penerapan 3 (tiga) strategi dasar.

Penerapan 3 (tiga) strategi dasar tersebut perlu metode dan teknik masing-masing,

yaitu dengan pendekatan-pendekatan individual, kelompok, maupun masyarakat.

2.4. Penyuluhan Kesehatan

Penyuluhan kesehatan adalah suatu proses mendidik individu atau masyarakat

supaya mereka dapat memecahkan masalah kesehatan yang dihadapi, seperti halnya

proses pendidikan lainnya, pendidikan kesehatan mempunyai unsur masukan-masukan

yang telah diolah dengan tehnik-tehnik tertentu akan menghasilkan keluaran yang

sesuai dengan harapan atau tujuan kegiatan tersebut. Tidak dapat disangkal, pendidikan

bukan satu-satunya cara merubah perilaku, tetapi pendidikan juga mempunyai peranan

yang cukup penting dalam perubahan pengetahuan dan sikap setiap individu (Sarwono,

(37)

2.4.1. Pengetahuan

Pengetahuan adalah hasil dari tahu yang terjadi melalui proses sensoris

khususnya mata dan telinga terhadap objek tertentu. Pengetahuan merupakan objek

yang sangat penting untuk terbentuknya perilaku terbuka (overt behavior), perilaku

tertutup (covert behavior) perilaku yang didasari pengetahuan umumnya bersifat

langgeng (Riduwan, 2002).

Menurut Notoatmodjo, 2010. Pengetahuan merupakan hasil dari tahu, dan ini

terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu.

Penginderaan terjadi melalui panca indera manusia, yakni penglihatan, pendengaran,

penciuman, rasa, dan raba. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui

mata dan telinga.

Menurut Notoatmodjo (2010), pengetahuan yang tercakup dalam domain

kognitif mempunyai 6 (enam) tingkat pengetahuan, yaitu:

a. Tahu (Know)

Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya.

Termasuk ke dalam pengetahuan tingkat ini adalah mengingat kembali (recall)

sesuatu yang spesifik dari seluruh bahan yang dipelajari atau rangsangan yang telah

diterima. Oleh sebab itu, tahu ini merupakan tingkat pengetahuan yang paling

rendah. Kata kerja yang mengukur bahwa orang tahu tentang apa yang dipelajari

antara lain dapat menyebutkan, menguraikan, mendefinisikan, menyatakan dan

sebagainya.

(38)

Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan secara benar

tentang objek yang diketahui, dan dapat menginterpretasikan materi tersebut secara

benar. Orang yang telah paham terhadap objek atau materi harus dapat

menjelaskan, menyebutkan contohnya, menyimpulkan, meramalkan dan sebagainya

terhadap objek yang dipelajari.

c. Aplikasi (Application)

Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah

dipelajari pada situasi atau kondisi real (sebenarnya). Aplikasi di sini dapat

diartikan sebagai aplikasi atau penggunaan hokum-hukum, rumus, metode, prinsip,

dan sebagainya dalam konteks atau situasi yang lain.

d. Analisa (Analysis)

Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu objek ke

dalam komponen–komponen, tetapi masih di dalam suatu struktur organisasi, dan

masih ada kaitannya satu sama lain. Kemampuan analisis ini dapat dilihat dari

penggunaan kata kerja, seperti dapat menggambarkan (membuat bagan),

membedakan, memisahkan, mengelompokkan, dan sebagainya.

e. Sintesis (Synthetis)

Sintesis menunjukkan kepada suatu kemampuan untuk meletakkan atau

menghubungkan bagian-bagian di dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru.

Dengan kata lain sintesis adalah suatu kemampuan untuk menyusun formulasi baru

(39)

merencanakan, dapat meringkas, dapat menyesuaikan, dan sebagainyaterhadap

suatu teori atau rumusan-rumusan yang telah dibaca.

f. Evaluasi (Evaluation)

Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan seseorang untuk melakukan justifikasi

atau penilaian terhadap suatu materi atau objek. Penilaian-penilaian ini didasarkan

pada suatu kriteria yang ditentukan sendiri, atau menggunakan kriteria-kriteria yang

telah ada (Notoatmodjo, 2010).

Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan wawancara atau angket yang

menanyakan tentang isi materi yang ingin diukur dari responden penelitian.

Pengetahuan terkait persiapan pencegahan penyakit TB paru pada kelompok

masyarakat yang mengalami gejala batu-batuk menjadi fokus utama (Sukana, 1999).

2.4.2. Sikap

Sikap adalah respons tertutup seseorang terhadap suatu stimulus atau objek

tertentu, yang sudah melibatkan faktor pendapat dan emosi yang bersangkutan

(senang-tidak senang, setuju-(senang-tidak setuju, baik-(senang-tidak baik dan sebagainya). Atau sikap itu suatu

sindrom atau kumpulan gejala dalam merespon stimulus atau objek, sehingga sikap itu

melibatkan pikiran, perasaan, perhatian, dan kejiwaan yang lain (Notoatmodjo, 2010).

Sikap merupakan reaksi atau respon yang masih tertutup dari seseorang

terhadap suatu stimulus atau objek. Sikap secara nyata menunjukkan konotasi adanya

kesesuaian reaksi terhadap stimulus tertentu yang dalam kehidupan sehari-hari

(40)

Sikap adalah kecenderungan untuk bertindak, berpersepsi dan merasa dalam

menghadapi objek, ide, situasi atau nilai. Sikap bukan perilaku, tetapi kecenderungan

untuk berperilaku dengan cara-cara tertentu terhadap objek sikap. Objek sikap boleh

berupa benda, orang, tempat, gagasan, situasi atau kelompok.

Sikap mengandung daya pendorong atau motivasi. sikap bukan sekedar

rekaman masa lalu, tetapi juga menentukan apakah orang harus pro dan kontra terhadap

sesuatu, menentukan apakah yang disukai, diharapkan dan diinginkan,

mengesampingkan apa yang tidak diinginkan dan apa yang harus dihindari.

Menurut Notoatodjo (2010), sikap terdiri dari beberapa tingkatan yaitu:

a. Menerima (Receiving)

Menerima diartikan bahwa seseorang atau subjek mau memperhatikan stimulus

yang diberikan. Misalnya sikap orang terhadap gizi dapat dilihat dari kesediaan dan

perhatian orang itu terhadap ceramah-ceramah.

b. Menanggapi (Responding)

Menanggapi diartikan memberi jawaban atau tanggapan terhadap pertanyaan atau

objek yang dihadapi. Memberikan jawaban apabila ditanya, mengerjakan dan

menyelesaikan tugas yang diberikan adalah suatu indikasi dari sikap.

c. Menghargai (Valuing)

Menghargai diartikan subjek atau seseorang memberikan nilai yang positif terhadap

objek atau stimulus. Dalam arti membahasnya dengan orang lain dan bahkan

mengajak atau memengaruhi orang lain untuk merespon.

(41)

Sikap yang paling tinggi tindakannya adalah bertanggung jawab terhadap apa yang

telah diyakininya. Seseorang yang telah mengambil sikap tentunya berdasarkan

keyakinannya, dia harus berani mengambil resiko bila ada orang lain yang

mencemoohkan atau adanya resiko lain.

Pengukuran sikap dapat dilakukan secara langsung atau tidak langsung. Secara

langsung dapat dinyatakan bagaimana pendapat atau pernyataan responden terhadap

suatu objek yang bersangkutan. Pernyataan secara langsung juga dapat dilakukan

dengan cara memberikan pendapat dengan menggunakan kata “setuju” atau “tidak

setuju” terhadap pernyataan-pernyataan atau objek tertentu. Sikap pada fase

preparedness, berbentuk adanya perilaku yang sederhana pada masyarakat karena

minimnya informasi mengenai cara mencegah terjadinya TB paru di masyarakat.

Menumbuhkan pegetahuan dan sikap pada masyarakat yang tinggi sehingga akan

mudah untuk pencegahan TB paru (Sukana, 1999).

2.4.3. Tindakan

Suatu rangsangan akan direspon oleh seseorang sesuai dengan arti rangsangan

tersebut bagi orang yang bersangkutan. Respon atau reaksi inilah yang disebut dengan

perilaku, bentuk-bentuk perilaku itu sendiri dapat bersifat sederhana dan kompleks.

Dalam peraturan teoritis, tingkah laku dibedakan atas sikap, dimana sikap diartikan

sebagai suatu kecenderungan potensi untuk mengadakan reaksi (tingkah laku). Suatu

sikap belum otomatis terwujud dalam suatu tindakan untuk terwujudnya, sikap agar

menjadi suatu tindakan yang nyata diperlukan faktor pendukung atau suatu kondisi

(42)

Menurut Notoatmodjo (2005), tindakan adalah gerakan atau perbuatan dari

tubuh setelah mendapat rangsangan ataupun adaptasi dari dalam maupun luar tubuh

suatu lingkungan. Tindakan seseorang terhadap stimulus tertentu akan banyak

ditentukan oleh bagaimana kepercayaan dan perasaannya terhadap stimulus tersebut.

Secara logis, sikap dapat dicerminkan dalam suatu bentuk tindakan namun tidak pula

dapat dikatakan bahwa sikap dan tindakan memiliki hubungan yang sistematis.

Tindakan terdiri dari beberapa tingkatan,yaitu:

a. Persepsi, mengenal dan memilih suatu objek sehubungan dengan tindakan yang

akan diambil.

b. Respon terpimpin, dapat melakukan sesuatu sesuai dengan urutan yang benar.

c. Mekanisme, apabila seseorang telah dapat melakukan sesuatu dengan benar secara

otomatis atau sesuatu itu sudah menjadi kebiasaan.

d. Adopsi, suatu tindakan yang sudah dimodifikasi tanpa mengurangi kebenaran

tindakan tersebut.

Pengukuran tindakan dapat dilakukan secara tidak langsung, yaitu dengan

wawancara terhadap kegiatan-kegiatan yang telah dilakukan beberapa jam, hari, atau

bulan yang lalu (recall). Pengukuran juga dapat dilakukan secara langsung, yakni

(43)

2.5. Media Penyuluhan Kesehatan

Media promosi kesehatan adalah semua sarana atau upaya untuk menampilkan

pesan atau informasi yang ingin disampaikan oleh komunikator, baik itu melalui media

cetak, elektronika (TV, radio, computer dan sebagainya) dan media ruangan, media

luar ruangan. Media penyuluhan atau alat peraga dalam promosi kesehatan dapat

diartikan sebagai, alat bantu untuk promosi kesehatan yang dapat dilihat, didengar,

diraba, dirasa atau dicium, untuk memperlancar komunikasi dan penyebarluasan

informasi kesehatan kepada masyarakat (Notoatmodjo, 2005).

Biasanya alat peraga digunakan secara kombinasi, misalnya menggunakan

papan tulis dengan foto dan sebagainya. Tetapi dalam menggunakan alat peraga, baik

secara kombinasi maupun tunggal, ada dua hal yang harus diperhatikan, yaitu: alat

peraga harus mudah dimengerti oleh masyarakat sasaran dan ide atau gagasan yang

terkandung di dalamnya harus dapat diterima oleh sasaran.

Alat peraga yang digunakan secara baik memberikan keuntungan-keuntungan:

a. Dapat menghindari salah pengertian/pemahaman atau salah tafsir. Dengan contoh

yang telah disebutkan pada bagian atas dapat dilihat bahwa salah tafsir atau salah

pengertian tentang bentuk plengsengan dapat dihindari.

b. Dapat memperjelas apa yang diterangkan dan dapat lebih mudah ditangkap.

c. Apa yang diterangkan akan lebih lama diingat, terutama hal-hal yang mengesankan.

d. Dapat menarik serta memusatkan perhatian.

(44)

Menurut Depkes, (2004). Alat-alat peraga dapat dibagi dalam 4 kelompok

besar:

a. Benda asli, yaitu benda yang sesungguhnya baik hidup maupun mati.

Merupakan alat peraga yang paling baik karena mudah serta cepat dikenal,

mempunyai bentuk serta ukuran yang tepat. Tetapi alat peraga ini kelemahannya

tidak selalu mudah dibawa ke mana-mana sebagai alat bantu mengajar. Termasuk

dalam macam alat peraga ini antara lain:

- Benda sesungguhnya, misalnya tinja di kebun, lalat di atas tinja, dan lain

sebagainya.

- Spesimen, yaitu benda sesungguhnya yang telah diawetkan seperti cacing

dalam botol pengawet, dan lain-lain.

- Sampel yaitu contoh benda sesungguhnya untuk diperdagangkan seperti oralit,

dan lain-lain.

b. Benda tiruan, yang ukurannya lain dari benda sesungguhnya. Benda tiruan bisa

digunakan sebagai media atau alat peraga dalam promosi kesehatan. Hal ini

dikarenakan menggunakan benda asli tidak memungkinkan, misal ukuran benda

asli yang terlalu besar, terlalu berat, dll. Benda tiruan dapat dibuat dari

bermacam-macam bahan seperti tanah, kayu, semen, plastik, dan lain-lain.

c. Gambar atau Media grafis, seperti poster, leaflet, gambar karikatur, lukisan, dan

lain-lain.

- Poster adalah sehelai kertas atau papan yang berisikan gambar - gambar

(45)

dapat dengan mudah dibaca pada jarak kurang lebih 6 meter. Poster biasanya

ditempelkan pada suatu tempat yang mudah dilihat dan banyak dilalui orang

misalnya di dinding balai desa, pinggir jalan, papan pengumuman, dan

lain-lain. Gambar dalam poster dapat berupa lukisan, ilustrasi, kartun, gambar atau

photo. Poster terutama dibuat untuk memengaruhi orang banyak, memberikan

pesan singkat. Karena itu cara pembuatannya harus menarik, sederhana dan

hanya berisikan satu ide atau satu kenyataan saja. Poster yang baik adalah

poster yang mempunyai daya tinggal lama dalam ingatan orang yang

melihatnya serta dapat mendorong untuk bertindak.

- Leaflet adalah selembaran kertas yang berisi tulisan dengan kalimat-kalimat

yang singkat, padat, mudah dimengerti dan gambar-gambar yang sederhana.

Ada beberapa yang disajikan secara berlipat.

- Leaflet digunakan untuk memberikan keterangan singkat tentang suatu

masalah, misalnya deskripsi pengolahan air di tingkat rumah tangga, deskripsi

tentang TB paru dan penecegahannya, dan lain-lain.

- Leaflet dapat diberikan atau disebarkan pada saat pertemuan-pertemuan

dilakukan seperti pertemuan FGD, pertemuan Posyandu, kunjungan rumah,

dan lain-lain.

- Leaflet dapat dibuat sendiri dengan perbanyakan sederhana seperti di photo

copy.

- Booklet, media cetak yang berbentuk buku kecil. Terutama digunakan untuk

(46)

sasaran. Ciri lain dari booklet adalah : Berisi informasi pokok tentang hal yang

dipelajari, ekonomis dalam arti waktu dalam memperoleh informasi,

memungkinkan seseorang mendapat informasi dengan caranya sendiri.

Faktor-faktor yang memengaruhi hasil belajar dengan booklet ada beberapa

halaman antara lain booklet itu sendiri, faktor-faktor atau kondisi lingkungan

juga kondisi individual penderita. Oleh karena itu dalam pemakaiannya perlu

mempertimbangkan kemampuan membaca seseorang, kondisi fisik maupun

psikologis penderita dan juga faktor lingkungan dimana penderita itu berada.

Di samping itu perlu pula diketahui kelemahan yang ada, oleh karena itu

kadang-kadang informasi dalam booklet tersebut telah kadaluwarsa. Pada

suatu tujuan instruksional tertentu booklet tidak tepat dipergunakan.

d. Gambar Optik, seperti photo, slide,leaflet dan lain-lain.

- Photo sebagai bahan untuk alat peraga, photo digunakan dalam bentuk album

dan dokumentasi lepasan.

- Slide pada umumnya digunakan untuk sasaran kelompok. Penggunaan slide

cukup effektif, karena gambar atau setiap materi dapat dilihat berkali - kali,

dibahas lebih mendalam. Slide sangat menarik terutama bagi kelompok anak

sekolah, karena alat ini lebih “trendi” dibanding dengan gambar, leaflet.

- Film merupakan media yang bersifat menghibur, tapi dapat disisipi dengan

pesan-pesan yang bersifat edukatif. Sasaran media ini adalah kelompok besar,

(47)

- Ceramah merupakan cara penyampaian bahan pelajaran dengan komunikasi

lisan. Metode ceramah ini ekonomis dan sangat efektif untuk keperluan

penyampaian informasi dan pengertian. Metode ceramah cocok untuk

menyampaikan imformasi, bila bahan ceramah langka, bila perlu

membangkitkan minat, kalau bahan cukup diingat sebentar, dan untuk

memberi pengantar atau petunjuk bagi format lain.

2.6. Tuberkulosis Paru

2.6.1. Definisi Tuberkulosis Paru

Tuberkulosis paru adalah penyakit menular langsung yang disebabkan oleh

bakteri (Mycobacterium Tuberculosis), Bakteri ini pertama kali ditemukan oleh Rober

koch, pada tanggal 24 Maret 1882. Sehingga untuk mengenang jasanya bakteri tersebut

diberi nama Basil koch, Sebagian besar bakteri TB paru menyerang paru, tetapi dapat

juga mengenai organ tubuh lainnya (Depkes RI, 2007).

Berdasarkan hasil pemeriksaan dahak, TB paru dibagi dalam 2 bagian yaitu;

(1) TB paru BTA positif (sangat menular) yaitu sekurang-kurangnya 2 dari 3

pemeriksaan dahak, memberikan hasil yang positif. Satu pemeriksaan dahak

memberikan hasil yang positif dan foto rontgen dada menunjukkan TB paru aktif;

(2) TB paru BTA negatif, yaitu pemeriksaan dahak hasilnya masih meragukan. Jumlah

kuman yang ditemukan pada waktu pemeriksaan belum memenuhi syarat positif. Foto

(48)

Bakteri ini merupakan bakteri yang sangat kuat sehingga memerlukan waktu

lama untuk mengobatinya, bakteri ini berbentuk batang tahan terhadap asam pada

pewarnaan sehingga disebut Basil Tahan Asam (BTA). Bakteri ini dapat tahan hidup

beberapa jam ditempat gelap dan lembab, akan mati bila terkenak sinar matahari secara

lansung dan dalam jaringan tubuh manusia bakteri inidapat bertahan selama

bertahun-tahun (Erwin, 2010).

2.6.2. Cara Penularan dan Risiko Penularan

Penderita dapat menularkan kuman TB paru pada orang lain melalui cara: (1)

Pada waktu batuk atau bersin, pasien menyebarkan kuman ke udara dalam bentuk

percikan dahak (droplet nuclei). Sekali batuk dapat menghasilkan sekitar 3000 percikan

dahak. (2) Penularan terjadi dalam ruangan dimana percikan dahak berada dalam waktu

yang lama. Ventilasi dapat mengurangi jumlah percikan, sementara sinar matahari

langsung dapat membunuh kuman. Percikan dapat bertahan selama beberapa jam

dalam keadaan yang gelap dan lembab. (3) Daya penularan seorang pasien ditentukan

oleh banyaknya kuman yang dikeluarkan dari parunya. Makin tinggi derajat kepositifan

hasil pemeriksaan dahak, makin menular pasien tersebut. (4) Faktor yang

memungkinkan seseorang terpajan kuman TB paru ditentukan oleh konsentrasi

percikan dalam udara dan lamanya menghirup udara tersebut. Risiko tertular

tergantung dari tingkat pajanan dengan percikan dahak.

Pasien TB paru dengan BTA positif memberikan kemungkinan risiko penularan

lebih besar dari pasien TB paru dengan BTA negatif. Seseorang dapat terpapar dengan

(49)

dengan status TB paru BTA (Basil Tahan Asam) positif dapat menularkan

sekurang-kurangnya kepada 10-15 orang lain setiap tahunnya. Sepertiga dari populasi dunia

sudah tertular dengan TB paru (Kemenkes RI, 2012).

Infeksi TB paru dibuktikan dengan perubahan reaksi tuberkulin negatif. menjadi

positif. Faktor yang memengaruhi kemungkinan seseorang menjadi pasien. TB paru

adalah daya tahan tubuh yang rendah, diantaranya infeksi HIV/AIDS dan malnutrisi

(gizi buruk).

2.6.3. Gejala Klinis Pasien TB Paru

Gejala utama pasien TB paru adalah batuk berdahak selama 2-3 minggu atau

lebih. Batuk dapat diikuti dengan gejala tambahan yaitu dahak bercampur darah, batuk

darah, sesak nafas, badan lemas, nafsu makan menurun, berat badan menurun, malaise,

berkeringat malam hari tanpa kegiatan fisik, demam meriang lebih dari satu bulan.

Gejala-gejala tersebut diatas dapat dijumpai pula pada penyakit paru selain TB paru,

seperti bronkiektasis, bronkitis kronis, asma, kanker paru, dan lain-lain.

Mengingat prevalensi TB paru di Indonesia saat ini masih tinggi, maka setiap

orang yang datang ke Unit Pelayanan Kesehatan dengan gejala tersebut diatas,

dianggap sebagai seorang tersangka (suspek) pasien TB paru, dan perlu dilakukan

(50)

2.6.4. Pengobatan TB Paru dan Efek Samping

Pengobatan TB paru bertujuan untuk menyembuhkan pasien, mencegah

kematian, mencegah kekambuhan, memutuskan rantai penularan dan mencegah

terjadinya resistensi kuman terhadap Obat Anti Tuberkulosis (OAT).

Pengobatan tuberkulosis paru dilakukan dengan prinsip-prinsip sebagai berikut:

1. OAT harus diberikan dalam bentuk kombinasi beberapa jenis obat, dalam jumlah

cukup dan dosis tepat sesuai dengan kategori pengobatan. Jangan gunakan OAT

tunggal (monoterapi). Pemakaian OAT-Kombinasi Dosis Tetap (OAT-KDT) lebih

menguntungkan dan sangat dianjurkan. Kombinasi beberapa jenis obat tersebut

terdiri dari ; Rifampisin, INH, Pyrazinamid, Etambutol, Streptomisin.

2. Untuk menjamin kepatuhan pasien menelan obat, dilakukan pengawasan langsung

(DOT = Directly Observed Treatment) oleh seorang Pengawas Menelan Obat

(PMO). Pengobatan perlu dilakukan dengan pengawasan langsung oleh seorang

PMO, supaya penderita meminum obatnya secara teratur setiap hari. Minum obat

yang tidak teratur dan terputus putus bisa menimbulkan kekebalan kuman terhadap

obat anti TB paru sehingga kuman tidak mati dan penyakit sulit untuk sembuh.

Keadaan ini akan sangat membahayakan penderita sendiri maupun masyarakat

sekitarnya.

3. Pengobatan TB paru diberikan dalam 2 tahap, yaitu tahap intensif dan lanjutan.

Pada tahap intensif (awal) pasien mendapat obat setiap hari dan perlu diawasi

secara langsung untuk mencegah terjadinya resistensi obat. Bila pengobatan tahap

(51)

menular dalam kurun waktu 2 minggu. Sebagian besar pasien TB paru BTA positif

menjadi BTA negatif (konversi) dalam 2 bulan.

Pada tahap lanjutan pasien mendapat jenis obat lebih sedikit, namun dalam

jangka waktu yang lebih lama. Tahap lanjutan ini sangat penting untuk membunuh

kuman persister sehingga mencegah terjadinya kekambuhan kembali.

Beberapa faktor yang memengaruhi hasil pengobatan yaitu ; luasnya tubuh yang

diserang, jenis, jumlah dan dosis obat yang cukup, teratur dalam menjalankan proses

pengobatan, Istirahat yang cukup, perumahan yang sehat, makan-makanan bergizi,

iklim dan faktor psikis.

Sebagian besar pasien menyelesaikan pengobatan TB paru tanpa efek samping

yang bermakna, namun sebagian kecil mengalami efek samping. Oleh karena itu

pengawasan klinis terhadap efek samping harus dilakukan. Petugas kesehatan dapat

memantau efek samping dengan dua cara. Pertama dengan menerangkan kepada pasien

untuk mengenal tanda-tanda efek samping obat dan segera melaporkannya kepada

dokter. Kedua, dengan menanyakan secara khusus kepada pasien tentang gejala yang

dialaminya.

Efek samping saat minum obat yang perlu diketahui yaitu; kulit berwarna

kuning, air seni berwarna gelap seperti minum air teh, kesemutan, mual dan muntah,

hilang nafsu makan, perubahan pada penglihatan, demam yang tidak jelas, lemas dan

(52)

2.6.5. Memastikan Penyakit TB Paru

Untuk memastikan bahwa seseorang menderita TB paru atau tidak, dapat

dilakukan pemeriksaan dahak sebanyak 3x selama 2 hari yang dikenal dengan

istilah SPS (Sewaktu-Pagi-Sewaktu) yaitu; (i) Sewaktu (hari pertama), yaitu

pemeriksaan dahak sewaktu penderita datang pertama kali; (ii) Pagi (hari kedua), yaitu

pemeriksaan sehabis bangun tidur keesokan harinya. Dahak ditampung dalam pot kecil

yang diberi petugas laboratorium; (iii) Sewaktu (Hari kedua), yaitu pemeriksaan dahak

yang dikeluarkan saat penderita datang ke laboratorium untuk diperiksa. Jika positif,

orang tersebut dipastikan menderita TB paru.

Pada program TB paru nasional, penemuan BTA melalui pemeriksaan dahak

mikroskopis merupakan diagnosis utama. Pemeriksaan lain seperti foto toraks, biakan

dan uji kepekaan dapat digunakan sebagai penunjang diagnosis sepanjang sesuai

dengan indikasinya. Tidak dibenarkan mendiagnosis TB paru hanya berdasarkan

pemeriksaan foto toraks saja. Foto toraks tidak selalu memberikan gambaran yang khas

pada TB paru, sehingga sering terjadi overdiagnosis (Kemenkes RI, 2012).

2.7. Pengawas Menelan Obat (PMO)

Salah satu komponen DOTS adalah pengobatan paduan OAT jangka pendek

dengan pengawasan langsung. Untuk menjamin keteraturan pengobatan diperlukan

seorang PMO yang memiliki syarat ;

1. Seseorang yang dikenal, dipercaya dan disetujui, baik oleh petugas kesehatan

Gambar

Gambar 2.1 Kerangka Teori
Gambar 2.2. Model Komunikasi S-M-C-R
Gambar 2.3. Kerangka Konsep Penelitian
Gambar 3.1. Rancangan Pretest-Posttest Design
+7

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian ini menganalisisefektivitas media leaflet, moving cartoon video, dan kombinasi kedua media disertai ceramah dalam meningkatkan tingkat pengetahuan, sikap,

Ada perbedaan peningkatan pengetahuan yang signifikan antara kedua kelompok.Pemberian ceramah dengan media leaflet dapat meningkatkan pengetahuan tentang kaki bengkak

Karya tulis ilmiah ini berjudul “Pengaruh Intervensi Program Tuberkulosis (TB) Paru Terhadap Pengetahuan dan Sikap Masyarakat di Kecamatan Medan Maimun”.. Karya tulis ilmiah

Pengetahuan, Sikap dan Perilaku Masyarakat tentang Penyakit Tuberkulosis (TB) Paru di Kecamatan Sungai Tarab, Kabupaten Tanah Datar Propinsi Sumatera Barat.. Assessment of

Perbedaan Efektivitas Metode Ceramah dengan Media Cerita Bergambar dan Ceramah dengan Media Permainan Ular Tangga dalam Meningkatkan Pengetahuan, Sikap dan Praktik Kesehatan Gigi

Berdasarkan penelitian yang dilakukan Setiyarini (2016) menyatakan bahwa metode penyuluhan lebih efektif dalam meningkatkan pengetahuan penyakit dibandingkan media

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh metode ceramah dengan media poster dan media leaflet terhadap pengetahuan dan sikap siswa tentang bahaya rokok

PENELITIAN TENTANG HUBUNGAN PENGETAHUAN DAN SIKAP PASIEN TB PARU DENGAN KETERATURAN