PENGARUH METODE CERAMAH DAN MEDIA LEAFLET TERHADAP PENGETAHUAN DAN SIKAP MASYARAKAT DALAM MENCEGAH
TB PARU DI DESA MEUNASAH MEUCAT KECAMATAN NISAM KABUPATEN ACEH UTARA
TAHUN 2014
TESIS
Oleh SAIFUL 127032248/IKM
PROGRAM STUDI S2 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN
THE INFLUENCE OF LECTURE AND LEAFLET MEDIA METHODS ON THE KNOWLEDGE AND ATTITUDE OF COMMUNITY IN
PREVENTING LUNG TB IN DESA MEUNASAH MEUCAT, NISAM SUBDISTRICT, ACEH UTARA DISTRICT
IN 2014
THESIS
BY SAIFUL 127032248/IKM
MAGISTER OF PUBLIC HEALTH SCIENCE STUDY PROGRAM FACULTY OF PUBLIC HEALTH
UNIVERSITY OF SUMATERA UTARA MEDAN
PENGARUH METODE CERAMAH DAN MEDIA LEAFLET TERHADAP PENGETAHUAN DAN SIKAP MASYARAKAT DALAM MENCEGAH
TB PARU DI DESA MEUNASAH MEUCAT KECAMATAN NISAM KABUPATEN ACEH UTARA
TAHUN 2014
TESIS
Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat
untuk Memperoleh Gelar Magister Kesehatan (M.Kes) dalam Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat
Minat Studi Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku pada Fakultas Kesehatan Masyarakat
Universitas Sumatera Utara
Oleh
SAIFUL 127032248/IKM
PROGRAM STUDI S2 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN
PERNYATAAN
PENGARUH METODE CERAMAH DAN MEDIA LEAFLET TERHADAP PENGETAHUAN DAN SIKAP MASYARAKAT DALAM MENCEGAH
TB PARU DI DESA MEUNASAH MEUCAT KECAMATAN NISAM KABUPATEN ACEH UTARA
TAHUN 2014
TESIS
Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam tesis ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.
Medan, Agustus 2014
Judul Tesis : PENGARUH METODE CERAMAH DAN MEDIA LEAFLET TERHADAP PENGETAHUAN DAN SIKAP MASYARAKAT DALAM MENCEGAH TB PARU DI DESA MEUNASAH MEUCAT
KECAMATAN NISAM KABUPATEN ACEH UTARA TAHUN 2014
Nama Mahasiswa : Saiful Nomor Induk Mahasiswa : 127032248
Program Studi : S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat
Minat Studi : Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku
Menyetujui Komisi Pembimbing
(Prof. Dr. Drs. Badaruddin, M.Si) Ketua
(Drs. Eddy Syahrial, M.S) Anggota
Dekan
(Dr.Drs. Surya Utama, M.S)
Telah Diuji
Pada Tanggal : 05 Agustus 2014
PANITIA PENGUJI TESIS
Ketua : Prof. Dr. Drs. Badaruddin, M.Si Anggota : 1. Drs. Eddy Syahrial, M.S
2. Drs. Tukiman, M.K.M
ABSTRAK
Tuberkulosis paru merupakan salah satu penyakit infeksi yang masih menjadi masalah kesehatan masyarakat, yang disebabkan oleh bakteri yang berbentuk batang (basil) yang dikenal dengan nama Mycobacterium Tuberkulosa. Prevalensi Tuberkolosis paru Provinsi Aceh sebesar 0,3 %. Kabupaten Aceh Utara termasuk Puskesmas Nisam dengan jumlah kasus Tuberkulosis paru sebanyak 40 pasien dengan BTA positif. Tujuan penelitian adalah untuk menganalisis pengaruh metode ceramah dan media leaflet terhadap pengetahuan dan sikap masyarakat dalam mencegah Tuberkulosis paru di Desa Meunasah Meucat Kecamatan Nisam Kabupaten Aceh Utara.
Jenis penelitian yang digunakan adalah eksperimen semu (quasi experiment) dengan rancangan pretest-posttest design. Posttest dilakukan setelah satu minggu dilakukan penyuluhan. Penelitian dilakukan di di Desa Meunasah Meucat Kecamatan Nisam Kabupaten Aceh Utara pada bulan Juni 2014. Populasi adalah seluruh masyarakat Desa Meunasah Meucat yang sudah berumur 17 s/d 59 tahun sebanyak 668 orang. Sampel berjumlah 64 orang yaitu 32 media ceramah dan 32 media leaflet dengan metode simple random sampling. Analisis data menggunakan uji T Test berpasangan.
Hasil analisis menunjukkan bahwa metode ceramah sangat berpengaruh terhadap peningkatan pengetahuan dan sikap masyarakat dalam mencegah Tuberkulosis Paru. Media leaflet kurang berpengaruh terhadap pengetahuan dan sikap masyarakat dalam mencegah Tuberkulosis Paru yang dikarenakan minat baca masyarakat yang kurang. Terdapat perbedaan intervensi metode ceramah dan media leaflet terhadap pengetahuan dan sikap masyarakat dalam mencegah Tuberkulosis Paru. Metode yang paling berpengaruh dalam meningkatkan pengetahuan dan sikap masyarakat dalam mencegah Tuberkulosis Paru di Desa Meunasah Meucat Kecamatan Nisam Kabupaten Aceh Utara adalah metode ceramah.
Disarankan Perlu kerjasama anatara Kepala Desa Meunasah Meucat dengan petugas penyuluh kesehatan Puskesmas untuk lebih aktif memberikan pendidikan kesehatan tentang mencegah Tuberkulosis paru dengan metode ceramah dan media leaflet.Menggunakan media leaflet dalam mengembangkan strategi promosi kesehatan untuk masyarakat setempat dengan menggerakkan petugas puskesmas untuk mendistribusikan media promosi kesehatan tentang pencegahan Tuberkulosis Paru kepada masyarakat.
ABSTRACT
Lung TB is one of the infectious disease which still becomes public health problem is caused by the rod-shaped (basil) bacterium well known as Mycobacterium Tuberkulosa. The prevalence of lung TB in Aceh Province is 0.3%. There were 40 lung TB patients with positive BTA in Aceh Utara district including puskesmas Nisam. The purpose of this study was to analyze the influence of lecture and leaflet media methods on the knowledge and attitude of community in preventing the incident of lung TB in Desa Meunasah Meucat, Nisam subdistrict, Aceh Utara District.
The population of this quasi experimental study with pretest-posttest design conducted in Desa Meunasah Meucat, Nisam subdistrict, Aceh Utara District in June 2014 was all of the 668 villagers of 17 to 59 years old and 64 of them were selected to be the samples for this study through simple random sampling technique. There 64 samples were divided into two groups consisting of 32 person for the group treated with lecture method and the other 32 for the group treated with leaflet media. The data obtained were analyzed through pair T test.
The result of this study showed that lecture method was very influencial on the improvement of knowledge and attitude of community in preventing the incident of Lung TB. Leaflet media method was less influential on the improvement of knowledge and attitude of community in preventing the incident of Lung TB because of the less interest of community in reading. Theree was a different intervention between lecture and leaflet media methods in preventing the incident of Lung TB. The most influencing method in improving the knowledge and attitude of community in preventing the incident of Lung TB in Desa Meunasah Meucat, Nisam Subdistrict, Aceh Utara District was lecture method.
The Head of Desa Meunasah Meucat is suggested to cooperate wih the health extension workers of the puskesmas (Community Health Center) to be more active in providing health education on Lung TB prevention through lecture and leaflet media methods. Using leaflet media in developing health promotion strategy for the local community by assigning the staff of puskesmas to distribute the health promotion media on the Lung TB prevention to the community.
KATA PENGANTAR
Dengan mengucapkan puji dan syukur kepada Allah SWT, atas rahmat dan
karuniaNya maka penulis dapat menyelesaikan tesis ini dengan judul ” Pengaruh
Metode Ceramah dan Media Leaflet terhadap Pengetahuan dan Sikap Masyarakat
untuk mencegah TB paru di Desa Meunasah Meucat Kecamatan Nisam Kabupaten
Aceh Utara Tahun 2014”.
Penulisan tesis ini merupakan salah satu syarat untuk menyelesaikan pendidikan
pada Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Minat studi Promosi Kesehatan
dan Ilmu Prilaku Universitas Sumatera Utara.
Penulisan tesis ini banyak pihak yang telah memberikan bantuan, bimbingan
dan dorongan. Untuk itu penulis menyampaikan penghargaan dan terima kasih yang
sebesar- besarnya kepada:
1. Prof. Dr. dr. Syahril Pasaribu, DTM&H., M.Sc(CTM)., Sp.A(K) selaku Rektor
Universitas Sumatera Utara.
2. Dr. Drs. Surya Utama, M.S selaku Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat
Universitas Sumatera Utara.
3. Dr. Ir. Evawani Aritonang, M.Si selaku Sekretaris Program Studi S2 Ilmu
Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.
4. Prof. Dr. Drs. Badaruddin, M.Si selaku Ketua komisi pembimbing yang telah
banyak membantu penulisan tesis ini, yang selalu menyediakan waktu ditengah
5. Drs. Eddy Syahrial, M.S selaku Anggota komisi pembimbing yang telah banyak
membantu penulisan tesis ini dan menyediakan waktu dalam memberikan
bimbingannya.
6. Drs. Tukiman, M.K.M dan Drs. Alam Bakti Keloko, M.Kes. Selaku penguji tesis
yang telah banyak memberikan arahan dan masukan demi kesempurnaan tesis ini.
7. dr. Effendi, M. Kes selaku Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Aceh Utara dr. Diky
Hardiansyah selaku Kepala Puskesmas Nisam dan Kepala Desa Meunasah Meucat
Kecamatan Nisam Kabupaten Aceh Utara yang telah memberikan bantuan dan
fasilitas dalam pelaksanaan penelitian di lapangan.
8. Seluruh teman-teman yang juga tidak dapat saya sebutkan satu persatu atas bantuan
dan semangat yang diberikan dalam penyusunan tesis ini.
9. Istri tercinta Juliana, S. PdI dan putraku tersayang Muhammad Zulfian,
Muhammad Alfian, Muhammad Raiyan dan Putriku tersayang Syarifah Aqilla serta
seluruh keluarga yang senantiasa mendo’a kan, menghibur, mendampingi dan
memberikan dorongan moril maupun materil yang sangat berarti selama pendidikan
dan dalam menyelesaikan tesis ini.
Penulis masih menyadari sepenuhnya bahwa tesis ini masih banyak kekurangan
sehingga dengan penuh kerendahan hati penulis menerima kritikan dan saran demi
kesempurnaan tesis ini.
Medan, Agustus 2014 Penulis
RIWAYAT HIDUP
Saiful, lahir di Idi (Aceh Timur) Provinsi Aceh pada tanggal 19 Februari 1978,
anak ke 3 dari 4 bersaudara. Pada saat ini bertempat tinggal di Kota Lhokseumawe
Provinsi Aceh.
Pendidikan formal penulis dimulai tahun 1986 di SD Negeri Balee Gajah
Kabupateh Aceh Utara, selanjutnya di SMP Negeri Krueng Mane Kabupaten Aceh
Utara tahun 1992. Kemudian melanjutkan sekolah di SMU Negeri 4 Lhokseumawe
tahun 1995. Setelah tamat SMU Negeri 4 Lhokseumawe tahun 2008 langsung
melanjutkan studi di Akademi Keperawatan Abulyatama Banda Aceh tamat tahun 2002
selanjutnya saya melanjudkan ke Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas
Muhammadiyah Aceh tamat tahun 2007.
Penulis menikah pada tahun 2005 dan sudah dikarunia tiga anak laki-laki dan
seorang anak Perempuan. Penulis bekerja sebagai PNS pada Puskesmas Banda Baro
Kabupaten Aceh Utara Provinsi Aceh hingga saat ini.
Tahun 2012 penulis mengikuti pendidikan lanjutan pada Program Studi S2 Ilmu
Kesehatan Masyarakat di Fakultas Kesehatan Masyarakat Sumatera Utara dengan
2.9. Penanggulangan Tuberkulosis paru ... 34
2.9.1. Kebijakan Penanggulangan Tuberkulosis paru ... 35
2.9.2. Strategi Advokasi, Komunikasi, dan Mobilisasi sosial (AKMS) dalam penanggulangan tuberkulosis paru ... 36
3.5. Variabel dan Definisi Operasional ... 49
3.5.1. Variabel Penelitian ... 49
4.1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian ... 53
4.1.1. Kondisi Geografi ... 53
4.1.2. Demografi ... 53
4.2. Analisis Univariat ... 55
4.2.1. Karakteristik Responden ... 55
4.2.2. Gambaran Pengetahuan Responden Metode Ceramah Pre... 56
4.2.3. Gambaran Pengetahuan Responden Metode Ceramah Post.... 58
4.2.4. Gambaran Sikap Responden Metode Ceramah Pre ... 60
4.2.5. Gambaran Sikap Responden Metode Ceramah Post ... 63
4.2.6. Gambaran Pengetahuan Responden Media LeafletPre... . 65
4.2.7. Gambaran Pengetahuan Responden Media LeafletPost... 67
4.2.9. Gambaran Sikap Responden Media LeafletPost...... 71
4.3. Uji Perbedaan ... 73
4.3.1. Hubungan Penyuluhan Dengan Pengetahuan ... 73
4.3.2. Hubungan Penyuluhan Dengan Sikap... 74
BAB 5. PEMBAHASAN ... 76
5.1. Pengaruh Metode Ceramah Terhadap pengetahuan masyarakat ... 76
5.2. Pengaruh Metode Ceramah Terhadap Sikap Masyarakat ... 78
5.3. Pengaruh Media Leaflet Terhadap Pengetahuan Masyarakat ... 81
5.4. Pengaruh Media Leaflet Terhadap Sikap Masyarakat ... 84
5.5. Pengaruh Metode Ceramah dan Media Leaflet Terhadap Pengetahuan dan Sikap Masyarakat ... 86
BAB 6. KESIMPULAN DAN SARAN ... 89
6.1. Kesimpulan ... 89
6.2. Saran ... 90
DAFTAR TABEL
No. Judul Halaman 3.1. Jumlah Masyarakat Desa Meunasah Meucat Yang Sudah Berumur 17 s/d 59 Tahun... 43
3.2. Aspek Pengukuran... 50
4.1. Distribusi Penduduk Berdasarkan Kelompok Umur di Desa Meusah
Meucat ... 54
4.2. Distribusi Penduduk Berdasarkan Jenis Pekerjaan di Desa Meunasah
Meucat……….……… 54
4.3. Distribusi Penduduk Berdasarkan Tingkat Pendidikan di Desa Meusah
Meucat ... 55
4.4. Distribusi Perbandingan Karakteristik Indikator Perlakuan Responden di Desa Meusah Meucat... 56
4.5. Distribusi Frekuensi Item Pernyataan Pengetahuan Responden tentang
TB Paru Pada Kelompok Perlakuan Metode Ceramah (Pre) ... 56
4.6. Gambaran Karakteristik Pengetahuan Responden tentang TB Paru Pada
Kelompok Perlakuan Metode Ceramah (Pre) ... 58
4.7. Distribusi Frekuensi Item Pernyataan Pengetahuan Responden tentang
TB Paru Pada Kelompok Perlakuan Metode Ceramah (Post) ... 58
4.8. Gambaran Karakteristik Pengetahuan Responden tentang TB Paru Pada
Kelompok Perlakuan Metode Ceramah (Post) ... 60
4.9. Distribusi Frekuensi Item Pernyataan Sikap responden tentang TB Paru
Pada Kelompok Perlakuan Metode Ceramah (Pre) ... 60
4.10.Gambaran Karakteristik Pengetahuan Responden tentang TB Paru Pada
Kelompok Perlakuan Metode Ceramah (Pre) ... 62
4.11.Distribusi Frekuensi Item Pernyataan Sikap Responden tentang TB Paru
4.12.Gambaran Karakteristik Sikap Responden tentang TB Paru Pada Kelompok Perlakuan Metode Ceramah (Post) ... 65
4.13.Distribusi Frekuensi Item Pernyataan Pengetahuan Responden tentang TB Paru Pada Kelompok Perlakuan Media Leaflet(Post) ... 65
4.14.Gambaran Karakteristik Pengetahuan Responden tentang TB Paru Pada
Kelompok Perlakuan Media Leaflet(Pre) ... 66
4.15.Distribusi Frekuensi Item Pernyataan Pengetahuan Responden tentang TB
Paru Pada Kelompok Perlakuan Media Leaflet(Post) ... 67
4.16.Gambaran Karakteristik Pengetahuan Responden tentang TB Paru Pada
Kelompok Perlakuan Media Leaflet(Post) ... 68
4.17.Distribusi Frekuensi Item Pernyataan Sikap responden tentang TB Paru
Pada Kelompok Perlakuan Media Leaflet(Pre) ... 69
4.18.Gambaran Karakteristik Sikap Responden tentang TB Paru Pada Kelompok Perlakuan Media Leaflet(Pre) ... 71
4.19.Distribusi Frekuensi Item Pernyataan Sikap Responden tentang TB Paru
Pada Kelompok Perlakuan Media Leaflet(Post) ... 71
4.20.Gambaran Karakteristik Sikap Responden tentang TB Paru Pada Kelompok Perlakuan Media Leaflet (Post) ... 73
4.21.Hasil Uji Beda Proporsi Tingkat Pengetahuan Responden Kelompok Metode Ceramah dan Media Leaflet ... 74
4.22.Hasil Uji Beda Proporsi Tingkat Sikap Responden Kelompok Metode
DAFTAR GAMBAR
No Judul Halaman 2.1. Landasan Teori ... 37 2.2.
Model Komunikasi S-M-C-R ... 39
2.3. Kerangka Konsep Penelitian... 41
DAFTAR LAMPIRAN
No Judul Halaman
1 Kuesioner Penelitian………. 96
2 Jadwal penelitian……….. 100
3 Lembar Persetujuan Menjadi Responden……….. 101
4 Tahapan/media leaflet……… 102
5 Materi Penyuluhan Ceramah………. 103
6 Master Tabel………. 106
7 Output Hasil Uji Statistik……… 110
8 Surat Permohonan Izin penelitian………. 146
ABSTRAK
Tuberkulosis paru merupakan salah satu penyakit infeksi yang masih menjadi masalah kesehatan masyarakat, yang disebabkan oleh bakteri yang berbentuk batang (basil) yang dikenal dengan nama Mycobacterium Tuberkulosa. Prevalensi Tuberkolosis paru Provinsi Aceh sebesar 0,3 %. Kabupaten Aceh Utara termasuk Puskesmas Nisam dengan jumlah kasus Tuberkulosis paru sebanyak 40 pasien dengan BTA positif. Tujuan penelitian adalah untuk menganalisis pengaruh metode ceramah dan media leaflet terhadap pengetahuan dan sikap masyarakat dalam mencegah Tuberkulosis paru di Desa Meunasah Meucat Kecamatan Nisam Kabupaten Aceh Utara.
Jenis penelitian yang digunakan adalah eksperimen semu (quasi experiment) dengan rancangan pretest-posttest design. Posttest dilakukan setelah satu minggu dilakukan penyuluhan. Penelitian dilakukan di di Desa Meunasah Meucat Kecamatan Nisam Kabupaten Aceh Utara pada bulan Juni 2014. Populasi adalah seluruh masyarakat Desa Meunasah Meucat yang sudah berumur 17 s/d 59 tahun sebanyak 668 orang. Sampel berjumlah 64 orang yaitu 32 media ceramah dan 32 media leaflet dengan metode simple random sampling. Analisis data menggunakan uji T Test berpasangan.
Hasil analisis menunjukkan bahwa metode ceramah sangat berpengaruh terhadap peningkatan pengetahuan dan sikap masyarakat dalam mencegah Tuberkulosis Paru. Media leaflet kurang berpengaruh terhadap pengetahuan dan sikap masyarakat dalam mencegah Tuberkulosis Paru yang dikarenakan minat baca masyarakat yang kurang. Terdapat perbedaan intervensi metode ceramah dan media leaflet terhadap pengetahuan dan sikap masyarakat dalam mencegah Tuberkulosis Paru. Metode yang paling berpengaruh dalam meningkatkan pengetahuan dan sikap masyarakat dalam mencegah Tuberkulosis Paru di Desa Meunasah Meucat Kecamatan Nisam Kabupaten Aceh Utara adalah metode ceramah.
Disarankan Perlu kerjasama anatara Kepala Desa Meunasah Meucat dengan petugas penyuluh kesehatan Puskesmas untuk lebih aktif memberikan pendidikan kesehatan tentang mencegah Tuberkulosis paru dengan metode ceramah dan media leaflet.Menggunakan media leaflet dalam mengembangkan strategi promosi kesehatan untuk masyarakat setempat dengan menggerakkan petugas puskesmas untuk mendistribusikan media promosi kesehatan tentang pencegahan Tuberkulosis Paru kepada masyarakat.
ABSTRACT
Lung TB is one of the infectious disease which still becomes public health problem is caused by the rod-shaped (basil) bacterium well known as Mycobacterium Tuberkulosa. The prevalence of lung TB in Aceh Province is 0.3%. There were 40 lung TB patients with positive BTA in Aceh Utara district including puskesmas Nisam. The purpose of this study was to analyze the influence of lecture and leaflet media methods on the knowledge and attitude of community in preventing the incident of lung TB in Desa Meunasah Meucat, Nisam subdistrict, Aceh Utara District.
The population of this quasi experimental study with pretest-posttest design conducted in Desa Meunasah Meucat, Nisam subdistrict, Aceh Utara District in June 2014 was all of the 668 villagers of 17 to 59 years old and 64 of them were selected to be the samples for this study through simple random sampling technique. There 64 samples were divided into two groups consisting of 32 person for the group treated with lecture method and the other 32 for the group treated with leaflet media. The data obtained were analyzed through pair T test.
The result of this study showed that lecture method was very influencial on the improvement of knowledge and attitude of community in preventing the incident of Lung TB. Leaflet media method was less influential on the improvement of knowledge and attitude of community in preventing the incident of Lung TB because of the less interest of community in reading. Theree was a different intervention between lecture and leaflet media methods in preventing the incident of Lung TB. The most influencing method in improving the knowledge and attitude of community in preventing the incident of Lung TB in Desa Meunasah Meucat, Nisam Subdistrict, Aceh Utara District was lecture method.
The Head of Desa Meunasah Meucat is suggested to cooperate wih the health extension workers of the puskesmas (Community Health Center) to be more active in providing health education on Lung TB prevention through lecture and leaflet media methods. Using leaflet media in developing health promotion strategy for the local community by assigning the staff of puskesmas to distribute the health promotion media on the Lung TB prevention to the community.
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Situasi Tuberkulosis (TB) paru di dunia masih buruk dan banyak yang tidak
berhasil disembuhkan. Apalagi diakibatkan munculnya pandemi HIV/AIDS di dunia
yang menambah permasalahan Tuberkulosis paru. Pada saat yang sama kekebalan
ganda kuman Tuberkulosis paru terdapat anti Tuberkulosis paru, ini juga menjadi
masalah akibat kasus yang tidak berhasil disembuhkan pada akhirnya akan
menyebabkan terjadinya Epidemi Tuberkulosis yang sulit ditangani (Kemenkes RI,
2013).
Tuberkulosis paru merupakan salah satu penyakit infeksi yang masih menjadi
masalah kesehatan masyarakat. Tuberkulosis ini disebabkan oleh bakteri yang
berbentuk batang (basil) yang dikenal dengan nama Mycobacterium Tuberkulosa.
Badan Kesehatan Dunia (World Health Organization) memperkirakan sepertiga
penduduk dunia telah terinfeksi kuman Tuberkulosis paru, dari jumlah tersebut ada 4
juta penderita baru dengan Basil Tahan Asam (BTA) positif dan 4 juta penderita
dengan BTA negatif. Jumlah seluruh penderita Tuberkulosis paru di dunia sekitar 20
juta orang dengan angka kematian 3 juta orang tiap tahunnya, terdapat 25 persen dari
penyebab kematian yang dapat dicegah apabila Tuberkulosis paru dapat ditanggulangi
dengan baik (Erwin, 2010).
memasukkan strategi DOTS (Directly Observed Treatment, Short-course) sebagai
penilaian akreditasi rumah sakit; menggunakan 18 alat GeneXpert sebagai Rapid
diagnostic Tuberkulosis paru, untuk Tuberkulosis paru (multi drug resistense = MDR)
dan Tuberkulosis paru HIV; memperluas pelayanan Tuberkulosis paru ke seluruh
Indonesia; melibatkan lintas sektoral pemerintah dan asosiasi profesi untuk
menjangkau seluruh kelompok masyarakat; mengembangkan sistem informasi terpadu
Tuberkulosis paru; memberdayakan masyarakat dengan pembentukan jaringan
masyarakat peduli Tuberkulosis paru Indonesia; menyusun exit strategy agar tidak
tergantung pada bantuan luar negeri; menyepakati dengan PT ASKES dan Jamsostek
dalam penerapan standar pengobatan Tuberkulosis paru dan pembiayaan berbasis
asuransi bagi seluruh pasien Tuberkulosis paru (Kemenkes, 2013).
Menteri Kesehatan juga meminta jajaran RS Paru Dr. Ario Wirawan agar
senantiasa fokus pada pelayanan pasien, memiliki pelayanan yang terakreditasi, dan
siap melaksanakan SJSN Bidang Kesehatan mulai tahun 2014 menuju terwujudnya
universal health coverage tahun 2019 (Kemenkes RI, 2013), Dalam hal pengendalian
Tuberkulosis ini yang sangat perlu dilakukan adalah memberikan pendidikan atau
penyuluhan kesehatan kepada masyarakat.
Pendidikan kesehatan berbasis komunitas agar dapat membantu dalam
meningkatkan angka penemuan kasus Tuberkulosis paru, mengurangi keterlambatan
pengobatan dan mempromosikan pendekatan cara pengobatan yang tepat. Promosi
kesehatan dengan menggunakan berbagai media dan metode yang dilakukan untuk
mengubah persepsi masyarakat tentang Tuberkulosis paru "suatu penyakit yang tidak
dapat disembuhkan dan memalukan" menjadi penyakit yang berbahaya, tapi dapat
disembuhkan". Bila promosi kesehatan ini berhasil, akan dapat meningkatkan
penemuan penderita secara pasif (Silitonga, 2000).
Menurut Edgar Dale dalam Notoatmodjo (2003), Promosi kesehatan pada
dasarnya merupakan proses komunikasi dan proses perubahan perilaku melalui
pendidikan kesehatan. Kegiatan promosi kesehatan dapat mencapai hasil yang
maksimal, apabila metode dan media promosi kesehatan mendapat perhatian yang
besar dan harus disesuaikan dengan sasaran. Penggunaan kombinasi berbagai metode
dan media promosi kesehatan akan sangat membantu dalam proses penyampaian
informasi kesehatan kepada masyarakat. Semakin banyak indera yang digunakan untuk
menerima sesuatu pesan yang disampaikan maka semakin banyak dan jelas pula
pengertian/pengetahuan yang diperoleh oleh seseorang. Penggunaan alat peraga dalam
melakukan promosi kesehatan akan sangat membantu penyampaian pesan kepada
seseorang atau masyarakat secara lebih jelas.
Bahan peragaan dalam promosi kesehatan dapat berupa poster tunggal, poster
seri, pricat, tranparan, slide, film, brosur, lembar balik, stiker dan seterusnya. Selain
dukungan alat peraga di atas dapat juga dilakukan bentuk pendekatan seperti
bimbingan, penyuluhan, interview ataupun pendidikan kesehatan pada kelompok besar
seperti metode ceramah, seminar, belajar kelompok. Sementara untuk kelompok kecil
dapat dilakukan metode diskusi kelompok, curah pendapat, role play dan permainan
Media promosi kesehatan seperti metode ceramah mempunyai hubungan yang
bermakna dalam peningkatan pengetahuan dan sikap masyarakat. Begitu juga dengan
berbagai media promosi lainya memperlihatkan bahwa penggunaan media leaflet,
audiovisual dapat dikombinasikan dengan diskusi kelompok cukup berpengaruh untuk
meningkatkan pengetahuan dan sikap masyarakat (Sriyono, 2001).
Pendidikan adalah segala upaya yang direncanakan untuk memengaruhi orang
lain baik individu, kelompok atau masyarakat sehingga mereka melakukan apa yang
diharapkan oleh pelaku pendidikan. Dalam pengertian pendidikan tersebut, nampak
tersirat beberapa unsur pendidikan yaitu input, proses dan aut put. Input adalah sasaran
pendidikan (individu, kelompok dan masyarakat). Pendidik (pelaku pendidikan), proses
adalah upaya yang direncanakan untuk memengaruhi orang lain. Serta autput adalah
melakukan apa yang diharapkan atau perilaku. Dalam pendidikan kesehatan autput
yang diharapkan adalah perilaku untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan
meliputi peningkata pengetahuan dan sikap masyarakat terutama tentang Tuberkulosis
paru (Adnani, 2011).
Dalam pemberantasan Tuberkulosis paru, keluarga atau masyarakat diharapkan
bukan hanya berperan dalam pengawasan minum obat penderita saja, tetapi juga
berperan untuk mengajarkan hidup sehat dan menganjurkan pemamfaatan pelayanan
kesehatan. Keluarga yang merupakan elemen masyarakat mempunyai peranan penting
dalam penanggulangannya Tuberkulosis paru. Dukungan lingkungan sosial dan
penderita dalam pengobatan yang teratur tanpa terputus-putus (Lembaga Koalisi untuk
Indonesia Sehat, 2012).
Saat ini Indonesia berada di peringkat 5 (lima) dunia untuk kasus penyakit
Tuberkulosis paru setelah India, China, Negeria dan Afrika Selatan. Menurut data
rumah sakit persahabatan sedikitnya tercatat 1500 pasien Tuberkulosis paru per tahun.
Sebanyak 10% pasien Tuberkulosis paru di RSU Persahabatan adalah pasien rujukan.
Adapun jumlah pasien Tuberkulosis paru yang menjalani pengobatan di RSU
Persahabatan saat ini berjumlah sekitar 480 pasien, dari jumlah tersebut 338 pasien
masih menjalani pengobatan dan sisanya menolak diobati, dan meninggal dunia
sebelum atau sesudah pengobatan (Kemenkes RI, 2011).
Melihat fenomena ini maka sangat pentingnya pengetahuan dan sikap
masyarakat dalam pencegahan Tuberkulosis paru, untuk itu keluarga sebagai organisasi
terkecil dalam masyarakat diharapkan dapat menjadi agen perubahan sosial. Peran serta
masyarakat di dalam mencegah penyebaran Tuberkulosis paru sangat penting
dilakukan dan dikembangkan, karena bukan hanya menyangkut kepada pencegahan
kasus saja, namun dapat membantu pemberantasan berbagai penyakit yang berbasis
kepada perilaku masyarakat.
Dalam kontek pencegahan Tuberkulosis paru selain keluarga pasien,
masyarakat juga turut berperan penting sebagai agen dalam menciptakan perubahan
perilaku masyarakat agar sesuai dengan perilaku yang diharapkan seperti,
menganjurkan untuk memeriksakan diri ke pelayanan kesehatan jika menemui
Tuberkulosis paru dan cara hidup sehat, serta dukungan keluarga terhadap pengawasan
menelan obat (PMO). Oleh sebab itu mereka yang bukan dari keluarga pasien juga
memiliki kontribusi yang penting dalam perubahan perilaku sehingga dapat
meningkatkan pengetahuan dan sikap masyarakat.
Data dari Dinas Kesehatan Pemerintah Aceh (2013), jumlah kasus Tuberkulosis
paru yang ditemukan berjumlah 4.032. Kasus baru BTA positif yang sudah diobati,
dengan kesembuhan mencapai 83%, angka kesembuhan ini sedikit menurun
dibandingkan dengan angka tahun sebelumnya 84,1% sedangkan target nasional diatas
85%. Data Rikesdas 2013, prevalensi Tuberkolosis paru Provinsi Aceh sebesar 0,3 %,
berdasarkan diagnosis dan gejala menurut Provinsi.
Berdasarkan data dari Dinas Kesehatan Kabupaten Aceh Utara (2013),
penemuan kasus Tuberkolosis paru dengan BTA positif 389 kasus, dari 32 (Tiga Puluh
dua) Puskesmas yang ada di Kabupaten Aceh Utara, termasuk Puskesmas Nisam
dengan jumlah kasus Tuberkulosis paru sebanyak 40 pasien dengan BTA positif.
Ditemukan diantara puskesmas lainya yang ada di Kabupaten Aceh Utara.
Berdasarkan survey awal dilakukan pada 10 tokoh masyarakat di Desa
Meunasah Meucat Kecamatan Nisam Kabupaten Aceh Utara, peneliti berkesimpulan
bahwa pengetahuan dan sikap masyarakat tentang pencegahan Tuberkulosis paru masih
rendah, dimana 8 orang (80 %) masyarakat tidak mengetahui cara penularan TB paru, 6
orang (60 %) menjawab bahwa Tuberkulosis paru adalah penyakit guna-guna, serta 5
orang (50 %) mengatakan obat Tuberkulosis paru gratis di puskesmas tidak dapat
mengunakan metode ceramah oleh petugas kesehatan yang ada di Puskesmas Nisam
secara bersama-sama dengan program yang lain, namun tingkat pengetahuan dan sikap
masyarakat masih rendah, peneliti merasa perlu melakukan penelitian tentang pengaruh
metode ceramah dan media leaflet terhadap pengetahuan dan sikap masyarakat dalam
mencegah Tuberkulosis paru di Desa Menasah Meucat Kecamatan Nisam Kabupaten
Aceh Utara. Metode ceramah dan media leaflet ini dipilih karena metode dan media
penyuluhan yang efektif dalam meningkatkan pengetahuan dan sikap masyarakat yang
memiliki keunggulan masing-masing. Metode ceramah memiliki keunggulan pemberin
informasi yang ekonomis dan efektif, sedangkan media leaflet memiliki keunggulan
yang berisi kalimat singkat, padat dan mudah dimengerti beserta gambar-gambar yang
dapat menarik minat untuk membacanya.
1.2. Permasalahan
Rendahnya pengetahuan dan sikap masyarakat tentang pencegahan penyakit
Tuberkulosis paru serta penanganannya sehingga dapat menyebabkan masih tingginya
penularan penyakit Tuberkulosis paru di Desa Meunasah Meucat Kecamatan Nisam
Kabupaten Aceh Utara, maka permasalahan dalam penelitian ini adalah bagaimana
pengaruh metode ceramah dan media Leaflet terhadap peningkatan pengetahuan dan
sikap masyarakat dalam mencegah Tuberkulosis paru di Desa Meunasah Meucat
Kecamatan Nisam Kabupaten Aceh Utara tahun 2014.
Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis pengaruh metode ceramah dan
media leaflet terhadap pengetahuan dan sikap masyarakat dalam mencegah
Tuberkulosis paru di Desa Meunasah Meucat Kecamatan Nisam Kabupaten Aceh Utara
tahun 2014.
1.4. Hipotesis
Hipotesis dalam penelitian ini adalah adanya pengaruh metode ceramah dan
media leaflet terhadap pengetahuan dan sikap masyarakat untuk mencegah
Tuberkulosis paru di Desa Meunasah Meucat Kecamatan Nisam Kabupaten Aceh Utara
tahun 2014.
1.5. Manfaat Penelitian
Adapun mamfaat penelitian ini adalah:
1. Memberi masukan Bagi Dinas Kesehatan Kabupaten Aceh Utara, puskesmas
Nisam dan Desa Meunasah Meucat dalam melakukan promosi kesehatan kepada
masyarakat agar dapat memperhatikan keadaan masyarakat setempat.
2. Bagi peneliti, ini merupakan proses berfikir ilmiah yang didasari pada teori dan
praktik sehingga dapat menambah wawasan, pengalaman dan ketrampilan dalam
membuat penelitian selanjutnya.
3. Untuk pengembangan ilmu pengetahuan dan referensi pada perpustakaan yang
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Promosi Kesehatan
Menurut WHO (1947), pengertian kesehatan secara luas tidak hanya meliputi
aspek medis, tetapi juga aspek mental dan sosial, dan bukan hanya suatu keadaan yang
bebas dari penyakit, cacat, dan kelemahan (Maulana, 2009). Sedangkan pengertian
kesehatan menurut UU Kesehatan No. 36 tahun 2009 adalah keadaan sehat, baik secara
fisik, mental, spritual maupun sosial yang memungkinkan setiap orang untuk hidup
produktif secara sosial dan ekonomis. Hal ini berarti, kesehatan tidak hanya diukur dari
aspek fisik mental dan sosial saja, tetapi juga diukur dari produktivitasnya dalam
mempunyai pekerjaan atau menghasilkan sesuatu secara ekonomi (Notoadmodjo,
2010).
Promosi kesehatan adalah perwujudan dari perubahan konsep perubahan
pendidikan kesehatan yang secara organisasi struktur al dimana tahun 1984 organisasi
WHO dalam salah satu divisinya, yaitu Division Healdh Education diubah menjadi
Division on Healdh Promotin and Education. Dan konsep ini baru oleh Departemen
kesehatan RI tahun 2000 mulai menyesuaikan dengan merubah pusat penyuluhan
kesehatan masyarakat menjadi direktorat promosi kesehatan dan sekarang menjadi
pusat promosi kesehatan (Mubarak, 2007).
Promosi kesehatan merupakan revitalisasi pendidikan kesehatan pada masa lalu,
dalam hal pemberian dan peningkatan pengetahuan masyarakat dalam bidang
kesehatan saja, melainkan juga upaya bagaimana mampu menjembatani adanya
perubahan perilaku seseorang (Mubarak, 2007).
Promosi kesehatan adalah dapat diartikan sebagai upaya menyebarluaskan,
mengenalkan atau menjual pesan-pesan kesehatan, sehingga masyarakat menerima atau
membeli pesan-pesan kesehatan tersebut dan akhirnya masyarakat mau berperilaku
hidup sehat. Karena pendidikan kesehatan pada prinsipnya bertujuan agar masyarakat
pada saat ini dimaksudkan sebagai revitalisasi atau pembaruan dari pendidikan
kesehatan pada waktu yang lalu (Notoatmodjo, 2005).
Menurut Charter, 1986. Piagam Ottawa menerangkan bahwa promosi kesehatan
adalah suatu proses untuk memampukan masyarakat dalam memelihara dan
meningkatkan kesehatan masyarakat. Dengan kata lain promosi kesehatan ini
mencakup (2) dua dimensi yaitu kemauan dan kemampuan. Lebih lanjut dinyatakan,
bahwa dalam mencapai derajat kesehatan yang sempurna baik fisik, mental, maupun
soial dan spritual (Viktoria, 1997).
Green juga mengemukakan bahwa perilaku ditentukan oleh 3 faktor utama,
yaitu:
1. Faktor predisposisi (predisposing factors), yang meliputi pengetahuan dan sikap
dari sesesorang.
2. Faktor pemungkin (enabling factor), yang meliputi sarana, prasarana dan fasilitas
3. Faktor penguat (reinforcing factors) merupakan faktor penguat bagi seseorang
untuk mengubah perilaku seperti tokoh masyarakat, undang-undang,
peraturan-peraturan, surat keputusan.
2.1.1. Visi dan Misi Promosi Kesehatan
Menurut Mubarak, 2007. Visi ini diperlukan agar promosi kesehatan yang
diharapkan mempunyai arah yang jelas, dalam hal ini adalah apa yang menjadi harapan
dari promosi kesehatan sebagai penunjang dalam program kesehatan yang lain. Visi
promosi kesehatan adalah meningkatkan kemampuan masyarakat dalam memelihara
dan meningkatkan status kesehatannya, baik fisik, mental, sosial dan spritual
diharapkan pula mampu produktif secara ekonomi maupun lainnya. Sebagai mana
dituangkan dalam undang-undang kesehatan No. 23 tahun 1992. Untuk mencapai visi
tersebut di atas perlu upaya-upaya yang dilakukan dan biasanya dituangkan dalam misi. Misi promosi kesehatan secara garis besar dirumuskann sebagai berikut:
1. Advokat, adalah melakukan kegiatan advokasi terhadap para pengambil
keputusan diberbagai program atau sektor yang terkait dengan kesehatan.
2. Menjembatani, adalah menjadi jembatan dan menjalin kemitraan dengan
berbagai program dan sektor yang terkit dengan kesehatan.
3. Memampukan, adalah memberikan keterampilan atau kemampuan pada
2.2. Perilaku Kesehatan 2.2.1. Pengertian
Perilaku kesehatan dapat dipahami melalui pengertian dan perilaku terlebih
dahulu. Perilaku adalah aksi dari individu terhadap reaksi dari hubungan dengan
lingkungannya dengan kata lain. Perilaku yang baru terjadi apabila ada sesuatu
rangsangan tertentu yang akan menghasilkan untuk menimbulkan reaksi berupa
perilaku (Adnani, 2011).
Skinner dalam bukunya Notoatmodjo, 2003. Seorang ahli Psikologi
merumuskan bahwa perilaku itu merupakan respon atau reaksi orang terhadap
rangsangan atau stimulus dari luar. Dengan demikian perilaku manusia terjadi dengan
adanya melalui proses Teori ini disebut teori S-O-R atau Stimulus-Organisme-Respon.
Ada dua respon yang dikenal yaitu :
a. Respondent respon atau reflexise respons, yaitu respons yang ditimbulkan oleh
stimulus tertentu. Misalnya : Cahaya menyilaukan menyebabkan mata menutup,
menarik jari bila jari kena api atau mau digigit binatang, dan sebagainya. Stimulus
seperti ini disebut elicting Stimulation, tidak lain karena stimulus ini merangsang
timbulnya respons-respons yang tetap, respondent ini juga termasuk perilaku
emosional, misalnya mendengar berita gembira (anak lahir, dapat hadiah, lulus
ujian, dsb). Menjadi bersemangat, mendengar berita musibah (kecelakaan, tidak
b. Operant respons atau Instrumental respons, yaitu timbulnya respon diikuti oleh
stimulus atau perangsang tertentu. Perangsang ini disebut reinforching stimulation
atau reinforcer, reinforcer artinya penguat, hal ini dikarenakan perangsang itu
memperkuat respons. Misalnya seorang staf mengerjakan pekerjaan dengan baik
(dari respons tugas yang telah diberikan sebelumnya). Maka sebagai imbalannya
petugas itu mendapat reward atau hadiah.
2.2.2. Bentuk Perilaku
Secara operasional, perilaku dapat diartikan sebagai respons seseorang terhadap
rangsangan dari luar subject tersebut. Bentuk respons perilaku ada 2 yaitu:
a. Bentuk pasif (respons internal): terjadi di dalam diri manusia dan tidak secara
langsung dapat terlihat orang lain.
b. Bentuk aktif, yaitu apabila perilaku tersebut jelas dapat diobservasi secara langsung.
Oleh karena itu perilaku mereka sudah tampak dalam tindakan nyata (over
behaviour).
Perilaku manusia sebagian besar adalah perilaku yang dibentuk, atau perilaku
yang dipelajari. Cara membentuk perilaku agar sesuai dengan yang diharapkan adalah:
a. Pembentukan perilaku dengan kebiasaan (conditioning)
b. Pembentukan perilaku dengan pengertian (insight)
2.2.3. Teori Perilaku
Beberapa teori perilaku yang dikenal adalah:
a. Teori Insting, yang dikemukakan Mc. Dougall. Menurutnya, perilaku itu disebabkan
oleh Insting, yang merupakan perilaku yang innate, perilaku bawaan dan akan
berubah karena pengalaman.
b. Teori Insentif (incentive theory), yang menyatakan bahwa dengan insentif akan
mendorong organisme untuk berbuat atau berperilaku.
c. Teori Atribusi yaitu menjelaskan tentang sebab-sebab perilaku orang, apakah karena
disposisi internal, (misalnya motif, sikap dan sebagainya), atau keadaan external
(Walgito, 2003).
2.3. Masyarakat
Masyarakat juga dapat berpartisipasi dengan memberikan kritik dan saran yang
membangun bagi kepentingan seluruh masyarakat. Masyarakat juga berperan aktif
dalam melakukan advokasi kepada pemerintah dan lembaga pemerintah lainnya, seperti
legislatif untuk memperoleh dukungan kebijakan sumber daya agar terwujutnya
pembangunan yang berwawasan kesehatan. Masyarakat dapat mengupayakan
meningkatkan pengetahuan, sikap, kesadaran, kemauan dan kemampuan masyarakat
dalam berperilaku sehat dapat dilakukan secara lansung maupun tidak lansung melalui
berbagai teknik promosi kesehatan. Masyarakat berperan dalam pembangunan
kesehatan dengan cara mendirikan fasilitas pelayanan kesehatan maupun memberikan
pengembangan desa siaga atau bentuk-bentuk lain pada masyarakat desa (Kemenkes,
2011).
Menurut Freirian yang menyatakan bahwa mereka yang miskin dan tertindas itu
dapat harus memiliki kemungkinan untuk melakukan analisis sendiri mengenai
permasalahan yang mereka hadapi, dan telah berpengaruh sangat luas, meskipun tetap
merupakan pandangan minoritas dikalangan para profesional pembangunan kesehatan
secara keseluruhan. Masyarakat ini kesemuanya diarahkan agar masyarakat mampu
mempraktekkan perilaku mencegah dan mengatasi masalah kesehatan yang terjadi pada
warga masyarakat yang bisa memainkan perannya seperti:
1. Pemberdayaan Masyarakat
Gerakan pemberdayaan pada hakikatnya adalah proses pemberian informasi secara
bertahap dan mengawal, proses perubahan pada diri sasaran, dari tidak tau menjadi
tau, dan dari mau menjadi mampu, mempraktekkan kader TB paru yang ada dalam
desa tersebut.
2. Bina Suasana
Strategi dasar ke-2 adalah bina suasana. Yaitu upaya untuk menciptakan
lingkungan sosial yang mendorong perubahan perilaku si sasaran. Menurut teori,
perubahan perilaku seseorang akan lebih cepat terjadi, jika lingkungan sosialnya
berperan sebagai pendorong, atau penekan (Pressure).
3. Advokasi
Strategi dasar ke-3 adalah advokasi. Sebagaimana disebutkan dimuka, Advokasi
perundang-undangan, dana maupun sumber daya lain. Advokasi tidak boleh dilakukan
alakadarnya, karena Advokasi sebenarnya merupakan upaya/proses strategis dan
terencana, menggunakan informasi yang akurat dan teknik yang tepat.
4. Kemitraan
Kemitraan adalah suatu kerjasama yang formal antara individu-individu,
kelompok-kelompok atau organisasi-organisasi untuk mencapai suatu tugas atau
tujuan tertentu. Dalam kerjasama ada kesepakatan tentang komitmen dan harapan
masing-masing, tentang peninjauan kembali terhadap kesepakatan-kesepakatan
yang telah dibuat, dan berbagi baik dalam risiko maupun keuntungan, kemitraan
inilah yang mendukung dan menyemangati penerapan 3 (tiga) strategi dasar.
Penerapan 3 (tiga) strategi dasar tersebut perlu metode dan teknik masing-masing,
yaitu dengan pendekatan-pendekatan individual, kelompok, maupun masyarakat.
2.4. Penyuluhan Kesehatan
Penyuluhan kesehatan adalah suatu proses mendidik individu atau masyarakat
supaya mereka dapat memecahkan masalah kesehatan yang dihadapi, seperti halnya
proses pendidikan lainnya, pendidikan kesehatan mempunyai unsur masukan-masukan
yang telah diolah dengan tehnik-tehnik tertentu akan menghasilkan keluaran yang
sesuai dengan harapan atau tujuan kegiatan tersebut. Tidak dapat disangkal, pendidikan
bukan satu-satunya cara merubah perilaku, tetapi pendidikan juga mempunyai peranan
yang cukup penting dalam perubahan pengetahuan dan sikap setiap individu (Sarwono,
2.4.1. Pengetahuan
Pengetahuan adalah hasil dari tahu yang terjadi melalui proses sensoris
khususnya mata dan telinga terhadap objek tertentu. Pengetahuan merupakan objek
yang sangat penting untuk terbentuknya perilaku terbuka (overt behavior), perilaku
tertutup (covert behavior) perilaku yang didasari pengetahuan umumnya bersifat
langgeng (Riduwan, 2002).
Menurut Notoatmodjo, 2010. Pengetahuan merupakan hasil dari tahu, dan ini
terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu.
Penginderaan terjadi melalui panca indera manusia, yakni penglihatan, pendengaran,
penciuman, rasa, dan raba. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui
mata dan telinga.
Menurut Notoatmodjo (2010), pengetahuan yang tercakup dalam domain
kognitif mempunyai 6 (enam) tingkat pengetahuan, yaitu:
a. Tahu (Know)
Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya.
Termasuk ke dalam pengetahuan tingkat ini adalah mengingat kembali (recall)
sesuatu yang spesifik dari seluruh bahan yang dipelajari atau rangsangan yang telah
diterima. Oleh sebab itu, tahu ini merupakan tingkat pengetahuan yang paling
rendah. Kata kerja yang mengukur bahwa orang tahu tentang apa yang dipelajari
antara lain dapat menyebutkan, menguraikan, mendefinisikan, menyatakan dan
sebagainya.
Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan secara benar
tentang objek yang diketahui, dan dapat menginterpretasikan materi tersebut secara
benar. Orang yang telah paham terhadap objek atau materi harus dapat
menjelaskan, menyebutkan contohnya, menyimpulkan, meramalkan dan sebagainya
terhadap objek yang dipelajari.
c. Aplikasi (Application)
Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah
dipelajari pada situasi atau kondisi real (sebenarnya). Aplikasi di sini dapat
diartikan sebagai aplikasi atau penggunaan hokum-hukum, rumus, metode, prinsip,
dan sebagainya dalam konteks atau situasi yang lain.
d. Analisa (Analysis)
Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu objek ke
dalam komponen–komponen, tetapi masih di dalam suatu struktur organisasi, dan
masih ada kaitannya satu sama lain. Kemampuan analisis ini dapat dilihat dari
penggunaan kata kerja, seperti dapat menggambarkan (membuat bagan),
membedakan, memisahkan, mengelompokkan, dan sebagainya.
e. Sintesis (Synthetis)
Sintesis menunjukkan kepada suatu kemampuan untuk meletakkan atau
menghubungkan bagian-bagian di dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru.
Dengan kata lain sintesis adalah suatu kemampuan untuk menyusun formulasi baru
merencanakan, dapat meringkas, dapat menyesuaikan, dan sebagainyaterhadap
suatu teori atau rumusan-rumusan yang telah dibaca.
f. Evaluasi (Evaluation)
Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan seseorang untuk melakukan justifikasi
atau penilaian terhadap suatu materi atau objek. Penilaian-penilaian ini didasarkan
pada suatu kriteria yang ditentukan sendiri, atau menggunakan kriteria-kriteria yang
telah ada (Notoatmodjo, 2010).
Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan wawancara atau angket yang
menanyakan tentang isi materi yang ingin diukur dari responden penelitian.
Pengetahuan terkait persiapan pencegahan penyakit TB paru pada kelompok
masyarakat yang mengalami gejala batu-batuk menjadi fokus utama (Sukana, 1999).
2.4.2. Sikap
Sikap adalah respons tertutup seseorang terhadap suatu stimulus atau objek
tertentu, yang sudah melibatkan faktor pendapat dan emosi yang bersangkutan
(senang-tidak senang, setuju-(senang-tidak setuju, baik-(senang-tidak baik dan sebagainya). Atau sikap itu suatu
sindrom atau kumpulan gejala dalam merespon stimulus atau objek, sehingga sikap itu
melibatkan pikiran, perasaan, perhatian, dan kejiwaan yang lain (Notoatmodjo, 2010).
Sikap merupakan reaksi atau respon yang masih tertutup dari seseorang
terhadap suatu stimulus atau objek. Sikap secara nyata menunjukkan konotasi adanya
kesesuaian reaksi terhadap stimulus tertentu yang dalam kehidupan sehari-hari
Sikap adalah kecenderungan untuk bertindak, berpersepsi dan merasa dalam
menghadapi objek, ide, situasi atau nilai. Sikap bukan perilaku, tetapi kecenderungan
untuk berperilaku dengan cara-cara tertentu terhadap objek sikap. Objek sikap boleh
berupa benda, orang, tempat, gagasan, situasi atau kelompok.
Sikap mengandung daya pendorong atau motivasi. sikap bukan sekedar
rekaman masa lalu, tetapi juga menentukan apakah orang harus pro dan kontra terhadap
sesuatu, menentukan apakah yang disukai, diharapkan dan diinginkan,
mengesampingkan apa yang tidak diinginkan dan apa yang harus dihindari.
Menurut Notoatodjo (2010), sikap terdiri dari beberapa tingkatan yaitu:
a. Menerima (Receiving)
Menerima diartikan bahwa seseorang atau subjek mau memperhatikan stimulus
yang diberikan. Misalnya sikap orang terhadap gizi dapat dilihat dari kesediaan dan
perhatian orang itu terhadap ceramah-ceramah.
b. Menanggapi (Responding)
Menanggapi diartikan memberi jawaban atau tanggapan terhadap pertanyaan atau
objek yang dihadapi. Memberikan jawaban apabila ditanya, mengerjakan dan
menyelesaikan tugas yang diberikan adalah suatu indikasi dari sikap.
c. Menghargai (Valuing)
Menghargai diartikan subjek atau seseorang memberikan nilai yang positif terhadap
objek atau stimulus. Dalam arti membahasnya dengan orang lain dan bahkan
mengajak atau memengaruhi orang lain untuk merespon.
Sikap yang paling tinggi tindakannya adalah bertanggung jawab terhadap apa yang
telah diyakininya. Seseorang yang telah mengambil sikap tentunya berdasarkan
keyakinannya, dia harus berani mengambil resiko bila ada orang lain yang
mencemoohkan atau adanya resiko lain.
Pengukuran sikap dapat dilakukan secara langsung atau tidak langsung. Secara
langsung dapat dinyatakan bagaimana pendapat atau pernyataan responden terhadap
suatu objek yang bersangkutan. Pernyataan secara langsung juga dapat dilakukan
dengan cara memberikan pendapat dengan menggunakan kata “setuju” atau “tidak
setuju” terhadap pernyataan-pernyataan atau objek tertentu. Sikap pada fase
preparedness, berbentuk adanya perilaku yang sederhana pada masyarakat karena
minimnya informasi mengenai cara mencegah terjadinya TB paru di masyarakat.
Menumbuhkan pegetahuan dan sikap pada masyarakat yang tinggi sehingga akan
mudah untuk pencegahan TB paru (Sukana, 1999).
2.4.3. Tindakan
Suatu rangsangan akan direspon oleh seseorang sesuai dengan arti rangsangan
tersebut bagi orang yang bersangkutan. Respon atau reaksi inilah yang disebut dengan
perilaku, bentuk-bentuk perilaku itu sendiri dapat bersifat sederhana dan kompleks.
Dalam peraturan teoritis, tingkah laku dibedakan atas sikap, dimana sikap diartikan
sebagai suatu kecenderungan potensi untuk mengadakan reaksi (tingkah laku). Suatu
sikap belum otomatis terwujud dalam suatu tindakan untuk terwujudnya, sikap agar
menjadi suatu tindakan yang nyata diperlukan faktor pendukung atau suatu kondisi
Menurut Notoatmodjo (2005), tindakan adalah gerakan atau perbuatan dari
tubuh setelah mendapat rangsangan ataupun adaptasi dari dalam maupun luar tubuh
suatu lingkungan. Tindakan seseorang terhadap stimulus tertentu akan banyak
ditentukan oleh bagaimana kepercayaan dan perasaannya terhadap stimulus tersebut.
Secara logis, sikap dapat dicerminkan dalam suatu bentuk tindakan namun tidak pula
dapat dikatakan bahwa sikap dan tindakan memiliki hubungan yang sistematis.
Tindakan terdiri dari beberapa tingkatan,yaitu:
a. Persepsi, mengenal dan memilih suatu objek sehubungan dengan tindakan yang
akan diambil.
b. Respon terpimpin, dapat melakukan sesuatu sesuai dengan urutan yang benar.
c. Mekanisme, apabila seseorang telah dapat melakukan sesuatu dengan benar secara
otomatis atau sesuatu itu sudah menjadi kebiasaan.
d. Adopsi, suatu tindakan yang sudah dimodifikasi tanpa mengurangi kebenaran
tindakan tersebut.
Pengukuran tindakan dapat dilakukan secara tidak langsung, yaitu dengan
wawancara terhadap kegiatan-kegiatan yang telah dilakukan beberapa jam, hari, atau
bulan yang lalu (recall). Pengukuran juga dapat dilakukan secara langsung, yakni
2.5. Media Penyuluhan Kesehatan
Media promosi kesehatan adalah semua sarana atau upaya untuk menampilkan
pesan atau informasi yang ingin disampaikan oleh komunikator, baik itu melalui media
cetak, elektronika (TV, radio, computer dan sebagainya) dan media ruangan, media
luar ruangan. Media penyuluhan atau alat peraga dalam promosi kesehatan dapat
diartikan sebagai, alat bantu untuk promosi kesehatan yang dapat dilihat, didengar,
diraba, dirasa atau dicium, untuk memperlancar komunikasi dan penyebarluasan
informasi kesehatan kepada masyarakat (Notoatmodjo, 2005).
Biasanya alat peraga digunakan secara kombinasi, misalnya menggunakan
papan tulis dengan foto dan sebagainya. Tetapi dalam menggunakan alat peraga, baik
secara kombinasi maupun tunggal, ada dua hal yang harus diperhatikan, yaitu: alat
peraga harus mudah dimengerti oleh masyarakat sasaran dan ide atau gagasan yang
terkandung di dalamnya harus dapat diterima oleh sasaran.
Alat peraga yang digunakan secara baik memberikan keuntungan-keuntungan:
a. Dapat menghindari salah pengertian/pemahaman atau salah tafsir. Dengan contoh
yang telah disebutkan pada bagian atas dapat dilihat bahwa salah tafsir atau salah
pengertian tentang bentuk plengsengan dapat dihindari.
b. Dapat memperjelas apa yang diterangkan dan dapat lebih mudah ditangkap.
c. Apa yang diterangkan akan lebih lama diingat, terutama hal-hal yang mengesankan.
d. Dapat menarik serta memusatkan perhatian.
Menurut Depkes, (2004). Alat-alat peraga dapat dibagi dalam 4 kelompok
besar:
a. Benda asli, yaitu benda yang sesungguhnya baik hidup maupun mati.
Merupakan alat peraga yang paling baik karena mudah serta cepat dikenal,
mempunyai bentuk serta ukuran yang tepat. Tetapi alat peraga ini kelemahannya
tidak selalu mudah dibawa ke mana-mana sebagai alat bantu mengajar. Termasuk
dalam macam alat peraga ini antara lain:
- Benda sesungguhnya, misalnya tinja di kebun, lalat di atas tinja, dan lain
sebagainya.
- Spesimen, yaitu benda sesungguhnya yang telah diawetkan seperti cacing
dalam botol pengawet, dan lain-lain.
- Sampel yaitu contoh benda sesungguhnya untuk diperdagangkan seperti oralit,
dan lain-lain.
b. Benda tiruan, yang ukurannya lain dari benda sesungguhnya. Benda tiruan bisa
digunakan sebagai media atau alat peraga dalam promosi kesehatan. Hal ini
dikarenakan menggunakan benda asli tidak memungkinkan, misal ukuran benda
asli yang terlalu besar, terlalu berat, dll. Benda tiruan dapat dibuat dari
bermacam-macam bahan seperti tanah, kayu, semen, plastik, dan lain-lain.
c. Gambar atau Media grafis, seperti poster, leaflet, gambar karikatur, lukisan, dan
lain-lain.
- Poster adalah sehelai kertas atau papan yang berisikan gambar - gambar
dapat dengan mudah dibaca pada jarak kurang lebih 6 meter. Poster biasanya
ditempelkan pada suatu tempat yang mudah dilihat dan banyak dilalui orang
misalnya di dinding balai desa, pinggir jalan, papan pengumuman, dan
lain-lain. Gambar dalam poster dapat berupa lukisan, ilustrasi, kartun, gambar atau
photo. Poster terutama dibuat untuk memengaruhi orang banyak, memberikan
pesan singkat. Karena itu cara pembuatannya harus menarik, sederhana dan
hanya berisikan satu ide atau satu kenyataan saja. Poster yang baik adalah
poster yang mempunyai daya tinggal lama dalam ingatan orang yang
melihatnya serta dapat mendorong untuk bertindak.
- Leaflet adalah selembaran kertas yang berisi tulisan dengan kalimat-kalimat
yang singkat, padat, mudah dimengerti dan gambar-gambar yang sederhana.
Ada beberapa yang disajikan secara berlipat.
- Leaflet digunakan untuk memberikan keterangan singkat tentang suatu
masalah, misalnya deskripsi pengolahan air di tingkat rumah tangga, deskripsi
tentang TB paru dan penecegahannya, dan lain-lain.
- Leaflet dapat diberikan atau disebarkan pada saat pertemuan-pertemuan
dilakukan seperti pertemuan FGD, pertemuan Posyandu, kunjungan rumah,
dan lain-lain.
- Leaflet dapat dibuat sendiri dengan perbanyakan sederhana seperti di photo
copy.
- Booklet, media cetak yang berbentuk buku kecil. Terutama digunakan untuk
sasaran. Ciri lain dari booklet adalah : Berisi informasi pokok tentang hal yang
dipelajari, ekonomis dalam arti waktu dalam memperoleh informasi,
memungkinkan seseorang mendapat informasi dengan caranya sendiri.
Faktor-faktor yang memengaruhi hasil belajar dengan booklet ada beberapa
halaman antara lain booklet itu sendiri, faktor-faktor atau kondisi lingkungan
juga kondisi individual penderita. Oleh karena itu dalam pemakaiannya perlu
mempertimbangkan kemampuan membaca seseorang, kondisi fisik maupun
psikologis penderita dan juga faktor lingkungan dimana penderita itu berada.
Di samping itu perlu pula diketahui kelemahan yang ada, oleh karena itu
kadang-kadang informasi dalam booklet tersebut telah kadaluwarsa. Pada
suatu tujuan instruksional tertentu booklet tidak tepat dipergunakan.
d. Gambar Optik, seperti photo, slide,leaflet dan lain-lain.
- Photo sebagai bahan untuk alat peraga, photo digunakan dalam bentuk album
dan dokumentasi lepasan.
- Slide pada umumnya digunakan untuk sasaran kelompok. Penggunaan slide
cukup effektif, karena gambar atau setiap materi dapat dilihat berkali - kali,
dibahas lebih mendalam. Slide sangat menarik terutama bagi kelompok anak
sekolah, karena alat ini lebih “trendi” dibanding dengan gambar, leaflet.
- Film merupakan media yang bersifat menghibur, tapi dapat disisipi dengan
pesan-pesan yang bersifat edukatif. Sasaran media ini adalah kelompok besar,
- Ceramah merupakan cara penyampaian bahan pelajaran dengan komunikasi
lisan. Metode ceramah ini ekonomis dan sangat efektif untuk keperluan
penyampaian informasi dan pengertian. Metode ceramah cocok untuk
menyampaikan imformasi, bila bahan ceramah langka, bila perlu
membangkitkan minat, kalau bahan cukup diingat sebentar, dan untuk
memberi pengantar atau petunjuk bagi format lain.
2.6. Tuberkulosis Paru
2.6.1. Definisi Tuberkulosis Paru
Tuberkulosis paru adalah penyakit menular langsung yang disebabkan oleh
bakteri (Mycobacterium Tuberculosis), Bakteri ini pertama kali ditemukan oleh Rober
koch, pada tanggal 24 Maret 1882. Sehingga untuk mengenang jasanya bakteri tersebut
diberi nama Basil koch, Sebagian besar bakteri TB paru menyerang paru, tetapi dapat
juga mengenai organ tubuh lainnya (Depkes RI, 2007).
Berdasarkan hasil pemeriksaan dahak, TB paru dibagi dalam 2 bagian yaitu;
(1) TB paru BTA positif (sangat menular) yaitu sekurang-kurangnya 2 dari 3
pemeriksaan dahak, memberikan hasil yang positif. Satu pemeriksaan dahak
memberikan hasil yang positif dan foto rontgen dada menunjukkan TB paru aktif;
(2) TB paru BTA negatif, yaitu pemeriksaan dahak hasilnya masih meragukan. Jumlah
kuman yang ditemukan pada waktu pemeriksaan belum memenuhi syarat positif. Foto
Bakteri ini merupakan bakteri yang sangat kuat sehingga memerlukan waktu
lama untuk mengobatinya, bakteri ini berbentuk batang tahan terhadap asam pada
pewarnaan sehingga disebut Basil Tahan Asam (BTA). Bakteri ini dapat tahan hidup
beberapa jam ditempat gelap dan lembab, akan mati bila terkenak sinar matahari secara
lansung dan dalam jaringan tubuh manusia bakteri inidapat bertahan selama
bertahun-tahun (Erwin, 2010).
2.6.2. Cara Penularan dan Risiko Penularan
Penderita dapat menularkan kuman TB paru pada orang lain melalui cara: (1)
Pada waktu batuk atau bersin, pasien menyebarkan kuman ke udara dalam bentuk
percikan dahak (droplet nuclei). Sekali batuk dapat menghasilkan sekitar 3000 percikan
dahak. (2) Penularan terjadi dalam ruangan dimana percikan dahak berada dalam waktu
yang lama. Ventilasi dapat mengurangi jumlah percikan, sementara sinar matahari
langsung dapat membunuh kuman. Percikan dapat bertahan selama beberapa jam
dalam keadaan yang gelap dan lembab. (3) Daya penularan seorang pasien ditentukan
oleh banyaknya kuman yang dikeluarkan dari parunya. Makin tinggi derajat kepositifan
hasil pemeriksaan dahak, makin menular pasien tersebut. (4) Faktor yang
memungkinkan seseorang terpajan kuman TB paru ditentukan oleh konsentrasi
percikan dalam udara dan lamanya menghirup udara tersebut. Risiko tertular
tergantung dari tingkat pajanan dengan percikan dahak.
Pasien TB paru dengan BTA positif memberikan kemungkinan risiko penularan
lebih besar dari pasien TB paru dengan BTA negatif. Seseorang dapat terpapar dengan
dengan status TB paru BTA (Basil Tahan Asam) positif dapat menularkan
sekurang-kurangnya kepada 10-15 orang lain setiap tahunnya. Sepertiga dari populasi dunia
sudah tertular dengan TB paru (Kemenkes RI, 2012).
Infeksi TB paru dibuktikan dengan perubahan reaksi tuberkulin negatif. menjadi
positif. Faktor yang memengaruhi kemungkinan seseorang menjadi pasien. TB paru
adalah daya tahan tubuh yang rendah, diantaranya infeksi HIV/AIDS dan malnutrisi
(gizi buruk).
2.6.3. Gejala Klinis Pasien TB Paru
Gejala utama pasien TB paru adalah batuk berdahak selama 2-3 minggu atau
lebih. Batuk dapat diikuti dengan gejala tambahan yaitu dahak bercampur darah, batuk
darah, sesak nafas, badan lemas, nafsu makan menurun, berat badan menurun, malaise,
berkeringat malam hari tanpa kegiatan fisik, demam meriang lebih dari satu bulan.
Gejala-gejala tersebut diatas dapat dijumpai pula pada penyakit paru selain TB paru,
seperti bronkiektasis, bronkitis kronis, asma, kanker paru, dan lain-lain.
Mengingat prevalensi TB paru di Indonesia saat ini masih tinggi, maka setiap
orang yang datang ke Unit Pelayanan Kesehatan dengan gejala tersebut diatas,
dianggap sebagai seorang tersangka (suspek) pasien TB paru, dan perlu dilakukan
2.6.4. Pengobatan TB Paru dan Efek Samping
Pengobatan TB paru bertujuan untuk menyembuhkan pasien, mencegah
kematian, mencegah kekambuhan, memutuskan rantai penularan dan mencegah
terjadinya resistensi kuman terhadap Obat Anti Tuberkulosis (OAT).
Pengobatan tuberkulosis paru dilakukan dengan prinsip-prinsip sebagai berikut:
1. OAT harus diberikan dalam bentuk kombinasi beberapa jenis obat, dalam jumlah
cukup dan dosis tepat sesuai dengan kategori pengobatan. Jangan gunakan OAT
tunggal (monoterapi). Pemakaian OAT-Kombinasi Dosis Tetap (OAT-KDT) lebih
menguntungkan dan sangat dianjurkan. Kombinasi beberapa jenis obat tersebut
terdiri dari ; Rifampisin, INH, Pyrazinamid, Etambutol, Streptomisin.
2. Untuk menjamin kepatuhan pasien menelan obat, dilakukan pengawasan langsung
(DOT = Directly Observed Treatment) oleh seorang Pengawas Menelan Obat
(PMO). Pengobatan perlu dilakukan dengan pengawasan langsung oleh seorang
PMO, supaya penderita meminum obatnya secara teratur setiap hari. Minum obat
yang tidak teratur dan terputus putus bisa menimbulkan kekebalan kuman terhadap
obat anti TB paru sehingga kuman tidak mati dan penyakit sulit untuk sembuh.
Keadaan ini akan sangat membahayakan penderita sendiri maupun masyarakat
sekitarnya.
3. Pengobatan TB paru diberikan dalam 2 tahap, yaitu tahap intensif dan lanjutan.
Pada tahap intensif (awal) pasien mendapat obat setiap hari dan perlu diawasi
secara langsung untuk mencegah terjadinya resistensi obat. Bila pengobatan tahap
menular dalam kurun waktu 2 minggu. Sebagian besar pasien TB paru BTA positif
menjadi BTA negatif (konversi) dalam 2 bulan.
Pada tahap lanjutan pasien mendapat jenis obat lebih sedikit, namun dalam
jangka waktu yang lebih lama. Tahap lanjutan ini sangat penting untuk membunuh
kuman persister sehingga mencegah terjadinya kekambuhan kembali.
Beberapa faktor yang memengaruhi hasil pengobatan yaitu ; luasnya tubuh yang
diserang, jenis, jumlah dan dosis obat yang cukup, teratur dalam menjalankan proses
pengobatan, Istirahat yang cukup, perumahan yang sehat, makan-makanan bergizi,
iklim dan faktor psikis.
Sebagian besar pasien menyelesaikan pengobatan TB paru tanpa efek samping
yang bermakna, namun sebagian kecil mengalami efek samping. Oleh karena itu
pengawasan klinis terhadap efek samping harus dilakukan. Petugas kesehatan dapat
memantau efek samping dengan dua cara. Pertama dengan menerangkan kepada pasien
untuk mengenal tanda-tanda efek samping obat dan segera melaporkannya kepada
dokter. Kedua, dengan menanyakan secara khusus kepada pasien tentang gejala yang
dialaminya.
Efek samping saat minum obat yang perlu diketahui yaitu; kulit berwarna
kuning, air seni berwarna gelap seperti minum air teh, kesemutan, mual dan muntah,
hilang nafsu makan, perubahan pada penglihatan, demam yang tidak jelas, lemas dan
2.6.5. Memastikan Penyakit TB Paru
Untuk memastikan bahwa seseorang menderita TB paru atau tidak, dapat
dilakukan pemeriksaan dahak sebanyak 3x selama 2 hari yang dikenal dengan
istilah SPS (Sewaktu-Pagi-Sewaktu) yaitu; (i) Sewaktu (hari pertama), yaitu
pemeriksaan dahak sewaktu penderita datang pertama kali; (ii) Pagi (hari kedua), yaitu
pemeriksaan sehabis bangun tidur keesokan harinya. Dahak ditampung dalam pot kecil
yang diberi petugas laboratorium; (iii) Sewaktu (Hari kedua), yaitu pemeriksaan dahak
yang dikeluarkan saat penderita datang ke laboratorium untuk diperiksa. Jika positif,
orang tersebut dipastikan menderita TB paru.
Pada program TB paru nasional, penemuan BTA melalui pemeriksaan dahak
mikroskopis merupakan diagnosis utama. Pemeriksaan lain seperti foto toraks, biakan
dan uji kepekaan dapat digunakan sebagai penunjang diagnosis sepanjang sesuai
dengan indikasinya. Tidak dibenarkan mendiagnosis TB paru hanya berdasarkan
pemeriksaan foto toraks saja. Foto toraks tidak selalu memberikan gambaran yang khas
pada TB paru, sehingga sering terjadi overdiagnosis (Kemenkes RI, 2012).
2.7. Pengawas Menelan Obat (PMO)
Salah satu komponen DOTS adalah pengobatan paduan OAT jangka pendek
dengan pengawasan langsung. Untuk menjamin keteraturan pengobatan diperlukan
seorang PMO yang memiliki syarat ;
1. Seseorang yang dikenal, dipercaya dan disetujui, baik oleh petugas kesehatan