• Tidak ada hasil yang ditemukan

Tugas Penyidik Dalam Tindak Pidana Hak Cipta

BAB IV PERANAN PEMERINTAH DALAM UPAYA

C. Tugas Penyidik Dalam Tindak Pidana Hak Cipta

122

Lihat Pasal 107 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana.

Terhadap tindak pidana hak cipta, penyidikan dapat dilakukan oleh pejabat penyidik yakni :

1. Pejabat Polisi Negara Republik Indonesia.

2. Pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu yang berada di lingkungan Departemen yang lingkup tugasnya atau memiliki tanggung jawab dalam bidang pembinaan hak cipta.123

Pencipta atau ahli warisnya atau pemegang hak cipta berhak mengajukan gugatan ganti rugi kepada Pengadilan Niaga atas pelanggaran hak ciptanya dengan meminta penyitaan terhadap benda yang diumumkan atau hasil perbanyakan ciptaan itu. Berdasarkan Pasal 55 Undang-Undang hak Cipta Nomor 19 Tahun 2002, pemegang hak cipta juga berhak memohon kepada Pengadilan Niaga agar memerintahkan penyerahan seluruh atau sebagian penghasilan yang diperoleh dari penyelenggaraan ceramah, pertemuan ilmiah, pertunjukan atau pameran karya ciptaan atau barang yang merupakan hasil pelanggaran hak cipta, gugatan pencipta atau ahli warisnya yang tanpa pelanggaran persetujuannya itu berupa sebagai berikut :

1. Meniadakan nama pencipta pada ciptaan itu; 2. Mencantumkan nama pencipta pada ciptaannya; 3. mengganti atau mengubah judul ciptaan;

4. Mengubah isi ciptaan.

123

OK. Saidin, Op.Cit., hal. 115.

Hak untuk mengajukan gugatan itu, tidak mengurangi hak negara untuk melakukan tuntutan pidana terhadap pelanggaran hak cipta dalam hal penyidikan di bidang hak cipta bahwa selain penyidik Pejabat Polisi Negara RI, Pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu di lingkungan departemen yang lingkup tugas dan tanggung jawabnya meliputi pembinaan hak kekayaan intelektual pembinaan hak kekeyaan intelektual di beri wewenang khusus sebagai penyidik sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana untuk melakukan peyidikan tindak pidana di bidang hak cipta.

Penyidik dalam tindak pidana di bidang Hak Cipta adalah Kepolisian Republik Indonesia (POLRI) dan Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PNNS) tertentu di lingkungan Depkeh dan HAM yang lingkup tugas dan tanggung jawabnya meliputi pembinaan HAKI (Pasal 71 ayat (1) Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta).

Yang dimaksud dengan Pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu adalah pegawai yang diangkat sebagai penyidik berdasarkan Keputusan Menteri. Maka Penyidik berwenang sebagai berikut : 124

1. Melakukan pemeriksaan atas kebenaran laporan atau keterangan berkenaan dengan tindak pidana di bidang hak cipta;

2. Melakukan pemeriksaan terhadap pihak atau badan hukum yang di duga melakukan tindak pidana di bidang hak cipta;

124

Pipin Syarifin, Dedah Jubaedah, Op.Cit., hal. 233.

3. Meminta keterangan dari pihak atau badan hukum yang di duga melakukan tindak pidana di bidang hak cipta ;

4. Melakukan pemeriksaan atas pembukuan, pencatatan, dan dokumentasi lain berkenaan dengan tindak pidana di bidang hak cipta;

5. Melakukan pemeriksaan di tempat tertentu yang di duga terdapat barang bukti pembukuan, pencatatan dan dokumen lain.

6. Melakukan penyitaan bersama-sama dengan pihak kepolisian terhadap bahan dan barang hasil pelanggaran yang dapat dijadikan bukti dalam perkara tindak pidana di bidang hak cipta.

7. Meminta bantuan ahli dalam rangka pelaksanaan tugas penyidikan tindak pidana di bidang hak cipta.

Penyidik Hak Cipta yang berasal dari Pegawai Negeri Sipil selain bekerja di lingkungan Departemen Kehakiman juga berasal dari lingkungan Departemen terkait, yang ada hubungannya dengan perlindungan hak cipta.

Dalam melaksanakan tugasnya, penyidik hak cipta yang berasal dari unsur Pegawai Negeri Sipil tidak berwenang melakukan penangkapan dan/atau penahanan, namun ia dapat menyampaikan laporan temuan tersebut kepada pihak Kepolisian Republik Indonesia, kalau memang diperlukan pihak yang di sebut terakhir ini dapat melakukan penangkapan dan atau penahanan. Khusus dalam hal pelaku tindak pidana di bidang hak cipta tertangkap tangan, penyidik hak cipta yang berasal dari Pegawai Negeri Sipil berwenang menangkap tersangka tanpa

surat perintah dan segera menyerahkan tersangka beserta barang bukti kepada Peyidik Kepolisian dan penangkapan itu untuk paling lama 1 (satu) hari.

PPNS harus melaporkan kepada polisi kalau akan memulai penyidikan dan juga tentang hasil yang diperoleh dari penyidikan tersebut. Dalam praktik, PPNS bekerja sama dengan atau di bantu oleh polisi. PPNS adalah pejabat biasa, pegawai negeri pada Depkeh dan HAM yang tugas utamanya adalah untuk memberikan jasa kepada masyarakat tentang Hak Kekayaan Intelektual. Mereka tidak dipekerjakan secara khusus sebagai PPNS.

Penyidik yang berasal dari pejabat polisi negara Republik Indonesia melakukan tugas dan wewenang penyidikan sesuai dengan ketentuan Pasal 7 Undang- Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana . Tugas dan wewenang itu meliputi :125

1. Meminta laporan atau pengaduan dari seseorang tentang adanya tindak pidana. 2. Melakukan tindakan pertama pada saat di tempat kejadian.

3. Menyuruh berhenti seseorang tersangka dan memeriksa tanda pengenal diri tersangka.

4. Melakukan penangkapan, penahanan, penggeledahan dan penyitaan. 5. Melakukan pemeriksaan dan penyitaan surat.

6. Mengambil sidik jari dan memotret seseorang.

7. Memanggil orang untuk di dengar dan di periksa sebagai tersangka atau saksi.

125

OK. Saidin., Op.Cit., hal. 116.

8. Mendatangkan orang ahli yang diperlukan dalam hubungannya dengan pemeriksaan perkara.

9. Mengadakan penghentian penyelidikan.

10. Mengadakan tindakan lain menurut hukum yang bertanggung jawab.

Berdasarakan ketentuan diatas, penyidik memberitahukan di mulainya penyidikan dan menyampaikan hasil peyidikan kepada penyidik pejabat Polisi Negara Republik Indonesia sesuai dengan ketentuan yang di atur dalam Undang-Undang RI Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana. Hal ini berarti secara khusus penyidikan terhadap negeri sipil di bawah koordinasi Penyidik Pejabat Kepolisian Negara RI, secara umum penyidikan tindak pidana hak cipta dapat dilakukan oleh penyidik Pejabat Kepolisian Negara RI Berdasarkan KUHAP (UU Nomor 8 Tahun 1981).

Tugas penyidik yang dimaksud oleh ketentuan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tersebut, tentu bersifat umum, artinya untuk seluruh jenis tindak pidana. Tidak terkecuali tindak pidana yang dipersangkakan itu di atur dalam KUHPidana ataupun di luar KUHPidana, misalnya adalah tindak pidana terhadap Hak Cipta.126 Saat ini aparat penyidik kepolisian banyak yang tidak memahami tentang seluk beluk kejahatan atau pelanggaran hukum hak cipta. Materi hukum tentang apa yang termasuk dalam kejahatan hak cipta itu tidak semuanya dapat dipahami dengan baik oleh aparat penyidik. Perintah untuk menghadiri seorang

126

Ibid., hal.116.

ahli yang berhubungan dengan kejahatan hak cipta tersebut jarang ataupun mungkin tidak pernah. Di jajaran Kepolisian Daerah Sumatera jarang terdengar adanya perkara-perkara seputar tindak pidana hak cipta. Padahal menurut Undang-Undang Hak Cipta polisilah yang menjadi aparat penegak terdepan untuk “membentengi” kejahatan hak cipta setelah dirumuskan pelanggaran hak cipta itu sebagai delik biasa.127

Berdasarkan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana, ditentukan bahwa penegak hukum yang dilaksanakan melalui sistem peradilan Pidana di Indonesia, meliputi fungsi Penyidikan, Penuntutan, Pemeriksaan di depan sidang Pengadilan dan Pelaksanaan putusan Pengadilan/Pemasyarakatan. Dari fungsi-fungsi tersebut yang pelaksanaannya mencerminkan keterpaduan, ditentukan bahwa fungsi penyidikan dilaksanakan oleh Penyidik Polri ditetapkan pula Penyidik PPNS dari Dirjen HAKI.

Khusus kejahatan/pelanggaran terhadap HAKI selain ditentukan secara umum pada KUHAP secara tegas dalam Undang-Undang Hak Cipta, juga ditentukan bahwa kewenangan penyidikan selain Penyidik Polri ditetapkan pula penyidik PPNS dari Dirjen HAKI.

Untuk menjaga agar tidak terjadi sewenang-wenang Penyidik Hak Cipta yang melakukan penangkapan segera melaporakan kejadian tersebut kepada Kepala Kantor Wilayah, Departemen Kehakiman setempat atau Kepala Kantor Wilayah Departemen terkait tempat instansi asal penyidik untuk mendapatkan surat

127

Ibid., hal. 116.

perintah tugas penyidikan dari Kantor Wilayah Departemen Kehakiman setempat. Tanpa surat perintah penyidikan dari Kantor WilayahDepartemen Kehakiman penyidikan tidak dapat dilakukan. Ini di maksud untuk menjaga agar jangan terjadi penyidikan “liar” yang dilakukan oleh para petugas gadungan. Selain itu tugas penyidik itu hanya dapat dilakukan di daerah wilayah hukum Kantor Wilayah Departemen Kehakiman yang dimaksudkan.128

Khusus untuk penyidikan oleh Penyidik Hak Cipta di lingkungan Direktorat Hak Cipta, hanya dapat dilakukan dengan surat perintah tugas penyidikan Direktorat Jenderal Hukum dan Perundang-undangan. Penyidik Hak Cipta sebagaimana dimaksudkan di atas berwenang :129

1. Melaksanakan tugasnya di seluruh wilayah Indonesia.

2. Melaksanakan tugasnya dalam hal terjadi beberapa tindak pidana di bidang hak cipta yang saling berkaitan dan yang dilakukan di dalam daerah hukum dan atau lebih Kantor Wilayah Departemen Kehakiman.

Pelaksanaan tugas di maksud sebaiknya dilakukan secara bekerja sama dengan Penyidik Hak Cipta pada Kantor Wilayah Departeen Kehakiman setempat. Dengan demikian tidak terjadi tumpang tindih dalam proses penyidikan tersebut. Selanjutnya penyitaan terhadap barang bukti, hanya dapat dilakukan oleh Penyidik Hak Cipta dengan surat Izin Ketua Pengadilan Negeri setempat yang sebelumnya harus dilengkapi dengan pengajuan surat permohonan izin untuk melakukan penyitaan barang bukti kepada Ketua Pengadilan Negeri di tempat

128

Ibid., hal. 118.

129

Ibid. hal. 118.

kejadian tindak pidana hak cipta atau di tempat yang banyak diketemukan barang bukti. Surat permohonan izin penyitaan sebagaimana dimaksudkan harus diketahui oleh Kepala Kantor Wilayah Departemen Kehakiman dan tebusannya dikirimkan kepada Penyidik Kepolisian setempat dan instansi terkait tempat penyidik Pegawai Negeri Sipil itu berasal.

Namun dalam keadaan mendesak penyidik Hak Cipta harus bertindak dan tidak mungkin untuk mendapatkan surat izin terlebih dahulu, penyidik Hak Cipta dapat melakukan penyitaan hanya atas benda bergerak dan untuk itu wajibsegera melaporkan kepada Ketua Pengadilan Negeri setempat guna memperoleh persetujuannya. Barang sitaan sebagaimana dimaksudkan di simpan di rumah penyimpanan benda sitaan negara setempat, dan apabila rumah sedemikian tidak ada benda sitaan di simpan di Kantor Wilayah Departemen Kehakiman setempat atau instandi tempat penyidik Pegawai Negeri Sipil itu berasal. Berkas hasil penyidikan untuk selanjutnya diserahkan kepada Penuntut Umum dan Penyidik Kepolisian. Apabila berita acara yang telah diserahkan dianggap belum lengkap oleh Penuntut Umum, penyidik melengkapi berita acara tersebut dan mengirimkannya kepda Penuntut Umum dan Penyidik Kepolisian. Setelah berita acara pemeriksaan sebagaimana dimaksudkan dikirimkan, Penyidik Hak Cipta dapat menanyakan kepada penuntut umum tentang pelimpahan berkas perkara kepda Pengadilan Negeri. Setelah itu selesailah tugas penyidik dan untuk itu kepada penyidik diwajibkan melaporkan kepada Kepala Kantor Wilayah

Departemen bahwa penyidikan telah selesai dilaksanakan dan telah dilimpahkan kepada Penuntut Umum .

Dalam hal penyidikan masih ditemukan beberapa kendala atau hambatan baik

intern maupun ekstern yaitu :130 1. Intern

a. Penyidik pada tingkat kewilayahan sulit mendapatkan barang asli pembanding, karena hampir sebagian besar para pemegang hak berada di kota-kota besar di Jawa dan sulit mengetahui alamat dan identitas pemegang hak.

b. Penyidik di kewilayahan mengalami kesulitan untuk mendapatkan keterangan saksi ahli jjika harus diperlukan.

c. Kemampuan membedakan ciri-ciri keaslian suatu produk dengan yang tidak asli relati kurang.

d. Biaya pengungkapan dengan Peyidikan Perkara yang tinggi, karena meliputi berbagai kota terkadang melintasi batas negara serta memakan waktu yang cukup lama.

2. Ekstern

a. Pelapor/pihak yang dirugikan pada umumnya cenderung beranggapan bahwa penyidikan yang paling penting pada tahap penindakan saja, sehingga kehadiran pelapor/pihak yang dirugikan pada tahap pemeriksaan sering kurang mendukung.

130

Iskandar Hasan, Op.Cit., hal.7.

b. Para tersangka utama pada umumnya memiliki kemampuan ekonomi kuat, sehingga mempunyai mobilitas tinggi untuk melarikan diri.

c. Para tersangka (Pedagang/penjual) tidak mengetahui asal barang dan tidak mengenal pelaku utama sehingga sulit mengungkapkan jaringan para pelaku yang sudah merupakan sindikat.

d. Walaupun kejahatan hak cipta bukan delik, namun barang bukti sangat tergantung dari keterangan pelapor atau pemegang hak yang mengetahui secara rinci ciri-ciri ciptaan/hasil karya produk ciptaanya untuk memperkuat bukti permulaan yang cukup.

e. Pemegang hak merasa sudah cukup diwakili oleh Asosiasi padahal dalam pemberian keterangan sangat diperlukan saksi yang betul-betul mengetahui ciptaan, hasil karyanya.

f. Kesadaran hukum masyarakat yang relati rendah dan belum tersosialisasinya masalah hak cipta secara luas, merupakan faktor yang mempengaruhi kelancaran penyidikan.

Penyidik bertanggung jawab sepenuhnya atas penyidikan yang telah dilakukannya. Tanggung jawab ini hanya menyangkut materi penyidikan, tetapi lebih jauh juga bertanggung jawab juga secara moral atas profesi yang disandangnya. 131 Karena itu penyidik itu harus penuh dengan kecermatan,

131

OK. Saidin, Op.Cit., hal. 120.

kejujuran serta didasarkan pada panggilan nurani untuk menguak kebenaran dan mewujudkan keadilan.

Selain di bahas mengenai tugas penyidik dalam hal penegakan hukum atas pelanggaran Hak Cipta, maka peranan pejabat bea cukai juga ikut campur tangan di dalamnya. Undang-Undang Kepabean (Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995) mengatur tentang permasalahan pencegahan barang bajakan masuk ke Indonesia, termasuk penundaan pengeluaran oleh pejabat kepabean dalam hal barang yang ingin di impor melanggar HAKI.

Berdasarkan pasal 64 ayat 1 Undang-Undang Kepabean menyatakan bahwa: “Pengendalian impor atau ekspor barang yang di duga merupakan hasil pelanggaran hak atas kekayaan intelektual selain Merek dan Hak Cipta sebagaimana diatur dalam undang-undang ini ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah”.132

Kepabean menyatakan bahwa atas permohonan pemegang hak, Pengadilan Niaga dapat memberikan surat penundaan pengedaran yang memperbolehkan pejabat bea cukai menunda pengedaran barang yang melanggar Hak Cipta atau Merek.133 Jangka waktu penundaan pertama adalah sepuluh hari. Jangka waktu penundaan pertama adalah sepuluh hari. Tetapi, jangka waktu ini dapat diperpanjang sepuluh hari lagi oleh pengadilan atas permintaan pemegang hak.

132

Menurut Tim Lindsey dalam bukunya “ Hak Kekayaan Intelektual Suatu Pengantar” menyatakan bahwa yang seharusnya dipertimbangkan adalah Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1994 tentang Ratifikasi Perjanjian Pendirian WTO. Pelaksanaan Pasal 54 sampai dengan 63 tentang HAKI, selain dari Merek dan Hak Cipta, dilaksanakan secara bertahap, dengan mempertimbangkan kemampuan dan kesiapan managemen sistem HAKI.

133

Lihat pasal 54 sampai 58 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995.

Untuk mendapat surat tersebut, pemegang hak harus menyampaikan : a. Pembuktian yang cukup kuat tentang pelanggaran Hak Cipta dari pihak yang

bersangkutan;

b. Pembuktian tentang kepemilikan Hak Cipta;

c. Penjelasan barang yang cukup rindi supaya dapat diidentifikasi oleh pejabat kepabean.

Permintaan surat tersebut harus disertai dengan uang jaminan untuk melindungi terhadap penyalahgunaan peraturan ini oleh pemohon yang mungkin adalah pesaing komersial dari termohon, atau untuk melindungi kekebalan hukum pejabat kepabean kalau di tuntut, dan untuk melindungi orang yang di duga melanggar dari kerugian kalau mereka dinyatakan tidak bersalah dalam putusan pengadilan.

Jika menerima Peraturan Sementara dari Pengadilan pejabat bea cukai mengambil langkah-langkah :

a. Memeberitahu secara tertulis pengimpor, pengekspor, pemilik barang tentang penetapan penundaan pengedaran barang impor atau ekspor; dan

b. Menunda pengedaran barang yang bersangkutan pada tanggal yang di sebut di dalam Penetapan Sementara pengedaran tersebut.

Pasal 61 Undang-Undang Kepabean menyatakan bahwa apabila dari hasil pemeriksaan perkara kemudian terbukti bahwa barang impor atau ekspor tersebut merupakan atau tidak berasal dari hasil pelanggaran Hak Cipta, pemilik barang impor

atau ekspor berhak untuk memperoleh ganti rugi dari pemilik atau pemegang hak yang meminya penangguhan pengeluaran barang impor atau ekspor tersebut.

Upaya Hukum yang dapat diberikan oleh pejabat bea cukai dalam hal penegakan hukum atas pelanggaran Hak Cipta yaitu melakukan penyitaan barang yang di duga merupakan pelanggaran HAKI. Kalau pengimporan atau pengeksporan barang yang di tunda juga melanggar peraturan bea cukai (selain dari pelanggaran HAKI), misalnya pemberitahuan palsu barang maka pejabat kepabean berhak menyita barang tersebut, menahan si pelanggar, dan menyerahkan kepada polisi.134 Kalau tidak ada pelanggaran peraturan bea cukai, pejabat kepabean dapat menyerahkan kasus kepada polisi dan jaksa proses hukumnya dapat dimulai.

Data di bawah ini merupakan salah satu informasi yang diberikan oleh aparat penegak hukum, yaitu Bea Cukai Bandara Soekarno Hatta135 yang merupakan “gerbang” pintu masuk dan keluar produk-produk yang dilindungi Undang-Undang Hak Cipta. Dari statistik data pencegahan barang Hak Cipta dari Tahun 2000 sampai dengan tahun 2002 terungkap bahwa kasus-kasus yang di duga “pelanggaran Hak Cipta” untuk Video Compact Disc ilegal menunjukkan penurunan dari 15 kasus pada tahun 2000 menjadi 3 kasus pada tahun 2002, sedangkan Digital Video Disc ilegal dari 13 kasus pada tahun 2000, lalu turun drastis menjadi 2 kasus pada tahun 2001 tetapi meningkat kembali menjadi 6 kasus pada tahun 2002.

134

Dalam hal ini yang melanggar pasal 103 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995.

135

Insan Budi Maulana. Op.cit.,Data ini diperoleh dari penelitian yang dilakukan oleh Yayasan Klinik Haki pada tahun 2002 dengan mengajukan permintaan data pada Bea Cukai Bandara Soekarno Hatta, Tanjung Priok. Data yang berhasil diperoleh dari Bea Cukai Bandar Soekarno Hatta.

Tabel 2

Data Pencegahan Barang Hak Cipta

NO URAIAN BARANG THN 2000 THN 2001 THN 2002 1 VCD ILEGAL 15 5 3 2 DVD ILEGAL 13 2 6 3 VHS Tape 5 1 - 4 Audio CD 4 - - JUMLAH 37 8 9

Sumber : Di sadur dari buku Insan Budi Maulan, Bianglala HAKI (Hak Kekayaan

Intelektual), Jakarta, PT. Hecca Mitra Utama, 2005. hal. 178.

Sedangkan jumlah produk barang-barang yang di duga pelanggaran Hak Cipta menunjukkan bahwa tahun 2000 merupakan “puncak” pelanggaran Hak Cipta untuk barang berupa Video Compact Disc ilegal, sedangkan Digital Video Disc ilegal meningkat cukup pesat dari 117 kasus pada tahun 2000 menjadi berjumlah 5.053 kasus pada tahun 2002.

Tabel 3

Data Pencegahan Barang Hak Cipta NO URAIAN BARANG JUMLAH THN 2000 JUMLAH THN 2001 JUMLAH THN 2002 1 VCD ILEGAL 180.083 34.514 112 2 DVD ILEGAL 117 380 5.053 3 VHS Tape 35 5 - 4 Audio CD 766 - - JUMLAH 181.001 34.899 5.175

Sumber : Disadur dari buku Insan Budi Maulana, Bianglala HAKI (Hak

Kekayaan

Intelektual), Jakarta, PT. Hecca Mitra Utama, 2005. hal. 178.

Dari data kasus ini tidak disebutkan oleh sumbernya berapa kerugian yang diderita negara dari perolehan bea masuk dan kerugian yang dialami pemegang Hak Cipta.

Data di bawah ini merupakan data perkara HAKI dari tahun 2000 sampai dengan tahun 2002 yang diperoleh dari Markas Besar Kepolisian Republik Indonesia (Mabes Polri) yang menimbulkan kesan berbeda sekali dengan data dari Bea Cukai. Data dari Mabes Polri menunjukkan adanya peningkatan jumlah kasus dan produk pelanggaran Hak Cipta dari 124 kasus pada tahun 1000 menjadi 161 kasus pada tahun 2002. Begitu pula kasus pelanggaran Video Compact Disc ilegal yang merupakan bagian dari Hak Cipta menunjukkan kenaikan dari 113 kasus menjadi 199 kasus. Hal yang sama terjadi pada jumlah tersangka kejahatan meningkat dari 155 tersangka menjadi 256 tersangka. Tidak jelas apakah kasus tersebut akhirnya bermuara dan diproses di pengadilan dan memperoleh sanksi pidana atau tidak.Juga tidak disebutkan apakah kejahatan Hak Cipta itu terjadi di seluruh Kepolisian Daerah (Polda) ataukah hanya di Polda tertentu saja melalui Mabes Polri saja.

Tabel 4

Data Perkara HAKI Tahun 2000 sampai dengan Tahun 2002

NO JENIS KASUS TAHUN

2000 TAHUN 2001 TAHUN 2002 1 HAK CIPTA 124 109 161 2 MEREK 55 33 9 3 PATEN 1 1 -

4 HAKI YANG LAIN - - -

JUMLAH 180 143 170

Sumber :Disadur dari buku Insan Budi Maulana, Bianglala HAKI (Hak

Kekayaan

Intelektual), Jakarta, PT. Hecca Mitra Utama, 2005. hal. 179

Tabel 5

Hasil Penindakan Terhadap VCD Ilegal

NO URAIAN KASUS THN 2000 THN 2001 THN 2002 *) 1 Jumlah Kasus 113 108 199 2 Produksi/Pabrik 2 2 7 3 Penjual/Toko/Pedagang 111 106 192 4 Jumlah Tersangka 155 109 256

5 Jumlah Barang Bukti

VCD

1.546.621 1.147.326 1.410.995

*) sampai dengan bulan Mei 2002

Sumber : Disadur dari buku Insan Budi Maulana, Bianglala HAKI (Hak

Kekayaan Intelektual), Jakarta, PT. Hecca Mitra Utama, 2005, hal. 180.

Dengan membandingkan data pelanggaran Hak Cipta yang diperoleh dari Bea Cukai dengan Mabes Polri menimbulkan pertanyaan apakah pelanggaran Hak

Cipta itu dilakukan sepenuhnya di Indonesia saja ataukah informasi dan hasil

Dokumen terkait