• Tidak ada hasil yang ditemukan

Perlindungan Hukum Pemegang Hak Cipta Terhadap Pembajakan Hak Cipta Lagu Atau Musik

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Perlindungan Hukum Pemegang Hak Cipta Terhadap Pembajakan Hak Cipta Lagu Atau Musik"

Copied!
147
0
0

Teks penuh

(1)

PERLINDUNGAN HUKUM PEMEGANG HAK CIPTA

TERHADAP PEMBAJAKAN HAK CIPTA LAGU

ATAU MUSIK

T E S I S

Oleh :

DWI ASTUTI

057011022 / M.Kn

SEKOLAH PASCA SARJANA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

M E D A N

2008

(2)

PERLINDUNGAN HUKUM PEMEGANG HAK CIPTA

TERHADAP PEMBAJAKAN HAK CIPTA LAGU

ATAU MUSIK

T E S I S

Diajukan Untuk Memperoleh Gelar Magister Kenotariatan Dalam Program Kenotariatan Pada Sekolah Pasca Sarjana

Universitas Sumatera Utara

Oleh :

DWI ASTUTI

057011022 / M.Kn

SEKOLAH PASCA SARJANA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

M E D A N

2008

(3)

PERLINDUNGAN HUKUM

PEMEGANG HAK CIPTA TERHADAP PEMBAJAKAN HAK CIPTA LAGU ATAU MUSIK

Dwi Astuti1 Runtung Sitepu2 T. Keizerina Devi A.3

Suhaidi2

INTISARI

Undang-Undang Hak Cipta yang terbaru yaitu Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002, memberikan perlindungan hukum hak cipta yang lebih ditingkatkan dari peraturan perundang-undangan sebelumnya. Pada masa sekarang kemajuan teknologi dan informasi, telah memberikan kontribusi yang demikian besar terhadap globalisasi perdagangan berbagai ciptaan-ciptaan yang termasuk HAKI. Dengan meningkatnya kebutuhan masyarakat, menyebabkan hak cipta khususnya hak cipta lagu atau musik akhir-akhir ini semakin banyak mendapat sorotan. Hal ini mengingat semakin banyaknya praktek-praktek persaingan dagang yang tidak sehat berupa pelanggaran hak cipta di bidang lagu atau musik. Pelanggaran tersebut berupa pembajakan hak cipta lagu atau musik di mana alat atau media yang digunakannya ada yang berbentuk

Compact Disc (CD) atau Video Compact Disc (VCD). Dengan munculnya

pembajakan hak cipta tersebut sehingga timbul beberapa permasalahan mengenai bagaimana bentuk-bentuk pembajakan hak cipta lagu atau musik tersebut, bagaimana pengaturan mengenai bentuk-bentuk dan upaya penegak hukum terhadap pembajakan tersebut serta bagaimana peranan pemerintah dalam upaya penegakan hukum terhadap pembajakan tersebut. Pembajakan hak cipta lagu atau musik tersebut bisa meresahkan kemajuan perekonomian negara.

Untuk membahas permasalahan tersebut di atas, maka penelitian yang dilakukan bersifat deskriptif analitis, artinya bahwa penelitian ini termasuk lingkup yang menggambarkan, menelaah dan menjelaskan secara tepat serta menganalisa peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan hak cipta lagu atau musik. Pendekatan penelitian ini adalah penelitian yuridis normatif, sumber data berupa data primer yaitu studi dokumen dan data sekunder dikumpulkan melalui studi kepustakaan dan dianalisis dengan pendekatan kualitatif, selanjutnya dilakukan proses pengolahan data yang di mulai dengan pengumpulan data yang relevan dengan permasalahan yang di bahas.

1

Mahasiswa Sekolah Pasca Sarjana Magister Kenotariatan Universitas Sumatera Utara

2

Guru Besar Universitas Sumatera Utara

3

Dosen Sekolah Pasca Sarjana Magister Kenotariatan Universitas Sumatera Utara

(4)

Hasil yang ditemukan adalah bentuk-bentuk pembajakan hak cipta lagu atau musik terbagi dalam berbagai kategori yaitu Pirate, Couterfeit,dan Bootleging. Pelanggaran dalam bidang hak cipta lagu atau musik memberikan sanksi tegas baik dari segi sanksi pidana maupun sanksi perdata berupa gugatan ganti rugi. Oleh karenanya untuk memberantas masalah pembajakan hak cipta lagu atau musik tersebut dibutuhkan campur tangan pemerintah dalam penegakkan hukumnya dengan bantuan dari pihak kepolisan, pihak kejaksaan dan juga bea cukai. Disarankan selain penegakan hukum yang dilakukan oleh pemerintah, peran serta masyarakat juga sangat berpengaruh besar dalam penegakkan hukumnya. Selain dilakukan sosialisasi akan pentingnya hak cipta juga menyadarkan masyarakat untuk tetap membeli

Compact Disc (CD) atau Video Compact Disc (VCD) yang asli bukan yang bajakan.

Kata Kunci : - Perlindungan Hukum

- Pemegang Hak

- Pembajakan

- Hak Cipta Lagu atau Musik

(5)

LEGAL PROTECTION OF COPYRIGHT HOLDER ON HIJACKING OF

The newest law of copy right, i.e., the Law No. 19 of 2002, gives legal protection of copy right that is increased from regulation previously. Recently the development of technology and information, has given great contribution to globalization or trade for works including Intellectual Property Rights. In increasing of people’s need causes the copy right particularly the copy right of songs or music recently to have bigger attention. This is to remember the more practices of trade competition that is not healthy such as breaking of copy right in field of songs or music. The breaking is hijacking of copyright of songs or music in which tool or media used including Compact Disc (CD) or Video Compact Disc (VCD). In emergence of hijacking of copy right mentioned there is some problem about how the forms of copy right hijacking of song or music, how is the regulation about the forms and the attempt of law support againts the hijacking and what is the role of government in supporting the law againtsthe hijacking. The hijacking of copy right of song and music can make the development of state economy to be upset.

To solve the problem above, so the research done is analytical descriptive, it means that this research is include in a scope to describe, manage, review and explain and analyze the regulation of law associated with the copy right of songs and music. The approach of this research is normative yuridical research, source of data including primary data and document study and secoundary data is collected by literature study and analized with qualitative approach, and then process of data is made beginning with collection of relevant data with the problem above.

The result found is the form of hijacking to copy right includes category of Pirate, Couterfeit, ang Bootleging. The brekinging field of copy right of song or music gives assertive sanction either criminal or civil sanction or compensasion. Therefore to prevent the problem of hijacking the assitance of law must be form police, judge and custom. It is recommended that law supporting done by government, participation of people will also has big effect in the enforcement of law.

1

Student of postgraduate school Notary Magister North Sumatera University

2

Professor of North Sumatera University

3

Lecturer of Postgraduate school Notary Magister North Sumatera University

(6)

There is also socialization for importance of copy right and to make people aware about buying the Compact Disc (CD) or Video Compact Disc (VCD) of original set rather than hijacked one.

Key Words :- Lagal Protection - Right holder - Hijacking

- Copy right of song and music.

(7)

KATA PENGANTAR

Assalamualaikum Wr. Wb.

Alhamdulillah penulis ucapkan kepada Allah SWT, yang telah memberikan

kepada kita semua, Rahmat dan Hidayahnya sehingga penulis dapat menyelesaikan

tesis dengan judul :

“PERLINDUNGAN HUKUM PEMEGANG HAK CIPTA TERHADAP

PEMBAJAKAN HAK CIPTA LAGU ATAU MUSIK”

Penulisan tesis ini merupakan salah satu persyaratan yang harus dipenuhi

untuk memperoleh gelar Magister Kenotariatan pada program studi Magister

Kenotariatan Sekolah Pasca Sarjana Universitas Sumatera Utara.

Dalam penulisan tesis ini penulis telah banyak mendapat bimbingan,

pengarahan, bantuan dan pada kesempatan ini penulis mengucapkan terimakasih dan

penghargaan yang setinggi-tingginya kepada seluruh Dosen Pembimbing yaitu

kepada Bapak Prof. Dr. Runtung Sitepu SH, M.Hum, Ibu Dr. T. Keizerina Devi A.

SH, CN, M.Hum, dan Bapak Prof. Dr. Suhaidi SH, MH yang telah banyak memberi

bimbingan dan masukan demi kesempurnaan tesis ini. Terimakasih juga penulis

sampaikan kepada komisi Penguji, Bapak Prof. Dr. Muhammad Yamin SH, MS, CN

dan Bapak Dr. Budiman Ginting, SH, M.Hum atas saran dan masukan yang sangat

berharga terhadap penulisan tesis ini.

Selanjutnya ucapan terimakasih atas semua bimbingan, bantuan dan dorongan

yang secara khusus penulis sampaikan kepada :

1 Bapak Prof. Dr. Chairuddin P.Lubis DTM & H., SP.A(k)., selaku Rektor

Universitas Sumatera Utara, atas fasilitas yang diberikan kepada kami untuk

(8)

mengikuti dan menyelesaikan pendidikan Program Studi Magister Kenotariatan

Sekolah Pasca Sarjana Universitas Sumatera Utara.

2 Ibu Prof. Dr. Ir. T. Chairun Nisa B, Msc, selaku Direktur Sekolah Pasca Sarjana

Universitas Sumatera Utara, atas diberikannya penulis kesempatan menjadi

mahasiswa Sekolah Pasca Sarjana Program Studi Magister Kenotariatan.

3 Ketua dan Staff Program Magister Kenotariatan Sekolah Pasca Sarjana

Universitas Sumatera Utara yaitu kepada :

- Bapak Prof Dr. Muhammad Yamin SH, MS, CN selaku Ketua Program Studi

Magister Kenotariatan Sekolah Pasca Sarjana Universitas Sumatera Utara.

- Ibu Dr. T. Keizerina Devi A., CN, M.Hum selaku Sekretaris Program Studi

Magister Kenotariatan Sekolah Pasca Sarjana Universitas Sumatera Utara .

- Seluruh Staff Biro Program Studi Magister Kenotariatan Sekolah Pasca

Sarjana Universitas Sumatera Utara.

4 Bapak dan Ibu Guru Besar dan Staff Pengajar pada Program Studi Magister

Kenotariatan Sekolah Pasca Sarjana Universitas Sumatera Utara yang telah

memberikan ilmu pengetahuan kepada penulis.

5 Kedua orang tua tercinta, Kol (Purn) H. Soekarno dan Hj. Siti Hawa yang telah

mencurahkan segenap doa, perhatian, cinta kasih, kesabaran dan sangat penulis

sayangi, tesis ini penulis persembahkan terutama untuk mereka berdua.

6 Kedua oarang tua tercinta Ir. Rejeki Sembiring dan Dra. Hj. Rosida Ginting yang

telah memberikan perhatian dan mencurahkan segenap doa selama menuntut ilmu

di Universitas Sumatera Utara sampai terselesaikannya tesis ini.

(9)

7 Buat suami tercinta Anda Sentika Sembiring dan anakku tersayang M. Dhafa

Sembiring yang telah mendukung dalam penulisan tesisi ini.

8 Abang tercinta Yoyok Eko Cahyono SE, beserta istri Indrika Rachmi SH, abang

terkasih Andi Permana Kesuma Sembiring Spt, dan adikku Andrew Maulia

Sembiring SH, terima kasih atas dukungannya.

9 Sahabat dan seluruh teman-teman di Magister Kenotariatan : Egi, Osfar, Rico,

Uli, Tika, Juni, Kak Nissa, Santy dan rekan-rekan lain angkatan 2005-2006.

Akhirnya atas segala bantuan semua pihak semoga mendapat balasan yang

setimpal dari Allah SWT. Harapan penulis semoga tesis ini dapat memberikan

khasanah baru dan sumbangan yang bermanfaat dalam perkembangan Hak Cipta di

Indonesia.

Medan, Februari 2008

Wassalam

Penulis,

Dwi Astuti, SH

(10)

DAFTAR ISI

Halaman

LEMBAR JUDUL………. LEMBAR PENGESAHAN ………..………

INTISARI ……….. i

ABSTRACT …….……….. iii

KATA PENGANTAR……….……….. v

DAFTAR ISI……….………. viii

DAFTAR TABEL ………. x

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ……… 1

B. Perumusan Masalah ……… 10

C. Tujuan Penelitian………. 10

D. Manfaat Penelitian………... 10

E. Keaslian Penelitian……….. 11

F. Kerangka Teori dan Konsepsi………. 12

G. Metode Penelitian……… 49

BAB II BENTUK-BENTUK PEMBAJAKAN HAK CIPTA LAGU ATAU MUSIK A. Latar Belakang Meningkatnya Kegiatan Pembajakan Hak CiptaLagu atau Musik………. 51

B. Bentuk-Bentuk Pembajakan Hak Cipta Lagu atau Musik… 59

C. Perbuatan Bukan Pelanggaran……….. 68

(11)

BAB III PENGATURAN MENGENAI BENTUK-BENTUK DAN UPAYA PENEGAK HUKUM TERHADAP PEMBAJAKAN HAK CIPTA LAGU ATAU MUSIK

A. Ketentuan Pidana di Bidang Hak Cipta ……… 72

B. Gugatan Ganti Rugi ……….. 76

C. Penetapan Sementara Oleh Pengadilan Niaga…….. 79

D. Perlunya Peraturan Pelaksana di Bidang Hak Cipta .. 85

E. Analisa Kasus Pelanggaran Hak Cipta Lagu atau Musik Dalam Bentuk Video Compact Disc (VCD)………. 91

BAB IV PERANAN PEMERINTAH DALAM UPAYA MENEGAKKAN HUKUM TERHADAP PEMBAJAKAN HAK CIPTA LAGU ATAU MUSIK A. Peranan Pemerintah Dalam Upaya Menegakkan Hukum Terhadap Pembajakan Hak Cipta Lagu atau Musik …. 96

B. Peranan Kejaksaan Dalam Upaya Penegakkan Hukum Terhadap Pembajakan Hak Cipta Lagu atau Musik ….. 99

C. Tugas Penyidik Dalam Tindak Pidana Hak Cipta …… 101

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan……….. 118

B. Saran………. 119

DAFTAR PUSTAKA……….. 121

(12)

DAFTAR TABEL

Tabel 1 : Jenis Peraturan Perundang-Undangan Sebagai Pelaksana

Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002 ……….…..…86

Tabel 2 : Data Pencegahan Barang Hak Cipta ………113

Tabel 3 : Data Pencegahan Barang Hak Cipta ………113

Tabel 4 : Data Perkara HAKI Tahun 2000 sampai Tahun 2002 ……….115

Tabel 5 : Hasil Penindakan Terhadap Video Compact Disc (VCD) Ilegal.. . .115

(13)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Rasa ingin tahu menyebabkan manusia berusaha untuk menemukan hal-hal

yang baru, proses penemuan tersebut dilakukannya didalam suatu pola tertentu

dengan harapan dapat terpenuhinya kebutuhan-kebutuhan dasarnya baik material

maupun spiritual.

Berdasarkan pola prilaku tertentu yang berlaku dalam masyarakat itu, manusia

menghasilkan kebudayaan sebagai hasil karya, rasa dan cipta untuk memenuhi

kebutuhan-kebutuhannya itu. Rasa dan cipta masyarakat menghasilkan norma-norma

dan ilmu pengetahuan, yang merupakan kebudayaan immaterial, sedang karya

masyarakat menghasilkan teknologi dan kebudayaan kebendaan yang diperlukan

manusia untuk menguasai alam sekitarnya agar kekuatan serta hasilnya dapat

diabadikan untuk keperluan masyarakat. Semua karya, rasa dan cipta ini dikuasai dari

orang-orang yang menentukan kegunaannya agar sesuai dengan kepentingan sebagian

besar atau seluruh warga di dalam masyarakat. Teknologi yang dihasilkan itu, yang

merupakan salah satu unsur pokok dari kebudayaan suatu masyarakat, selalu

berkembang terus mengejar perkembangan aneka kebutuhan para warganya.

Kemajuan teknologi yang dicapai memberi pengaruh langsung maupun tidak

langsung terhadap aspek-aspek kehidupan manusia, antara lain di bidang industri

yang menghasilkan barang-barang kebutuhan primer seperti makanan, minuman,

maupun barang-barang kebutuhan sekunder seperti mobil, televisi, Video Compact

(14)

Disc (VCD). Dengan meningkatkan jenis maupun jumlah sirkulasi barang di dalam

masyarakat menyebabkan permasalahan Hak Cipta pada akhir-akhir ini semakin

banyak mendapat sorotan, khususnya dari kalangan pengusaha-pengusaha industri

maupun masyarakat konsumen. Hal ini mengingat semakin banyaknya

praktek-praktek persaingan dagang yang tidak sehat berupa pemalsuan, maupun pelanggaran

Hak Cipta, padahal manusia itu berkepentingan agar benda atau hak yang dimilikinya

itu tidak terganggu. Kesemuanya itu dirasakan sangat merugikan dan mempunyai

sifat melawan hukum. Sedangkan Hak Cipta ini berperan sebagai motivasi untuk

kegairahan dan kesinambungan mencipta pada khususnya dan juga memberikan iklim

kondusif demi perkembangan kebudayaan manusia pada umumnya.

Pada dasarnya, pelanggaran hak cipta terjadi apabila materi hak cipta tersebut

digunakan tanpa izin dan harus ada kesamaan antara dua karya yang ada.3

Dalam kehidupan sehari-hari dapat di lihat bahwa pelanggaran Hak Cipta telah

merembes kesegala bidang kehidupan seperti pelanggaran Hak Cipta karya arsitektur,

pelanggaran Hak Cipta buku, pelanggaran Hak Cipta segala bentuk seni, pelanggaran

Hak Cipta ceramah, kuliah, pidato, pelanggaran Hak Cipta program komputer,

pelanggaran Hak Cipta lagu atau musik, dan lain sebagainya. Mengenai pelanggaran

Hak Cipta di bidang lagu atau musik juga terjadi banyak sekali pelanggaran –

pelanggaran media atau alat, yang digunakannya pun banyak sekali bentuknya. Alat

atau media yang digunakan pada dasarnya bisa berbentuk kaset maupun Cakram

3

Endang Purwaningsih, Perkembangan Hukum Intellectual Property Rights, Jakarta, Ghalia Indonesia, 2005, hal. 6.

(15)

Optik seperti : Compact Disc (CD) , Video Compact Disc (VCD), ataupun Digital

Video Disc (DVD).

Permasalahan ini terus saja banyak terjadi, hingga saat ini belum juga

ditemukan bagaimana cara untuk menanggulangi terhadap banyaknya kasus-kasus

pelanggaran Hak Cipta, khususnya pelanggaran Hak Cipta di bidang lagu atau musik,

terutama media atau alat yang digunakan yang berbentuk kaset, Compact Disc,

Digital Video Disc, Video Compact Disc. Motivasi didalam melakukan pelanggaran

Hak Cipta dibidang lagu atau musik ini, terutama untuk kepentingan dagang berupa

keuntungan finansial, yang membawa akibat sebagai berikut :4

1. Secara Immateril

Moral right pengusaha rekaman sebagai pemegang hak cipta seolah-oleh diambil

alih, karena para pelanggar hak cipta lagu atau musik tersebut memalsukan nama si pengusaha pada Video Compact Disc bajakannya, menggandakannya dan kemudian mengedarkannya.

2. Secara Material

Mengurangi penghasilan dari si pengusaha, karena daya beli masyarakat menjadi menurun, hal ini dikarenakan adanya Video Compact Disc bajakan tersebut, yang harganya jauh lebih murah. Ini dikarenakan para pelanggar hak cipta tidak mengeluarkan biaya perusahaan, honorarium, pajak dan sebagainya. Mereka semata-mata hanya harus mengeluarkan ongkos produksi. Di sini terlihat bahwa bukan hanya pengusaha rekaman saja yang merasa drugikan, melainkan juga merugikan negara, karena paja yang seharusnya masuk ke dalam kas negara, maka dengan hal ini mereka tidak membayar pajak. Yang mana uangnya mengendap di kantong para pelaku pelanggar hak cipta lagu atau musik.

Dampak dari pelanggaran Hak Cipta ini disamping akan merusak tatanan masyarakat

pada umumnya, juga akan mengakibatkan lesunya gairah untuk berkarya di bidang

ilmu pengetahuan, seni dan sastra. Dampak lainnya yang ditimbulkan adalah

4

Aksi Pembajakan Makin Menjadi”, Kompas, 22 Februari 2002, http://www.kompas.co.id,file:///D:/Kompas%20Onlinekompashttp--www_kompas-co-id.htm, diakses pada tanggal 3 Maret 2007

(16)

berkurangnya penghasilan negara berupa pajak penghasilan yang seharusnya di bayar

oleh pemegang Hak Cipta.5

Permasalahan pelanggaran Hak Cipta di bidang lagu atau musik ini, di mulai

tahun 1990 an yang terlihat dari banyaknya beredar kaset, Compact Disc ataupun

Video Compact Disc yang berisi penyanyi dari dalam dan luar negeri yang di jual

sebagai hasil kopi bajakan. Kemudian persoalan ini memudar karena para penyanyi,

pencipta lagu dan para produser ramai-ramai melakukan protes dan mengancam

menggugat secara hukum bagi siapapun yang memperbanyak kaset, Compact Disc,

ataupun Video Compact Disc lagu atau musik secara ilegal. Namun, langkah para

seniman musik untuk memberantas kegiatan ilegal itu hanya menghentikan sesaat

masalah pembajakan. Buktinya, akhir-akhir ini kembali beredar kaset, Compact Disc,

Video Compact Disc lagu atau musik bajakan. Bahkan, tidak sulit menemukan

pedagang kaki lima di pinggir jalan yang menawarkan kaset-kaset, Compact Disc.

Video Compact Disc lagu atau musik bajakan yang sudah pasti harganya jauh lebih

murah dibandingkan dengan harga toko. Bukan hanya itu, pembajakan juga

bertambah banyak dengan munculnya, Compact Disc, Video Compact Disc, maupun

Digital Video Disc lagu atau musik bajakan. Diperkirakan, sekitar 98% Video

Compact Disc dan Compact Disc lagu atau musik yang beredar di Indonesia adalah

produk bajakan.6

5

Insan Budi Maulana, Ridwan Khairandy, Nurjihad, Kapita Selekta Hak Kekayaan Intelektual I, Yogyakarta-jakarta, Pusat Studi Hukum VII Yogyakarta bekerja sama dengan Yayasan Klinik HAKI Jakarta, 2 000, hal. 189.

6

“Pembajakan Pekerjaan Rumah Yang Belum Tuntas”, Tempo, 18 Mei 2002, http://www.Tempo.co.id, file:///Tempo%20 Online%20%20http--www_tempo_co_id.htm, diakses pada tanggal 3 Maret 2007

(17)

Barang-barang dengan kategori bajakan saat ini memang ada dimana-mana,

harganya murah, dan kualitasnya tidak kalah dengan produk aslinya. Hanya 15%

responden yang mempertimbangkan soal keaslian produk ketika membeli barang.7

Tindakan memperbanyak produk atau karya seseorang tanpa izin dari

pemegang hak ciptanya atau pembajakan sudah bukan rahasia umum lagi. Hampir

semua responden tahu bahwa berbagai perangkat lunak dari rekaman musik yang

beredar di Indonesia mayoritas adalah bajakan.

Banyaknya barang bajakan yang beredar juga memberikan keuntungan bagi

masyarakat. Harus diakui, berkat pembajakan, produk atau karya-karya baru yang

berkualitas bisa dinikmati oleh hampir semua kalangan masyarakat. Karena harga

yang ditawarkan sangat miring sehingga mampu di jangkau oleh kalangan

berpenghasilan rendah sekalipun.

Bayangkan, harga satu keping Compact Disc atau Video Compact Disc yang

berkisar Rp. 50.000,- (lima puluh ribu rupiah) hingga Rp, 100.000,- (seratus ribu

rupiah), misalnya versi bajaknnya di banderol hanya Rp. 10.000,- (sepuluh ribu

rupiah). Begitu juga dengan Digital Video Disc yang versi originalnya berkisar Rp.

150.000,- (seratus lima puluh ribu rupiah) di kalangan pembajak dihargai hanya Rp.

6.000,- (enam ribu rupiah).8

Melihat pada besarnya keuntungan yang akan di peroleh rekaman kaset,

Compact Disc, Video Compact Disc lagu atau musik, maka banyak orang yang

7

“Barang Bajakan, Dilarang tetapi Dirindukan”, Kompas (2 Juli 2005), http://www.Kompas.co.id,file///D:/Barang%20Bajakan,%20Dilarang%20tetapi%Dirindukan%, diakses pada tanggal 3 Maret 2007.

8

Ibid.

(18)

kemudian terjun didalamnya. Akan tetapi tidak semua dari mereka itu yang

menjalankan usahanya berdasarkan prosedur hukum yang berlaku. Banyak diantara

mereka ini yang menjalankan usaha mereka secara melawan hukum, dengan cara

menggandakan rekaman kaset, Video Compact Disc maupun Compact Disc lagu atau

musik yang telah di peroleh para pengusaha rekaman melalui prosedur yang berlaku

dan kemudian para pembajak menggandakannya kembali dengan cara yang ilegal.

Disini berarti, bahwa pihak Produser Rekaman Suara telah memperoleh Surat Izin

Produksi berupa izin untuk setiap pembuatan rekaman. Yang mana surat izin

tersebutlah yang bersangkutan sebagai pemegang hak cipta atas Video Compact Disc

maupun Compact Disc lagu atau musik tersebut. Kemudian para pembajak

menggunakannya dengan cara yang ilegal atau melanggar hukum.

Melalui gambaran tersebut, wajar jika produk-produk bajakan menjadi laris di

pasaran karena peminatnya banyak. Dari jajak pendapat ini banyak juga responden

yang mengaku pernah membeli perangkat lunak rekaman musik dan film, seperti

Compact Dics, Video Compact Disc, atau Digital Video Disc.

Pencurian hak cipta yang terjadi melalui pembajakan tidak saja merugikan

para pencipta atau pemegang hak cipta, tetapi juga negara karena pemasukan dari

pajak menjadi berkurang. Wajar saja kalau para pemegang hak cipta terutama untuk

produk-produk berbasis ilmu pengetahuan dan teknologi menjadi gerah lantaran

produk mereka diperbanyak tanpa lisensi atau izin dari mereka. Indonesia ditengarai

(19)

merupakan negara pembajak terbesar ketiga di Asia Pasifik setelah China dan

Vietnam.9

Menyangkut Hak Kekayaan Intelektual (HKI), khususnya mengenai masalah

pembajakan hak cipta lagu dalam bentuk kaset, Compact Disc, maupun Video

Compact Disc sebenarnya menjadi tugas pemerintah untuk diselesaikan. Meskipun

demikian, masyarakat tidak bisa hanya mengandalkan pemerintah saja, karena saat ini

pekerjaan rumah pemerintah sudah terlampau banyak. Paling tidak usaha

menyelesaikan masalah ini juga harus di bantu oleh para pemegang Hak Cipta lagu

atau musik itu sendiri termasuk dari masyarakat, berupa sosialisasi mengenai

pentingnya penghargaan atas Hak Kekayaan Intelektual, tetapi jika kredibilitas

pemerintah sudah kurang, maka diharapkan para pemegang Hak Cipta yang

menyelesaikannya.

Upaya memberantas pembajakan atau setidaknya mengurangi tingkat

keparahan, bukan tidak pernah dilakukan pemerintah. Beberapa bulan terakhir ini,

pemerintah yang bekerja sama dengan aparat penegak hukum melakukan tindakan

hukum berupa penyitaan Video Compact Disc lagu atau musik bajakan dari para

pengedar maupun penggandaannya.10 Di negara manapun, kasus-kasus pembajakan

selalu ada dan tidak bisa di berantas sampai habis. Pemerintah paling hanya bisa

meminimalkan agar pelanggaran Hak Kekayaan Intelektual bisa dikurangi.

Di Indonesia sendiri, upaya menegakkan hukum atas kasus pelanggaran Hak

Atas Kekayaan Intelektual masih lemah, hal ini dapat di lihat dengan adanya

9

Ibid.

10

Tempo, Op.cit.

(20)

pembajakan-pembajakan Compact Disc maupun Video Compact Disc yang masih

marak terjadi di tengah-tengah kehidupan masyarakat. Banyaknya kasus pelanggaran

Hak Atas Kekayaan Intelektual di Indonesia, jika tidak ditangani dengan segera,

dikhawatirkan selain dapat mengancam reputasi Indonesia di mata Internasional, juga

akan menghambat masuknya investasi. Sebaliknya, juga akan menyulitkan ekspor

produk-produk buatan Indonesia.

Semakin banyaknya pelanggaran Hak kekayaan Inetelektual di berbagai

bidang dapat menghambat pengembangan-pengembangan dan penelitian-penelitian

terhadap sesuatu yang baru. Bisa saja, orang enggan melakukan penelitian –

penelitian untuk bisa menghasilkan suatu penemuan karya baru, karena merasa karya

atau penemuan mereka tidak dihargai.

Sebagaimana diketahui, sebagian besar hak cipta perangkat teknologi keras

dan lunak yang beredar di Indonesia saat ini di pegang oleh negara-negara asing,

terutama Amerika Serikat (AS).11 Produk-produk tersebut tidak saja beredar di

Indonesia, tetapi juga menjalar ke seluruh dunia sebagai konsekunesi dari sistem

pasar bebas.

Keberadaan hak cipta di balik sebuah produk yang dijual sebenarnya sudah

banyak disadari publik. Mayoritas responden 85 % (delapan puluh lima persen)

dalam jajak pendpat ini juga mengetahui bahwa produk-produk perangkat lunak yang

mereka beli selama ini sesungguhnya memiliki hak cipta.12 Sayangnya dalam praktik,

ketika hendak membeli atau mengkonsumsi barang, konsumen sering kali tidak

11

“Barang Bajakan, Dilarang tetapi Dirindukan”, Kompas, Op.Cit.

12

Ibid.

(21)

meperdulikannya. Persoalan harga menjadi pertimbangan penting meskipun kualitas

barang adalah yang paling utama.

Pada saaat sekarang ini, banyak anggota masyarakat tidak mau tahu soal pelik

rumitnya kegiatan penelitian pengembangan suatu produk. Dan masyrakat cenderung

kurang peduli terhadap jerih payah seseorang dalam menemukan suatu karya, entah

itu karya teknologi maupun karya seni. Sikap kurang peduli macam ini, menunjukkan

betapa rendahnya penghormatan terhadap hasil jerih payah orang lain. Oleh karena

itu, untuk memberantas palanggaran Hak Cipta diperlukan suatu kesungguhan di

negara kita ini, khususnya di jajaran kabinet, aparat penegak hukum, tokoh dunia

usaha, tokoh pendidikan dan tokoh masyarakat lainnya, dimana dalam hal ini kita

semua harus konsern terhadap masalah pelanggaran Hak Kekayaan Intelektual yang

sangat merugikan bangsa.

Dari beberapa masalah yang terjadi dan telah penulis paparkan di atas, maka

penulis tertarik menulis tesis ini dengan judul “Perlindungan Hukum Pemegang Hak

Cipta Terhadap Pembajakan Hak Cipta Lagu Atau Musik”

B. Pokok Permasalahan

Berdasarkan uraian latar belakang diatas dapat dirumuskan yang menjadi

pokok permasalahan adalah :

1. Bagaimana bentuk-bentuk pembajakan Hak Cipta Lagu atau Musik ?

2. Bagaimana pengaturan mengenai bentuk-bentuk dan upaya penegak hukum

terhadap pembajakan Hak Cipta Lagu atau Musik ?

3. Bagaimana peranan pemerintah dalam upaya menegakkan hukum terhadap

pembajakan Hak Cipta Lagu atau Musik ?

(22)

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan permasalahan yang telah dikemukakan diatas maka tujuan yang

hendak di capai dalam penelitian ini adalah :

1. Untuk mengatahui bagaimana bentuk-bentuk pembajakan Hak Cipta Lagu

atau Musik.

2. Untuk mengetahui bagaimana pengaturan mengenai bentuk-bentuk dan upaya

hukum penegak hukum terhadap pembajakan Hak Cipta Lagu atau Musik.

3. Untuk mengetahui peranan pemerintah dalam upaya menegakkan hukum

terhadap pembajakan Hak Cipta Lagu atau Musik.

D. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian diharapkan dapat memberikan manfaat secara teoritis maupun

praktis yaitu :

1. Secara teoritis, hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai bahan

kajian lebih lanjut khasanah ilmu pengetahuan hukum khususnya Hak Cipta

Lagu atau Musik.

2. Secara Praktis, hasil penelitian ini diharapakan dapat bermanfaat untuk

memberikan informasi kepada masyarakat dan pemegang Hak Cipta tentang

banyaknya pembajakan lagu atau musik di Indonesia.

E. Keaslian Penelitian

Berdasarkan informasi yang tersedia dan penelusuran kepustakaan di

lingkungan Universitas Sumatera Utara Medan, khususnya di lingkungan

kepustakaan Magister Kenotariatan, sudah pernah beberapa penelitian yang mengkaji

tentang Hak Cipta antara lain :

(23)

1 Penelitian yang dilakukan oleh Saudari Lasmauli Sylvia Riolina, Mahasiswi

Program Magister Kenotariatan Universitas Sumatera Utara, dengan judul

Perlindungan Hak Bagi Pencipta Lagu ditinjau dari Undang-Undang Hak Cipta

Nomor 19 Tahun 2002, penelitian ini menitikberatkan pembahasannya mengenai

masalah pelanggaran dalam bentuk pemberian royalti ciptaan lagu.

2 Penelitian yang dilakukan oleh Saudara Erwin Cahaya, Mahasiswa Program

Magister Kenotariatan Universitas Sumatera Utara, dengan judul Penegakan

Hukum Terhadap Pelanggaran Hak Cipta Atas Program Komputer di Indonesia,

penelitian ini menitikberatkan pembahasannya mengenai masalah pembajakan

software atas program komputer di Indonresia.

3 Penelitian yang dilakukan oleh Saudari Ratna Arminda, Mahasiswa Program

Magister Kenotariatan, dengan judul Pembajakan Atas Karya Cipta Dalam

Bentuk Cakram Optik Ditinjau dari Undang-Undang Hak Cipta Nomor 19 Tahun

2002, penelitian ini menitikberatkan pembahasannya mengenai masalah

penggandaan sarana cakram optik yang sering dijadikan pelanggaran dalam kasus

hak cipta.

Berdasarkan uraian di atas, peneliti belum menemukan kajian penelitian yang

persis sama secara spesifik dengan beberapa judul penelitian yang telah dikemukakan

di atas, dalam penelitian yang berjudul “Perlindungan Hukum Pemegang Hak Cipta

Terhadap Pembajakan Hak Cipta Lagu atau Musik”, penelitian ini menitikberatkan

pembahasannya mengenai pembajakan Hak Cipta Lagu atau Musik dalam bentuk

Compact Disc maupun Video Compact Disc . Dengan demikian penelitian ini dapat

dikatakan asli dan dapat dipertanggung jawabkan keasliannya secara akademis.

(24)

F. Kerangka Teori Dan Konsepsi

Dalam penelitian hukum, adanya kerangka konsepsional dan landasan atau

kerangka teoritis menjadi syarat yang penting. Dalam kerangka konsepsional

diungkapkan beberapa konsepsi atau pengertian yang akan dipergunakan sebagai

dasar penelitian hukum, dan di dalam landasan / kerangka teoritis diuraikan segala

sesuatu yang terdapat dalam teori sebagai suatu sistem aneka “theore’ma” atau

ajaran.13

Kerangka teori adalah merupakan kerangka berfikir lebih lanjut terhadap

masalah-masalah yang diteliti. Sebelum peneliti mengetahui kegunaan dari kerangka

teori, maka peneliti perlu mengetahui terlebih dahulu mengenai arti teori. Menurut

Bintoro Tjokroamidjojo dan Mustofa Adidjoyo “teori diartikan sebagai ungkapan

mengenai hubungan kausal yang logis diantara perubahan (variabel) dalam bidang

tertentu, sehingga dapat digunakan sebagai kerangka fikir (frame of thinking) dalam

memahami serta menangani permasalahan yang timbul di dalam bidang tertentu.14

Dari teori diatas dapat disimpulkan bahwa maksud kerangka teori adalah

pengetahuan yang diperoleh dari tulisan dan dokumen serta pengetahuan kita sendiri

yang merupakan kerangka dari pemikiran dan sebagai lanjutan dari teori yang

bersangkutan, sehingga teori penelitian dapat digunakan untuk proses penyusunan

maupun penjelasan serta meramalkan kemungkinan adanya gejala-gejala yang timbul.

13

Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan Singkat, Ed. 1, Cet. 7, Jakarta, PT. Raja Grafindo Persada, 2003, hal. 6

14

Bintoro Tjokroamidjojo dan Mustofa Adijoyo, Teori dan Strategi Pembangunan Nasional, Jakarta, CV. Haji Mas Agung, 1988, hal 12.

(25)

Dalam hal ini fungsi kerangka teori selaras dengan apa yang digunakan oleh

Sugiyono bahwa “teori-teori yang relevan dapat digunakan untuk menjelaskan

tentang variabel yang akan diteliti. Setara sebagai dasar untuk memberi jawaban

sementara terhadap masalah yang diajukan.”15

Berangkat dari dasar pemikiran tentang ciptaan-ciptaan atau karya cipta,

sudah sewajarnya apabila negara menjamin sepenuhnya perlindungan segala macam

ciptaan yang merupakan karya intelektual manusia sebagai produk olah pikirnya baik

di bidang ilmu pengetahuan, maupun seni dan sastra.

Kerangka atau dasar pemikiran diberikannya kepada seorang individu

perlindungan hukum terhadap ciptaannya bermula dari teori yang tidak lepas dari

dominasi pemikiran Mazhab atau Doktrin Hukum Alam yang menekankan pada

faktor manusia dan penggunaan akal seperti yang di kenal dalam Sistem Hukum Sipil

yang merupakan sistem hukum yang dipakai di Indonesia.16

Pengaruh Mazhab Hukum Alam ini terhadap seorang individu yang

menciptakan berbagai ciptaan yang kemudian memperoleh perlindungan hukum atas

ciptaan yang merupakan kekayaan intelektual.

Berdasarkan Pasal 27 ayat 1 Deklarasi Universal Hak-Hak Asasi Manusia

yang menetapkan : “Setiap orang mempunyai hak sebagai pencipta untuk mendapat

perlindungan atas kepentingan-kepentingan moral dan material yang merupakan hasil

dari ciptaannya di bidang ilmu pengetahuan, sastra dan seni”.17

15

Sugiyono, Metode penelitian Administrasi, Bandung, Alfa Beta, 1983, hal. 200.

16

Eddy Damian, Hukum Hak Cipta, Edisi ke-2 Cetakan ke-3, Bandung, Alumni, 2005, hal.17.

(26)

Dengan adanya pengakuan secara universal ini, sudah tidak diragukan lagi

bahwa suatu ciptaan mempunyai manfaat bagi kehidupan manusia dan mempunyai

nilai ekonomi sehingga menimbulkan adanya tiga macam konsepsi :

1. Konsepsi kekayaan:

2. Konsepsi Hak;

3. Konsepsi Perlindungan hukum.

Kehadiran tiga konsepsi ini lebih lanjut menimbulkan kebutuhan adanya

pembangunan hukum dalam bentuk pelbagai perundang-undangan misalnya

mengenai HAKI. Tentang pembangunan hukum ini, Mochtar Kusumaatmadja

mempunyai pendapat dan pemikiran bahwasanya hukum adalah sebagai sarana bagi

pembangunan dan sarana pembaharuan masyarakat.18 Pendapatnya yang demikian ini

bertolak dari pandangan tentang fungsi hukum dalam masyarakat yang dapat

dikembalikan pada pertanyaan dasar : Apakah tujuan hukum itu ?

Jawaban atas pertanyaan yang diajukan itu adalah bahwa : pada analisis

terakhir tujuan pokok daripada hukum, apabila akan direduksi pada suatu hal saja,

adalah ketertiban (order).19 Disamping ketertiban, tujuan lain daripada hukum adalah

tercapainya keadilan yang berbeda-beda sisi dan ukurannya menurut masyarakat dan

zamannya. Untuk mencapai kepastian dalam suatu masyarakat, diperlukan adanya

kepastian dalam suatu masyarakat yang teratur. Tanpa kepastian hukum dan

ketertiban masyarakat yang dijelmakan olehnya tidak mungkin mengembangkan

18

Mochtar Kusumaatmadja, Konsep-Konsep Hukum Dalam Pembangunan, Bandung, Alumni, 2002, hal. 13-14.

19

Eddy Damian, Op.Cit., hal. 19.

(27)

bakat-bakat dan kemampuan yang diberikan Tuhan kepadanya secara optimal di

dalam masyarakat tempat ia hidup.

Selaras dengan pemikiran diatas, dapat diketahui bahwa pengembangan

bakat-bakat dan kemampuan manusia memerlukan adanya upaya-upaya untuk mewujudkan

termasuk melalui penumbuhan pelbagai aturan yang mendukungnya sehingga

tercapai suatu kepastian hukum. Penumbuhan pelbagai aturan ini diperlukan sehingga

timbullah sikap dan kebutuhan masyarakat yang memberi penghargaan,

penghormatan, dan perlindungan terhadap bakat-bakat dan kemampuan yang dimiliki

seseorang, yang diwujudkan dalam bentuk karya.20 Termasuk didalamnya berbagai

kekayaan intelektual yang lebih besar, lebih baik dan lebih banyak yang timbul atau

lahir dari kemampuan intelektual manusia sebagai refleksi kepribadiannya

(alter-egonya)

Untuk mewujudkan iklim yang kondusif bagi peningkatan semangat atau

gairah untuk menghasilkan kemampuan intelektual manusia, menumbuhkan suatu

kebutuhan yaitu perlindungan hukum. Kebutuhan akan perlindungan hukum ini

sebenarnya adalah wajar.

Di balik perlindungan terhadap hak cipta ada serangkaian pemikiran

konsepsional yang dapat diuraikan , bahwa pemilik hak cipta telah mencurahkan

karya, pikiran, tenaga, dan dana untuk memperoleh kekayaan tersebut . Apabila

kekayaan intelektual tersebut digunakan untuk maksud komersial , maka dianggap

wajar bila pemilik hak cipta tersebut memperoleh kompensasi dari pengguna

kekayaan tadi.

20

Ibid., hal. 20.

(28)

Secara simplisitis, pertama, bentuk penggunaan komersial dari kekayaan

intelektual dapat dilakukan langsung oleh pemilik kekayaan kekayaan intelektual

tersebut. Dengan demikian, maka pemilik memperoleh kompensasi secara langsung

bagi dirinya. Kedua, pemilik dapat menjual atau memperoleh kompensasi finansial

dengan memperbolehkan penggunanaan kekayaan intelektual tersebut kepada orang

lain. Ketiga, pemilik hak kekayaan intelektual tersebut dapat mencegah pihak lain

memperoleh dan mempergunakannya. 21

Pemikiran tadi telah menjadi titik awal kesadaran masyarakat internasional,

regional, dan domestik akan pentingnya memberikan penghargaan, berupa

perlindungan hukum terhadap hak atas kekayaan intelektual.

Perlindungan hak atas kekayaan intelektual juga sebagai bentuk pengakuan

hak azasi manusia seseorang bahwa setiap orang memiliki hak untuk mendapatkan

perlindungan (untuk kepentingan moral dan materil) yang diperoleh dari ciptaan

ilmiah, kesusteraan atau artistik dalam hal dia sebagai pencipta. Kepentingan moral

ini direfleksikan dengan tersedianya hak moral dalam hak kekayaan intelektual yang

tidak dapat dicabut dari pencipta.22

Hak cipta sebagai salah satu kekayaan intelektual telah dikenal sejak lama.

Namun ironisnya, pelanggaran akan hak cipta ini lebih banyak terjadi dibanding

kekayaan intelektual lainnya. Oleh karena itu, hak cipta merupakan salah satu hak

21

Ahmad M. Ramli, Fathurahman P., Film Independen (Dalam Perspektif Hukum Hak Cipta dan Hukum Perfilman Indonesia), Bandung, Ghalian Indonesia , 2004, hal.17.

22

Tim Lindsey, Eddy Damian, Simon Butt, Tomi Suryo Utomo, Hak Kekayaan Intelektual Suatu Pengantar, Bandung, PT. Alumni Bekerjasama dengan Asian Law Group Pty Ltd., 2003, hal. 14.

(29)

atas kekayaan intelektual yang sangat rentan dieksploitasi sehingga diperlukan

pengaturan komprehensif disetiap negara sebagai langkah antisipatif.

Perlindungan dan penegakan hukum hak atas kekayaan intelektual ditujukan

untuk memacu penemuan baru dibidang teknologi dan untuk memperlancar alih serta

penyebaran teknologi, dengan tetap memperhatikan kepentingan produsen dan

pengguna pengetahuan tentang teknologi dan dilakukan dengan cara yang menunjang

kesejahteraan sosial dan ekonomi serta keseimbangan antara hak dan kewajiban.

Globalisasi yang juga identik dengan kompetisi dan sekaligus transparansi

memberi pengaruh yang sangat besar terhadap perlindungan hak atas kekayaan

intelektual karena, pertama, bahwa perlindungan hak atas kekayaan intelektual secara

memadai akan mendorong terjadinya kompetisi yang sehat dan sebaliknya,

perlindungan yang buruk di bidang ini justru akan melahirkan persaingan curang

(unfair competition). Kedua, bahwa globalisasi perdagangan juga menuntut

transparansi di bidang hukum , termasuk di bidang hak atas kekayaan intelektual,

peraturan perundang – undangan yang baik dan dapat melindungi pemilik hak atas

kekayaan intelektual secara memadai serta sikap konsisten pengadilan dan aparat

dalam penegakan hukum (law enforcement) atas ketentuan-ketentuan tersebut akan

menjadi salah satu obyek monitoring internasional, sehingga kelemahan di bidang ini

akan menjadi salah satu alasan keraguan untuk menentukan investasi, bahkan dapat

dijadikan dasar tindakan-tindakan balasan negara yang merasa dirugikan, berupa

sanksi-sanksi di bidang ekonomi dan perdagangan.23

23

Ahmad M. Ramli, Fathurahman P., Op.Cit, hal. 14.

(30)

Hukum hak atas kekayan intelektual adalah hukum yang mengatur

perlindungan bagi para penciptanya dan penemuan karya-karya inovatif sehubungan

dengan pemanfaatan karya-karya mereka secara luas dalam masyarakat. Karena itu,

tujuan hukum hak atas kekayaan intelektual adalah menyalurkan kreativitas individu

untuk kemanfaatan manusia secara luas. Sebagai suatu hak eksklusif, hak atas

kekayaan intelektual secara umum mendapatkan tempat yang sama dengan hak-hak

milik lainnya.

Beberapa alasan mengapa hak atas kekayaan intelektual harus dilindungi

dapat dikemukakan sebagai berikut :

Pertama, bahwa kepada pencipta di bidang ilmu pengetahuan, seni dan sastra

ataupun penemu di bidang teknologi baru yang mengandung langkah inventif serta

dapat diterapkan dalam industri, diberikan suatu penghargaan dan pengakuan serta

perlindungan hukum atas keberhasilan upayanya dalam melahirkan ciptaan baru itu.24

Dengan demikian, atas usaha dari pencipta ataupun penemu yang telah mengeluarkan

tenaga, pikiran, waktu, dan biaya yang tidak sedikit jumlahnya, kepadanya layak

diberikan hak-hak eksklusif untuk mengeksploitasi hak cipta guna meraih kembali

apa yang telah dikeluarkannya. Dengan demikian, insentif harus diberikan untuk

merangsang kreativitas dalam upaya menciptakan karya-karya baru di bidang

teknologi. Hal ini juga sejalan dengan prinsip bahwa hak atas kekayaan intelektual

merupakan alat untuk meraih dan mengembangkan ekonomi.

Kedua, bahwa hak atas kekayaan intelektual yang merupakan hasil ciptaan

atau penemuan bersifat rintisan, membuka kemungkinan risiko pihak lain akan dapat

24

Ibid., hal. 15.

(31)

melampaui atau mengembangkan lebih lanjut penemuan yang dihasilkan oleh

penemu.25 Oleh karenanya, penemuan – penemuan mendasar itu pun harus

dilindungi, meskipun mungkin belum bisa memperoleh perlindungan di bawah

hukum paten, tetapi dapat dikategorikan sebagai rahasia dagang atau informasi yang

dirahasiakan. Hak atas kekayaan intelektual memiliki lingkup yang luas di mana di

dalamnya tercukup karya-karya kreatif di bidang hak cipta (copyright) dan hak-hak

terkait serta hak milik industri (industrial property).

Ketiga, bahwa pada bidang tertentu, seperti paten pada dasarnya terbuka, artinya

penemunya berkewajiban untuk menguraikan atau membeberkan penemuannya

dengan cukup jelas dan terperinci, sehingga orang lain dapat belajar atau

melaksanakan penemuan tersebut, sebagai imbalannya kepada penemu diberikan

hak eksklusif untuk dalam jangka waktu tertentu melakukan eksploitasi atas

penemuannya.26

Bertolak dari uraian tersebut di atas, situasi pada masa kini sangat kondusif bagi

penciptaan suatu kepastian hukum dan pengayoman atau perlindungan hukum

yang berintikan keadilan dan kebenaran, sehingga pembangunan hukum pada

umumnya, dan perlindungan Hak Atas Kekayaan Intelektual pada khususnya

perlu segera ditingkatkan lebih cepat menuju terwujudnya sistem hukum nasional

yang menyeluruh dan terpadu.

25

Ibid., hal 15

26

Ibid., hal. 15.

(32)

Dalam rangka pemikiran yang demikian, tidaklah terlalu berlebihan untuk

meneliti kembali apakah perlindungan hukum pada tingkat nasional terhadap Hak

Atas Kekayaan Intelektual khususnya hak cipta, berdasarkan beberapa

perundang-undangan nasional terutama Undang-Undang Hak Cipta Nomor 19 Tahun 2002,

telah berhasil dan sesuai dengan kaidah-kaidah hukum yang berlaku.

1. Latar Belakang Munculnya Hak Kekayaan Intelektual

Istilah hak atas kekayaan intelektual merupakan terjemahan dari istilah

Intellectual Property Rights (Bahasa Inggris). Sedangkan istilah hak atas milik

intelektual merupakan terjemahan dari istilah intellectuele eigendomsrecht

(Bahasa Belanda) dalam sistem hukum Kontinental.27

Menurut Ahmad M. Ramli bahwa milik atau kepemilikan lebih tepat digunakan

dari pada kata kekayaan karena pengertian hak milik memiliki ruang lingkup

lebih khusus dibandingkan dengan istilah kekayaan menurut sistem hukum kita,

hukum harta kekayaan itu meliputi hukum kebendaan dan hukum perikatan.

Intellectual Property Rights merupakan kebendaan immaterial yang juga menjadi

objek hak milik sebagaimana di atur dalam hukum kebendaan. Karena itu lebih

tepat kalau kita menggunakan istilah Hak atas Kepemilikan Intelektual (HAKI)

pada istilah Hak atas Kekayaan Intelektual.28

27

Menurut Abdulkadir Muhammad dalam bukunya yang berjudul “Kajian Hukum Ekonomi Hak Kekayaan Intelektual” menyatakan Hak Kekayaan Intelektual adalah kekayaan bagi pemiliknya.Kekayaan tersebut dapat dialihkan pemanfaatan atau penggunaannya kepada pihak lain, sehingga pihak lain itu memperoleh manfaat dari Hak Kekayaan Intelektual tersebut. Hak pemanfaatan atau penggunaan ini di sebut hak yang diperoleh karena izin (lisensi) dari pemiliknya.

28

Ahmad M. Ramli, Hak atas Kepemilikan Intelektual : Teori Dasar Perlindungan Rahasia Dagang, Bandung, CV. Mandar Maju, 2000, hal. 23.

(33)

Istilah Property Rights diterjemahkan dengan istilah Hak atas Kekayaan

Intelektual yang berarti suatu hak atas milik yang berada dalam ruang lingkup

kehidupan teknologi, ilmu pengetahuan maupun seni dan sastra, pemilikannya

bukan terhadap barangnya melainkan terhadap hasil kemampuan intelektual

manusianya, diantaranya berupa ide.

Munculnya Hak Kekayaan Intelektual sebagai bahan pembicaraan dalam tataran

nasional, regional dan bahkan internasional tidak lepas dari pembentukan

organisasi perdagangan dunia World Trade Organisation (WTO). Pembentukan

WTO sendiri mempunyai sejarah yang cukup panjang, yakni ditandai dengan

masalah perundingan tarif dan perdagangan General Agreement Tariff and Trade

(GATT).

Dengan dibentuknya Organisasi Perdagangan Dunia WTO, maka isu masalah

Hak Kekayaan Intelektual semakain muncul ke permukaan, mengapa? Karena

masalah perdagangan dewasa ini semakin mengglobal. Tujuan Perlindungan Hak

Kekayaan Intelektual digunakan untuk inovasi teknologi atau penyebaran

teknologi, dalam menunjang kesejahteraan sosial ekonomi, keseimbangan hak

dan kewajiban.

Indonesia sendiri telah mengantisipasi masalah ini. Hal ini dapat di lihat dalam

Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabean. Menurut Pasal 54

Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 menyebutkan: “Atas permintaan pemilik

barang atau pemegang hak atas merek atau cipta, Ketua Pengadilan Negeri

(34)

setempat dapat mengeluarkan perintah tertulis kepada pejabat bea cukai untuk

menangguhkan sementara waktu pengeluaran barang impor atau ekspor dari

kawasan pabean yang berdasarkan bukti yang cukup, di duga merupakan hasil

pelanggaran merek dan hak cipta dilindungi di Indonesia”.

Dari latar belakang munculnya WTO tersebut, dapat dipahami bahwa masalah

HAKI cukup erat kaitannya denga dunia bisnis. Untuk itu tidaklah heran apabila

para pelaku bisnis mengeluarkan cukup banyak dana, untuk melakukan penelitian

dan pengembangan dari hasil. Maksud dari riset tersebut adalah untuk mengetahui

apa yang sedang dibutuhkan oleh masyarakat, ataupun melakukan suatu

penelitian dalam bidang teknologi yang hasilnya kelak dapat di jual.

2. Konvensi Internasional Tentang Hak Cipta

Perlindungan hak cipta secara domestik saja tidaklah cukup dan kurang membawa

arti atau manfaat bagi menumbuhkan kreativitas para pencipta. Kreativitas dan

aktivitas para pencipta dalam rangka memacu pertumbuhan untuk mendorong

karya cipta tentu sangat berarti jika perlindungan itu di jamin di setiap saat dan

tempat, sehingga kepastian hukum yang diharapkan itu benar-benar mereka

peroleh.

Konvensi Internasional adalah perjanjian internasional. Mochtar memberikan

defenisi bahwa, “Perjanjian Internasional itu adalah suatu perjanjian yang

(35)

diadakan antar anggota masyarakat bangsa-bangsa dan bertujuan untuk

mengakibatkan akibat-akibat hukum tertentu”.29

Suatu hal yang penting adalah bahwa suatu perjanjian internasional tidak

menimbulkan hak dan kewajiban bagi pihak ke tiga tanpa persetujuan pihak ke

tiga.

Untuk keadaan seperti ini dalam teori mengenai perjanjian internasional

disebutkan sebagai “treaty contract”, yaitu menimbulkan hukum bagi para

peserta, sedangkan yang berikutnya adalah “law making treaty” yaitu secara

langsung menimbulkan kaedah-kaedah bagi semua masyarakat Internasional dan

tidak hanya bagi pihak-pihak peserta.30

Selanjutnya mengenai prosedur ratifikasi tergantung pula konstitusi

masing-masing negara, Untuk Indonesia, hal ini di atur dalam pasal 11 Undang-Undang

Dasar 1945 yang berbunyi :”Presiden dengan persetujuan DPR menyatakan

perang dan membuat perdamaian dan perjanjian dengan negara lain”. Dari

ketentuan itu untuk Indonesia dapat di lihat bahwa prosedur ratifikasi itu

dilakukan oleh Presiden dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat”.

Maka dengan pemberian ratifikasi tersebut berarti suatu negara yang

bersangkutan telah menyatakan persetujuannya untuk mengikatkan dirinya pasa

suatu perjanjian. Sebaliknya apabila ratifikasi itu di tolak maka perjanjian itu

29

Moctar Kusumaatmaja, Pengantar Hukum Internasional, Jakarta, Binacipta, 1978, hal. 111.

30

Ibid., hal. 115.

(36)

hapus sama sekali, walaupun tadinya telah ditandatangani oleh wakil-wakil

negara yang bersangkutan.31

Di atas telah disebutkan bahwa dengan perjanjian itu dimaksudkan menimbulkan

akibat hukum tertentu. Secara yuridis perjanjian internasional itu akan

menerbitkan hak-hak dan kewajiban bagi negara peserta.

Maka apabila persetujuan telah tercapai timbullah hak-hak dan kewajiban bagi

para negara peserta yang telah mengikatkan dirinya. Hak yang ada pada kita

menimbulkan pula kewajiban kepada orang lain untuk menghormatinya,

demikian pula sebaliknya.

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa tujuan diadakannya perjanjian

internasional adalah untuk melindungi atau memberikan kepastian hak atas suatu

hak yang ditimbulkan dari suatu perjanjian tersebut kepada setiap peserta negara

anggota. Kesimpulan tersebut jika dikaitkan dengan Konvensi Internasional

tentang hak cipta, maka akan memperoleh suatu tujuan yaitu untuk melindungi

hak cipta secara internasional.

Oleh karena itu perlindungan hak cipta secara internasional adalah suatu

keharusan. Untuk perlindungan hak cipta secara internasional saat ini ada

beberapa konvensi internasional antara lain :

a. Persetujuan TRIP’s

31

Ok. Saidin, Aspek Hukum Hak Kekayaan Intelektual (Intellectual Property Rights), Jakarta, Raja Grafindo Persada, hal. 204.

(37)

Persetujuan TRIP’s (Trade Related Aspects of Intellectual Property Rights :

Aspek-aspek Perdagangan yang bertalian dengan Hak Milik Intelektual),

merupakan salah satu issue dari 15 issue dalam Persetujuan GAAT (Putaran

Uruguay) yang mengatur masalah Hak Milik Intelektual secara global.

Keikutsertaan Indonesia dalam Persetujuan ini sejak tahun 1989. Di dalam

persetujuan ini terdapat beberapa aturan baru di bidang Hak Milik Intelektual

dengan standar pengaturan dan perlindungan yang lebih dari memadai

dibandingkan dengan pengaturan perundang-undangan nasional, dengan disertai

pula sanksi keras berupa pembalasan (cross retaliation) di bidang ekonomi yang

ditujukan kepada suatu negara (anggota) yang tidak memenuhi ketentuannya.

TRIP’s memiliki ketentuan-ketentuan dan prinsip –prinsip dasar bagi para

anggotanya dalam melaksanakan aturannya. Ketentuan-ketentuan dan

prinsip-prinsip dasar ini tertuang dalam Bab I (pasal 1-8). Ketentuan dan prinsip-prinsip-prinsip-prinsip

dasar tersebut antara lain :32

1 Ketentuan Free to Determine, yaitu ketentuan yang memberikan kebebasan

kepada para anggotanya untuk menentukan cara-cara yang di anggap sesuai

untuk menerapkan ketentuan-ketentuan yang tercantum dalam TRIPs ke

dalam sistem dan praktek hukum mereka.

2 Ketentuan Intellektual Property Convention, yaitu ketentuan yang

mengharuskan para anggotanya menyesuaikan aturan perundang-undangan

dengan berbagai konvensi internasional di bidang Hak Milik Intelektual.

32

Ibid., hal. 207-209.

(38)

3 Ketentuan National Treatment, yaitu ketentuan yang mengharuskan para

anggotanya memberikan perlindungan Hak Milik Intelektual yang sama

antara warga negaranya sendiri dengan warga negara anggota lainnya.

4 Ketentuan Most Favoured Nation Treatment, yaitu ketentuan yang

mengharuskan para anggotanya memberikan perlindungan Hak Milik

Intelektual yang sama terhadap seluruh anggotanya.

5 Ketentuan Exhaution, yaitu ketentuan yang mengharuskan para anggotanya,

dalam menyelesaikan sengketa, untuk tidak menggunakan suatu ketentuan di

dalam Persetujuan TRIPs sebagai alasan tidak optimalnya pengaturan Hak

Milik Intelektual di dalam negeri mereka.

Adapun TRIP’s bertujuan untuk melindungi dan menegakkan hukum Hak Milik

Intelektual guna mendorong timbulnya inovasi, peralihan, serta penyebaran

teknologi, diperolehnya manfaat bersama pembuat dan pemakai pengetahuan

teknologi, dengan cara menciptakan kesejahteraan sosial dan ekonomi serta

keseimbangan antara hak dan kewajiban (Pasal 7 TRIP’s). Untuk itu perlu

dikurangi gangguan dan hambatan dalam perdagangan internasional, dengan

mengingat kebutuhan untuk meningkatkan perlindungan yang efektif dan

memadai terhadap Hak Milik Intelektual yang kemudian tidak menjadi

penghalang bagi perdagangan yang sah.

(39)

Ada beberapa hal penting di dalam Persetujuan TRIP’s ini yang menyangkut

bidang Hak Cipta bila dikaitkan dengan Undang-Undang Hak Cipta nasional

yaitu:33

1 Di dalam persetujuan ini perlindungan hak cipta atas program komputer

lamanya harus tidak dikurangi dari lima puluh tahun (pasal 12 TRIP’s),

sementara dalam Undang-Undang Hak Cipta Nasional juga telah disesuaikan

menjadi lima puluh tahun (Pasal 27 ayat 1 Undang-Undang Hak Cipta Nomor

12 Tahun 1997).

2 Di dalam persetujuan ini dikenal adanya Hak penyewaan (Rental Rights) bagi

pemegang hak cipta karya film (video) dan program komputer (Pasal 11

TRIP’s), yaitu hak yang diberikan kepada pencipta atas kegiatan penyewaan

yang bersifat komersial. Pengaturan ini sudah ada dalam Undang-Undang Hak

Cipta Nasional.

3 Dalam Persetujuan ini terdapat pengaturan yang tegas terhadap pelaku

pertunjukan, prosedur rekaman musik dan badan peyiaran, hal mana dalam

Undang-Undang Hak Cipta Nasional yang baru sudah di atur secara tegas.

b. Bern Convention.

Konvensi Bern yang mengatur tentang perlindungan karya tulis dan artistik,

ditandatangani di Bern pada tanggal 9 September 1986, dan telah berulang kali

mengalami revisi serta penyempurnaan. Yang menjadi obyek perlindungan hak

33

Ibid., hal. 211-212.

(40)

cipta dalam konvensi ini adalah karya-karaya sastra dan seni yang meliputi segala

hasil bidang sastra, ilmiah dan kesenian dalam cara atau bentuk pengutaraan

apapun, demikian yang dapat ditangkap dari rumusan pasal 2 Konvensi Bern. Di

samping karya asli dari Pencipta pertama, dilindungi juga karya-karya turunan

(salinan) seperti terjemahan, saduran, aransemen musik, karya fotografis.

Salah satu hal yang paling penting dalam Konvensi Bern adalah menegani

perlindungan yang diberikan terhadap para pencipta atau pemegang hak. Pasal 5

(setelah direvisi di Paris tahun 1971) adalah merupakan pasal yang terpenting.

Menurut pasal ini para pencipta akan menikmati perlindungan yang sama seperti

diperoleh mereka dalam negara sendiri atau perlindungan yang diberikan oleh

konvensi ini.34

Konvensi Bern telah mengalami beberapa revisi. Revisi yang penting artinya

terutama bagi negara-negara dunia ketiga adalah revisi di Stockholm tanggal 14

Juli 1967 yang memuat suplemen perjanjian utama yang memperhatikan

kepentingan negara-negara berkembang (Developing Countries).

Dalam Pasal 21 naskah Konvensi Bern hasil protokol Stockholm ditentukan :

“Ketentuan-ketentuan khusus yang berkenaan dengan negara-negara berkembang

dimasukkan dalam appendix tersendiri yang merupakan bagian yang tidak

terpisahkan dari konvensi ini”.35

34

Ibid., hal. 217.

35

Abdulkadir Muhammad, Kajian Hukum Ekonomi Hak Kekayaan Intelektual, Bandung, PT. Citra Aditya Bakti, 2001, hal.36.

(41)

Berdasarkan protokol Stockholm tersebut, maka negara-negara berkembang

memperoleh pengecualian mengenai perlindungan yang diberikan oleh Konvensi

Bern. Pengecualian tersebut hanya berlaku bagi negara-negara yang meratifikasi

protokol perjanjian utama Konvensi Bern. Negara yang ingin melakukan

pengecualian semacam itu dapat melakukannya demi kepentingan ekonomi,

sosial, atau budaya nya. Pengecualian tersebut dapat dilakukan terhadap:36

a. Hak terjemahan;

b. Jangka waktu perlindungan;

c. Hak mengutip artikel-artikel berita pers;

d. Hak melakukan siaran radio;

e. Perlindungan karya sastra dan seni semata-mata untuk pendidikan, ilmu, atau

sekolah.

Protokol Stockholm juga memuat kemungkinan memperoleh lisensi (izin) secara

paksa untuk menerjemahkan karya cipta luar negeri. Di samping itu, memuat juga

ketentuan mengenai pembatasan jangka waktu perlindungan hak cipta. Ketentuan

50 (lima puluh) tahun dalam Konvensi Bern, melalui protokol Stockholm untuk

negara berkembang dikurangi menjadi 25 (dua puluh lima) tahun setelah

meninggalnya pencipta.

c. Universal Copyright Convention

36

Ibid., hal.36.

(42)

Universal Copyright Convention ditandatangani di Jenewa pada tanggal 6

September 1992 dan baru berlaku pada tanggal 16 September 1955. Setelah

perang dunia II muncul gagasan yang ingin menyatukan sistem hukum Hak Cipta

yang universal. Gagasan tersebut timbul dari peserta Konvensi Bern dan Amerika

Serikat peserta dari Konvensi Pan Amerika.37

Konvensi ini mengalami revisi pada tanggal 24 Juli 1971 di Paris. Konvensi ini

terdiri dari 21 pasal dilengkapi dengan 3 protokol. Protokol I mengenai

perlindungan karya dari orang-orang pelarian.38 Ini dapat dimengerti bahwa

secara Internasional hak cipta terhadap orang-orang yang tidak mempunyai

kewarganegaraan atau orang-orang pelarian, perlu dilindungi. Dengan demikian

salah satu dari tujuan perlindungan hak cipta itu dapat tercapai, yaitu untuk

mendorong aktivitas dan kreativitas para pencipta tidak terkecuali terhadap

terhadap orang-orang yang tidak mempunyai kewarganegaraan atau pelarian.

Dengan dilindungi hak ciptanya mereka mendapatkan kepastian hukum.

Protokol II mengenai berlakunya konvensi ini atas karya-karya daripada

organisasi-organisasi Internasional tertentu.39 Hal ini erat kaitannya dengan

keinginan PBB untuk dapat hidup bersama secara harmonis. Dan inilah yang

menjadi dasar diciptakannya konvensi ini yang merupakan usaha dari UNESCO,

oleh karenanya dalam protokol ini di atur pula secara khusus tentang

perlindungan karya-karya dari badan organisasi internasional.

37

Ibid., hal. 37.

38

OK. Saidin., Op.cit., hal. 219.

39

Ibid., hal. 219.

(43)

Protokal III berkenaan dengan cara-cara untuk memungkinkan turut sertanya

negara dalam konvensi ini dengan cara bersyarat.

Apabila diperbandingkan antara Konvensi Bern dan Konvensi Jenewa, maka di

situ terdapat perbedaan mengenai dasar falsafah yang di anut Konvensi Bern

menganut dasar falsafah Eropa yang menganggap Hak Cipta sebagai hak alamiah

pencipta pribadi, sehingga menonjolkan sifat individualis yang menimbulkan hak

monopoli. Sedangkan Konvensi Jenewa di samping kepentingan individu juga

memperhatikan kepentingan umum. Konvensi Jenewa mencoba untuk

mempertemukan antara falsafah Eropa dan falsafah Amerika yang memandang

hak monopoli yang diberikan kepada Pencipta diupayakan pula agar

memperhatikan kepentingan umum40

Sehingga Konvensi Jenewa atau yang biasa di sebut Universal Copyright

Convention menganggap bahwa hak cipta itu ditimbulkan oleh karena adanya

ketentuan yang memberikan hak seperti itu kepada pencipta. Sehingga ruang

lingkup dan pengertian hak mengenai hak cipta itu dapat ditentukan oleh

peraturan yang melahirkan hak tersebut.

3.

Pengertian Hak Cipta

Istilah “hak” berasal dari bahasa Arab. Hak berarti milik atau kepunyaan.

Milik adalah penguasaan terhadap sesuatu, yang penguasaannya dapat melakukan

sendiri tindakan-tindakan terhadap sesuatu yang dikuasainya itu dan dapat menikmati

40

Abdulkadir Muhammad, Op.Cit., hal. 38.

(44)

manfaatnya. Dalam Bahasa Belanda dikenal istilah Auteurs Recht yang berarti hak

pengarang. Kemudian istilah hak pengarang itu di ganti dengan istilah hak cipta.41

Menurut bahasa Indonesia, istilah hak cipta berarti hak seseorang sebagai

miliknya atas hasil penemuannya yang berupa tulisan, lukisan dan sebagainya yang

dilindungi oleh Undang-Undang. Dalam bahasa Inggris disebut Copy Right yang

berarti hak cipta.

Istilah hak cipta diusulkan pertama kalinya oleh St. Moh. Syah, pada Kongres

Kebudayaan di Bandung tahun 1951 sebagai pengganti istilah hak pengarang yang di

anggap kurang luas cakupan pengertiannya.42

Dinyatakan “kurang luas” karena hak pengarang itu memberikan kesan

“penyempitan” arti, seolah-olah yang di cakup oleh hak pengarang itu hanyalah hak

dari para pengarang saja, yang ada sangkut pautnya dengan karang mengarang.

Sedangkan istilah hak cipta itu lebih luas, dan ia mencakup juga tentang karang

mengarang. Lebih jelas batasan pengertian ini dapat kita lihat dalam Pasal 2

Undang-Undang Hak Cipta No. 12 Tahun 1997 serta Pasal 1 dan 2 Undang-Undang-Undang-Undang Hak

Cipta Tahun 2002.

Menurut Pasal 2 ayat (1) Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1997, hak cipta

adalah hak khusus bagi pencipta maupun penerima hak untuk mengumumkan atau

memperbanyak ciptaannya maupun memberi izin untuk itu dengan tidak mengurangi

pembatasan-pembatasan menurut perundang-undangan yang berlaku.

41

Pipin Syarifin, Dedah Jubaedah, Peraturan Hak Kekayaan Intelektual di Indonesia, Bandung, Pustaka Bani Quraisy, 2004, hal. 206.

42

OK. Saidin, Op.Cit.,hal. 58.

(45)

Menurut Pasal 1 angka 1 jo. Pasal 2 ayat (1) Undang-Undang Hak Cipta

Nomor 19 Tahun 2002 yang di maksud dengan Hak Cipta adalah Hak eksklusif bagi

Pencipta atau penerima hak untuk mengumumkan atau memperbanyak ciptaannya

atau memberikan izin untuk itu dengan tidak mengurangi pembatasan-pembatasan

menurut perundang-undangan yang berlaku.

Sebagai perbandingan dalam penulisan ini dikemukakan juga pengertian hak

cipta menurut Auteurswet 1912 dan Universal Copyright Convention.

Auteurswet 1912 dalam pasal 1 menyebutkan, “hak cipta adalah hak tunggal

dari pencipta, atau hak dari yang mendapat hak tersebut, atas hasil ciptaannya dalam

lapangan kesusasteraan, pengetahuan dan kesenian, untuk mengumumkan dan

memperbanyak dengan mengingat pembatasan – pembatasan yang ditentukan oleh

undang-undang.” Kemudian Universal Copyright Convention dalam pasal V

menyatakan sebagai berikut, “Hak Cipta meliputi hak tunggal sipencipta untuk

membuat menerbitkan dan memberi kuasa untuk membuat terjemahan dari karya

yang dilindungi perjanjian ini.” 43

Bila dilihat perbandingan pengerian hak cipta yang diberikan oleh ketiga

ketentuan di atas hampir dapat disimpulkan bahwa ketiganya memberikan

pengertian yang sama walaupun menggunakan kata-kata yang berbeda, seperti

kata “Hak Tunggal” dalam Auteurswet 1912 dan Universal Copyright Convention

adalah sama pengertiannya dengan perkataan “Hak Eksklusif” yang terdapat pada

Undang-Undang Hak Cipta 2002.

43

Ibid., hal. 58-59.

(46)

Dalam Penjelasan Pasal 2 Undang-Undang Hak Cipta Nomor 12 Tahun 1997 jo.

Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1982 yang di maksud dengan hak khusus dari

pencipta ialah tidak ada orang lain yang boleh melakukan hak itu atau orang lain

kecuali dengan izin pencipta. Sedangkan dalam penjelasan Pasal 2

Undang-Undang Hak Cipta 2002, yang di maksud dengan hak eksklusif adalah hak yang

semata-mata diperuntukkan bagi pemegangnya sehingga tidak ada pihak lain yang

boleh memanfaatkan hak tersebut tanpa izin pemegangnya.

Perkataan “tidak ada orang lain” mempunyai pengertian yang sama dengan hak

tunggal yang menunjukkan hanya pencipta saja yang boleh melakukan hal itu.

Inilah yang di sebut dengan hak yang bersifat eksklusif.

Oleh karena itu pengertian “mengumumkan atau memperbanyak” adalah

termasuk kegiatan menerjemahkan, mengadaptasi, mengaransemen, mengalih

wujudkan, menjual, menyewakan, meminjamkan, mengimpor, memamerkan,

mempertunjukkan kepada publik, menyiarkan, merekam, dan

mengkomunikasikan ciptaan kepada publik melalui sarana apapun.

Lebih lanjut dalam Undang-Undang Hak Cipta disebutkan yang di maksud

dengan :

a. Pencipta adalah seorang atau beberapa orang secara bersama-sama yang atas

inspirasinya lahir suatu ciptaan berdasarkan kemampuan pikiran imajinasi,

kecekatan, keterampilan atau keahlian yang dituangkan dalam bentuk yang

khas dan bersifat pribadi.

(47)

b. Pengumuman adalah pembacaan, penyuaraan, penyiaran atau penyebaran

sesuatu ciptaan, dengan menggunakan alat apapun dan dengan cara

sedemikian rupa sehingga suatu ciptaan dapat di baca, di dengar atau di lihat

oleh orang lain.

c. Perbanyakan adalah menambah jumlah suatu ciptaan, dengan pembuatan yang

sama, hampir sama atau menyerupai ciptaan tersebut dengan mempergunakan

bahan-bahan yang sama maupun tidak sama. Termasuk mengalih wujudkan

sesuatu ciptaan.

d. Ciptaan adalah setiap karya pencipta dalam bentuk khas apapun juga dalam

lapangan ilmu pengetahuan, seni dan sastra.44

Setelah di bahas mengenai beberapa pengertian tersebut di atas, perlu juga

kiranya mengetahui tentang pengertian pemegang hak cipta. Pemegang hak cipta

adalah pencipta sebagai pemilik hak cipta, atau orang yang menerima hak tersebut

dari pencipta, atau orang lain yang menerima lebih lanjut hak dari orang tersebut

di atas.45

Walaupun bukan Pencipta, negara adalah Pemegang Hak Cipta atas karya :

1 Peninggalan sejarah, prasejarah, dan benda budaya nasional.

2 Hasil kebudayaan rakyat yang menjadi milik bersama di pelihara dan dilindungi

oleh negara. Negara hanya pemegang hak cipta terhadap luar negeri.

44

Sentosa Sembiring, Prosedur Dan Tata Cara Memperoleh Hak Kekayaan Intelektual Dibidang Hak Cipta Paten Dan Merek, Bandung, CV. Yrama Widya, 2002, hal. 18.

45

Widyopramono, Tindak Pidana Hak Cipta Analisis dan Penyelesaiannya, Jakarta, Sinar Grafika, 1992, hal.2.

Gambar

Tabel 5 : Hasil Penindakan Terhadap Video Compact Disc (VCD) Ilegal.. . .115
Tabel 1
Tabel 3 Data Pencegahan Barang Hak Cipta
Tabel 4

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian ini terdiri dari lima perlakuan dengan tiga ulangan ditambah satu ulangan untuk histopatologi, perlakuan dosis meniran adalah sebagai berikut : Perlakuan A: Udang tidak

Analisis imbangan penerimaan dan biaya (R/C Rasio) ditujukan untuk mengetahui tingkat pengembalian petani yang merupakan perbandingan antara total penerimaan dengan

Regulasi yang digunakan di Indonesia terkait perlindungan Hak Cipta diakomodir dalam Undang – Undang Nomor 28 tahun 2014 tentang Hak Cipta (UU Hak Cipta 2014). Terbitnya UU Hak

1) Penataran dan pelatihan dengan tujuan memperluaskan wawasan profesi guru dan keilmuan para guru. 2) Program Musyawarah Guru Mata Pelajaran (MGMP) yang dilaksanakan seminggu

Industri batu alam buatan: Dikarenakan batu alam adalah bahan alam yang tidak dapat diperbaharui, dan sekarang sulit untuk didapatkan dengan harga yang semakin

issue memiliki pengaruh lebih kuat dibandingkan kurs rupiah terhadap harga saham PT Telekomunikasi Indonesia Tbk Ramya & Right issue Event study, t Right issue Bhuvaneshwari dan Harga

Perlindungan hak ekonomi terhadap pemegang hak cipta video klip menurut Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta harus lebih diperhatikan lagi,

KOMPOSISI DAN KELIMPAHAN IKAN YANG BERASOSIASI DENGAN LAMUN PADA KERAPATAN LAMUN YANG BERBEDA DI PULAU PANJANG JEPARA. Agus Nurchotim, Ruswahyuni, Niniek