• Tidak ada hasil yang ditemukan

Faktor Kebudayaan

Dalam dokumen SKRIPSI penegakan hukum pidana. docx (Halaman 68-74)

FAKTOR FAKTOR YANG MEMPENGARUHI TERJADINYA

2. Faktor Kebudayaan

Kebudayaan Indonesia merupakan dasar dari berlakunya hukum adat. Berlakunya hukum tertulis (perundang-undangan) harus mencerminkan nilai-nilai yang menjadi dasar hukum adat. Dalam penegakan hukum, semakin banyak penyesuaian antara peraturan perundang-undangan dengan kebudayaan masyarakat, maka akan semakin mudahlah dalam menegakannya. Apabila peraturan-peraturan perundang- undangan tidak sesuai atau bertentangan dengan kebudayaan masyarakat, maka akan semakin sukar untuk melaksanakan dan menegakkan peraturan hukum.

Masyarakat yang heterogen dengan kemajemukan adat istiadat, agama, suku, ras memiliki pengaruh yang rentan menimbulkan konflik. Hukum sebagai kebudayaan memiliki tatanan nilai-nilai yang ditaati oleh masyarakat. Nilai-nilai tersebut mencerminkan tingkah laku masyarakat tentang apa yang boleh dilakukan dan apa yang tidak boleh diperbuat.

65 Surachmin dan Suhandi Cahaya, 2011, Strategi & Teknik Korupsi “Mengetahui Untuk Mencegah” Sinar Grafika, Jakarta, hal. 187.

Didalam kehidupan sosial kemasyarakatan hukum dianggap sebagai pengejewantahan dari nilai-nilai adat istiadat yang harus dipertahankan. Jika terjadi ancaman maka mereka berkewajiban mempertahankannya. tindakan masyarakat didalam mengambil suatu keputusan terkadang arogan jika ancaman itu telah menyinggung area sensitif nilai-nilai yang mereka anut. Tindakan-tindakan seperti penyerangan terhadap kelompok lain, pembakaran, penganiayaan merupakan ungkapan perlawanan dari ancaman tersebut.

Perilaku kolektif yang agresif destruktif tersebut memunculkan fenomena kekerasan yang sangat merugikan dalam kehidupan berdemokrasi. Dan jika hal ini tidak diantisipasi akan menjadi preseden buruk terhadap penegakan hukum.

Demikianlah uraian dari bab III ini yang jika kita menarik kesimpulan dari hal tersebut maka dapat dikatakan bahwa penegak hukum memiliki pengaruh yang signifikan dalam hal terjadinya tindakan main hakim sendiri.

Sebagai suatu sistem, hukum mencakup struktur, substansi dan kebudayaan. Kebudayaan (system) hukum pada dasarnya mencakup nilai-nilai yang mendasari hukum yang berlaku, nilai-nilai mana merupakan konsepsi-konsepsi abstrak mengenai apa yang dianggap baik (sehingga dianuti) dan apa yang dianggap buruk (sehingga dihindari). Nilai-nilai tersebut, lazimnya merupakan pasangan nilai-nilai yang mencerminkan dua keadaan ekstrim yang harus diserasikan.66

Pasangan nilai-nilai yang berperanan dalam hukum adalah sebagai berikut : (1) Nilai ketertiban dan nilai ketenteraman.

Pasangan nilai-nilai ini sebenarnya sejajar dengan nilai kepentingan umum dan kepentingan pribadi. Pasangan nilai ketertiban dan nilai ketenteraman merupakan pasangan nilai universal. Mungkin keserasiannya berbeda menurut keadaan masing-masing kebudayaan, dimana pasangan nilai itu diterapkan.

Di Indonesia hukum adat merupakan hukum kebiasaan yang berlaku di kalangan rakyat terbanyak. Disamping berlaku pula hukum tertulis (perundang-undangan). Hukum tertulis (perundang-undangan) tersebut harus dapat mencerminkan nilai-nilai yang menjadi dasar dari hukum adat agar supaya perundang-undangan tersebut dapat berlaku efektif.

(2) Nilai jasmaniah/kebendaan dan nilai rohaniah/keakhlaan.

Pasangan nilai-nilai kebendaan dan keakhlaan, juga merupakan pasangan nilai yang bersifat universal. akan tetapi didalam kenyataan pada masing-masing masyarakat timbul perbedaan-perbedaan karena pelbagai macam pengaruh. Pengaruh dari kegiatan-kegiatan modernisasi di bidang materil misalnya, tidak mustahil akan menempatkan nilai kebendaan pada posisi yang lebih tinggi daripada nilai keakhlaan, sehingga akan menimbulkan pula suatu keadaan yang tidak serasi. Salah satu akibat daripada penempatan nilai kebendaan pada posisi lebih tinggi adalah bahwa didalam proses pelembagaan hukum dalam masyarakat, sanksi-sanski negatif lebih dipentingkan daripada kesadaran untuk mematuhi hukum.

(3) Nilai kelanggengan / konservatisme dan nilai kebaruan / inovatisme.

Pasangan nilai konservatisme dan nilai inovatisme senantiasa berperan didalam perkembangan hukum, oleh karena disatu pihak ada yang menyatakan

bahwa hukum hanya mengikuti perubahan yang terjadi dan bertujuan untuk mempertahankan status quo.

Dilain pihak ada anggapan-anggapan yang kuat pula, bahwa hukum juga dapat berfungsi sebagai sarana untuk mengadakan perubahan dan menciptakan hal-hal baru. Keserasian antara kedua nilai tersebut akan menempatkan hukum pada kedudukan dan peranan yang semestinya.

Dari uraian tersebut diatas, kelima faktor itu mempunyai pengaruh terhadap penegakan hukum. mungkin pengaruhnya positif dan mungkin juga negatif.

Diantara kelima faktor tersebut, maka faktor penegak hukum menempati titik sentral didalam penegakan hukum, oleh karena undang-undang disusun oleh penegak hukum, penerapannya dilaksanakan oleh penegak hukum dan penegak hukum dianggap sebagai golongan panutan oleh masyarakat. baik atau buruknya perilaku penegak hukum dianggap mencerminkan hukum itu sendiri.

Tanpa adanya sarana atau fasilitas tertentu, maka tidak mungkin penegakan hukum akan berlangsung dengan lancar. Sarana atau fasilitas tersebut, antara lain mencakup tenaga manusia yang berpendidikan dan terampil, organisasi yang baik, peralatan yang memadai, keuangan yang cukup, dan seterusnya. Kalau hal-hal itu tidak terpenuhi, maka mustahil penegakan hukum akan mencapai tujuannya.

Data tersebut juga menunjukkan bahwa secara kwalitatif dari tunggakan kasus yang belum diselesaikan menurut I Gde Ginarsa, S.H, Hakim Pengadilan Negeri Denpasar :

1) Tidak adanya bukti yang cukup untuk melakukan tindakan penangkapan dan atau penahanan.

2) Kasus tersebut diselesaikan secara damai oleh masing-masing pihak. 3) Untuk menjaga kepentingan umum yang lebih besar sehingga terhadap

kasus-kasus tertentu tidak diambil tindakan ( wawancara dengan I Gde Ginarsa, S.H, Hakim Pengadilan Negeri Denpasar pada 28 Maret 2016 pukul 10.30 WITA )

Dari apa yang disebutkan diatas menunjukan bahwa kemampuan SDM dari aparat kepolisian masih perlu ditingkatkan profesionalismenya baik personal maupun institusinya. Hal itu dapat dilihat dari beberapa faktor, antara lain :

(1) Sebagai petugas penegak hukum kepolisian memiliki kewenangan sebagai penyelidik / penyidik untuk mengungkap suatu peristiwa tindak pidana, sehingga dengan kewenangannya tersebut sangat mustahil tidak memperoleh bukti-bukti untuk melakukan penangkan dan atau penahanan.

(2) Perdamaian dalam tindak pidana tidak dimungkinkan karena hukum pidana sebagai hukum publik memiliki sifat memaksa. Sehingga setiap tindak pidana yang dilakukan harus dilakukan proses hukum.

(3) Kepentingan umum yang lebih besar tersebut harus didifinisikan lebih lanjut, karena tidak semua tindak pidana yang dilakukan tidak dipidana. Kasus-kasus yang dikwalifikasikan sebagai tindak pidana main hakim sendiri seharusnya ditangani secara serius oleh kepolisian, sekalipun tindak pidana yang dilakukan tersebut mengatasnamakan desa misalnya atau dilakukan oleh seorang pejabat penting, bukan berarti hukum harus dikorbankan.

Dengan demikian dapat dikatakan disini bahwa sarana untuk meningkatkan kemampuan dan keterampilan SDM kepolisian harus juga diperhitungkan. Tanpa kemampuan dan keterampilan yang memadai dari aparat penegak hukum tersebut mustahil akan dapat mengatasi tingkat kriminalitas yang dewasa ini semakin meningkat dengan modus operasi baru.

BAB IV

Dalam dokumen SKRIPSI penegakan hukum pidana. docx (Halaman 68-74)

Dokumen terkait