• Tidak ada hasil yang ditemukan

TUJUAN KHUSUS

Dalam dokumen Buku Acuan Kegawatdaruratan Obgyn (Halaman 28-33)

Setelah pelatihan ini, peserta mengetahui dan mampu:  Melakukan langkah-langkah resusitasi dengan benar:

o Melakukan penilaian bayi baru lahir o Melakukan langkah awal resusitasi

o Melakukan Ventilasi Tekanan positip dengan menggunakan balon dan sungkup o Melakukan kompresi dada

o Memberikan obat-obatan yang diperlukan o Memasang pipa endotracheal (bagi dokter) o Mengetahui kapan harus menghentikan resusitasi  Melaksanakan tata laksana pasca resusitasi

 Mengetahui dan mampu melakukan rujukan pada kasus asfiksia LANGKAH PROMOTIF/PREVENTIF

Sebetulnya asfiksia pada BBL, dapat dicegah, maka sebaiknya dilakukan tindakan pencegahan sebagai berikut:

 Pemeriksaan selama kehamilan secara teratur berkualitas  Meningkatkan status nutrisi ibu

 Manajemen persalinan yang baik dan benar (persalinan yang bersih dan aman)

 Melaksanakan pelayanan neonatal esensial terutama dengan melakukan resusitasi yang baik dan benar yang sesuai standar.

Fisiologi pernapasan bayi baru lahir

Oksigen sangat penting untuk kehidupan sebelum dan sesudah persalinan. Selama di dalam Rahim, janin mendapatkan oksigen dan nutrient dari ibu melalui mekanisme difusi melalui plasenta yang berasal dari ibu diberikan kepada darah janin. Sebelum lahir, alveoli paru bayi menguncup dan terisi oleh cairan. Paru janin tidak berfungsi sebagai sumber oksigen atau jalan

untuk mengeluarkan CO2 (karbondioksida) sehingga paru tidak perlu diperfusi atau dialiri darah dalam jumlah besar.

Setelah lahir, bayi tidak berhubungan dengan plasenta lagi sehingga dan akan segera bergantung kepada paru sebagai sumber utama oksigen. Oleh karena itu, maka beberapa saat setelah lahir paru harus segera terisi oksigen dan pembuluh darah paru harus berelaksasi untuk memberikan perfusi pada alveoli dan menyerap oksigen untuk diedarkan ke seluruh tubuh.

Reaksi bayi pada masa transisi normal

Biasanya BBL akan melakukan usaha untuk menghirup udara ke dalam paru. Hal ini mengakibatkan cairan paru keluar dari alveoli ke jaringan interstitial di paru, sehingga oksigen dapat dihantarkan ke arteri ulmonal dan menyebabkan arteriol berelaksasi. Jika keadaan ini terganggu maka arteriol pulmonal akan tetap konstriksi dan pembuluh darah arteri sistemik tidak mendapat oksigen sehingga tidak dapat memberikan perfusi ke organ tubuh yang penting seperti otak, jantung, ginjal dan lain-lain. Bila keadaan ini berlangsung lama maka akan menyebabkan kerusakan jaringan otak dan organ lain yang dapat menyebabkan kematian atau kecacatan.

Patofisiologi

Asfiksia adalah keadaan BBL tidak bernafas secara spontan dan teratur. Sering kali seorang bayi yang mengalami gawat janin sebelum persalinan akan mengalami asfiksia sesudah persalinan. Masalah ini mungkin berkaitan dengan kondisi ibu, masalah pada tali pusat dan plasenta atau masalah pada bayi selama atau sesudah persalinan.

Perubahan yang terjadi pada saat asfiksia

Pernapasan adalah tanda vital pertama yang berhenti ketika BBL kekurangan oksigen. Pada periode awal bayi akan mengalami napas cepat (rapid breathing) yang disebut dengan gasping primer. Setelah periode awal ini akan diikuti dengan keadaan bayi tidak bernapas (apnu) yang disebut apnu primer. Pada saat ini frekuensi jantung mulai menurun, namun tekanan darah masih tetap bertahan.

Bila keadaan ini berlangsung lama dan tidak dilakukan pertolongan pada BBL, maka bayi akan melakukan usaha napas megap-megap yang disebut gasping sekunder dan kemudian masuk ke dalam periode apnu sekunder. Pada saat ini frekuensi jantung semakin menurun dan tekanan darah semakin menurun dan bisa menyebabkan kematian bila bayi tidak segera ditolong. Sehingga setiap menjumpai kasus dengan apnu, harus dianggap sebagai apnu sekunder dan segera dilakukan resusitasi.

Penyebab Asfiksia

Asfiksia pada BBl dapat disebabkan oleh karena factor ibu, factor bayi dan factor tali pusat atau plasenta

Factor ibu:

Keadaan ibu yang dapat mengakibatkan aliran darah ibu melauli plasenta berkurang, sehingga aliran oksigen ke janin berkurang akibatnya akan mengakibatkan Gawat Janin dan akan berlanjut sebagai Asfiksia BBL, antara lain :

 Preeklampsia dan eklampsia

 Perdarahan antepartum abnormal ( plasenta previa atau solusio plasenta )  Partus lama atau partus macet

 Infeksi berat ( malaria, sifilid, TBC, HIV )

 Kehamilan lebih bulan (lebih 42 minggu kehamilan ) Faktor plasenta dan tali pusat

Keadaan plasenta atau tali pusat yang dapat mengakibatkan asfiksia BBL akibat penurunan aliran darah dan oksigen melalui tali pusat bayi

 Infark Plasenta  Hematon Plasenta  Lilitan talipusat  Talipusat pendek  Simpul tali pusat  Prolapses talipusat Faktor bayi

Keadaan bayi yang dapat mengalami asfiksia walaupun kadang-kadang tanpa didahului tanda gawat janin :

 Bayi kurang bulan atau premature ( kurang 37 minggu kehamilan )  Air ketuban bercampur meconium

 Kelainan kongenital yang memberi dampak pada pernafasan bayi DIAGNOSTIK

Anamnesis

 Gangguan atau kesulitan waktu lahir ( lilitan tali pusat, sungsang, ekstraksi vakum, ekstraksi forsep, dll )

 Lahir tidak bernafas atau menangis  Air ketuban bercampur meconium Pemeriksaan fisis :

 Bayi tidak bernafas atau nafas megap-megap  Denyut jantung <100X/menit

 Kulit sianosis, pucat  Tonus otot menurun

Untuk diagnosis asfiksia tidak perlu menunggu nilai skor apgar MANAJEMEN

1. Resusitasi ( tahapan resusitasi lihat bagan )

 Begitu bayi lahir tidak menangis, maka dilakukan langkah awal yang terdiri dari o Hangatkan bayi dibawah pemancar panas atau lampu

o Posisikan kepala bayi sedikit ekstensi o Isap lender dari mulut kemudian hidung

o Keringkan bayi sambil merangsang taktil dengan menggosok punggung atau menyentil ujung jari kaki dan mengganti kain yang basah dengan yang kering.

o Reposisi kepala bayi

 Bila bayi tidak bernapas lakukan ventilasi tekanan positif (VTP) dengan memakai balon dan sungkup selama 30 detik dengan kecepatan 40-60 kali per menit

 Nilai bayi: usaha napas, warna kulit dan denyut jantung

 Bila belum bernapas dan denyut jantung, 60 x/menit lanjutkan VTP dengan kompresi dada secara terkoordinasi selama 30 detik

 Nilai bayi: usaha napas, warna kulit dan denyut jantung

o Bila denyut jantung < 60 x/menit, beri epinefrin dan lanjutkan VTP dengan kompresi dada

o Bila denyut jantung > 60 x/menit kompresi dada dihentikan, VTP dilanjutkan  Pemasangan pipa ET bisa dilakukan pada setiap tahapan resusitasi

 Selanjutnya luhat bagan 6.1 2. Terapi medikamentosa:

Epinefrin : Indikasi:

 Denyut jantung bayi <60x/m setelah paling tidak 30 detik dilakukan ventilasi adekuat dan kompresi dada belum ada respons

 Asistolik

Dosis : 0.1-0.3 ml/kg BB dalam larutan 1:10.000 (0.01 mg-0.03 mg/kg BB) Cara : IV atau endotrakeal. Dapat diulang setiap 3-5 menit bila perlu. Cairan pengganti volume darah

Indikasi:

 Bayi baru lahir yang digunakan resusitasi mengalami hipovolemia dan tidak ada respon dengan resusitasi.

 Hipovolemia kemungkinan akibat adanya perdarahan atau syok. Klinis ditandai adanya pucat, perfusi buruk, nadi kecil/lemah dan pada resusitasi tidak memberikan respon yang adekuat.

Jenis cairan :

 Larutan kristaloid yang isotonis (NaCl 0.9%, Ringer Laktat)

 Transfuse darah gol.O negative jika diduga kehilangan darah banyak dan bila fasilitas tersedia

Dosis: Dosis awal 10 ml/kg BB IV pelan selama 5-10 menit. Dapat diulang sampai menunjukkan respon klinis.

Bikarbonat: Indikasi:

 Asidosis metabolic secara klinis (napas cepat dan dalam, sianosis) Prasyarat: Bayi telah dilakukan ventilasi dengan efektif

Dosis 1-2 mEq/kg BB atau 2 ml/KgBB (4,2%) atau 1 ml /kgbb (7.4%)

Cara: diencerkan dengan aquabides atau dekstrose 5% sama banyak diberikan secara intravena dengan kecepatan minimal 2 menit.

Efek samping: pada keadaan hiperosmolaritas dan kandungan CO2 dari bikarbonat merusak fungsi miokardium dan otak.

Dalam dokumen Buku Acuan Kegawatdaruratan Obgyn (Halaman 28-33)

Dokumen terkait