• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN

1.2 Tujuan dan Manfaat

Tujuan dari percobaan yang dilakukan adalah untuk mengetahui kadar klorida pada air bersih dengan metode argentometri (mohr) berdasarkan syarat yang ditetapkan oleh Permenkes Nomor 416/Menkes/Per/IX/1990 memenuhi syarat atau tidak.

1.3.2 Manfaat

Untuk mengetahui kadar klorida yang terdapat di dalam sampel air bersih dan dapat memberikan informasi kepada pihak terkait dan masyarakat mengenai kandungan klorida pada air bersih.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Air

Air adalah zat cair yang tidak memiliki rasa, warna, dan bau yang terdiri dari hidrogen dan oksigen dengan rumus kimia H2O.Air merupakan suatu larutan yang bersifat universal.Air sangat berpengaruh terhadap kehidupan manusia.Air banyak digunakan oleh manusia dengan tujuan bermacam-macam sehingga mudah tercemar (Suddharnatha, dkk, 2015).Pemanfaatan sumberdaya air baik untuk keperluan industri, pertanian, (termasuk peternakan) maupun untuk keperluan manusia perlu terlebih dahulu ditentukan status kualitas airnya (Asdak, 2007).

Hidrosfer adalah lingkungan air, sebagian besar dari permukaan bumi tertutup oleh air begitu yang luasnya sehingga sangat berpengaruh terhadap iklim.

Sebagai contoh, meskipun di daerah pegunungan atau hutan yang terpencil dengan udara yang bersih dan bebas dari polusi, air hujan selalu mengandung bahan-bahan terlarut seperti CO2,O2, dan N2, serta bahan-bahan tersuspensi seperti debu dan partikel-partikel lainnya yang terbawa dari atmosfer. Air permukaan dan air sumur biasanya mengandung bahan-bahan metal terlarut seperti Na, Mg, Ca, dan Fe (Asdak, 2007).

2.1.1 Sumber-sumber air

Jumlah air di dunia ini relatif tetap dan mengikuti suatu aliran yang dinamakan siklus hidrologi. Penyinaran matahari menyebabkan air di permukaan bumi menguap dan membentuk uap air. Hal ini disebabkan oleh karena adanya

angin, maka uap air akan bersatu dan berada dalam tempat yang tinggi yang kita kenal dengan awan. Angin akan membawa awan ke tempat yang makin tinggi dimana pada tempat yang semakin tinggi suhu semakin rendah. Apabila awan telah jenuh terbentuklah titik-titik air dan jatuh ke bumi sebagai hujan (Waluyo, 2009).

Air hujan bila turun ke bumi sebagian mengalir ke dalam tanah, jika menjumpai lapisan yang rapat air, maka menyebabkan peresepan menjadi berkurang, dan sebagian air akan mengalir di atas lapisan rapat air, jika air keluar pada permukaan bumi, maka air yang demikian dinamakan mata air (Waluyo, 2009).

Air permukaan yang mengalir di permukaan bumi akan membentuk air permukaan. Air ini umumnya mendapat pengotoran selama pengalirannya.

Dengan adanya pengotoran ini menyebabkan kualitas air permukaan menjadi berbeda-beda. Pengotoran ini dapat secara fisika, kimia dan bakteriologi (biologi).

Setelah mengalami pengotoran, pada suatu saat air permukaan akan mengalami pembersihan (Waluyo, 2009).

Jumlah dari jenis mikroorganisme di dalam air dipengaruhi oleh sumber air tersebut, misalnya air atmosfer (air hujan, salju) air permukaan (danau,sungai), air tanah (sumur, mata air), dan air laut (Agusnar, 2007).

2.1.2 Teknologi Penyediaan Air Bersih

Air merupakan suatu sarana utama untuk meningkatkan derajat kesehatan masyarakatkarena air merupakan salah satu media dari berbagai macam penularan, terutama penyakit perut. Melalui penyediaan air bersih baik dari segi kualitas maupun kuantitasnya di suatu daerah, maka penyebaran penyakit menular

dalam hal ini adalah penyakit perut diharapkan bisa ditekan seminimal mungkin (Sutrisno, 1991).

Menurut Ryadi (1986) karenanya untuk mempertahankan persyaratan kualitas air, sebelum diproses oleh perusahaan-perusahaan perlu dilakukan pemeriksaan air bakunya. Dinas Kesehatan Amerika Serikat membedakan 4 group

“air baku” beserta prinsip-prinsip pembersihannya:

1. Group I, adalah untuk kualitas air yang disebut “Water Requiring No Treatment” merupakan kandungan air baku yang berasal dari air tanah yang

diperkirakan bebas sama sekali dari kemungkinan kontaminasi.

2. Group II, merupakan air yang berkualitas sebagai “Water Requiring Complete Chlorination, or its Acquivalent”. Termasuk golongan kualitas air ini adalah air

baku yang berasal dari air tanah atau air permukaan.

3. Group III, air dengan kualitas ini disebut sebagai “Water Requiring Complete, Rapid-sand Filtration Treatment or its Aequivalent.” Harus dengan persyaratan

kekeruhan dan warnanya.

4. Group IV, adalah “Water Requiry Treatment in Addition to Complete Filtration and Postchlorination”. Pada prinsipnya tujuan pengelolaan tersebut untuk

mendapatkan air “safe” dari segi bakteriologi, fisika, dan kimia.

Peningkatan kuantitas air merupakan syarat kedua setelah kualitas, karena semakin maju tingkat hidup seseorang, maka akan semakin tinggi pula tingkat kebutuhan air dari masyarakat tersebut (Sutrisno, 1991).

2.1.3 Kriteria Kualitas Air

Air yang digunakan untuk keperluan sehari-hari sebaiknya air yang memenuhi kriteria sebagai air bersih. Air bersih merupakan air yang dapat

digunakan untuk keperluan sehari-hari yang kualitasnya memenuhi syarat-syarat kesehatan dan dapat diminum apabila telah diolah (Waluyo, 2009).

Masalah pengawasan kualitas air dapat dimonitor melaui prosedur pemeriksaan berkala, baik dari segi biologi, fisika, dan kimia.Pemeriksaan kimia dan fisika dilakukan setidak-tidaknya sekali pada waktu ditemukan dan waktu digunakan sumber ini untuk pertama kali (Riyadi, 1986).

2.1.4 Pencemaran Air

Menurut Peraturan Pemerintah RI No. 82 tahun 2001 menyebutkan bahwa pencemaran air adalah masuknya makhluk hidup, zat, energi, dan atau komponen lain ke dalam air dan atau berubahnya tatanan air oleh kegiatan manusia, sehingga kualitas air turun sampai ke tingkat tertentu yang menyebabkan air tidak dapat berfungsi lagi sesuai peruntukannya (Mulia, 2005).

Walaupun air adalah sumber daya alam yang dapat diperbaharui, tetapi akan dapat dengan mudah terkontaminasi oleh aktivitas manusia. Air banyak digunakan oleh manusia untuk tujuan yang bermacam-macam sehingga dengan dapat mudah tercemar. Pencemaran air dapat merupakan masalah, regional maupun lingkungan global, dan sangat berhubungan dengan pencemaran udara serta penggunaan lahan tanah atau daratan (Darmono, 2001).

Walaupun penetapan standar air yang bersih tidak mudah, namun ada kesepakatan bahwa air yang bersih tidak ditetapkan pada kemurnian air, akan tetapi didasarkan pada keadaan normalnya. Apabila terjadi penyimpangan dari keadaan normal maka hal itu berarti air tersebut telah mengalami pencemaran (Wardhana, 2004).

2.1.4.1 Bahan Pencemar Air 1. Sedimentasi

Sedimentasi terjadi karena adanya pembentukan kompleks dengan senyawa organik dan inorganik. Akumulasi metal di sedimen sungai dan laut karena bereaksi dengan kandungan kimia atau fisik dari air. Dari reaksi ini, kesetimbangan reaksi terjadi oleh pH. Dalam aliran air, kecuali unsur CO2 dan beberapa ion sepeti Cl-, dan SO4-2 yang kemungkinan merupakan bagian dari daur atmosfer, sebagian besar unsur-unsur mineral terlarut yang dijumpai di dalam perairan (air permukaan dan air tanah) berasal dari pelapukan batuan induk sebagai akibat perubahan iklim (Asdak, 2007).

2. Tingkat Kekeruhan

Kekeruhan biasanya menunjukkan tingkat kejernihan aliran air atau kekeruhan aliran air yang diakibatkan oleh unsur-unsur muatan sedimen, baik yang bersifat mineral atau organik. Kekeruhan air dapat dianggap sebagai indikator kemampuan air dalam meloloskan cahaya yang jatuh di atas badan air, cahaya akan disebarkan atau diserap oleh air tersebut (Asdak, 2007).

Selanjutnya Asdak (2007) mengatakan bahwa tingkat kekeruhan suatu aliran air ditentukan dengan cara mengukur transmisi cahaya melalui sampel air dalam satuan miligram per liter (mg/L) atau untuk jumlah yang lebih kecil adalah dalam satuan parts per million (ppm). Alat yang digunakan untuk mengukur tingkat kekeruhan adalah turbidimeter. Oleh karena itu, tingkat kekeruhan tidak atau kurang memadai untuk digunakan sebagai indikator kualitas air (Asdak, 2007).

3. Gas Terurai

Kandungan gas oksigen terurai dalam air mempunyai peranan untuk menentukan kelangsungan hidup organisme akuatis dan untuk berlangsungnya proses reaksi kimia yang terjadi di dalam badan perairan.

Gas terurai di dalam aliran air terdiri dari oksigen (O), karbon dioksida (CO2), dan nitrogen (N).menurut perspektif biologi, kandungan gas oksigen di dalam air merupakan salah satu unsur penentu karakteristik kualitas air yang terpenting dalam lingkungan kehidupan akuatis (Asdak, 2007).

Asdak (2007) mengatakan bahwa pentingnya kebutuhan gas terurai tersebut di dalam aliran air, maka dikembangkanlah teknik-teknik untuk mengantisipasi atau memperkirakan keperluan gas terurai di dalam suatu sistem perairan yang terutama adalah oksigen.Pengukuran besarnya biochemical oxygen demand (BOD) danatau chemical oxygen demand (COD) perlu dilakukan untuk

menentukan status oksigen di dalam air.

Biochemical oxygen demand (BOD) juga dapat diartikan sebagai angka

indeks untuk tolak ukur “kekuatan” (tingkat) pencemar dari limbah yang berada dalam sistem perairan. Penentuan besarnya angka indeks biochemical oxygen demand (BOD)dilakukan dengan cara mengambil sampel air dari aliran air yang

akan dianalisis untuk selanjutnya diinkubasi di laboratorium selama kurang lebih 5 hari pada suhu 200C, kemudian sisa oksigen terurai diukur besarnya.

Chemical oxygen demand (COD) adalah indikator tingkat pencemaran yang lain dan dapat dimanfaatkan untuk memperkirakan secara kasar besarnya angka BOD dan angka COD dapat ditentukan hanya dalam waktu beberapa jam

saja karena ia tidak bertumpu pada aktivitas bakteri seperti yang terjadi pada BOD (Asdak, 2007).

4. Suhu Air

Keberadaan flora dan fauna di dalam air seringkali berubah karena adanya perubahan suhu di dalam air. Hubungan antara suhu air dan oksigen biasanya berkoleratif negatif, yaitu kenaikan suhu di dalam air akan menurunkan tingkat solubilitas oksigen dan dengan demikian dapat menurunkan kemampuan organisme akuatis dalam memanfaatkan oksigen yang tersedia untuk berlangsungnya proses-proses biologi di dalam air (Asdak, 2007).

5. pH Air

pH air biasanya dimanfaatkan untuk menentukan indeks pencemaran dengan melihat tingkat keasaman atau kebasaan air yang dikaji, terutama oksidasi sulfur dan nitrogen pada proses pengasaman dan oksidasi kalsium dan magnesium pada proses pembasaan.

Menurut Asdak (2007) pH air juga mempunyai peranan bagi kehidupan ikan dan fauna lain yang hidup di perairan tersebut. Umumnya, perairan dengan tingkat ph lebih kecil dari 4,8 dan lebih besar dari 9,2 sudah dapat dianggap tercemar. Perairan tawar ph berkisar 6,5 hingga 8,4 untuk kehidupan ikan-ikan di air tawar.

2.1.4.2 Sifat- Sifat Air Terpolusi

Menurut Agusnar (2007) untuk mengetahui tentang suatu air yang terpulosi atau tidak, diperlukan pengujian untuk menentukan sifat-sifat air sehingga dapat diketahui apakah terjadi penyimpangan dari batas-batasan

polusiair. Sifat-sifat air yang umum diuji dan dapat digunakan untuk menentukan tingkat polusi air misalnya:

1. Nilai pH, keasaman dan alkalitas 2. Suhu

3. Warna, bau, dan ras 4. Jumlah padatan

5. Pencemaran mikroorganisme patogen 6. Kandungan minyak

7. Kandungan logam berat 8. Kandungan bahan radioaktif

2.1.5 Pengaruh Pencemaran Air Terhadap Kesehatan

Penggunaan air yang tidak memenuhi persyaratan dapat menimbulkan terjadinya gangguan kesehatan. Gangguan kesehatan tersebut dapat berupa penyakit menular. Penyakit menular yang disebabakan oleh air secara langsung diantara masyarakat disebut penyakit bawaan air (waterborne diseases). Hal ini dapat terjadi karena merupakan media yang baik tempat bersarangnya bibit penyakit, contohnya adalah Chloera, Thypus Abdominalis, Hepatitis A, Dysentrie Amoeba. Sedangkan penyakit tidak menular terutama terjadi karena air

terkontaminasi zat-zat berbahaya dan beracun diantranya adalah kasus keracunan Kobalt (Co), penyakit Minamata di Jepang akibat pencemaran Merkuri, keracunan Kadmium di KotaToyoma di Jepang (Darmono, 2001).

2.2 Klorida

Salah satu senyawa yang terkandung di dalam air adalah klorida.Klorida merupakan anion pembentuk natrium klorida yang menyebabkan rasa asin dalam air bersih (air sumur).Senyawa ini tergolong ke dalam unsur halogen, merupakan gas berwarna kuning kehijauan dan dapat bersenyawa terutama dengan hampir semua jenis unsur.Klorida ditemukan di alam dalam keadaan bersenyawa terutama dengan natrium sebagai garam (NaCl) (Suddharnatha, dkk, 2015).

Senyawa-senyawa kloridamengalami proses disosiasi dalam air membentuk ion klorida yang mempunyai pengaruh kecil terhadap sifat-sifat kimia dan biologi perairan. Kation dari garam-garam klorida dalam air terdapat dalam keadaan mudah larut dalam air. Ion ini tidak dioksidasi dalam keadaan normal dan tidak bersifat toksik. Tetapi kelebihan garam klorida dapat menyebabkan penurunan kualitas air. Kelebihan garam klorida dalam air menyebabkan pembentukan noda berwarna putih di pinggiran badan air (Achmad, 2004).

2.2.1 Sifat Kelarutan Klorida

Kebanyakan klorida larut dalam air. Merkurium (I) klorida (HgCl2), perak klorida (AgCl), timbel klorida (PbCl2) merupakan senyawa yang sangat sedikit larut dalam air dingin, tetapi mudah larut dalam air mendidih sedangkan tembaga (I) klorida (CuCl), bismuth oksiklorida (BiOCl), stibium oksiklorida (SbOCl), dan merkurium (II) oksiklorida (Hg2OCl) tidak larut dalam air.

2.3 Metode Titrimetrik untuk Analisis

Istilah titrasi merujuk ke proses pengukuran volume titran yang diperlukan untuk mencapai titik ekivalen. Selama bertahun-tahun digunakan istilah analisis volumetri bukannya titrimetri. Tetapi dari titik pandang yang teliti, lebih disukai

istilah “titrimetri” karena pengukuran volume tidaklah terbatas pada titrasi, misalnya dalam analisis-analisis tertentu orang mungkin mengukur volume gas (Day dan Uderwood, 1986).

Titrimetriadalah salah satu cara pemeriksaan jumlah zat kimia yang luas pemakaiannya. Padasatu segi, cara ini menguntungkan karena pelaksanaannya mudah dan cepat, ketelitian dan ketepatannya cukup tinggi. Dari segi lain, cara inidapat digunakan untuk menentukan kadar berbagai zat yang mempunyai sifat yang berbeda-beda (Rivai, 2006).

Larutan pereaksibiasanya diketahui kepekatannya dengan pastidan disebut pentiter atau larutan baku. Sedangkan proses penambahan pentiter ke dalam larutan zat yang akan ditentukan disebut titrasi. Biasanya, titik kesetaraan tidak disertai oleh perubahan sifat yang dapat dilihat. Karena itu diperlukan zat tambahan yang dapat menunjukkan perubahan yang dapat dilihat pada atau dekat titik kesetaraan. Zat tambahan itu disebut indikator. Indikator ini berubah warnanya di sekitar titik kesetaraan. Saat terjadinya perubahan warna indikator dalam proses titrasi disebut titik akhir titrasi (Rivai, 2006).

2.3.1 Titrasi Argentometri

Argentometri merupakan metode umum untuk menetapkan kadar halogenida dan senyawa-senyawa lain yang membentuk endapan dengan perak nitrat (AgNO3) pada suasana tertentu. Metode argentometri (mohr) disebut juga dengan titrasi pengendapan karena pada argentometri (mohr) memerlukan pembentukan senyawa yang relatif tidak larut atau endapan. Reaksi yang mendasari titrasi argentometri adalah:

AgNO3 + Cl- AgCl(S) + NO3-

(Rohman dan Gandjar, 2007).

Titrasi pengendapan didasarkan pada reaksi pembentukan endapan yang sukar larut. Misalnya, ion-ion halida (kecuali fluorida) sering ditentukan dengan cara titrasi dengan larutan perak nitrat. Titik akhir titrasi ditentukan dengan bantuan indikator khusus atau secara potensiometri (Rivai, 2006).

Metode argentometri (mohr) yang lebih luas lagi digunakan adalah metodetitrasi kembali (Rohman dan Gandjar, 2007). Titrasi-kembali dilakukan dengan menambahkan larutan baku (pentiter pertama) dalam jumlah berlebihan ke dalam larutan zat yang ditentukan. Kemudian kelebihan pentiter pertama yang tidak bereaksi dengan zat yang ditentukan dititrasi dengan larutan baku kedua (pentiter kedua) (Rivai, 2006).

BAB III

METODE PERCOBAAN

3.1 Tempat

Penetapan kadar klorida pada air bersih dengan metode argentometri (Mohr) dilakukan di Laboratorium Kimia, Balai Teknik Kesehatan Lingkungan dan Pengendalian Penyakit (BTKL-PP) Kelas I Medan yang bertempat di jalan K.H Wahid Hasyim No.15 Medan.

3.2Sampel, Alat, dan Bahan 3.2.1 Sampel

1. Sampel 1 dengan Kode: 909/AB/15/03/16 2. Sampel 2 dengan Kode: 910/AB/15/03/16 3. Sampel 3 dengan Kode: 911/AB/15/03/16 4. Sampel 4 dengan Kode: 912/AB/15/03/16 5. Sampel 5 dengan Kode: 913/AB/15/03/16 3.2.2Alat

Alat-alat yang dibutuhkan dalam melaksanakan praktikum ini adalah buret 50 ml, gelas ukur 100 ml, labu erlenmeyer 250 ml, dan 500 ml, gelas beaker 100 ml, labu ukur 1000 ml, neraca analitik, pH meter, pipet volume 10 ml, serta klem dan statif.

3.2.3 Bahan

Bahan-bahan yang digunakan dalam praktikum ini adalah sebagai berikut:

1. Air bebas mineral (air bersih)

2. Larutan Baku NaCl 0,0141 N

Larutan 824 mg NaCl yang telah dikeringkan pada suhu 14000C selama 2 jam dalam air bebas mineral dan encerkan sampai 1000 ml. Larutan ini mempunyai kadar klorida 500 mg Cl-/L.

3. Larutan Baku Perak Nitrat (AgNO3) 0,0141 N

Larutan 2,395 g AgNO3 dalam air bebas mineral dan encerkan sampai 1000 ml.

Bakukan dengan larutan NaCl 0,0141 N, simpan dalam botol berwarna coklat (gelap).

4. Larutan Indikator Kalium Kromat (K2CrO4) 5 %

Larutkan AgNO3 sampai terbentuk endapan merah dengan jelas.Biarkan selama 12 jam, saring dan encerkan dengan air bebas mineral sampai 1 L.

5. Larutan Asam Sullfat (H2SO4) 0,1 N

Tambahkan 28 ml H2SO4sedikit demi sedikit ke dalam ± 800 ml air bebas mineral sambil diaduk dan diencerkan sampai 1 L.

6. Larutan Natrium Hidroksida (NaOH) 1 N

Larutkan 40 g NaOH dalam air bebas mineral dan encerkan sampai 1 L 1. Pembakuan Larutan Perak Nitrat(AgNO3)

Pembakuan larutan Perak Nitrat (AgNO3) adalah sebagai berikut:

a. Pipet 25 ml larutan baku NaCl 0,0141 N, masukkan ke dalam labu erlenmeyer 250 ml, tambahkan air bebas mineral hingga menjadi 100 ml.

b. Tambahkan 1 ml larutan indikator K2CrO4

c. Titrasi dengan larutan AgNO3 hingga terbentuk warna kuning kemerahan sebagai titik akhir titrasi, catat kebutuhan larutan AgNO3 (A ml).

d. Lakukan Langkah 1 sampai 3 dengan menggunakan air bebas mineral sebagai larutan blanko, catat kebutuhan larutan AgNO3 (B ml).

e. Hitung normalitas larutan AgNO3 sebagai berikut:

Normalitas larutan AgNO3 = 𝑣𝑣−𝑛𝑛

(𝐴𝐴−𝐵𝐵)

Keterangan:

A= Volume larutan AgNO3 yang dibutuhkan untuk titrasi larutan NaCl dinyatakan dalam satuan milliliter (ml)

B= Volume larutanAgNO3yang dibutuhkann untuk titrasi larutan blanko dinyatakan dalam satuan milliliter (ml)

N= Normalitas larutan NaCl

V= Volume larutan NaCl yang digunakan dinyatakan dalam satuan milliliter (ml).

3.3 Prosedur

1. Dipipet 10 ml contoh uji atau sejumlah volume contoh uji yang telah diencerkan menjadi 100 ml, dimasukkan ke dalam labu erlenmeyer 250 ml.

2. Ditambahkan 1 ml larutan indikator K2CrO4

3. Dititrasi dengan larutan AgNO3 sampai terbentuk warna kuning kemerahan sebagai titik akhir titrasi dan dicatat jumlah volume AgNO3 yang terpakai (A ml)

4. Dilakukan langkah pertama sampai ketiga dengan menggunakan air bebas mineral sebagai blanko, dicatat jumlah volume AgNO3 yang terpakai (B ml).

Perhitungan:

Cl (mg Cl-/L) = (𝐴𝐴−𝐵𝐵) 𝑥𝑥 𝑁𝑁 𝑥𝑥 35450 𝑉𝑉 𝑥𝑥 𝑓𝑓 Keterangan:

A= Volume larutan AgNO3 yang dibutuhkan untuk titrasi larutan NaCl dinyatakan dalam satuan milliliter (ml)

B= Volume larutanAgNO3 yang dibutuhkann untuk titrasi larutan blanko dinyatakan dalam satuan milliliter (ml)

N= Normalitas larutan NaCl f = Faktor pengenceran

V= Volume contoh uji dalam satuan milliliter (ml).

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil

Pada pengujian penetapan kadar klorida pada air bersih dengan metode argentometri (Mohr) yang dilakukan di Laboratorium Kimia Balai Teknik Kesehatan Lingkungan dan Pengendalian Penyakit Kelas I Medan. Hasil dapat dilihat pada Tabel 4.1 berikut ini:

Tabel 4.1 Hasil Analisis Klorida pada sampel air bersih

SAMPEL HASIL

909/AB/15/03/16 58,23 mg/L

910/AB/15/03/16 46,74 mg/L

911/AB/15/03/16 16,49 mg/L

912/AB/15/03/16 39,50 mg/L

913/AB/15/03/16 39,49 mg/L

4.2 Pembahasan

Berdasarkan hasil penetapan kadar yang diperoleh, sampel air bersih memenuhi persyaratan karena kadar rata-rata berada pada batas yang telah ditetapkan. Pengujian kadar klorida menggunakan metode argentometri (Mohr) dengan menggunakan larutan perak nitrat (AgNO3) dengan indikator kalium kromat (K2CrO4). Menurut Rivai (2006) metode argentometri didasarkan pada reaksi pengendapan yang sukar larut. Metode titrasi ini

menggunakan larutan peraknitrat (AgNO3) sebagai titran dan larutan kalium kromat (K2CrO4) sebagai indikator.

Penambahan indikator dilakukan untuk mempermudah penentuan titik akhir titrasi. Hal ini disebabkan karena kalium kromat (K2CrO4) warna endapannya sangat berbeda dengan endapan yang dihasilkan oleh klorida jika bereaksi dengan ion perak yaitu coklat untuk perak kromat dan putih untuk perak klorida (Suddharnatha, dkk, 2015).

Penentuan klorida dengan titrasi argentometri metode mohr menggunakan larutan baku sekunder perak nitrat. Larutan baku ini harus dilindungi dari cahaya matahari panas maka harus disimpan dalam botol berwarna coklat. Perak nitrat mudah terurai oleh cahaya menjadi perak oksida (Suddharnatha, dkk, 2015).

Kadar klorida dalam jumlah besar di dalam air membuat air terasa asin.

Semakin asin air tersebut semakin tinggi kadar klorida yang dikandung air tersebut.Jika air tersebut dikonsumsi mengakibatkan hipertensi atau tekanan darah tinggi pada manusia. Selain itu, kadar klorida yang tinggi juga dapat membahayakan kesehatan, jika klorida dikombinasikan dengan senyawa tertentu, seperti organoklorin. Dampaknya akan persisten di dalam tubuh karena sifatnya yang karsinogenik, akan menumbuhkan sel-sel kanker, bahkan sampai kepada kematian (Suddharnatha, dkk, 2015).

Permenkes RI Nomor: 416/Menkes/Per/IX/1999 yang memberikan batas maksimal untuk ion klorida sebesar 600 mg/L. Kadar klorida yang berlebih dalam air bersih dapat menurunkan tingkat kualitas air tersebut dan air bersih tidak selayaknya digunakan oleh masyarakat jika melewati ambang batas yang telah ditetapkan.

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan 5.1.1 Analisis Klorida

Berdasarkan hasil pengujian penetapan kadar klorida pada air bersih dengan metode argentometri (Mohr), kadar yang diperoleh adalah 58,53; 46,74;

16,49; 39;50 dan 39,49 mg/L . Kadar yang diperoleh memenuhi persyaratan yang sesuai dengan Permenkes Nomor 416/Menkes/Per/IX/1990 (< 600 mg/L), maka air layak digunakan.

5.2 Saran

Perlu dilakukan pengujian dengan menggunakan metode spektrofotometri agar dapat dilihat dan diketahui perbandingan hasil kadar yang diperoleh dan metode yang digunakan dari penetapan kadar dengan cara titrasi dan dengan cara spektrofotometri.

DAFTAR PUSTAKA

Achmad, R. (2004). Kimia Lingkungan Edisi 1. Yogyakarta: Andi Offset.

Agusnar, dan Harry.(2007).Kimia Lingkungan. USU Press: Medan.

Asdak, C. (2007). Hidrologi dan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai.

Yogjakarta.Gadjahmada University Press.Halaman 496 dan 498-510.

Darmono. (2001). Lingkungan Hidup dan Pencemaran Hubungannya dengan Toksikologi Senyawa Logam. Jakarta: UI-Press. Halaman 28-33.

Mulia, R. (2010). Kesehatan Lingkungan. Jakarta: Graha Ilmu. Halaman 39-47.

Rivai, H. (2006).Asas Pemeriksaan Kimia. Jakarta: Penerbit UI.Halaman 49-50 dan 52-55.

Gandjar, I.G., dan Rohman, A. (2007). Kimia Farmasi Analisis. Yogjakarta:

UGM. Halaman 146-147.

Ryadi, A. (1986). Pengantar Kesehatan Lingkungan. Surabaya: Penerbit Karya Anda.

Suddharnatha, I, Abadi, dan Sudarma. (2015). Penentuan pH Optimum untuk Analisis Kadar Klorida pada Air Minum. Bali: STIkes Wira Medika.

Suriawiria, U. (2005). Air Dalam Kehidupan dan Lingkungan yang Sehat.

Bandung: PT.Alumni.Halaman 10 dan 11-13.

Sutrisno, C.T. (1987). Teknologi Penyediaan Air Bersih. Jakarta: PT Bina Aksara.

Underwood, A, dan Day, R. (1986). Analisis Kimia Kuantitatif Edisi Kelima.

Jakarta. Penerbit Erlangga. Halaman 49 dan 61-62.

Wardhana, W.A. (2004). Dampak Pencemaran Lingkungan. Yogyakarta:

ANDI.Halaman 71.

Waluyo.(2009). Mikrobiologi Lingkungan. Malang: USM Press. Halaman 115-116 dan 129.

Lampiran 1. Daftar Tabel Persyaratan Air Bersih

Lampiran 2. Gambar Alat, Pereaksi, dan Sampel

Gambar 1. Sampel Air Bersih

Gambar 2. Larutan Kalium Kromat (K2CrO4) 5 %

Gambar 3. Larutan Perak Nitrat (AgNO3)

Gambar 4. Perubahan Warna yang tejadi saat penambahan indikator Kalium kromat (endapan kuning kemerahan)

Dokumen terkait