• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB III KONSEP PENDIDIKAN AKHLAK ISLAM MENURUT AL

B. Konsep Pendidikan Menurut A1 Ghazali

1. Tujuan Pendidikan

BAB III : Konsep Pendidikan Akhlak Islam menurut A1 Ghazali berisi tentang:

A. Konsep Pendidikan akhlak A1 Ghazali dalam Kitab Ihya

'Ulumuddin berisi: 1. Pengertian akhlak

2. Unsur-unsur pendidikan akhlak Islam 3. Pokok-pokok utama dalam akhlak Islam B. Konsep pendidikan menurut A1 Ghazali berisi:

1. Tujuan pendidikan 2. Kurikukum

3. Metode mengaj ar 4. Kriteria guru yang baik 5. Sifat murid yang baik

BAB IV : Relevansinya Konsep Pendidikan Akhlak berisi tentang:

A. Analisis Konsep Pendidikan akhlak Islam Menurut A1 Ghazali berisi:

1. Dasar-dasar pendidikan akhlak 2. Tujuan pendidikan akhlak 3. Materi pendidikan akhlak 4. Pentingnya pendidikan akhlak

5. Faktor penting dalam pendidikan akhlak berisi: a. Faktor Intern

B. Relevansi Konsep Pendidikan Akhlak dalam Islam dalam Konteks Kekinian

BAB V : Penutup

B A B I I

M E N G E N A L A L G H A Z A L I

A. Riwayat AI Ghazali

Nama lengkap Al Ghazali adalah Abu Hamid Muhammad bin Muhammad bin Muhammad Al Ghazali.1 Seorang pemikir Islam yang terkenal dalam sejarah Islam, teolog, filosof dan sufi termasyhur. Juga terkenal dalam sejarah intelektual manusia dengan keahlian yang secara prima dikuasai, maka beliau mendapatkan berbagai gelar yang mengharumkan namanya, seperti gelar Hujjatul Islam, Al Imam Al Jalil, Syeikh Al Sufiyyin, dan Imam Al Murabbin 1 2 Beliau lahir tahun 450 H, yang bertepatan dengan tahun 1058 M di Gazzalah sebuah kota kecil dekat Thus3 propinsi Khurasan, wilayah Persia (Iran sekarang). Yang ketiga itu merupakan salah satu pusat ilmu pengetahuan di dunia Islam.4 Beliau lahir dari keluarga miskin yang taat beragama dan hidup sederhana. Ayahnya Muhammad seorang penenun yang mempunyai toko di kampungnya.5

Sebelum ayahnya meninggal, Al Ghazali dan adiknya bemama Ahmad dikirim kepada seorang guru sufi (sahabat ayahnya) yaitu Ahmad bin Muhammad Ar Razikani, sambil berkata, "Nasib saya sangat malang, karena

1 Ramayulis H, Samsul Nizar, Ensiklopedi Tokoh Pendidikan Islam, PT. Ciputat Press, Jakarta,2005,him.3

2 Abudin Nata, Filsafat Pendidikan Islam, Logas Wacana Ilmu, Jakarta, 1997, him. 160 3 Thus adalah ibu kota Khurasan (Persia) sedang Al Ghazali dengan z atau zz (dua), kalau z (satu) berarti nisbah kepada tempat yaitu Gazalah zz (dua) berarti tukang pintal, nisbah kepada ayahnya yang bekerja sebagai tukang pintal benang.

4 Ensiklopedia Islam 2, PT. Ichtiar Barn, Van Hoeve, Jakarta, 1994, him. 25

5 Abu Al Wafa' Al Ghonimi Al Taftazani, S u fi dari Zaman ke Zaman, Pustaka, Bandung, 1985, him. 148

tidak mempunyai ilmu pengetahuan, saya ingin agar kemalangan saya dapat ditebus oleh kedua anakku ini. Peliharalah mereka dan pergunakan sampai habis semua harta warisan yang aku tinggalkan untuk mengajar mereka".6 Selaku pemegang amanat tersebut Ar Razikani melaksanakan dengan tulus ikhlas, kedua anak tersebut kemudian mendapatkan bimbingan dalam berbagai cabang ilmu pengetahuan, sampai harta warisan dari ayah mereka tiada yang tertinggal.

Sepeninggal sang ayah, kasih sayang ibu selalu menjadi motivasi utama bagi mereka berdua untuk selalu belajar setelah harta warisan ayahnya habis terpakai. Ketika gurunya sudah kehabisan tenaga untuk mendidik kedua anak itu, maka dia berkata kepada anak-anak yatim itu. "Semua harta warisan ayahmu sudah habis untuk belanja kamu belajar, sedangkan saya sendiri hidup miskin. Maka tidak ada jalan lain bagimu kecuali masuk asrama (tanpa dipungut biaya), agar kamu dapat melanjutkan pelajaran ilmu fiqh.7

Di madrasah A1 Ghazali belajar ilmu fiqh kepada Ahmad bin Muhammad Ar Razikani dan belajar ilmu tasawuf kepada Yusuf A1 Nasaaj umur 20 tahun. Pada tahun 471 H, A1 Ghazali berangkat menuju Kota Nishapur (Neisabur) karena tertarik dengan sekolah tinggi Nizhamiyyah8. Disinilah beliau bertemu dengan dekannya yang terkenal Abu A1 Ma'ali Dhiyauddin A1 Juwaini, yang bergelar kehormatan "Imam A1 Haramain" (Imam dari dua kota suci, Makkah dan Madinah). Sebagian ahli sejarah

6 Zainuddin, Seluk Beluk Pendidikan A l Ghazali, Bumi Aksara, Jakarta, 1991, him. 7 7 Mahfudz Masduki, Spritualitas dan Rasionalitas Al Ghazali, TH Press, Yogyakarta, 2005, him. 12

26

mengatakan bahwa A1 Juwaini, guru A1 Ghazali merasa cemburu kepada A1 Ghazali atas kepintarannya, tetapi sejarah juga membuktikan bahwa A1 Ghazali tetap setia kepada gurunya sampai wafat.9

Pada tahun 475 H dalam usia 25 tahun, A1 Ghazali mulai menjadi dosen, di bawah pimpinan gurunya Imam Haramain. Jabatan dosen di Universitas Nihamiyyah, Nishapun mengangkat namanya begitu tinggi, apalagi setelah beliau dipercaya oleh gurunya untuk menggantikan kedudukannya, baik sebagai maha guru maupun sebagai pimpinan universitas.

Pada tahun 479 H/1085 M, Imam A1 Haramain meninggal dunia, untuk mengisi kekosongan itu maka tidak ada pilihan lagi bagi Perdana Menteri Nizham A1 Mulk10 11 untuk menggantikannya kecuali dengan A1 Ghazali. Dalam usia 28 tahun, A1 Ghazali telah dapat menggemparkan kaum sarjana dan ulama pada masanya, sehingga perdana menteri Nizham A1 Mulk sangat kagum padanya. Di Naisabur beliau menghidupkan paham skeptisme yang dianut oleh para sarjana Eropa pada masa berikutnya.11

Sejak kecil A1 Ghazali dikenal sebagai pecinta ilmu pengetahuan dan tak pemah berhenti mencari kebenaran hakiki. Dalam sebuah karyanya A1 Ghazali mengatakan:

9 Hasan Langgulung, Beberapa Pemikiran Tentang Pendidikan Islam, A1 M a’arif, Bandung, 1980, him. 107

10 Nizamul Mulk adalah seorang Wasir/Perdana menteri pada masa raja Malik Syah dinasti Saljuk. Beliau seorang administrator, lebih dari dua juta rupee dianggarkan oleh wasir yang bijaksana itu untuk pendidikan. Hampir tidak ada negara modem dapat membanggakan diri sanggup menyediakan jumlah yang begitu besar untuk pendidikan yang berasal dari bendaharawan kerajaan. Beliau mempunyai pengaruh yang sangat besar terhadap ketenaran A1 Ghazali sampai A1 Ghazali diangkat menjadi rektor di Universitas Nizamiyah Baghdad. Jamil Ahmad, Seratus Muslim Terkemuka, Pustaka Firdaus, Jakarta, 1984, him.98

"Kehausan untuk mencari kebenaran adalah favoritku sejak kecil dan masa mudaku yang menjadi naluri dan bakat yang dicampakkan oleh Allah SWT. Pada temperamenku, bukan merupakan usaha dan rekaan belaka.12

Pada tahun 484 H, A1 Ghazali diangkat menjadi guru besar di universitas Nizamiyyah di Baghdad, A1 Ghazali sebagai benteng pertahanan aqidah ahlussunah dari serangan paham batiniyyah. Banyak mahasiswa yang berdatangan untuk berguru kepadanya dari berbagai daerah. Hal inilah yang semakin membuat nama besar A1 Ghazali bertambah tenar di zamannya, hingga beliau mendapatkan gelar “Imam Irak” dari Kholifah A1 Mustadzhir Billah kepercayaan yang diberikan kepadanya untuk menangkis ajaran kaum batiniyyah, Ismailiyyah, filsafat yang sangat meresahkan. Akhimya beliau menyusun karya-karya tulis yang mengcounter aliran tersebut, diantaranya: Al Mustadzhir Wa Hujjah Al Haq dan Al Qisthas Al M ustaqim13 Antusiasme itu juga ditunjukkan oleh besamya animo masyarakat dan para ulama dalam

mengikuti perkembangan pemikiran dan pandangannya.

Demikianlah, Al Ghazali menjadi publik figur otoritatif dalam menolak pendapat dan kenyakinan para penentangnya. Beliau juga telah banyak menelan seluruh paham dan ajaran firqoh, taifah dan filsafat. Semua itu kemudian menimbulkan pergolakan dalam batinnya sendiri, karena tidak ada yang dapat memuaskan batinnya, ia ragu akan kesanggupan akal untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT, terlebih untuk mengetahui hakikatNya. Lebih lanjut A. Hanafi mengisahkan :

12 Al Ghazali, Setitik Cahaya dalam Kegelapart, terj.Al Munqidz Min Al Dhalal,

Pustaka Progressif, Surabaya, 2001, him. 107.

13 Muhammad Jawwad Ridla, Tiga Aliran Utama Teori Pendidikan Islam, PT Tiara Wacana Yogya, Yogyakarta, 2002, him. 116

28

"Dan selama waktu itu beliau tertimpa keragu-raguan tentang kegunaan pekerjaannya, sehingga akhimya menderita penyakit yang tidak bisa disembuhkan dengan obat lahiriyah. Pekerjaan itu kemudian ditinggalkannya pada tahun 488 H, untuk menuju Damsyik dan di kota ini beliau merenung, membaca dan menulis selama kurang lebih dua tahun, dengan tasawuf sebagai jalan hidupnya."14

Setelah berpuluh-puluh tahun mengabdikan diri pada ilmu pengetahuan dan tercapai cita-citanya untuk memperoleh kebenaran hakiki, beliau wafat di Thusia pada tanggal 14 jumadil Akhir 505 H/19 Desember 1111 M di hadapan adiknya, Abu Ahmad Mujiduddin. A1 Ghazali meninggalkan 3 orang anak perempuan, sedangkan Hamid, anak laki-lakinya telah meninggal sewaktu kecil mendahului A1 Ghazali. Karena itulah beliau diberi gelar "Abu Hamid" (Bapak si Hamid)15. Berkenaan dengan dunia belajar, A1 Ghazali sangat minat terhadap ilmu dan beliau mengalami beberapa tahap.

1. Belajar di Thus

Pada masa kecil A1 Ghazali belajar di kota kelahirannya yaitu di Thus. Beliau mulai belajar Al-Qur'an pada ayahnya sendiri, sepeninggalan ayahnya beliau belajar pada ayah angkatnya yaitu: Ahmad bin Muhammad Ar Razikani, salah seorang sufi besar. Pada mulanya A1 Ghazali mempelajari ilmu fiqh, riwayat hidup para wali dan kehidupan spritual mereka, selain itu juga belajar menghafal syair-syair tentang Mahabbah

14 A. Hanafi, Filsafat Islam, Bulan Bintang, Jakarta, 1976, him. 198 15 Zainuddin, Op.Cit,him. 10

(cinta) kepada Tuhan, Al-Qur'an dan Sunnah.16 17 18 Kemudian A1 Ghazali mempelajari tasawuf pada Yusuf An Nassaj sampai usia 20 tahun.

2. Melanjutkan belajar di Jurjan

Setelah tamat belajar di kota kelahirannya, pada tahun 479 H A1 Ghazali melanjutkan studinya ke Kota Jurjan yang pada waktu itu juga menjadi pusat kegiatan ilmiah. Beliau mendalami pengetahuan bahasa Arab dan Persia, disamping pengetahuan agama. Gurunya adalah Imam Abu Nashar A1 Ismaili.

3. Menuju Nisapur

Pada tahun 471 H, A1 Ghazali berangkat ke negeri Nisapur. Di Nisapur beliau memasuki madrasah Nizamiyah yang dipimpin oleh ulama terkemuka. Disinilah beliau berguru kepada Abu al Ma'ali Dhiyauddin A1 Juwaini yang bergelar kehormatan "Imam al Haramain" salah seorang tokoh aliran Asy'ariyah. Karena kecerdasannya Al Ghazali membuat kagum Al Juwaini dan diberi gelar “Bahrun Muqriq” (lautan yang menenggelamkan). Dari Imam Al Haramain, Al Ghazali mempelajari cabang ilmu pengetahuan, baik ilmu-ilmu agama, seperti fiqh, kalam dan lainnya, maupun ilmu falsafah seperti logika (mantiq), rethorima {jadal), dan lainnya. Sehingga dia sanggup bertukar pikiran dengan segala macam

16 Ensiklopedi Islam 2, loacit

17 Zainuddin, op.cit, him . 8 18 Ensiklopedi Islam 2, loc.cit

30

aliran dan segala agama. Bahkan dia juga mulai mengarang buku-buku di dalam berbagai cabang pengetahuan itu.19

4. Menjadi Guru Besar

Pada tahun 1090 M, A1 Ghazali menjadi guru besar pada madrasah Nizamiyah di Baghdad. Hal ini menjadikannya semakin populer.20 A1 Ghazali adalah rektor ke-9 dari universitas, dihitung dari rektor yang pertama, Imam Syirazi, yang memimpin sejak pembukaannya yang pertama pada tahun 415 H/1025 M.21

5. Menuju Mekkah

Pada tahun 1095 M, A1 Ghazali meninggalkan profesinya sebagai guru. Kemudian pergi ke Mekkah untuk menunaikan rukun Islam kelima (haji). Setelah selesai mengerjakan haji terns pergi ke negeri Syam (Syiria), mengunjungi Baitul Maqdis, kemudian ke Damaskus dan terus menetap beribadah di masjid A1 Umawi, lalu ke Maroko untuk menemui Amir Yusuf Ibn Tasyfin, tapi sayang beliau keburu meninggal dunia sebelum A1 Ghazali dapat menemuinya. Pada saat itulah beliau mengarang kitab Ihya 'Ulumuddin. Tak lama sesudah itu berangkat ke Nisapur dan mengajar di perguruan Nizamiyah, akhimya kembali ke kampung asalnya Thusi. Dibangunnya sebuah madrasah flqh yang khusus untuk mempelajari ilmu hukum, untuk melatih mahasiswa dalam faham sufi, dibangunnya suatu asrama (khanqah).22

19 Mahfudz, Masduki, op.cit, him. 14 20 Zainuddin, op.cit, him. 9

21 Mahfudz, Masduki, op.cit, him. 20 22 Ibid , him. 28

B. A1 Imam Antara Pro dan Kontra

Sesuatu yang wajar dan manusiawi di sepanjang sejarah hidup manusia bahwa seorang pemikir kontroversial akan selalu mendapati pihak yang pro dan kontra, yang mengutuk dan memuja. Demikian pula A1 Ghazali, ia seorang universal is t (tokoh dan pemikiran dalam berbagai disiplin ilmu) yang tak luput dari serangan pihak yang kontra dan dukungan pihak yang pro dengan pemikiran-pemikirannya.

Penelitian yang kritis, obyektif dan dalam, hendaknya menerima serta menyelediki segala pujian dan celaan yang datang, sebagaimana disinyalir Dr. Sulaiman dunya yang dikutip oleh A. Hanafi, MA:

"Maka adalah suatu kewajiban atas setiap orang yang mau mengenal A1 Ghazali supaya berpindah-pindah diantara berbagai golongan itu, sehingga membuka telinga terhadap pujian dan celaan. Sebab pemimpin tidaklah dapat dikenal dengan hanya mendengarkan cacian lawan atau pujian simpatisannya belaka, karena keduanya melampaui batas."23

Mereka yang menyanjungnya setinggi langit memberikan komentar "Tanpa kehadirannya ilmu-ilmu agama, akhlaq dan tasawuf pada abad belakangan ini telah pudar cahayanya". Oleh karena itu A1 Ghazali biasa dipanggil dengan beberapa julukan, diantaranya; Hujjatul Al Islam, Bapak Ahli Tasawuf, Pembela Ahlu Sunah Wa Al Jama'ah dan pemelihara Tauhid, pemusnah Syirik.

Sebaliknya dari pihak yang kontra, mereka sangat tajam melancarkan kritik terhadap Al Ghazali dan menuduhnya sebagai penyebab kemunduran

32

umat Islam dalam masalah duniawi karena anjurannya untuk hidup secara sufi, zuhud, serta 'uzlah', musuh ahli pikir, dan mengebiri kemerdekaan berpikir. Zamannya merupakan zaman bertolaknya kemunduran umat Islam anti ilmu pengetahuan umum dan sebagainya.24

Sebagaimana diketahui, A1 Ghazali mengkritik filosof-filosof dalam Tahafutu A1 Falasilah dalam 20 masalah berikut ini:

1. Alam Qodim (tidak bermula) 2. Alam kekal (tidak berakhir) 3. Tuhan tidak mempuyai sifat

4. Tuhan tidak dapat diberi sifat Al jin s (jenis) dan Al fa sl (diferensia) 5. Tuhan tidak mempunyai Maliyah (hakikat)

6. Tuhan tidak mengetahui Juz 'iyyah (perincian yang ada di alam) 7. Planet-planet adalah bintang yang bergerak dengan kemauan

8. Jiwa-j iwa planet mengetahui semua Juz 'iyyah

9. Hukum tidak berubah

10. Jiwa manusia adalah subtansi yang terdiri sendiri, bukan tubuh dan bukan pula 'ardh

11. Mustahilnya jiwa manusia akan hancur 12. Tidak adanya kebangkitan jasmani 13. Adanya tujuan bagi gerak planet-planet

14. Tuhan adalah pencipta alam dan alam adalah ciptaan Tuhan 15. Adanya Tuhan

16. Mustahilnya ada dua Tuhan 17. Tuhan bukanlah tubuh

18. Tuhan mengetahui wujud lain 19. Tuhan mengetahui Essensi-Nya 20. Alam yang qodim mempuyai pencipta

Tiga diantaranya dinilai oleh A1 Ghazali dapat membuat filosuf menjadi kafir, yaitu tentang qodimnya alam, tidak adanya Allah tentang rincian yang teijadi di alam, dan tiadanya hari pembangkitan jasmani.25

Diantara ulama besar yang mengecam A1 Ghazali antara lain: Ibnu Rusyd dan Ibn Thufail. Ibn Rusyd menyusun karya Tahafut A1 Tahafut yang mengcounter pemikiran A1 Ghazali. Dalam karya ini, Ibn Rusyd mendiskripsikan pemikiran-pemikiran A1 Ghazali yang ada di Tahafut A1 Falasifah, dan menilainya sebagai sebuah pembicaraan yang “ngelantur”. Ia menambahkan, buku ini semestinya bukan bemama Tahafut A1 Falasifah (kerancuan para filosof), melainkan A1 Tahafut A1 Mutlak (kerancuan total) atau Tahafut Ibnu Hamid (kerancuan Ibnu Hamid A1 Ghazali). Adapun Ibn Tufail menyerang dari segi mengindentifikasi beberapa kontradiksi dari pemikiran A1 Ghazali dan melihatnya dari perspektif kebenaran26. Ibnu Qoyyim pakar fiqh Islam menyatakan di lapangan ilmu dan hukum karena fatwa-fatwanya banyak berlawanan dengan syariah, yang terakhir Zammi

25 Harun Nasution, Islam Rasional: Gagasan dan Pemikiran, Mizan, Bandung, 1995, him. 378-379

34

Mubarak mengecamnya di lapangan ilmu akhlak dengan tuduhan bahwa paham-paham A1 Ghazali melumpuhkan jiwa dan api Islam.

Sebenamya pertentangan A1 Ghazali dan para filosuf Islam tidak lepas dari penafsiran para teolog dan filosuf. Penafsiran yang diberikan filosuf Islam tentang beberapa soal keagamaan berbeda dengan yang diberikan oleh A1 Ghazali. Penafsiran filosuf Islam tampah lebih liberal daripada penafsiran A1 Ghazali yang menganut Asy'ariyah.

A1 Ghazali menjelaskan bahwa kecuali orang-orang atheis

(dahriyyun), semua filosof sepakat mengenai alam yang memiliki pencipta tunggal yaitu Tuhan. Tetapi teijadi distorsi yang tidak jujur atau prinsip- prinsip mereka (filosuf).

Yakni beberapa argumentasi yang mengemukakan mengenai adanya alam sebagai perbuatan dan penciptaan Tuhan adalah mustahil. Salah satu alasannya didapat watak pelaku yang kedua adalah watak perbuatan

(lM), dan yang ketika adalah hubungan antara perbuatan (cUi) dan pelaku ( ^ u).

Alasannya yang terdapat pada pelaku ( J ^ ) adalah bahwa ia harus memiliki kehendak berbuat untuk bebas memilih dan mengetahui apa yang dikehendakinya. Tetapi menurut para filosuf itu Tuhan tidak berkehendak, bahkan Dia sama sekali tidak bersifat. Segala sesuatu yang berhasil dari-Nya adalah suatu konsekuensi yang mesti.

Alasan yang kedua terdapat pada watak perbuatan adalah suatu perbuatan yang bermula, tetapi para filosuf itu mengatakan bahwa alam adalah kekal. Adapun alasan yang terdapat pada hubungan antara perbuatan dan pelaku bahwa Tuhan itu mulia dari segala segi. Dari yang Esa hanya muncul satu, tetapi kita lihat bahwa alam itu banyak, lalu bagaimana mereka berasal dari-Nya? Itulah diantara bantahan A1 Ghazali yang kemudian

28

mengundang pro dan kontra para filosof pada masanya.

Syafi'i Ma'arif pada simposium tentang A1 Ghazali yang diselenggarakan oleh BKS-PTIS (Badan Kerjasama Perguruan Tinggi Agama Islam Swasta) tanggal 2 Januari 1985 di Jakarta seperti dikutip oleh Zainuddin dkk, mengatakan:

"A1 Ghazali bukanlah tokoh yang menyebar benih anti intelektualisme, sebab beliau hanya menyerang dengan tuntas aspek metafisika dari filsafat A1 Farabi dan Ibnu Sina, terutama yang diserangnya dari aspek metafisik ini. Beliau tidak pemah menentang logika atau penggunaan penalaran, ^ang beliau tentang adalah klaim akal untuk mengetahui kebenaran."2

Terlepas dari semua itu, A1 Ghazali adalah sosok pribadi yang memiliki kharisma, kehidupan saleh, ketaqwaan tinggi, dan jasa yang besar. Beliau bagai bintang terang di sepanjang zaman. Hal itu dikuatkan bahwa sampai sekarang para ilmuwan Barat mengakui jasa besar A1 Ghazali dan pemikiran-pemikiran lainnya terhadap perkembangan peradaban Barat.

Kebesaran A1 Ghazali tampak pada keahlian yang dimilikinya serta setiap langkah yang diambilnya, baik terhadap filosuf, ahli kalam, para sufi, 28 29

28 Ibid, him. 13 29 Ibid, him. 13

36

maupun masyarakat umum. Beliau bertujuan menghidupkan semangat baru bagi umat dan agama Islam. Oleh karena itu sepantasnya gelar Hujjatul A1 Islam, Mujaddid (pembaharu sekaligus pembangun agama) itu dimilikinya.

Dalam kajian Abul A'la A1 Maududi ada delapan segi amaliah yang dilakukan A1 Ghazali pada masa hidupnya, yakni:

1. Pengkajian filsafat Yunani dengan cara mendalam dan teliti, lalu mengemukakan kritik tajam kemudian dimasukkan ke dalam hati dan jiwa kaum muslimin.

2. Meluruskan kekeliruan yang terjadi akibat upaya perbaikan yang dilakukan oleh ulama yang kurang menguasai logika.

3. Menjelaskan akidah-akidah Islami dan prinsip-prinsipnya melalui logika yang tidak bertentangan filsafat dan logika yang berkembang saat itu. Dia juga berusaha menjelaskan berbagai hikmah serta rahasia syariat dan ibadah dalam rangka meluruskan pandangan masyarakat yang selama ini diracuni suatu keyakinan bahwa agama mereka sudah tidak sesuai dengan akal.

4. Menentang semua aliran keagamaan yang pada masanya serta berusaha menemukan segi-segi perbedaan mereka.

5. Memperbaharui pemahaman keagamaan masyarakat dan menyatakan kebergunaan keimanan yang tidak disertai komitmen batin, mengikis habis taqlid buta di kalangan mereka dan berusaha mendorong umat agar kembali kepada Al-Qur'an dan Hadits yang bersih serta menghidupkan kembali semangat ijtihad.

6. Melakukan kritik terhadap sistem pendidikan dan pengajaran yang telah usang, menggantikannya dengan sistem yang barn. Dalam sistem pendidikan dan pengajaran lama itu dia melihat dua kelemahan: pertama, pelarisasi ilmu agama dan ilmu umum yang tidak mustahil akan menyebabkan umat menerapkan sekularisasi. Menurut A1 Ghazali hal ini merupakan pandangan yang keliru. Kedua, masuknya banyak hal yang memiliki ilmu syari'at dapat mengakibatkan munculnya pemahaman dalam masyarakat yang menjurus kepada kesesatan.

7. Mengkaji moral umat dengan pengkajian mendalam, karena A1 Ghazali memang memiliki kesempatan luas untuk mengungkapkan kehidupan ulama, tokoh-tokoh agama, umat, pangeran-pangeran dan orang awam. 8. Mengkritik sistem pemerintahan dengan bebas dan berani serta

menghimbau perlunya perbaikan-perbaikan, lalu menyebarluaskan semangat kebangkitan di kalangan umat, agar mereka tidak pasrah terhadap kesewenang-wenangan yang dilakukan terhadap mereka, serta mendorong agar mereka mengemukakan pendapat-pendapatnya tanpa disertai rasa takut dan khawatir.30

Gelar Hujjatul A1 Islam dari dunia Islam yang diberikan kepadanya berarti bahwa umat Islam pada umumnya mengakui bahwa amal dan ilmu A1 Ghazali selama masa hidupnya merupakan hujjah, pembelaan yang berhasil menentang anasir luar yang membahayakan kepercayaan umat Islam.

Dalam hal ini Hasbullah Bakri menyebutkan dua macam serangan :

30 Abul A'la A1 Maududi, Langkah-langkah pembaharuan, teij. Ak-bar Zaini, Pustaka Bandung, 1974, him. 175

38

Pertama : Serangan dari dunia filsafat yang telah menjadikan ilmu tentang ketuhanan itu berupa pengetahuan yang umum dan mereka memberikan gambaran ketuhanan umat Islam umumnya.

Kedua : Perkembangan tasawuf dan kebatinan pada waktu itu yang terlalu sesat dan membahayakan amal syariat Islam.

Melalui pengalaman tasawufnya ia berhasil memadukan prinsip- prinsip filsafat dan tasawuf ke dalam sistem teologi Islamnya. Menurut A1 Maududi koreksi A1 Ghazali terhadap pembaharuan dilihat dari segi pandangan ilmiah memiliki tiga kelemahan utama :

Pertama : Kelemahan dalam segi selektivitasnya pemakaian hadits Kedua : Kuatnya pengaruh logika dalam dirinya

Ketiga : Terlihat terlalu dalam amaliah yang mengarah kepada tasawuf.' 1

C. Keraguan yang Menimpanya

A1 Ghazali hidup pada abad kelima Hijriyah, saat diwamai dengan berbagai konflik dan ketegangan, baik yang disebabkan oleh masalah-masalah sosial, politik maupun masalah idiologi. Sebagai seorang yang alim lagi Mukhlis, beliau tidak bisa tinggal diam melihat kenyataan-kenyataan yang terjadi di sekelilingnya, walaupun secara pribadi dan manusiawi, sebenamya beliau dapat dikatakan telah memperoleh semua yang diinginkannya.

Puncak segala konflik yang ia saksikan ialah peristiwa yang terjadi ketika beliau sebagai rektor universitas di Baghdad, yaitu terbunuhnya Perdana Menteri Nizham al Mulk pada tahun 484 H/1091 M yang disusul dengan meninggalnya Sultan Malik Syah pada tahun 485 H/1092 M dengan cara yang sama. Padahal keduanya merupakan tulang punggung yang paling penting segala tindakan revolusioner yang dilakukan oleh Al Ghazali, baik di lapangan pendidikan maupun lapangan politik pemerintah.32

Al Ghazali adalah orang yang senantiasa berusaha mencari kebenaran dan berusaha membebaskan dirinya dari aliran-aliran yang beragama itu. Ia

Dokumen terkait