KONSBP PENDIDIKAN AKHLAK
DALAM ISLAM
(Kajian Pemikiran A1 Ghazali dalam Kitab Ihya ‘Ulumuddin)
S K R I P S I
D iajukan U n tu k M em en u h i K ew ajiban dan M elen gk ap i Syarat G una M em peroleh Gelar Sarjana Strata I
D a la m Ilm u Tarbiyah
D isu su n O l e h :
M. KHOIRUL KHADIRIN NIM. I l l 02 081
JURUSAN TARBIYAH
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI (STAIN)
SALATIGA
2 0 0 7
DEPARTEMEN A G A M A Rl
SEKOLAH TIN G G I A G A M A ISLAM NEGERI (STAIN) SALATIGA
JL Stadion 03 Telp. (0298) 323706
,
323433 Salatiga 50721Website : www.stainsalatiga.ac.id E-m ail: administrasi@stainsalatiga.ac.id
DEKLARASI
Dengan penuh kejujuran dan tanggung jawab, peneliti menyatakan bahwa
skripsi ini tidak berisi materi yang pemah ditulis oleh orang lain atau pemah
diterbitkan. Demikian juga skripsi ini tidak berisi satupun pikiran-pikiran orang
lain, kecuali informasi yang terdapat dalam referensi yang dijadikan bahan
rujukan.
Apabila di kemudian hari temyata terdapat materi atau pikiran-pikiran
orang lain di luar referensi yang peneliti cantumkan, maka peneliti sanggup
mempertanggung jawabkan kembali keaslian skripsi ini di hadapan sidang
munaqosah skripsi.
Demikian deklarasi ini dibuat oleh penulis untuk dapat dimaklumi.
Salatiga, 26 September 2007
Penulis,
M. Khairul Khadirin NIM. I l l 02 081
Drs. H. A. MAHZUMI, M.A
DOSEN STAIN SALATIGA
NOTA PEMBIMBING Lamp : 3 eksemplar
Hal : Naskah skripsi
Saudara M. KHOIRUL KHADIRIN
Kepada
Yth. Ketua STAIN Salatiga
di Salatiga
Assalamu'alaikunu Wr. Wb.
Setelah kami meneliti dan mengadakan perbaikan seperlunya, maka
bersama ini, kami kirimkan naskah skripsi saudara :
Nama : M. KHOIRUL KHADIRIN NIM : 111 02 081
Jurusan / Progdi : Tarbiyah / Pendidikan Agama Islam
Judul : KONSEP PENDIDIKAN AKHLAK DALAM
ISLAM (KAJIAN PEMIKIRAN AL GHAZALI
DALAM KITAB IHYA' ULUMUDDIN)
Dengan ini kami mohon skripsi Saudara tersebut di atas supaya segera
dimunaqosyahkan.
Demikian agar menjadi perhatian.
Wassalamu'alaikum, wr, wb
Salatiga, 21 September 2007
Pembimbing
Drs. H. A. Mahzumi, M.A NIP. 150 203 325
DEPARTEMEN A G A M A Rl
SEKOLAH TIN G G I A G A M A ISLAM NEGERI (STAIN) SALATIGA
J l Stadion 03 Telp. (0298) 323706
,
323433 Salatiga 50721Website : www.stainsalatiga.ac.id E-m ail: administrasi@stainsalatiga.ac.id
P E N G E S A H A N
Skripsi Saudara : M. KHAIRUL KHADIRIN dengan Nomor Induk Mahasiswa : 111 02 081 yang beijudul : "KONSEP PENDIDIKAN AKHLAK DALAM ISLAM (KAJIAN PEMIKIRAN AL GHAZALI DALAM KITAB IHYA 'ULUMUDDIN)", Telah dimunaqasahkan dalam sidang panitia ujian Jurusan Tarbiyah Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri Salatiga pada hari: Senin, 01 Oktober 2007 yang bertepatan dengan tanggal 19 Ramadhan 1428 H dan telah diterima sebagai bagian dari syarat-syarat untuk memperoleh gelar Saijana dalam
Y a A l l a h b e r ila h a k u p e tu n j u k k e p a d a b u d i p e k e r ti y a n g
t e r m u lia , s e b a b tid a k a d a y a n g d a p a t m e n u n j u k k a n k e p a d a k u k e c u a li
h a n y a E n g k a u , d a n h in d a r k a n la h a k u d a r i b u d i p e k e r ti y a n g b u r u k ,
s e b a b t id a k a d a y a n g d a p a t m e n g h in d a r k a n d a r i k e b u r u k a n itu , k e c u a l i
h a n y a E n g k a u . ( H .R . I b n u M a ja h d a ri A l i b in A b i T h a lib r.a)*
PERSEMBAHAN
Skjipsi ini penuCis persem6ah^gn ^epada:
1. J46i EC. Sayyidina Xfiamzah dan V m i ECj. ECasriyafi
yang setaCu mensupport penuCis 6ai
^
CaHir maupun
6atin.
2. (Romo %H. Zoemri RVi/S w a flhCuC (Bait dan % <
K .
J4 6duCCafi saCam w a jAhtuC (Bait seCafcu Rois (pondoR,
(pesantren TarCiyatuC Islam J4CEaCah.
3. lM6a' ECCa dan ade'^u N ur Xfianifah yang sCaCu
menyayangiku.
4. L id
£
EauziyaH yang sCaCu mendampingiCu 6ai
^
daCam suCg dan du^a.
5. Safa6at-safia6at seperjuangan di (Pondo
£
(pesantren
TarSiyatuC Islam J4C EaCafi
6. Segenap eCuarga Xfaseman
.
Penulis menyadari akan keterbatasan kemampuan penuli terutama dalam
menyusun skripsi ini dan dengan bantuan serta dorongan dari berbagai pihak
skripsi ini dapat tersusun. Oleh karena itu penulis mengucapkan jazakumullah
khoiro jaza' kepada:
1. Bapak Drs. Imam Sutomo, M. Ag., selaku Ketua STAIN Salatiga.
2. Bapak Fathurohman, M. Pd., selaku Ketua Progdi PAI.
3. Bapak H. A. Mahzumi, M.Ag., dengan penuh kesabaran berkenan
membimbing penulis sehingga penulisan skripsi ini selesai.
4. Kedua orang tua yang telah memberikan dukungan baik bersifat materil
maupun spiritual.
5. Bapak dan Ibu dosen yang telah memberi bekal ilmu dalam menuntut ilmu
di STAIN Salatiga.
__ M \j j> j>-\
Salatiga, 26 September 2007 Penulis
DAFTARISI
HALAMAN JUDUL ... i
HALAMAN DEKLARASI ... ii
NOTA PEMBIMBING ... iii
HALAMAN PENGESAHAN ... iv
HALAMAN MOTTO ... v
HALAMAN PERSEMBAHAN ... vi
KATA PENGANTAR ... vii
DAFTAR ISI ...viii
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang... 1
B. Penegasan Judul ... 14
C. Pokok Permasalahan ... 16
D. Tujuan Penelitian ... 17
E. Manfaat Penelitian ... 17
F. Metode Penelitian ... 18
G. Telaah Pustaka ... 20
H. Sistematikan Penulisan ... 21
BAB II MENGENAL AL GHAZALI A. Riwayat A1 Ghazali... 24
B. A1 Imam Antara Pro dan Kontra ... 31
C. Keraguan yang Menimpanya ... 39
G. Sejarah Penulisan Ihya' Ulumuddin... 49
H. A1 Ghazali Sebagai Ahli Filsafat ... 55
I. Pandangan Ahli Terhadap A1 Ghazali dalam Bidang Pendidikan ... 59
BAB III KONSEP PENDIDIKAN AKHLAK ISLAM MENURUT AL GHAZALI DALAM KITAB IHYA' ULUMUDDIN A. Konsep Pendidikan Akhlak A1 Ghazali dalam Kitab Ihya' Ulumuddin ... 62
1. Pengertian Akhlak... 62
2. Unsur-unsur Pendidikan Akhlak... 64
3. Pokok-pokok Utama dalam Akhlak... 69
B. Konsep Pendidikan Menurut A1 Ghazali ... 71
1. Tujuan Pendidikan ... 71
2. Kurikulum Pendidikan ... 74
3. Metode Mengajar ... 78
4. Kriteria Guru yang B aik... 79
5. Sifat Murid yang Baik ... 84
1. Dasar-dasar Pendidikan Akhlak 88
2. Tujuan Pendidikan Akhlak... 89
3. Materi Pendidikan Akhlak... 93
4. Metode Pendidikan Akhlak... 99
5. Pentingnya Pendidikan Akhlak...101
6. Faktor Penting dalam Pendidikan Akhlak...103
a. Faktor Intern ...103
b. Faktor Ekstren ...105
B. Relevansi Konsep Pendidikan Akhlak Islam dalam Konteks Kekinian ...105
BAB V PENUTUP A. Kesimpulan ...109
B. Saran-saran ...I l l C. Penutup...112
DAFTAR PUSTAKA
D AFTAR RIWAYAT HIDUP
LAMPIRAN-LAMPIRAN
A. Latar Belakang
Kehadiran agama Islam yang dibawa Nabi Muhammad diyakini dapat
menjamin terwujudnya kehidupan manusia yang sejahtera lahir dan batin. Di
dalamnya terdapat berbagai petunjuk tentang bagaimana seharusnya manusia
itu menyikapi hidup dan kehidupan ini secara lebih bermakna dalam arti yang
seluas-luasnya.
Petunjuk-petunjuk agama mengenai berbagai kehidupan manusia, yang
berkaitan dengan tingkah laku manusia, nampak amat ideal dan agung. Islam
mengajarkan kehidupan yang dinamis dan progresif, menghargai akal pikiran
melalui pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, bersikap seimbang
dalam memenuhi kebutuhan material dan spiritual, senantiasa
mengembangkan kepedulian sosial, menghargai waktu, bersikap terbuka,
demokratis, berorientasi pada kualitas, egaliter, anti feodalistik, mencintai
kebersihan, mengutamakan persaudaraan, berakhlak mulia dan sikap-sikap
positif lainnya.
Umat Islam dalam prakteknya menampilkan keadaan yang berbeda dari
cita-cita ideal tersebut. Ibadah yang dilakukan umat Islam, seperti shalat,
puasa, zakat, haji hanya berhenti sebatas membayar kewajiban dan menjadi
lambang keshalehan. Buah dari ibadah yang berdimensi kepedulian sosial
sudah kurang nampak. Di kalangan masyarakat telah terjadi kesalahan dalam
2
memahami simbol-simbol keagamaan itu. Agama lebih dihayati sebagai
penyelamatan individu dan bukan sebagai keberkahan sosial secara bersama.
Seolah Tuhan tidak hadir dalam problema sosial, kendati nama-Nya semakin
rajin disebut di mana-mana. Pesan spiritualitas agama menjadi mandeg,
terkristal dalam kumpulan mitos dan ungkapan simbolis tanpa makna. Agama
tidak muncul di dalam satu kesadaran kritis terhadap situasi aktual.
Sekarang, sudah saatnya kita mengembangkan indikasi keberagaman
yang berbeda selama ini. Meningkatnya jumlah orang mengunjungi rumah-
rumah ibadah, berduyun-duyunnya orang pergi haji, dan sering munculnya
tokoh-tokoh dalam acara sosial agama, sebenarnya barulah indikasi
permukaan saja dalam masyarakat. Indikasi semacam ini tidak menerangkan
tentang perilaku keagamaan yang sesungguhnya. Nilai-nilai keagamaan
menjadi pertimbangan utama dalam berpikir maupun bertindak oleh individu
maupun sosial.
Jika ada suatu penyimpangan akhlak seperti masalah pelacuran, maka
hal demikian dinilai sebagai perbuatan haram yang hams diberantas. Padahal
dengan diberantasnya masalah tersebut belum tentu dapat mengatasi masalah,
terkait dengan keimanan yang tipis, kurangnya pengetahuan, keterampilan dan
sempitnya lapangan kerja'.
Dari permasalahan ini saya mencoba mendeskripsikan secara umum
mengenai Pendidikan Akhlak Islam, yang membahas bagaimana
mengendalikan kehendak nafsu manusia yang sering menghanyutkan manusia 1
1-5.
kepada hal-hal yang negative dan merugikan, bagaimana suatu akhlak
manusia itu benar-benar menjadi akhlak karimah. Ini dilakukan agar akhlak
bangsa dan kaum muda yang saat ini akhlaknya hancur dapat diluruskan
kembali.
Kehancuran akhlak yang dihadapi oleh Islam seperti kehancuran akhlak
bangsa Romawi dan Persia, tidak memberi jaminan untuk melakukan
perbuatan yang manusiawi, kecuali petunjuk agamanya. Dalam agama yang
dapat dijadikan sarana untuk memperbaiki akhlak manusia, antara lain anjuran
untuk selalu bertobat, bersabar, bertawakal, mencintai orang lain, mengasihani
dan menolongnya. Anjuran-anjuran itu, sering didapatkan dalam ayat-ayat
Qur’an, sebagai nasihat bagi orang-orang yang sering melakukan perbuatan
buruk. Ini terbukti bahwa akhlak buruk dapat didik menjadi baik, kecuali
tingkatan akhlak yang sangat berbahaya terhadap masyarakat pada umumnya.
Tidak terdapat tanda-tanda kesadaran bagi pelakunya, kecuali hanya
kekhawatiran menimbulkan pengorbanan yang lebih hebat lagi. Orang yang
melakukannya disebut al-jahiluddhollulpaasikusyarir.2
Dengan bekal ilmu akhlak, orang dapat mengetahui batas mana yang
baik dan batas mana yang buruk, juga dapat menempatkan sesuatu sesuai
dengan tempatnya. Orang yang berakhlak dapat memperoleh irsyad, taufik,
dan hidayah sehingga dapat bahagia di dunia dan di akhirat. Kebahagiaan
hidup oleh setiap orang selalu didambakan kehadirannya di dalam lubuk hati.
4
Hidup bahagia merupakan hidup sejahtera dan mendapat ridha Allah dan
selalu disenangi oleh sesama makhluk.
Walaupun demikian, untuk mendapatkan kebahagiaan, kesejahteraan
dan ridha Allah tidak mudah. Manusia harus dapat memilah mana yang buruk
dan mana yang baik. Membedakan keduanya berarti dapat menilai. Apabila
orang dapat berpegang pada kebaikan dan membuang keburukan, inilah jalan
kelurusan. Lebih lanjut seseorang dapat memilih yang baik dan kemudian
meninggalkan tindakan yang buruk. Orang yang sudah mencapai pemilihan
terhadap kebaikan, diupayakan ada proses keyakinan dan menjadikan dirinya
kontinuitas (terns menerus) dalam tindakan untuk membiasakan diri pada
kebaikan, akhirnya dapat menumbuhkan kegemaran/
Kesempumaan akhlak manusia dapat dicapai melalui dua jalan.
Pertama, melalui kurnia Tuhan yang mencipta manusia dengan fitrahnya yang sempuma, akhlak yang baik, nafsu syahwat yang tunduk kepada akal dan
Agama. Manusia tersebut dapat memperoleh ilmu tanpa belajar dan terdidik
tanpa melalui proses pendidikan. Manusia yang tergolong ke dalam kelompok
ini adalah para Nabi dan Rasul Allah. Kedua, akhlak melalui cara berjuang secara bersungguh-sungguh (mujahaddah) dan latihan (riyadah) yaitu membiasakan diri melakukan akhlak-akhlak mulia. Ini yang dapat dilakukan
oleh manusia biasa dengan belajar dan latihan.
Akhlak mulia juga dapat dipupuk melalui proses melawan hawa nafsu.
Seseorang memiliki akhlak mulia selagi dia berjalan melawan dan dapat 3
menundukkan hawa hafsunya. Menundukkan hawa nafsu bukan bermakna
membunuhnya tetapi hanya mengawal dan mendidiknya agar mengikuti
panduan akal dan agama. Menundukkan hawa nafsu merupakan satu
pekerjaan yang sangat sukar. Sebab hawa nafsu ini sendiri merupakan
sebahagian dari diri kita dan keberadaannya tetap diperlukan. Disinilah letak
kesukaran menundukkannya. Rasulullah menyifatkan hawa nafsu sebagai
musuh yang paling besar.
Jika membahas persoalan pendidikan akhlak atau akhlak, maka dalam
pembahasan ini tidak akan terlepas dari beberapa pembahasan lain yang saling
memberikan pengaruh. Di antara beberapa pembahasan yang akan diberikan
mempunyai pengaruh yang cukup besar terhadap pendidikan yang ditawarkan
Islam.
Selama ini pendidikan kita lebih banyak menggunakan literatur barat
yang steril dan terlepas dari nilai-nilai, penanaman keimanan dan keislaman.
Oleh karena itu sumber-sumber informasi perlu diseimbangkan dengan
banyak menulis literatur ilmu pengetahuan berdasarkan nilai-nilai Islam, tapi
hal itu bukan berarti mendikotomikan antara umum dan ilmu-ilmu agama.
Pendidikan yang hanya terbatas pada belantara kulit-kulit teori hanya
akan melahirkan pendidikan yang bersifat dogmatis tidak kreatif. Sebaliknya
pendidikan yang berwawasan nilai, secara metodologis tidak hanya
merupakan transformasi dan proses intruksional melainkan sampai pada
proses intemalisasi dan trans-intemalisasi nilai. Pendidikan berwawasan nilai
6
hipotetika-verifikatif yang selalu mendorong para ilmuwan untuk meneruskan kebenaran yang telah diajukan oleh para ilmuwan lain.
Sedangkan kaitannya dengan nilai Ilahiyah dalam pendidikan yang
berwawasan nilai tidak berhenti sampai pada apa yang disebutkan di atas,
namun sampai pada tataran hakikat dan ma'rifat dan nilai seperti itulah yang ingin dicapai dalam pendidikan Islam.
Menurut Achmadi Pendidikan ialah tindakan yang dilakukan secara
sadar dengan tujuan memelihara dan mengembangkan fitrah serta potensi
(sumber daya) insani menuju terbentuknya manusia seutuhnya (insan kamil).4 Pendidikan juga diartikan sebagai upaya sadar mengembangkan seluruh
potensi keperibadian individu manusia untuk menjadi khalifah di muka bumi,
guna mencapai kehidupan pribadi sebagai nafsun thaibun warabbun ghaffur,
kehidupan keluarga yang ahlun thaiyibun warabbun ghafur, kehidupan masyarakat sebagai qoryatun thaibatun wararabbun ghafur serta kehidupan bernegara sebagai baldatun thaibatun warabbun ghafurr. Gambaran ini akan terjadi jika acuan pendidikan adalah pendidikan al-akhlak al-karimah dengan pembinaan amar ma'ruf nahi munkar.
Pendidikan Islam yang menanamkan kemuliaan dan perasaan terhormat
ke dalam jiwa manusia, bahkan kesungguhan untuk mencapainya. Dalam hal
ini akan ditemukan pemahaman yang lebih mendalam dari pendapatnya,
menurutnya tujuan pendidikan adalah untuk mendekatkan diri kepada Allah
SWT, bukan untuk mencari kehebatan, kemegahan, kegagahan atau
mendapatkan kedudukan dan menghasilkan uang. Karena kalau pendidikan
tidak diarahkan kepada mendekatkan diri kepada Allah, akan menimbulkan
kedengkian, kebencian dan permusuhan. Lebih lanjut bahwa orang yang
berakal sehat adalah orang yang dapat menggunakan dunia untuk tujuan
akhirat, sehingga orang itu derajatnya lebih tinggi di sisi Allah dan lebih luas
kebahagiaannya di akhirat. Ini menunjukkan bahwa tujuan pendidikan tidak
sama sekali menistakan dunia, melainkan menjadikan dunia itu sebagai alat.
Tercapainya kedewasaan adalah tujuan utama pendidikan yaitu
tercapainya titik optimal dari perkembangan sesama potensi manusia, baik
fisikal maupun spiritual.5 Ungkapan ini menunjukkan bahwa seharusnya
pendidikan bertujuan mengarahkan manusia kepada kebahagiaan hidup di
dunia yang seimbang dengan kehidupan akhirat.
Sesuai dengan hakekat bahwa manusia diciptakan untuk belajar
sepanjang hayat dan karena lingkungan selalu berubah selama manusia ini
ada, maka pendidikan itu harus berlangsung seumur hidup (long life education).6
Anak belajar melalui peroses panjang yang dimulai dari keluarga,
sebagaimana pendapat A1 Ghazali:
"Anak adalah amanat bagi kedua orang tuanya, hatinya suci bagaikan mutiara indah, tanpa ukiran dan gambar. Apabila dibiasakan dengan kebaikan, niscaya akan berkembang di dalamnya...dan apabila
5 Chabib, Thoha, Reformulasi Filsafat Pendidikan Islam, Pustaka Pel ajar, Yogyakarta, 1996, him. 21.
8
dibiasakan dengan hal-hal yang kurang baik (buruk), atau dibiarkan saja niscaya akan rusakpekertinya.... "7
Seorang anak tergantung kepada orang tua dan pendidikannya. Hati
seorang anak itu bersih, mumi, laksana permata yang amat berharga,
sederhana dan bersih dari gambaran apapun, dalam kata lain adalah fitrah. Jika
anak menerima ajaran yang baik dan kebiasan hidup yang baik, maka anak itu
menjadi baik. Sebaliknya jika anak itu dibiasakan melakukan perbuatan buruk
dan dibiasakan kepada hal-hal yang jahat, maka anak itu akan berakhlak jelek.
Dalam hal ini dapat dilihat peran teori fitrah dalam pembentukan
manusia yang paripuma, sesuai dengan tujuan pendidikan Islam yaitu untuk
mendidik warga negara mu'min dan masyarakat muslim agar dapat
merealisasikan ubudiah kepada Allah semata. Dan dengan terealisasikannya atau termanifestasikan nilai penghambaan seseorang dalam kehidupannya,
maka ia akan menjadi individu yang baik dan berakhlak karimah.
Dan ini tidak bisa lepas dari pada fungsi agama, terutama Islam, di mana
agama sebagai directive system dan defensive system dalam kehidupan yang juga sebagai supreme akhlakity yang memberikan landasan dan kekuatan etik spiritual masyarakat, ketika mereka berdialektika dalam proses perubahan.
Maka pendidikan agama memegang peranan yang amat penting dan strategis
dalam rangka mengaktualisasikan ajaran-ajaran, nilai-nilai luhur dan
mensosialisasikan serta mentransformasikan nilai-nilai itu dalam dunia
pendidikan, yang selanjutnya akan dimanifestasikan oleh peserta didik pada
konteks dialektika kehidupan, untuk membentuk insan kamil.
Keberhasilan pendidikan tersebut diharapkan akan menghasilkan
generasi Islam yang shaleh dan berakhlak luhur dalam menjalankan tugasnya
sebagai khalifah Allah di bumi, sebagaimana firman Allah dalam surat A1
Baqarah ayat 30:
• . . ^ A A l J 6 Slj
/T / /
Artinya: "Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para malaikat: "Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi. "8
Oleh karena itu pengorientasikan hidup yang lebih kekal dan abadi
begitu pentingnya dalam dunia pendidikan. Karena pendidikan mempunyai
andil dalam merubah watak anak terdidik untuk menjadi lebih baik.9
Oleh karena itu kesimpulan yang mengorientasikan akhirat dapat
dimanifestasikan dalam praktek pendidikan akhlak dalam Islam agar makna
sebuah ilmu pengetahuan mempunyai konsekwensi terhadap pembentukan
watak akan mengatualisasikan dirinya dalam kehidupan yang tidak lepas dari
nilai-nilai hakiki.
Oleh karena itu suatu komponen yang dapat mewamai konsep
pendidikan dalam Islam. Adapun fungsi pendidikan tersebut adalah:
1. Menyiapkan generasi penerus tersebut untuk memegang peranan-peranan
tertentu dalam masyarakat pada masa akan datang, yang berarti kekalnya
peranan-peranan itu dalam kekalnya peradaban.
8 Departemen Agama RI, A l Qur’an dan Terjemahnya, Toha Putra, Semarang, 1989, him. 13
10
2. Memindahkan ilmu pengetahuan yang bersangkutan dengan peranan-
peranan tersebut dari generasi tua kepada generasi muda.
3. Hendaklah nilai-nilai yang bertujuan untuk memelihara keutuhan dan
kesatuan masyarakat yang menjadi mutlak bagi kelanjutan hidup {survival)
suatu masyarakat dan peradaban.10 11
Sejalan dengan dasar pondasi konsep Imam A1 Ghazali, pendidikan
dalam Islam bertujuan untuk pemeliharaan dan penguasaan sifat dan potensi
insani sehingga dapat menumbuhkan kesadaran untuk menemukan kebenaran
dan bukan bertujuan melebur nilai dan potensi insani ke dalam sifat dan
potensi malakiyah (malaikat).
Konsep ini diterapkan dalam pendidikan Islam adalah berfungsi sebagai
sarana proses pemeliharaan dan penguatan sifat dan potensi insani untuk
menumbuhkan kesadaran dalam mencari kebenaran, karena itu sendiri upaya
semaksimal mungkin dari manusia agar hidup lebih kritis dinamis dalam
bingkai ilmu kondisi fhal) dan perbuatan (amal). Karena anak harus sempurna
dalam kehidupannya dan mempunyai pribadi yang indah sebagai modal
mencapai kebahagiaan hidup yang abadi yaitu kebahagiaan dunia dan
akhirat.11
Pada sisi lain pendidikan dalam Islam dan pendidikan pada umumnya
adalah berintikan pada perubahan yaitu membuat kondisi menjadi lebih baik
dari pada kondisi yang sudah ada. Maka dari itu perlu dikaji ungkapan Imam
A1 Ghazali tentang pendidikannya adalah:
10 Hasan Langgulung, Beberapa Pemikiran tentang Pendidikan Islam, A1 Ma'arif, Bandung, 1980, him. 92
"Apabila budi pekerti atau akhlak dapat menyelamatkan anak dari neraka dunia, maka menyelamatkannya dari neraka akhirat lebih penting, dengan mendidiknya, membersihkan jiwanya, mengajarkan tata krama kepadanya, menghindarkan diri dari pergaulan yang kurang baik, membiasakan hidup sederhana, menghindarkannya dari kenikmatan duniawi dan kemewahan agar anak tidak menghabiskan umurnya (di masa tuanya nanti) untuk mencarinya hingga mengalami atau merasakan kerusakan yang abadi. ”‘2
A1 Ghazali merupakan profil ulama ideal sebagai guru umat Islam yang
pemikirannya dalam berbagai hal dapat menjembatani kontrofersi antara sains
dan relegius mempertahankan konsep tradisional, mengembangkan konsep
kekinian, dan meramu konsep penyeimbangan antara fungsi otak dan hati.
Dari problematika di atas, penulis ingin mengangkat seorang figur klasik
yaitu A1 Ghazali. Dikenal sebagai seorang teolog, filosof, dan sufi dari aliran
Sunni, terutama dalam permasalahan akhlak, baik kaitannya dengan
pendidikan maupun mu'amalah dalam masyarakat secara filosofis teoritik dan
aplikatif.
Sebelum diselami secara mendalam pemikiran A1 Ghazali tentang
pendidikan akhlak penting untuk mengetahui terlebih dahulu beberapa
pemikirannya. Hal ini untuk memudahkan menganalisis pemikiran tentang
pendidikan akhlak dalam Islam.
Pertama tentang tujuan manusia. A1 Ghazali menerangkan bahwa tujuan
manusia sebagai individu adalah mencapai kebahagiaan dan kebahagiaan yang
paling utama harus diketemukan di kehidupan yang akan datang, sarana utama
kepada tujuan itu ada dua macam amal baik lahiriah berupa ketaatan kepada
aturan-aturan tingkah laku yang diwahyukan dalam kitab suci dan upaya 12
12
batiniah untuk mencapai keutamaan jiwa. Amal baik lahiriyah bermanfaat
karena ketaatan di samping dibalas langsung untuk kebaikan itu sendiri, juga
mendukung akan perolehan keutamaan, namun kondisi batin lebih penting
dalam pandangan Tuhan daripada amal baik lahiriyah dan lebih mendatangkan
pahala keutamaan. Di samping itu berpendapat bahwa kejahatan dan kebaikan
hanya dapat diketahui melalui wahyu (dan tidak melalui rasio alamiah).
Dalam masalah keutamaan, A1 Ghazali menyamakan dengan ketaatan kepada
Tuhan, dan karenanya pengkajian tentang keutamaan Islami secara mendasar
merupakan deskripsi tentang cara yang tepat untuk melaksanakan perintah-
perintah Tuhan, A1 Ghazali selanjutnya membagi perintah-perintah ini kepada
dua bagian, yaitu yang berkaitan dengan Tuhan (hablum min Allah). Dan hubungan manusia kepada sesamanya (hablum min an-Nas). Kelompok pertama disebut perbuatan-perbuatan penyembahan (ibadat), seperti shalat, bersuci, zakat, puasa dan haji. Pembagian ini dapat dilihat dalam Ihya
‘Ulumuddin jilid pertama. Adapun kelompok kedua adalah adat (adah)
semacam makanan, perkawinan, transaksi yang diperbolehkan dan dilarang
dan adab musyafir (bepergian). Ini dapat dilihat dalah Ihya ‘Ulumuddin jilid kedua. Sedangkan puncak daripada keutamaan dan kebahagian tertinggi
adalah melihat Tuhan atau berdekatan dengan-Nya, interprestasi ini hanya
dapat dilakukan oieh orang-orang yang benar-benar terpelajar (ulama) bukan ahli hukum, teolog maupun filosof, melainkan hanya ahli tasawuf (mistik).
juga dapat pula dilihat dalam kitab al-Arba' in Fi Ushul Al-Din yang merupakan sebuah penyingkapan dari Ihya ‘Ulumuddin. Sedangkan pembahasan A1 Ghazali tentang akhlak dapat dilihat dalam kedua kitabnya
Ihya ‘Ulumuddin dan Mizan al-Amal.
Secara aplikatif dapat dilihat sebagaimana ia uraikan dalam Ihya ‘Ulumuddin tentang kajian beliau mengenai amal perbuatan manusia (al-akhlaq al-insaniah). Menurut pendapat A1 Ghazali, bahwasanya semua tingkah laku dan perbuatan manusia baik yang bersifat baik atau buruk adalah
bersumber pada maka syaitan membawa satu bawaan atas akal dan
memperkuat daya tariknya.
Ide-ide fundamental ini memiliki peranan penting dalam kontruksi
akhlak tasawuf A1 Ghazali yang semata-mata bergantung pada rahmat Tuhan.
Dan dari filsafat pemikiran itu dapat dimengerti kenapa beliau bersikap
demikian, memang ini merupakan hasil dari tahun-tahun terakhir
kehidupannya, ketika ia menjalani kehidupan mistiknya, perhatian utamanya
selama periode ini adalah kesejahteraan manusia di akhirat dan itulah yang
mendasari teori akhlaknya mumi bercprak religius dan mistik.
Dari permasalahan di atas dapat ditarik benang merah antara
permasalahan pendidikan yang tidak beres ini, dengan pengalaman A1 Ghazali
dan karangan-karangan beliau yang berkaitan dengan akhlak, yaitu kosongnya
pendidikan dari nilai-nilai akhlak mulia, suri tauladan dari guru. Yang
14
bisa dikatakan pendidikan telah gagal dalam membentuk peserta didik yang
memiliki akhlak, dan budi pekerti yang baik
Konsep pendidikan A1 Ghazali tampaknya masih tetap dapat dijadikan
altematif modal pendidikan dalam keluarga yang cukup relevan sampai saat
ini. Untuk dapat mencapai cita-cita pendidikan dalam mewujudkan konsep
nilai pendidikan diperlukan sikap positif. Sikap dituntunkan dalam Al-Qur'an
dalam surat A1 Insyirah ayat:7-8
/ / O s 0 s s s
Artinya: "Maka apabila kamu telah selesai (dari sesuatu urusan), kerjakanlah dengan sungguh-sungguh (urusan) yang lain, dan hanya kepada Tuhanmulah hendaknya kamu berharap"u
Maksudnya jika telah selesai suatu tugas dalam hal ini adalah konsep
pendidikan tersebut merupakan faktor yang harus diamalkan ilmunya setiap
waktu. Dengan melihat realita pendidikan yang belum dapat mewujudkan
nilai-nilai pendidikan itu secara praktis maka penulis berupaya mengkaji A1
Ghazali yang penulis bert judul: "KONSEP PENDIDIKAN AKHLAK
DALAM ISLAM (Kajian Pemikiran A l Ghazali dalam kitab Ihya’
Ulumuddin)
"
B. Penegasan Judul
Agar mudah dipahami dan untuk menghindari terjadinya salah
pengertian terhadap judul skripsi ini, maka penulis berusaha menjelaskan
maisng-masing kata yang dipandang perlu supaya pengertiannya menjadi 13
lebih jelas dan mudah dalam memahaminya. Adapun penjelasannya adalah
sebagai berikut:
1. Konsep
Konsep ialah pengertian, pendapat paham rancangan cita-cita yang
telah ada dalam pikiran.14 15 Dalam hal ini adalah pemikiran, gagasan, atau
pendapat A1 Ghazali.
2. Pendididikan
Pendidikan berasal dari kata didik, yaitu memelihara dan memberi
latihan mengenai akhlak atau akhlak dan kecerdasan pikiran. Pendidikan
akhlak dapat juga diartikan sebagai berikut:
a. Perbuatan (hal, cara) mendidik.
b. Pengetahuan tentang pendidikan (Ilmu, ilmu didik, ilmu mendidik).
c. Pemeliharaan (latihan-latihan) badan, batin dan jasmani.13
Pendidikan juga proses membimbing manusia dari kegelapan,
kebodohan, dan pencerahan pengetahuan.
3. Akhlak
A1 Ghazali dalam Ihya ‘Ulumuddin menerangkan tentang definisi akhlak sebagai berikut:
Akhlak adalah perilaku jiwa, yang dapat dengan mudah melahirKan perbuatan-perbuatan, tanpa memerlukan pemikiran dan pertimbangan. Apabila perilaku tersebut mengeluarkan beberapa perbuatan baik dan terpuji, baik menurut akal mau-pun tuntunan agama, perilaku tersebut dinama/can akhlak yang baik Apabila perbuatan yang dikeluarkan itu jelek, maka perilaku tersebut dinamakan akhlak yang jelek.
14 W.J.S. Purwodarminto, Kamus Umum Bahasa Indonesia, Balai Pustaka, Jakarta, 1948, him. 520
16
4. Islam
Kata "Islam" dalam pendidikan Islam menunjukkan warna
pendidikan tertentu, yaitu pendidikan yang berwama Islam. Pendidikan
yang Islami yaitu pendidikan yang berdasarkan Islam.16 Pendidikan Islam
adalah usaha yang lebih khusus ditekankan untuk mengembangkan fitrah
kebersamaan dan sumber daya insani, agar lebih mampu memahami,
menghayati dan mengenalkan ajaran-ajaran Islam.17
5. A1 Ghazali
Nama as liny a Abu Hamid Muhammad bin Muhammad A1 Ghazali.
Ia lahir di Tusi salah satu kota di wilayah Khurasan di Persia pada tahun
450 H/1065 M.18
Jadi jelas yang dimaksud dengan konsep pendidikan akhlak dalam
Islam adalah suatu upaya dalam pendidikan Islam dengan menitikberatkan
terwujudnya nilai-nilai pendidikan, pemikiran, gagasan atau pendapat A1
Ghazali mengenai pendidikan akhlak yang dikaji dalam karya terbesamya
yakni kitab Ihya 'Ulumuddin sebagai rujukan agama.
C. Pokok Permasalahan
Berdasarkan pada latar belakang masalah di atas, maka yang menjadi
permasalahan dalam skripsi ini adalah sebagai berikut:
1. Bagaimana konsep pendidikan akhlak dalam kitab Ihya' Ulumuddin?
16 Ahmad, Tafcir, Ilmu Pendidikan dalam Perspektif Islam, Remaja Rosdakarya, Bandung, 2001, him. 24
17 Achmadi, Ilmu Pendidikan Islam I, Fakultas Tarbiyah IAIN Walisongo, Salatiga, 1987, him. 10
2. Bagaimana konsep pendidikan akhlak dalam Islam menurut A1 Ghazali?
3. Bagimana relevansi konsep pendidikan akhlak dalam Islam menurut A1
Ghazali dalam konteks kekinian?
D. Tujuan Penelitian
Dalam setiap penelitian mempunyai tujuan yang hendak dicapai.
Adapun dalam penelitan ini tujuan yang ingin dicapai dalam skripsi ini adalah
sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui konsep pendidikan akhlak yang terdapat dalam kitab
lhya 'Ulumuddin.
2. Untuk mengetahui pemikiran A1 Ghazali tentang konsep pendidikan
akhlak dalam Islam.
3. Untuk mengetahui konsep pendidikan akhlak dalam Islam dalam konteks
kekinian.
E. Manfaat Penelitian
Manfaat dari penelitian ini adalah:
1. Memberikan sumbangan kepada ilmuwan sejarah, memperluas cakrawala
dan mendalami bidang yang menjadi spesialisnya yaitu konsep A1 Ghazali
dalam pendidikan akhlak.
%
2. Bagi pendidikan Islam, penelitian ini menjadi salah satu sumbangan
pemikiran bagi perbaikan pendidikan Islam di masa yang akan datang
18
sekaligus menjadi pijakan dalam kehidupan di dunia dan bimbingan
menuju Ilahi Rabbi.
F. Metode Penelitian
Adapun metode yang diterapkan meliputi hal-hal sebagai berikut:
1. Sumberdata
a. Sumber Data Primer
Karena sifat dari penelitian ini literer, maka datanya bersumber dari
literatur. Adapun yang menjadi sumber data primer adalah Ihya 'Ulumuddin hasil karya Imam A1 Ghazali.
b. Sumber Data Sekunder
Data sekunder adalah dengan menggunakan metode dokumentasi
yaitu dengan mencari data yang berupa transkrip, buku, majalah,
dokumentasi dan sebagainya.19 Atau dengan meminjam istilah
Sutrisno Hadi "Research Kepustakaan".20 Melalui beberapa langkah
sebagai berikut:
1) Mencari buku-buku di perpustakaan yang ada hubungannya dengan
pokok masalah.
2) Mengkonsultasikan atau mencari penyesuaian dengan biografi
yang umum atau khusus, seperti ensiklopedi, buku pegangan,
sistematis, monografi, sejarah, filsafat, karangan khusus karya
tokoh-tokoh pribadi dan sebagainya.
19 Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian, Bina Aksara, Jakarta, 1987, him. 34
3) Membuat dan menyusun catatan kemudian dikonsultasikan dengan
buku-buku metodik yang bersangkutan.21
2. Analisis data
Mengingat objek skripsi ini adalah buku-buku “literature” yang termasuk dalam kategori penelitian kepustakaan maka penelitiannya
adalah “Research Kepustakaan”.22 Untuk memperoleh data pemikiran A1
Ghazali tentang konsep pendidikan akhlak dalam Islam maupun data
tentang masalah pendidikan. Untuk mencari interprestasi yang tepat
mengenai pemikiran A1 Ghazali tentang konsep pendidikan akhlak penulis
menggunakan metode analisis deduktif, metode berfikir dengan
menerangkan hubungan persamaan.23 Hasil dari interprestasi ini kemudian
ditarik generalisasi dalam prespektif masalah pendidikan akhlak dalam
Islam dalam hubungan antara keduanya (induksi) dapat disimpulkan suatu sintesis (generalisasi yang baru).
Agar memperoleh makna dan pemikiran yang kongkrit sebagai
pandangan A1 Ghazali tentang konsep pendidikan akhlak dalam Islam,
penulis menggunakan metode interpretasi yaitu karya tokoh Islami untuk
menangkapi arti dan nuansa yang dimaksud tokoh secara khas.24
2'Anton Bakker, Ahmad Charis Zubair, Metode Penelitian Filsafat, Kanisius, Yogyakarta, 1990, him. 11
22 Sutrisno Hadi, op.cit, him. 19 25 Ibid., him. 36
20
G. Telaah Pustaka
Pembahasan yang bertema tentang konsep pendidikan menurut A1
Ghazali sebenarnya telah banyak diangkat oleh para peneliti pendidikan, baik
yang diambil dari kitab Ihya 'Ulumuddin maupun dari kitab-kitab karya A1 Ghazali yang lain. Akan tetapi para ahli pendidikan masing-masing
mempunyai spesifikasi tersendiri dalam penelitiannya.
Disertasi M. Amin Abdullah (2002) The Idea o f Universality o f Etichal Norms in Ghazali and Kant. Diterbitkan di Turki 1992, Edisi Indonesia diterbitkan oleh Mizan, 2002. dengan judul "Antara Al-Ghazali dan Kant Filsafat Islam". Dia menyimpulkan bahwa sumber etika menurut A1 Ghazali adalah tindakan secara eksklusif bersumber dari Tuhan, bukan saja
nilai-nilainya, namun melainkan juga kehendak dan kemampuan untuk
bertindak etis itu sendiri, sedang Kant yang menggunakan pendekatan
rasionalitas ia menekankan kepada kausalitas (hukum sebab akibat), sifat aktif
pelaku dalam suatu tindakan, apresiasinya terhadap perubahan sosial sebagai
salah satu faktor yang harus dikembangkan dalam etika dan pada
kepercayaannya bahwa betapapun juga rasio masih berperan kalau tidak
dalam perumusan etika dalam pemikiran-pemikiran non metafisis.
Zainuddin dkk, dalam karyanya yang berjudul Seluk Beluk Pendidikan
A1 Ghazali mengupas konsep umum pendidikan dari A1 Ghazali. Dengan
Ghazali, pemikirannya tentang ilmu pengetahuan dan faktor-faktor pendidikan
serta aspek-aspek pendidikan.25
Fathiyah Hasan Sulaiman setelah kitab Ihya' Ulumuddin menghasilkan karyanya yang berjudul Bahts Fi'l Madzhab Al Tarbawy 'Inda 'L Ghozaly.
Dalam edisi Indonesia berjudul Konsep Pendidikan Al Ghazali. Bahasa buku
ini, hanya dibatasi pada Al Ghazali sebagai seorang filosof, pemimpin religius
dan reformer sosial yang sadar bahwa pendidikan yang benar merupakan
sarana untuk menvebar keutamaan (fadhilah) di antara umat manusia. Dengan begitu masyarakat menjadi lebih baik dan menjadi lebih utama.26
H. Sistematika Penulisan BAB I : Pendahuluan
Latar belakang masalah, penegasan istilah, pokok permasalahan,
tujuan penelitian, manfaat penelitian, metode penelitian,
sistematika penulisan.
BAB II : Mengenai Al Ghazali dan Ihya 'Ulumuddin berisi:
Riwayat Al Ghazali, Al Imam antara pro dan kontra, keraguan
yang menimpanya, karya-karya Imam Al Ghazali, Madrasah
Nizamiyah di Bagdad, Al Ghazali dan Sufisme (tasawuf), sejarah
penulisan Ihya 'Ulumuddin, Al Ghazali sebagai ahli filsafat, pandangan ahli terhadap Al Ghazali dalam bidang pendidikan.
25 Zainuddin dkk, Se/uk Beluk Pendidikan dari A l Ghazali, Bumi Aksara, Jakarta, cet. !, 1991, him. 9
22
BAB III : Konsep Pendidikan Akhlak Islam menurut A1 Ghazali berisi
tentang:
A. Konsep Pendidikan akhlak A1 Ghazali dalam Kitab Ihya
'Ulumuddin berisi:
1. Pengertian akhlak
2. Unsur-unsur pendidikan akhlak Islam
3. Pokok-pokok utama dalam akhlak Islam
B. Konsep pendidikan menurut A1 Ghazali berisi:
1. Tujuan pendidikan
2. Kurikukum
3. Metode mengaj ar
4. Kriteria guru yang baik
5. Sifat murid yang baik
BAB IV : Relevansinya Konsep Pendidikan Akhlak berisi tentang:
A. Analisis Konsep Pendidikan akhlak Islam Menurut A1 Ghazali
berisi:
1. Dasar-dasar pendidikan akhlak
2. Tujuan pendidikan akhlak
3. Materi pendidikan akhlak
4. Pentingnya pendidikan akhlak
5. Faktor penting dalam pendidikan akhlak berisi:
a. Faktor Intern
B. Relevansi Konsep Pendidikan Akhlak dalam Islam dalam
Konteks Kekinian
BAB V : Penutup
B A B I I
terkenal dalam sejarah intelektual manusia dengan keahlian yang secara prima
dikuasai, maka beliau mendapatkan berbagai gelar yang mengharumkan
namanya, seperti gelar Hujjatul Islam, Al Imam Al Jalil, Syeikh Al Sufiyyin,
dan Imam Al Murabbin 1 2 Beliau lahir tahun 450 H, yang bertepatan dengan
tahun 1058 M di Gazzalah sebuah kota kecil dekat Thus3 propinsi Khurasan,
wilayah Persia (Iran sekarang). Yang ketiga itu merupakan salah satu pusat
ilmu pengetahuan di dunia Islam.4 Beliau lahir dari keluarga miskin yang taat
beragama dan hidup sederhana. Ayahnya Muhammad seorang penenun yang
mempunyai toko di kampungnya.5
Sebelum ayahnya meninggal, Al Ghazali dan adiknya bemama Ahmad
dikirim kepada seorang guru sufi (sahabat ayahnya) yaitu Ahmad bin
Muhammad Ar Razikani, sambil berkata, "Nasib saya sangat malang, karena
1 Ramayulis H, Samsul Nizar, Ensiklopedi Tokoh Pendidikan Islam, PT. Ciputat Press, Jakarta,2005,him.3
2 Abudin Nata, Filsafat Pendidikan Islam, Logas Wacana Ilmu, Jakarta, 1997, him. 160 3 Thus adalah ibu kota Khurasan (Persia) sedang Al Ghazali dengan z atau zz (dua), kalau z (satu) berarti nisbah kepada tempat yaitu Gazalah zz (dua) berarti tukang pintal, nisbah kepada ayahnya yang bekerja sebagai tukang pintal benang.
4 Ensiklopedia Islam 2, PT. Ichtiar Barn, Van Hoeve, Jakarta, 1994, him. 25
5 Abu Al Wafa' Al Ghonimi Al Taftazani, S u fi dari Zaman ke Zaman, Pustaka, Bandung, 1985, him. 148
tidak mempunyai ilmu pengetahuan, saya ingin agar kemalangan saya dapat
ditebus oleh kedua anakku ini. Peliharalah mereka dan pergunakan sampai
habis semua harta warisan yang aku tinggalkan untuk mengajar mereka".6
Selaku pemegang amanat tersebut Ar Razikani melaksanakan dengan tulus
ikhlas, kedua anak tersebut kemudian mendapatkan bimbingan dalam
berbagai cabang ilmu pengetahuan, sampai harta warisan dari ayah mereka
tiada yang tertinggal.
Sepeninggal sang ayah, kasih sayang ibu selalu menjadi motivasi
utama bagi mereka berdua untuk selalu belajar setelah harta warisan ayahnya
habis terpakai. Ketika gurunya sudah kehabisan tenaga untuk mendidik kedua
anak itu, maka dia berkata kepada anak-anak yatim itu. "Semua harta warisan
ayahmu sudah habis untuk belanja kamu belajar, sedangkan saya sendiri hidup
miskin. Maka tidak ada jalan lain bagimu kecuali masuk asrama (tanpa
dipungut biaya), agar kamu dapat melanjutkan pelajaran ilmu fiqh.7
Di madrasah A1 Ghazali belajar ilmu fiqh kepada Ahmad bin
Muhammad Ar Razikani dan belajar ilmu tasawuf kepada Yusuf A1 Nasaaj
umur 20 tahun. Pada tahun 471 H, A1 Ghazali berangkat menuju Kota
Nishapur (Neisabur) karena tertarik dengan sekolah tinggi Nizhamiyyah8.
Disinilah beliau bertemu dengan dekannya yang terkenal Abu A1 Ma'ali
Dhiyauddin A1 Juwaini, yang bergelar kehormatan "Imam A1 Haramain"
(Imam dari dua kota suci, Makkah dan Madinah). Sebagian ahli sejarah
6 Zainuddin, Seluk Beluk Pendidikan A l Ghazali, Bumi Aksara, Jakarta, 1991, him. 7 7 Mahfudz Masduki, Spritualitas dan Rasionalitas Al Ghazali, TH Press, Yogyakarta, 2005, him. 12
26
mengatakan bahwa A1 Juwaini, guru A1 Ghazali merasa cemburu kepada A1
Ghazali atas kepintarannya, tetapi sejarah juga membuktikan bahwa A1
Ghazali tetap setia kepada gurunya sampai wafat.9
Pada tahun 475 H dalam usia 25 tahun, A1 Ghazali mulai menjadi
dosen, di bawah pimpinan gurunya Imam Haramain. Jabatan dosen di
Universitas Nihamiyyah, Nishapun mengangkat namanya begitu tinggi,
apalagi setelah beliau dipercaya oleh gurunya untuk menggantikan
kedudukannya, baik sebagai maha guru maupun sebagai pimpinan universitas.
Pada tahun 479 H/1085 M, Imam A1 Haramain meninggal dunia,
untuk mengisi kekosongan itu maka tidak ada pilihan lagi bagi Perdana
Menteri Nizham A1 Mulk10 11 untuk menggantikannya kecuali dengan A1
Ghazali. Dalam usia 28 tahun, A1 Ghazali telah dapat menggemparkan kaum
sarjana dan ulama pada masanya, sehingga perdana menteri Nizham A1 Mulk
sangat kagum padanya. Di Naisabur beliau menghidupkan paham skeptisme
yang dianut oleh para sarjana Eropa pada masa berikutnya.11
Sejak kecil A1 Ghazali dikenal sebagai pecinta ilmu pengetahuan dan
tak pemah berhenti mencari kebenaran hakiki. Dalam sebuah karyanya A1
Ghazali mengatakan:
9 Hasan Langgulung, Beberapa Pemikiran Tentang Pendidikan Islam, A1 M a’arif, Bandung, 1980, him. 107
10 Nizamul Mulk adalah seorang Wasir/Perdana menteri pada masa raja Malik Syah dinasti Saljuk. Beliau seorang administrator, lebih dari dua juta rupee dianggarkan oleh wasir yang bijaksana itu untuk pendidikan. Hampir tidak ada negara modem dapat membanggakan diri sanggup menyediakan jumlah yang begitu besar untuk pendidikan yang berasal dari bendaharawan kerajaan. Beliau mempunyai pengaruh yang sangat besar terhadap ketenaran A1 Ghazali sampai A1 Ghazali diangkat menjadi rektor di Universitas Nizamiyah Baghdad. Jamil Ahmad, Seratus Muslim Terkemuka, Pustaka Firdaus, Jakarta, 1984, him.98
"Kehausan untuk mencari kebenaran adalah favoritku sejak kecil dan masa mudaku yang menjadi naluri dan bakat yang dicampakkan oleh Allah SWT. Pada temperamenku, bukan merupakan usaha dan rekaan belaka.12
Pada tahun 484 H, A1 Ghazali diangkat menjadi guru besar di
universitas Nizamiyyah di Baghdad, A1 Ghazali sebagai benteng pertahanan
aqidah ahlussunah dari serangan paham batiniyyah. Banyak mahasiswa yang
berdatangan untuk berguru kepadanya dari berbagai daerah. Hal inilah yang
semakin membuat nama besar A1 Ghazali bertambah tenar di zamannya,
hingga beliau mendapatkan gelar “Imam Irak” dari Kholifah A1 Mustadzhir
Billah kepercayaan yang diberikan kepadanya untuk menangkis ajaran kaum
batiniyyah, Ismailiyyah, filsafat yang sangat meresahkan. Akhimya beliau
menyusun karya-karya tulis yang mengcounter aliran tersebut, diantaranya: Al Mustadzhir Wa Hujjah Al Haq dan Al Qisthas Al M ustaqim13 Antusiasme itu juga ditunjukkan oleh besamya animo masyarakat dan para ulama dalam
mengikuti perkembangan pemikiran dan pandangannya.
Demikianlah, Al Ghazali menjadi publik figur otoritatif dalam
menolak pendapat dan kenyakinan para penentangnya. Beliau juga telah
banyak menelan seluruh paham dan ajaran firqoh, taifah dan filsafat. Semua
itu kemudian menimbulkan pergolakan dalam batinnya sendiri, karena tidak
ada yang dapat memuaskan batinnya, ia ragu akan kesanggupan akal untuk
mendekatkan diri kepada Allah SWT, terlebih untuk mengetahui hakikatNya.
Lebih lanjut A. Hanafi mengisahkan :
12 Al Ghazali, Setitik Cahaya dalam Kegelapart, terj.Al Munqidz Min Al Dhalal,
Pustaka Progressif, Surabaya, 2001, him. 107.
28
"Dan selama waktu itu beliau tertimpa keragu-raguan tentang kegunaan pekerjaannya, sehingga akhimya menderita penyakit yang tidak bisa disembuhkan dengan obat lahiriyah. Pekerjaan itu kemudian ditinggalkannya pada tahun 488 H, untuk menuju Damsyik dan di kota ini beliau merenung, membaca dan menulis selama kurang lebih dua tahun, dengan tasawuf sebagai jalan hidupnya."14
Setelah berpuluh-puluh tahun mengabdikan diri pada ilmu
pengetahuan dan tercapai cita-citanya untuk memperoleh kebenaran hakiki,
beliau wafat di Thusia pada tanggal 14 jumadil Akhir 505 H/19 Desember
1111 M di hadapan adiknya, Abu Ahmad Mujiduddin. A1 Ghazali
meninggalkan 3 orang anak perempuan, sedangkan Hamid, anak laki-lakinya
telah meninggal sewaktu kecil mendahului A1 Ghazali. Karena itulah beliau
diberi gelar "Abu Hamid" (Bapak si Hamid)15. Berkenaan dengan dunia
belajar, A1 Ghazali sangat minat terhadap ilmu dan beliau mengalami
beberapa tahap.
1. Belajar di Thus
Pada masa kecil A1 Ghazali belajar di kota kelahirannya yaitu di
Thus. Beliau mulai belajar Al-Qur'an pada ayahnya sendiri, sepeninggalan
ayahnya beliau belajar pada ayah angkatnya yaitu: Ahmad bin Muhammad
Ar Razikani, salah seorang sufi besar. Pada mulanya A1 Ghazali
mempelajari ilmu fiqh, riwayat hidup para wali dan kehidupan spritual
mereka, selain itu juga belajar menghafal syair-syair tentang Mahabbah
(cinta) kepada Tuhan, Al-Qur'an dan Sunnah.16 17 18 Kemudian A1 Ghazali
mempelajari tasawuf pada Yusuf An Nassaj sampai usia 20 tahun.
2. Melanjutkan belajar di Jurjan
Setelah tamat belajar di kota kelahirannya, pada tahun 479 H A1
Ghazali melanjutkan studinya ke Kota Jurjan yang pada waktu itu juga
menjadi pusat kegiatan ilmiah. Beliau mendalami pengetahuan bahasa
Arab dan Persia, disamping pengetahuan agama. Gurunya adalah Imam
Abu Nashar A1 Ismaili.
3. Menuju Nisapur
Pada tahun 471 H, A1 Ghazali berangkat ke negeri Nisapur. Di
Nisapur beliau memasuki madrasah Nizamiyah yang dipimpin oleh ulama
terkemuka. Disinilah beliau berguru kepada Abu al Ma'ali Dhiyauddin A1
Juwaini yang bergelar kehormatan "Imam al Haramain" salah seorang
tokoh aliran Asy'ariyah. Karena kecerdasannya Al Ghazali membuat
kagum Al Juwaini dan diberi gelar “Bahrun Muqriq” (lautan yang menenggelamkan). Dari Imam Al Haramain, Al Ghazali mempelajari
cabang ilmu pengetahuan, baik ilmu-ilmu agama, seperti fiqh, kalam dan
lainnya, maupun ilmu falsafah seperti logika (mantiq), rethorima {jadal), dan lainnya. Sehingga dia sanggup bertukar pikiran dengan segala macam
16 Ensiklopedi Islam 2, loacit
30
aliran dan segala agama. Bahkan dia juga mulai mengarang buku-buku di
dalam berbagai cabang pengetahuan itu.19
4. Menjadi Guru Besar
Pada tahun 1090 M, A1 Ghazali menjadi guru besar pada madrasah
Nizamiyah di Baghdad. Hal ini menjadikannya semakin populer.20
A1 Ghazali adalah rektor ke-9 dari universitas, dihitung dari rektor yang
pertama, Imam Syirazi, yang memimpin sejak pembukaannya yang
pertama pada tahun 415 H/1025 M.21
5. Menuju Mekkah
Pada tahun 1095 M, A1 Ghazali meninggalkan profesinya sebagai
guru. Kemudian pergi ke Mekkah untuk menunaikan rukun Islam kelima
(haji). Setelah selesai mengerjakan haji terns pergi ke negeri Syam
(Syiria), mengunjungi Baitul Maqdis, kemudian ke Damaskus dan terus
menetap beribadah di masjid A1 Umawi, lalu ke Maroko untuk menemui
Amir Yusuf Ibn Tasyfin, tapi sayang beliau keburu meninggal dunia
sebelum A1 Ghazali dapat menemuinya. Pada saat itulah beliau mengarang
kitab Ihya 'Ulumuddin. Tak lama sesudah itu berangkat ke Nisapur dan mengajar di perguruan Nizamiyah, akhimya kembali ke kampung asalnya
Thusi. Dibangunnya sebuah madrasah flqh yang khusus untuk
mempelajari ilmu hukum, untuk melatih mahasiswa dalam faham sufi,
dibangunnya suatu asrama (khanqah).22
19 Mahfudz, Masduki, op.cit, him. 14 20 Zainuddin, op.cit, him. 9
B. A1 Imam Antara Pro dan Kontra
Sesuatu yang wajar dan manusiawi di sepanjang sejarah hidup
manusia bahwa seorang pemikir kontroversial akan selalu mendapati pihak
yang pro dan kontra, yang mengutuk dan memuja. Demikian pula A1 Ghazali,
ia seorang universal is t (tokoh dan pemikiran dalam berbagai disiplin ilmu) yang tak luput dari serangan pihak yang kontra dan dukungan pihak yang pro
dengan pemikiran-pemikirannya.
Penelitian yang kritis, obyektif dan dalam, hendaknya menerima serta
menyelediki segala pujian dan celaan yang datang, sebagaimana disinyalir Dr.
Sulaiman dunya yang dikutip oleh A. Hanafi, MA:
"Maka adalah suatu kewajiban atas setiap orang yang mau mengenal A1 Ghazali supaya berpindah-pindah diantara berbagai golongan itu, sehingga membuka telinga terhadap pujian dan celaan. Sebab pemimpin tidaklah dapat dikenal dengan hanya mendengarkan cacian lawan atau pujian simpatisannya belaka, karena keduanya melampaui batas."23
Mereka yang menyanjungnya setinggi langit memberikan komentar
"Tanpa kehadirannya ilmu-ilmu agama, akhlaq dan tasawuf pada abad
belakangan ini telah pudar cahayanya". Oleh karena itu A1 Ghazali biasa
dipanggil dengan beberapa julukan, diantaranya; Hujjatul Al Islam, Bapak Ahli Tasawuf, Pembela Ahlu Sunah Wa Al Jama'ah dan pemelihara Tauhid, pemusnah Syirik.
Sebaliknya dari pihak yang kontra, mereka sangat tajam melancarkan
kritik terhadap Al Ghazali dan menuduhnya sebagai penyebab kemunduran
32
umat Islam dalam masalah duniawi karena anjurannya untuk hidup secara
sufi, zuhud, serta 'uzlah', musuh ahli pikir, dan mengebiri kemerdekaan
berpikir. Zamannya merupakan zaman bertolaknya kemunduran umat Islam
anti ilmu pengetahuan umum dan sebagainya.24
Sebagaimana diketahui, A1 Ghazali mengkritik filosof-filosof dalam
Tahafutu A1 Falasilah dalam 20 masalah berikut ini:
1. Alam Qodim (tidak bermula) 2. Alam kekal (tidak berakhir) 3. Tuhan tidak mempuyai sifat
4. Tuhan tidak dapat diberi sifat Al jin s (jenis) dan Al fa sl (diferensia) 5. Tuhan tidak mempunyai Maliyah (hakikat)
6. Tuhan tidak mengetahui Juz 'iyyah (perincian yang ada di alam) 7. Planet-planet adalah bintang yang bergerak dengan kemauan
8. Jiwa-j iwa planet mengetahui semua Juz 'iyyah
9. Hukum tidak berubah
10. Jiwa manusia adalah subtansi yang terdiri sendiri, bukan tubuh dan bukan
pula 'ardh
11. Mustahilnya jiwa manusia akan hancur
12. Tidak adanya kebangkitan jasmani
13. Adanya tujuan bagi gerak planet-planet
14. Tuhan adalah pencipta alam dan alam adalah ciptaan Tuhan
15. Adanya Tuhan
16. Mustahilnya ada dua Tuhan
17. Tuhan bukanlah tubuh
18. Tuhan mengetahui wujud lain
19. Tuhan mengetahui Essensi-Nya
20. Alam yang qodim mempuyai pencipta
Tiga diantaranya dinilai oleh A1 Ghazali dapat membuat filosuf
menjadi kafir, yaitu tentang qodimnya alam, tidak adanya Allah tentang
rincian yang teijadi di alam, dan tiadanya hari pembangkitan jasmani.25
Diantara ulama besar yang mengecam A1 Ghazali antara lain: Ibnu
Rusyd dan Ibn Thufail. Ibn Rusyd menyusun karya Tahafut A1 Tahafut yang
mengcounter pemikiran A1 Ghazali. Dalam karya ini, Ibn Rusyd
mendiskripsikan pemikiran-pemikiran A1 Ghazali yang ada di Tahafut A1
Falasifah, dan menilainya sebagai sebuah pembicaraan yang “ngelantur”. Ia
menambahkan, buku ini semestinya bukan bemama Tahafut A1 Falasifah
(kerancuan para filosof), melainkan A1 Tahafut A1 Mutlak (kerancuan total)
atau Tahafut Ibnu Hamid (kerancuan Ibnu Hamid A1 Ghazali). Adapun Ibn
Tufail menyerang dari segi mengindentifikasi beberapa kontradiksi dari
pemikiran A1 Ghazali dan melihatnya dari perspektif kebenaran26. Ibnu
Qoyyim pakar fiqh Islam menyatakan di lapangan ilmu dan hukum karena
fatwa-fatwanya banyak berlawanan dengan syariah, yang terakhir Zammi
25 Harun Nasution, Islam Rasional: Gagasan dan Pemikiran, Mizan, Bandung, 1995, him. 378-379
34
Mubarak mengecamnya di lapangan ilmu akhlak dengan tuduhan bahwa
paham-paham A1 Ghazali melumpuhkan jiwa dan api Islam.
Sebenamya pertentangan A1 Ghazali dan para filosuf Islam tidak lepas
dari penafsiran para teolog dan filosuf. Penafsiran yang diberikan filosuf
Islam tentang beberapa soal keagamaan berbeda dengan yang diberikan oleh
A1 Ghazali. Penafsiran filosuf Islam tampah lebih liberal daripada penafsiran
A1 Ghazali yang menganut Asy'ariyah.
A1 Ghazali menjelaskan bahwa kecuali orang-orang atheis
(dahriyyun), semua filosof sepakat mengenai alam yang memiliki pencipta tunggal yaitu Tuhan. Tetapi teijadi distorsi yang tidak jujur atau prinsip-
prinsip mereka (filosuf).
Yakni beberapa argumentasi yang mengemukakan mengenai adanya
alam sebagai perbuatan dan penciptaan Tuhan adalah mustahil. Salah satu
alasannya didapat watak pelaku yang kedua adalah watak perbuatan
(lM), dan yang ketika adalah hubungan antara perbuatan (cUi) dan pelaku
( ^ u).
Alasannya yang terdapat pada pelaku ( J ^ ) adalah bahwa ia harus
memiliki kehendak berbuat untuk bebas memilih dan mengetahui apa yang
dikehendakinya. Tetapi menurut para filosuf itu Tuhan tidak berkehendak,
bahkan Dia sama sekali tidak bersifat. Segala sesuatu yang berhasil dari-Nya
adalah suatu konsekuensi yang mesti.
Alasan yang kedua terdapat pada watak perbuatan adalah suatu
perbuatan yang bermula, tetapi para filosuf itu mengatakan bahwa alam
adalah kekal. Adapun alasan yang terdapat pada hubungan antara perbuatan
dan pelaku bahwa Tuhan itu mulia dari segala segi. Dari yang Esa hanya
muncul satu, tetapi kita lihat bahwa alam itu banyak, lalu bagaimana mereka
berasal dari-Nya? Itulah diantara bantahan A1 Ghazali yang kemudian
28
mengundang pro dan kontra para filosof pada masanya.
Syafi'i Ma'arif pada simposium tentang A1 Ghazali yang
diselenggarakan oleh BKS-PTIS (Badan Kerjasama Perguruan Tinggi Agama
Islam Swasta) tanggal 2 Januari 1985 di Jakarta seperti dikutip oleh Zainuddin
dkk, mengatakan:
"A1 Ghazali bukanlah tokoh yang menyebar benih anti intelektualisme, sebab beliau hanya menyerang dengan tuntas aspek metafisika dari filsafat A1 Farabi dan Ibnu Sina, terutama yang diserangnya dari aspek metafisik ini. Beliau tidak pemah menentang logika atau penggunaan penalaran, ^ang beliau tentang adalah klaim akal untuk mengetahui kebenaran."2
Terlepas dari semua itu, A1 Ghazali adalah sosok pribadi yang
memiliki kharisma, kehidupan saleh, ketaqwaan tinggi, dan jasa yang besar.
Beliau bagai bintang terang di sepanjang zaman. Hal itu dikuatkan bahwa
sampai sekarang para ilmuwan Barat mengakui jasa besar A1 Ghazali dan
pemikiran-pemikiran lainnya terhadap perkembangan peradaban Barat.
Kebesaran A1 Ghazali tampak pada keahlian yang dimilikinya serta
setiap langkah yang diambilnya, baik terhadap filosuf, ahli kalam, para sufi, 28 29
36
maupun masyarakat umum. Beliau bertujuan menghidupkan semangat baru
bagi umat dan agama Islam. Oleh karena itu sepantasnya gelar Hujjatul A1
Islam, Mujaddid (pembaharu sekaligus pembangun agama) itu dimilikinya.
Dalam kajian Abul A'la A1 Maududi ada delapan segi amaliah yang
dilakukan A1 Ghazali pada masa hidupnya, yakni:
1. Pengkajian filsafat Yunani dengan cara mendalam dan teliti, lalu
mengemukakan kritik tajam kemudian dimasukkan ke dalam hati dan
jiwa kaum muslimin.
2. Meluruskan kekeliruan yang terjadi akibat upaya perbaikan yang
dilakukan oleh ulama yang kurang menguasai logika.
3. Menjelaskan akidah-akidah Islami dan prinsip-prinsipnya melalui logika
yang tidak bertentangan filsafat dan logika yang berkembang saat itu. Dia
juga berusaha menjelaskan berbagai hikmah serta rahasia syariat dan
ibadah dalam rangka meluruskan pandangan masyarakat yang selama ini
diracuni suatu keyakinan bahwa agama mereka sudah tidak sesuai dengan
akal.
4. Menentang semua aliran keagamaan yang pada masanya serta berusaha
menemukan segi-segi perbedaan mereka.
5. Memperbaharui pemahaman keagamaan masyarakat dan menyatakan
kebergunaan keimanan yang tidak disertai komitmen batin, mengikis
habis taqlid buta di kalangan mereka dan berusaha mendorong umat agar
kembali kepada Al-Qur'an dan Hadits yang bersih serta menghidupkan
6. Melakukan kritik terhadap sistem pendidikan dan pengajaran yang telah
usang, menggantikannya dengan sistem yang barn. Dalam sistem
pendidikan dan pengajaran lama itu dia melihat dua kelemahan: pertama,
pelarisasi ilmu agama dan ilmu umum yang tidak mustahil akan
menyebabkan umat menerapkan sekularisasi. Menurut A1 Ghazali hal ini
merupakan pandangan yang keliru. Kedua, masuknya banyak hal yang
memiliki ilmu syari'at dapat mengakibatkan munculnya pemahaman
dalam masyarakat yang menjurus kepada kesesatan.
7. Mengkaji moral umat dengan pengkajian mendalam, karena A1 Ghazali
memang memiliki kesempatan luas untuk mengungkapkan kehidupan
ulama, tokoh-tokoh agama, umat, pangeran-pangeran dan orang awam.
8. Mengkritik sistem pemerintahan dengan bebas dan berani serta
menghimbau perlunya perbaikan-perbaikan, lalu menyebarluaskan
semangat kebangkitan di kalangan umat, agar mereka tidak pasrah
terhadap kesewenang-wenangan yang dilakukan terhadap mereka, serta
mendorong agar mereka mengemukakan pendapat-pendapatnya tanpa
disertai rasa takut dan khawatir.30
Gelar Hujjatul A1 Islam dari dunia Islam yang diberikan kepadanya
berarti bahwa umat Islam pada umumnya mengakui bahwa amal dan ilmu
A1 Ghazali selama masa hidupnya merupakan hujjah, pembelaan yang
berhasil menentang anasir luar yang membahayakan kepercayaan umat Islam.
Dalam hal ini Hasbullah Bakri menyebutkan dua macam serangan :
38
Pertama : Serangan dari dunia filsafat yang telah menjadikan ilmu
tentang ketuhanan itu berupa pengetahuan yang umum dan
mereka memberikan gambaran ketuhanan umat Islam
umumnya.
Kedua : Perkembangan tasawuf dan kebatinan pada waktu itu yang
terlalu sesat dan membahayakan amal syariat Islam.
Melalui pengalaman tasawufnya ia berhasil memadukan prinsip-
prinsip filsafat dan tasawuf ke dalam sistem teologi Islamnya. Menurut
A1 Maududi koreksi A1 Ghazali terhadap pembaharuan dilihat dari segi
pandangan ilmiah memiliki tiga kelemahan utama :
Pertama : Kelemahan dalam segi selektivitasnya pemakaian hadits
Kedua : Kuatnya pengaruh logika dalam dirinya
Ketiga : Terlihat terlalu dalam amaliah yang mengarah kepada tasawuf.' 1
C. Keraguan yang Menimpanya
A1 Ghazali hidup pada abad kelima Hijriyah, saat diwamai dengan
berbagai konflik dan ketegangan, baik yang disebabkan oleh masalah-masalah
sosial, politik maupun masalah idiologi. Sebagai seorang yang alim lagi
Mukhlis, beliau tidak bisa tinggal diam melihat kenyataan-kenyataan yang
terjadi di sekelilingnya, walaupun secara pribadi dan manusiawi, sebenamya
beliau dapat dikatakan telah memperoleh semua yang diinginkannya.
Puncak segala konflik yang ia saksikan ialah peristiwa yang terjadi
ketika beliau sebagai rektor universitas di Baghdad, yaitu terbunuhnya
Perdana Menteri Nizham al Mulk pada tahun 484 H/1091 M yang disusul
dengan meninggalnya Sultan Malik Syah pada tahun 485 H/1092 M dengan
cara yang sama. Padahal keduanya merupakan tulang punggung yang paling
penting segala tindakan revolusioner yang dilakukan oleh Al Ghazali, baik di
lapangan pendidikan maupun lapangan politik pemerintah.32
Al Ghazali adalah orang yang senantiasa berusaha mencari kebenaran
dan berusaha membebaskan dirinya dari aliran-aliran yang beragama itu. Ia
ingin mengetahui hakikat fitrah manusia, hakikat agama beserta akidahnya,
paham atau aliran filsafat seseorang dengan jalan mengikuti kedua orang tua
dan guru-gurunya. Dia berusaha membandingkan aliran satu dengan aliran
lainnya guna mengetahui perbedaan antara kebenaran dan kebatilan menurut
pandangan berbagai aliran itu. Dia kemudian merenungkan semua itu untuk
mencapai ilmu yakin (pengetahuan yang sebenamya), yakni ilmu pengetahuan
40
yang dapat menangkap suatu persoalan dengan jalan sehingga tidak sedikitpun
terhadap keraguan/skeptisme dan tidak dibarengi kemungkinan sal ah atau
kesamaran. Karena itulah beliau mempelajari ilmu kalam dan kebatinan
kemudian beralih kepada teori-teori filsafat dan aliran tasawuf, lalu meneliti
dan mendalaminya agar tercapai keyakinan yang tidak diragukan
kebenarannya.
A1 Ghazali melukiskan evolusi pemikirannya sebagai berikut:
"Aku menceburkan diri ke dalam gelombang samudera alam, tidak pemah merasa takut. Tiap soal yang sulit kuselami dengan penuh keberanian. Tiap kepercayaan dari suatu golongan ku selidiki sedalam-dalamnya, ku kaji segala rahasia dan seluk beluk tiap madzhab untuk mendapatkan bukti mana yang benar dan mana yang bathil, mana yang asli dan mana yang diada-adakan. Demikianlah, telah kuselidiki dengan seksama ajaran-ajaran kebatinan (batiniyyah), zahiriyyah, ajaran-ajaran ahli filsafat, ahli kalam dan tasawuf, aliran- aliran ibadah dan lain-lain. Dan tidak ketinggalan juga aliran kaum Zindiq apa sebabnya mereka berani menyangkal adanya Tuhan."33
Setelah merenung melalui ilmu A1 yakin, A1 Ghazali menemukan
bahwa temyata tidak ada yang memuaskan hatinya dari pengetahuannya itu.
la bahkan menjumpai ilmu pengetahuan yang justru menyesatkan. Hal itu
didasarkan pada pengujiannya terhadap ilmu pengetahuan inderawi yang
menunjukkan bahwa pengetahuan itu tidak benar. Dalam A1 Munqidz, ia
berkisah:
"Keseimbangan membawa sampai kepada jiwaku tidak tunduk dengan menyerahkan keterangan kepada indera-indera itu, dan kebimbangan mulai meluas lagi. Bagaimana aku bisa mengatakan bahwa aku percaya kepada pengetahuan inderawi sedangkan mata yang terkuat dari panca indera adakalanya, memang dia tidak bergerak secara spontan namun bergerak secara bertahap sedikit demi sedikit hingga bayang-bayang itu tidak tidak ada lagi. Anda memperlihatkan