• Tidak ada hasil yang ditemukan

KONSBP PENDIDIKAN AKHLAK DALAM ISLAM (Kajian Pemikiran A1 Ghazali dalam Kitab Ihya ‘Ulumuddin) - Test Repository

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "KONSBP PENDIDIKAN AKHLAK DALAM ISLAM (Kajian Pemikiran A1 Ghazali dalam Kitab Ihya ‘Ulumuddin) - Test Repository"

Copied!
128
0
0

Teks penuh

(1)

KONSBP PENDIDIKAN AKHLAK

DALAM ISLAM

(Kajian Pemikiran A1 Ghazali dalam Kitab Ihya ‘Ulumuddin)

S K R I P S I

D iajukan U n tu k M em en u h i K ew ajiban dan M elen gk ap i Syarat G una M em peroleh Gelar Sarjana Strata I

D a la m Ilm u Tarbiyah

D isu su n O l e h :

M. KHOIRUL KHADIRIN NIM. I l l 02 081

JURUSAN TARBIYAH

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI (STAIN)

SALATIGA

2 0 0 7

(2)

DEPARTEMEN A G A M A Rl

SEKOLAH TIN G G I A G A M A ISLAM NEGERI (STAIN) SALATIGA

JL Stadion 03 Telp. (0298) 323706

,

323433 Salatiga 50721

Website : www.stainsalatiga.ac.id E-m ail: administrasi@stainsalatiga.ac.id

DEKLARASI

Dengan penuh kejujuran dan tanggung jawab, peneliti menyatakan bahwa

skripsi ini tidak berisi materi yang pemah ditulis oleh orang lain atau pemah

diterbitkan. Demikian juga skripsi ini tidak berisi satupun pikiran-pikiran orang

lain, kecuali informasi yang terdapat dalam referensi yang dijadikan bahan

rujukan.

Apabila di kemudian hari temyata terdapat materi atau pikiran-pikiran

orang lain di luar referensi yang peneliti cantumkan, maka peneliti sanggup

mempertanggung jawabkan kembali keaslian skripsi ini di hadapan sidang

munaqosah skripsi.

Demikian deklarasi ini dibuat oleh penulis untuk dapat dimaklumi.

Salatiga, 26 September 2007

Penulis,

M. Khairul Khadirin NIM. I l l 02 081

(3)

Drs. H. A. MAHZUMI, M.A

DOSEN STAIN SALATIGA

NOTA PEMBIMBING Lamp : 3 eksemplar

Hal : Naskah skripsi

Saudara M. KHOIRUL KHADIRIN

Kepada

Yth. Ketua STAIN Salatiga

di Salatiga

Assalamu'alaikunu Wr. Wb.

Setelah kami meneliti dan mengadakan perbaikan seperlunya, maka

bersama ini, kami kirimkan naskah skripsi saudara :

Nama : M. KHOIRUL KHADIRIN NIM : 111 02 081

Jurusan / Progdi : Tarbiyah / Pendidikan Agama Islam

Judul : KONSEP PENDIDIKAN AKHLAK DALAM

ISLAM (KAJIAN PEMIKIRAN AL GHAZALI

DALAM KITAB IHYA' ULUMUDDIN)

Dengan ini kami mohon skripsi Saudara tersebut di atas supaya segera

dimunaqosyahkan.

Demikian agar menjadi perhatian.

Wassalamu'alaikum, wr, wb

Salatiga, 21 September 2007

Pembimbing

Drs. H. A. Mahzumi, M.A NIP. 150 203 325

(4)

DEPARTEMEN A G A M A Rl

SEKOLAH TIN G G I A G A M A ISLAM NEGERI (STAIN) SALATIGA

J l Stadion 03 Telp. (0298) 323706

,

323433 Salatiga 50721

Website : www.stainsalatiga.ac.id E-m ail: administrasi@stainsalatiga.ac.id

P E N G E S A H A N

Skripsi Saudara : M. KHAIRUL KHADIRIN dengan Nomor Induk Mahasiswa : 111 02 081 yang beijudul : "KONSEP PENDIDIKAN AKHLAK DALAM ISLAM (KAJIAN PEMIKIRAN AL GHAZALI DALAM KITAB IHYA 'ULUMUDDIN)", Telah dimunaqasahkan dalam sidang panitia ujian Jurusan Tarbiyah Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri Salatiga pada hari: Senin, 01 Oktober 2007 yang bertepatan dengan tanggal 19 Ramadhan 1428 H dan telah diterima sebagai bagian dari syarat-syarat untuk memperoleh gelar Saijana dalam

(5)

Y a A l l a h b e r ila h a k u p e tu n j u k k e p a d a b u d i p e k e r ti y a n g

t e r m u lia , s e b a b tid a k a d a y a n g d a p a t m e n u n j u k k a n k e p a d a k u k e c u a li

h a n y a E n g k a u , d a n h in d a r k a n la h a k u d a r i b u d i p e k e r ti y a n g b u r u k ,

s e b a b t id a k a d a y a n g d a p a t m e n g h in d a r k a n d a r i k e b u r u k a n itu , k e c u a l i

h a n y a E n g k a u . ( H .R . I b n u M a ja h d a ri A l i b in A b i T h a lib r.a)*

(6)

PERSEMBAHAN

Skjipsi ini penuCis persem6ah^gn ^epada:

1. J46i EC. Sayyidina Xfiamzah dan V m i ECj. ECasriyafi

yang setaCu mensupport penuCis 6ai

^

CaHir maupun

6atin.

2. (Romo %H. Zoemri RVi/S w a flhCuC (Bait dan % <

K .

J4 6duCCafi saCam w a jAhtuC (Bait seCafcu Rois (pondoR,

(pesantren TarCiyatuC Islam J4CEaCah.

3. lM6a' ECCa dan ade'^u N ur Xfianifah yang sCaCu

menyayangiku.

4. L id

£

EauziyaH yang sCaCu mendampingiCu 6ai

^

daCam suCg dan du^a.

5. Safa6at-safia6at seperjuangan di (Pondo

£

(pesantren

TarSiyatuC Islam J4C EaCafi

6. Segenap eCuarga Xfaseman

.

(7)

Penulis menyadari akan keterbatasan kemampuan penuli terutama dalam

menyusun skripsi ini dan dengan bantuan serta dorongan dari berbagai pihak

skripsi ini dapat tersusun. Oleh karena itu penulis mengucapkan jazakumullah

khoiro jaza' kepada:

1. Bapak Drs. Imam Sutomo, M. Ag., selaku Ketua STAIN Salatiga.

2. Bapak Fathurohman, M. Pd., selaku Ketua Progdi PAI.

3. Bapak H. A. Mahzumi, M.Ag., dengan penuh kesabaran berkenan

membimbing penulis sehingga penulisan skripsi ini selesai.

4. Kedua orang tua yang telah memberikan dukungan baik bersifat materil

maupun spiritual.

5. Bapak dan Ibu dosen yang telah memberi bekal ilmu dalam menuntut ilmu

di STAIN Salatiga.

__ M \j j> j>-\

Salatiga, 26 September 2007 Penulis

(8)

DAFTARISI

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN DEKLARASI ... ii

NOTA PEMBIMBING ... iii

HALAMAN PENGESAHAN ... iv

HALAMAN MOTTO ... v

HALAMAN PERSEMBAHAN ... vi

KATA PENGANTAR ... vii

DAFTAR ISI ...viii

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang... 1

B. Penegasan Judul ... 14

C. Pokok Permasalahan ... 16

D. Tujuan Penelitian ... 17

E. Manfaat Penelitian ... 17

F. Metode Penelitian ... 18

G. Telaah Pustaka ... 20

H. Sistematikan Penulisan ... 21

BAB II MENGENAL AL GHAZALI A. Riwayat A1 Ghazali... 24

B. A1 Imam Antara Pro dan Kontra ... 31

C. Keraguan yang Menimpanya ... 39

(9)

G. Sejarah Penulisan Ihya' Ulumuddin... 49

H. A1 Ghazali Sebagai Ahli Filsafat ... 55

I. Pandangan Ahli Terhadap A1 Ghazali dalam Bidang Pendidikan ... 59

BAB III KONSEP PENDIDIKAN AKHLAK ISLAM MENURUT AL GHAZALI DALAM KITAB IHYA' ULUMUDDIN A. Konsep Pendidikan Akhlak A1 Ghazali dalam Kitab Ihya' Ulumuddin ... 62

1. Pengertian Akhlak... 62

2. Unsur-unsur Pendidikan Akhlak... 64

3. Pokok-pokok Utama dalam Akhlak... 69

B. Konsep Pendidikan Menurut A1 Ghazali ... 71

1. Tujuan Pendidikan ... 71

2. Kurikulum Pendidikan ... 74

3. Metode Mengajar ... 78

4. Kriteria Guru yang B aik... 79

5. Sifat Murid yang Baik ... 84

(10)

1. Dasar-dasar Pendidikan Akhlak 88

2. Tujuan Pendidikan Akhlak... 89

3. Materi Pendidikan Akhlak... 93

4. Metode Pendidikan Akhlak... 99

5. Pentingnya Pendidikan Akhlak...101

6. Faktor Penting dalam Pendidikan Akhlak...103

a. Faktor Intern ...103

b. Faktor Ekstren ...105

B. Relevansi Konsep Pendidikan Akhlak Islam dalam Konteks Kekinian ...105

BAB V PENUTUP A. Kesimpulan ...109

B. Saran-saran ...I l l C. Penutup...112

DAFTAR PUSTAKA

D AFTAR RIWAYAT HIDUP

LAMPIRAN-LAMPIRAN

(11)

A. Latar Belakang

Kehadiran agama Islam yang dibawa Nabi Muhammad diyakini dapat

menjamin terwujudnya kehidupan manusia yang sejahtera lahir dan batin. Di

dalamnya terdapat berbagai petunjuk tentang bagaimana seharusnya manusia

itu menyikapi hidup dan kehidupan ini secara lebih bermakna dalam arti yang

seluas-luasnya.

Petunjuk-petunjuk agama mengenai berbagai kehidupan manusia, yang

berkaitan dengan tingkah laku manusia, nampak amat ideal dan agung. Islam

mengajarkan kehidupan yang dinamis dan progresif, menghargai akal pikiran

melalui pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, bersikap seimbang

dalam memenuhi kebutuhan material dan spiritual, senantiasa

mengembangkan kepedulian sosial, menghargai waktu, bersikap terbuka,

demokratis, berorientasi pada kualitas, egaliter, anti feodalistik, mencintai

kebersihan, mengutamakan persaudaraan, berakhlak mulia dan sikap-sikap

positif lainnya.

Umat Islam dalam prakteknya menampilkan keadaan yang berbeda dari

cita-cita ideal tersebut. Ibadah yang dilakukan umat Islam, seperti shalat,

puasa, zakat, haji hanya berhenti sebatas membayar kewajiban dan menjadi

lambang keshalehan. Buah dari ibadah yang berdimensi kepedulian sosial

sudah kurang nampak. Di kalangan masyarakat telah terjadi kesalahan dalam

(12)

2

memahami simbol-simbol keagamaan itu. Agama lebih dihayati sebagai

penyelamatan individu dan bukan sebagai keberkahan sosial secara bersama.

Seolah Tuhan tidak hadir dalam problema sosial, kendati nama-Nya semakin

rajin disebut di mana-mana. Pesan spiritualitas agama menjadi mandeg,

terkristal dalam kumpulan mitos dan ungkapan simbolis tanpa makna. Agama

tidak muncul di dalam satu kesadaran kritis terhadap situasi aktual.

Sekarang, sudah saatnya kita mengembangkan indikasi keberagaman

yang berbeda selama ini. Meningkatnya jumlah orang mengunjungi rumah-

rumah ibadah, berduyun-duyunnya orang pergi haji, dan sering munculnya

tokoh-tokoh dalam acara sosial agama, sebenarnya barulah indikasi

permukaan saja dalam masyarakat. Indikasi semacam ini tidak menerangkan

tentang perilaku keagamaan yang sesungguhnya. Nilai-nilai keagamaan

menjadi pertimbangan utama dalam berpikir maupun bertindak oleh individu

maupun sosial.

Jika ada suatu penyimpangan akhlak seperti masalah pelacuran, maka

hal demikian dinilai sebagai perbuatan haram yang hams diberantas. Padahal

dengan diberantasnya masalah tersebut belum tentu dapat mengatasi masalah,

terkait dengan keimanan yang tipis, kurangnya pengetahuan, keterampilan dan

sempitnya lapangan kerja'.

Dari permasalahan ini saya mencoba mendeskripsikan secara umum

mengenai Pendidikan Akhlak Islam, yang membahas bagaimana

mengendalikan kehendak nafsu manusia yang sering menghanyutkan manusia 1

1-5.

(13)

kepada hal-hal yang negative dan merugikan, bagaimana suatu akhlak

manusia itu benar-benar menjadi akhlak karimah. Ini dilakukan agar akhlak

bangsa dan kaum muda yang saat ini akhlaknya hancur dapat diluruskan

kembali.

Kehancuran akhlak yang dihadapi oleh Islam seperti kehancuran akhlak

bangsa Romawi dan Persia, tidak memberi jaminan untuk melakukan

perbuatan yang manusiawi, kecuali petunjuk agamanya. Dalam agama yang

dapat dijadikan sarana untuk memperbaiki akhlak manusia, antara lain anjuran

untuk selalu bertobat, bersabar, bertawakal, mencintai orang lain, mengasihani

dan menolongnya. Anjuran-anjuran itu, sering didapatkan dalam ayat-ayat

Qur’an, sebagai nasihat bagi orang-orang yang sering melakukan perbuatan

buruk. Ini terbukti bahwa akhlak buruk dapat didik menjadi baik, kecuali

tingkatan akhlak yang sangat berbahaya terhadap masyarakat pada umumnya.

Tidak terdapat tanda-tanda kesadaran bagi pelakunya, kecuali hanya

kekhawatiran menimbulkan pengorbanan yang lebih hebat lagi. Orang yang

melakukannya disebut al-jahiluddhollulpaasikusyarir.2

Dengan bekal ilmu akhlak, orang dapat mengetahui batas mana yang

baik dan batas mana yang buruk, juga dapat menempatkan sesuatu sesuai

dengan tempatnya. Orang yang berakhlak dapat memperoleh irsyad, taufik,

dan hidayah sehingga dapat bahagia di dunia dan di akhirat. Kebahagiaan

hidup oleh setiap orang selalu didambakan kehadirannya di dalam lubuk hati.

(14)

4

Hidup bahagia merupakan hidup sejahtera dan mendapat ridha Allah dan

selalu disenangi oleh sesama makhluk.

Walaupun demikian, untuk mendapatkan kebahagiaan, kesejahteraan

dan ridha Allah tidak mudah. Manusia harus dapat memilah mana yang buruk

dan mana yang baik. Membedakan keduanya berarti dapat menilai. Apabila

orang dapat berpegang pada kebaikan dan membuang keburukan, inilah jalan

kelurusan. Lebih lanjut seseorang dapat memilih yang baik dan kemudian

meninggalkan tindakan yang buruk. Orang yang sudah mencapai pemilihan

terhadap kebaikan, diupayakan ada proses keyakinan dan menjadikan dirinya

kontinuitas (terns menerus) dalam tindakan untuk membiasakan diri pada

kebaikan, akhirnya dapat menumbuhkan kegemaran/

Kesempumaan akhlak manusia dapat dicapai melalui dua jalan.

Pertama, melalui kurnia Tuhan yang mencipta manusia dengan fitrahnya yang sempuma, akhlak yang baik, nafsu syahwat yang tunduk kepada akal dan

Agama. Manusia tersebut dapat memperoleh ilmu tanpa belajar dan terdidik

tanpa melalui proses pendidikan. Manusia yang tergolong ke dalam kelompok

ini adalah para Nabi dan Rasul Allah. Kedua, akhlak melalui cara berjuang secara bersungguh-sungguh (mujahaddah) dan latihan (riyadah) yaitu membiasakan diri melakukan akhlak-akhlak mulia. Ini yang dapat dilakukan

oleh manusia biasa dengan belajar dan latihan.

Akhlak mulia juga dapat dipupuk melalui proses melawan hawa nafsu.

Seseorang memiliki akhlak mulia selagi dia berjalan melawan dan dapat 3

(15)

menundukkan hawa hafsunya. Menundukkan hawa nafsu bukan bermakna

membunuhnya tetapi hanya mengawal dan mendidiknya agar mengikuti

panduan akal dan agama. Menundukkan hawa nafsu merupakan satu

pekerjaan yang sangat sukar. Sebab hawa nafsu ini sendiri merupakan

sebahagian dari diri kita dan keberadaannya tetap diperlukan. Disinilah letak

kesukaran menundukkannya. Rasulullah menyifatkan hawa nafsu sebagai

musuh yang paling besar.

Jika membahas persoalan pendidikan akhlak atau akhlak, maka dalam

pembahasan ini tidak akan terlepas dari beberapa pembahasan lain yang saling

memberikan pengaruh. Di antara beberapa pembahasan yang akan diberikan

mempunyai pengaruh yang cukup besar terhadap pendidikan yang ditawarkan

Islam.

Selama ini pendidikan kita lebih banyak menggunakan literatur barat

yang steril dan terlepas dari nilai-nilai, penanaman keimanan dan keislaman.

Oleh karena itu sumber-sumber informasi perlu diseimbangkan dengan

banyak menulis literatur ilmu pengetahuan berdasarkan nilai-nilai Islam, tapi

hal itu bukan berarti mendikotomikan antara umum dan ilmu-ilmu agama.

Pendidikan yang hanya terbatas pada belantara kulit-kulit teori hanya

akan melahirkan pendidikan yang bersifat dogmatis tidak kreatif. Sebaliknya

pendidikan yang berwawasan nilai, secara metodologis tidak hanya

merupakan transformasi dan proses intruksional melainkan sampai pada

proses intemalisasi dan trans-intemalisasi nilai. Pendidikan berwawasan nilai

(16)

6

hipotetika-verifikatif yang selalu mendorong para ilmuwan untuk meneruskan kebenaran yang telah diajukan oleh para ilmuwan lain.

Sedangkan kaitannya dengan nilai Ilahiyah dalam pendidikan yang

berwawasan nilai tidak berhenti sampai pada apa yang disebutkan di atas,

namun sampai pada tataran hakikat dan ma'rifat dan nilai seperti itulah yang ingin dicapai dalam pendidikan Islam.

Menurut Achmadi Pendidikan ialah tindakan yang dilakukan secara

sadar dengan tujuan memelihara dan mengembangkan fitrah serta potensi

(sumber daya) insani menuju terbentuknya manusia seutuhnya (insan kamil).4 Pendidikan juga diartikan sebagai upaya sadar mengembangkan seluruh

potensi keperibadian individu manusia untuk menjadi khalifah di muka bumi,

guna mencapai kehidupan pribadi sebagai nafsun thaibun warabbun ghaffur,

kehidupan keluarga yang ahlun thaiyibun warabbun ghafur, kehidupan masyarakat sebagai qoryatun thaibatun wararabbun ghafur serta kehidupan bernegara sebagai baldatun thaibatun warabbun ghafurr. Gambaran ini akan terjadi jika acuan pendidikan adalah pendidikan al-akhlak al-karimah dengan pembinaan amar ma'ruf nahi munkar.

Pendidikan Islam yang menanamkan kemuliaan dan perasaan terhormat

ke dalam jiwa manusia, bahkan kesungguhan untuk mencapainya. Dalam hal

ini akan ditemukan pemahaman yang lebih mendalam dari pendapatnya,

menurutnya tujuan pendidikan adalah untuk mendekatkan diri kepada Allah

SWT, bukan untuk mencari kehebatan, kemegahan, kegagahan atau

(17)

mendapatkan kedudukan dan menghasilkan uang. Karena kalau pendidikan

tidak diarahkan kepada mendekatkan diri kepada Allah, akan menimbulkan

kedengkian, kebencian dan permusuhan. Lebih lanjut bahwa orang yang

berakal sehat adalah orang yang dapat menggunakan dunia untuk tujuan

akhirat, sehingga orang itu derajatnya lebih tinggi di sisi Allah dan lebih luas

kebahagiaannya di akhirat. Ini menunjukkan bahwa tujuan pendidikan tidak

sama sekali menistakan dunia, melainkan menjadikan dunia itu sebagai alat.

Tercapainya kedewasaan adalah tujuan utama pendidikan yaitu

tercapainya titik optimal dari perkembangan sesama potensi manusia, baik

fisikal maupun spiritual.5 Ungkapan ini menunjukkan bahwa seharusnya

pendidikan bertujuan mengarahkan manusia kepada kebahagiaan hidup di

dunia yang seimbang dengan kehidupan akhirat.

Sesuai dengan hakekat bahwa manusia diciptakan untuk belajar

sepanjang hayat dan karena lingkungan selalu berubah selama manusia ini

ada, maka pendidikan itu harus berlangsung seumur hidup (long life education).6

Anak belajar melalui peroses panjang yang dimulai dari keluarga,

sebagaimana pendapat A1 Ghazali:

"Anak adalah amanat bagi kedua orang tuanya, hatinya suci bagaikan mutiara indah, tanpa ukiran dan gambar. Apabila dibiasakan dengan kebaikan, niscaya akan berkembang di dalamnya...dan apabila

5 Chabib, Thoha, Reformulasi Filsafat Pendidikan Islam, Pustaka Pel ajar, Yogyakarta, 1996, him. 21.

(18)

8

dibiasakan dengan hal-hal yang kurang baik (buruk), atau dibiarkan saja niscaya akan rusakpekertinya.... "7

Seorang anak tergantung kepada orang tua dan pendidikannya. Hati

seorang anak itu bersih, mumi, laksana permata yang amat berharga,

sederhana dan bersih dari gambaran apapun, dalam kata lain adalah fitrah. Jika

anak menerima ajaran yang baik dan kebiasan hidup yang baik, maka anak itu

menjadi baik. Sebaliknya jika anak itu dibiasakan melakukan perbuatan buruk

dan dibiasakan kepada hal-hal yang jahat, maka anak itu akan berakhlak jelek.

Dalam hal ini dapat dilihat peran teori fitrah dalam pembentukan

manusia yang paripuma, sesuai dengan tujuan pendidikan Islam yaitu untuk

mendidik warga negara mu'min dan masyarakat muslim agar dapat

merealisasikan ubudiah kepada Allah semata. Dan dengan terealisasikannya atau termanifestasikan nilai penghambaan seseorang dalam kehidupannya,

maka ia akan menjadi individu yang baik dan berakhlak karimah.

Dan ini tidak bisa lepas dari pada fungsi agama, terutama Islam, di mana

agama sebagai directive system dan defensive system dalam kehidupan yang juga sebagai supreme akhlakity yang memberikan landasan dan kekuatan etik spiritual masyarakat, ketika mereka berdialektika dalam proses perubahan.

Maka pendidikan agama memegang peranan yang amat penting dan strategis

dalam rangka mengaktualisasikan ajaran-ajaran, nilai-nilai luhur dan

mensosialisasikan serta mentransformasikan nilai-nilai itu dalam dunia

pendidikan, yang selanjutnya akan dimanifestasikan oleh peserta didik pada

konteks dialektika kehidupan, untuk membentuk insan kamil.

(19)

Keberhasilan pendidikan tersebut diharapkan akan menghasilkan

generasi Islam yang shaleh dan berakhlak luhur dalam menjalankan tugasnya

sebagai khalifah Allah di bumi, sebagaimana firman Allah dalam surat A1

Baqarah ayat 30:

• . . ^ A A l J 6 Slj

/T / /

Artinya: "Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para malaikat: "Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi. "8

Oleh karena itu pengorientasikan hidup yang lebih kekal dan abadi

begitu pentingnya dalam dunia pendidikan. Karena pendidikan mempunyai

andil dalam merubah watak anak terdidik untuk menjadi lebih baik.9

Oleh karena itu kesimpulan yang mengorientasikan akhirat dapat

dimanifestasikan dalam praktek pendidikan akhlak dalam Islam agar makna

sebuah ilmu pengetahuan mempunyai konsekwensi terhadap pembentukan

watak akan mengatualisasikan dirinya dalam kehidupan yang tidak lepas dari

nilai-nilai hakiki.

Oleh karena itu suatu komponen yang dapat mewamai konsep

pendidikan dalam Islam. Adapun fungsi pendidikan tersebut adalah:

1. Menyiapkan generasi penerus tersebut untuk memegang peranan-peranan

tertentu dalam masyarakat pada masa akan datang, yang berarti kekalnya

peranan-peranan itu dalam kekalnya peradaban.

8 Departemen Agama RI, A l Qur’an dan Terjemahnya, Toha Putra, Semarang, 1989, him. 13

(20)

10

2. Memindahkan ilmu pengetahuan yang bersangkutan dengan peranan-

peranan tersebut dari generasi tua kepada generasi muda.

3. Hendaklah nilai-nilai yang bertujuan untuk memelihara keutuhan dan

kesatuan masyarakat yang menjadi mutlak bagi kelanjutan hidup {survival)

suatu masyarakat dan peradaban.10 11

Sejalan dengan dasar pondasi konsep Imam A1 Ghazali, pendidikan

dalam Islam bertujuan untuk pemeliharaan dan penguasaan sifat dan potensi

insani sehingga dapat menumbuhkan kesadaran untuk menemukan kebenaran

dan bukan bertujuan melebur nilai dan potensi insani ke dalam sifat dan

potensi malakiyah (malaikat).

Konsep ini diterapkan dalam pendidikan Islam adalah berfungsi sebagai

sarana proses pemeliharaan dan penguatan sifat dan potensi insani untuk

menumbuhkan kesadaran dalam mencari kebenaran, karena itu sendiri upaya

semaksimal mungkin dari manusia agar hidup lebih kritis dinamis dalam

bingkai ilmu kondisi fhal) dan perbuatan (amal). Karena anak harus sempurna

dalam kehidupannya dan mempunyai pribadi yang indah sebagai modal

mencapai kebahagiaan hidup yang abadi yaitu kebahagiaan dunia dan

akhirat.11

Pada sisi lain pendidikan dalam Islam dan pendidikan pada umumnya

adalah berintikan pada perubahan yaitu membuat kondisi menjadi lebih baik

dari pada kondisi yang sudah ada. Maka dari itu perlu dikaji ungkapan Imam

A1 Ghazali tentang pendidikannya adalah:

10 Hasan Langgulung, Beberapa Pemikiran tentang Pendidikan Islam, A1 Ma'arif, Bandung, 1980, him. 92

(21)

"Apabila budi pekerti atau akhlak dapat menyelamatkan anak dari neraka dunia, maka menyelamatkannya dari neraka akhirat lebih penting, dengan mendidiknya, membersihkan jiwanya, mengajarkan tata krama kepadanya, menghindarkan diri dari pergaulan yang kurang baik, membiasakan hidup sederhana, menghindarkannya dari kenikmatan duniawi dan kemewahan agar anak tidak menghabiskan umurnya (di masa tuanya nanti) untuk mencarinya hingga mengalami atau merasakan kerusakan yang abadi. ”‘2

A1 Ghazali merupakan profil ulama ideal sebagai guru umat Islam yang

pemikirannya dalam berbagai hal dapat menjembatani kontrofersi antara sains

dan relegius mempertahankan konsep tradisional, mengembangkan konsep

kekinian, dan meramu konsep penyeimbangan antara fungsi otak dan hati.

Dari problematika di atas, penulis ingin mengangkat seorang figur klasik

yaitu A1 Ghazali. Dikenal sebagai seorang teolog, filosof, dan sufi dari aliran

Sunni, terutama dalam permasalahan akhlak, baik kaitannya dengan

pendidikan maupun mu'amalah dalam masyarakat secara filosofis teoritik dan

aplikatif.

Sebelum diselami secara mendalam pemikiran A1 Ghazali tentang

pendidikan akhlak penting untuk mengetahui terlebih dahulu beberapa

pemikirannya. Hal ini untuk memudahkan menganalisis pemikiran tentang

pendidikan akhlak dalam Islam.

Pertama tentang tujuan manusia. A1 Ghazali menerangkan bahwa tujuan

manusia sebagai individu adalah mencapai kebahagiaan dan kebahagiaan yang

paling utama harus diketemukan di kehidupan yang akan datang, sarana utama

kepada tujuan itu ada dua macam amal baik lahiriah berupa ketaatan kepada

aturan-aturan tingkah laku yang diwahyukan dalam kitab suci dan upaya 12

(22)

12

batiniah untuk mencapai keutamaan jiwa. Amal baik lahiriyah bermanfaat

karena ketaatan di samping dibalas langsung untuk kebaikan itu sendiri, juga

mendukung akan perolehan keutamaan, namun kondisi batin lebih penting

dalam pandangan Tuhan daripada amal baik lahiriyah dan lebih mendatangkan

pahala keutamaan. Di samping itu berpendapat bahwa kejahatan dan kebaikan

hanya dapat diketahui melalui wahyu (dan tidak melalui rasio alamiah).

Dalam masalah keutamaan, A1 Ghazali menyamakan dengan ketaatan kepada

Tuhan, dan karenanya pengkajian tentang keutamaan Islami secara mendasar

merupakan deskripsi tentang cara yang tepat untuk melaksanakan perintah-

perintah Tuhan, A1 Ghazali selanjutnya membagi perintah-perintah ini kepada

dua bagian, yaitu yang berkaitan dengan Tuhan (hablum min Allah). Dan hubungan manusia kepada sesamanya (hablum min an-Nas). Kelompok pertama disebut perbuatan-perbuatan penyembahan (ibadat), seperti shalat, bersuci, zakat, puasa dan haji. Pembagian ini dapat dilihat dalam Ihya

‘Ulumuddin jilid pertama. Adapun kelompok kedua adalah adat (adah)

semacam makanan, perkawinan, transaksi yang diperbolehkan dan dilarang

dan adab musyafir (bepergian). Ini dapat dilihat dalah Ihya ‘Ulumuddin jilid kedua. Sedangkan puncak daripada keutamaan dan kebahagian tertinggi

adalah melihat Tuhan atau berdekatan dengan-Nya, interprestasi ini hanya

dapat dilakukan oieh orang-orang yang benar-benar terpelajar (ulama) bukan ahli hukum, teolog maupun filosof, melainkan hanya ahli tasawuf (mistik).

(23)

juga dapat pula dilihat dalam kitab al-Arba' in Fi Ushul Al-Din yang merupakan sebuah penyingkapan dari Ihya ‘Ulumuddin. Sedangkan pembahasan A1 Ghazali tentang akhlak dapat dilihat dalam kedua kitabnya

Ihya ‘Ulumuddin dan Mizan al-Amal.

Secara aplikatif dapat dilihat sebagaimana ia uraikan dalam Ihya ‘Ulumuddin tentang kajian beliau mengenai amal perbuatan manusia (al-akhlaq al-insaniah). Menurut pendapat A1 Ghazali, bahwasanya semua tingkah laku dan perbuatan manusia baik yang bersifat baik atau buruk adalah

bersumber pada maka syaitan membawa satu bawaan atas akal dan

memperkuat daya tariknya.

Ide-ide fundamental ini memiliki peranan penting dalam kontruksi

akhlak tasawuf A1 Ghazali yang semata-mata bergantung pada rahmat Tuhan.

Dan dari filsafat pemikiran itu dapat dimengerti kenapa beliau bersikap

demikian, memang ini merupakan hasil dari tahun-tahun terakhir

kehidupannya, ketika ia menjalani kehidupan mistiknya, perhatian utamanya

selama periode ini adalah kesejahteraan manusia di akhirat dan itulah yang

mendasari teori akhlaknya mumi bercprak religius dan mistik.

Dari permasalahan di atas dapat ditarik benang merah antara

permasalahan pendidikan yang tidak beres ini, dengan pengalaman A1 Ghazali

dan karangan-karangan beliau yang berkaitan dengan akhlak, yaitu kosongnya

pendidikan dari nilai-nilai akhlak mulia, suri tauladan dari guru. Yang

(24)

14

bisa dikatakan pendidikan telah gagal dalam membentuk peserta didik yang

memiliki akhlak, dan budi pekerti yang baik

Konsep pendidikan A1 Ghazali tampaknya masih tetap dapat dijadikan

altematif modal pendidikan dalam keluarga yang cukup relevan sampai saat

ini. Untuk dapat mencapai cita-cita pendidikan dalam mewujudkan konsep

nilai pendidikan diperlukan sikap positif. Sikap dituntunkan dalam Al-Qur'an

dalam surat A1 Insyirah ayat:7-8

/ / O s 0 s s s

Artinya: "Maka apabila kamu telah selesai (dari sesuatu urusan), kerjakanlah dengan sungguh-sungguh (urusan) yang lain, dan hanya kepada Tuhanmulah hendaknya kamu berharap"u

Maksudnya jika telah selesai suatu tugas dalam hal ini adalah konsep

pendidikan tersebut merupakan faktor yang harus diamalkan ilmunya setiap

waktu. Dengan melihat realita pendidikan yang belum dapat mewujudkan

nilai-nilai pendidikan itu secara praktis maka penulis berupaya mengkaji A1

Ghazali yang penulis bert judul: "KONSEP PENDIDIKAN AKHLAK

DALAM ISLAM (Kajian Pemikiran A l Ghazali dalam kitab Ihya’

Ulumuddin)

"

B. Penegasan Judul

Agar mudah dipahami dan untuk menghindari terjadinya salah

pengertian terhadap judul skripsi ini, maka penulis berusaha menjelaskan

maisng-masing kata yang dipandang perlu supaya pengertiannya menjadi 13

(25)

lebih jelas dan mudah dalam memahaminya. Adapun penjelasannya adalah

sebagai berikut:

1. Konsep

Konsep ialah pengertian, pendapat paham rancangan cita-cita yang

telah ada dalam pikiran.14 15 Dalam hal ini adalah pemikiran, gagasan, atau

pendapat A1 Ghazali.

2. Pendididikan

Pendidikan berasal dari kata didik, yaitu memelihara dan memberi

latihan mengenai akhlak atau akhlak dan kecerdasan pikiran. Pendidikan

akhlak dapat juga diartikan sebagai berikut:

a. Perbuatan (hal, cara) mendidik.

b. Pengetahuan tentang pendidikan (Ilmu, ilmu didik, ilmu mendidik).

c. Pemeliharaan (latihan-latihan) badan, batin dan jasmani.13

Pendidikan juga proses membimbing manusia dari kegelapan,

kebodohan, dan pencerahan pengetahuan.

3. Akhlak

A1 Ghazali dalam Ihya ‘Ulumuddin menerangkan tentang definisi akhlak sebagai berikut:

Akhlak adalah perilaku jiwa, yang dapat dengan mudah melahirKan perbuatan-perbuatan, tanpa memerlukan pemikiran dan pertimbangan. Apabila perilaku tersebut mengeluarkan beberapa perbuatan baik dan terpuji, baik menurut akal mau-pun tuntunan agama, perilaku tersebut dinama/can akhlak yang baik Apabila perbuatan yang dikeluarkan itu jelek, maka perilaku tersebut dinamakan akhlak yang jelek.

14 W.J.S. Purwodarminto, Kamus Umum Bahasa Indonesia, Balai Pustaka, Jakarta, 1948, him. 520

(26)

16

4. Islam

Kata "Islam" dalam pendidikan Islam menunjukkan warna

pendidikan tertentu, yaitu pendidikan yang berwama Islam. Pendidikan

yang Islami yaitu pendidikan yang berdasarkan Islam.16 Pendidikan Islam

adalah usaha yang lebih khusus ditekankan untuk mengembangkan fitrah

kebersamaan dan sumber daya insani, agar lebih mampu memahami,

menghayati dan mengenalkan ajaran-ajaran Islam.17

5. A1 Ghazali

Nama as liny a Abu Hamid Muhammad bin Muhammad A1 Ghazali.

Ia lahir di Tusi salah satu kota di wilayah Khurasan di Persia pada tahun

450 H/1065 M.18

Jadi jelas yang dimaksud dengan konsep pendidikan akhlak dalam

Islam adalah suatu upaya dalam pendidikan Islam dengan menitikberatkan

terwujudnya nilai-nilai pendidikan, pemikiran, gagasan atau pendapat A1

Ghazali mengenai pendidikan akhlak yang dikaji dalam karya terbesamya

yakni kitab Ihya 'Ulumuddin sebagai rujukan agama.

C. Pokok Permasalahan

Berdasarkan pada latar belakang masalah di atas, maka yang menjadi

permasalahan dalam skripsi ini adalah sebagai berikut:

1. Bagaimana konsep pendidikan akhlak dalam kitab Ihya' Ulumuddin?

16 Ahmad, Tafcir, Ilmu Pendidikan dalam Perspektif Islam, Remaja Rosdakarya, Bandung, 2001, him. 24

17 Achmadi, Ilmu Pendidikan Islam I, Fakultas Tarbiyah IAIN Walisongo, Salatiga, 1987, him. 10

(27)

2. Bagaimana konsep pendidikan akhlak dalam Islam menurut A1 Ghazali?

3. Bagimana relevansi konsep pendidikan akhlak dalam Islam menurut A1

Ghazali dalam konteks kekinian?

D. Tujuan Penelitian

Dalam setiap penelitian mempunyai tujuan yang hendak dicapai.

Adapun dalam penelitan ini tujuan yang ingin dicapai dalam skripsi ini adalah

sebagai berikut:

1. Untuk mengetahui konsep pendidikan akhlak yang terdapat dalam kitab

lhya 'Ulumuddin.

2. Untuk mengetahui pemikiran A1 Ghazali tentang konsep pendidikan

akhlak dalam Islam.

3. Untuk mengetahui konsep pendidikan akhlak dalam Islam dalam konteks

kekinian.

E. Manfaat Penelitian

Manfaat dari penelitian ini adalah:

1. Memberikan sumbangan kepada ilmuwan sejarah, memperluas cakrawala

dan mendalami bidang yang menjadi spesialisnya yaitu konsep A1 Ghazali

dalam pendidikan akhlak.

%

2. Bagi pendidikan Islam, penelitian ini menjadi salah satu sumbangan

pemikiran bagi perbaikan pendidikan Islam di masa yang akan datang

(28)

18

sekaligus menjadi pijakan dalam kehidupan di dunia dan bimbingan

menuju Ilahi Rabbi.

F. Metode Penelitian

Adapun metode yang diterapkan meliputi hal-hal sebagai berikut:

1. Sumberdata

a. Sumber Data Primer

Karena sifat dari penelitian ini literer, maka datanya bersumber dari

literatur. Adapun yang menjadi sumber data primer adalah Ihya 'Ulumuddin hasil karya Imam A1 Ghazali.

b. Sumber Data Sekunder

Data sekunder adalah dengan menggunakan metode dokumentasi

yaitu dengan mencari data yang berupa transkrip, buku, majalah,

dokumentasi dan sebagainya.19 Atau dengan meminjam istilah

Sutrisno Hadi "Research Kepustakaan".20 Melalui beberapa langkah

sebagai berikut:

1) Mencari buku-buku di perpustakaan yang ada hubungannya dengan

pokok masalah.

2) Mengkonsultasikan atau mencari penyesuaian dengan biografi

yang umum atau khusus, seperti ensiklopedi, buku pegangan,

sistematis, monografi, sejarah, filsafat, karangan khusus karya

tokoh-tokoh pribadi dan sebagainya.

19 Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian, Bina Aksara, Jakarta, 1987, him. 34

(29)

3) Membuat dan menyusun catatan kemudian dikonsultasikan dengan

buku-buku metodik yang bersangkutan.21

2. Analisis data

Mengingat objek skripsi ini adalah buku-buku “literature” yang termasuk dalam kategori penelitian kepustakaan maka penelitiannya

adalah “Research Kepustakaan”.22 Untuk memperoleh data pemikiran A1

Ghazali tentang konsep pendidikan akhlak dalam Islam maupun data

tentang masalah pendidikan. Untuk mencari interprestasi yang tepat

mengenai pemikiran A1 Ghazali tentang konsep pendidikan akhlak penulis

menggunakan metode analisis deduktif, metode berfikir dengan

menerangkan hubungan persamaan.23 Hasil dari interprestasi ini kemudian

ditarik generalisasi dalam prespektif masalah pendidikan akhlak dalam

Islam dalam hubungan antara keduanya (induksi) dapat disimpulkan suatu sintesis (generalisasi yang baru).

Agar memperoleh makna dan pemikiran yang kongkrit sebagai

pandangan A1 Ghazali tentang konsep pendidikan akhlak dalam Islam,

penulis menggunakan metode interpretasi yaitu karya tokoh Islami untuk

menangkapi arti dan nuansa yang dimaksud tokoh secara khas.24

2'Anton Bakker, Ahmad Charis Zubair, Metode Penelitian Filsafat, Kanisius, Yogyakarta, 1990, him. 11

22 Sutrisno Hadi, op.cit, him. 19 25 Ibid., him. 36

(30)

20

G. Telaah Pustaka

Pembahasan yang bertema tentang konsep pendidikan menurut A1

Ghazali sebenarnya telah banyak diangkat oleh para peneliti pendidikan, baik

yang diambil dari kitab Ihya 'Ulumuddin maupun dari kitab-kitab karya A1 Ghazali yang lain. Akan tetapi para ahli pendidikan masing-masing

mempunyai spesifikasi tersendiri dalam penelitiannya.

Disertasi M. Amin Abdullah (2002) The Idea o f Universality o f Etichal Norms in Ghazali and Kant. Diterbitkan di Turki 1992, Edisi Indonesia diterbitkan oleh Mizan, 2002. dengan judul "Antara Al-Ghazali dan Kant Filsafat Islam". Dia menyimpulkan bahwa sumber etika menurut A1 Ghazali adalah tindakan secara eksklusif bersumber dari Tuhan, bukan saja

nilai-nilainya, namun melainkan juga kehendak dan kemampuan untuk

bertindak etis itu sendiri, sedang Kant yang menggunakan pendekatan

rasionalitas ia menekankan kepada kausalitas (hukum sebab akibat), sifat aktif

pelaku dalam suatu tindakan, apresiasinya terhadap perubahan sosial sebagai

salah satu faktor yang harus dikembangkan dalam etika dan pada

kepercayaannya bahwa betapapun juga rasio masih berperan kalau tidak

dalam perumusan etika dalam pemikiran-pemikiran non metafisis.

Zainuddin dkk, dalam karyanya yang berjudul Seluk Beluk Pendidikan

A1 Ghazali mengupas konsep umum pendidikan dari A1 Ghazali. Dengan

(31)

Ghazali, pemikirannya tentang ilmu pengetahuan dan faktor-faktor pendidikan

serta aspek-aspek pendidikan.25

Fathiyah Hasan Sulaiman setelah kitab Ihya' Ulumuddin menghasilkan karyanya yang berjudul Bahts Fi'l Madzhab Al Tarbawy 'Inda 'L Ghozaly.

Dalam edisi Indonesia berjudul Konsep Pendidikan Al Ghazali. Bahasa buku

ini, hanya dibatasi pada Al Ghazali sebagai seorang filosof, pemimpin religius

dan reformer sosial yang sadar bahwa pendidikan yang benar merupakan

sarana untuk menvebar keutamaan (fadhilah) di antara umat manusia. Dengan begitu masyarakat menjadi lebih baik dan menjadi lebih utama.26

H. Sistematika Penulisan BAB I : Pendahuluan

Latar belakang masalah, penegasan istilah, pokok permasalahan,

tujuan penelitian, manfaat penelitian, metode penelitian,

sistematika penulisan.

BAB II : Mengenai Al Ghazali dan Ihya 'Ulumuddin berisi:

Riwayat Al Ghazali, Al Imam antara pro dan kontra, keraguan

yang menimpanya, karya-karya Imam Al Ghazali, Madrasah

Nizamiyah di Bagdad, Al Ghazali dan Sufisme (tasawuf), sejarah

penulisan Ihya 'Ulumuddin, Al Ghazali sebagai ahli filsafat, pandangan ahli terhadap Al Ghazali dalam bidang pendidikan.

25 Zainuddin dkk, Se/uk Beluk Pendidikan dari A l Ghazali, Bumi Aksara, Jakarta, cet. !, 1991, him. 9

(32)

22

BAB III : Konsep Pendidikan Akhlak Islam menurut A1 Ghazali berisi

tentang:

A. Konsep Pendidikan akhlak A1 Ghazali dalam Kitab Ihya

'Ulumuddin berisi:

1. Pengertian akhlak

2. Unsur-unsur pendidikan akhlak Islam

3. Pokok-pokok utama dalam akhlak Islam

B. Konsep pendidikan menurut A1 Ghazali berisi:

1. Tujuan pendidikan

2. Kurikukum

3. Metode mengaj ar

4. Kriteria guru yang baik

5. Sifat murid yang baik

BAB IV : Relevansinya Konsep Pendidikan Akhlak berisi tentang:

A. Analisis Konsep Pendidikan akhlak Islam Menurut A1 Ghazali

berisi:

1. Dasar-dasar pendidikan akhlak

2. Tujuan pendidikan akhlak

3. Materi pendidikan akhlak

4. Pentingnya pendidikan akhlak

5. Faktor penting dalam pendidikan akhlak berisi:

a. Faktor Intern

(33)

B. Relevansi Konsep Pendidikan Akhlak dalam Islam dalam

Konteks Kekinian

BAB V : Penutup

(34)

B A B I I

terkenal dalam sejarah intelektual manusia dengan keahlian yang secara prima

dikuasai, maka beliau mendapatkan berbagai gelar yang mengharumkan

namanya, seperti gelar Hujjatul Islam, Al Imam Al Jalil, Syeikh Al Sufiyyin,

dan Imam Al Murabbin 1 2 Beliau lahir tahun 450 H, yang bertepatan dengan

tahun 1058 M di Gazzalah sebuah kota kecil dekat Thus3 propinsi Khurasan,

wilayah Persia (Iran sekarang). Yang ketiga itu merupakan salah satu pusat

ilmu pengetahuan di dunia Islam.4 Beliau lahir dari keluarga miskin yang taat

beragama dan hidup sederhana. Ayahnya Muhammad seorang penenun yang

mempunyai toko di kampungnya.5

Sebelum ayahnya meninggal, Al Ghazali dan adiknya bemama Ahmad

dikirim kepada seorang guru sufi (sahabat ayahnya) yaitu Ahmad bin

Muhammad Ar Razikani, sambil berkata, "Nasib saya sangat malang, karena

1 Ramayulis H, Samsul Nizar, Ensiklopedi Tokoh Pendidikan Islam, PT. Ciputat Press, Jakarta,2005,him.3

2 Abudin Nata, Filsafat Pendidikan Islam, Logas Wacana Ilmu, Jakarta, 1997, him. 160 3 Thus adalah ibu kota Khurasan (Persia) sedang Al Ghazali dengan z atau zz (dua), kalau z (satu) berarti nisbah kepada tempat yaitu Gazalah zz (dua) berarti tukang pintal, nisbah kepada ayahnya yang bekerja sebagai tukang pintal benang.

4 Ensiklopedia Islam 2, PT. Ichtiar Barn, Van Hoeve, Jakarta, 1994, him. 25

5 Abu Al Wafa' Al Ghonimi Al Taftazani, S u fi dari Zaman ke Zaman, Pustaka, Bandung, 1985, him. 148

(35)

tidak mempunyai ilmu pengetahuan, saya ingin agar kemalangan saya dapat

ditebus oleh kedua anakku ini. Peliharalah mereka dan pergunakan sampai

habis semua harta warisan yang aku tinggalkan untuk mengajar mereka".6

Selaku pemegang amanat tersebut Ar Razikani melaksanakan dengan tulus

ikhlas, kedua anak tersebut kemudian mendapatkan bimbingan dalam

berbagai cabang ilmu pengetahuan, sampai harta warisan dari ayah mereka

tiada yang tertinggal.

Sepeninggal sang ayah, kasih sayang ibu selalu menjadi motivasi

utama bagi mereka berdua untuk selalu belajar setelah harta warisan ayahnya

habis terpakai. Ketika gurunya sudah kehabisan tenaga untuk mendidik kedua

anak itu, maka dia berkata kepada anak-anak yatim itu. "Semua harta warisan

ayahmu sudah habis untuk belanja kamu belajar, sedangkan saya sendiri hidup

miskin. Maka tidak ada jalan lain bagimu kecuali masuk asrama (tanpa

dipungut biaya), agar kamu dapat melanjutkan pelajaran ilmu fiqh.7

Di madrasah A1 Ghazali belajar ilmu fiqh kepada Ahmad bin

Muhammad Ar Razikani dan belajar ilmu tasawuf kepada Yusuf A1 Nasaaj

umur 20 tahun. Pada tahun 471 H, A1 Ghazali berangkat menuju Kota

Nishapur (Neisabur) karena tertarik dengan sekolah tinggi Nizhamiyyah8.

Disinilah beliau bertemu dengan dekannya yang terkenal Abu A1 Ma'ali

Dhiyauddin A1 Juwaini, yang bergelar kehormatan "Imam A1 Haramain"

(Imam dari dua kota suci, Makkah dan Madinah). Sebagian ahli sejarah

6 Zainuddin, Seluk Beluk Pendidikan A l Ghazali, Bumi Aksara, Jakarta, 1991, him. 7 7 Mahfudz Masduki, Spritualitas dan Rasionalitas Al Ghazali, TH Press, Yogyakarta, 2005, him. 12

(36)

26

mengatakan bahwa A1 Juwaini, guru A1 Ghazali merasa cemburu kepada A1

Ghazali atas kepintarannya, tetapi sejarah juga membuktikan bahwa A1

Ghazali tetap setia kepada gurunya sampai wafat.9

Pada tahun 475 H dalam usia 25 tahun, A1 Ghazali mulai menjadi

dosen, di bawah pimpinan gurunya Imam Haramain. Jabatan dosen di

Universitas Nihamiyyah, Nishapun mengangkat namanya begitu tinggi,

apalagi setelah beliau dipercaya oleh gurunya untuk menggantikan

kedudukannya, baik sebagai maha guru maupun sebagai pimpinan universitas.

Pada tahun 479 H/1085 M, Imam A1 Haramain meninggal dunia,

untuk mengisi kekosongan itu maka tidak ada pilihan lagi bagi Perdana

Menteri Nizham A1 Mulk10 11 untuk menggantikannya kecuali dengan A1

Ghazali. Dalam usia 28 tahun, A1 Ghazali telah dapat menggemparkan kaum

sarjana dan ulama pada masanya, sehingga perdana menteri Nizham A1 Mulk

sangat kagum padanya. Di Naisabur beliau menghidupkan paham skeptisme

yang dianut oleh para sarjana Eropa pada masa berikutnya.11

Sejak kecil A1 Ghazali dikenal sebagai pecinta ilmu pengetahuan dan

tak pemah berhenti mencari kebenaran hakiki. Dalam sebuah karyanya A1

Ghazali mengatakan:

9 Hasan Langgulung, Beberapa Pemikiran Tentang Pendidikan Islam, A1 M a’arif, Bandung, 1980, him. 107

10 Nizamul Mulk adalah seorang Wasir/Perdana menteri pada masa raja Malik Syah dinasti Saljuk. Beliau seorang administrator, lebih dari dua juta rupee dianggarkan oleh wasir yang bijaksana itu untuk pendidikan. Hampir tidak ada negara modem dapat membanggakan diri sanggup menyediakan jumlah yang begitu besar untuk pendidikan yang berasal dari bendaharawan kerajaan. Beliau mempunyai pengaruh yang sangat besar terhadap ketenaran A1 Ghazali sampai A1 Ghazali diangkat menjadi rektor di Universitas Nizamiyah Baghdad. Jamil Ahmad, Seratus Muslim Terkemuka, Pustaka Firdaus, Jakarta, 1984, him.98

(37)

"Kehausan untuk mencari kebenaran adalah favoritku sejak kecil dan masa mudaku yang menjadi naluri dan bakat yang dicampakkan oleh Allah SWT. Pada temperamenku, bukan merupakan usaha dan rekaan belaka.12

Pada tahun 484 H, A1 Ghazali diangkat menjadi guru besar di

universitas Nizamiyyah di Baghdad, A1 Ghazali sebagai benteng pertahanan

aqidah ahlussunah dari serangan paham batiniyyah. Banyak mahasiswa yang

berdatangan untuk berguru kepadanya dari berbagai daerah. Hal inilah yang

semakin membuat nama besar A1 Ghazali bertambah tenar di zamannya,

hingga beliau mendapatkan gelar “Imam Irak” dari Kholifah A1 Mustadzhir

Billah kepercayaan yang diberikan kepadanya untuk menangkis ajaran kaum

batiniyyah, Ismailiyyah, filsafat yang sangat meresahkan. Akhimya beliau

menyusun karya-karya tulis yang mengcounter aliran tersebut, diantaranya: Al Mustadzhir Wa Hujjah Al Haq dan Al Qisthas Al M ustaqim13 Antusiasme itu juga ditunjukkan oleh besamya animo masyarakat dan para ulama dalam

mengikuti perkembangan pemikiran dan pandangannya.

Demikianlah, Al Ghazali menjadi publik figur otoritatif dalam

menolak pendapat dan kenyakinan para penentangnya. Beliau juga telah

banyak menelan seluruh paham dan ajaran firqoh, taifah dan filsafat. Semua

itu kemudian menimbulkan pergolakan dalam batinnya sendiri, karena tidak

ada yang dapat memuaskan batinnya, ia ragu akan kesanggupan akal untuk

mendekatkan diri kepada Allah SWT, terlebih untuk mengetahui hakikatNya.

Lebih lanjut A. Hanafi mengisahkan :

12 Al Ghazali, Setitik Cahaya dalam Kegelapart, terj.Al Munqidz Min Al Dhalal,

Pustaka Progressif, Surabaya, 2001, him. 107.

(38)

28

"Dan selama waktu itu beliau tertimpa keragu-raguan tentang kegunaan pekerjaannya, sehingga akhimya menderita penyakit yang tidak bisa disembuhkan dengan obat lahiriyah. Pekerjaan itu kemudian ditinggalkannya pada tahun 488 H, untuk menuju Damsyik dan di kota ini beliau merenung, membaca dan menulis selama kurang lebih dua tahun, dengan tasawuf sebagai jalan hidupnya."14

Setelah berpuluh-puluh tahun mengabdikan diri pada ilmu

pengetahuan dan tercapai cita-citanya untuk memperoleh kebenaran hakiki,

beliau wafat di Thusia pada tanggal 14 jumadil Akhir 505 H/19 Desember

1111 M di hadapan adiknya, Abu Ahmad Mujiduddin. A1 Ghazali

meninggalkan 3 orang anak perempuan, sedangkan Hamid, anak laki-lakinya

telah meninggal sewaktu kecil mendahului A1 Ghazali. Karena itulah beliau

diberi gelar "Abu Hamid" (Bapak si Hamid)15. Berkenaan dengan dunia

belajar, A1 Ghazali sangat minat terhadap ilmu dan beliau mengalami

beberapa tahap.

1. Belajar di Thus

Pada masa kecil A1 Ghazali belajar di kota kelahirannya yaitu di

Thus. Beliau mulai belajar Al-Qur'an pada ayahnya sendiri, sepeninggalan

ayahnya beliau belajar pada ayah angkatnya yaitu: Ahmad bin Muhammad

Ar Razikani, salah seorang sufi besar. Pada mulanya A1 Ghazali

mempelajari ilmu fiqh, riwayat hidup para wali dan kehidupan spritual

mereka, selain itu juga belajar menghafal syair-syair tentang Mahabbah

(39)

(cinta) kepada Tuhan, Al-Qur'an dan Sunnah.16 17 18 Kemudian A1 Ghazali

mempelajari tasawuf pada Yusuf An Nassaj sampai usia 20 tahun.

2. Melanjutkan belajar di Jurjan

Setelah tamat belajar di kota kelahirannya, pada tahun 479 H A1

Ghazali melanjutkan studinya ke Kota Jurjan yang pada waktu itu juga

menjadi pusat kegiatan ilmiah. Beliau mendalami pengetahuan bahasa

Arab dan Persia, disamping pengetahuan agama. Gurunya adalah Imam

Abu Nashar A1 Ismaili.

3. Menuju Nisapur

Pada tahun 471 H, A1 Ghazali berangkat ke negeri Nisapur. Di

Nisapur beliau memasuki madrasah Nizamiyah yang dipimpin oleh ulama

terkemuka. Disinilah beliau berguru kepada Abu al Ma'ali Dhiyauddin A1

Juwaini yang bergelar kehormatan "Imam al Haramain" salah seorang

tokoh aliran Asy'ariyah. Karena kecerdasannya Al Ghazali membuat

kagum Al Juwaini dan diberi gelar “Bahrun Muqriq” (lautan yang menenggelamkan). Dari Imam Al Haramain, Al Ghazali mempelajari

cabang ilmu pengetahuan, baik ilmu-ilmu agama, seperti fiqh, kalam dan

lainnya, maupun ilmu falsafah seperti logika (mantiq), rethorima {jadal), dan lainnya. Sehingga dia sanggup bertukar pikiran dengan segala macam

16 Ensiklopedi Islam 2, loacit

(40)

30

aliran dan segala agama. Bahkan dia juga mulai mengarang buku-buku di

dalam berbagai cabang pengetahuan itu.19

4. Menjadi Guru Besar

Pada tahun 1090 M, A1 Ghazali menjadi guru besar pada madrasah

Nizamiyah di Baghdad. Hal ini menjadikannya semakin populer.20

A1 Ghazali adalah rektor ke-9 dari universitas, dihitung dari rektor yang

pertama, Imam Syirazi, yang memimpin sejak pembukaannya yang

pertama pada tahun 415 H/1025 M.21

5. Menuju Mekkah

Pada tahun 1095 M, A1 Ghazali meninggalkan profesinya sebagai

guru. Kemudian pergi ke Mekkah untuk menunaikan rukun Islam kelima

(haji). Setelah selesai mengerjakan haji terns pergi ke negeri Syam

(Syiria), mengunjungi Baitul Maqdis, kemudian ke Damaskus dan terus

menetap beribadah di masjid A1 Umawi, lalu ke Maroko untuk menemui

Amir Yusuf Ibn Tasyfin, tapi sayang beliau keburu meninggal dunia

sebelum A1 Ghazali dapat menemuinya. Pada saat itulah beliau mengarang

kitab Ihya 'Ulumuddin. Tak lama sesudah itu berangkat ke Nisapur dan mengajar di perguruan Nizamiyah, akhimya kembali ke kampung asalnya

Thusi. Dibangunnya sebuah madrasah flqh yang khusus untuk

mempelajari ilmu hukum, untuk melatih mahasiswa dalam faham sufi,

dibangunnya suatu asrama (khanqah).22

19 Mahfudz, Masduki, op.cit, him. 14 20 Zainuddin, op.cit, him. 9

(41)

B. A1 Imam Antara Pro dan Kontra

Sesuatu yang wajar dan manusiawi di sepanjang sejarah hidup

manusia bahwa seorang pemikir kontroversial akan selalu mendapati pihak

yang pro dan kontra, yang mengutuk dan memuja. Demikian pula A1 Ghazali,

ia seorang universal is t (tokoh dan pemikiran dalam berbagai disiplin ilmu) yang tak luput dari serangan pihak yang kontra dan dukungan pihak yang pro

dengan pemikiran-pemikirannya.

Penelitian yang kritis, obyektif dan dalam, hendaknya menerima serta

menyelediki segala pujian dan celaan yang datang, sebagaimana disinyalir Dr.

Sulaiman dunya yang dikutip oleh A. Hanafi, MA:

"Maka adalah suatu kewajiban atas setiap orang yang mau mengenal A1 Ghazali supaya berpindah-pindah diantara berbagai golongan itu, sehingga membuka telinga terhadap pujian dan celaan. Sebab pemimpin tidaklah dapat dikenal dengan hanya mendengarkan cacian lawan atau pujian simpatisannya belaka, karena keduanya melampaui batas."23

Mereka yang menyanjungnya setinggi langit memberikan komentar

"Tanpa kehadirannya ilmu-ilmu agama, akhlaq dan tasawuf pada abad

belakangan ini telah pudar cahayanya". Oleh karena itu A1 Ghazali biasa

dipanggil dengan beberapa julukan, diantaranya; Hujjatul Al Islam, Bapak Ahli Tasawuf, Pembela Ahlu Sunah Wa Al Jama'ah dan pemelihara Tauhid, pemusnah Syirik.

Sebaliknya dari pihak yang kontra, mereka sangat tajam melancarkan

kritik terhadap Al Ghazali dan menuduhnya sebagai penyebab kemunduran

(42)

32

umat Islam dalam masalah duniawi karena anjurannya untuk hidup secara

sufi, zuhud, serta 'uzlah', musuh ahli pikir, dan mengebiri kemerdekaan

berpikir. Zamannya merupakan zaman bertolaknya kemunduran umat Islam

anti ilmu pengetahuan umum dan sebagainya.24

Sebagaimana diketahui, A1 Ghazali mengkritik filosof-filosof dalam

Tahafutu A1 Falasilah dalam 20 masalah berikut ini:

1. Alam Qodim (tidak bermula) 2. Alam kekal (tidak berakhir) 3. Tuhan tidak mempuyai sifat

4. Tuhan tidak dapat diberi sifat Al jin s (jenis) dan Al fa sl (diferensia) 5. Tuhan tidak mempunyai Maliyah (hakikat)

6. Tuhan tidak mengetahui Juz 'iyyah (perincian yang ada di alam) 7. Planet-planet adalah bintang yang bergerak dengan kemauan

8. Jiwa-j iwa planet mengetahui semua Juz 'iyyah

9. Hukum tidak berubah

10. Jiwa manusia adalah subtansi yang terdiri sendiri, bukan tubuh dan bukan

pula 'ardh

11. Mustahilnya jiwa manusia akan hancur

12. Tidak adanya kebangkitan jasmani

13. Adanya tujuan bagi gerak planet-planet

14. Tuhan adalah pencipta alam dan alam adalah ciptaan Tuhan

15. Adanya Tuhan

(43)

16. Mustahilnya ada dua Tuhan

17. Tuhan bukanlah tubuh

18. Tuhan mengetahui wujud lain

19. Tuhan mengetahui Essensi-Nya

20. Alam yang qodim mempuyai pencipta

Tiga diantaranya dinilai oleh A1 Ghazali dapat membuat filosuf

menjadi kafir, yaitu tentang qodimnya alam, tidak adanya Allah tentang

rincian yang teijadi di alam, dan tiadanya hari pembangkitan jasmani.25

Diantara ulama besar yang mengecam A1 Ghazali antara lain: Ibnu

Rusyd dan Ibn Thufail. Ibn Rusyd menyusun karya Tahafut A1 Tahafut yang

mengcounter pemikiran A1 Ghazali. Dalam karya ini, Ibn Rusyd

mendiskripsikan pemikiran-pemikiran A1 Ghazali yang ada di Tahafut A1

Falasifah, dan menilainya sebagai sebuah pembicaraan yang “ngelantur”. Ia

menambahkan, buku ini semestinya bukan bemama Tahafut A1 Falasifah

(kerancuan para filosof), melainkan A1 Tahafut A1 Mutlak (kerancuan total)

atau Tahafut Ibnu Hamid (kerancuan Ibnu Hamid A1 Ghazali). Adapun Ibn

Tufail menyerang dari segi mengindentifikasi beberapa kontradiksi dari

pemikiran A1 Ghazali dan melihatnya dari perspektif kebenaran26. Ibnu

Qoyyim pakar fiqh Islam menyatakan di lapangan ilmu dan hukum karena

fatwa-fatwanya banyak berlawanan dengan syariah, yang terakhir Zammi

25 Harun Nasution, Islam Rasional: Gagasan dan Pemikiran, Mizan, Bandung, 1995, him. 378-379

(44)

34

Mubarak mengecamnya di lapangan ilmu akhlak dengan tuduhan bahwa

paham-paham A1 Ghazali melumpuhkan jiwa dan api Islam.

Sebenamya pertentangan A1 Ghazali dan para filosuf Islam tidak lepas

dari penafsiran para teolog dan filosuf. Penafsiran yang diberikan filosuf

Islam tentang beberapa soal keagamaan berbeda dengan yang diberikan oleh

A1 Ghazali. Penafsiran filosuf Islam tampah lebih liberal daripada penafsiran

A1 Ghazali yang menganut Asy'ariyah.

A1 Ghazali menjelaskan bahwa kecuali orang-orang atheis

(dahriyyun), semua filosof sepakat mengenai alam yang memiliki pencipta tunggal yaitu Tuhan. Tetapi teijadi distorsi yang tidak jujur atau prinsip-

prinsip mereka (filosuf).

Yakni beberapa argumentasi yang mengemukakan mengenai adanya

alam sebagai perbuatan dan penciptaan Tuhan adalah mustahil. Salah satu

alasannya didapat watak pelaku yang kedua adalah watak perbuatan

(lM), dan yang ketika adalah hubungan antara perbuatan (cUi) dan pelaku

( ^ u).

Alasannya yang terdapat pada pelaku ( J ^ ) adalah bahwa ia harus

memiliki kehendak berbuat untuk bebas memilih dan mengetahui apa yang

dikehendakinya. Tetapi menurut para filosuf itu Tuhan tidak berkehendak,

bahkan Dia sama sekali tidak bersifat. Segala sesuatu yang berhasil dari-Nya

adalah suatu konsekuensi yang mesti.

(45)

Alasan yang kedua terdapat pada watak perbuatan adalah suatu

perbuatan yang bermula, tetapi para filosuf itu mengatakan bahwa alam

adalah kekal. Adapun alasan yang terdapat pada hubungan antara perbuatan

dan pelaku bahwa Tuhan itu mulia dari segala segi. Dari yang Esa hanya

muncul satu, tetapi kita lihat bahwa alam itu banyak, lalu bagaimana mereka

berasal dari-Nya? Itulah diantara bantahan A1 Ghazali yang kemudian

28

mengundang pro dan kontra para filosof pada masanya.

Syafi'i Ma'arif pada simposium tentang A1 Ghazali yang

diselenggarakan oleh BKS-PTIS (Badan Kerjasama Perguruan Tinggi Agama

Islam Swasta) tanggal 2 Januari 1985 di Jakarta seperti dikutip oleh Zainuddin

dkk, mengatakan:

"A1 Ghazali bukanlah tokoh yang menyebar benih anti intelektualisme, sebab beliau hanya menyerang dengan tuntas aspek metafisika dari filsafat A1 Farabi dan Ibnu Sina, terutama yang diserangnya dari aspek metafisik ini. Beliau tidak pemah menentang logika atau penggunaan penalaran, ^ang beliau tentang adalah klaim akal untuk mengetahui kebenaran."2

Terlepas dari semua itu, A1 Ghazali adalah sosok pribadi yang

memiliki kharisma, kehidupan saleh, ketaqwaan tinggi, dan jasa yang besar.

Beliau bagai bintang terang di sepanjang zaman. Hal itu dikuatkan bahwa

sampai sekarang para ilmuwan Barat mengakui jasa besar A1 Ghazali dan

pemikiran-pemikiran lainnya terhadap perkembangan peradaban Barat.

Kebesaran A1 Ghazali tampak pada keahlian yang dimilikinya serta

setiap langkah yang diambilnya, baik terhadap filosuf, ahli kalam, para sufi, 28 29

(46)

36

maupun masyarakat umum. Beliau bertujuan menghidupkan semangat baru

bagi umat dan agama Islam. Oleh karena itu sepantasnya gelar Hujjatul A1

Islam, Mujaddid (pembaharu sekaligus pembangun agama) itu dimilikinya.

Dalam kajian Abul A'la A1 Maududi ada delapan segi amaliah yang

dilakukan A1 Ghazali pada masa hidupnya, yakni:

1. Pengkajian filsafat Yunani dengan cara mendalam dan teliti, lalu

mengemukakan kritik tajam kemudian dimasukkan ke dalam hati dan

jiwa kaum muslimin.

2. Meluruskan kekeliruan yang terjadi akibat upaya perbaikan yang

dilakukan oleh ulama yang kurang menguasai logika.

3. Menjelaskan akidah-akidah Islami dan prinsip-prinsipnya melalui logika

yang tidak bertentangan filsafat dan logika yang berkembang saat itu. Dia

juga berusaha menjelaskan berbagai hikmah serta rahasia syariat dan

ibadah dalam rangka meluruskan pandangan masyarakat yang selama ini

diracuni suatu keyakinan bahwa agama mereka sudah tidak sesuai dengan

akal.

4. Menentang semua aliran keagamaan yang pada masanya serta berusaha

menemukan segi-segi perbedaan mereka.

5. Memperbaharui pemahaman keagamaan masyarakat dan menyatakan

kebergunaan keimanan yang tidak disertai komitmen batin, mengikis

habis taqlid buta di kalangan mereka dan berusaha mendorong umat agar

kembali kepada Al-Qur'an dan Hadits yang bersih serta menghidupkan

(47)

6. Melakukan kritik terhadap sistem pendidikan dan pengajaran yang telah

usang, menggantikannya dengan sistem yang barn. Dalam sistem

pendidikan dan pengajaran lama itu dia melihat dua kelemahan: pertama,

pelarisasi ilmu agama dan ilmu umum yang tidak mustahil akan

menyebabkan umat menerapkan sekularisasi. Menurut A1 Ghazali hal ini

merupakan pandangan yang keliru. Kedua, masuknya banyak hal yang

memiliki ilmu syari'at dapat mengakibatkan munculnya pemahaman

dalam masyarakat yang menjurus kepada kesesatan.

7. Mengkaji moral umat dengan pengkajian mendalam, karena A1 Ghazali

memang memiliki kesempatan luas untuk mengungkapkan kehidupan

ulama, tokoh-tokoh agama, umat, pangeran-pangeran dan orang awam.

8. Mengkritik sistem pemerintahan dengan bebas dan berani serta

menghimbau perlunya perbaikan-perbaikan, lalu menyebarluaskan

semangat kebangkitan di kalangan umat, agar mereka tidak pasrah

terhadap kesewenang-wenangan yang dilakukan terhadap mereka, serta

mendorong agar mereka mengemukakan pendapat-pendapatnya tanpa

disertai rasa takut dan khawatir.30

Gelar Hujjatul A1 Islam dari dunia Islam yang diberikan kepadanya

berarti bahwa umat Islam pada umumnya mengakui bahwa amal dan ilmu

A1 Ghazali selama masa hidupnya merupakan hujjah, pembelaan yang

berhasil menentang anasir luar yang membahayakan kepercayaan umat Islam.

Dalam hal ini Hasbullah Bakri menyebutkan dua macam serangan :

(48)

38

Pertama : Serangan dari dunia filsafat yang telah menjadikan ilmu

tentang ketuhanan itu berupa pengetahuan yang umum dan

mereka memberikan gambaran ketuhanan umat Islam

umumnya.

Kedua : Perkembangan tasawuf dan kebatinan pada waktu itu yang

terlalu sesat dan membahayakan amal syariat Islam.

Melalui pengalaman tasawufnya ia berhasil memadukan prinsip-

prinsip filsafat dan tasawuf ke dalam sistem teologi Islamnya. Menurut

A1 Maududi koreksi A1 Ghazali terhadap pembaharuan dilihat dari segi

pandangan ilmiah memiliki tiga kelemahan utama :

Pertama : Kelemahan dalam segi selektivitasnya pemakaian hadits

Kedua : Kuatnya pengaruh logika dalam dirinya

Ketiga : Terlihat terlalu dalam amaliah yang mengarah kepada tasawuf.' 1

(49)

C. Keraguan yang Menimpanya

A1 Ghazali hidup pada abad kelima Hijriyah, saat diwamai dengan

berbagai konflik dan ketegangan, baik yang disebabkan oleh masalah-masalah

sosial, politik maupun masalah idiologi. Sebagai seorang yang alim lagi

Mukhlis, beliau tidak bisa tinggal diam melihat kenyataan-kenyataan yang

terjadi di sekelilingnya, walaupun secara pribadi dan manusiawi, sebenamya

beliau dapat dikatakan telah memperoleh semua yang diinginkannya.

Puncak segala konflik yang ia saksikan ialah peristiwa yang terjadi

ketika beliau sebagai rektor universitas di Baghdad, yaitu terbunuhnya

Perdana Menteri Nizham al Mulk pada tahun 484 H/1091 M yang disusul

dengan meninggalnya Sultan Malik Syah pada tahun 485 H/1092 M dengan

cara yang sama. Padahal keduanya merupakan tulang punggung yang paling

penting segala tindakan revolusioner yang dilakukan oleh Al Ghazali, baik di

lapangan pendidikan maupun lapangan politik pemerintah.32

Al Ghazali adalah orang yang senantiasa berusaha mencari kebenaran

dan berusaha membebaskan dirinya dari aliran-aliran yang beragama itu. Ia

ingin mengetahui hakikat fitrah manusia, hakikat agama beserta akidahnya,

paham atau aliran filsafat seseorang dengan jalan mengikuti kedua orang tua

dan guru-gurunya. Dia berusaha membandingkan aliran satu dengan aliran

lainnya guna mengetahui perbedaan antara kebenaran dan kebatilan menurut

pandangan berbagai aliran itu. Dia kemudian merenungkan semua itu untuk

mencapai ilmu yakin (pengetahuan yang sebenamya), yakni ilmu pengetahuan

(50)

40

yang dapat menangkap suatu persoalan dengan jalan sehingga tidak sedikitpun

terhadap keraguan/skeptisme dan tidak dibarengi kemungkinan sal ah atau

kesamaran. Karena itulah beliau mempelajari ilmu kalam dan kebatinan

kemudian beralih kepada teori-teori filsafat dan aliran tasawuf, lalu meneliti

dan mendalaminya agar tercapai keyakinan yang tidak diragukan

kebenarannya.

A1 Ghazali melukiskan evolusi pemikirannya sebagai berikut:

"Aku menceburkan diri ke dalam gelombang samudera alam, tidak pemah merasa takut. Tiap soal yang sulit kuselami dengan penuh keberanian. Tiap kepercayaan dari suatu golongan ku selidiki sedalam-dalamnya, ku kaji segala rahasia dan seluk beluk tiap madzhab untuk mendapatkan bukti mana yang benar dan mana yang bathil, mana yang asli dan mana yang diada-adakan. Demikianlah, telah kuselidiki dengan seksama ajaran-ajaran kebatinan (batiniyyah), zahiriyyah, ajaran-ajaran ahli filsafat, ahli kalam dan tasawuf, aliran- aliran ibadah dan lain-lain. Dan tidak ketinggalan juga aliran kaum Zindiq apa sebabnya mereka berani menyangkal adanya Tuhan."33

Setelah merenung melalui ilmu A1 yakin, A1 Ghazali menemukan

bahwa temyata tidak ada yang memuaskan hatinya dari pengetahuannya itu.

la bahkan menjumpai ilmu pengetahuan yang justru menyesatkan. Hal itu

didasarkan pada pengujiannya terhadap ilmu pengetahuan inderawi yang

menunjukkan bahwa pengetahuan itu tidak benar. Dalam A1 Munqidz, ia

berkisah:

"Keseimbangan membawa sampai kepada jiwaku tidak tunduk dengan menyerahkan keterangan kepada indera-indera itu, dan kebimbangan mulai meluas lagi. Bagaimana aku bisa mengatakan bahwa aku percaya kepada pengetahuan inderawi sedangkan mata yang terkuat dari panca indera adakalanya, memang dia tidak bergerak secara spontan namun bergerak secara bertahap sedikit demi sedikit hingga bayang-bayang itu tidak tidak ada lagi. Anda memperlihatkan

Referensi

Dokumen terkait

• Untuk memudahkan pemeliharaan dan perawatan, induk bunting dikelompokkan dalam tiga fase, yakni: a) bunting muda (1–5 bulan) diberikan pakan yang memenuhi kebutuhan nutrisi;

H. Prosedur Pengendalian Dokumen di Puskesmas. Prosedur Pengendalian Dokumen di Puskesmas harus ditetapkan oleh Kepala Puskesmas yang dijadikan acuan oleh seluruh unit

Berdasarkan hasil pengujian kekuatan tarik kulit ikan nila samak pada Tabel 1 dapat disimpulkan bahwa kulit ikan nila samak dengan menggunakan enzim papain sebagai bating agent

Murid- murid nakal yang suka melanggar disiplin lebih berani dan bebas melakukan perbuatan yang melanggar peraturan dan undang-undang kerana mereka tahu guru-guru tidak

Di sekolah, perilaku yang dianggap menyimpang ialah perilaku yang melanggar aturan yang telah diberikan oleh sekolah dan telah dimuat dalam tata tertib yang

Kita cukup hanya mengedit (menyesuaikan property dan event) dari objek-objek yang telah terpasang dalam form tersebut.. • Splash

Aku juga menyaksikan tepat disamping rumah kami tanah kosong—yang dulunya dijanjikan taman bermain anak dan kolam renang oleh pengembang, meski tidak terealisasi namun masih dapat

Pelestarian plasma nutfah dan pemuliaan tanaman untuk menyediakan kultivar unggul tidak boleh dimonopoli secara sepihak oleh peneliti, tetapi harus melibatkan