• Tidak ada hasil yang ditemukan

2 + 1.4 Keterangan : L = Kadar lemak (%)

1.2 Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji efek dari penambahan tepung daun sirih (Piper betle L.) dalam ransum sapi perah untuk mengobati dan mencegah penyakit mastitis subklinis guna meningkatkan produksi susu.

4

2

METODE

Penelitian ini terdiri atas 2 (dua) tahap yaitu : 1) Kajian penggunaan tepung daun sirih sebagai antimastitis di dalam rumen secara in vitro melalui pengujian fermentabilitas rumen dan viabilitas mikroorganisme rumen; 2) Kajian penggunaan tepung daun sirih in vivo pada sapi perah laktasi penderita mastitis subklinis. Kajian in vitro terdiri dari tiga jenis pengujian yaitu a) uji zona hambat tepung daun sirih terhadap pertumbuhan bakteri Staphylococcus sp., b) efek tepung daun sirih terhadap fermentabilitas di dalam rumen. c) efek tepung daun sirih terhadap daya hidup mikroorganisme di dalam rumen. Lima level tepung daun sirih yaitu: 0, 2, 4, 6, dan 8% dari jumlah konsentrat, ditetapkan sebagai perlakuan, sedangkan sumber serat berupa rumput gajah, dengan pengulangan berupa pengambilan cairan rumen sebanyak empat kali.

2.1 Kajian Penggunaan Tepung Daun Sirih Sebagai Antimastitis di dalam Rumen Secara In vitro Melalui Pengujian Fermentabilitas Rumen dan

Viabilitas Mikroorganisme Rumen

2.1.1 Waktu dan Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan selama tiga bulan dari bulan Juni sampai dengan September 2012. Pengujian aktivitas antibakteri untuk melihat efektivitas daun sirih dengan metode difusi disc di Laboratorium Mikrobiologi Fisiologi dan Biokimia Nutrisi dan pengujian fermentasi in vitro untuk melihat pengaruh daun sirih terhadap fermentabilitas rumen dan daya hidup bakteri rumen di Laboratorium Ternak Perah, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor.

2.1.2 Materi Penelitian

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah tepung daun sirih, cairan rumen, Staphylococcus sp., Media agar, Phospate Buffer Solution (PBS), aquades, Mc Dougall, HgCl2, H2SO4 15%, Phenolpthalin, Na0H 0.5 N, Na2CO3, vaselin, asam borat Na2CO3, H2SO4 0.005 N, Mc Dougall, HgCl2, H2SO4 15% , Phenolpthalin, Na0H 0.5 N, Na2CO3, vaselin, asam borat, Na2CO3, H2SO4 0.005 N, pepsin-HCl 0,2%, TBFS dan gas CO2. Alat yang digunakan adalah incubator, mistar, ose, petri disc, shaker bath, tabung fermentor, ph meter, destilator, kertas saring Whatman No.41, cawan porselin, tanur listrik, counting chamber dan syrinc.

2.1.3 Prosedur Penelitian

Penelitian ini terdiri dari 3 (tiga) pengujian yaitu :

a) Pengujian aktivitas antibakteri tepung daun sirih sebelum dan setelah difermentasi secara in vitro dengan cairan rumen

5 Uji sensitivitas (Carter 1979) terdiri dari 5 (lima) level tepung daun sirih (0, 2, 4, 6 dan 8% dari konsentrat). Metode pembuatan suspensi bakteri Staphylococcus sp. dibiakkan terlebih dahulu pada media Blood Agar dan diinkubasi pada suhu 37°C selama 24 jam. Jika terbentuk koloni, maka koloni bakteri tersebut diambil dengan ose steril kemudian dimasukkan dalam tabung reaksi yang telah berisi lima mililiter PBS. Kemudian diinkubasi pada suhu 37°C selama dua jam, maka terbentuklah kekeruhan yang setara dengan standar Mc Farland 1 dengan konsentrasi bakteri 3 x 108 / ml. Jumlah bakteri telah memenuhi syarat untuk uji kepekaan yaitu : 105 – 108/ ml . Setelah itu, tepung daun sirih dan konsentrat yang dibuat sebelumnya dilarutkan dalam aquades (5 ml) kemudian diteteskan pada sumur pada media agar. Sedangkan pengujian pasca fermentasi selama 4 jam, cairan yang terbentuk disaring kemudian diteteskan pada media agar. Selanjutnya dinkubasi pada suhu 37 oC selama 1 x 24 jam. Parameter yang diamati pada penelitian ini yaitu terbentuknya daerah hambatan pertumbuhan bakteri yang ada di sekeliling sumur berupa ukuran diameter daerah jernih.

b) Pengaruh tepung daun sirih terhadap fermentabilitas rumen

Metode fermentasi in vitro diawali dengan menimbang konsentrat (mengandung daun sirih 0, 2, 4, 6 dan 8%) dan hijauan sebanyak 0.5 g yang telah dikeringkan pada suhu 60 oC ditimbang kemudian dimasukkan ke dalam tabung fermentor, lalu dimasukkan dalam Shakker water bath suhu 39 oC. Kemudian ditambahkan larutan Mc Dougall (pH 8 – 8.3) sebanyak 40 ml dan cairan rumen sebanyak 10 ml. Selama percobaan, cairan rumen dialiri gas CO2 selama 30 detik lalu ditutup. Kemudian diinkubasi selama 4 jam. Setelah 4 jam, tabung fermentor diangkat dari shakker water bath, kemudian diberi larutan HgCl2 jenuh sebanyak 2 tetes. Lalu disentrifuge selama 15 menit dengan kecepatan 4000 rpm. Setelah itu, pH cairan rumen diukur menggunakan pH meter. Substrat akan terpisah menjadi endapan di bawah untuk pengukuran VFA dan NH3.

Metode yang digunakan dalam pengujian VFA adalah Steam Destilation Method. Pertama, supernatan diambil sebanyak 5 ml, kemudian segera dimasukkan ke dalam tabung destilasi. Setelah itu H2SO4 15% ditambahkan dan segera ditutup dengan tutup karet yang mempunyai lubang dan dihubungkan labu pendingin. Setelah itu, tabung destilasi dimasukkan ke dalam labu penyulingan yang berisi air mendidih (dipanaskan terus selama destilasi). Uap air panas akan akan mendesak VFA dan akan terkondensasi dalam pendingin. Air yang terbentuk ditampung dalam labur Erlenmeyer yang berisi 5 ml Na0H 0.5 N sampai mencapai 300 ml. Indikator PP (Phenolpthalin) ditambahkan sebanyak 2 – 3 tetes dan di titrasi dengan HCl 0.5 N sampai warna titrat berubah merah jambu menjadi tidak berwarna.

Metode pengukuran konsentrasi NH3 (Conway 1958) diawali dengan bibir cawan diolesi vaselin. Supernatan yang berasal dari daun sirih diambil 1 ml

6 kemudian ditempatkan di salah satu ujung alur cawan Conway. Setelah itu larutan Na2CO3 jenuh ditempatkan pada salah satu ujung cawan Conway bersebelahan dengan supernatan (tidak boleh dicampur). Selanjutnya larutan asam borat berindikator warna m erah sebanyak 1 ml ditempatkan dalam cawan Conway. Cawan yang telah diolesi vaselin ditutup rapat hingga kedap udara. Larutan Na2CO3 dicampur dengan supernatan hingga merata dengan cara menggoyang-goyangkan dan memiringkan cawan tersebut. Setelah itu, dibiarkan selama 24 jam dalam suhu kamar, setelah 24 jam pada suhu kamar tutup cawan dibuka, asam borat berindikator dititrasi dengan H2SO4 0.005 N sampai terjadi perubahan warna dari merah menjadi biru.

Kecernaan bahan kering dan bahan organik dilakukan dengan teknik in vitro berdasarkan metode Tilley dan Terry (1963). Tabung fermentor yang telah diisi dengan 0.5 gram sampel ditambahkan 40 ml larutan McDougall dan 10 ml cairan rumen. Tabung dimasukkan ke dalam shaker bath dengan suhu 39oC dan dialiri dengan CO2 selama 30 detik, cek pH (6.5-6.9) dan kemudian ditutup dengan karet berventilasi, dan difermentasi selama 48 jam. Setelah 48 jam, buka tutup karet fermentor dan ditambahkan 5 tetes HgCl2 jenuh untuk menghentikan aktivitas mikroba. Setelah aktivitas mikroba berhenti tabung fermentor dicentrifuge dengan kecepatan 4000 rpm selama 15 min. Substrat (residu) akan terpisah menjadi endapan dibagian bawah dan supernatan yang bening berada dibagian atas.

Residu hasil centrifuge pada kecepatan 4.000 rpm selama 15 menit ditambahkan 50 ml larutan pepsin-HCl 0.2%. Campuran ini lalu diinkubasikan selama 48 jam tanpa tutup karet. Setelah 48 jam tabung fermentor dicentrifuge dengan kecepatan 4.000 rpm selama 15 menit. Residu disaring dengan kertas saring Whatman No. 41 yang telah diketahui bobot kosongnya dengan bantuan pompa vakum. Hasil saringan dimasukkan ke dalam cawan porselen. Bahan kering didapat dengan cara dikeringkan dalam oven 105oC selama 8 jam. Selanjutnya bahan dalam cawan dipijarkan atau diabukan dalam tanur listrik selama 6 jam pada suhu 450-600oC untuk mengetahui bahan organik yang tercerna. Sebagai blanko dipakai residu asal fermentasi tanpa sampel bahan pakan.

KCBK dan KCBO dihitung dengan formula :

KCBK = BK sampel (g) - [BK residue (g) – BK blanko (g)]

BK sampel x 100%

KCBO = BO sampel (g) - [BO residue (g) – BO blanko (g)]

7

c) Pengaruh Tepung Daun Sirih Terhadap Daya Hidup Mikroorganisme Rumen Populasi bakteri dihitung dengan metode pencacahan koloni bakteri hidup (Suryahadi, 1990). Prinsip kerjanya adalah cairan rumen diencerkan secara serial, lalu disimpan dalam tabung Hungate. Media tumbuh yang digunakan untuk menghitung populasi bakteri total adalah media Brain Heart Infusion (BHI). Pembuatan media BHI yaitu dengan cara mencampurkan bahan-bahan seperti BHI powder 3.7 g, glukosa 0.05 g, sellulobiosa 0.05, pati 0.05 g, cystein 0.05, hemin 100 µl, resazurin 0.005 dan agar 1.5, kemudian dimasukkan ke dalam botol yang telah disterilkan dengan autoclave. Campuran tersebut dipanaskan sampai terjadi perubahan warna dari coklat kekuningan menjadi coklat kemerahan dan berubah kembali menjadi coklat kekuningan, setelah itu didinginkan dan dialiri dengan gas CO2. Media BHI anaerob dimasukkan ke dalam tabung Hungate yang sebelumnya telah diisi bacto agar sebanyak 0.150 gram dengan volume masing-masing 4.9 ml. Sampel (cairan rumen yang telah mengalami perlakuan dan inkubasi 4 jam) dipipet 0.05 ml dimasukkan ke dalam media pengencer. Pengenceran dilakukan sebagai berikut: 0.05 ml kultur bakteri dimasukkan ke dalam 4,95 ml media pengencer. Selanjutnya dari media pengencer diambil kembali sebanyak 0.05 ml, lalu dimasukkan ke dalam 4.95 ml media pengencer berikutnya, sehingga terdapat pengenceran 10-1 10- 2

, 10-3, 10-4. Dari masing-masing seri tabung pengenceran diambil sebanyak 0.1 ml, kemudian dimasukkan ke media agar dan diputar sambil dialiri air pada roller, agar media dapat menjadi padat secara merata. Selanjutnya bakteri diinkubasi selama 24 jam. Setelah itu, setiap koloni bakteri dihitung pada setiap tabung menggu nakan marker.

Keterangan : x = Tabung seri pengenceran ke-x

Perhitungan protozoa dilakukan setelah fermentasi in vitro selama 4 jam, cairan rumen diambil dari setiap tabung fermentor 1 ml dan dimasukkan botol film yang telah diberikan larutan Tryphan Blue Formaline Salin (TBFS) sebanyak 1 ml. Setelah itu, masing-masing ditutup dan didiamkan selama satu malam. Kemudian dilakukan perhitungan dengan cairan rumen diambil dengan menggunakan syrinc dan diinjeksikan di antara counting chamber dan cover glass. Selanjutnya dilakukan perhitungan di bawah mikroskop dengan pembesaran 100 x.

Keterangan : 0.2 = tinggi chamber

Protozoa = ∑ Protozoa

8 0.0625 = Lebar kotak Chamber

16 = Jumlah kotak Chamber 2.1.4 Parameter

Parameter yang diukur yaitu: a) diameter zona hambat; b) produksi VFA, konsentrasi NH3, kecernaan bahan kering (KCBK) dan kecernaan bahan organik (KCBO); c) jumlah populasi total protozoa dan bakteri rumen.

2.1.5 Analisa Data

Data yang diperoleh dianalisis menggunakan analisis ragam (ANOVA), data aktivitas antibakteri dianalisis berdasarkan rancangan acak lengkap dan data VFA, NH3, KCBK, KCBO, total bakteri dan protozoa dianalisis berdasarkan rancangan acak kelompok. Jika terdapat perbedaan yang nyata dilanjutkan dengan uji Duncan (Gasperz, 1994).

2.2 Kajian Penggunaan Tepung Daun Sirih In Vivo Pada Sapi Perah Laktasi Penderita Mastitis Subklinis

2.2.1 Waktu dan Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan selama satu bulan pada bulan Desember 2012. Percobaan in vivo ini dilakukan di peternakan sapi perah rakyat milik H. Mahfuddin di daerah Kebun Pedes, Bogor dan dilanjutkan di Laboratorium Kesmavet dan Mikrobiologi Medik Terpadu, Fakultas Kedokteran Hewan, Institut Pertanian Bogor.

2.2.2 Materi Penelitian

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah tepung daun sirih, sapi perah (Tabel 1), pakan (rumput, ampas tahu, ampas tempe dan konsentrat), reagent IPB 1, pakan, butirometer, H2SO4, alkohol, IgG peroksidase, Phosphate buffered saline tween (PBST), anti IgG Bovine. Alat yang digunakan adalah paddle, gelas ukur, timbangan.

2.2.3 Prosedur Percobaan

Pada kajian in vivo digunakan 12 ekor sapi perah laktasi ke-2 sampai ke-5 yang menderita mastitis subklinis berdasarkan identifikasi menggunakan IPB-1. Perlakuan yang akan diterapkan berupa pemberian daun sirih yang dicampurkan ke dalam konsentrat dengan aras :

a) P1: tepung daun sirih 0 %

b) P2: tepung daun sirih 2%, pemberian setiap hari c) P3: tepung daun sirih 4 %, pemberian setiap hari d) P4: tepung daun sirih 2%, pemberian dua hari sekali

9 e) P 5: tepung daun sirih 4 %, pemberian dua hari sekali

Tabel 1 Sampel kwartir sapi yang terinfeksi mastitis subklinis

No. Sapi Kwartir Perlakuan

1 2 3 4 1 +++ +++ Tanpa perlakuan (0) 2 +++ +++ Tanpa perlakuan (0) 3 +++ +++ 2% setiap hari (2H) 4 +++ +++ 2% selang sehari (2S) 5 +++ +++ +++ 4 % selang sehari (4S) 6 +++ 4 % selang sehari (4S) 7 +++ 2% selang sehari 2S 8 +++ 4 % setiap hari (4H) 9 +++ +++ 4 % setiap hari (4H) 10 +++ 4 % setiap hari (4H) 11 +++ +++ 2% setiap hari (2H) 12 +++ 2% selang sehari (2S)

Simbol positif (+) menunjukkan derajat mastitis (skor mastitis) yang diderita.

Tabel 2 Korelasi skor CMT dengan jumlah sel somatis Skor CMT Rataan Jumlah Sel

Somatis per ml Keterangan Hasil Reaksi N (Negatif) 0 – 200.000 Tidak ada pengentalan, homogen. T (Sedikit) 200.000 – 400.000 Sedikit mengental, reaksi hilang

dalam 10 detik.

Positif 1 (+) 400.000 – 1.200.000 Mengental jelas, tidak ada pembentukan gumpalan (gel). Positif 2 (++) 1.200.000– 5.000.000 Mengental dengan cepat, mulai

membentuk gel (ada di dasar cup). Positif 3 (+++) > 5.000.000 Gel terbentuk naik ke permukaan,

dengan puncak di atas campuran. Sumber : McFadden (2011)

2.2.4 Parameter yang diukur

Pada penelitian in vivo parameter yang diukur adalah sebagai berikut : a) Produksi Susu

Produksi susu diukur setiap hari selama penelitian, susu diperah pada setiap puting di pagi hari pada pukul 03.30 WIB dan Sore pukul 14.30 WIB dan diukur dan dicatat. Untuk menghilangkan faktor lemak, produksi yang diperoleh dikoreksi dengan 4 % FCM (fat corrected milk) (Gaines dan Davidson 1923) dengan rumus :

10

b) Pengujian Komposisi Air Susu

Pengujian kualitas dari komposisi air susu dilakukan untuk mengetahui pengaruh dari perlakuan tepung daun sirih terhadap kualitas susu sebab penyakit mastitis dapat menurunkan kualitas dari air susu. Pengujian meliputi kadar lemak, kadar protein, kadar bahan kering, dan bahan kering tanpa lemak.

Kadar lemak susu diukur dengan menggunakan metode Gerber (Sanjaya et al. 2009). Sebanyak 10 ml H2SO4 pekat (91–92%) dimasukkan ke dalam tabung butirometer, melalui dinding tabung tersebut, secara perlahan-lahan dimasukkan susu sebanyak 10.75 ml, kemudian ditambahkan 1 ml alkohol. Tabung ditutup dengan sumbat karet kemudian dikocok dengan memutar seperti angka delapan sampai homogen. Selanjutnya tabung disentrifuse selama 3 menit dengan putaran 1200 rpm, kemudian direndam dalam penangas air panas 65 oC selama 5 menit. Kadar lemak susu dibaca pada skala butirometer dalam satuan persen.

Terdapat korelasi antara kadar lemak dan kadar protein susu, maka perhitungan kadar protein susu dapat dihitung jika kadar lemak diketahui dengan rumus sebagai berikut (Sanjaya et al. 2009) :

Kadar bahan kering (BK) susu dihitung dengan persamaan Fleischmann (Sanjaya et al. 2009) diperlukan data kadar lemak dan berat jenis susu 27.5 oC. Rumus yang digunakan adalah :

Keterangan : L = Kadar lemak susu (%) BJ = Berat jenis susu pada 27.5 oC

Kadar bahan kering tanpa lemak (BKTL) susu dihitung dengan rumus sebagai berikut :

c) Perhitungan sel somatis

Perhitungan sel somatis dilakukan untuk mengetahui jumlah sel somatis dari pengaruh perlakuan yang diberikan, sehingga dapat diketahui efektivitas dari

Produksi Susu = (0.4 x Produksi susu) + (15 X Produksi lemak)

BKTL = Bahan kering susu (%) – Lemak susu (%) BK = (1.311 x L) + 2.738 x 100 (BJ – 1) BJ

Kadarprotein (%) = L

2 + 1.4 Keterangan : L = Kadar lemak (%)

11 tepung daun sirih dalam mengurangi jumlah sel somatis dalam susu sebagai indikator adanya infeksi bakteri penyebab mastitis subklinis. Metode Breed dilakukan dengan mengambil 0.01 ml sampel susu (menggunakan pipet Breed), disebarluaskan di atas bidang 1 cm2 (di atas gelas objek bebas lemak). Preparat ditunggu kering, lalu difiksasi di atas nyala api. Selanjutnya diwarnai dengan pewarnaan Breed. Setelah dikeringkan, JSS/ml dapat dihitung dengan bantuan mikroskop dengan pembesaran 1000 x (Sudarwanto dan Sudarnika 2008).

d) Pengujian konsentrasi Immunoglobulin G

Pengukuran konsentrasi immunoglobulin bertujuan untuk mengetahui adanya peningkatan level IgG dari selama perlakuan tepung daun sirih. Konsentrasi immunogobulin diuji dengan metode ELISA (Burgess 1995). Plate dicoating dengan anti IgG Bovine 1 : 5000 dalam buffer bicarbonate pH 9.6, selanjutnya diinkubasi semalam pada tempratur 4 oC. Masing-masing sumuran dicuci tiga kali dengan 300 µl 0.05 % Phosphate buffered saline tween (PBST) 20, kemudian diblok dengan 0.5 % skim milk sebanyak 100 µl PBS, lalu diinkubasi 1 jam pada tempratur 37 oC. Kemudian dicuci tiga kali dengan 300 µl 0.05 % PBST20. Selanjunya, ditambahkan sampel yang telah diencerkan (1 : 1000 dalam PBS), sebagai blanko digunakan PBS. Setelah itu, diinkubasi pada tempratur 37 oC selama 1 jam. Kemudian dicuci tiga kali dengan 300 µl 0.05 % PBST20. Selanjunya conjugat (anti IgG peroksidase) sebanyak 100 µl dan diinkubsai pada tempratur 37 oC selama 1 jam. Setelah itu, dicuci tiga kali dengan 300 µl 0.05 % PBST20. Selanjutnya, ditambahkan subtrat dan diinkubasi selama1 jam. Hasil dibaca dengan mikroplat reader pada panjang gelombang 492 nm. 2.2.5 Analisa Data

Data yang diperoleh dianalisis menggunakan analisis ragam (ANOVA berdasarkan rancangan acak lengkap. Jika terdapat perbedaan yang nyata dilanjutkan dengan Uji Duncan (Gasperz, 1994).

Rancangan Acak Lengkap (RAL), selanjutnya tiap perlakuan berbeda nyata dilanjutkan dengan uji Duncan (Gaspersz, 1991). Model linier yang digunakan sebagai berikut :

Yij = µ + I + ɛij Keterangan :

Yij : Rata-rata Hasil Pengamatan dari Parameter pada ke–i dengan ulangan j µ : Rata-rata pengamatan

I : Pengaruh Perlakuan ke – i

12

3

HASIL DAN PEMBAHASAN

3.1 Kajian In vitro Penambahan Tepung Daun Sirih Dalam Ransum Sapi Perah Sebagai Antimastitis Terhadap Aktivitas Antibakteri, Fermentabilitas

dan Daya Hidup Mikroorganisme Rumen

3.1.1 Aktivitas antibakteri Tepung Daun Sirih Terhadap Staphylococcus sp. Perlakuan level tepung daun sirih dalam ransum berpengaruh nyata (P<0.05) pada pengujian daya hambat terhadap Staphylococcus sp. sebelum fermentasi. Hasil pengujian aktivitas antibakteri tepung daun sirih dengan level 0, 2, 4, 6, dan 8% dalam masing-masing menghasilkan diameter hambat 0.0, 3.9, 15.9, 18.1, dan 22.0 mm. Diameter hambat tersebut seiring dengan penambahan level tepung daun sirih (Tabel 2). Adanya diameter hambat tersebut diakibatkan oleh zat aktif yang terkandung dalam daun sirih yang bersifat antibakteri.

Tabel 3 Rataan diameter zona hambat tepung daun sirih terhadap bakteri Staphylococcus sp.

Pra Fermentasi Rumen Pasca Fermentasi Rumen Level Tepung Daun Sirih (%) Diameter Hambat (mm) Level Tepung Daun Sirih (%) Diameter Hambat (mm) 0 0.0 ± 0.0a 0 0.0 ± 0.0a 2 3.9 ± 3.62a 2 16.1 ± 1.92b 4 15.9 ± 3.64b 4 15.3 ± 1.64b 6 18.1 ± 1.40bc 6 15.8 ± 1.14b 8 22.0 ± 2.88c 8 14.6 ± 0.87b a

Angka-angka pada kolom yang sama yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf uji 5% (uji selang berganda Duncan).

Percobaan Hermawan (2007), mengenai pengaruh ekstrak daun sirih hijau (Piper betle L.) terhadap pertumbuhan bakteri Staphylococcus aureus dan Escherichia coli dengan metode difusi disk diperoleh kesimpulan bahwa ekstrak daun sirih hijau (Piper betle L.) mampu menghambat pertumbuhan bakteri Staphylococcus aureus dan Escherichia coli yang ditunjukkan dengan adanya zona bening yang terbentuk pada media uji yang dapat diukur. Selanjutnya Benchaar et al. (2008) melaporkan bahwa carvacrol yang terkandung dalam minyak atsiri dapat membunuh Staphylococcus aureus dan Pseudomonas aeruginosa.

13 Setelah dilakukan fermentasi in vitro, level 2% menghasilkan diameter hambat tertinggi di antara perlakuan (tepung daun sirih dalam konsentrat), demikian pula bila dibandingkan dengan kontrol (0 %). Sedangkan perlakuan 4, 6, dan 8% menghasilkan diameter zona bening yang sama pasca fermentasi yaitu masing-masing berturut-turut 15.3, 15.8, dan 14.6 mm. Peningkatan diameter zona hambat perlakuan 2% setelah fermentasi diduga disebabkan oleh terlepasnya zat aktif dalam proses fermentasi sehingga potensi untuk membunuh bakteri menjadi lebih tinggi. Sedangkan penurunan diameter zona hambat pada perlakuan 4, 6, dan 8% disebabkan oleh adaptasi bakteri rumen ketika level ditingkatkan sehingga aktivititas antibakteri daun sirih menurun setelah fermentasi. Penurunan tersebut disebabkan oleh degradasi minyak atsiri di dalam rumen. McIntosh et al. (2003) melaporkan bahwa terjadi resistensi dan sensitivitas pada bakteri rumen ketika ditumbuhkan pada media yang mengandung minyak atsiri.

3.1.2 Pengaruh Penambahan Tepung Daun Sirih Terhadap Produksi Volatile Fatty Acid (VFA)

Hasil pengukuran VFA total terhadap pada fermentasi in vitro dengan pemberian rumput gajah dan konsentrat sapi perah yang ditambahkan dengan tepung daun sirih dengan level yang berbeda dapat dilihat pada Gambar 1. Penambahan level tepung daun sirih memberikan pengaruh yang nyata (P<0.05) terhadap rata-rata produksi VFA total di antara perlakuan. Kadar VFA yang tertinggi yaitu pada perlakuan 2%, tetapi kadar VFA menurun seiring dengan penambahan level tepung daun sirih pada level 4, 6, dan 8%.

Penurunan kadar VFA total pada perlakuan 4, 6, dan 8% disebabkan oleh kandungan zat aktif antibakteri dari daun sirih yang lebih banyak. Salah satu kandungan zat aktif yang dominan dan memiliki kemampuan menghambat bakteri adalah eugenol (Benchaar et al. 2007). Lebih lanjut Benchaar et al. (2008)

Gambar 1 Rataan Produksi VFA total pada fermentasi in vitro rumput gajah dengan konsentrat yang ditambahkan tepung daun sirih dengan level yang berbeda.

14 mengemukakan bahwa eugenol minyak atsiri tidak berpengaruh terhadap konsentrasi VFA total kecuali pada dosis yang tinggi. Penggunaan pada dosis tinggi dapat menurunkan konsentrasi VFA total. Castillejos et al. (2006) melaporkan bahwa eugenol dan thymol menurunkan total konsentrasi VFA dan mengubah profil VFA, selanjutnya penggunaan eugenol 500 mg/L mengubah profil VFA dengan meningkatkan proporsi propionat sebesar 31%.

Senyawa aktif thyme, oregano, cinnamon juga dapat mempengaruhi ekologi rumen dengan menghambat perkembangan bakteri pendegradasi serat khususnya Fibrobacter succinogenes dan Ruminococcus flavefaciens sehingga dapat menurunkan produk fermentasi jika penggunaannya dalam jumlah yang besar (Lin et al. 2012). Pada level tertentu penambahan tepung daun sirih dapat memberikan efek positif dan dan efek negatif. Pada level yang tinggi tepung daun sirih dapat membunuh bakteri dan pada level yang rendah dapat memodulasi dan berinteraksi dengan bakteri. Peningkatan bakteri rumen dapat berpengaruh positif terhadap produksi VFA dan produk fermentasi lainnya, sehingga penggunaannya pada ternak ruminansia perlu dioptimalkan untuk hasil yang lebih baik.

3.1.3 Pengaruh Penambahan Tepung Daun Sirih Terhadap Produksi Amonia (NH3)

Hasil pengukuran produksi NH3 terhadap fermentasi in vitro dengan rumput gajah dan konsentrat sapi perah yang ditambahkan dengan tepung daun sirih dapat dilihat pada Gambar 2. Hasil penelitian menunjukkan tidak terdapat pengaruh yang nyata terhadap rataan kadar NH3 dengan pemberian tepung daun sirih.

Penggunaan 2% tepung daun sirih dalam konsentrat cenderung meningkatkan kadar NH3 (10.17 mM) dibandingkan dengan kontrol (9.88 mM) (Gambar 2). Pada level 4, 6, dan 8% cenderung lebih rendah dari pada kontrol, masing-masing menghasilkan rataan NH3 yaitu 9.65 mM, 9.02 mM, dan 8.62 mM. Benchaar et al. (2008) melaporkan bahwa saat ini beberapa penelitian telah menunjukkan faktor seperti komposisi kimia dan dosis minyak atsiri dapat mempengaruhi minyak atsiri terhadap metabolisme N rumen.

Gambar 2 Rataan kadar NH3 pada fermentasi in vitro rumput gajah dengan konsentrat yang ditambahkan tepung daun sirih dengan level yang berbeda.

15

Faktor yang menyebabkan penurunan kadar NH3 pada penggunaan tepung daun sirih akibat banyak bakteri Hyper-Ammonia Production (HAP) terbunuh sehingga degradasi protein pakan di dalam rumen menurun. Sebagaimana diungkapkan oleh Patra (2011) dan Russell & Houlihan (2003) bahwa penurunan konsentrasi NH3 dan aktivitas deaminase disebabkan oleh penurunan jumlah bakteri, khususnya bakteri HAP. Wallace et al. (2002) melaporkan bahwa bakteri yang paling sensitif terhadap minyak atsiri adalah spesies HAP, yaitu Prevotella spp. dan Ruminobacter amylophilus dimana bakteri HAP memiliki kemampuan yang tinggi menghasilkan NH3 dari protein pakan. Namun penurunan degradasi protein pakan oleh minyak atsiri dapat meningkatkan protein by-pass sehingga meningkatkan suplai protein total pada ternak (Lin et al. 2012). Dengan demikian, penggunaan minyak atsiri pada ternak ruminansia memiliki efek yang positif sepanjang tidak menurunkan produk fermentasi dalam jumlah yang besar.

Dokumen terkait