• Tidak ada hasil yang ditemukan

Secara umum penelitian ini bertujuan untuk mengetahui penerapan appraisal right terhadap perlindungan hukum bagi pihak yang lemah dalam penggabungan perusahaan (Merger). Di samping itu, juga bertujuan

memenuhi salah satu syarat untuk mencapai gelar sarjana Strata 1 (S-1) dalam Jurusan Ilmu Hukum, Fakultas Hukum, Universitas

Udayana. 1.5.2 Tujuan Khusus

1. Untuk mengetahui perlindungan hukum terhadap pihak yang lemah dalam penggabungan perusahaan (Merger) ditinjau dari Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 40 Tahun 2007.

2. Untuk mengetahui penerapan appraisal right terhadap perlindungan hukum bagi pihak yang lemah dalam penggabungan perusahaan (Merger).

1.6 Manfaat Penelitian

1.6.1Manfaat Teoritis 1. Bagi Mahasiswa

a) Melalui penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan dan wawasan mahasiswa dan merupakan kesempatan untuk mengaplikasikan ilmu yang diperoleh di bangku kuliah dengan kenyataan yang ada di masyarakat.

b) Sebagai salah satu persyaratan dalam memperoleh gelar Sarjana Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Udayana. 2. Bagi Fakultas/Universitas

Hasil penelitian ini merupakan salah satu cara untuk mengevaluasi kemampuan para mahasiswa dalam menganalisis serta memecahkan permasalahan secara ilmiah dalam rangka menerapkan ilmu di bangku kuliah serta sebagai bahan bacaan tambahan dalam perpustakaan.

1.6.2 Manfaat Praktis

Untuk memberikan sumbangan pemikiran khususnya dalam penerapan appraisal right terhadap perlindungan hukum bagi pihak yang lemah dalam penggabungan perusahaan (merger).

1.7 Landasan Teoritis

Peraturan perundang-undangan yang berlaku di Indonesia memberikan pengertian atau definisi merger dengan rumusan kalimat yang hampir seragam. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas menggunakan istilah “Penggabungan” sebagai pengganti terminologi “Merger”. Undang-undang Republik Indonesia Nomor 40 tahun 2007 memberikan pengertian penggabungan adalah perbuatan hukum yang dilakukan oleh dua Perseroan atau lebih untuk meleburkan diri dengan cara mendirikan satu Perseroan baru yang karena hukum memperoleh aktiva dan pasiva dari Perseroan yang menggabungkan diri beralih karena hukum kepada Perseroan yang

menerima penggabungan dan selanjutnya status badan hukum Perseroan yang menggabungkan diri berakhir karena hukum.

Pengertian penggabungan tersebut kemudian secara khusus disebutkan dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 27 Tahun 1998 Tanggal 24 Pebruari 1998 mengenai Penggabungan, Peleburan, dan Pengambilalihan Perseroan Terbatas, yang bunyi lengkapnya dikutip sebagai berikut:

“Penggabungan adalah perbuatan hukum yang dilakukan oleh satu perseroan

atau lebih untuk menggabungkan diri dengan perseroan lain yang telah ada dan selanjutnya perseroan yang menggabungkan diri menjadi bubar.”3

Khusus bagi perseroan terbatas yang bergerak dalam lapangan usaha perbankan, Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 1999 tentang Merger, Konsolidasi, dan Akuisisi Bank, istilah yang digunakan adalah merger, dengan pengertian sebagai berikut:

Merger adalah penggabungan dari dua bank atau lebih, dengan cara tetap mempertahankan berdirinya salah satu bank dan membubarkan bank-bank lainnya tanpa melikuidasi terlebih dahulu”.4

Penggabungan pasar modal sendiri memakai istilah penggabungan usaha, dimana peraturan tentang penggabungan usaha atau peleburan usaha perusahaan publik atau emiten yang termaktub dalam keputusan Bapepam Nomor Kep-52/PM/1997 tanggal 26 Desember 1997 memberikan pengertian penggabungan sebagai berikut:

3

Himpunan Peraturan Perundang-undangan Republik Indonesia Tahun 1995 tentang Perseroan Terbatas (UUPT lama), 1998, CV. Eko Jaya, Cetakan ke-1, Jakarta, hal.381.

4

Penggabungan usaha adalah perbuatan hukum yang dilakukan oleh satu perseroan atau lebih untuk menggabungkan diri dengan perseroan lain yang telah ada dan selanjutnya perseroan yang menggabungkan diri menjadi bubar. Berdasarkan beberapa definisi tersebut di atas maka dapat disimpulkan tentang elemen/unsur dalam merger:

1. Adanya perbuatan hukum; 2. Adanya dua perseroan atau lebih;

3. Adanya tujuan yang sama, yaitu salah satu perseroan akan menggabungkan diri kedalam perseroan yang menerima penggabungan; dan

4. Adanya keputusan yang sama, yaitu perseroan yang menggabungkan diri akan bubar.

Dalam konsep appraisal right diberikan suatu pemahaman oleh Munir Fuady, adalah hak dari pemegang saham minoritas yang tidak setuju dengan penggabungan perusahaan (Merger) atau tindakan koporat lainnya, untuk menjual saham yang dipegangnya itu kepada perusahaan yang bersangkutan, mana pihak perusahaan yang mengisukan saham tersebut wajib membeli kembali saham-sahamnya dengan harga yang pantas. Dan pelaksanaan appraisal right ini merupakan salah satu keistimewaan yang diberikan oleh hukum kepada transaksi merger.5

Peningkatan pendirian perusahaan Perseroan Terbatas dapat ditandai terjadinya hampir berbarengan dengan mulai meningkatnya aktivitas perekonomian Indonesia setelah pertengahan dasawarsa 1960-an. Disusul dengan

5

mengalirnya investasi asing yang masuk Indonesia dan juga bangkitnya gairah para pemilik modal nasional untuk menanamkan modalnya baik secara mandiri maupun berpatungan dengan investor asing. Peningkatan ini berdampak positif terhadap perkembangan pendirian Perseroan Terbatas. Di samping itu turut pula memacu peningkatan pendirian Perseroan Terbatas di tanah air adalah semakin berkembangnya aspek yuridis berupa penyempurnaan pengaturan terhadap bentuk perusahaan ini yang dimulai dengan diundangkannya Undang-Undang Republik Indonsia Nomor 4 Tahun 1971 tentang Perubahan dan Penambahan atas Ketentuan Pasal 54 Kitab Undang-Undang Hukum dagang (KUHD). Dilanjutkan dengan diundangkannya Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 1995 tentang Perseroan Terbatas yang menggantikan Pasal 21 sampai dengan Pasal 56 KUHD. Terakhir undang-undang ini diganti dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas.

Perkembangan pengaturan itu secara tidak langsung menunjukan perkembangan pemahaman mengenai perusahaan Perseroan Terbatas sehingga mengakibatkan banyak yang memilih bentuk perusahaan ini. Apabila ditinjau lebih jauh, terpilihnya Perseroan Terbatas sebagai bentuk perusahaan berbadan hukum yang paling diminati saat ini tidaklah terlepas dari elemen-elemen yang terkandung secara integral dalam Perseroan Terbatas itu sendiri.

Sedangkan Dewan Komisaris adalah organ perseroan yang bertugas melakukan pengawasan secara umum dan/atau khusus sesuai dengan anggaran dasar serta memberi nasihat kepada Direksi.

Secara garis besarnya organ-organ perusahaan Perseroan Terbatas menurut fungsi yang dijalankan, pada pokoknya dibedakan menjadi dua, yaitu fungsi pendanaan dan fungsi pengelolaan. Fungsi pertama tentang pendanaan mencakup keberadaan pemegang saham dan yang kedua tentang fungsi pengelolaan mencakup direksi serta komisaris.

Dari elemen-elemen tersebut maka yang sangat perlu dicermati khususnya karena menyangkut topik penelitian yang sedang digarap ini adalah elemen yang pertama, yaitu perjanjian yang menurut Subekti6 merupakan suatu peristiwa dimana seorang berjanji kepada seorang lain atau dimana dua orang itu saling berjanji untuk melaksanakan suatu hal. Sedangkan menurut Wirjono Projodjodikoro7 perjanjian itu adalah suatu perhubungan hukum mengenai harta benda antara dua pihak, dalam mana suatu pihak berjanji atau dianggap berjanji untuk melakukan sesuatu hal dan untuk tidak melakukan sesuatu hal, sedang pihak lain berhak atas pelaksanaan janji itu. Apabila dicermati dalam kegiatan-kegiatan mendirikan, memiliki dan mengurus perusahaan Perseroan Terbatas ternyata terdapat perjanjian-perjanjian. Pada saat para pendiri mengadakan kesepakatan mendirikan perusahaan Perseroan Terbatas terdapat perjanjian yang kemudian dituangkan dalam akta pendirian dan anggaran dasar. Sehubungan pemilikan saham yang sebenarnya berarti pemilikan perusahaan Perseroan Terbatas juga dijumpai adanya perjanjian, misalnya perjanjian jual-beli saham. Pengurusan perusahaan Perseroan Terbatas yang dilakukan Direksi pada

6

R. Subekti, 1995, Aneka Perjanjian, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, hal. 7

7

pokoknya merupakan pula pelaksanaan dari perjanjian bahwa Direksi akan melaksanakan tugasnya sesuai anggaran dasar. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa perusahaan Perseroan Terbatas sebagai badan hukum sebenarnya merupakan implementasi atau perwujudan dari berbagai perjanjian baik yang terjadi diantara sesama pendiri, sesama pemegang saham, antara pemegang saham dengan pengurus atau direksi, dan antara perseroan melalui direksi dengan berbagai komponen stake holder.

Berdasarkan asas Pacta Sun Servanda yang berarti perjanjian harus ditaati para pihak yang melakukan perjanjian8 seperti terkandung dalam Pasal 1338 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, sepanjang perjanjian itu tidak bertentangan dengan undang-undang, kesusilaan dan ketertiban umum tercermin, maka perjanjian itu berlaku seperti undang-undang atau mengikat para pihak sehingga karena itu harus ditaati.

Di samping asas Pacta Sun Servanda, maka perlu juga memperhatikan asas Itikad Baik yang menurut M.L. Wry seperti dikutip oleh Setia DTH9 merupakan perbuatan tanpa tipu daya, tanpa tipu muslihat, tanpa cilat-cilat, akal-akal, tanpa mengganggu pihak lain, tidak dengan melihat kepentingan sendiri saja, tetapi juga dengan melihat kepentingan orang lain.

Di samping asas itikad baik, asas kepastian hukum yang menunjuk kepada pemberlakuan hukum yang jelas, tetap, konsisten dan konsekuen, mengajarkan

8

Budiono Kusumohamidjojo, 1986, Pacta Sun Servanda, PT. Bina Cipta, Bandung, hal. 1

9

Setia DTH, 2014, Itikad Baik Menurut Hukum, hal. 1 www.scribb.com, diakses tanggal 25 April 2014

agar memberikan perlindungan terhadap hak-hak pihak yang lemah yang sangat berperan dalam menunjang perkembangan perseroan. Tanpa ada pihak yang lemah sebenarnya suatu perseroan tidak akan berkembang.

Berdasarkan uraian-uraian di atas dapatlah dikemukakan, makna-makna yang terkandung dalam The Nexus of Contract Theory yang dikaitkan dengan Asas Pacta Sun Servanda dan Asas Itikad Baik serta asas kepastian hukum merupakan landasan teoritis untuk memformulasikan dasar hukum yang sangat dibutuhkan untuk memberikan perlindungan hukum bagi para pihak dalam hal ini terutama pihak yang lemah .

Perlindungan hukum terhadap pihak yang lemah perlu mendapat perhatian sehubungan dengan alasan karena pihak yang lemah dapat mengalami kerugian yang diakibatkan oleh perseroan dan perseroan itu sendiri menderita kerugian antara lain karena tindakan-tindakan yang dilakukan oleh Direksi sebagai wakil perseroan. Tindakan-tindakan yang dimaksudkan itu diantaranya adalah tindakan yang bersifat menyimpang dari ruang lingkup fungsinya dalam mewakili perseroan atau tindakan yang merupakan pelanggaran terhadap anggaran dasar.

Pandangan seperti di atas pada dasarnya sudah menunjukkan perkembangan doktrin merger dari sifatnya yang tradisional berkembang ke arah yang lebih luwes dan beragam. Dari perkembangan itu pula sebenarnya tercermin mekanisme yang dapat ditempuh mengenai bagaimana memulihkan kerugian-kerugian yang dialami oleh pihak ketiga akibat tindakan direksi yang diklasifikasikan merger. Terlepas dari persoalan mekanisme tersebut menurut Teori Keadilan Distributif yaitu keadilan yang memberikan kepada tiap-tiap orang

jatah menurut jasanya,10 dengan ini dapat dikemukakan bahwa pihak ketiga merupakan pihak yang berjasa dalam hal ini sebesar nilai transaksi. Sehingga berdasarkan teori ini harus diberikan keadilan, dalam pengertian hak-haknya dapat dipulihkan. Dari uraian-uraian yang telah disajikan pada intinya doktrin, dan pandangan-pandangan yang telah dikemukakan itu mengarah pada satu hal yang sangat penting bahwa pihak perusahaan Perseroan Terbatas tetap bertanggung jawab terhadap kerugian-kerugian yang dialami oleh pihak ketiga, dan kendati pun masih mengandung beberapa kekaburan pada berbagai aspeknya, akan tetapi doktrin dan pandangan itu dapat digali lebih dalam lagi untuk menemukan penjelasan atas permasalahan yang diangkat melalui skripsi ini.

1.8 Metode Penelitian

Menurut Kartini Kartono, metode penelitian adalah cara-cara berpikir dan berbuat, yang dipersiapkan dengan baik untuk mengadakan penelitian dan guna mencapai tujuan.11 Dari uraian tersebut di atas dapat dipahami, bahwa penelitian pada dasarnya adalah suatu kegiatan yang terencana dilakukan dengan metode ilmiah bertujuan untuk mendapatkan data baru guna mendapatkan kebenaran ataupun ketidakbenaran dari suatu gejala yang ada.

10

L.J. Van Apeldoorn, 1978, Pengantar Ilmu Hukum, PT. Pradnya Paramita, Jakarta, hal. 23

11

Kartini Kartono, 1995, Metode Pembuatan Kertas Kerja atau Skripsi Ilmu Hukum. Dalam Hilman Adikusuma, PT. Mandar Maju, Bandung, hal. 58

1.8.1 Jenis Penelitian

Penelitian yang penulis gunakan adalah penelitian normatif12 yaitu dengan mengkaji peraturan perundang-undangan yang berlaku seperti : Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 1999 tentang Merger, konsolidasi, dan Akuisisi serta Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 27 Tahun 1998 tentang penggabungan, peleburan, dan pengambilalihan Perseroan Terbatas.

1.8.2 Jenis Pendekatan

Pendekatan masalah yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah menggunakan pendekatan konseptual dan pendekatan perundang-undangan yang artinya bahwa disini penulis melihat aturan-aturan hukum yang berlaku khususnya terhadap penerapan Appraisal right terhadap perlindungan hukum bagi pihak yang lemah dalam penggabungan perusahaan (Merger).

1.8.3 Sumber Bahan Hukum

Untuk menunjang pembahasan terhadap permasalahan yang diajukan sumber bahan hukum diperoleh dari :

1) Sumber Bahan Hukum Primer

Dalam penulisan skripsi ini bahan hukum primer diperoleh dari peraturan perundang-undangan yang berlaku seperti: Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 1999 tentang Merger,

12

Sunaryati Hartono, 1994, Penelitian Hukum di Indonesia pada Akhir Abad ke-20, PT. Alumni, Bandung, hal. 131-141.

Konsolidasi, Akuisisi, serta Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 27 Tahun 1998 tentang Penggabungan, Peleburan dan Pengambilalihan Perseroran Terbatas.

2) Sumber bahan hukum sekunder

Sumber bahan hukum sekunder yaitu diperoleh dari literatur, buku-buku, jurnal, artikel dll, yang relevan dengan permasalahan yang diangkat.

1.8.4 Teknik Pengumpulan Bahan Hukum

Dalam teknik pengumpulan bahan hukum primer dan sekunder dilakukan dengan pengumpulan bahan hukum melalui studi pencatatan dokumen yang berkaitan dengan permasalahan dan bahan hukum dengan menginterpretasikan dengan menafsirkan dan mengkaji peraturan perundang-undangan kemudian dituangkan dalam karya ilmiah dengan mengkaitkan permasalahan yang dibahas.

1.8.5 Teknik Analisis Bahan Hukum

Setelah bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder terkumpul, maka bahan hukum tersebut diolah dan dianalisa dengan mempergunakan metode kualitatif. Setelah melalui proses pengolahan dan analisis, kemudian bahan hukum tersebut disajikan secara deskriptif analisis. Deskriptif artinya adalah pemaparan hasil penelitian secara sistematis dan menyeluruh menyangkut fakta yang berhubungan dengan permasalahan penelitian. Sedangkan analisis artinya fakta yang berhubungan penelitian dianalisis secara cermat, sehingga kemudian didapatkan kesimpulan hasil penelitian.

BAB II

TINJAUAN UMUM TENTANG PERLINDUNGAN HUKUM DAN

Dokumen terkait