• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II. DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN

2. Tujuan dan Program Perjuangan STN

Serikat Tani Nasional adalah organisasi petani yang bersifat nasional, didirikan sejak 13 November 1993. STN dikukuhkan kembali menjadi organisasi massa legal pada Konggres II 25-27 Juni 1999 di Sleman, Yogyakarta.

STN adalah organisasi massa yang berwatak progresif, demokratik, dan kerakyatan. Pola kerja utama STN yang paling prinsipil adalah kepeloporan ditengah-tengah massa tani, dengan tekanan kerja memimpin dan memajukan perjuangan kaum tani Indonesia dalam melawan segala bentuk penindasan serta merebut kesejahteraan dari sistem ‘kapitalisme neoliberal’ yang berkolaborasi dengan ‘pemerintahan boneka’ didalam negeri.

Secara umum tujuan didirikannya STN adalah untuk memperjuangkan pembebasan rakyat Indonesia dari belenggu penindasan dan penjajahan sistem ekonomi kapitalisme, bersama dengan kekuatan rakyat miskin lainnya, seperti buruh, kaum miskin perkotaan serta mahasiswa. Secara khusus, STN bertujuan untuk membebaskan kaum tani dari segala bentuk penindasan ekonomi, politik, hukum dan budaya serta memimpin pembebasan kaum tani Indonesia dalam perjuangan merebut kesejahteraan dan perubahan nasib kaum tani.

STN adalah organisasi massa yang berasaskan Demokrasi Kerakyatan. Yang dimaksud dengan demokrasi kerakyatan bukanlah suatu demokrasi tipe baru, melainkan sebuah penegasan tentang demokrasi yang dihubungkan secara tegas kepada kepentingan mayoritas rakyat, serta menjamin keterlibatan rakyat dalam segala kebijakan ekonomi, politik yang dirasakan oleh seluruh rakyat Indonesia. Asas “Demokrasi Kerakyatan” juga berarti membangun kedaulatan rakyat disegala bidang dengan meletakkan sendi-sendi tatanan social yang

demokratis. Kedaulatan ekonomi dan politik bukan ditangan penguasa, melainkan ditangan rakyat Indonesia, demi tercapainya keadilan sosial sepenuh-penuhnya.

2.2. Program Perjuangan STN72

Proses perampasan dan perebutan lahan dalam sejarah kaum tani terus berlangsung dan tidak pernah tuntas hingga saat ini. Kita ketahui pula bahwa lahan pertanian di Indonesia dalam petak-petak kecil. Hal itu disebabkan karena mereka yang telah berhasil merebut lahan kemudian mewariskan ke keluarganya, dengan sistem bagi-bagi untuk setiap anaknya. Dengan budaya warisan inilah tanah yang ada di Indonesia selalu memiliki luas lahan yang sempit dan menggunakan bedeng-bedeng sebagai tanda pembatas dalam warisannya. Dengan

STN mempunyai program “sejati” yang bersifat strategis yang mereka sebut sebagai “Reforma Agraria Sejati” yang menjamin “Tanah, Modal serta Tekhnologi”. Garis-garis besar penjelasan program tersebut adalah sebagai berikut:

Tanah Seperti halnya buruh, tanah sebagai alat produksi adalah hal yang

utama dalam kehidupan petani. Dalam sejarah Indonesia, ketika lahan masih dimiliki para bangsawan (misalnya, Diponegoro, Cut Nya Dien, Sultan Agung, dll) yang rata-rata memiliki puluhan sampai ratusan hektar, dimana ketika kolonialisme Belanda masuk ke Indonesia, lahan-lahan tersebut pun dirampas. Kemudian ketika masa pejajahan Jepang hanya sesaat saja kaum tani memiliki tanah. Tetapi kemudian Jepang menerapkan peraturan, wajib bagi rakyat, untuk menanam pohon jalak dan keliki untuk bahan bakar pesawatnya kembali dari Indonesia ke jepang.

kondisi obyektif inilah, bagi kita tidak tepat jika ditetapkan program Landreform, karena justru dengan menetapkan program ini maka kita menciptakan konflik horisontal antar petani.

Dalam sistem kepemilikan tanah di Indonesia, ada tiga macam kepemilikan tanah. Pertama, mereka-mereka yang tidak mempunyai tanah sehingga kemudian menjadi buruh tani, menjual tenaga pada pemilik tanah - untuk menyambung kelangsungan hidupnya. Kedua, seperti yang telah disebutkan tadi, para borjuis kecil pedesaan. Mereka hidup dari mengolah tanah yang dimilikinya, disinilah tanah berfungsi sebagai alat produksi bagi petani.

Ketiga, kepemilikan tanah yang dikuasai negara. Tanah-tanah yang dimiliki oleh

negara rata-rata adalah warisan dari kolonial Belanda atau bekas tanah adat maupun tanah marga yang kemudian pada masa pemerintahan Orde Baru dijadikan Hutan Tanaman Industri (HTI) yang kemudian sebagian besar dijual kepada para borjuasi. Kepemilikan tanah jenis ketiga inilah yang kebanyakan menimbulkan konflik dikalangan petani. Karena dari sejarahnya tanah-tanah ini adalah milik rakyat – baik tanah marga, tanah adat, atau tanah hasil UUPA 60 - yang pada waktu Orde Baru diambil alih oleh negara.

Modal. Untuk mengolah lahan yang luas berarti kita butuh juga modal

yang besar. Apabila kita lihat juga anggaran untuk mengamankan stok pangan nasional pemerintah untuk sektor pangan hanya 2,2 trilyun rupiah. Sedangkan hanya berbicara untuk menstabilkan harga gabah kering saat ini saja membutuhkan dana 6,7 trilyun rupiah. Hal ini menjelaskan bahwa anggaran ini

72

Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga Serikat Tani Nasional (AD/ART- STN),

tidak sesuai dengan kebutuhan, dimana menyangkut kehidupan lebih dari 50% jumlah penduduk Indonesia.

Jelas adanya ketimpangan dalam megalokasikan anggaran negara, khusunya untuk sektor pertanian. Dalam proses produksi pertanian diperlukan modal sangat besar dan yang tergantung dengan modal itu pun lebih dari 50 % jumlah penduduk. Tetapi kondisinya saat ini anggaran untuk sektor perbankan dan industri lebih besar dari pada sektor pertanian. Sementara modal yang telah disalurkan selalu saja di korupsi, jumlahnya kecil, dan bunganya tinggi. Sedangkan yang dibutuhkan kaum tani adalah modal besar, bunga rendah, dan persyaratan yang tidak menyusahkan kaum tani (tidak seperti KUT/JPS), serta yang dapat dikontrol langsung oleh mereka sendiri.Dengan demikian kaum tani harus memperjuangkan kebutuhan modal ini.

Pertanian Modern. Sebagaimana telah kita paparkan di atas, bahwa di

sektor pertanian di Indonesia masih berlangsung dengan sistem pertanian yang manual (tradisional). Hal itulah yang memperlambat laju pertumbuhan ekonomi petani Indonesia. Untuk itu perlu adanya sistem pertanian yang modern untuk menunjang/ mengimbangi laju pertumbuhan ekonomi saat ini. Dalam sistem pertanian modern tercakup permasalahan teknologi serta manjemen produksi dan pemasaran. Untuk itu Pemerintah harus menyediakan apa yang menjadi kebutuhan petani pada saat sekarang ini agar mampu menaikkan hasil produksi mereka dan seiring dengan itu, menaikkan pula daya beli petani.

Pertanian yang modern, adalah yang sebenarnya dibutuhkan petani saat ini. Berbicara mengenai pertanian modern tidak lepas pula dari kebutuhan tanah/lahan yang cukup luas. Tidak mungkin teknologi yang maju akan diterapkan

pada lahan/tanah yang sempit, karena hasil yang dicapai tidak akan seimbang. Demikian pula sebaliknya jika lahan itu luas dan tidak dikerjakan dengan menggunakan teknologi yang modern, juga tidak akan menghasilkan apa-apa. Traktor merupakan salah satu tehnologi dari sektor pertanian. Harus diakui, bahwa penguasaan teknologi petani di Indonesia atas teknologi masih rendah. Sebagian besar petani Indonesia masih menggunakan jasa hewan (kerbau, sapi) untuk mengolah tanah mereka, disamping menggunakan tenaga kaum buruh tani. Lambatnya penguasaan teknologi adalah penyebab perkembangan pertanian di Indonesia sangat lambat. Padahal, dengan menggunakan teknologi, produktifitas pertanian dapat dipacu. Dengan penggunaan teknologi untuk menggarap sektor pertanian, tenaga manusia dapat dikurangi. Peranan tenaga manusia digantikan oleh mesin, sehingga memaksa para buruh-buruh pertanian untuk pindah ke kota, menjadi buruh pabrik. Selain itu, dengan penggunaan tekhnologi, akan terjadi sentralisasi kepemilikan tanah.

Jadi jelas, yang dibutuhkan bagi petani adalah tersedianya teknologi modern dan mampu mendapatkan hasil yang maksimal; tata letak lahan pertanian diatur dengan baik supaya lebih teratur dan berkualitas; teknologi modern yang dimaksud adalah meliputi alat-alat produksi pertanian yang maju seperti traktor, sebagai alat produksi untuk mengefisienkan waktu dan tenaga dengan hasil yang maksimal; sistem irigasi yang lebih maju dengan manajemen pengairannya secara modern sehingga tidak lagi akan ada persoalan kekurangan air untuk kebutuhan produksi; alat-alat dan obat-obatan yang dapat menunjang kelancaran proses produksi (alat penyemprot hama, pestisida, pupuk, dll) ; alat-alat penunjang lainnya, seperti alat pengering (oven) hasil produksi, misal : beras, jagung,

kedelai, kacang, dll, yang selama ini petani hanya dapat mengandalkan panasnya matahari untuk dapat mengeringkan hasil produksinya; manajemen pasar dan distribusi hasil pertanian secara modern, sehingga petani pun mampu mengukur atau memperkirakan akan perkembangan-perkembangan produksinya dan dapat memacu perkembangan sumber daya Manusia (Lihat Lampiran “Materi Propaganda Petani”). Program sejati ini jugalah yang menjadi slogan resmi perjuangan organisasi STN.

Selain program resmi yang bersifat “hirarki” untuk setiap struktur/cabang STN, organisasi STN juga menetapkan program perjuangan ditingkatan lokal/teritori yang dihasilkan melalui mekanisme Konferensi, baik Konferensi Wilayah, Kabupaten maupun Desa.

Secara umum, program STN Pematang Lalang sama dengan program STN secara nasional, yang dihasilkan melalui mekanisme Kongres STN. Secara khusus program perjuangan Komite Pimpinan Desa Serikat Tani Nasional Desa Pematang Lalang adalah:

1. Pengembalian Tanah yang selama ini dikelola oleh Petani Pematang Lalang,

2. Perjuangan untuk memperoleh Tambak Inti Rakyat (TIR).

3. Menutup PT.Anugerah Tambak Perkasindo (PT.ATP) serta penyitaan atas seluruh asset PT.ATP untuk digunakan sebesar-besarnya bagi kesejahteraan rakyat petani.

4. Penolakan Import pangan/beras.

5. Penurunan Harga Pupuk (Lihat lampiran “Tabel Tani STN desa Pematang Lalang”).

Dokumen terkait