BAB I. PENDAHULUAN
1.3. Tujuan Penelitian
1.3.2. Tujuan khusus
1. Untuk mengetahui perbedaan pengaruh latihan countinous running dengan interval running terhadap VO2Maks atlet sepakbola PPLP Provinsi Aceh
2. Untuk mengetahui perbedaan pengaruh antara latihan countinous running dengan interval running terhadap VO2Maks atlet sepakbola PPLP Provinsi Aceh bagi atlet yang memiliki kadar kolesterol tinggi
3. Untuk mengetahui perbedaan pengaruh antara latihan countinous running dengan interval running terhadap VO2Maks atlet sepakbola PPLP Provinsi Aceh bagi atlet yang memiliki kadar kolesterol rendah
1.4. HIPOTESIS
Dari rumusan masalah diperoleh hipotesis penelitian sebagai berikut:
7
1. H0 : Tidak terdapat perbedaan pengaruh secara keseluruhan antara latihan countinous running dengan interval running terhadap VO2Max atlet sepakbola PPLP Provinsi Aceh
Ha : Terdapat perbedaan pengaruh secara keseluruhan antara latihan countinous running dengan interval running terhadap VO2Maks atlet sepakbola PPLP Provinsi Aceh
2. H0 : Tidak terdapat perbedaan pengaruh antara latihan countinous running dengan interval running terhadap VO2Maks atlet sepakbola PPLP Provinsi Aceh bagi atlet yang memiliki kadar kolesterol tinggi
Ha : Terdapat perbedaan pengaruh antara latihan countinous running dengan interval running terhadap VO2Maks atlet sepakbola PPLP Provinsi Aceh bagi atlet yang memiliki kadar kolesterol tinggi
3. H0 : Tidak terdapat perbedaan pengaruh antara latihan countinous running dengan interval running terhadap VO2Maks atlet sepakbola PPLP Provinsi Aceh bagi atlet yang memiliki kadar kolesterol rendah
Ha : Terdapat perbedaan pengaruh antara latihan countinous running dengan interval running terhadap VO2Maks atlet sepakbola PPLP Provinsi Aceh bagi atlet yang memiliki kadar
8
MANFAAT PENELITIAN
Hasil penelitian ini diharapkan memberikan manfaat sebagai berikut:
1. Dapat menunjukkan bukti-bukti secara ilmiah mengenai perbedaan pengaruh metode continous running dan interval running terhadap VO2maks dan kadar kolesterol atlit sepak bola aceh ,sehingga dapat dijadikan sebagai salah satu alternatif untuk menyusun program latihan fisik kepada pemain muda.
2. Dapat menunjukkan bukti-bukti secara ilmiah mengenai pengaruh kolesterol terhadap peningkatan VO2 maks , sehingga dapat memberi pelajaran pentingnya menerapkan pola hidup sehat.
3. Mengetahui program latihan yang tepat dan sesuai terhadap peningkatan VO2 Maks sesuai kadar kolesterol pada pemain sepakbola.
4. Memberikan sumbangan perkembangan ilmu pengetahuan, khususnya bagi rekan-rekan di bidang olahraga dan sejawat di bidang kedokteran olahraga.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Volume Oksigen Maksimal ( VO2Max)
Untuk mengetahui tingkat kebugaran jasmani seseorang dapat dilihat dari indikator-indikator yang terjadi. Menurut Sastropanoelar (1992)
―Indikator tingkat kebugaran jasmani seseorang adalah kemampuan atau kapasitas seseorang untuk menggunakan oksigen sebanyak-banyaknya (Kapasitas Aerobik Maksimal=VO2Max)‖. Salah satu cara penting untuk menentukan kesegaran kardiovaskular adalah mengukur besarnya VO2Max.
VO2max adalah hasil dari curah jantung maksimal dan ekstraksi O2 maksimal oleh jaringan, dan keduanya meningkat dengan latihan. Perubahan yang terjadi pada otot rangka dengan latihan adalah peningkatan jumlah mitokondria dan enzim yang berperan dalam metabolisme oksidatif. Terjadi peningkatan jumlah kapiler dengan distribusi darah ke serat otot menjadi lebih baik. Efek akhir ialah ekstraksi O2 yang lebih sempurna dan akibatnya untuk beban kerja yang sama, peningkatan pembentukan laktat lebih rendah.
Peningkatan aliran darah ke otot menjadi lebih rendah dan karena hal ini, kecepatan denyut jantung dan curah jantung kurang meningkat dibanding orang yang tidak terlatih (Ganong, 2001).
VO2max merupakan nilai tertinggi dimana seseorang dapat mengkonsumsi oksigen selama latihan, serta merupakan refleksi dari unsur kardiorespirasi dan hematologik dari pengantaran oksigen dan mekanisme oksidatif otot, Orang dengan tingkat kebugaran yang baik memiliki nilai VO2
yang tidak dalam kondisi baik. Tenaga aerobik maksimal, sering kali disebut penggunaan oksigen maksimal, adalah tempo tercepat dimana seseorang dapat menggunakan oksigen selama olahraga yang dalam litelatur fisiologis tenaga aerobik maksimal disingkat sebagai VO2 max (Pate, 1993).Berikutnya Pate juga menjelaskan bahwa VO2 max adalah kecepatan terbesar pemakaian oksigen dan merupakan ukuran mutlak kecepatan terbesar dimana seseorang dapat menyediakan energi ATP dengan metabolisme aerobik.
Hampson dalam Agung (2014), sorang ahli fisiologis menggambarkan VO2 max atau volume oksigen maksimal, Merupakan suatu ukuran kapisitas setiap individu dalam menghasilkan energi yang diperlukan saat aktifitas daya tahan. Dan VO2 max adalah salah satu faktor yang paling utama untuk menentukan kemampuan individu berlatih yang lebih panjang dibanding latihan selama empat atau lima menit.
VO2 max adalah kemampuan seseorang dalam menggunakan oksigen selama kegiatan maksimal. Besarnya pasokan energi yang berasal dari sistim aerobik maksimal disebut dengan daya aerobik maksimal. Sukarman dalam Sulistyarto (2008) mengatakan bahwa daya aerobik maksimal juga disebut dengan VO2 max, yaitu banyaknya ambilan oksigen persatuan waktu pada saat tubuh melakukan pengerahan tenaga maksimum. Kent dalam sulistyarto (2008) Kapasitas aerobik maksimal biasanya dinyatakan dengan maksimal uptake dan merupakan salah satu faktor penting untuk menunjang prestasi kerja dan ketahanan fisik seseorang.
Menurut Sovndal dan murphy (2005) Volume oksigen maksimal adalah ―jumlah maksimum oksigen yang didapat oleh tubuh saat pengeluaran tenaga maksimal dalam latihan, saat tubuh mengubah makanan ke dalam energi, semakin besar oksigen yang dikonsumsi semakin besar energi atau kecepatan yang dihasilkan‖.
VO2 max dinyatakan sebagai volume total oksigen yang digunakan per menit sehingga dalam pengukuran tingkat VO2 max seseorang bisa menggunakan satuan liter per menit atau cc per kg berat badan (BB) per menit (Kokasih, 1985). Sumber lain mengatakan bahwa satuan VO2 max adalah mililiter per Kg Berat Badan (BB) per menit atau biasa dikenal dengan ml/Kg/menit. Hal ini bukanlah sebuah masalah karena besaran CC atau CM3 sebanding dengan besaran ML atau Mililiter.
Menurut Mahardika (2008) jenis tes kebugaran jasmani yang paling baik dan fisibel untuk dilaksanakan diantaranya sebagai berikut:
1. Tes jalan lari 15 menit (Tes Balke)
2. Multistage Fitness Test (MFT) atau 20 meter shuttle run test.
3. Tes Kebugaran Jasmani Indonesia (TKJI) 4. Tes Kebugaran Jasmani Lari 2.4 Km Cooper 5. Tes Kebugaran Jasmani Lari 12 menit Cooper 6. Naik Turun Bangku
Dari beberapa metode tes yang bisa digukan, Tes MFT atau Multistage Fitness Test adalah metode tes yang paling mudah untuk digunakan. Hal ini karena pada saat pelaksanaan tes MFT tidak
memerlukan lintasan lari yang terlalu panjang yaitu hanya sekitar 20 meter. Selain itu, hasil tes yang berupa tingkat VO2 max dapat langsung dilihat pada tabel hasil MFT tanpa perlu melakukan perhitungan terlebih dahulu
Tingkat VO2 Max setiap orang pasti akan berbeda-beda. Beberapa ahli menyebutkan ada beberapa faktor yang menentukan tingkat VO2 max seseorang. Menurut Engkos Kokasi (1985), Beberapa faktor yang dapat menentukan tingkat VO2 max seseorang antara lain :
1. Faktor genetik atau keturunan.
2. Faktor latihan yang dijalankan.
3. Faktor teknik yang dipakai dalam latihan.
4. Faktor kemajuan teknik atau perlengkapan yang menunjang.
Sedangkan menurut Pate, (1993), Faktor-Faktor yang Menentukan Nilai VO2 max antara lain :
1. Fungsi Paru Dan Kardiovaskuler.
a. Fungsi Paru – Paru
Pada saat melakukan aktivitas fisik yang intens, terjadi peningkatan kebutuhan oksigen oleh otot yang sedang bekerja.
Kebutuhan oksigen ini didapat dari ventilasi dan pertukaran oksigen dalam paru-paru. Ventilasi merupakan proses mekanik untuk memasukkan atau mengeluarkan udara dari dalam paru. Proses ini berlanjut dengan pertukaran oksigen dalam alveoli paru dengan cara difusi. Oksigen yang terdifusi masuk dalam kapiler paru untuk
selanjutnya diedarkan melalui pembuluh darah ke seluruh tubuh.
Untuk dapat memasok kebutuhan oksigen yang kuat, dibutuhkan paru-paru yang berfungsi dengan baik, termasuk juga kapiler dan pembuluh pulmonalnya. Pada seorang atlet yang terlatih dengan baik, konsumsi oksigen dan ventilasi paru total meningkat sekitar 20 kali pada saat ia melakukan latihan dengan intensitas maksimal. Dalam fungsi paru, dikenal juga istilah perbedaan oksigen arterivena (A-VO2diff). Selama aktivitas fisik yang intens, A-V O2 akan meningkat karena oksigen darah lebih banyak dilepas ke otot yang sedang bekerja, sehingga oksigen darah vena berkurang. Hal ini menyebabkan pengiriman oksigen ke jaringan naik hingga tiga kali lipat daripada kondisi biasa.
Peningkatan A-VO2diff terjadi serentak dengan peningkatan cardiac output dan pertukaran udara sebagai respon terhadap olah raga berat.
b. Fungsi Kardiovaskuler
Curah jantung adalah volume darah yang dipompa oleh jantung dalam satu menit. Curah jantung merupakan hasil kali stroke volume dengan denyut jantung. Volume sekuncup (stroke volume) adalah volume darah yang dipompa keluar dari ventrikel kanan atau kiri per menit. Denyut jantung adalah jumlah kontraksi jantung per menit.
Curah jantung pada individu dalam keadaan istirahat rata-rata sekitar 5 liter/menit. Detak jantung individu tidak terlatih dalam keadaan normal adalah sekitar 72 kali per menit, sehingga volume sekuncupnya sekitar 70 mililiter. Volume sekuncup akan meningkat dengan olahraga dan
curah jantung maksimal pada individu yang sangat terlatih bisa mencapai 40 liter/menit. Kemampuan untuk menghasilkan curah jantung yang tinggi merupakan penentu utama untuk memiliki nilai ambilan oksigen maksimal yang tinggi (Ganong, 2001)
2. Jumlah hemoglobin dalam sel darah merah
Pada sebagian besar individu, jumlah hemoglobin dalam darah sekitar 15 gram/ 100 ml darah. Setiap gram hemoglobin dapat mengikat sekitar 1,34 ml oksigen. Jadi, 15 gram hemoglobin dalam 100 ml darah dapat membawa oksigen sekitar 20 ml setelah melewati paru-paru.
Kemampuan jaringan untuk mengambil oksigen dari darah disebut sebagai ekstraksi oksigen (Ganong, 2001)
3. Komposisi Tubuh dan Jumlah otot yang terlibat dalam latihan dan kemampuan otot untuk memanfaatkan oksigen yang dipasok
Jaringan lemak menambah berat badan, tapi tidak mendukung kemampuan untuk secara langsung menggunakan oksigen selama olah raga berat. Maka, jika VO2 max dinyatakan relatif terhadap berat badan, berat lemak cenderung menaikkan angka penyebut tanpa menimbulkan akibat pada pembilang VO2 max; VO2 (mk/kg/menit) = VO2 (LO2) x 1000 : Berat badan (kg) Jadi, kegemukan cenderung mengurangi VO2 max (Pate, 1993).
Semakin besar massa otot rangka yang diberikan beban kerja, semakin besar potensi untuk meningkatkan ambilan oksigen tubuh. Otot yang terbiasa terhadap latihan memiliki kemampuan yang lebih besar/baik
untuk mengekstraksi oksigen dari darah karena otot-otot tersebut menggunakan oksigen dengan cepat dan memiliki lebih banyak kapiler-kapiler pembuluh darah (Ganong, 2001)
4. Umur
Penelitian cross-sectional dan longitudinal nilai VO2 max pada anak usia 8-16 tahun yang tidak dilatih menunjukkan kenaikan progresif dan linier dari puncak kemampuan aerobik, sehubungan dengan umur kronologis pada anak perempuan dan laki-laki. VO2 max anak laki-laki menjadi lebih tinggi mulai umur 10 tahun, walau ada yang berpendapat latihan ketahanan tidak terpengaruh pada kemampuan aerobik sebelum usia 11 tahun. Puncak nilai VO2 max dicapai kurang lebih pada usia 18-20 tahun pada kedua jenis kelamin. Secara umum, kemampuan aerobik turun perlahan setelah usia 25 tahun. Penelitian dari Jackson AS et al.
menemukan bahwa penurunan rata-rata VO2 max per tahun adalah 0.46 ml/kg/menit untuk pria (1.2%) dan 0.54 ml/kg/menit untuk wanita (1.7%).
Penurunan ini terjadi karena beberapa hal, termasuk reduksi denyut jantung maksimal dan isi sekuncup jantung maksimal.
5. Jenis Kelamin
Kemampuan aerobik wanita sekitar 20% lebih rendah dari pria pada usia yang sama. Hal ini dikarenakan perbedaan hormonal yang menyebabkan wanita memiliki konsentrasi hemoglobin lebih rendah dan lemak tubuh lebih besar. Wanita juga memiliki massa otot lebih kecil daripada pria. Mulai umur 10 tahun, VO2 max anak laki-laki menjadi
lebih tinggi 12% dari anak perempuan. Pada umur 12 tahun, perbedaannya menjadi 20%, dan pada umur 16 tahun VO2 max anak laki-laki 37% lebih tinggi dibanding anak perempuan. Sehubungan dengan jenis kelamin wanita, Lebrun et al dalam penelitiannya tahun 1995 pada 16 wanita yang mendapat latihan fisik sedang, melakukan pengukuran serum estradiol dan progesteron untuk memantau fase-fase menstruasi. Dari penelitian tersebut didapatkan bahwa VO2 max absolut meningkat selama fase folikuler dibanding dengan fase luteal.
6. Suhu tubuh
Pada fase luteal menstruasi, kadar progesteron meningkat. Padahal progesterone memiliki efek termogenik, yaitu dapat meningkatkan suhu basal tubuh. Efek termogenik dari progesteron ini rupanya meningkatkan BMR, sehingga akan berpengaruh pada kerja kardiovaskuler dan akhirnya berpengaruh pula pada nilai VO2 max. Sehingga, secara tidak langsung, perubahan suhu akan berpengaruh pada nilai VO2 max.
7. Keadaan latihan
Latihan fisik dapat meningkatkan nilai VO2 max Namun begitu, VO2 max ini tidak terpaku pada nilai tertentu, tetapi dapat berubah sesuai tingkat dan intensitas aktivitas fisik. Contohnya, bed-rest lama dapat menurunkan VO2 max antara 15%-25%, sementara latihan fisik intens yang teratur dapat menaikkan VO2max dengan nilai yang hampir serupa.
Latihan fisik yang efektif bersifat endurance (ketahanan) dan meliputi durasi, frekuensi, dan intensitas tertentu. Sehingga dengan begitu dapat
dikatakan bahwa kegiatan dan latar belakang latihan seorang atlet dapat mempengaruhi nilai VO2 max –nya. (Pate, 1993)
Tenaga aerobik maksimal paling tepat diukur dengan mengamati tingkat pemakaian oksigen pada seseorang yang melakukan olahraga aktifitas dimana intensitasnya ditingkatkan sampai terjadi kelelahan (Pate,1993).
Perkiraan valid dari VO2 max dapat diperoleh dengan mengerahkan baik tenaga maksimal maupun dengan mengamati kecepatan detak jantung sebagai tanggapan terhadap latihan standar submaksimal.
(Pate,1993)
2.2. Latihan Daya Tahan Fisik
Meraih suatu prestasi dalam olahraga diperlukan latihan, latihan harus dilaksanakan dengan benar, terprogram dan berkesinambungan. Bompa (1983) mengemukakan ―Latihan merupakan proses yang sistematis atau bekerja secara berulang-ulang dalam jangka panjang, yang ditingkatkan secara bertahap dan individu yang ditujukan pada pembentukan fungsi fisiologis dan psikologis untuk memenuhi tuntutan tugas‖.
Sedangkan Harsono (1988) mengemukakan ―Latihan adalah proses sistematis berlatih atau bekerja, yang dilakukan secara berulang ulang dengan kian hari kian bertambah jumlah beban latihan atau bekerja‖. Dari pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa latihan pada prinsipnya adalah memberikan tekanan fisik pada tubuh secara teratur, sistematik, berkesinambungan
sehingga akan menambah kemampuan organ tubuh dan penampilan pemain yang pada akhirnya akan meningkatkan kemampuan pemain atau atlet.
Tujuan akhir dari sebuah program adalah prestasi. Untuk memperoleh semua itu seseorang yang akan melakukan salah satu keterampilan gerak olahraga harus didukung oleh kualitas yang ada pada dirinya yang tercermin dari gerak yang ditampilkan. Menurut Sukadiyanto (2005) latihan adalah suatu proses penyempurnaan kemampuan berolahraga yang berisikan materi teori dan praktik, menggunakan metode, dan aturan, sehingga tujuan dapat tercapai tepat pada waktunya.
latihan merupakan proses yang dilakukan secara sistematik dan berkelanjutan dengan menambah jumlah beban untuk meningkatkan kinerja olahragawan dalam mencapai sasaran yang telah ditentukan (Imran: 2013).
a. Prinsip Latihan
Pengertian prinsip adalah landasan konseptual yang merupakan suatu acuan. Artinya, selama dalam proses berlatih melatih beberapa prinsip latihan harus dipatuhi dan dilaksanakan. Tujuannya agar sasaran latihan dapat tercapai seperti yang diharapkan.
Proses latihan tersebut secara langsung harus mampu mengembangkan potensi fisik dengan memperhatikan dasar-dasar fisiologis dan ciri cabang olahraga yang dimaksud. Oleh sebab itu, sebagai langkah optimalisasi proses latihan harus menerapkan berbagai prinsip dalam latihan sebagai landasan dalam latihan. Bompa (2000) membagi prinsip latihan kedalam; 1) prinsip partisipasi aktif, 2) prinsip
perkembangan menyeluruh, 3) prinsip kekhususan, 4) prinsip individual, 5) prinsip variasi latihan, 6) prinsip model latihan, dan 7) prinsip peningkatan beban secara bertahap.
1. Partisipasi Aktif
Bagian ini menjadi salah satu faktor penting, dimana atlet harus berusaha berpartisipasi aktif dengan mengikuti aturan yang telah ditetapkan selama proses latihan berjalan. Fase ini sangat dominan berlaku pada fase persiapan yang panjang. Tidak ada batas tentang partisipasi aktif atlet ketika sesi-sesi latihan berlangsung.
2. Prinsip Perkembangan Menyeluruh (Multilateral)
Sebelum atlet mengkhususkan dirinya dalam suatu cabang olahraga sebaiknya atlet muda itu menerapkan prinsip perkembangan menyeluruh atau prinsip multilateral. Dia perlu melibatkan diri dalam berbagai kegiatan fisik sehingga mengalami perkembangan yang menyeluruh dalam unsur kemampuan fisiknya seperti kekuatan, daya tahan, kecepatan, kelincahan, koordinasi dan sebagainya
3. Prinsip Kekhususan (Spesialisasi)
Setelah atlet yang dibila menjalasi proses perkembangan menyeluruh, selanjutnya diarahkan pada cabang olahraga yang sesuai dengan karakteristik fisik secara fisiologis dan anatomikal. Selain itu juga diarahkan pada cabang olahraga yang paling digemari dan berpotensi dalam cabang olahraga pilihannya. Spesialisasi dimaksudkan adalah atlet yang memiliki keahlian keterampilan dalam
cabang olahraga yang menjadi pilihannya. Misalnya sepakbola dapat memilih menjadi penjaga gawang, kiri luar, pemain tengah.
4. Prinsip Perorangan (individualisasi)
Setiap atlet sebagai manusia yang terdiri dari jiwa dan raga pasti berbeda-beda dalam segi fisik, mental, watak dan tingkat kemampuan. Perbedaan-perbedaan itu perlu diperhatikan oleh pelatih agar pemberian dosis latihan, metode latihan dapat serasi untuk mencapai mutu prestasi tiap-tiap individu.
5. Variasi Latihan
Latihan yang dilakukan dengan benar biasanya menuntut banyak waktu, pikiran dan tenaga atlet. Karena itu bukan mustahil jika latihan yang intensif dan berkesinambungan kadang-kadang menimbulkan rasa bosan berlatih (baredom). Kalau rasa bosan sudah berkecamuk pada atlet, gairah dan motivasinya biasanya menurun atau bahkan hilang sama sekali. Hal ini dapat juga menjadi penyebab penurunan prestasi, karena kebosanan merupakan musuh dari usaha peningkatan prestasi.
6. Prinsip Model Latihan
Keberhasilan latihan sangat dipengaruhi oleh bagaimana pelatih merancang model latihan yang kreatif. Berbagai model latihan akan menbantu menekan stres-stres yang terjadi pada latihan.
Pemanfaatan berbagai model latihan akan membantu secara psikologis maupun fisiologis. Stres psikologis terjadi dikarenakan terjadinya
kejenuhan proses latihan yang telah dilaksanakan, sedangkan stres fisiologi terjadi dimana fungsi faal tubuh seperti otot jenuh terhadap aktivitas sejenis. Sehingga mutlak adanya memanfaatkan berbagai model latihan untuk mencapai tujuan latihan.
7. Prinsip beban berlebih (Over Load)
Latihan makin lama makin meningkat beratnya, tetapi kenaikan beban latihan harus sedikit demi sedikit. Hal ini penting untuk menjaga agar tidak terjadi overtraining dan proses adaptasi atlet terhadap beban latihan akan terjamin keteraturannya dan daya adaptasi organisme atlet ada keterbatasannya. Beban latihan diperberat sedikit demi sedikit dengan mengubah salah satu atau semua ciri-ciri beban latihan, seperti;
intensitas, volome, recovery, frekuensi. Kenaikan beban latihan yang meloncat terlalu tinggi akan mengakibatkan terjadinya overtraining dan penghentian prestasi atlet. Peningkatan beban latihan juga jangan dilakukan setiap kali latihan, sebaiknya dua atau tiga kali latihan baru dinaikkan. Hal tersebut akan memberikan kesempatan kepada atlet untuk beradaptasi terhadap beban latihan sebelumnya yang memerlukan waktu paling sedikit dua puluh empat jam, agar timbul super kompensasai.
Mengingat pentingnya peningkatan pada latihan, maka kedudukan latihan beban sangatlah strategis dalam upaya meyusun program latihan yang efektif. Peningkatan bebannyapun secara bertahap seperti yang di ungkapkan oleh Bompa peningkatan beban
latihan didasarkan pada frekwensi mingguan. Adapun model peningkatan beban latihan untuk microcycle sebagai berikut:
High Medium
3
Medium Low
2 4
1
Gambar 2.1 Peningkatan beban latihan untuk 4 minggu
Kemudian pada siklus yang lebih panjang digambarkan sebagai berikut (Bompa 1999):
Gambar 2.2 Peningkatan beban latihan untuk jangka panjang b. Aspek Latihan
Tujuan utama pelatihan olahraga prestasi adalah untuk meningkatkan keterampilan atau prestasi semaksimal mungkin. Untuk mencapai tujuan itu Bompa (2009) ada empat aspek latihan yang perlu dilatih secara seksama, yaitu; 1) fisik, 2) teknik, 3) taktik dan 4) mental.
Keempat faktor tersebut saling keterkaitan dan tidak dapat dipisahkan.
Masing-masing determinan dari aspek tersebut sangat berbeda, dimana fisik menjadi faktor utama dan dilanjutkan teknik, taktik dan mental.
Determinan aspek latihan tersebut dapat digambarkan sebagai berikut:
Mental Taktik Teknik Fisik
Gambar 2.3 Aspek-Aspek Latihan Olahraga
Pelaksanaan pelatihan meski berdasarkan pada prinsip-prinsip pelatihan yang telah teruji keterandalannya berdasarkan hasil penelitian dan pengalaman dalam pembinaan di lapangan.
c. Latihan fisik
Latihan fisik dalam pelaksanaannya lebih difakuskan pada proses pembinaan kondisi fisik atlet secara keseluruhan dan merupakan salah satu faktor utama dan terpenting yang harus dipertimbangnkan sebagai unsure dalam latihan guna mencapai prestasi optimal. Tujuan latihan kondisi fisik adalah untuk meningkatkan potensi fungsional atlet dan mengembangkan kemampuan biomotor kederajat tertinggi.
Latihan fisik adalah latihan yang bertujuan untuk meningkatkan kondisi fisik, yaitu faktor yang amat penting bagi setiap atlet. Tanpa kondisi fisik yang baik atlet atlet tidak akan dapat mengikuti
latihan-fisik dasar yang perlu dikembangkan antara lain kekuatan, daya tahan, kelentukan, kelincahan dan kecepatan. Latihan kondisi fisik adalah proses perkembangan kemampuan aktivitas jasmani yang dilakukan secara sistematis dan ditingkatkan secara progresif untuk mempertahankan atau meningkatkan derajat jasmani agar tercapai kemampuan kerja jasmani secara optimal. Berikut Bompa (1999) digambarkan keterkaitan masing-masing unsur fisik.
Gambar 2.4 Hubungan unsur-unsur kondisi fisik d. Proses latihan
Prinsip proses latihan yang bertujuan agar pencapaian secara optimal perlu diperhatikan;
1. Intensitas Latihan
Intensitas latihan diartikan suatu porsi atau jatah latihan yang harus dilakukan oleh seseorang, menurut program yang telah ditentukan. Intensitas latihan adalah prinsip penting dalam proses gerak agar terjadi sistem metabolisme tubuh yang optimal, dengan kata lain bahwa intensitas latihan diartikan kapasitas latihan berdasarkan
Intensitas latihan diartikan suatu porsi atau jatah latihan yang harus dilakukan oleh seseorang, menurut program yang telah ditentukan. Intensitas latihan adalah prinsip penting dalam proses gerak agar terjadi sistem metabolisme tubuh yang optimal, dengan kata lain bahwa intensitas latihan diartikan kapasitas latihan berdasarkan