BAB III : IMPLEMENTASI COOPERATIVE LEARNING DALAM
C. Implementasi Cooperative Learning dalam pembelajaran PAI di
4. Tukar Delegasi Antar Kelompok (Jigsaw)
Tidak berbeda dengan beberapa metode yang diterapkan oleh guru PAI SMA Negeri 12 Semarang metode ini juga digemari oleh banyak siswa, karena dalam metode ini siswa mempunyai banyak kesempatan untuk mengolah informasi dan meningkatkan keterampilan berkomunikasi.
Dalam pelaksanaannya, guru PAI SMA Negeri 12 Semarang sudah sesuai dalam memilih materi untuk menerapkan metode tukar delegasi antar kelompok (jigsaw), karena materi yang diberikan bisa dibagi menjadi beberapa segmen yang nantinya bisa dibagi ke dalam beberapa kelompok. Materi tersebut juga sudah relevan dengan standar kompetensi, kompetensi dasar dan indikator. Langkah-langkah yang diterapkannyapun juga sudah sesuai prosedur yang ada. Setiap kelompok mengirimkan anggotanya ke kelompok lain untuk menyampaikan apa yang telah mereka pelajari di kelompok, kemudian apa yang didapat pada kelompok lain siswa menyampaikan pada kelompok masing-masing. Namun pada saat kelompok mengirimkan anggotanya ke kelompok lain untuk
menyampaikan apa yang telah mereka pelajari di kelompok, muncul ketidakpuasan diantara beberapa siswa, karena pada saat itu ada beberapa siswa yang tidak menguasai materi yang diberikan. Hal ini sebaiknya tidak dilakukan, semua siswa harus memahami dan menguasai materi yang diberikan agar nantinya ketika menjelaskan kepada kelompok lain mereka merasa puas dan paham apa yang disampaikan. Peran guru dalam hal ini sangat penting, karena nantinya pada saat akhir pembelajaran guru harus memberikan penjelasan yang lebih detail agar semua siswa juga mengerti tentang materi yang di berikan.
Dari observasi yang telah dilakukan penulis dapat diketahui bahwa SMA Negeri 12 Semarang memang sudah mengimplementasikan model cooperative learning dalam pembelajaran PAI meskipun dalam proses pelaksanaannya mash terdapat beberapa hal yang belum sesuai dengan teori yang ada. Penerapan cooperative learning ini terbukti dengan adanya kerjasama, musyawarah, dan gotong royong antara guru dan siswa maupun siswa dengan siswa. Selain itu dapat dilihat dari hilangnya dominasi penuh guru dalam pembelajaran dimana guru tidak menempatkan diri sebagai sumber utama yang maha tahu tetapi sebagai fasilitator dan rekan belajar.
Dalam hal evaluasi, penilaian yang dilakukan guru baik secara individu maupun secara kelompok, menurut penulis pengajar sudah memenuhi standar evaluasi model cooperative learning, karena guru telah menerapkan sistem penilaian cooperative learning sesuai standar yang ada. Nilai kelompok diolah sedemikian rupa sehingga nantinya dari hasil kelompok tersebut berpengaruh pada nilai individu, dan begitu juga sebaliknya. Dari proses inilah setiap siswa mempunyai kesempatan untuk memberikan kontribusi bagi kelompoknya. Siswa lamban tak akan merasa minder terhadap rekan-rekan mereka, karena mereka juga bisa memberikan sumbangan. Malahan mereka akan
merasa terpacu untuk meningkatkan kontribusi mereka dan dengan demikian maka akan menaikkan nilai pribadi mereka sendiri.
Penerapan model cooperative learning ini dimaksudkan untuk pembentukan sikap kerja sama dalam mencapai tujuan bersama. Belajar pada dasarnya adalah adanya perubahan positif, saling memberi dan menerima, saling menghargai pendapat orang lain, menyadari kelebihan dan kelemahan orang lain, dan berusaha saling membantu untuk pencapaian tujuan. Untuk itulah diterapkan
cooperative learning, dimana guru perlu memberikan semacam
problematika atau persoalan untuk dipecahkan oleh siswa secara bersama-sama. Tujuannya adalah menumbuhkan sikap kerjasama, demokrasi, saling menghargai, toleransi, memberi dan menerima dan terampil berinteraksi sosial.
Meski yang diterapkan adalah tentang nilai-nilai kooperatif tetapi didalamnya perlu ada nilai kompetisi. Ini dimaksudkan untuk saling bersaing dalam mencapai prestasi bersama, memberi keuntungan dan manfaat bersama, dan berbuat yang utama. Kompetisi ini bukan bersifat kompetisi individual tetapi harus bersifat kompetisi kelompok dan dalam kompetisi ini jangan sampai merusak tatanan kerjasama yang sudah mapan dalam kelompok. Dengan kata lain unsur kooperatif dan kompetitif harus ditempatkan pada situasi yang proporsional sehingga keduanya dapat memberikan dinamika belajar untuk mencapai tujuan pembelajaran.
Dari analisis di atas dapat diketahui bahwa implementasi
cooperative learning dalam pembelajaran PAI di SMA Negeri 12
Semarang, meskipun di beberapa titik masih terdapat kekurangan namun secara keseluruhan telah sesuai prosedur dan unsur-unsur
B. Faktor Penunjang dan Penghambat Pelaksanaan Cooperative Learning dalam Pembelajaran PAI di SMA Negeri 12 Semarang
Implementasi cooperative learning dalam pembelajaran PAI di SMA Negeri 12 semarang menurut penulis sudah cukup baik dan sesuai dengan unsur-unsur model cooperative learning. Meskipun dalam pelaksanaanya masih terdapat beberapa kekurangan, akan tetapi langkah menuju kesempurnaan tetap terus diupayakan dengan memaksimalkan faktor penunjang dan meminimalisir faktor penghambat.
Dalam pengamatan penulis, faktor-faktor yang menunjang keberhasilan penerapan model cooperative learning dalam pembelajaran PAI di SMA Negeri 12 Semarang adalah:
1. Guru
Profesionalitas guru merupakan salah satu hal yang menunjang keberhasilan penerapan pengolahan kelas di SMA Negeri 12 Semarang. Profesionalitas ini terwujud dalam persiapan baik berupa pemilihan materi ataupun pembentukan kelompok yang guru lakukan untuk menerapkan metode-metode cooperative learning. Tanpa adanya persiapan yang sungguh-sungguh atau dengan kata lain metode-metode tersebut dilaksanakan secara asal-asalan, tentunya tujuan pembelajaran akan sulit tercapai.
Hal lain yang mendukung dari sisi guru adalah kreatifitas mereka dalam mengembangkan materi secara mandiri ataupun mengadopsi dari rekan-rekan lainnya yang telah lebih dulu memiliki kreatifitas dalam mencoba menerapkan model pembelajaran tertentu kemudian dimodifikasi dan dikembangkan lebih jauh. Hal ini diketahui penulis dari Bapak Drs. Mahmudi bahwa sedikit banyak metode-metode cooperative learning yang diterapkan merupakan hasil adopsi dari guru mata pelajaran lain dan diikuti dengan diskusi yang matang untuk menetapkan apakah metode tersebut cocok diterapkan dalam mata pelajaran PAI, sehingga mampu membangkitkan kecerdasan dan potensi siswa dalam belajar.
2. Siswa
Antusiasme dan rasa ingin tahu yang tinggi dari para siswa merupakan faktor penunjang pelaksanaan model cooperative learning. Ini terlihat manakala mereka diberi tugas untuk dikerjakan bersama-sama dengan mengedepankan unsur gotong royong ataupun semangat mereka untuk tampil menjadi kelompok yang terbaik dalam setiap presentasi kelompok di depan kelas. Hal ini juga terlihat dalam proses kelompok dimana mereka selalu mengutarakan pendapatnya dan terlibat aktif dalam aktifitas kelompok.
3. Pimpinan Sekolah
Empati pimpinan sekolah terhadap pelaksanaan program menjadi penyemangat para pengajar. Bahkan tidak jarang pimpinan sekolah turun tangan sendiri untuk menjelaskan program-program pengajaran secara langsung.
4. Orang tua siswa
Partisipasi orang tua murid dan kerjasama mereka sangat dibutuhkan oleh pihak sekolah, karena orang tua meliki peran yang sangat penting untuk membentuk anak menjadi manusia yang terbaik.
5. Iklim sosial
Seluruh warga sekolah (guru, murid, pimpinan dan staff) saling membangun hubungan yang sangat harmonis, sehingga sangat memungkinkan terlaksananya model cooperative learning dengan baik. 6. Sarana dan prasarana
Adanya sarana dan prasarana yang dimiliki oleh SMA Negeri 12 Semarang antara lain kelas multimedia, internet dan lain-lain semakin mendukung terlaksananya pembelajaran PAI dengan menggunakan model
cooperative learning.
Sedangkan faktor penghambat pelaksanaan model cooperative
learning dalam pembelajaran PAI di SMP Semesta antara lain adalah murid,
mereka yang berasal dari latar belakang yang berbeda baik dari kecerdasan, tingkat ekonomi, maupun status sosialnya. Ini memicu tenaga dan pikiran
yang ekstra untuk menanganinya secara manusiawi dan adil. Selanjutnya adalah guru, terkadang guru juga kurang matang mempersiapkan perangkat-perangkat pembelajaran yang sebenarnya tidak sedikit dan membutuhkan ketelitian.
Dengan berbagai macam faktor pendukung maupun penghambat, penulis beranggapan bahwa model cooperative learning sangat efektif untuk diterapkan dalam pembelajaran PAI di SMA Negeri 12 Semarang ataupun materi dan sekolah lainnya. Ini dapat dilihat dari meningkatnya hasil belajar siswa yang sebelumnya banyak yang belum paham mereka lebih memahami dan menguasai materi. Keaktifan siswa dalam proses belajar mengajar juga semakin meningkat, ini terlihat antusiasme mereka yang sangat tinggi untuk selalu berpartisipasi dan memberikan kontribusi terhadap keberhasilan kelompoknya. Menurut para siswa SMA Negeri 12 Semarang model
cooperative learning ini juga sangat bagus dan tepat digunakan dalam
pembelajaran materi apapun, apalagi jika diterapkan dalam pembelajaran pendidikan agama Islam, ini sangat relevan. Karena pembelajaran pendidikan agama Islam yang notabenenya merupakan pembelajaran yang sangat menjenuhkan, ketika sudah diterapkan model cooperative learning maka akan berubah menjadi pembelajaran yang sangat menyenangkan. Selain itu fenomena kerjasama atau gotong royong dalam pembelajaran, terbentuknya sikap dan perilaku yang demokratis serta tumbuhnya produktifitas kegiatan belajar siswa juga tercapai dengan diterapkannya model pembelajaran
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh penulis pada tanggal 19 Januari 2009-21 Februari 2009, maka dapat diambil kesimpulan bahwa implementasi cooperative learning dalam pembelajaran PAI di SMA Negeri 12 Semarang yang terwujud dalam empat bentuk metode pembelajaran yaitu mencari pasangan (make a match), debat aktif (active debate), diskusi kelompok kecil (small group discussion) dan tukar delegasi antar kelompok
(jigsaw) secara keseluruhan sudah mendekati teori yang ada meskipun masih
terdapat sedikit kekurangan. Penerapan model cooperative learning ini dibuktikan dengan terbentuknya sikap kerja sama dalam mencapai tujuan pembelajaran baik kerjasama antar siswa dengan siswa atupun antara siswa dengan guru, sikap saling memberi dan menerima, saling menghargai pendapat orang lain, toleransi, berinteraksi sosial dan berusaha saling membantu untuk pencapaian tujuan bersama. Dalam hal evaluasi, penilaian yang dilakukan guru baik secara individu maupun secara kelompok, menurut penulis pengajar sudah memenuhi standar evaluasi model cooperative
learning, karena guru telah menerapkan sistem penilaian cooperative learning
sesuai standar yang ada. Nilai kelompok diolah sedemikian rupa sehingga nantinya dari hasil kelompok tersebut berpengaruh pada nilai individu, dan begitu juga sebaliknya. Dari proses inilah setiap siswa mempunyai kesempatan untuk memberikan kontribusi bagi kelompoknya. Siswa lamban tak akan merasa minder terhadap rekan-rekan mereka, karena mereka juga bisa memberikan sumbangan. Malahan mereka akan merasa terpacu untuk meningkatkan kontribusi mereka dan dengan demikian maka akan menaikkan nilai pribadi mereka sendiri.
Cooperative learning merupakan model pembelajaran yang menekankan
aktivitas kolaboratif siswa dalam belajar yang berbentuk kelompok kecil untuk mencapai tujuan yang sama dengan menggunakan berbagai macam aktifitas
belajar guna meningkatkan kemampuan siswa dalam memahami materi pelajaran dan memecahkan masalah secara kolektif. Cooperative learning dapat meningkatkan kemampuan siswa dalam aspek kognitif, afektif dan psikomotorik, baik secara individu maupun kelompok. Selain itu, model ini juga dapat membekali anak didik dengan keterampilan-keterampilan sosial yang bermanfaat bagi kehidupan di masyarakat.
Tidak semua belajar secara bersama (kelompok) bisa dianggap sebagai
cooperative learning. Sebuah pembelajaran kelompok bisa dianggap sebagai cooperative learning jika memenuhi lima unsur yaitu saling ketergantungan
positif (positive interdependence), tanggungjawab perseorangan (individual
accountability), tatap muka (face to face interaction), komunikasi antar anggota (group communication) dan evaluasi antar kelompok (group evaluation).
Model cooperative learning diwujudkan ke dalam beberapa metode pembelajaran, diantaranya: metode mencari pasangan (make a match), debat aktif (active debate), diskusi kelompok kecil (small group discussion) dan tukar delegasi antar kelompok (jigsaw). Metode-metode ini dapat diterapkan dalam pembelajaran pendidikan agama Islam, karena pendidikan agama Islam yang notabenenya sebagai landasan moral dalam kehidupan sehari-hari memang perlu menerapkan model cooperative learning dalam proses pembelajarannya. Dengan penerapan model pembelajaran ini yang menekankan prinsip kerjasama dengan berbagai unsurnya, diharapkan dapat mengoptimalkan penguasaan siswa dalam aspek kognitif, afektif dan psikomotorik. Selain itu, proses internalisasi nilai-nilai keagamaan diharapkan lebih kuat tertanam pada pribadi siswa, sehingga berbagai tindak amoral yang tidak sesuai dengan ajaran agama dapat diminimalisir.
B. Saran-Saran
Dari analisa yang telah menghasilkan kesimpulan diatas maka ijinkanlah penulis untuk memberikan saran-saran kepada pihak yang berkepentingan, antara lain:
1. Kepala sekolah hendaknya selalu menghimbau kepada para pengajar untuk menerapkan model cooperative learning sesuai dengan prosedur penerapannya serta harus terpenuhi unsur-unsurnya karena jika
cooperative learning diterapkan asal-asalan maka tercapainya tujuan
pembelajaran adalah sebuah kemustahilan.
2. Bagi guru PAI hendaknya ketika mengimplementasikan model
cooperative learning harus mempersiapkan dahulu segala sesuatunya, baik
dalam hal pemilihan materi ataupun metode pembelajaran yang akan digunakan. Selain itu langkah-langkah penerapannya juga harus disesuaikan dengan prosedurnya agar tujuan pembelajaran tercapai secara maksimal. Pemantauan proses pembelajaran dan pengaturan transisi kelompok di dalam kelas juga harus dilakukan agar kelas terhindar dari “kekacauan”.
3. Siswa hendaknya mengerti dan paham tujuan penerapan model cooperative
learning dalam pembelajaran PAI demi mendukung terlaksananya
pembelajaran dengan baik dan tidak tumbuh perasaan “merugi” untuk berbagi ilmu dengan sesama. Selain itu siswa juga harus mengikuti langkah-langkah yang diterapkan dalam mengimplementasikan model
cooperative learning.
4. Seluruh warga SMA Negeri 12 Semarang hendaknya selalu berusaha untuk menciptakan iklim sosial yang harmonis untuk mendukung terlaksananya model cooperative learning di SMA Negeri 12 Semarang.
C. Penutup
Akhirnya tiada kata yang terucap selain rasa syukur kehadirat Allah swt., karena hanya dengan petunjukNyalah skripsi tentang “Implementasi
Cooperative Learning dalam Pembelajaran PAI di SMA Negeri 12 semarang”
ini dapat terselesaikan.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa dalam penyusunan skripsi ini masih terdapat banyak kekurangan. Oleh karena itu, dengan kerendahan hati penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang konstruktif yang dapat menunjang skripsi ini ke arah yang lebih baik. Akhirnya semoga skripsi ini dapat memberikan kontribusi positif bagi dunia pendidikan.
DAFTAR PUSTAKA
‘Azi>z, S{a>lih} ‘Abdul dan ‘Abdul Azi>z ‘Abdul Maji>d, at-Tarbiyatu wa
T}uruqu at-Tadri>s, Juz. 1, Mesir: Da>rul Ma’a>rif, 1968.
Abdurrahman, Mulyana, Pendidikan Bagi Anak Berkesulitan Belajar, Jakarta: Kerjasama Pusat Perbukuan Depdikbud dengan PT Rineka Cipta, 2003, Cet. 2.
Afiana, Yayuk, “Penerapan Metode Diskusi pada Pembelajaran PAI di SMU N Jumantono Karangayar”, Skripsi Fakultas Tarbiyah IAIN Walisongo Semarang, Semarang: Perpustakaan Fakultas Tarbiyah IAIN Walisongo Semarang, 2004, t.d.
Al-Hasyimi, as-Sayyid Ahmad, Mukhtar al-Ahadits an-Nabawiyyah, Indonesia: Daar Ihya’ al-Kutub al-‘Arabiyah, 1948.
Al-Ibrasi, Muhammad ‘At}iyah, Ru>h}u at-Tarbiyah wat-Ta’li>m, Arabiyah: Da<r al-Ihya al-Kutub, 1950.
Atmadi, A dan Y. Setyaningsih, Tranformasi Pendidikan: Memasuki Millenium
Ketiga, Yogyakarta: Kanisius, 2000.
Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya: Special for Woman, Jakarta: PT. Sygma Examedia Arkanleema, 2009.
Depdikbud, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta: Balai Pustaka, 1994.
Depdiknas Badan Penelitian dan Pengembangan Pusat Penilaian Pendidikan, ”Panduan Materi Ujian Sekolah Tahun Pelajaran 2004/2005 Pendidikan Agama Islam SMA/MA/SMK−Kurikulum 1994”,
http://puspendik.com/ebtanas/ujian2005/PDF/PAMSMA94AgamaIslam.p df.
Depdiknas RI, UU Sistem Pendidikan Nasional 2003, Jakarta: Sinar Grafika Offset, 2003.
Dimyati dan Mudjiono, Belajar dan Pembelajaran, Jakarta: Depdikbud bekerja sama dengan Rineka Cipta, 1999, Cet. 1.
Djamarah, Syaiful Bahri, Guru dan Anak Didik dalam Interaksi Edukatif, Jakarta: PT. Rineka Cipta, 2000, Cet.1.
Gunawan, Adi W., Genius Learning Strategy, Jakarta: Gramedia, 2003.
Gojwan, Asep, “Pengembangan Model Pembelajaran Kooperatif pada Mata Pelajaran Pendidikan Agama Islam di Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama”, http://pk.sps.upi.edu/abstrakpk/abstrakpk04.html.
Hadi, Sutrisno, Metodologi Research, Jilid 2, Yogyakarta: Andi Offset, 2004.
Hayati, Sri, “Pendekatan Joyful Learning Dalam Pembelajaran Pendidikan Lingkungan Hidup”,
http://www.pakguruonline.pendidikan.net/pendekatan%20joyful%20learni ng.rtf.
Ifayati, Yuni, “Implementasi Model Cooperative Learning dalam Pembelajaran PAI di SMP Semesta Semarang”, Skripsi Fakultas Tarbiyah IAIN Walisongo Semarang, Semarang: Perpustakaan Fakultas Tarbiyah IAIN Walisongo Semarang, 2006, t.d.
Ihsan, Fuad, Dasar-Dasar Kependidikan, Jakarta: Rineka Cipta, 1997.
Johnson, Roger T., and David W. Johnson, “Cooperative Learning”, http://www.co-operation.org/pages/cl.html.
Khamidah, Nur, “Implementasi Azas Kooperatif dalam Pembelajaran PAI di SMPN 1 Comal”, Skripsi Fakultas Tarbiyah IAIN Walisongo Semarang, Semarang: Perpustakaan Fakultas Tarbiyah IAIN Walisongo Semarang, 2004, t.d.
Lie, Anita, Cooperative Learning: Mempraktikkan Cooperative Learning di
Ruang-Ruang Kelas, Jakarta: PT Grasindo, 2004, Cet. 1.
Lindgreen, Henry Clay, Educational Psychology In The Classroom, New York: John Wiley and Sons, Inc, 1960.
Majid, Abdul dan Dian Andayani, Pendidikan Agama Islam Berbasis Kompetensi: Konsep dan Implementasi Kurikulum 2004, Bandung: Remaja
Majid, Abdul, Perencanaan Pembelajaran: Mengembangkan Standar Kompetensi Guru, Bandung: PT. Remaja Rosdakarya Offset, 2006, Cet. 2.
Mangkoesapoetra, Arief Achmad, “Implementasi Model Cooperative Learning dalam Pendidikan IPS di Tingkat Persekolahan”,
http://researchengines.com/.
Mardiana, Saidah, “Cooperative Learning: Memberdayakan Siswa”, http://www.mbeproject.net/.
Margono, S., Metodologi Penelitian Pendidikan, Jakarta: Rineka Cipta, 2000.
Mengenal Lebih Dekat Cooperative Learning”, http://assalam.or.id/.
Moleong, Lexy J., Metodologi Penelitian Kualitatif, Bandung: Remaja Rosdakarya, 2002, Cet. 17.
______, Metodologi Penelitian Kualitatif, Bandung: Remaja Rosdakarya, 2007, Cet. 24.
Morgan, Clifford T., Introduction To Psychology, New York: McGraw-Hill, 1971.
Muhaimin, et. al., Paradigma Pendidikan Islam Upaya Mengefektifkan
Pendidikan Agama Islam di Sekolah, Bandung: Rosdakarya, 2002, Cet. 2.
Muhajir, Noeng, Metodologi Penelitian Kualitatif, Yogyakarta: Rake Sarasin, 1996, Cet. 7.
Mukhtar, Desain Pembelajaran Pendidikan Agama Islam, Jakarta: CV. Misaka Ealiza, 2003, Cet. 2.
Muntholi’ah, Konsep Diri Positif Penunjang Prestasi PAI, Semarang: Gunungjati dan Yayasan Al-Qalam, 2002.
Nasution, S., Didaktik Asas-Asas Mengajar, Jakarta: Bumi Aksara, 1995, Cet. 1.
Paradigma Pendidikan Masa Depan: Kebersamaan Dalam Belajar Untuk Menghilangkan Ketimpangan”, http://pakguruonline.pendidikan.net/.
Rahardjo. “Media Pendidikan”, dalam Chabib Thoha dan Abdul Mu’thi,
PBM-PAI di Sekolah: Eksistensi dan Proses Belajar Mengajar PBM-PAI, Yogyakarta:
Fakultas Tarbiyah IAIN Walisongo Semarang bekerjasama dengan Pustaka Pelajar, 1998, Cet. 1.
Sagala, Syaiful, Konsep dan Makna Pembelajaran, Bandung: Alfabeta, 2003.
Sahertian, Piet A., Profil Pendidik Profesional, Yogyakarta: Andi Offset, 1994, Cet. 1.
Shihab, M. Quraish, Tafsir Al Misbah Volume 3, Jakarta: Lentera Hati, 2002.
Shofan, Moh., The Realistic Education: Menuju Masyarakat Utama, Yogyakarta: IRCiSoD, 2007, Cet. 1.
Silberman, Melvin L., Active Learning: 101 Cara Belajar Siswa Aktif, Bandung: Nusamedia dan Nuansa, 2004, Cet. 1.
Solihatin, Etin dan Raharjo, Cooperative Learning: Analisis Model Pembelajaran
IPS, Jakarta: PT Bumi Aksara, 2007, Cet. 1.
Sukmadinata, Nana Syaodih, Landasan Psikologi Proses Pendidikan, Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2004, Cet. 2.
Sukmadinata, Nana Syaodih, Metode Penelitian Pendidikan, Bandung: Program Pasca Sarjana UPI bekerjasama dengan Remaja Rosdakarya, 2005.
Supeno, Hadi, Potret Guru, Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 1995, Cet. 1.
Suprijono, Agus, Cooperative Learning: Teori & Aplikasi Paikem, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2009, Cet. 1.
Suryabrata, Sumadi, Metodologi Penelitian, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1995.
Syukur, Fatah, Teknologi Pendidikan, Semarang: Rasail, 2004.
Tim Didaktik Metodik Kurikulum IKP Surabaya, Pengantar Didaktik Metodik
Kurikulum PBM, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 1993, Cet. 7.
Tim Teaching, Model Strategi Pembelajaran Aktif, Disampaikan pada Pelatihan TOT (Training of Teacher) bagi Mahasiswa IAIN Walisongo Semarang Fakultas Tarbiyah Jurusan PAI, Semarang: Fakultas Tarbiyah Jurusan PAI IAIN Walisongo, 2007.
Tohirin, Psikologi Pembelajaran Pendidikan Agama Islam, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2006.
Undang-undang RI Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, Jakarta: Sinar Grafika, 2005.
Usman, Basyiruddin, Metodologi Pembelajaran Agama Islam, Jakarta: Ciputat Pers, 2002.
Usman, Husaini dan Purnomo Setiady Akbar, Metodologi Penelitian Sosial, Jakarta: Bumi Aksara, 2003.
Walgito, Bimo, Bimbingan dan Penyuluhan di Sekolah, Yogyakarta: Andi Offset, 1995.
Walters, J. Donald, Education for Life, terj. Agnes Widyastuti, Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama, 2004, Cet. 1.
Wehmeier, Sally, Oxford Advanced Learner’s Dictionary, New York: Oxford University Press, 2000.
Woolfolk, Anita E., Educational Psychology, USA: Allyn & Bacon, 1995.
Yahya, Imam bin Syarofiddin an-Nawawiy, al-Arba’in an-Nawawiyah, Semarang: Toha Putera, 676 H.
Zaini, Hisyam, dkk., Desain Pembelajaran di Perguruan Tinggi, Yogyakarta: CTSD IAIN Sunan Kalijaga, 2002.
PEDOMAN WAWANCARA
No Hari/Tanggal Jam/Tempat Interviewee Materi
1. Kamis/22 Januari 2009&Rabu/ 28 Januari 2009 08.15-09.00 WIB./SMA Negeri 12 Semarang Humas (Suparmi)
a. Tinjauan historis SMA Negeri 12 Semarang Sejarah berdirinya SMA Negeri 12 Semarang Perkembangan SMA Negeri 12 Semarang
Tujuan didirikannya SMA Negeri 12 Semarang b. Visi dan misi c. Struktur organisasi d. Sarana dan prasarana 2. Senin/02 Februari 2009 08.15-08.50 WIB./SMA Negeri 12 Semarang Kepala Sekolah (Drs. Nasikhun)
a. Visi dan misi
b. Sistem Pendidikan yang dipakai 3. Senin/19 Januari 2009 08.10-09.00 WIB./SMA Negeri 12 Semarang Wakakur (Dra. Agnes SBU, M.Pd.) a. Kurikulum pendidikan Bidang studi secara
umum
Bidang studi PAI b. Model-model pembelajaran c. Keadaan guru d. Keadaan Karyawan e. Keadaan siswa 4. Rabu/21,28 Januari2009&0 4,11,18 Februari 2009 08.00-10.00 WIB./SMA Negeri 12 Semarang Guru PAI (Drs. Mahmudi) a. Sistem pembelajaran PAI meliputi: kurikulum, tujuan, materi, metode, media dan evaluasi.
b. Implementasi
cooperative learning
dalam pembelajaran PAI Pertimbangan
diterapkan
Tujuan diterapkan cooperative learning Persiapan sebelum menerapkan cooperative learning Metode-metode cooperative learning yang diterapkan Pelaksanaan cooperative learning
dengan metode yang diterapkan Evaluasi cooperative learning Faktor pendukung dan penghambat Pengaruh mengimplementasik an cooperative learning 5. Rabu/11 Februari 2009 10.00-10.30 WIB./SMA Negeri 12 Semarang Siswa (Nurul Hidayati dan Ilham Wicaksono) a. Pendapat tentang cooperative learning b. Aktivitas ketika diterapkan cooperative learning c. Pengaruh cooperative learning
HASIL WAWANCARA
A. Humas
1. Bagaimana sejarah berdirinya SMA Negeri 12 Semarang dan bagaimana perkembangannya?
SMA Negeri 12 Semarang didirikan berdasarkan Surat Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor : 37156/A2.I.2/KP. Sekolah ini berdiri sejak tahun 1985 yang terletak di Jalan Raya Gunungpati – Semarang. Pada awalnya sekolah ini bergabung