• Tidak ada hasil yang ditemukan

tukar

Dalam dokumen Universitas Sumatera Utara (Halaman 41-72)

Nilai K-tukar kation tanah pada masing-masing lokasi penelitian salak di Kabupaten Tapanuli Selatan diterangkan dalam Tabel 6 berikut ini:

Tabel 6. Hasil Analisa K-tukar Tanah pada Masing-Masing Lokasi Penelitian Salak di Kabupaten Tapanuli Selatan

Sampel

Marancar Angkola Selatan Angkola Barat

(Rasa Sepat) (Rasa Masam) (Rasa Manis)

Nilai

Keterangan: sr (sangat rendah) ; r (rendah) ; s (sedang) ; t (tinggi) ; st (sangat tinggi)

Berdasarkan Tabel 6 di atas, dapat dilihat bahwa nilai rata-rata K-tukar tanah di Kecamatan Marancar adalah sebesar 0,15 me/100 g, nilai ini masuk ke kategori rendah (Lampiran 2). Nilai K-tukar terendah terdapat pada sampel 9 yakni sebesar 0,08 me/100 g dan nilai K-tukar tertinggi terdapat pada sampel 1 yakni sebesar 0,23 me/100 g.

Berdasarkan Tabel 6 di atas, dapat dilihat bahwa nilai rata-rata K-tukar tanah di Kecamatan Angkola Selatan adalah sebesar 0,48 me/100 g, nilai ini masuk ke kategori sedang (Lampiran 2). Nilai K-tukar terendah terdapat pada sampel 6 yakni sebesar 0,12 me/100 g dan nilai K-tukar tertinggi terdapat pada sampel 1 yakni sebesar 1,09 me/100 g.

Berdasarkan Tabel 6 di atas, dapat dilihat bahwa nilai rata-rata K-tukar tanah di Kecamatan Angkola Barat adalah sebesar 0,30 me/100 g, nilai ini masuk ke kategori sedang (Lampiran 2). Nilai K-tukar terendah terdapat pada sampel 5 yakni sebesar 0,15 me/100 g dan nilai K-tukar tertinggi terdapat pada sampel 10 yakni sebesar 0,47 me/100 g.

Ca-tukar

Nilai Ca-tukar kation tanah pada masing-masing lokasi penelitian salak di Kabupaten Tapanuli Selatan diterangkan dalam Tabel 7 berikut ini:

Tabel 7. Hasil Analisa Ca-tukar Tanah pada Masing-Masing Lokasi Penelitian Salak di Kabupaten Tapanuli Selatan

Sampel

Marancar Angkola Selatan Angkola Barat

(Rasa Sepat) (Rasa Masam) (Rasa Manis)

Nilai tanah di Kecamatan Marancar adalah sebesar 0,07 me/100 g, nilai ini masuk ke kategori sangat rendah (Lampiran 2). Nilai Ca-tukar terendah terdapat pada sampel 8 yakni sebesar 0,05 me/100 g dan nilai Ca-tukar tertinggi terdapat pada sampel 5 yakni sebesar 0,09 me/100 g.

Berdasarkan Tabel 7 di atas, dapat dilihat bahwa nilai rata-rata Ca-tukar tanah di Kecamatan Angkola Selatan adalah sebesar 1,13 me/100 g, nilai ini masuk ke kategori sangat rendah (Lampiran 2). Nilai Ca-tukar terendah terdapat pada sampel 2 yakni sebesar 0,95 me/100 g dan nilai Ca-tukar tertinggi terdapat pada sampel 5 yakni sebesar 1,55 me/100 g.

Berdasarkan Tabel 7 di atas, dapat dilihat bahwa nilai rata-rata Ca-tukar tanah di Kecamatan Angkola Barat adalah sebesar 0,42 me/100 g, nilai ini masuk ke kategori sangat rendah (Lampiran 2). Nilai Ca-tukar terendah terdapat pada sampel 4 dan 5 yakni sebesar 0,06 me/100 g dan nilai Ca-tukar tertinggi terdapat pada sampel 9 yakni sebesar 1,06 me/100 g.

Mg-tukar

Nilai Mg-tukar kation tanah pada masing-masing lokasi penelitian salak di Kabupaten Tapanuli Selatan diterangkan dalam Tabel 8 berikut ini:

Tabel 8. Hasil Analisa Mg-tukar Tanah pada Masing-Masing Lokasi Penelitian Salak di Kabupaten Tapanuli Selatan

Sampel

Marancar Angkola Selatan Angkola Barat

(Rasa Sepat) (Rasa Masam) (Rasa Manis)

Nilai

Keterangan: sr (sangat rendah) ; r (rendah)

Berdasarkan Tabel 8 di atas, dapat dilihat bahwa nilai rata-rata Mg-tukar tanah di Kecamatan Marancar adalah sebesar 0,29 me/100 g, nilai ini masuk ke kategori sangat rendah (Lampiran 2). Nilai Mg-tukar terendah terdapat pada sampel 7 dan sampel 8 yakni sebesar 0,16 me/100 g dan nilai Mg-tukar tertinggi terdapat pada sampel 4 yakni sebesar 0,52 me/100 g.

Berdasarkan Tabel 8 di atas, dapat dilihat bahwa nilai rata-rata Mg-tukar tanah di Kecamatan Angkola Barat adalah sebesar 0,43 me/100 g, nilai ini masuk

ke kategori rendah (Lampiran 2). Nilai Mg-tukar terendah terdapat pada sampel 7 yakni sebesar 0,20 me/100 g dan nilai Mg-tukar tertinggi terdapat pada sampel 2 yakni sebesar 0,81 me/100 g.

Berdasarkan Tabel 8 di atas, dapat dilihat bahwa nilai rata-rata Mg-tukar tanah di Kecamatan Angkola Barat adalah sebesar 0,44 me/100 g, nilai ini masuk ke kategori rendah (Lampiran 2). Nilai Mg-tukar terendah terdapat pada sampel 4 yakni sebesar 0,18 me/100 g dan nilai Mg-tukar tertinggi terdapat pada sampel 10 yakni sebesar 0,80 me/100 g.

Na-tukar

Nilai Na-tukar kation tanah pada masing-masing lokasi penelitian salak di Kabupaten Tapanuli Selatan diterangkan dalam tabel 10 berikut ini:

Tabel 9. Hasil Analisa Na-tukar Tanah pada Masing-Masing Lokasi Penelitian Salak di Kabupaten Tapanuli Selatan

Sampel

Marancar Angkola Selatan Angkola Barat

(Rasa Sepat) (Rasa Masam) (Rasa Manis)

Nilai

Keterangan: sr (sangat rendah) ; r (rendah) ; s (sedang)

Berdasarkan Tabel 9 di atas, dapat dilihat bahwa nilai rata-rata Na-tukar tanah di Kecamatan Marancar adalah sebesar 0,22 me/100 g, nilai ini masuk ke kategori rendah (Lampiran 2). Nilai Na-tukar terendah terdapat pada sampel 8 dan

sampel 9 yakni sebesar 0,07 me/100 g dan nilai Na-tukar tertinggi terdapat pada sampel 6 yakni sebesar 0,67 me/100 g.

Berdasarkan Tabel 9 di atas, dapat dilihat bahwa nilai rata-rata Na-tukar tanah di Kecamatan Angkola Selatan adalah sebesar 0,15 me/100 g, nilai ini masuk ke kategori rendah (Lampiran 2). Nilai Na-tukar terendah terdapat pada sampel 8 yakni sebesar 0,06 me/100 g dan nilai Na-tukar tertinggi terdapat pada sampel 1 yakni sebesar 0,30 me/100 g.

Berdasarkan Tabel 9 di atas, dapat dilihat bahwa nilai rata-rata Na-tukar tanah di Kecamatan Angkola Barat adalah sebesar 0,23 me/100 g, nilai ini masuk ke kategori rendah (Lampiran 2). Nilai Na-tukar terendah terdapat pada sampel 5 yakni sebesar 0,07 me/100 g dan nilai Na-tukar tertinggi terdapat pada sampel 2 yakni sebesar 0,64 me/100 g.

Kejenuhan Basa

Nilai kejenuhan basa tanah pada masing-masing lokasi penelitian salak di Kabupaten Tapanuli Selatan diterangkan dalam Tabel 1 berikut ini:

Tabel 10. Hasil Analisa Kejenuhan Basa Tanah pada Masing-Masing Lokasi Penelitian Salak di Kabupaten Tapanuli Selatan

Sampel Marancar Angkola Selatan Angkola Barat

(Rasa Sepat) (Rasa Masam) (Rasa Manis) Nilai (%) Kriteria Nilai (%) Kriteria Nilai (%) Kriteria

Keterangan: sr (sangat rendah)

Berdasarkan Tabel 10 di atas, dapat dilihat bahwa nilai rata-rata kejenuhan basa tanah di Kecamatan Marancar adalah sebesar 1,94 %, nilai ini menurut masuk ke kategori sangat rendah (Lampiran 2). Nilai kejenuhan basa terendah terdapat pada sampel 8 yakni sebesar 1,01% dan nilai kejenuhan basa tertinggi terdapat pada sampel 5 yakni sebesar 3,81%.

Berdasarkan Tabel 10 di atas, dapat dilihat bahwa nilai rata-rata kejenuhan basa tanah di Kecamatan Angkola Selatan adalah sebesar 7,66 %, nilai ini masuk ke kategori sangat rendah (Lampiran 2). Nilai kejenuhan basa terendah terdapat pada sampel 10 yakni sebesar 3,38% dan nilai kejenuhan basa tertinggi terdapat pada sampel 2 yakni sebesar 16,09%.

Berdasarkan Tabel 10 di atas, dapat dilihat bahwa nilai rata-rata kejenuhan basa tanah di Kecamatan Angkola Barat adalah sebesar 7,42 %, nilai ini masuk ke kategori sangat rendah (Lampiran 2). Nilai kejenuhan basa terendah terdapat pada sampel 4 yakni sebesar 3,49% dan nilai kejenuhan basa tertinggi terdapat pada sampel 10 yakni sebesar 12,23%.

Tekstur

Hasil analisa tekstur tanah pada masing-masing lokasi penelitian salak di Kabupaten Tapanuli Selatan diterangkan dalam Tabel 11 berikut ini:

Tabel 11. Hasil Analisa Tekstur Tanah pada Masing-Masing Lokasi Penelitian Salak di Kabupaten Tapanuli Selatan

Lokasi

Berdasarkan Tabel 11 dapat dilihat bahwa tanah di Kecamatan Marancar dan Angkola Selatan dominan bertekstur lempung berpasir. Sementara tanah di Kecamatan Angkola Barat dominan bertekstur pasir.

Curah Hujan

Data curah hujan di Kecamatan Marancar diterangkan dalam Tabel 12 berikut ini:

Tabel 12. Data Curah Hujan Tahun 2013-2017 di Kabupaten Marancar Pada Tabel 12 di atas dapat dilihat bahwa rataan curah hujan di Kecamatan Marancar selama tahun 2013-2017 adalah sebesar 277,78 mm. Dalam kurun waktu 5 tahun curah hujan tertinggi terjadi pada tahun 2016 dengan rataan sebesar 332,50 mm dan curah hujan terendah terjadi pada tahun 2013 dengan rataan sebesar 191,25 mm.

Data curah hujan di Kecamatan Angkola Barat dan Kecamatan Angkola Selatan diterangkan dalam Tabel 13 berikut ini:

Tabel 13. Data Curah Hujan Tahun 2013-2017 di Kabupaten Angkola Barat dan Pada Tabel 13 di atas dapat dilihat bahwa rataan curah hujan di Kecamatan Angkola Barat dan Angkola Selatan selama tahun 2013-2017 adalah sebesar 196,67 mm. Dalam kurun waktu 5 tahun curah hujan tertinggi terjadi pada tahun 2016 dengan rataan sebesar 215,33 mm dan curah hujan terendah terjadi pada tahun 2015 dengan rataan sebesar 188,50 mm.

Elevasi

Data ketinggian tempat pada masing-masing lokasi penelitian di Kabupaten Tapanuli Selatan diterangkan dalam Tabel 14 berikut ini:

Tabel 14. Data Ketinggian Tempat pada Masing-Masing Lokasi Penelitian di Kabupaten Tapanuli Selatan

Sampel Marancar Angkola Selatan Angkola Barat

(Rasa Sepat) (Rasa Masam) (Rasa Manis) Ketinggian (m) Ketinggian (m) Ketinggian (m)

1 472 532 648

Berdasarkan Tabel 14 di atas dapat dilihat bahwa rataan ketinggian tempat lokasi penelitian di Kecamatan Marancar ada pada ketinggian 486,90 m di atas permukaan laut. Adapun tempat terendah terdapat pada sampel 7 dengan ketinggian 472 m di atas permukaan laut dan tempat tertinggi terdapat pada sampel 10 dengan ketinggian 500 m di atas permukaan laut.

Berdasarkan Tabel 14 di atas dapat dilihat bahwa rataan ketinggian tempat lokasi penelitian di Kecamatan Angkola Selatan ada pada ketinggian 548,40 m di atas permukaan laut. Adapun tempat terendah terdapat pada sampel 1 dengan ketinggian 532 m di atas permukaan laut dan tempat tertinggi terdapat pada sampel 10 dengan ketinggian 573 m di atas permukaan laut.

Berdasarkan Tabel 14 di atas dapat dilihat bahwa rataan ketinggian tempat lokasi penelitian di Kecamatan Angkola Barat ada pada ketinggian 707,20 m di atas permukaan laut. Adapun tempat terendah terdapat pada sampel 1 dengan ketinggian 648 m di atas permukaan laut dan tempat tertinggi terdapat pada sampel 10 dengan ketinggian 739 m di atas permukaan laut.

Uji Asumsi Klasik Uji Normalitas

Uji normalitas digunakan untuk mengetahui apakah populasi data berdistribusi normal atau tidak. Persyaratan uji normalitas adalah data berdistribusi normal. Data dianalisis dengan uji one sample Kolmogorof-Smirnov pada taraf uji 0,05. Data dinyatakan berdistribusi normal jika nilai signifikansi lebih besar dari 0,05 (Sig α > 0,05). Hasil uji normalitas (Lampiran 3) menunjukkan bahwa nilai signifikansi one sampel Kolmogorov-Smirnov pada data penelitian salak di Kabupaten Tapanuli Selatan sebesar Sig α = 0,200 dalam model regresi berdistribusi normal.

Uji Heterokedastisitas

Uji heterokedastisitas digunakan untuk mengetahui ada atau tidaknya penyimpangan asumsi klasik heterokedastisitas yaitu adanya ketidaksamaan varian dari residual untuk semua pengamatan pada model regresi. Prasyarat yang harus dipenuhi yaitu tidak adanya gejala heterokedastisitas atau biasa disebut homokedastisitas. Metode pengujian yang digunakan adalah uji Glejser. Uji Glejser dilakukan dengan meregresikan nilai absolute residual terhadap variabel bebas lainnya. Syarat uji glejser yaitu nilai signifikansi variabel bebas > 0,05 (sig α > 0,05). Hasil uji heterokedastisitas (Lampiran 4) menunjukkan bahwa nilai signifikansi pada semua variabel yang diuji > 0,05 sehingga memiliki sebaran varian yang sama (homogen). Artinya idak terjadi gejala heterokedastisitas dalam model ini.

Uji Multikolinearitas

Uji multikolinearitas digunakan untuk mengetahui ada atau tidaknya hubungan linier antar variabel independen dalam model regresi. Prasyarat yang harus terpenuhi dalam model regresi adalah tidak adanya gejala multikolinearitas.

Uji multikolinearitas dilakukan dengan melihat nilai varian inflation factor (VIF) dan nilai tolerance dalam model regresi, yaitu nilai VIF < 10 dan nilai tolerance

> 0,1. Hasil uji multikolinearitas (Lampiran 5) menunjukkan terdapat variabel dengan nilai VIF > 10 dan tolerance < 0,1 yaitu variabel persen pasir, debu, liat, kejenuhan basa, kapasitas tukar kation, Ca-tukar, curah hujan, dan elevasi. Nilai VIF dan tolerance diatas tidak memenuhi syarat uji multikolinearitas, artinya terdapat gejala multikolinearitas dalam model regresi.

Uji Autokorelasi

Uji autokorelasi digunakan untuk mengetahui ada atau tidaknya penyimpangan yang terjadi antara residual pada satu pengamatan dengan pengamatan lain dalam model regresi. Pada penelitian ini, uji autokorelasi yang digunakan adalah uji runs test. Model regresi dikatakan bebas dari gejala autokorelasi apabila Signifikansi dua arah (Asymp. Sig. 2-tailed) > 0,05. Hasil uji autokorelasi (Lampiran 6) dalam model regresi menunjukkan bahwa nilai runs test Asymp. Sig. (2-tailed) adalah sebesar 0,853 ( > 0,05) sehingga tidak terdapat masalah autokorelasi dalam model ini.

Keempat uji asumsi klasik di atas belum memenuhi syarat untuk dilakukan regresi linear berganda, karena terdapat gejala multikolinearitas dalam model regresi. Sehingga untuk menghindari terjadinya multikolinearitas perlu dilakukan analisis faktor.

Analisis Faktor

Analisis faktor dalam penelitian ini selain digunakan untuk meringkas variabel bebas menjadi lebih sedikit juga untuk mengatasi terjadinya kolinearitas ganda (multicollinearity). Penentuan jumlah faktor yang terbentuk setelah dilakukan analisis faktor adalah dengan melihat nilai eigenvalue dari masing-masing komponen faktor yang terbentuk pada tabel total varian. Tabel total varian analisis faktor (Lampiran 7) menunjukkan bahwa pada awalnya jumlah faktor yang dimasukkan adalah sebanyak 15 faktor yaitu sebanyak variabel aslinya.

Kemudian pada tabel tersebut terlihat bahwa jumlah faktor yang memiliki nilai eigenvalues >1 adalah sebanyak 3 faktor. Sehingga 15 variabel bebas diringkas menjadi hanya 3 faktor saja setelah melalui analisis faktor.

Adapun ketiga faktor tersebut adalah faktor 1 (F1) 6,515 memberikan sumbangan varian sebesar 43,431 %, faktor 2 (F2) 3,475 memberikan sumbangan varian sebesar 23,164 % dan faktor 3 (F3) 1,744 memberikan sumbangan varian sebesar 11,625 %.

Setelah didapatkan bahwa tiga faktor adalah jumlah yang paling optimal, langkah selanjutnya adalah merotasikan tabel komponen matriks untuk menentukan suatu variabel akan masuk ke faktor yang mana. Adapun metode rotasi yang digunakan adalah varimax procedure. Rotasi ini akan menghasilkan faktor-faktor yang tidak saling berkorelasi satu sama lain sehingga tidak terjadi multikolinearitas.

Tabel komponen matriks (Lampiran 8) menunjukkan distribusi semua variabel pada tiga faktor yang terbentuk, sedangkan angka yang ada pada tabel tersebut adalah angka factor loading yang menunjukkan besar korelasi antara

suatu variabel dan faktor 1, faktor 2 dan faktor 3. Proses penentuan variabel mana akan dimasukkan ke faktor yang mana dilakukan dengan perbandingan besar angka factor loading > 0,5. Maka pada tabel 20 dapat disimpulkan komponen dari masing-masing faktor yakni:

F1 : fraksi pasir, P-tersediat, dan elevasi.

F2 : pH H2O, N-total, dan Na-tukar

F3 : kejenuhan basa, K-tukar, Ca-tukar dan Mg-tukar Tahapan akhir dari analisis faktor adalah membuat faktor skor bagi ketiga faktor tersebut untuk selanjutnya variabel yang penyususn ketiga faktor tersebut digunakan sebagai variabel bebas yang baru dalam regresi linear berganda.

Analisis Regresi Linear Berganda

Analisis regresi linear berganda untuk mengetahui apakah variabel bebas hasil analisis faktor memberikan pengaruh terhadap rasa salak. Hasil regresi linear berganda pada tanaman salak di Kabupaten Tapanuli Selatan adalah sebagai berikut:

Tabel 15. Nilai Koefisien Persamaan Regresi Linear Berganda pada Tanaman Salak di Kabupaten Tapanuli Selatan variabel independen terhadap variabel dependen. Nilai pengaruh tersebut ditunjukkan oleh nilai R Kuadrat (R2) atau koefisiensi determinasi yaitu sebesar 0,868. Artinya variabel-variabel independen dapat menerangkan rasa salak sebesar 86,8% dan sisanya sekitar 13,2% dipengaruhi oleh variabel lain.

Tabel 16. Sidik Ragam Regresi Linear Berganda pada Tanaman Salak di

Dengan melihat tabel 22 sidik ragam regresi di atas dapat dilihat tingkat signifikansi (Sig) adalah 0,000 dengan nilai F hitung sebesar 57,136 artinya dapat disimpulkan bahwa beberapa variabel bebas secara bersama-sama (simultan) fraksi pasir, P-tersediat, elevasi, pH H2O, N-total, Na-tukar, kejenuhan basa, K-tukar, Ca-tukar dan Mg-tukar berpengaruh nyata terhadap rasa salak.

Tabel 17. Uji t-parsial Regresi Linear Berganda pada Tanaman Salak di Kabupaten Tapanuli Selatan

Berdasarkan tabel uji t-parsial di atas dapat disimpulkan bahwa variabel N-total, pasir, dan elevasi berpengaruh nyata terhadap karakteristik rasa salak di Kabupaten Tapanuli Selatan. Hal dibuktikan dengan nilai signifikansi ketiga variabel tersebut < 0,05 yaitu 0,020, 0,029, dan 0,019.

Tabel 18. Model Pengujian Regresi Linear Berganda pada Tanaman Salak di

Keterangan: * = variabel bebas berpengaruh positif terhadap rasa salak

Berdasarkan hasil analisis dapat dibentuk persamaan regresi yang dihasilkan oleh semua variabel yang telah bebas multikolinearitas dalam memprediksi rasa salak yakni sebagai :

Y = 7,273 + 0,166 P-tersedia + 0,521 KB + 1,116 K-tukar + 0,448 Na-tukar + 0,244 Elevasi

Persamaan regresi linear berganda dengan variabel dependen (Y) rasa salak dan variabel independen (X) sebanyak 10 variabel. Persamaan ini untuk memperkirakan besar pengaruh variabel independen terhadap perubahan satuan nilai variabel dependen jika masing variabel independen dinaikkan 1 satuan sedangkan variabel independen lainnya dianggap tetap.

Model persamaan di atas dapat diartikan bahwa penambahan satu satuan nilai P-tersedia akan meningkatkan nilai rasa salak sebesar 0,166 satuan, penambahan satu satuan nilai KB akan meningkatkan nilai rasa salak sebesar 0,521 satuan, penambahan satu satuan nilai K-tukar akan meningkatkan nilai rasa salak sebesar 1,116 satuan, penambahan satu satuan nilai Na-tukar akan

meningkatkan nilai rasa salak sebesar 0,448 satuan, penambahan satu satuan nilai elevasi akan meningkatkan nilai rasa salak sebesar 0,244 satuan.

Berdasarkan model persamaan tersebut dapat disimpulkan bahwa terdapat 5 variabel yang berpengaruh positif terhadap peningkatan kualitas rasa buah salak di Kabupaten Tapanuli Selatan yakni P-tersedia, K-tukar, Na-tukar, kejenuhan basa, dan elevasi.

Pembahasan

Unsur hara fosfor menjadi faktor meningkatnya rasa manis pada buah salak karena unsur hara fosfor juga berfungsi sebagai aktivator berbagai enzim terutama enzim sintesa zat gula dalam tanaman. Hal ini diperkuat oleh Damanik, et al (2011) yang menyatakan bahwa fosfor mengatur banyak proses-proses enzimatik dan sebagai aktivator berbagai enzim dalam proses fisiologis tanaman.

Sebagai contoh pada sintesis amilase memerlukan enzim P (enzim fosforilase glukosa). Enzim amilase merupakan enzim yang mampu mengkatalis proses hidrolisa pati untuk menghasilkan molekul lebih sederhana seperti glukosa, maltosa, dan dekstrin. Sehingga rasa manis dalam buah salak dipengaruhi juga oleh unsur hara fosfor melalui aktivator enzim yang menghasilkan molekul gula seperti glukosa. Berdasarkan data analisis tanah menunjukkan bahwa unsur hara P-tersedia di lokasi salak manis berada pada rentan nilai 144,14 ppm – 204,58 ppm dengan nilai rataan sebesar 164,33 ppm. Sehingga dapat disimpulkan bahwa rasa salak Padangsidimpuan akan manis jika nilai P-tersedia mencapai 144,14 ppm.

Unsur kalium memiliki peran positif terbesar dalam mempengaruhi rasa manis buah salak di Kabupaten Tapanuli Selatan terlihat dari nilai koefisien

regresi yang lebih tinggi dibanding variabel lain yang berpengaruh positif (Tabel 18) . Hal ini diperkuat oleh Damanik, et al (2011) yang menyatakan bahwa kalium sangat dibutuhkan untuk pembentukan pati dan translokasi hasil-hasil fotosintesis seperti gula, sehingga unsur hara kalium yang lebih tinggi dalam tanah akan meningkatkan rasa manis pada buah salak karena translokasi zat gula dari daun ke buah salak menjadi lebih cepat. Asumsi lain tingginya kandungan kalium pada salak manis ditunjang juga oleh hasil penelitian Erna (2003) dalam Islamy (2010) bahwa pada tanaman pepaya yang diberi pupuk KCl dengan dosis tinggi dapat meningkatkan rasa manis pada buah pepaya.

Unsur hara natrium secara simultas dengan variabel lain juga menjadi faktor penentu rasa manis pada buah salak di Kabupaten Tapanuli Selatan. Hal ini dapat dibandingkan langsung dari hasil analisis tanah di Kabupaten Tapanuli Selatan bahwa tanah di lokasi salak manis memiliki unsur hara natrium yang lebih tinggi jika dibanding dengan kandungan unsur hara natrium di lokasi salak sepat dan salak masam.

Kejenuhan basa adalah salah satu faktor yang menentukan rasa manis pada tanaman salak di Kabupaten Tapanuli Selatan. Selain daripada kejenuhan basa menjadi salah satu indikator kesuburan tanah, pada penjelasan sebelumnya 2 dari 4 unsur kation basa yakni kalium dan natrium menjadi faktor penentu rasa manis pada tanaman salak di Kabupaten Tapanuli Selatan sehingga besar kemungkinan kejenuhan basa juga menjadi faktor penentu rasa manis tersebut. Mengingat bahwa nilai kejenuhan basa adalah nilai perbandingan antara persen kation basa tukar dengan kapasitas tukar kation.

Elevasi atau ketinggian tempat juga mempengaruhi rasa buah salak di Kabupaten Tapanuli Selatan. Menurut Anarsis (2014) salak tumbuh baik di dataran rendah hingga ketinggian 750 m dpl dengan tipe iklim basah. Pada salak manis di Kecamatan Angkola Barat terlihat bahwa nilai elevasi adalah 648-739 m di atas permukaan laut dengan nilai rataan sebesar 707 m di atas permukaan laut.

Oleh karena itu, kuat dugaan bahwa rasa salak Padangsidimpuan akan manis jika tumbuh dari ketinggian 648 m di atas permukaan laut hingga mencapai ketinggian maksimal yakni 750 m di atas permukaan laut.

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan

1. Faktor P-tersedia, K-tukar, Na-tukar, kejenuhan basa tanah, dan elevasi berpengaruh positif terhadap peningkatan rasa manis buah salak di Kabupaten Tapanuli Selatan.

2. Unsur hara P-tersedia terbaik agar dihasilkan salak manis di Kabupaten Tapanuli Selatan harus lebih besar sama dengan 144,14 ppm.

3. Elevasi terbaik untuk pertanaman salak agar menghasilkan salak manis adalah pada ketinggian 648-750 m di atas permukaan laut.

Saran

Perlu dilakukan penelitian pemberian kalium, fosfor, natrium di lapangan dengan tingkat kejenuhan basa dan elevasi yang berbeda terhadap peningkatan rasa manis tanaman buah salak di Kabupaten Tapanuli Selatan.

DAFTAR PUSTAKA

Anarsis, W. 2014. Agribisnis Komoditas Salak. PT Bumi Aksara, Jakarta.

Ashari, S. 2006. Meningkatkan Keunghulan Bebuahan Tropis Indonesia

BPS. 2013. Letak dan Geografis Kabupaten Tapanuli Selatan.

https://tapanuliselatankab.bps.go.id/frontend/linkTabelStatis/view/id/7 diakses tanggal 28/5/2017.

BPS. 2015. Statistik Tanaman Hortikultura Sumatera Utara. Badan Pusat Statistik Provinsi Sumatera Utara, Medan.

___. 2015. Statistik Tanaman Buah-buahan dan Sayuran Tahunan Indonesia.

Badan Pusat Statistik Republik Indonesia, Jakarta.

Cahyono, B. 2016. Panen Untung dari Budidaya Salak Intensif. Lily Publisher, Yogyakarta.

Islamy, D. 2010. Identifikasi Karakteristik Hara Tanah dan Kandungan Hara Tanaman Dihubungkan dengan Rasa Salak Lokal Sumedang. Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor., Bogor.

Kriswiyanti, E. dkk. 2012. Pola Reproduksi Pada Salak Bali (Salacca zalacca).

Jurnal Biologi XI (2): 78-82

Nandariyah. 2011. Salak: Kajian Budidaya dan Kultur Jaringan. UNS Press dan Fakultas Pertanian UNS, Surakarta.

Nurrochman, dkk. 2013. Pengaruh Pupuk Kalium Klorida dan Umur Penjarangan Buah Terhadap Hasil dan Mutu Salak (Salacca zalacca Voss) Pondoh Super. Jurnal Vegetalika Vol. 2 No. 1 (2013).

Nurrochman, dkk. 2013. Pengaruh Pupuk Kalium Klorida dan Umur Penjarangan Buah Terhadap Hasil dan Mutu Salak (Salacca zalacca Voss) Pondoh Super. Jurnal Vegetalika Vol. 2 No. 1 (2013).

Dalam dokumen Universitas Sumatera Utara (Halaman 41-72)

Dokumen terkait