• Tidak ada hasil yang ditemukan

Universitas Sumatera Utara

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "Universitas Sumatera Utara"

Copied!
72
0
0

Teks penuh

(1)

PROGRAM STUDI AGRO

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA SKRIPSI

OLEH:

AHMAD SYAMSURI 130301075 ILMU TANAH

PROGRAM STUDI AGROTEKNOLOGI FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 2018

(2)

Skripsi Merupakan Syarat Untuk di Program Studi Agro

PROGRAM STUDI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA SKRIPSI

OLEH:

AHMAD SYAMSURI 130301075 ILMU TANAH

Merupakan Syarat Untuk Mendapatkan Gelar Sarjana Program Studi Agroteknologi Fakultas Pertanian

Universitas Sumatera Utara, Medan

PROGRAM STUDI AGROTEKNOLOGI FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 2018

Mendapatkan Gelar Sarjana

Pertanian

(3)

NIM : 130301075 Program Studi : Agroteknologi

Minat : Ilmu Tanah

Disetujui Oleh:

Komisi Pembimbing

Ketua Anggota

Mengetahui,

Ketua Program Studi Agroteknologi

Dr. Ir. Sarifuddin, M.P

Dr. Ir. Mukhlis, M.Si Ir. Posma Marbun, M.P

(4)

ABSTRAK

AHMAD SYAMSURI: Faktor-faktor yang mempengaruhi rasa manis buah salak di Kabupaten Tapanuli Selatan dibimbing oleh MUKHLIS dan POSMA MARBUN. Salak merupakan salah satu tanaman buah tropis asli Indonesia. Provinsi Sumatera Utara merupakan daerah sentra produksi salak terbesar di pulau Sumatera. Produksi tanaman salak didominasi oleh Kabupaten Tapanuli Selatan dari total produksi tanaman salak di Sumatera Utara.

Berdasarkan observasi yang telah di lakukan di Kabupaten Tapanuli Selatan, buah salak dari lokasi yang berbeda memiliki karakteristik buah yang berbeda pula.

Berdasarkan perbedaan karakteristik rasa buah salak tersebut, penulis tertarik melakukan penelitian untuk melihat faktor-faktor apa yang mempengaruhi rasa manis buah salak di Kabupaten Tapanuli Selatan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan mengkaji faktor-faktor yang mempengaruhi rasa manis buah salak di Kabupaten Tapanuli Selatan. Penelitian dilakukan di 3 lokasi yang berbeda yakni di Kelurahan Sitinjak Kecamatan Angkola Barat, Kelurahan Tapian Nauli Kecamatan Angkola Selatan, dan Kelurahan Pasar Sempurna Kecamatan Marancar. Penelitian ini merupakan penelitian survei deskriptif komperatif dengan mengambil sebanyak 10 sampel tanah dari masing-masing lokasi penelitian. Selanjutnya tanah dianalisis di laboratorium dengan parameter pH H2O, C-organik, N-total, tekstur, P-tersedia, KB, KTK, serta basa tukar (K, Ca, Mg, Na) sebagai variabel bebas ditambah faktor lain berupa curah hujan dan elevasi. Metode analisis yang digunakan adalah analisis regresi linier berganda.

Kelayakan model regresi diuji dengan uji asumsi klasik dan analisis faktor dengan menggunakan alat bantu statistik SPSS v.24 for windows. Hasil analisis regresi menunjukkan bahwa variabel P-tersedia, K-tukar, Na-tukar, kejenuhan basa,dan elevasi berpengaruh positif terhadap peningkatan kualitas rasa manis buah salak di Kabupaten Tapanuli Selatan.

Kata Kunci: Rasa Manis, Salak, Tapanuli Selatan

(5)

ABSTRACT

AHMAD SYAMSURI: Factors influencing the sweet taste of salak fruit in South Tapanuli Regency supervised by MUKHLIS and POSMA MARBUN. Salak is one of Indonesia's native tropical fruit plants. North Sumatera Province is the largest salak production center area on the island of Sumatera. Salak production is dominated by South Tapanuli Regency from total production of salak plants in North Sumatra. Based on the observations that have been done in South Tapanuli Regency, the fruits of different locations have different fruit characteristics. Based on differences in the characteristics of the salak fruit flavor, the authors are interested in conducting research to see what factors influence the sweet taste of snake fruit in South Tapanuli Regency. This study aims to determine and examine the factors that influence the sweet taste of salak fruit in South Tapanuli Regency.

The research was conducted in three different locations namely in Sitinjak Village Sub-district of West Angkola, Tapian Nauli village Sub-district of South Angkola, and Pasar Sempurna Village Sub-district of Marancar. This research is a comparative descriptive survey research by taking as many as 10 soil samples from each research location. Next, the soil was analyzed in the laboratory with parameter is pH H2O, C-Organic, N-total, texture, P-available, base saturation, CEC, and base exchange (K, Ca, Mg, Na) as independent variables plus other factors in the form of rainfall and elevation. The analysis method used is multiple linear regression analysis. The feasibility of the regression model was tested by the classical assumption test and factor analysis using the SPSS v.24 for windows statistical tool. The result of regression analysis showed that P-available, K- exchange, Na-exchange, base saturation,and elevation have positive effect on the quality of sweet taste of salak fruit in South Tapanuli Regency.

Keywords: Sweet Taste, Salak, South Tapanuli

(6)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Tapanuli Selatan, 22 Mei 1995 dari pasangan Zuhrin Simamora dan Lasma Hutauruk. Penulis merupakan anak ke-1 dari 3 bersaudara.

Tahun 2013 penulis lulus dari SMA Negeri 6 Padangsidimpuan, kemudian pada tahun yang sama penulis masuk ke Program Studi Agroteknologi Fakultas Pertanian USU melalui jalur Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN). Penulis memilih minat/konsentrasi belajar di bidang Ilmu Tanah.

Selama mengikuti perkuliahan, penulis berperan dalam kegiatan organisasi kemahasiswaan diantaranya Badan Kenaziran Mushala Al-Mukhlisin FP USU periode 2014-2015 sebagai ketua Departemen Kaderisasi; Ikatan Mahasiswa Muslim Pertanian Indonesia (IMMPERTI) periode 2014 sebagai ketua Badan Pengurus Kampus Universitas Sumatera Utara; Kelompok Aspirasi Mahasiswa Rabbani FP USU periode 2016-2017 sebagai ketua Bidang Internal; Majelis Permusyawaratan Mahasiswa FP USU periode 2017-2018 sebagai ketua Komisi B Bidang Keagamaan, Minat dan Bakat; Himpunan Mahasiswa Agroteknologi (HIMAGROTEK) FP USU sebagai anggota dan Ikatan Mahasiswa Kota Padangsidimpuan periode 2013-2015 sebagai anggota.

Penulis melaksanakan Praktek Kerja Lapangan di PT. Perkebunan Nusantara IV Persero Unit Usaha Kebun Ajamu.

(7)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur Penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala rahmat dan karunia-Nya Penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

Adapun judul dari skripsi ini adalah “Faktor-faktor yang Mempengaruhi Rasa Manis Buah Salak di Kabupaten Tapanuli Selatan”.

Pada kesempatan ini Penulis mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya kepada :

1. Bapak Dr. Ir. Mukhlis, M.Si dan ibu Ir. Posma Marbun, MP selaku ketua dan anggota komisi pembimbing yang telah membimbing dan memberikan berbagai masukan berharga kepada Penulis dari menetapkan judul hingga penyelesaian skripsi ini.

2. Kedua orang tua Penulis, ayahanda Zuhrin Simamora dan ibunda Lasma Hutauruk yang senantiasa memberikan kasih sayang sepanjang masa, memberikan dukungan moril dan materil kepada Penulis. Terima kasih atas segala hal yang telah diberikan kepada Penulis

3. Teristimewa kepada kedua adik Penulis, May Mahdina Simamora dan Nova Anggina Simamora yang memotivasi dan menjadi semangat Penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

4. Ibu Dr. Ir. Hamida Hanum, MP selaku dosen pembimbing akademik Penulis yang telah banyak membimbing dan memberikan masukan kepada penulis sejak awal perkuliahan sampai penyelesaian skripsi ini.

5. Kementerian Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi yang telah memberikan bantuan biaya pendidikan dan bantuan biaya penelitian kepada Penulis melalui program Beasiswa BIDIKMISI.

(8)

6. Badan Amil Zakat Nasional (BAZNAS) yang telah memberikan bantuan pendidikan dan program pembinaan bagi Penulis melalui Program Beasiswa Cendikia BAZNAS.

7. Bapak Johannes Situmeang, Saut Hutagalung, Asrul Rambe yang telah mengizinkan lahan kebun salaknya secara sukarela sebagai lokasi penelitian Penulis.

8. Paman Penulis Gunawan Harahap yang telah banyak membantu saat pengambilan sampel tanah di lapangan.

9. Rekan-rekan seperjuangan baik para pengurus maupun alumni BKM Al- Mukhlisin FP USU dan Kelompok Aspirasi Mahasiswa Rabbani yang telah banyak memotivasi penulis.

10. Sahabat Penulis, Wanda Andika Hasibuan, S.Agr dan Agus Susanto, S.Agr yang telah banyak membantu dalam analisis data

penelitian, memotivasi serta memberikan hal lain kepada Penulis yang menunjang penyelesaian skripsi ini.

11. Abangda Arie Yudha Nugraha, SE dan sahabat Penulis di Kelompok Halaqoh Ismail Haniyah sebagai wadah saling mengingatkan dalam kebaikan serta telah banyak memotivasi Penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

12. Abang-abang serta rekan-rekan seatap dan sepenanggungan penghuni rumah JOSH (JOmblo Sampai Halal) yang banyak membantu dan memotivasi Penulis dalam penyelesaian skripsi ini.

(9)

13. Rekan-rekan seperjuangan mahasiswa Agroteknologi yang tidak dapat disebutkan satu per satu yang telah membantu Penulis menyelesaikan skripsi ini.

Skripsi ini masih banyak kekurangan dan masih jauh dari kesempurnaan.

Oleh karena itu, Penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun sebagai bahan evaluasi di masa yang akan datang. Semoga skripsi ini bermanfaat bagi kita semua.

Medan, Desember 2018

Penulis

(10)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK ...i

ABSTRACT ...ii

RIWAYAT HIDUP ...iii

KATA PENGANTAR ...iv

DAFTAR ISI ...vii

DAFTAR TABEL ...ix

DAFTAR GAMBAR ...xi

DAFTAR LAMPIRAN ...xii

PENDAHULUAN Latar Belakang ...1

Tujuan Penelitian ...3

Hipotesis Penelitian ...3

Kegunaan Penelitian...3

TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Salak ...4

Syarat Tumbuh ...8

Iklim ...8

Tanah ...9

Salak Padangsidimpuan ...9

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian ...11

Bahan dan Alat ...11

Metode Penelitian...11

Pelaksanaan Penelitian ...12

Pengambilan Sampel Tanah ...12

Curah Hujan...12

Analisis Laboratorium ...14

Pengolahan dan Analisis Data ...15

Uji Asumsi Klasik ...17

Uji Normalitas ...17

Uji Heterokedastisitas ...17

Uji Multikolinearitas ...18

Uji Autokorelasi ...18

Analisis Faktor ...19

Pengujian Hipotesis ...19

(11)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil ...21

pH H2O ...21

C-Organik ...22

N-total ...23

P-tersedia ...24

Kapasitas Tukar Kation ...25

K-tukar ...26

Ca-tukar ...28

Mg-tukar ...29

Na-tukar ...30

Kejenuhan Basa ...31

Tekstur ...32

Curah Hujan...33

Elevasi ...35

Uji Asumsi Klasik ...37

Uji Normalitas ...37

Uji Heterokedastisitas ...37

Uji Multikolinearitas ...38

Uji Autokorelasi...38

Analisis Faktor...39

Analisis Regresi Linear Berganda ...40

Pembahasan ...43

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan ...46

Saran ...46

DAFTAR PUSTAKA ...47

LAMPIRAN ...49

(12)

DAFTAR TABEL

No. Judul Tabel Halaman 1. Hasil analisa pH tanah pada masing-masing lokasi penelitian salak di

Kabupaten Tapanuli Selatan ...21 2. Hasil analisa C-organik tanah pada masing-masing lokasi penelitian

salak di Kabupaten Tapanuli Selatan. ...22 3. Hasil analisa N-total tanah pada masing-masing lokasi penelitian

salak di Kabupaten Tapanuli Selatan ...23 4. Hasil analisa P-tersedia tanah pada masing-masing lokasi penelitian

salak di Kabupaten Tapanuli Selatan ...24 5. Hasil analisa kapasitas tukar kation tanah pada masing-masing lokasi

penelitian salak di Kabupaten Tapanuli Selatan ...25 6. Hasil analisa K-tukar tanah pada masing-masing lokasi penelitian

salak di Kabupaten Tapanuli Selatan ...27 7. Hasil analisa Ca-tukar tanah pada masing-masing lokasi penelitian

salak di Kabupaten Tapanuli Selatan ...28 8. Hasil analisa Mg-tukar tanah pada masing-masing lokasi penelitian

salak di Kabupaten Tapanuli Selatan ...29 9. Hasil analisa Na-tukar tanah pada masing-masing lokasi penelitian

salak di Kabupaten Tapanuli Selatan ...30 10. Hasil analisa kejenuhan basa tanah pada masing-masing lokasi

penelitian salak di Kabupaten Tapanuli Selatan ...31 11. Hasil analisa tekstur tanah pada masing-masing lokasi penelitian

salak di Kabupaten Tapanuli Selatan ...33 12. Data curah hujan tahun 2013-2017 di Kabupaten Marancar ...34 13. Data curah hujan tahun 2013-2017 di Kabupaten Angkola Barat dan

Angkola Selatan ...35 14. Data ketinggian tempat pada masing-masing lokasi penelitian di

Kabupaten Tapanuli Selatan ...36 15. Nilai koefisien persamaan regresi linear berganda pada tanaman

salak di Kabupaten Tapanuli Selatan ...40

(13)

16. Sidik ragam regresi linear berganda pada tanaman salak di Kabupaten Tapanuli Selatan ...41 17. Uji t-parsial regresi linear berganda pada tanaman salak di

Kabupaten Tapanuli Selatan ...41 18. Model pengujian regresi linear berganda pada tanaman salak di

Kabupaten Tapanuli Selatan ...42

(14)

DAFTAR GAMBAR

No. Judul Gambar Halaman 1. Peta lokasi penelitian ...13 2. Tahapan pelaksanaan penelitian...15

(15)

DAFTAR LAMPIRAN

No. Judul Lampiran Halaman 1. Kriteria pH tanah ...49 2. Kriteria penilaian sifat-sifat tanah ...49 3. Nilai signifikansi one sample Kolmogorov-Smirnov pada tanaman

salak di Kabupaten Tapanuli Selatan ...49 4. Nilai signifikansi uji heterokedastisitas pada tanaman salak di

Kabupaten Tapanuli Selatan ...50 5. Uji multikolinearitas pada tanaman salak di Kabupaten Tapanuli

Selatan ...50 6. Nilai uji runs test pada tanaman salak di Kabupaten Tapanuli Selatan ...51 7. Total varian hasil analisis faktor tanaman salak di Kabupaten Tapanuli

Selatan ...51 8. Komponen matriks hasil proses rotasi komponen matriks (rotation

component matrix) pada analisis faktor ...52 9. Gambar penelitian ...52 10. Hasil analisis sifat tanah di Kecamatan Marancar Kabupaten Tapanuli

Selatan ...55 11. Hasil analisis sifat tanah di Kecamatan Angkola Selatan Kabupaten

Tapanuli Selatan ...55 12. Hasil analisis sifat tanah di Kecamatan Angkola Barat Kabupaten

Tapanuli Selatan ...56 13. Data curah hujan tahun 2013-2017 Kecamatan Marancar Kabupaten

Tapanuli Selatan ...56 14. Data curah hujan tahun 2013-2017 Kecamatan Angkola Barat dan

Kecamatan Angkola Selatan Kabupaten Tapanuli Selatan ...57

(16)

PENDAHULUAN Latar Belakang

Salak merupakan salah satu tanaman buah tropis asli Indonesia.

Komoditas buah salak banyak dihasilkan di sentra-sentra produksi salak di Pulau Jawa yakni tersebar di daerah Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur dan Daerah Istimewa Yogyakarta. Di pulau Sumatera, pusat budidaya salak dijumpai di Provinsi Sumatera Utara, Sumatera Barat, Sumatera Selatan dan Lampung.

Sedangkan Bali dan Kalimantan merupakan wilayah terbesar ketiga dan keempat setelah Pulau Jawa dan Sumatera sebagai penghasil salak secara nasional (Nandariyah,2011).

Pada tahun 2015, Provinsi Sumatera Utara merupakan daerah sentra produksi salak terbesar di Pulau Sumatera dengan total produksi 192.585 ton (BPS, 2015). Produksi tanaman salak di Sumatera Utara didominasi oleh Kabupaten Tapanuli Selatan, dengan persentase produksi sebesar 93,1 persen.

Sementara kabupaten/kota lainnya hanya memberikan kontribusi sebesar 6,99 persen dari total produksi tanaman salak di Sumatera Utara (BPS, 2015).

Kabupaten Tapanuli Selatan yang merupakan daerah sentra produksi salak di Provinsi Sumatera Utara terletak di garis geografis 0058"35""-2007"33"" LU, 98042"50"" - 99034"16"" BT dengan luas wilayah 444.428.30 ha dan terletak di ketinggian 0 – 1.985 meter di atas permukaan laut. Kabupaten Tapanuli Selatan berbatasan dengan Kabupaten Tapanuli Utara dan Kabupaten Tapanuli Tengah di sebelah Utara, Kabupaten Mandailing Natal di sebelah Selatan, Kabupaten Mandailing Natal dan Samudera Indonesia di sebelah Barat, serta Kabupten

(17)

Padang Lawas Utara, Kabupaten Padang Lawas, dan Kabupaten Labuhan Batu Utara di sebelah Timur ( BPS, 2013).

Jenis salak bermacam-macam, umumnya penamaan jenis salak dengan cara mengambil nama daerah asal atau tempat tumbuh salak tersebut, misalnya salak Condet, salak Madura, salak Bali, salak Pondoh, salak Mononjaya, salak Ambarawa, salak Padangsidempuan, salak Merak, salak Bangkok, salak Hutan.

Namun ada juga yang menyebutkan salak berdasarkan rasanya seperti salak Gula Pasir, salak Nangka, salak Madu (Anarsis, 2014).

Salak Padangsidempuan merupakan spesies salak yang berasal dari Sumatera Utara, khususnya Kabupaten Tapanuli Selatan. Pada umumnya salak Padangsidempuan memiliki buah berukuran kecil sampai besar; kulit buah berwarna cokelat sampai kehitaman dan bersisik besar; daging buah tebal, berair, berwarna kuning semburat merah, dominan merah atau krem berbercak merah dengan batas yang jelas, atau krem polos. Rasanya bervariasi dari manis, masam hingga sepet dan memiliki biji besar (Cahyono, 2016).

Berdasarkan observasi yang telah dilakukan di Kabupaten Tapanuli Selatan, buah salak dari lokasi yang berbeda memiliki karakteristik buah yang berbeda pula. Contohnya, buah salak yang berasal dari Kecamatan Angkola Barat khususnya di Kelurahan Sitinjak memiliki rasa buah manis dan masir, buah salak dari Kecamatan Marancar Kelurahan Pasar Sempurna memiliki ukuran buah yang relatif agak asam dan kelat, sedangkan buah salak yang berasal dari Kecamatan Angkola Selatan Kelurahan Tapian Nauli diperoleh dua karakter rasa yang berbeda yakni dengan rasa masam yang dominan.

(18)

Pada umumnya yang menjadi penilaian kualitas buah salak di pasaran adalah rasa dan bobotnya, sehingga akibat adanya perbedaan rasa dan bobot buah salak di beberapa lokasi tertentu mengakibatkan nilai jualnya pun berbeda. Perihal kualitas buah salak ini akan sangat berpengaruh terhadap daya beli konsumen dan akhirnya akan berakibat pada perekonomian petani buah salak di Kabupaten Tapanuli Selatan.

Berdasarkan perbedaan karakteristik rasa buah salak tersebut, Penulis tertarik melakukan penelitian untuk melihat faktor-faktor apa yang mempengaruhi rasa manis buah salak di Kabupaten Tapanuli Selatan.

Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan mengkaji faktor-faktor yang mempengaruhi rasa manis buah tanaman salak di Kabupaten Tapanuli Selatan.

Hipotesis Penelitian

Faktor tanah berupa pH tanah (pH H2O), tekstur (fraksi pasir, debu, liat), N-total, P-tersedia, KTK, C-oganik, kejenuhan basa, basa tukar (K,Ca, Mg, Na) serta faktor iklim berupa curah hujan dan elevasi berpengaruh nyata terhadap karakteristik rasa manis buah salak di Kabupaten Tapanuli Selatan.

Kegunaan Penulisan

Sebagai syarat untuk mendapatkan gelar sarjana di Program Studi Agroteknologi Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan.

(19)

TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Salak

Tanaman salak merupakan tanaman asli daerah tropik, termasuk kelompok tanaman Palmae, Divisio Spermatophyta, class Monocotyledoneae, ordo Spadiciforeae, genus Salacca dan spesies Salacca edulis Reinw. Sebagian ahli mengatakan salak yang tumbuh di Sumatera Utara berasal dari jenis yang berbeda, yakni S. sumatrana Becc. Salak ditemukan tumbuh liar di alam Jawa dan Sumatera. Akan tetapi asal usul salak yang pasti belum diketahui. Salak dibudidayakan di Thailand, Malaysia dan Indonesia ke Timur sampai Maluku.

Salak juga diintroduksi ke Filipina, Papua Nugini, Queensland dan juga Fiji (Nandariyah, 2011).

Jenis salak bermacam-macam dan umumnya penamaan jenis salak dengan cara mengambil nama daerah asal atau tempat tumbuh salak tersebut, misalnya salak Condet, salak Madura, salak Bali, salak Pondoh, salak Mononjaya, salak Ambarawa, salak Padangsidempuan, salak Merak, salak Bangkok, salak Hutan.

Namun ada juga yang menyebutkan salak berdasarkan rasanya seperti salak Gula Pasir, salak Nangka, salak Madu (Anarsis, 2014).

Tanaman salak berakar serabut. Daerah penyebaran akar tidak luas, dangkal dan mudah rusak jika kekurangan air. Akar-akar baru dapat bermunculan di permukaan tanah pada saat akar yang lama sudah mulai berkurang fungsinya.

Akar yang baru bermunculan tersebut jika ditimbun tanah akan memperbaiki vigor tanaman. Akar yang sudah tua dapat dipangkas setelah akar yang muda telah tumbuh subur, dengan cara demikian tanaman salak akan tetap awt muda dan produksinya tidak menurun (Tim Karya Tani Mandiri, 2014).

(20)

Batang tanaman salak sangat pendek, berkayu dan keras. Bentuk batang mirip batang tanaman kurma atau kelapa. Batang tertutup oleh pelepah-pelepah daun Pelepah daun tersebut tersusun sangat rapat sehingga batang pohon hampir tidak terlihat. Batang tanaman dapat mencapai tinggi 7 meter atau lebih, namun rata-rata tingginya kurang dari 4,5 meter. Batang tanaman berfungsi sebagai jalan pengangkutan air dan zat-zat hara ke daun serta jalan pengangkutan zat-zat hasil asimilasi ke seluruh bagian tubuh tanaman (Cahyono, 2016).

Daun salak terdiri dari tulang daun, lidah daun dan anak daun. Tulang daun panjangnya sampai 75 cm. Lidah daun terletak di bagian samping tulang daun dengan lebar sampai 8 cm. Anak daun berjumlah antara 24-26 helai pada setiap setengah pelepah daun dan tersusun dalam 7-9 kelompok dan tiap-tiap kelompok terdiri atas 2-4 anak daun. Helai anak daun berbentuk pedang, setiap helai anak daun memiliki satu ibu tulang daun. Pada bagian ujung pelepah terdapat anak daun yang merupakan gabungan dari beberapa anak daun sebelah kiri dan kanan pelepah. Daun berwarna hijau sampai hijau tua dan pada bagian bawah daun berwarna keputih-putihan seperti lapisan lilin. Ukuran daun dan letak susunan anak daun serta bentuk daun yang tergabung di ujung pelepah dapat dijadikan dasar untuk membedakan beberapa jenis spesies salak (Anarsis, 2014).

Tanaman salak pada umumnya berumah dua (dioesious) karena bunga jantan dan bunga betina berada pada pohon yang terpisah. Bunga Salak berbentuk majemuk, bertangkai dan tertutupoleh seludang yang panjangnya 50-100 cm.

Karangan bunga terletak dalam tongkol majemuk yang muncul di ketiak daun, bertangkai, mula-mula tertutup oleh seludang, yang belakangan mengering dan mengurai menjadi serupa serabut. Tongkol bunga jantan 50-100 cm panjangnya

(21)

terdiri atas 4-12 bulir silindris yang masing-masing panjangnya antara 7-15 cm , dengan banyak bunga kemerahan terletak di ketiak sisik-sisik yang tersusun rapat.

Tongkol bunga betina 20-30 cm, bertangkai panjang, terdiri atas 1-3 bulir yang panjangnya mencapai 10 cm. Pada waktu bunga masih muda dilindungi oleh selubung berbentuk bulat lonjong seperti perahu. Bunga ini berbentuk radial simetris, mempunyai tiga daun kelopak dan tiga daun mahkota atau struktur yang tidak dapat dibedakan antara mahkota atau kelopak (Nandariyah, 2011).

Dalam proses penyerbukan tidak selalu diikuti oleh pembuahan. Gagalnya pembuahan dapat disebabkan oleh beberapa hal diantaranya karena serbuk sari dan satu sel telurnya mandul (steril) dan adanya inkompetibilitas antara antara serbuk sari dan sel telur. Selain ini, faktor iklim uga mempengaruhi efisiensi penyerbukan. Adanya curah hujan dan kelembabanrelatif yang tinggi bersifat menghambat penyerbukan. Hujan lebat dapat menyebabkan butir-butir serbuk sari berlekatan satu sama lain, sehingga menjadi gumpalan yang berat dan tidak dapat mencapai stigma (Darjanto dan Sarifah, 1990 dalam Sriwahyuni, 1999).

Karakteristik karangan bunga salak Bali berumah satu adalah: bunga tongkol majemuk terdiri dari 1-7 tongkol, namun yang bertahan hidup dan menjadi buah 1-3 tongkol saja. Masing-masing tongkol terdiri dari bunga jantan yang dilengkapi dengan kelopak 3, mahkota 3 dan benangsari 6 buah serta bunga hermaprodit yang dilengkapi dengan kelopak 3, mahkota 3, benangsari dengan tangkai melekat pada mahkota 3 buah dan 3 buah melekat pada perlekatan 2 mahkota dan satu putik dengan kepala bercabang tiga. Setiap tongkol terdiri dari 91-214 bunga, bunga hermaprodit 33-93 buah dan bunga jantan 50-125 buah (Kriswiyanti, 2004 dalam Kriswiyanti, 2012).

(22)

Buah salak tersusun dalam tandan, terletak di atas punggung pelepah daun atau di ketiak pelepah daun. Bentuk buah bervariasi tergantung pada jenis salak, kedudukan atau posisi buah dalam tandan di pohon. Umumnya bentuk buah salak adalah bulat atau segitiga bulat telur terbalik dengan garis tengah dapat mencapai 6 cm dan panjang antara 2,5-10 cm. Berat buah dapat mencapai 150 gr per buah.

Bagian dasar buah meruncing dan pada bagian ujungnya terdapat bekas kepala putik. Kulit buah berupa sisik yang tersusun seperti genting (Anarsis, 2014).

Ciri-ciri visual buah salak yang layak dipanen pada stadium matang di pohon adalah warna kulit buah bersih dan mengkilat, bila dipegang atau dipijat terasa empuk dan dan kulitnya tidak kasar, serta beraroma khas, bahkan kadangkadang kelihatan retak. Disamping itu, bila sudah dikupas warna bijinya coklat kehitam-hitaman, daging buahnya kenyal atau empuk dan duri-duri kecil buah sudah tumpul, sisik kulit luarnya sudah melebar, dan bila dipetik mudah terlepas dari tangkai buah (Siregar, 2013).

Untuk memperoleh buah yang besar, penjarangan buah dapat dilakukan pada umur buah 3 dan 4 bulan setelah persarian. Menurut Kusumainderawati &

Sholeh (1991) dalam Nurrochman dkk (2013), tandan-tandan yang mempunyai jumlah buah relatif banyak apabila tidak dikenai pengurangan buah akan menghasilkan buah yang ukurannya kecil, bentuknya tidak menarik, pipih, dan daging buahnya tipis.

Biji salak tergolong biji rekalsitran. Biji rekalsitran yaitu, biji yang tidak memerlukan penyimpanan. Biji rekalsitran memerlukan perlakuan khusus dalam penyemainnya, sebab daya toleransinya terhadap kekurangan air pada endospermnya rendah. Biji–biji yang demikian memerlukan perlakuan khusus

(23)

untuk penyimpanannya (Purwanto et al, 1998 dalam Islamy, 2010). Di alam, biji salak hanya dapat bertahan hidup beberapa hari saja setelah dikeluarkan dari buahnya. Biji yang masih berada di dalam buahnya hanya dapat bertahan selama 2 – 3. Kondisi kering dan dingin akan cepat sekali mematikan biji-biji rekalsitran (Tan, 1953 dalam Harsono, 1994 dalam Islamy, 2010).

Syarat Tumbuh Iklim

Tanaman salak memerlukan curah hujan rata-rata 200-400 mm per bulan.

Tanaman ini tidak menyukai penyinaran penuh, intensitas sinar yang dibutuhkan berkisar 50-70%, sehingga perlu tumbuhan penaung. Salak tumbuh dengan baik pada tempat beriklim basah dengan pH sekitar 6,5, berupa tanah pasir atau lempung yang kaya bahan organik, dapat menyimpan air dan tidak tergenang, karena sistem perakarannya dangkal. Temperatur optimal 20-30oC, apabila kurang dari 20oC perbungaan akan lambat, bila terlalu tinggi akan menyebabkan buah dan biji membusuk. Salak tumbuh baik dari dataran rendah sampai ketinggian sekitar 700 m dpl dan dapat berbuah sepanjang tahun, khususnya pada bulan Oktober dan Januari (Santoso, 1990 dalam Suskendyati, dkk, 2000).

Tanaman salak membutuhkan naungan agar dapat tumbuh baik. Tanaman salak hanya membutuhkan sinar matahari sebesar 70-80 %. Oleh karena itu tanaman salak membutuhkan tanaman penaung. Tanaman penaung berfungsi melindungi tanaman salak dari cahaya matahari langsung. Tanaman penaung juga membantu menjaga kelembaban tanaman salak. Suhu yang diperlukan oleh tanaman salak adalah sekitar 20-30 oC. Suhu di atas 35 oC dapat mengahambat pertumbuhan tanaman (Nandariyah, 2011).

(24)

Tanah

Salak mampu beradaptasi di berbagai macam tanah asal strukturnya cocok.

Pada tanah yang cadasnya dangkal, maka tanah cadas dangkal terlebih dahulu diancurkan sedalam 1 meter agar perakaran salak mampu menembus tanah. Jenis tanah yang cocok untuk salak adalah tanah yang subur dan gembur. Pada tanah liat berpasir tanaman kurang berkembang, karena tanah dapat menjadi becek dan lembab menyebabkan perakaran tanaman mudah busuk. Umumnya pH tanah yang cocok untuk tanaman salak adalak sekitar 6,0-7,0. Meskipun demikian, tanaman salak masih mampu toleransi terhadap pH agak asam dan basa yaitu pada pH 4,5- 5,5 atau 7,5-8,5.

Salak tumbuh baik di dataran rendah hingga ketinggian 750 m dpl dengan tipe iklim basah (Anarsis, 2014). Tipe tanah Podsolik dan Regosol atau Latosol disenangi oleh tanaman salak. Lingkungan yang dikehendaki mempunyai pH 5-7, curah hujan 1.500-3.000 mm per tahun dengan musim kering antara 4-6 bulan.

Pada kondisi lingkungan yang sesuai, tanaman mulai berbuah pada umur tiga tahun. Tanaman salak muda lebih senang hidup di tempat teduh atau di bawah naungan. Oleh karena itu, umumya salak ditanam di bawah tanaman keras seperti tanaman duku, kelapa, karet, durian, atau pohon jinjing atau sengon (Albezia sp.) (Sunarjono, 2008).

Salak Padangsidimpuan

Pusat produksi buah salak nasional salah satunya adalah di Provinsi Sumatera Utara dengan spesies salak Padangsidempuan (Salacca sumatrana) (Ashari, 2006). Secara umum penampakan salak Padangsidimpuan lebih kekar dan lebih besar dari salak jenis lainnya. Salak Padangsidimpuan dicirikan dengan

(25)

bentuk batang, pelepah dan helai daun yang besar dan kokoh. Dari jauh dengan melihat letak susunan daun dan ukurannya, kita dapat menentukan bahwa itu salak jenis Padangsidimpuan (Anarsis, 2014).

Salak Padangsidempuan merupakan spesies salak yang berasal dari Sumatera Utara, khususnya Kabupaten Tapanuli Selatan. Pada umumnya salak Padangsidempuan memiliki buah berukuran kecil sampai besar. Kulit buah berwarna cokelat sampai kehitaman dan bersisik besar. Daging buah tebal, berair, berwarna kuning semburat merah, dominan merah, atau krem berbercak merah dengan batas yang jelas, atau krem polos, rasanya bervariasi manis, masam hingga sepet dan memiliki biji besar (Cahyono, 2016).

Perkebunan salak di Kabupaten Tapanuli Selatan semuanya berada di lahan dengan pengairan tergantung sepenuhnya pada hujan, sehingga faktor curah hujan dan tekstur tanah mempunyai peranan yang besar terhadap pertumbuhan tanaman salak. Areal produksi salak di Tapanuli Selatan terdapat di Kecamatan Angkola Barat, Marancar, Angkola Timur dan Angkola Selatan. Luas pertanaman salak 13.928 ha dengan produksi 236.793 ton/tahun. Areal pengembangan salak masih tersedia 15.000 ha (Siregar, dkk, 2013).

(26)

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan di tiga lokasi yang berbeda yakni di Kelurahan Sitinjak Kecamatan Angkola Barat, Kelurahan Tapian Nauli Kecamatan Angkola Selatan, dan Kelurahan Pasar Sempurna Kecamatan Marancar. Analisis tanah dilakukan di laboratorium Kimia dan Kesuburan Tanah Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara Medan dan laboratorium PT. Socfin Indonesia.

Penelitian berlangsung sejak bulan Juli 2017 sampai dengan April 2018.

Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan terdiri dari tanah yang diambil di sekeliling tegakan salak dari masing-masing lokasi perkebunan salak dengan kriteria telah berbuah, usia >10 tahun dan tidak sedang diserang penyakit.

Alat yang digunakan dalam pengambilan sampel tanah, adalah : cangkul, bor tanah, meteran, pisau lapang, penggaris, GPS (Global Positioning System), kantong plastik, label dan karet gelang. Alat yang digunakan untuk analisis tanah antara lain yaitu alat-alat gelas, hot plate, centrifuge, shaker, pH meter dan alat- alat laboratorium lainnya.

Metode Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif komperatif. Lokasi penelitian ditentukan berdasarkan kolaborasi antara wawancara langsung kepada petani dan agen pengumpul (toke salak) serta observasi langung ke lapangan.

Observasi dilakukan dengan mengkonsumsi langsung buah salak pada masing- masing lokasi tersebut. Setiap lokasi mewakili karakteristik rasa salak yang berbeda yakni :

(27)

1. Kelurahan Pasar Sempurna Kecamatan Marancar mewakili lokasi salak kelat atau sepat.

2. Kelurahan Sitinjak Kecamatan Angkola Barat mewakili lokasi salak manis.

3. Kelurahan Tapian Nauli Kecamatan Angkola Selatan mewakili lokasi salak masam.

Pelaksanaan Penelitian Pengambilan Sampel Tanah

Jumlah sampel yang digunakan dalam penelitian ini sebanyak 10 titik sampel di masing-masing lokasi. Sebelum mengambil contoh tanah terlebih dahulu diambil koordinat dan ketinggian tempatnya (elevasi) dengan menggunakan GPS. Pada masing-masing titik sampel diambil 6 contoh tanah di sekeliling tegakan salak secara zig-zag dengan kedalaman 0-20 cm, kemudian dikompositkan diambil sebanyak 2 kg dan dianalisa di laboratorium. Jumlah titik sampel yang digunakan dalam penelitian ini secara keseluruhan adalah 30 titik sampel.

Curah Hujan

Data curah hujan yang digunakan sebagai parameter adalah data pengukuran curah hujan bulanan selama 5 tahun yakni tahun 2013-2017 yang berasal dari dua lokasi stasiun pengamatan yakni stasiun Batangtoru mewakili Kecamatan Marancar dan Stasiun Hutakoje mewakili Kecamatan Angkola Barat dan Angkola Selatan. Data tersebut diperoleh dari Stasiun Klimatologi Kelas I Deli Serdang.

(28)

Gambar 1. Peta Lokasi Penelitian

(29)

Analisis Laboratorium

Sampel tanah yang diperoleh dianalisis di laboratorium untuk mengetahui sifat fisik dan kimia tanah dengan parameter sebagai berikut:

1. pH tanah, dilakukan dengan metode elektrometri.

2. C-organik tanah, dilakukan dengan metode Walkley and Black.

3. N-total, dilakukan dengan metode Kjehdal.

4. Persentase fraksi pasir, debu dan liat tanah menggunakan metode Hydrometer.

5. P-tersedia tanah, dengan menggunakan metode Bray II.

6. Kejenuhan Basa cara perhitungan sebagai berikut:

Kejenuhan Basa = me (Ca+Mg+K+Na)/100g

me KTK /100g ×100 %

7. Kapasitas Tukar Kation (CEC), dilakukan dengan metode Ekstrasi 1 N NH4 OAc pH7.

8. Basa tukar(K, Ca, Mg, Na) dengan metode Ekstrasi 1 N NH4 OAc pH7.

Secara ringkas, pelaksanaan penelitian diterangkan dalam flowchart (Gambar 2) sebagai berikut:

(30)

Pengolahan dan Analisis Data

Pengolahan data dibantu dengan softwere SPSS versi 2.4 for wimdows.

Pengolahan data dilakukan dengan menggunakan analisis regresi linier berganda.

Regresi linear berganda berguna untuk menghitung besarnya pengaruh hubungan dua atau lebih variabel bebas terhadap satu variabel terikat. Variabel terikat adalah variabel yang keberadaannya dipengaruhi oleh variabel bebas yang dinotasikan dengan Y. Variabel terikat dalam hal ini adalah rasa salak. Berhubung dalam penelitian ini variabel terikat (Y) berbentuk data kualitatif yakni rasa salak, maka dalam proses analisa statistik perlu dilakukan kategorisasi terlebih dalulu dengan pemberian kode khusus untuk masing-masing variabel terikat yaitu salak sepat (Y0), salak manis (Y1), dan salak masam (Y2). Sedangkan variabel bebas adalah variabel yang mempengaruhi perubahan nilai variabel terikat yang dinotasikan dengan X. Variabel bebas dalam hal ini adalah pH tanah (pH H2O), tekstur (fraksi

Penentuan Lokasi Berdasarkan Karakter Rasa (Manis, Masam, Sepat) Pengambilan Sampel Tanah

Pengambilan Data Curah Hujan Analisis Tanah

Analisis Data

Laporan Penelitian / Skripsi

Gambar 2. Tahapan Pelaksanaan Penelitian Kebun Salak di Tapanuli Selatan

(31)

pasir, debu, liat), N-Total, P-tersedia, KTK, C-Organik, kejenuhan basa, basa tukar (K,Ca, Mg, Na) serta faktor iklim berupa curah hujan dan elevasi.

Pengaruh fungsional variabel bebas terhadap variabel terikat dianalisa dengan menggunakan model persamaan sebagai berikut:

Y = a + b1X1 + b2X2 + b3X3 .... + b15X15

Keterangan :

Y : variabel terikat (rasa salak)

X : variabel bebas (status hara tanah, curah hujan dan elevasi) a : intersep dan garis pada sumbu Y

b : koefisien regresi linear X1 : pH tanah

X2 : C-organik X3 : N-total X4 : fraksi pasir X5 : fraksi debu X6 : fraksi liat X7 : P-tersedia X8 : kejenuhan basa X9 : kapasitas tukar kation X10 :K tukar

X11 : Ca tukar X12 : Mg tukar X13 : Na tukar X14 : curah hujan

(32)

X15 : elevasi Uji Asumsi Klasik

Sebelum dilakukan analisis regresi linear berganda perlu dilakukan uji asumsi klasik. Uji asumsi klasik berguna untuk menguji apakah model regresi yang digunakan dalam penelitian layak diuji atau tidak. Kelayakan model regresi dapat terlihat dari data yang dihasilkan terdistribusi normal, serta tidak terdapat gejala heteroskedasitisitas, multikolinearitas dan autokorelasi dalam model regresi yang digunakan. Jika keseluruhan syarat tersebut terpenuhi berarti model regresi telah layak digunakan (Priyatno, 2014).

Uji Normalitas

Uji normalitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi variabel tidak bebas dan variabel bebas memiliki data yang terdistribusi normal atau tidak. Data yang terdistribusi normal menunjukkan bahwa tidak terdapat nilai ekstrim yang nantinya dapat mengganggu hasil penelitian. Model regresi yang baik adalah yang memiliki distribusi data normal dan mendekati normal. Dalam pembahasan ini akan digunakan uji one sample Kolmogorov – Sminov dengan menggunakan taraf signifikan 0,05. Data dinyatakan berdistribusi normal jika signifikan dan nilai uji one sample Kolmogorov – Sminov > 5% (Priyatno, 2014).

Uji Heteroskedastisitas

Uji heteroskedastisitas digunakan untuk mengetahui adanya ketidaksamaan varians residual satu pengamatan ke pengamatan yang lain pada model regresi. Prasyarat yang harus terpenuhi dalam model regresi adalah tidak adanya gejala heteroskedastisitas atau biasa disebut homoskedastisitas. Metode pengujian yang digunakan adalah uji Glejser. Uji glejser dilakukan dalam

(33)

meregresikan nilai absolut residual terhadap variabel independen lainnya. Jika nilai signifikansi antara variabel independen dengan nilai absolut residual lebih dari 0,05 maka tidak terjadi gejala heterokedastisitas (Priyatno, 2014). Apabila ditemukan gejala heterokedasititas dalam model regresi maka data harus di transformasi data terlebih dahulu, kemudian diulang kembali uji asumsi klasik dari awal.

Uji Multikolinearitas

Uji Multikolinearitas digunakan untuk mengetahui ada atau tidaknya hubungan linear antar variabel independen dalam model regresi. Prasyarat yang harus terpenuhi dalam model regresi adalah tidak adanya multikolinearitas. Uji Multikolinearitas dilakukan dengan melihat nilai varian inflation factor (VIF) dan nilai tolerance pada model regresi. Model regresi yang baik ialah tidak terjadi multikolinearitas yang dibuktikan dengan nilai VIF < 10 dan nilai tolerance > 0,1 (Priyatno, 2014). Apabila ditemukan gejala multikolinearitas dalam model regresi, maka perlu dilakukan analisis faktor.

Uji Autokorelasi

Uji autokorelasi digunakan untuk mengetahui ada atau tidaknya penyimpangan yang terjadi antara residual pada satu pengamatan dengan pengamatan lain dalam model regresi. Pada penelitian ini, uji autokorelasi yang digunakan adalah uji runs test. Model regresi dikatakan bebas dari gejala autokorelasi apabila Signifikansi dua arah (Asymp. Sig. 2-tailed) > 0,05.

(Priyatno, 2014).

(34)

Analisis Faktor

Analisis faktor utamanya digunakan untuk mereduksi data atau meringkas, dari variabel yang banyak diubah menjadi lebih sedikit, misalnya dari 15 variabel bebas diubah menjadi 3 atau 4 variabel baru yang disebut faktor dan masih memuat sebagian besar informasi yang terkandung dalam variabel asli (original variable). Analisis faktor dalam penelitian ini selain digunakan untuk meringkas variabel bebas menjadi lebih sedikit juga untuk mengatasi terjadinya kolinearitas ganda (multicollinearity). Pembuatan faktor dilakukan sedemikian rupa sehingga faktor yang satu dengan lainnya orthogonal artinya bebas satu sama lain atau tidak terjadi multikolinearitas sehingga tepat digunakan sebagai variabel bebas dalam analisis regresi linear beraganda.

Pengujian Hipotesis

Berdasarkan hipotesis yang diajukan, untuk menguji hipotesis digunakan Uji t (parsial) dan Uji F (serempak). Pengujian hipotesis dilakukan dengan uji dua arah dengan tingkat signifikan (α) sebesar 5% apakah diterima atau ditolak.

Uji hipotesis secara parsial digunakan untuk mengetahui pengaruh dari masing-masing variabel bebas terhadap variabel terikat. Uji ini dilakukan dengan membandingkan nilai t hitung dengan t tabel. Kriteria yang harus dipenuhi dalam uji ini yaitu:

− Jika -t hitung ≤ t tabel; H0 terima (tidak ada pengaruh)

− jika t hitung > t tabel; H0 ditolak (ada pengaruh) Adapun kriteria berdasarkan nilai signifikansi:

− Jika signifikansi > 0,05 ; H0 terima (tidak ada pengaruh)

− Jika signifikansi < 0,05 ; H0 ditolak (ada pengaruh) (Priyatno, 2014).

(35)

Uji hipotesis secara serempak digunakan untuk mengetahui pengaruh dari variabel bebas secara keseluruhan terhadap variabel terikat. Uji ini dilakukan dengan membandingkan nilai F hitung dengan nilai F tabel, Adapun kriteria yang harus dipenuhi dalam uji ini yaitu:

− Jika F hitung ≤ F tabel; H0 terima (tidak ada pengaruh)

− jika F hitung > F tabel; H0 ditolak (ada pengaruh) Adapun kriteria berdasarkan nilai signifikansi:

− Jika signifikansi > 0,05 ; H0 terima (tidak ada pengaruh)

− Jika signifikansi < 0,05 ; H0 ditolak (ada pengaruh) (Priyatno, 2014).

(36)

HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil

pH H2O

Nilai pH tanah pada masing-masing lokasi penelitian salak di Kabupaten Tapanuli Selatan diterangkan dalam Tabel 1 berikut ini:

Tabel 1. Hasil Analisa pH Tanah pada Masing-Masing Lokasi Penelitian Salak di Kabupaten Tapanuli Selatan

Sampel

Marancar Angkola Selatan Angkola Barat (Rasa Sepat) (Rasa Masam) (Rasa Manis) Nilai Kriteria Nilai Kriteria Nilai Kriteria

1 4,51 m 4,44 sm 4,58 m

2 4,44 sm 4,57 m 5,03 m

3 4,21 sm 4,64 m 4,54 m

4 4,75 m 4,47 sm 5,08 m

5 4,79 m 4,25 sm 5,05 m

6 5,5 m 4,18 sm 4,83 m

7 4,56 m 4,09 sm 4,99 m

8 4,38 sm 3,99 sm 5,11 m

9 4,25 sm 3,94 sm 4,73 m

10 4,26 sm 4,10 sm 4,99 m

Rataan 4,57 m 4,27 sm 4,89 m

Keterangan: m (masam) ; sm (sangat masam)

Berdasarkan Tabel 1 di atas, dapat diliha t bahwa nilai rata-rata pH H2O tanah di Kecamatan Marancar adalah sebesar 4,57, nilai ini menurut Pusat Penelitian Tanah (1983) tergolong tanah masam (Lampiran 1). Nilai pH H2O terendah terdapat pada sampel 3 yakni sebesar 4,21 dan pH H2O tertinggi terdapat pada sampel 6 yakni sebesar 5,5.

Berdasarkan Tabel 1 di atas, dapat dilihat bahwa nilai rata-rata pH H2O tanah di Kecamatan Angkola Selatan adalah sebesar 4,27, nilai ini tergolong tanah sangat masam (Lampiran 1). Nilai pH H2O terendah terdapat pada sampel 9 yakni sebesar 3,94 dan pH H2O tertinggi terdapat pada sampel 3 yakni sebesar 4,64.

(37)

Berdasarkan Tabel 1 di atas, dapat dilihat bahwa nilai rata-rata pH H2O tanah di Kecamatan Angkola Barat adalah sebesar 4,89, nilai ini tergolong tanah masam (Lampiran 1). Nilai pH H2O terendah terdapat pada sampel 3 yakni sebesar 4,54 dan pH H2O tertinggi terdapat pada sampel 8 yakni sebesar 5,11.

C-organik

Nilai C-organik tanah pada masing-masing lokasi penelitian salak di Kabupaten Tapanuli Selatan diterangkan dalam Tabel 2 berikut ini:

Tabel 2. Hasil Analisa C-organik Tanah pada Masing-Masing Lokasi Penelitian Salak di Kabupaten Tapanuli Selatan

Sampel Marancar Angkola Selatan Angkola Barat

(Rasa Sepat) (Rasa Masam) (Rasa Manis) Nilai (%) Kriteria Nilai (%) Kriteria Nilai (%) Kriteria

1 1,95 r 2,83 s 1,88 r

2 1,67 r 1,56 r 1,22 r

3 2,73 s 2,01 s 2,23 s

4 1,64 r 3,01 t 2,18 s

5 1,79 r 2,05 s 2,15 s

6 1,79 r 2,99 s 1,36 r

7 2,42 s 3,06 t 0,91 sr

8 1,52 r 2,21 s 2,06 s

9 2,67 s 2,01 s 1,62 r

10 2,94 s 1,72 r 1,32 r

Rataan 2,11 s 2,35 s 1,69 r

Keterangan: sr(sangat rendah) ; r (rendah) ; s (sedang) ; t (tinggi)

Berdasarkan Tabel 2 di atas, dapat dilihat bahwa nilai rata-rata C-organik tanah di Kecamatan Marancar adalah sebesar 2,11%, nilai ini masuk ke kategori sedang (Lampiran 2). Nilai C-organik terendah terdapat pada sampel 8 yakni sebesar 1,52% dan nilai C-organik tertinggi terdapat pada sampel 10 yakni sebesar 2,94%.

Berdasarkan Tabel 2 di atas, dapat dilihat bahwa nilai rata-rata C-Organik tanah di Kecamatan Angkola Selatan adalah sebesar 2,35%, nilai ini masuk ke kategori sedang (Lampiran 2). Nilai C-organik terendah terdapat pada sampel 2

(38)

yakni sebesar 1,56% dan nilai C-organik tertinggi terdapat pada sampel 7 yakni sebesar 3,06%.

Berdasarkan Tabel 2 di atas, dapat dilihat bahwa nilai rata-rata C-organik tanah di Kecamatan Angkola Barat adalah sebesar 1,69%, nilai ini masuk ke kategori rendah (Lampiran 2). Nilai C-organik terendah terdapat pada sampel 7 yakni sebesar 0,91% dan nilai C-organik tertinggi terdapat pada sampel 3 yakni sebesar 2,23%.

N-total

Nilai N-total tanah pada masing-masing lokasi penelitian salak di Kabupaten Tapanuli Selatan diterangkan dalam Tabel 3 berikut ini:

Tabel 3. Hasil Analisa N-total Tanah pada Masing-Masing Lokasi Penelitian Salak di Kabupaten Tapanuli Selatan

Sampel Marancar Angkola Selatan Angkola Barat

(Rasa Sepat) (Rasa Masam) (Rasa Manis) Nilai (%) Kriteria Nilai (%) Kriteria Nilai (%) Kriteria

1 0,42 s 0,35 s 0,38 s

2 0,39 s 0,36 s 0,50 t

3 0,38 s 0,35 s 0,57 t

4 0,41 s 0,30 s 0,51 t

5 0,41 s 0,31 s 0,53 t

6 0,35 s 0,21 s 0,54 t

7 0,40 s 0,27 s 0,56 t

8 0,39 s 0,30 s 0,48 s

9 0,36 s 0,23 s 0,42 s

10 0,33 s 0,10 r 0,62 t

Rataan 0,38 s 0,28 s 0,51 t

Keterangan: r (rendah) ; s (sedang) ; t (tinggi)

Berdasarkan Tabel 3 di atas, dapat dilihat bahwa nilai rata-rata N-total tanah di Kecamatan Marancar adalah sebesar 0,38%, nilai ini masuk ke kategori sedang (Lampiran 2). Nilai N-total terendah terdapat pada sampel 10 yakni sebesar 0,33% dan nilai N-total tertinggi terdapat pada sampel 1 yakni sebesar 0,42%.

(39)

Berdasarkan Tabel 3 di atas, dapat dilihat bahwa nilai rata-rata N-total tanah di Kecamatan Angkola Selatan adalah sebesar 0,28%, nilai ini masuk ke kategori sedang (Lampiran 2). Nilai N-total terendah terdapat pada sampel 10 yakni sebesar 0,10% dan nilai N-total tertinggi terdapat pada sampel 2 yakni sebesar 0,36%.

Berdasarkan Tabel 3 di atas, dapat dilihat bahwa nilai rata-rata N-total tanah di Kecamatan Angkola Barat adalah sebesar 0,51%, nilai ini masuk ke kategori tinggi (Lampiran 2). Nilai N-total terendah terdapat pada sampel 1 yakni sebesar 0,38% dan nilai N-total tertinggi terdapat pada sampel 10 yakni sebesar 0,62%.

P-tersedia

Nilai P-tersedia tanah pada masing-masing lokasi penelitian salak di Kabupaten Tapanuli Selatan diterangkan dalam Tabel 4 berikut ini:

Tabel 4. Hasil Analisa P-tersedia Tanah pada Masing-Masing Lokasi Penelitian Salak di Kabupaten Tapanuli Selatan

Sampel

Marancar Angkola Selatan Angkola Barat (Rasa Sepat) (Rasa Masam) (Rasa Manis) Nilai

(ppm) Kriteria Nilai

(ppm) Kriteria Nilai

(ppm) Kriteria

1 127,91 st 123,48 st 204,58 st

2 108,18 st 115,58 st 160,36 st

3 122,24 st 122,83 st 164,08 st

4 110,04 st 127,91 st 182,65 st

5 114,46 st 125,01 st 145,20 st

6 111,93 st 124,79 st 148,26 st

7 109,45 st 127,23 st 181,37 st

8 111,53 st 121,76 st 158,50 st

9 106,84 st 126,79 st 144,14 st

10 111,14 st 129,29 st 154,15 st

Rataan 113,37 st 124,47 st 164,33 st

Keterangan: st (tinggi)

Berdasarkan Tabel 4 di atas, dapat dilihat bahwa nilai rata-rata P-tersedia tanah di Kecamatan Marancar adalah sebesar 113,7 ppm, nilai ini masuk ke

(40)

kategori sangat tinggi (Lampiran 2). Nilai P-tersedia terendah terdapat pada sampel 9 yakni sebesar 106,84 ppm dan nilai P-tersedia tertinggi terdapat pada sampel 1 yakni sebesar 127,91 ppm.

Berdasarkan Tabel 4 di atas, dapat dilihat bahwa nilai rata-rata P-tersedia tanah di Kecamatan Angkola Selatan adalah sebesar 124,47 ppm, nilai ini masuk ke kategori sangat tinggi (Lampiran 2). Nilai P-tersedia terendah terdapat pada sampel 2 yakni sebesar 115,58 ppm dan nilai P-tersedia tertinggi terdapat pada sampel 10 yakni sebesar 129,29 ppm.

Berdasarkan Tabel 4 di atas, dapat dilihat bahwa nilai rata-rata P-tersedia tanah di Kecamatan Angkola Barat adalah sebesar 164,33 ppm, nilai ini masuk ke kategori sangat tinggi (Lampiran 2). Nilai P-tersedia terendah terdapat pada sampel 9 yakni sebesar 144,14 ppm dan nilai P-tersedia tertinggi terdapat pada sampel 2 yakni sebesar 204,58 ppm.

Kapasitas Tukar Kation

Tabel 5. Hasil Analisa Kapasitas Tukar kation Tanah pada Masing-Masing Lokasi Penelitian Salak di Kabupaten Tapanuli Selatan

Sampel

Marancar Angkola Selatan Angkola Barat

(Rasa Sepat) (Rasa Masam) (Rasa Manis)

Nilai

(me/100 g) Kriteria Nilai

(me/100 g) Kriteria Nilai

(me/100 g) Kriteria

1 47,95 st 34,40 t 24,31 s

2 39,06 t 18,39 s 21,57 s

3 41,14 st 27,69 t 10,42 r

4 38,49 t 34,97 t 16,82 s

5 27,77 t 26,48 t 20,15 s

6 39,80 t 27,05 t 19,94 s

7 33,44 t 39,23 t 17,84 s

8 36,86 t 26,24 t 20,78 s

9 31,89 t 25,62 t 17,21 s

10 39,21 t 49,63 st 19,98 s

Rataan 37,56 t 30,97 t 18,90 s

Keterangan: r (rendah) ; s (sedang) ; t (tinggi) ; st (sangat tinggi)

(41)

Berdasarkan Tabel 5 di atas, dapat dilihat bahwa nilai rata-rata kapasitas tukar kation tanah di Kecamatan Marancar adalah sebesar 37,56 me/100 g, nilai ini masuk ke kategori tinggi (Lampiran 2). Nilai kapasitas tukar kation terendah terdapat pada sampel 5 yakni sebesar 27,77 me/100 g dan nilai kapasitas tukar kation tertinggi terdapat pada sampel 1 yakni sebesar 47,95 me/100 g.

Berdasarkan Tabel 5 di atas, dapat dilihat bahwa nilai rata-rata kapasitas tukar kation tanah di Kecamatan Angkola Selatan adalah sebesar 30,97 me/100 g, nilai ini masuk ke kategori tinggi (Lampiran 2). Nilai kapasitas tukar kation terendah terdapat pada sampel 2 yakni sebesar 18,39 me/100 g dan nilai kapasitas tukar kation tertinggi terdapat pada sampel 10 yakni sebesar 49,63 me/100 g.

Berdasarkan Tabel 5 di atas, dapat dilihat bahwa nilai rata-rata kapasitas tukar kation tanah di Kecamatan Angkola Barat adalah sebesar 18,90 me/100 g, nilai ini menurut masuk ke kategori sedang (Lampiran 2). Nilai kapasitas tukar kation terendah terdapat pada sampel 3 yakni sebesar 10,42 me/100 g dan nilai kapasitas tukar kation tertinggi terdapat pada sampel 1 yakni sebesar 24,31 me/100 g.

K-tukar

Nilai K-tukar kation tanah pada masing-masing lokasi penelitian salak di Kabupaten Tapanuli Selatan diterangkan dalam Tabel 6 berikut ini:

(42)

Tabel 6. Hasil Analisa K-tukar Tanah pada Masing-Masing Lokasi Penelitian Salak di Kabupaten Tapanuli Selatan

Sampel

Marancar Angkola Selatan Angkola Barat

(Rasa Sepat) (Rasa Masam) (Rasa Manis)

Nilai

(me/100 g) Kriteria Nilai

(me/100 g) Kriteria Nilai

(me/100 g) Kriteria

1 0,23 r 1,09 st 0,30 s

2 0,14 r 1,02 st 0,30 s

3 0,21 r 1,03 st 0,17 r

4 0,18 r 0,90 t 0,22 r

5 0,13 r 0,15 r 0,15 r

6 0,19 r 0,12 r 0,30 s

7 0,13 r 0,14 r 0,40 s

8 0,10 r 0,07 sr 0,40 s

9 0,08 sr 0,08 sr 0,30 s

10 0,09 sr 0,15 r 0,47 s

Rataan 0,15 r 0,48 s 0,30 s

Keterangan: sr (sangat rendah) ; r (rendah) ; s (sedang) ; t (tinggi) ; st (sangat tinggi)

Berdasarkan Tabel 6 di atas, dapat dilihat bahwa nilai rata-rata K-tukar tanah di Kecamatan Marancar adalah sebesar 0,15 me/100 g, nilai ini masuk ke kategori rendah (Lampiran 2). Nilai K-tukar terendah terdapat pada sampel 9 yakni sebesar 0,08 me/100 g dan nilai K-tukar tertinggi terdapat pada sampel 1 yakni sebesar 0,23 me/100 g.

Berdasarkan Tabel 6 di atas, dapat dilihat bahwa nilai rata-rata K-tukar tanah di Kecamatan Angkola Selatan adalah sebesar 0,48 me/100 g, nilai ini masuk ke kategori sedang (Lampiran 2). Nilai K-tukar terendah terdapat pada sampel 6 yakni sebesar 0,12 me/100 g dan nilai K-tukar tertinggi terdapat pada sampel 1 yakni sebesar 1,09 me/100 g.

Berdasarkan Tabel 6 di atas, dapat dilihat bahwa nilai rata-rata K-tukar tanah di Kecamatan Angkola Barat adalah sebesar 0,30 me/100 g, nilai ini masuk ke kategori sedang (Lampiran 2). Nilai K-tukar terendah terdapat pada sampel 5 yakni sebesar 0,15 me/100 g dan nilai K-tukar tertinggi terdapat pada sampel 10 yakni sebesar 0,47 me/100 g.

(43)

Ca-tukar

Nilai Ca-tukar kation tanah pada masing-masing lokasi penelitian salak di Kabupaten Tapanuli Selatan diterangkan dalam Tabel 7 berikut ini:

Tabel 7. Hasil Analisa Ca-tukar Tanah pada Masing-Masing Lokasi Penelitian Salak di Kabupaten Tapanuli Selatan

Sampel

Marancar Angkola Selatan Angkola Barat

(Rasa Sepat) (Rasa Masam) (Rasa Manis)

Nilai (me/100

g) Kriteria Nilai

(me/100 g) Kriteria Nilai

(me/100 g) Kriteria

1 0,07 sr 0,96 sr 0,08 sr

2 0,07 sr 0,95 sr 0,11 sr

3 0,06 sr 1,03 sr 0,07 sr

4 0,07 sr 1,32 sr 0,06 sr

5 0,09 sr 1,55 sr 0,06 sr

6 0,07 sr 1,00 sr 0,12 sr

7 0,06 sr 1,32 sr 0,87 sr

8 0,05 sr 1,08 sr 0,91 sr

9 0,06 sr 1,03 sr 1,06 sr

10 0,07 sr 1,01 sr 0,86 sr

Rataan 0,07 sr 1,13 sr 0,42 sr

Keterangan: sr (sangat rendah)

Berdasarkan Tabel 7 di atas, dapat dilihat bahwa nilai rata-rata Ca-tukar tanah di Kecamatan Marancar adalah sebesar 0,07 me/100 g, nilai ini masuk ke kategori sangat rendah (Lampiran 2). Nilai Ca-tukar terendah terdapat pada sampel 8 yakni sebesar 0,05 me/100 g dan nilai Ca-tukar tertinggi terdapat pada sampel 5 yakni sebesar 0,09 me/100 g.

Berdasarkan Tabel 7 di atas, dapat dilihat bahwa nilai rata-rata Ca-tukar tanah di Kecamatan Angkola Selatan adalah sebesar 1,13 me/100 g, nilai ini masuk ke kategori sangat rendah (Lampiran 2). Nilai Ca-tukar terendah terdapat pada sampel 2 yakni sebesar 0,95 me/100 g dan nilai Ca-tukar tertinggi terdapat pada sampel 5 yakni sebesar 1,55 me/100 g.

(44)

Berdasarkan Tabel 7 di atas, dapat dilihat bahwa nilai rata-rata Ca-tukar tanah di Kecamatan Angkola Barat adalah sebesar 0,42 me/100 g, nilai ini masuk ke kategori sangat rendah (Lampiran 2). Nilai Ca-tukar terendah terdapat pada sampel 4 dan 5 yakni sebesar 0,06 me/100 g dan nilai Ca-tukar tertinggi terdapat pada sampel 9 yakni sebesar 1,06 me/100 g.

Mg-tukar

Nilai Mg-tukar kation tanah pada masing-masing lokasi penelitian salak di Kabupaten Tapanuli Selatan diterangkan dalam Tabel 8 berikut ini:

Tabel 8. Hasil Analisa Mg-tukar Tanah pada Masing-Masing Lokasi Penelitian Salak di Kabupaten Tapanuli Selatan

Sampel

Marancar Angkola Selatan Angkola Barat

(Rasa Sepat) (Rasa Masam) (Rasa Manis)

Nilai

(me/100 g) Kriteria Nilai

(me/100 g) Kriteria Nilai

(me/100 g) Kriteria

1 0,29 sr 0,62 r 0,71 r

2 0,20 sr 0,81 r 0,25 sr

3 0,31 sr 0,62 r 0,25 sr

4 0,52 r 0,41 r 0,18 sr

5 0,47 r 0,30 sr 0,45 r

6 0,26 sr 0,33 sr 0,44 r

7 0,16 sr 0,20 sr 0,46 r

8 0,16 sr 0,22 sr 0,33 sr

9 0,18 sr 0,38 sr 0,56 r

10 0,31 sr 0,38 sr 0,80 r

Rataan 0,29 sr 0,43 r 0,44 r

Keterangan: sr (sangat rendah) ; r (rendah)

Berdasarkan Tabel 8 di atas, dapat dilihat bahwa nilai rata-rata Mg-tukar tanah di Kecamatan Marancar adalah sebesar 0,29 me/100 g, nilai ini masuk ke kategori sangat rendah (Lampiran 2). Nilai Mg-tukar terendah terdapat pada sampel 7 dan sampel 8 yakni sebesar 0,16 me/100 g dan nilai Mg-tukar tertinggi terdapat pada sampel 4 yakni sebesar 0,52 me/100 g.

Berdasarkan Tabel 8 di atas, dapat dilihat bahwa nilai rata-rata Mg-tukar tanah di Kecamatan Angkola Barat adalah sebesar 0,43 me/100 g, nilai ini masuk

(45)

ke kategori rendah (Lampiran 2). Nilai Mg-tukar terendah terdapat pada sampel 7 yakni sebesar 0,20 me/100 g dan nilai Mg-tukar tertinggi terdapat pada sampel 2 yakni sebesar 0,81 me/100 g.

Berdasarkan Tabel 8 di atas, dapat dilihat bahwa nilai rata-rata Mg-tukar tanah di Kecamatan Angkola Barat adalah sebesar 0,44 me/100 g, nilai ini masuk ke kategori rendah (Lampiran 2). Nilai Mg-tukar terendah terdapat pada sampel 4 yakni sebesar 0,18 me/100 g dan nilai Mg-tukar tertinggi terdapat pada sampel 10 yakni sebesar 0,80 me/100 g.

Na-tukar

Nilai Na-tukar kation tanah pada masing-masing lokasi penelitian salak di Kabupaten Tapanuli Selatan diterangkan dalam tabel 10 berikut ini:

Tabel 9. Hasil Analisa Na-tukar Tanah pada Masing-Masing Lokasi Penelitian Salak di Kabupaten Tapanuli Selatan

Sampel

Marancar Angkola Selatan Angkola Barat

(Rasa Sepat) (Rasa Masam) (Rasa Manis)

Nilai

(me/100 g) Kriteria Nilai

(me/100 g) Kriteria Nilai

(me/100 g) Kriteria

1 0,17 r 0,30 r 0,15 r

2 0,10 r 0,18 r 0,64 s

3 0,14 r 0,24 r 0,12 r

4 0,34 r 0,14 r 0,12 r

5 0,38 s 0,13 r 0,07 sr

6 0,67 s 0,12 r 0,24 r

7 0,14 r 0,11 r 0,21 r

8 0,07 sr 0,06 sr 0,32 r

9 0,07 sr 0,09 sr 0,17 r

10 0,08 sr 0,13 r 0,31 r

Rataan 0,22 r 0,15 r 0,23 r

Keterangan: sr (sangat rendah) ; r (rendah) ; s (sedang)

Berdasarkan Tabel 9 di atas, dapat dilihat bahwa nilai rata-rata Na-tukar tanah di Kecamatan Marancar adalah sebesar 0,22 me/100 g, nilai ini masuk ke kategori rendah (Lampiran 2). Nilai Na-tukar terendah terdapat pada sampel 8 dan

(46)

sampel 9 yakni sebesar 0,07 me/100 g dan nilai Na-tukar tertinggi terdapat pada sampel 6 yakni sebesar 0,67 me/100 g.

Berdasarkan Tabel 9 di atas, dapat dilihat bahwa nilai rata-rata Na-tukar tanah di Kecamatan Angkola Selatan adalah sebesar 0,15 me/100 g, nilai ini masuk ke kategori rendah (Lampiran 2). Nilai Na-tukar terendah terdapat pada sampel 8 yakni sebesar 0,06 me/100 g dan nilai Na-tukar tertinggi terdapat pada sampel 1 yakni sebesar 0,30 me/100 g.

Berdasarkan Tabel 9 di atas, dapat dilihat bahwa nilai rata-rata Na-tukar tanah di Kecamatan Angkola Barat adalah sebesar 0,23 me/100 g, nilai ini masuk ke kategori rendah (Lampiran 2). Nilai Na-tukar terendah terdapat pada sampel 5 yakni sebesar 0,07 me/100 g dan nilai Na-tukar tertinggi terdapat pada sampel 2 yakni sebesar 0,64 me/100 g.

Kejenuhan Basa

Nilai kejenuhan basa tanah pada masing-masing lokasi penelitian salak di Kabupaten Tapanuli Selatan diterangkan dalam Tabel 1 berikut ini:

Tabel 10. Hasil Analisa Kejenuhan Basa Tanah pada Masing-Masing Lokasi Penelitian Salak di Kabupaten Tapanuli Selatan

Sampel Marancar Angkola Selatan Angkola Barat

(Rasa Sepat) (Rasa Masam) (Rasa Manis) Nilai (%) Kriteria Nilai (%) Kriteria Nilai (%) Kriteria

1 1,57 sr 8,65 sr 5,10 sr

2 1,33 sr 16,09 sr 6,01 sr

3 1,74 sr 10,54 sr 5,87 sr

4 2,88 sr 7,93 sr 3,49 sr

5 3,81 sr 8,09 sr 3,61 sr

6 2,99 sr 5,82 sr 5,46 sr

7 1,48 sr 4,53 sr 10,89 sr

8 1,01 sr 5,42 sr 9,44 sr

9 1,21 sr 6,17 sr 12,11 sr

10 1,42 sr 3,38 sr 12,23 sr

Rataan 1,94 sr 7,66 sr 7,42 sr

Keterangan: sr (sangat rendah)

(47)

Berdasarkan Tabel 10 di atas, dapat dilihat bahwa nilai rata-rata kejenuhan basa tanah di Kecamatan Marancar adalah sebesar 1,94 %, nilai ini menurut masuk ke kategori sangat rendah (Lampiran 2). Nilai kejenuhan basa terendah terdapat pada sampel 8 yakni sebesar 1,01% dan nilai kejenuhan basa tertinggi terdapat pada sampel 5 yakni sebesar 3,81%.

Berdasarkan Tabel 10 di atas, dapat dilihat bahwa nilai rata-rata kejenuhan basa tanah di Kecamatan Angkola Selatan adalah sebesar 7,66 %, nilai ini masuk ke kategori sangat rendah (Lampiran 2). Nilai kejenuhan basa terendah terdapat pada sampel 10 yakni sebesar 3,38% dan nilai kejenuhan basa tertinggi terdapat pada sampel 2 yakni sebesar 16,09%.

Berdasarkan Tabel 10 di atas, dapat dilihat bahwa nilai rata-rata kejenuhan basa tanah di Kecamatan Angkola Barat adalah sebesar 7,42 %, nilai ini masuk ke kategori sangat rendah (Lampiran 2). Nilai kejenuhan basa terendah terdapat pada sampel 4 yakni sebesar 3,49% dan nilai kejenuhan basa tertinggi terdapat pada sampel 10 yakni sebesar 12,23%.

Tekstur

Hasil analisa tekstur tanah pada masing-masing lokasi penelitian salak di Kabupaten Tapanuli Selatan diterangkan dalam Tabel 11 berikut ini:

(48)

Tabel 11. Hasil Analisa Tekstur Tanah pada Masing-Masing Lokasi Penelitian Salak di Kabupaten Tapanuli Selatan

Lokasi

Penelitian Sampel % Pasir % Debu % Liat Fraksi tanah Tekstur

Marancar 1 68 16 16 Lempung berpasir

(Rasa Sepat) 2 74 14 12 Lempung berpasir

3 70 14 16 Lempung berpasir

4 76 12 12 Lempung berpasir

5 80 10 10 Pasir berlempung

6 78 12 10 Lempung berpasir

7 76 10 14 Lempung berpasir

8 68 16 16 Lempung berpasir

9 68 14 18 Lempung berpasir

10 70 12 18 Lempung berpasir

Angkola 1 64 16 20 Lempung berpasir

Selatan 2 70 16 14 Lempung berpasir

(Rasa Masam) 3 66 14 20 Lempung berpasir

4 68 16 16 Lempung berpasir

5 62 14 24 Lempung liat berpasir

6 62 16 22 Lempung liat berpasir

7 60 12 28 Lempung liat berpasir

8 66 16 18 Lempung berpasir

9 62 14 24 Lempung liat berpasir

10 68 14 18 Lempung berpasir

Angkola 1 88 8 4 Pasir

Barat 2 88 8 4 Pasir

(Rasa Manis) 3 88 8 4 Pasir

4 86 12 2 Pasir berlempung

5 84 12 4 Pasir berlempung

6 86 12 2 Pasir berlempung

7 88 10 2 Pasir

8 88 10 2 Pasir

9 82 12 6 Pasir berlempung

10 88 10 2 Pasir

Berdasarkan Tabel 11 dapat dilihat bahwa tanah di Kecamatan Marancar dan Angkola Selatan dominan bertekstur lempung berpasir. Sementara tanah di Kecamatan Angkola Barat dominan bertekstur pasir.

Curah Hujan

Data curah hujan di Kecamatan Marancar diterangkan dalam Tabel 12 berikut ini:

(49)

Tabel 12. Data Curah Hujan Tahun 2013-2017 di Kabupaten Marancar

Bulan Tahun Rataan

2013

(mm) 2014

(mm) 2015

(mm) 2016

(mm) 2017

(mm)

Jan 234 351 402 253 424

Feb 171 67 98 70 204

Mar 166 141 263 514 299

Apr 184 494 400 412 287

Mei 230 304 199 474 223

Jun 44 283 133 225 118

Jul 93 193 197 337 162

Agu 103 63 281 247 273

Sep 295 315 392 163 385

Okt 288 270 224 449 288

Nov 276 498 418 448 719

Des 211 320 340 398 354

Total 2.295 3.299 3.347 3.990 3.736

Rataan 191,25 274,92 278,92 332,50 311,33 277,78 Pada Tabel 12 di atas dapat dilihat bahwa rataan curah hujan di Kecamatan Marancar selama tahun 2013-2017 adalah sebesar 277,78 mm. Dalam kurun waktu 5 tahun curah hujan tertinggi terjadi pada tahun 2016 dengan rataan sebesar 332,50 mm dan curah hujan terendah terjadi pada tahun 2013 dengan rataan sebesar 191,25 mm.

Data curah hujan di Kecamatan Angkola Barat dan Kecamatan Angkola Selatan diterangkan dalam Tabel 13 berikut ini:

Gambar

Gambar 1. Peta Lokasi Penelitian
Gambar 2. Tahapan Pelaksanaan Penelitian Kebun Salak di Tapanuli Selatan
Tabel 1. Hasil Analisa pH Tanah pada Masing-Masing Lokasi Penelitian Salak di    Kabupaten Tapanuli Selatan
Tabel 2. Hasil Analisa C-organik  Tanah pada Masing-Masing Lokasi Penelitian     Salak di Kabupaten Tapanuli Selatan
+7

Referensi

Dokumen terkait

Hasil penelitian menunjukkan bahwa pembuktian kasus kartel di Indonesia banyak putusan KPPU tentang Kartel dibatalkan oleh Pengadilan Negeri dikarenakan alat bukti

Produk metil ester yang terbentuk dari hasil tranesterifikasi dianalisis dengan menggunakan metode kromatografi lapis tipis (KLT). Plat dalam KLT berperan sebagai

Pengaruh Pemberian Rebusan Buah Mahkota Dewa (Phaleria macrocarpa) Terhadap Produksi Reactive Oxygen Intermediate (ROI) Makrofag Mencit Balb/c yang diinfeksi Salmonella

Sedangakna menurut Brunner dan Suddarth (2002) hepatitis adalah infeksi sistemik yang dominan menyerang hati. Hepatitis virus adalah istilah yang digunakan untuk infeksi hepar

Jaya Bersama Poultry Farm Desa Sei Merahi, Kecamatan Selesai, Kabupaten Langkat, Sumatera Utara, yang merupakan syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian di

Faktor keluarga yang dimaksud dalam penelitian ini adalah pengaruh pihak-pihak yang memiliki hubungan darah secara langsung serta kerabat dekat terhadap status anak

Upaya-upaya yang perlu dilakukan untuk meningkatkan pengetahuan responden tentang diet sehat adalah dilakukannya penyuluhan tenaga kesehatan putri ayu mengenai