• Tidak ada hasil yang ditemukan

PADI MENGGUNAKAN AGROBACTERIUM

TUMEFACIENS DAN RHIZOBIUM LEGUMINOSARUM

Abstrak

Penelitian ini bertujuan untuk membandingkan teknik transformasi Rhizobium dengan teknik transformasi yang paling banyak digunakan saat ini, yaitu transformasi Agrobacterium, pada tiga kultivar padi Ciherang (Indica), Nipponbare (Japonica), and Rojolele (Javanica). Kalus umur 6 hari yang diinduksi dari embrio padi masak susu (immature) diko-kultivasi dengan Rhizobium leguminosarum bv trifolii ANU845 dan Agrobacterium tumefaciens LBA288 yang membawa plasmid pCAMBIA 5106. Plasmid pCAMBIA 5106 ini mengandung satu set minimal gen virulen dan T-DNA yang penting dalam proses transfer gen. Didalam T-DNA terdapat gen GUSPlus dan gen hpt masing-masing dikendalikan oleh promoter CaMV 35S. Hasil penelitian menunjukkan bahwa efisiensi transformasi (jumlah tanaman PCR positif hpt dibagi jumlah kalus yang diinokulasi) bervariasi antara 1,14 hingga 12,05% tergantung pada genotipe dan bakteri yang digunakan. Efisiensi transformasi dan regenerasi tertinggi (12,05% dan 59,38%) diperoleh pada Ciherang yang ditransformasi dengan R. leguminosarum. Hampir semua tanaman transgenik yang diperoleh baik hasil transformasi dengan Agrobacterium maupun Rhizobium secara morfologi normal dan fertil. Integrasi, ekspresi dan pola pewarisan gen dibuktikan dengan analisis molekuler dan genetika pada tanaman T0 dan T1.

Kata Kunci: Rhizobium leguminosarum, padi, embrio padi masak susu, Agrobacterium tumefaciens

Abstract

This study was aimed to study the effectiveness of Rhizobium transformation system compared to the most widely used Agrobacterium mediated transformation system on three rice cultivars, Ciherang (Indica), Nipponbare (Japonica), and Rojolele (Javanica). Six day old calli induced from immature embryos were inoculated with Rhizobium leguminosarum bv trifolii ANU845 and Agrobacterium tumefaciens LBA288 that harbored with pCAMBIA 5106. pCAMBIA 5106 is a cointegrate plasmid that contains a minimum set of transfer machinery genes and had a GUSPlus and an hpt gene driven by 35S CaMV promoter in the T-DNA. The results showed that the transformation frequencies (number of PCR positive plants per number of calli inoculated) ranging from 1,14 to 12.05 % depend on the genotype and transfer agent used. The highest transformation and regeneration frequency (12.05% and 59.38% respectively) was obtained in Ciherang transformed with R. leguminosarum. Most of the transgenic rice obtained by Rhizobium transformation were normal in morphology and fertile similar to those obtained by Agrobacterium transformation. Integration, expression and inheritance of transgenes were demonstrated by molecular and genetic analysis in T0 and T1 generations.

Keywords: Rhizobium leguminosarum, rice, immature embryos, Agrobacterium tumefaciens

Pendahuluan

Transformasi Agrobacterium adalah teknik yang paling banyak digunakan saat ini karena memberikan peluang yang tinggi untuk memperoleh tanaman dengan salinan gen tunggal. Tanaman transgenik yang memiliki satu salinan gen sangat penting untuk memudahkan analisis fungsi gen. Namun, metode transformasi dengan Agrobacterium pada tanaman dilindungi oleh ratusan paten di berbagai belahan dunia (Rodriguez & Nottenburg 2003; Chilton 2005; Nottenburg & Rodriguez 2007). Paten-paten ini umumnya dipegang oleh perusahaan multinasional, sehingga menghambat pemanfaatan teknologi ini untuk pengembangan pertanian terutama bagi negara-negara berkembang. Oleh karena itu, untuk menghindari paten pada metode transformasi Agrobacterium, penggunaan bakteri selain Agrobacterium akan sangat membantu upaya perbaikan genetika tanaman di masa mendatang.

Keberhasilan penggunaan bakteri selain Agrobacterium (Rhizobium spp NGR234, Shinorhizobium meliloti, dan Mesorhizobium loti) sebagai agen transformasi untuk pertama kalinya dilaporkan oleh Broothaerts et al. (2005) pada tanaman model Arabidopsis thaliana, tembakau, dan padi dengan efisiensi transformasi yang rendah. Wendt et al. (2010) melaporkan keberhasilan ketiga Rhizobia ini melakukan transfer gen pada tanaman kentang dengan efisiensi transformasi bervariasi antara 1,86-5,85%. Rhizobia sudah lama dikenal berinteraksi dengan tanaman. Rhizobia adalah sekelompok bakteri tanah yang membentuk suatu simbiosis mutualisme berupa nodul atau bintil akar untuk mengikat nitrogen (N2) bebas dari udara dan mengubahnya menjadi ammonia (NH4) dan ion nitrat (NO3-)yang berguna untuk tanaman. Bakteri simbiotik ini telah direkayasa untuk membuat mereka mampu melakukan transfer gen.

Proses transfer gen pada Rhizobia terjadi dengan memanfaatkan sekelompok gen virulen dari plasmid extrakromosom Ti (Tumor-inducing) yang telah dimodifikasi. Gen-gen virulen ini berperan penting dalam proses penyisipan T-DNA ke dalam inti sel tanaman. Spesies Rhizobia hasil modifikasi genetika ini mampu melakukan transfer gen pada ketiga tanaman model yang digunakan, meskipun efisiensi transformasinya rendah. Efisiensi transformasi padi

29

menggunakan S. meliloti, misalnya, hanya 0,6% (dibandingkan dengan 50-80% dengan Agrobacterium). Perbaikan faktor–faktor yang mempengaruhi keberhasilan transfer dan integrasi T-DNA ke dalam genom tanaman, seperti: eksplan, vektor-plasmid, strain bakteri, senyawa fenolik sintetik penginduksi gen virulen, komposisi media kultur, eliminasi bakteri pasca infeksi, dan pengeringan eksplan (Roy et al. 2000; Opabode 2006), mungkin dapat meningkatkan efisiensi transformasi. Efisiensi transformasi Agrobacterium yang rendah pada banyak jenis tanaman yang sulit ditransformasi meningkat secara substansial selama 20 tahun terakhir dengan memanipulasi faktor-faktor tersebut (Gelvin 2005).

Pada penelitian ini dua sistim transformasi, yaitu Agrobacterium dan Rhizobium, dibandingkan. Penelitian ini dimaksudkan untuk mengevaluasi efisiensi Rhizobium dalam mentransfer gen ke dalam genom tanaman padi dan membandingkannya dengan Agrobacterium tumefaciens. Untuk tujuan tersebut penelitian ini difokuskan pada efisiensi regenerasi dan transformasi masing-masing sistem, ekspresi gen target, kecenderungan jumlah salinan gen, pola pewarisan gen, dan penampilan morfologi dan fertilitas tanaman.

Bahan dan Metode

Bahan Tanaman dan Induksi Kalus

Benih padi varietas Ciherang, Rojolele, dan Nipponbare ditanam di rumah kaca. Kalus berumur enam hari yang diinduksi dari embrio padi masak susu (10-12 hari setelah antesis) digunakan untuk bahan transformasi. Benih dikupas dan disterilisasi dengan 70% etanol selama satu menit dilanjutkan dengan 2,5% larutan natrium klorida (NaClO) yang mengandung setetes Tween 20 selama 15 menit. Benih kemudian dicuci beberapa kali dengan air steril untuk menghilangkan larutan NaClO. Embrio dikeluarkan dengan menekan benih menggunakan pinset steril dalam laminar, selanjutnya ditanam pada media induksi kalus (Tabel 4) dan disimpan pada kondisi gelap selama 6 hari.

Strain Bakteri dan Plasmid

Agrobacterium tumefaciens LBA288 (pCAMBIA5106), Rhizobium leguminosarum bv trifolii ANU845 (pCAMBIA5106), dan Agrobacterium tumefaciens LBA288 (pCAMBIA0105), diperoleh dari CAMBIA Australia. Agrobacterium tumefaciens strain LBA288 adalah strain avirulen yang tidak memiliki plasmid Ti. Plasmid pCAMBIA0105 adalah plasmid biner yang memiliki gen GUSPlus dan hpt di dalam T-DNA. Agrobacterium tumefaciens LBA288 membawa vektor pCAMBIA0105 digunakan sebagai kontrol negatif untuk transfer DNA. Plasmid pCAMBIA 5106 adalah plasmid cointegratif yang memiliki satu set minimum gen vir dan T-DNA. Pada daerah T-DNA terdapat gen pelapor GUSPlus yang memiliki intron, dan gen penyeleksi hpt (Gambar 3).

Transformasi dan Regenerasi

Transformasi dan regenerasi kalus Ciherang dilakukan mengikuti Hiei dan Komari (2006) dengan beberapa modifikasi. Sedangkan transformasi dan regenerasi Rojolele dan Nipponbare dilakukan seperti yang dijelaskan oleh Slamet-Loedin et al. (1996) dan Hiei et al. (1994) dengan beberapa modifikasi. Agrobacterium atau Rhizobium dibiakkan selama 3 hari pada media LB atau YM yang mengandung antibiotik rifampisin 20 mgL-1 dan kanamisin 50 mgL-1, pada suhu 28 oC. Bakteri disuspensi dalam media infeksi R2 yang mengandung 0,5 mM acetosyringone hingga mencapai OD600 0,275. Setiap kalus ditetesi 5μl

suspensi bakteri selanjutnya disimpan pada kondisi gelap. Enam hari kemudian kalus dipindahkan ke media seleksi yang sesuai mengandung higromisin 50 mgL-1 dan antibiotik cefotaksim 100 mgL-1 dan timentin 150 mgL-1 (Tabel 4). Kalus tahan higromisin diregenerasikan pada media regenerasi yang sesuai (Tabel 4). Planlet dipindahkan ke media ½MS yang diperkaya dengan 1 mgL-1 NAA untuk memperbaiki perakaran.

Uji GUS

Uji histokimia GUS pada kalus 6-hari setelah ko-kultivasi dan daun tanaman transgenik dilakukan seperti yang dijelaskan sebelumnya oleh Hiei et al. (1994).

31

Gambar 3 T-DNA di dalam pCAMBIA 5106. Sepasang primer, forward (FP) and reverse (RP), digunakan untuk memperbanyak daerah penyandi gen hpt. Produk PCR (P) digunakan sebagai pelacak pada analisis Southern.

Uji Higromisin

Dari setiap tanaman yang diuji dipilih satu daun hijau dan sehat. Untuk keseragaman dipilih daun yang paling muda yang telah membuka sempurna. Daun ditandai dengan membuat 3 garis menggunakan spidol tahan air. Sebanyak 5 µl larutan higromisin (0,2 mgml-1 higromisin B, 0,5% gelatin, 0,001% triton-X) diteteskan pada setiap garis, dua garis (ulangan) setiap daun. Reaksi tanpa higromisin digunakan sebagai kontrol. Pengamatan dilakukan pada hari keempat setelah penetesan. Daun dengan gejala nekrotik mengindikasikan tanaman tidak mengekspresikan higromisin phosphotransferase, sehingga tidak mampu mendetoksifikasi higromisin B. Daun yang tetap hijau, sebaliknya, mengindikasikan tanaman mengekspresikan higromisin phosphotransferase.

PCR

DNA diekstraksi dari daun seperti yang dijelaskan oleh Heusden et al. (2000). Sepasang primer, forward 5'-GCATCTCCCGCCGTGCAC-3 'dan reverse 5'-GATGCCTCCGCTCGAAGTAGCG-3 digunakan untuk mengampli-fikasi daerah penyandi gen hpt. Reaksi perbanyakan gen hpt adalah 1 µl sampel DNA, 2,5 pM masing-masing primer, dan 6,5 µl GoTaq ® Green Master Mix (Promega) dan air hingga mencapai total reaksi 12,5 µl. Perbanyakan DNA dilakukan dengan kondisi PCR sebagai berikut: satu siklus denaturasi awal pada suhu 95 ºC selama 3 menit, 35 siklus dimana denaturasi pada suhu 95 ºC selama 1 menit, annealing pada suhu 60 ºC selama 1 menit dan perpanjangan pada 72 ºC selama 1 menit, dan satu siklus polimerisasi DNA pada suhu 72 oC selama 10 menit. Produk PCR dipisahkan dengan elektrophoresis mengunakan 1% gel agarosa.

Tabel 4 Media yang digunakan untuk transformasi tiga varietas padi (Ciherang, Nipponbare, dan Rojolele).

Tujuan Varietas Media Komposisi

Induksi kalus

Rojolele LS MS garam mayor, MS garam minor, LS vitamin, 30 gl-1 sukrosa, 2,5 mgl-1 2,4-D, 2,5 gl-1 phytagel, pH 5,8

Nipponbare NB1 N6 garam mayor, B5 garam minor, B5 vitamin, 0,3 gl-1 casamino acids, 0,5 gl-1 L-prolin, 0,5 gl-1 L-glutamin, 30 gl-1 sukrosa, 2,5 mgl-1 2,4-D, 2,5 gl-1 phytagel, pH 5,8 Ciherang NB2 N6 garam mayor, B5 garam minor, B5 vitamin, 0,5 gl-1

casamino acids, 0,5 gl-1 L-prolin, 20 gl-1 sukrosa, 10 gl-1 D-glukosa, 2 mgl-1 2,4-D, 1 mgl-1 NAA, 1mgl-1 BAP, 5,5 gl-1 agarose type I, pH 5,8

Infeksi Rojolele Nipponbare

Ciherang

R2 R2 garam mayor, R2 garam minor, LS vitamin, 10 gl-1 D-glukosa, 2,5 mgl-1 2,4-D, 0,5 mM acetosyringone, pH 5.2

Ko-kultivasi

Rojolele LS MS garam mayor, MS garam minor, LS vitamin, 30 gl-1 sukrosa, 2,5 mgl-1 2,4-D, 0,1 mM acetosyringone, 2,5 gl-1 phytagel, pH 5,2

Nipponbare R2-As R2 garam mayor, R2 garam minor, LS vitamin, 10 gl-1 D-glukosa, 2,5 mgl-1 2,4-D, 0,1 mM acetosyringone, 2,5 gl-1 phytagel, pH 5,2

Ciherang NB-As N6 garam mayor, B5 garam minor, B5 vitamin, 0,5 gl-1 casamino acids, 0,5 gl-1 prolin, 20 gl-1 sukrosa, 10 gl-1 D-glukosa, 2 mgl-1 2,4-D, 1 mgl-1 NAA, 1 mgl-1 BAP, 0,1 mM acetosyringone, 5,5 gl-1 agarose type I, pH 5,2

Seleksi Rojolele LS MS garam mayor, MS garam minor, LS vitamin, 30 gl-1 sukrosa, 2,5 mgl-1 2,4-D, 100 mgl-1 higromisin, 100 mgl-1 cefotaxime, 150 mgl-1 timentin, 2,5 gl-1 phytagel, pH 5,8 Nipponbare R2 R2 garam mayor, R2 garam minor, LS vitamin, 30 gl-1

sukrosa, 2,5 mgl-1 2,4-D, 50 mgl-1 higromisin, 100 mgl-1 cefotaxime, 150 mgl-1 timentin, 2.5 gl-1 phytagel, pH 6,0 Ciherang NBM N6 garam mayor, B5 garam minor, B5 vitamin, 0,5 gl-1

casamino acids, 0,5 gl-1 prolin, 0,3 gl-1 L-glutamin, 20 gl -1

D- maltosa, 36 gl-1 D-mannitol, 2 mgl-1 2,4-D, 1 mgl-1 NAA, 0.2 mgl-1 BAP, 50 mgl-1 higromisin, 100 mgl-1 cefotaxime, 150 mgl-1 timentin, 5 gl-1 Gelrite, pH 5,8

Pra-regenerasi

Ciherang NBPR N6 garam mayor, B5 garam minor, B5 vitamin, 0,5 gl-1 casamino acids, 0,5 gl-1 L-prolin, 0,3 gl-1 L-glutamin, 30 gl-1 D- maltosa, 2 mgl-1 2,4-D, 1 mgl-1 NAA, 1 mgl-1 BAP, 7 gl-1 Gelrite, pH 5,8

Regenerasi Rojolele, Nipponbare

LS MS garam mayor, MS garam minor, LS vitamin, 40 gl-1 sukrosa, 0,5 mgl-1 IAA, 0,3 mgl-1 BAP, 3,75 gl-1 phytagel, pH 5,8

Ciherang RNM N6 garam mayor, B5 garam minor, B5 vitamin, 0,3 gl-1 casamino acids, 0,3 gl-1 L-prolin, 0,3 gl-1 L-glutamin, 30 gl-1 D- maltosa, 1 mgl-1 NAA, 3 mgl-1 BAP, 4 gl-1 agarose type I, pH 5,8

Perkem bangan

Ciherang ½MS ½ MS garam mayor, MS garam minor, B5 vitamin, 10 gl-1 sukrosa, 2 mgl-1 NAA, 2,5 gl-1 phytagel, pH 5,8

planlet Rojolele, Nipponbare

½MS ½ MS garam mayor, MS garam minor, B5 vitamin, 10 gl-1 sukrosa, 0,05 mgl-1 NAA, 2,5 gl-1 phytagel, pH 5,8 Sumber: modifikasi dari Hiei et al. (1994); Hiei & Komari (2006); dan Slamet Loedin et al.

33

Analisis Southern Blot

DNA genom total diekstrak dari daun segar tanaman transgenik positif PCR hpt seperti yang dijelaskan oleh Lodhi et al. (1994). Sampel DNA dipotong dengan enzim restriksi EcoRI. Southern blot dilakukan seperti yang dijelaskan sebelumnya (Sambrook et al. 1989). Fragmen DNA hasil PCR (492 bp) menggunakan primer spesifik untuk gen hpt (Gambar 3) digunakan sebagai pelacak. Pelacak dilabel dan dideteksi dengan Alkphos labelling and detection system dari GE Healthcare (Amersham Bioscience) mengikuti petunjuk produsen.

Morfologi dan Fertilitas Tanaman Transgenik

Tinggi tanaman, jumlah anakan total, jumlah anakan produktif, jumlah benih total dan jumlah benih bernas diamati pada galur terpilih hasil transformasi dengan menggunakan Agrobacterium dan Rhizobium. Pengamatan dilakukan pada fase akhir pertumbuhan padi.

Hasil Efisiensi Regenerasi dan Transformasi

Pada penelitian ini, efisiensi regenerasi dan transformasi padi sangat bervariasi tergantung pada agen transformasi dan genotipe tanaman yang digunakan. Seperti yang diharapkan, kalus yang ditransformasi dengan strain avirulent (tidak memiliki plasmid Ti) Agrobacterium tumefaciens LBA288 membawa plasmid biner pCAMBIA0105 tidak menghasilkan kalus dan planlet tahan higromisin. Efisiensi regenerasi tanaman padi yang ditransformasi dengan R. leguminosarum lebih tinggi dibandingkan dengan A.tumefaciens pada ketiga genotipe tanaman yang diteliti. Efesiensi regenerasi tertinggi (59,38%) diperoleh pada padi varietas Ciherang yang ditransformasi dengan R. leguminosarum (Tabel 5).

Keberadaan gen hpt dianalisis dengan PCR (Gambar 4) pada semua kandidat tanaman transgenik. Hasil PCR menunjukkan bahwa sebahagian besar tanaman hasil transformasi positif mengandung gen hpt, hanya 7% tanaman escape (tidak mengandung transgen). Efisiensi transformasi, yaitu jumlah tanaman PCR positif dibagi jumlah kalus yang diinokulasi, antara ketiga kultivar

bervariasi dari 1,14% hingga 12,05% tergantung pada genotipe tanaman dan strain bakteri yang digunakan (Tabel 5). Efisiensi transformasi kalus yang diko-kultivasi dengan Rhizobium lebih tinggi dibandingkan dengan Agrobacterium pada ketiga genotipe padi yang diteliti. Efisiensi transformasi tertinggi (12,05%) diperoleh dari Ciherang yang ditransformasi dengan Rhizobium diikuti oleh Nipponbare (7,95%) yang diko-kultivasi dengan Rhizobium. Sebaliknya, efisiensi transformasi Ciherang dan Nipponbare yang diinfeksi dengan Agrobacterium secara berturut-turut adalah 3,41% dan 1,14%. Efisiensi transformasi pada Rojolele sangat rendah dibandingkan dengan Ciherang dan Nipponbare baik ketika ditransformasi dengan Agrobacterium (1,14%) maupun dengan Rhizobium (2,05%).

Tabel 5 Efisiensi transformasi tiga varietas padi hasil transformasi dengan Rhizobium leguminosarum dan Agrobacterium tumefaciens.

Varietas Bakteri Total kalus di infeksi * Jumlah kalus tahan higro misin Jumlah planlet** Efisiensi regene-rasi Tanaman positif PCR hpt Efisiensi transfor masi (%)*** Ciherang Rl 440 96 57 59.38 53 12.05 At 440 43 16 37.21 15 3.41 Nipponbare Rl 440 127 37 29.13 35 7.95 At 440 50 6 12.00 5 1.14 Rojolele Rl 440 154 9 5.84 9 2.05 At 440 103 5 4.85 5 1.14 Keterangan:

RlR. leguminosarum (pCAMBIA5106), AtA. tumefaciens LBA288 (pCAMBIA5106) * jumlah eksperimen masing-masing 11

**Tanaman /planlet independen, tanaman berasal dari kalus berbeda, hanya diambil 1 tanaman per kalus

*** Jumlah tanaman + PCR dibagi jumlah kalus yang diinfeksi

Gambar 4 Amplifikasi fragmen gen hpt tanaman transgenik terpilih hasil transformasi dengan A. tumefaciens atau R. leguminosarum pembawa plasmid pCAMBIA 5106. λ. Marka DNA λHindIII, P: Plasmid pCAMBIA5106, C: DNA tanaman positif mengandung hpt, N: DNA tanaman tidak ditransformasi, W: Kontrol reaksi.

35

Ekspresi Gen GUSPlus dan hpt

Hasil uji GUS dan higromisin pada daun tanaman transgenik hasil transformasi dengan perantara Agrobacterium maupun Rhizobium menunjukkan ekspresi GUS dan HPT dengan intensitas yang bervariasi (Gambar 5). Tabel 6 menunjukkan bahwa sebahagian besar tanaman positif PCR hpt, baik hasil transformasi dengan Agrobacterium maupun Rhizobium mengekpresikan higromisin. Sejumlah tanaman yang berdasarkan uji GUS atau higromisin negatif atau nekrotik terbukti mengandung gen hpt berdasarkan PCR. Hal ini mengindikasikan terjadinya fenomena pembungkaman (silencing). Fenomena ini telah dilaporkan sebelumnya pada padi (Lin & Zhang 2005) dan tanaman lainnya (Li et al. 2002). + higromisin R. leguminosarum bv trifolii ANU45 A. tumefaciens LBA288 Tidak ditransformasi a T1 T2 NC b 1 mm - hygromisin

Gambar 5 Daun tanaman padi transgenik yang mengekspresikan β-glucuronida se (a), dan higromisin fosfotransferase (b). T1 daun tetap hijau mengindikasikan ekspresi higromisin fosfotransferase, T2 daun nekrotik mengindikasikan tidak ada ekspresi higromisin fosfotrans ferase, dan NC daun tanaman yang tidak ditransformasi

Tabel 6 Ekspresi GUS dan HPT pada tiga varietas padi hasil transformasi dengan Rhizobium leguminosarum dan Agrobacterium tumefaciens berdasarkan uji GUS dan higromisin pada daun

Varietas Agen transformasi Jumlah planlet Jumlah tanaman positif PCR hpt Jumlah tanaman independen tahan higromisin Jumlah tanaman independen mengekspresi kan GUS Ciherang R. leguminosarum 57 53 43 38 A. tumefaciens 16 15 13 13 Nipponbare R. leguminosarum 37 35 30 23 A. tumefaciens 6 5 5 3 Rojolele R. leguminosarum 9 9 6 6 A. tumefaciens 5 5 4 3

Jumlah Salinan Gen

Jumlah salinan gen hpt dianalisis dengan analisis Southern (Gambar 6). Masing-masing 20 tanaman hasil transformasi Agrobacterium atau Rhizobium yang sudah diketahui PCR positif hpt dipilih untuk dievaluasi lebih lanjut. Jumlah rata-rata salinan gen hpt pada tanaman hasil transformasi dengan Rhizobium dan Agrobacterium tidak berbeda nyata, secara berturut-turut adalah 1,20 dan 1,35 (Tabel 7). Namun, frekuensi tanaman transgenik mengandung satu salinan gen (hpt) untuk padi yang diinfeksi dengan Rhizobium lebih tinggi (85%) dibandingkan dengan padi yang diinfeksi dengan Agrobacterium (70%).

Pola Segregasi

Pola segregasi gen hpt pada tanaman hasil transformasi dengan Rhizobium diamati berdasarkan hasil PCR populasi tanaman T1 dari 4 galur terpilih. Setiap populasi terdiri dari 30 progeni. Hasil analisis chi-square menunjukkan bahwa gen hpt diwariskan mengikuti pola segregasi Mendel dengan rasio segregasi 3:1 untuk galur Rc162, Rc208, dan Rc214, dan 15:1 untuk galur Rc203 (Tabel 8). Hal ini mengindikasikan bahwa transgen terintegrasi dalam genom padi secara berturut-turut pada satu dan dua lokus independen (Clemente et al. 2000).

Gambar 6 Contoh hasil hibridisasi Southern. DNA diisolasi dari daun padi Ciherang (a) dan Nipponbare (b) hasil transformasi dengan R. leguminosarum bv trifolii ANU845 (pCAMBIA5106) dan A. tumefaciens LBA288(pCAMBIA5106). Sampel DNA PCR positif hpt, dipotong dengan EcoRI . Produk PCR hasil perbanyakan daerah penyandi gen hpt digunakan sebagai pelacak. P: Plasmid utuh pCAMBIA5106, C: Ciherang dan N: Nipponbare kontrol tidak ditransformasi.

37

Tabel 7 Prakiraan jumlah gen hpt pada galur tanaman transgenik terpilih hasil transformasi dengan Agrobacterium (A) dan Rhizobium (R).

Galur A Jumlah salinan gen hpt

Galur R Jumlah salinan gen hpt An37 1 Rn41 1 An172 1 Rn6 1 An28 1 Rn24 1 An31 1 Rn7 1 An82 1 Rn43 1 An35 1 Rn52 1 An23 1 Rn17 1 An29 1 Rn231 1 An30 1 Rn28 1 An31 1 Rc94 1 Ac126 3 Rc214 1 Ac148 2 Rc171 1 Ac120 1 Rc156 1 Ac130 1 Rc208 1 Ac136 2 Rc205 1 Ac179 2 Rc159 2 Ac150 1 Rc181 1 Ac119 2 Rc203 3 Ac127 1 Rc106 2 Ar2 2 Rr32 1 Rataan 1.35 Rataan 1.20

Tabel 8 Segregasi gen hpt pada populasi tanaman T1 galur terpilih.

Galur Jumlah tanaman T1 PCR + hpt Total tanaman yang diuji Rasio segregasi X2 P Rc162 24 30 3:1 0.4 0.05* Rc208 20 30 3:1 1.10 Rc203 30 30 15:1 2 Rc214 23 30 3:1 0.04

* sangat berbeda nyata pada selang kepercayaan 95%. X2 tabel (df=1, α0.05) = 3.841

Morfologi dan Fertilitas Tanaman Transgenik

Hasil pengamatan terhadap morfologi dan fertilitas tanaman menunjukkan tidak ada perbedaan yang nyata antara tanaman hasil transformasi Rhizobium dengan Agrobacterium (Tabel 9). Semua galur transgenik yang diamati adalah normal dan fertil (Gambar 7).

Gambar 7 Penampilan morfologi a. Niponbare, b. Ciherang, dan c. Rojolele hasil transformasi dengan A. tumefaciens LBA288 (pCAMBIA5106) (At) and R. leguminosarum (pCAMBIA5106) (Rl). d. Ciherang berbunga dengan normal setelah ditransformasi dengan R. leguminosarum ANU845 (pCAMBIA5106).

Table 9 Pertumbuhan dan fertilitas beberapa galur transgenik terpilih hasil transformasi dengan Rhizobium dan Agrobacterium

Galur/ Bakteri Tinggi tanaman (cm) Jumlah anakan Jumlah anakan produktif

Total benih Benih bernas

Ciherang Rl 66,00 ± 3,53 12,80 ± 2,25 10,40 ± 2,84 791,40 ± 215,61 412,50 ± 163,03 At 68,10 ± 6,57 12,00 ± 2,91 9,10 ± 2,28 749,80 ± 174,09 353,20 ± 99,23 Nippon bare Rl 54,50 ± 3,32 17,00 ± 2,74 14,00 ± 2,55 623,40 ± 174,18 393,00 ± 240,12 At 50,20 ± 3,70 17,60 ± 2,61 15,60 ± 1,52 619,80 ± 113,60 402,40 ± 78,71 Catatan: Data merupakan rataan dari 10 tanaman untuk Ciherang dan 5 tanaman untuk

Nipponbare. RlR. leguminosarum (pCAMBIA5106), AtA. tumefaciens LBA288 (pCAMBIA5106)

Pembahasan

Pada penelitian ini dua sistim transformasi, yaitu Agrobacterium dan Rhizobium, dibandingkan. Penelitian ini dimaksudkan untuk mengevaluasi apakah Rhizobium mampu mentransfer gen ke dalam genom padi seefisien Agrobacterium tumefaciens. Untuk tujuan tersebut penelitian difokuskan untuk melihat efisiensi regenerasi dan transformasi masing-masing sistem, kecenderungan jumlah salinan gen, pola pewarisan gen, dan penampilan

39

morfologi dan fertilitas tanaman. Untuk meminimalkan pengaruh faktor yang tidak terkendali selama pengembangan tanaman transgenik, plasmid (pCAMBIA5106) dan batch kalus yang sama digunakan untuk transformasi Agrobacterium dan Rhizobium. Selanjutnya strain A. tumefaciens LBA288 yang digunakan adalah tipe avirulen sehingga diharapkan sebanding dengan R. leguminosarum bv trifolii ANU845. Namun, setiap genotipe padi dikultur pada media yang spesifik karena belum ada media universal yang cocok untuk semua genotipe padi (Ge et al. 2006). Hasil penelitian pendahuluan menunjukkan bahwa ketiga genotipe hanya dapat membentuk kalus embriogenik jika dikultur pada media khusus yang telah dikembangkan sebelumnya (data tidak ditampilkan). Ciherang, misalnya, tidak dapat membentuk kalus yang baik untuk transformasi jika dikultur pada media yang dikembangkan untuk Nipponbare atau Rojolele. Demikian juga sebaliknya.

Dibandingkan dengan sistem transformasi sebelumnya menggunakan S. meliloti (Broothaerts et al. 2005), efisiensi transformasi menggunakan R. leguminosarum bv trifolii ANU845 telah meningkat tajam dengan efisiensi transformasi berkisar antara 2,05-12,05%, tergantung pada genotipe tanaman yang digunakan. Efisiensi transformasi tertinggi (12,05%) diperoleh pada Ciherang yang ditransformasi dengan R. leguminosarum bv trifolii ANU845 (pCAMBIA5106). Hal ini sangat menarik, karena Ciherang sudah diterima luas oleh petani Indonesia saat ini. Pada saat ini, Ciherang berada di posisi kedua setelah IR64 berdasarkan luas areal tanam, dan trennya meningkat setiap tahun sejak dirilis tahun 2000. Perbaikan teknik kultur jaringan dan metode transformasi akan membantu mempercepat perbaikan sifat agronomi tanaman padi di masa depan. Perkembangan teknik kultur jaringan Ciherang telah dirintis sebelumnya (Purnamaningsih 2006), namun, belum ada laporan mengenai upaya transformasinya.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa R. leguminosarum yang mengandung pCAMBIA5106 mampu mentransfer gen ke berbagai macam genotipe padi. Efisiensi transformasi dan regenerasi tanaman hasil transformasi dengan Rhizobium lebih tinggi dibandingkan dengan Agrobacterium apalagi dengan Shinorizobium. Tanaman transgenik dianalisa dengan uji GUS, uji

higromisin, PCR, dan Southern blot. Sama seperti tanaman hasil transformasi Agrobacterium, analisis molekuler pada tanaman T0 dan T1 yang ditransformasi dengan Rhizobium, membuktikan bahwa transgen telah terintegrasi ke dalam genom tanaman (Gambar 6), diekspresikan di dalam sel tanaman (Gambar 5), dan diwariskan ke generasi berikutnya mengikuti pola pewarisan Mendel (Tabel 8). Hasil pengamatan morfologi menunjukkan tanaman transgenik tumbuh normal dan fertil (Tabel 9 dan Gambar 7).

Namun, plasmid pCAMBIA5106 memiliki kelemahan dimana situs restriksi yang unik untuk sub-kloning sangat terbatas dan merupakan situs restriksi yang jarang digunakan. Agar teknik transformasi Rhizobium ini dapat digunakan lebih luas untuk kegiatan transformasi genetika tanaman maka penyediaan dan penggunaan plasmid biner yang lebih mudah dimanipulasi secara in vitro akan sangat membantu.

Dokumen terkait