• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

4.3 Pembahasan

4.3.1 Tuturan Santun

Dalam penelitian ini, peneliti menemukan pematuhan terhadap prinsip kesantunan dari kaidah kesantunan Leech (1993) yang terbagi atas enam maksim serta strategi kesantunan dari Brown dan Levinson dalam Chaer (2010: 52-55), yang terbagi atas kesantunan positif dan negatif. Adapun pematuhan terhadap kaidah kesantunan Leech (1993) peneliti menemukan empat maksim yang dipatuhi yakni maksim kebijaksanaan, kedermawanan, pujian serta kesepakatan, dan tidak menemukan pematuhan terhadap maksim

kerendahan hati dan kesimpatisan, namun peneliti menemukan pelanggaran terhadap keenam maksim tersebut di dalam kegiatan diskusi kelas, selain itu peneliti juga menemukan pematuhan dan pelanggaran terhadap strategi kesantunan khususnya kesantunan positif.

Pematuhan terhadap prinsip kesantunan yang pertama yakni maksim kebijaksanaan. Peneliti menemukan sekurang-kurangnya delapan tuturan dari tuturan yang diambil dalam kegiatan diskusi kelas mahasiswa PBSI angkatan 2014. Kedelapan tuturan tersebut dikatakan mematuhi maksim kebijaksanaan karena tuturan tersebut sesuai dengan apa yang diharuskan pada maksim kebijaksanaan yakni tuturan haruslah membuat kerugian orang lain sekecil mungkin dan buatlah keuntungan orang lain sebesar mungkin.

Pematuhan tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut: penutur menghormati mitra tutur yang datang untuk mengikuti diskusi kelas sehingga menimbulkan rasa senang bagi mitra tutur karena sangat dihargai kedatangannya, penutur menerima pendapat dan masukan dari mitra tuturnya tanpa didasari rasa emosi, penutur menghargai kesempatan yang diberikan oleh mitra tuturnya, penutur mau mengakui kesalahan yang dituduhkan tanpa paksaan dari mitra tuturnya.

Selain mematuhi maksim kebijaksanaan dari Leech (1993: 168), semua data tuturan tersebut juga dimaksudkan untuk menjaga muka mitra tuturnya, dengan begitu terlihat bahwa penutur telah memaksimalkan strategi kesantunan dari Brown dan Levinson dalam Chaer (2010: 52-55), terutama menggunakan strategi kesantunan positif. Penutur menggunakan kesantunan

positif untuk menjaga muka positif mitra tuturnya, kesantunan positif lebih banyak digunakan daripada kesantunan negatif, dimana kesantunan positif yang banyak digunakan dalam tuturan yang mematuhi maksim kebijaksanaan yakni (1) memperhatikan kesukaan, keinginan, dan kebutuhan lawan tutur, (2) membesar-besarkan perhatian, persetujuan, dan simpati kepada lawan tutur, (3) melibatkan penutur dan lawan tutur dalam aktivitas.

Dari penjelasan di atas dapat diketahui bahwa dalam diskusi kelas mahasiswa PBSI angkatan 2014 telah mematuhi maksim Leech (1993) dan juga memaksimalkan strategi kesantunan dari Brown dan Levinson dalam Chaer (2010: 52-55). Tuturan yang didapatkan sesuai dengan maksim kebijaksanaan yakni tuturan haruslah membuat kerugian orang lain sekecil mungkin dan buatlah keuntungan orang lain sebesar mungkin dan berusaha menjaga muka mitra tuturnya dengan memaksimalkan strategi kesantunan positif dari Brown dan Levinson dalam Chaer (2010: 53-55), seperti yang sudah peneliti jelaskan sebelumnya. Jadi data tuturan yang mematuhi maksim kebijaksanaan dapat dikatakan santun, terlebih dalam data tuturan tersebut juga menggunakan diksi yang mencerminkan kesantunan dari Pranowo (2012: 104) sehingga semakin terasa santun. Data tuturan yang tidak merugikan orang lain, berusaha menjaga muka positif mitra tutur dan menggunakan diksi yang mencerminkan kesantunan, data tuturan tersebut dikatakan santun karena mematuhi ketiga kaidah yang sudah dijelaskan sebelumnya.

Pematuhan terhadap prinsip kesantunan yang kedua yakni maksim kedermawanan. Peneliti menemukan sekurang-kurangnya lima tuturan dari tuturan yang diambil dalam kegiatan diskusi kelas mahasiswa PBSI angkatan 2014. Kelima tuturan tersebut dikatakan mematuhi maksim kedermawanan karena tuturan tersebut sesuai dengan apa yang diharuskan pada maksim kedermawanan yakni tuturan haruslah membuat keuntungan diri sendiri sekecil mungkin dan membuat kerugian diri sendiri sebesar mungkin.

Pematuhan tersebut dapat dijelaskan karena penutur mau mengatakan kebenaran (fakta) terkait kekurangan dan kesalahannya sendiri, dengan begitu jelas bahwa penutur akan merugikan dirinya sendiri, mengatakan sesuatu berdasarkan fakta itu dapat mengancam mukanya sendiri, terlebih dalam kegiatan diskusi yang dapat menentukan nilai dalam mata kuliah yang bersangkutan. Jelaslah data tuturan yang disajikan dalam analisis data di atas mematuhi maksim kedermawanan karena seperti yang sudah dijelaskan bahwa data tuturan membuat kerugian bagi penutur (dirinya sindiri).

Jika dilihat, tuturan yang merugikan dirinya sendiri berarti dapat diartikan bahwa penutur ingin melindungi muka mitra tuturnya dengan mengancam mukanya sendiri. Penutur melindungi muka mitra tuturnya dengan begitu penutur telah memaksimalkan strategi kesantunan dari Brown dan Levinson dalam Chaer (2010: 52-55), yakni strategi kesantunan positif juga kesantunan negatif. Penutur menggunakan kesantunan positif untuk menjaga muka positif mitra tuturnya, dimana kesantunan positif yang banyak digunakan dalam tuturan yang mematuhi maksim kedermawanan yakni

dengan memberikan pertanyaan atau alasan. Berbeda dengan maksim kebijaksanaan, dalam pematuhan maksim kedermawanan peneliti menemukan bahwa penutur mengancam mukanya sendiri, muka yang terancam adalah muka negatif. Untuk melindungi muka negatif, penutur dapat menggunakan kesantunan negatif. Kesantunan negatif yang banyak peneliti temukan dalam pematuhan maksim kedermawanan yakni meminta maaf dan menggunakan tuturan tidak langsung.

Dari penjelasan di atas dapat diketahui bahwa dalam diskusi kelas mahasiswa PBSI angkatan 2014 telah mematuhi maksim Leech (1993) dan juga memaksimalkan strategi kesantunan dari Brown dan Levinson dalam Chaer (2010: 52-55). Tuturan yang didapatkan sesuai dengan maksim kedermawanan yakni tuturan haruslah membuat keuntungan diri sendiri sekecil mungkin dan membuat kerugian diri sendiri sebesar mungkin. Penutur berusaha menjaga muka mitra tuturnya, bahkan dengan mengancam mukanya sendiri dengan memaksimalkan strategi kesantunan positif dan negatif dari Brown dan Levinson dalam Chaer (2010: 52-55), seperti yang sudah peneliti jelaskan sebelumnya.

Jadi data tuturan yang mematuhi maksim kedermawanan dapat dikatakan santun, terlebih dalam data tuturan tersebut juga menggunakan diksi yang mencerminkan kesantunan dari Pranowo (2012: 104) sehingga semakin terasa santun. Data tuturan merugikan diri sendiri (penutur) dan berusaha menjaga muka mitra tutur serta menggunakan diksi yang mencerminkan kesantunan,

data tuturan tersebut dapat dikatakan santun karena mematuhi ketiga kaidah yang sudah dijelaskan sebelumnya.

Selanjutnya pematuhan terhadap prinsip kesantunan yang ketiga yakni maksim pujian. Peneliti menemukan sekurang-kurangnya enam tuturan dari tuturan yang diambil dalam kegiatan diskusi kelas mahasiswa PBSI angkatan 2014. Keenam tuturan tersebut dikatakan mematuhi maksim pujian karena tuturan tersebut sesuai dengan apa yang diharuskan pada maksim pujian yakni tuturan haruslah memperbanyak pujian untuk orang lain dan minimalkan kecaman kepada orang lain. Pematuhan tersebut dapat dijelaskan karena penutur mau mengakui kelebihan atau pencapaian mitra tuturnya dengan begitu akan menimbulkan rasa senang kepada mitra tutur dan tuturannya akan terasa santun. Terlebih hal ini terjadi di dalam diskusi kelas, dengan memberi pujian berarti penutur telah menjaga muka mitra tuturnya di mata dosen maupun peserta diskusi yang lain, dengan begitu mitra tutur bahakan kelompoknya akan mendapat penilaian yang bagus di mata dosen dan bukan tidak mungkin akan mempengaruhi nilainya.

Memberikan pujian bagi mitra tuturnya tentu akan membuatnya senang, dengan begitu mukanya akan terselamatkan. Penutur melindungi muka mitra tuturnya dengan memberi pujian atas presentasinya dan ketika menjawab pertanyaan saat diskusi berlangsung, dengan begitu penutur telah memaksimalkan strategi kesantunan dari Brown dan Levinson dalam Chaer (2010: 53-55), yakni strategi kesantunan positif. Penutur menggunakan kesantunan positif untuk menjaga muka positif mitra tuturnya, dimana

kesantunan positif yang banyak digunakan dalam tuturan yang mematuhi maksim kedermawanan adalah dengan membesar-besarkan perhatian, persetujuan dan simpati kepada mitra tuturnya, hal itu terlihat dari proses analisis data di bagian sebelumnya. Penutur membesar-besarkan perhatian, persetujuan dan simpati kepada mitra tuturnya tentu akan menimbulkan kesan baik dan membuat mitra tuturnya senang, dengan kesan itu cukup untuk mengatakan bahwa data tuturan tersebut santun.

Dari penjelasan di atas dapat diketahui bahwa dalam diskusi kelas mahasiswa PBSI angkatan 2014 telah mematuhi maksim Leech (1993) dan juga memaksimalkan strategi kesantunan dari Brown dan Levinson dalam Chaer (2010: 52-55). Tuturan yang didapatkan sesuai dengan maksim pujian yakni tuturan haruslah memperbanyak pujian untuk orang lain dan minimalkan kecaman kepada orang lain. Penutur berusaha menjaga muka mitra tuturnya dengan memaksimalkan strategi kesantunan positif dari Brown dan Levinson dalam Chaer (2010: 53-55), seperti yang sudah peneliti jelaskan sebelumnya.

Jadi data tuturan yang mematuhi maksim pujian dapat dikatakan santun, terlebih dalam data tuturan tersebut juga menggunakan diksi yang mencerminkan kesantunan dari Pranowo (2012: 104) sehingga semakin terasa santun. Data tuturan memuji keberhasilan dan kelebihan mitra tuturnya dan berusaha menjaga muka mitra tutur serta menggunakan diksi yang mencerminkan kesantunan, maka data tuturan tersebut dikatakan santun.

Pematuhan terhadap prinsip kesantunan yang keempat yakni maksim kesepakatan. Peneliti menemukan sekurang-kurangnya tiga tuturan dari tuturan yang diambil dalam kegiatan diskusi kelas mahasiswa PBSI angkatan 2014. Ketiga tuturan tersebut dikatakan mematuhi maksim kesepakatan karena tuturan tersebut sesuai dengan apa yang diharuskan pada maksim kesepakatan yakni mengusahakan agar ketidaksepakatan antara diri dan lain terjadi sedikit mungkin dan mengusahakan agar kesepakatan antara diri dan lain terjadi sebanyak mungkin. Pematuhan tersebut dapat dijelaskan karena penutur mau menerima jawaban dari mitra tuturnya meskipun jawabannya tidak sesuai dengan yang diingkan tetapi penutur tetap menerima dan mengusahakan kesepakatan, dengan begitu tidak akan terjadi pertentangan dan membuat rasa hormat kepada mitra tutur.

Mengusahakan kesepakatan dengan mitra tuturnya tentu akan memberikan efek positif terlebih dalam kegiatan diskusi kelas yakni meminimalkan pertentangan, dengan begitu baik penutur maupun mitra tutur sama-sama saling memahami dan menghormati sehingga tidak ada rasa saling menjatuhkan dan akan saling menyelamatkan mukanya, hal ini sesuai dengan temuan peneliti di bagian analisis data bahwa penutur melindungi muka mitra tuturnya dengan menerima jawaban yang diberikan walaupun belum sesuai dengan begitu penutur telah menyelamatkan muka mitra tutur di hadapan dosen dan peserta diskusi yang lain.

Terlihat bahwa penutur telah memaksimalkan strategi kesantunan dari Brown dan Levinson dalam Chaer (2010: 53-55), yakni strategi kesantunan

positif. Penutur menggunakan kesantunan positif untuk menjaga muka positif mitra tuturnya, dimana kesantunan positif yang banyak digunakan dalam tuturan yang mematuhi maksim kesepakatan adalah dengan membesar-besarkan perhatian, persetujuan dan simpati kepada mitra tuturnya, hal itu terlihat dari proses analisis data di bagian sebelumnya.

Di dalam data tuturan, penutur telah memberikan perhatian kepada jawaban yang diberikan mitra tuturnya, mengusahakan persetujuan dan bersimpati atas apa yang telah dilakukannya yaitu berusaha menjawab pertanyaan, dengan begitu tuturan tersebut dikatakan santun, juga ditambah dengan penutur menggunakan diksi yang mencerminkan kesantunan dari Pranowo (2012: 104) yang jelas membuat tuturan tersebut semakin dirasa santun.