DAFTAR PUSTAKA
DAFTAR LAMPIRAN
A. Ubi Jalar
Ubi jalar memiliki banyak nama atau sebutan antara lain ketela rambat,
huwi boled (Sunda), tela rambat (Jawa), dan shoyu (Jepang). Ubi jalar juga dikenal dengan sebutan sweet potato. Klasifikasi tanaman ubi jalar dalam sistematika (taksonomi) tumbuhan adalah sebagai berikut.
Divisi : Spermatophyta Subdivisi : Angiospermae Kelas : Dicotyledonae Ordo : Convolvulales Famili : Convolvulaceae Genus : Ipomoea
Spesies :Ipomoea batatasL.Sin batatas edulis choisy
(Juanda Js. Dan Cahyono, 2004)
Tanaman ubi jalar, yang termasuk dalam tumbuhan semusim (annual), memiliki susunan tubuh utama yang terdiri dari batang, ubi, daun, bunga, buah, dan biji. Batang tanaman berbentuk bulat, tidak berkayu, berbuku-buku, dan tipe pertumbuhannya tegak atau merambat (menjalar). Batang tanaman tipe tegak memiliki panjang antara 1-2 m, sedangkan tipe merambat memiliki panjang 2-3 m. Ukuran batang dibedakan atas tiga macam yaitu besar, sedang, dan kecil. Warna batang biasanya hijau tua sampai keungu-unguan (Rukmana, 2007).
Tanaman ubi jalar memiliki daun tunggal yang beraneka ragam, baik bentuk maupun warnanya (Lembaga Biologi Nasional dan LIPI, 1977). Daun ubi jalar berbentuk bulat hati, bulat lonjong, dan bulat runcing, tergantung pada varietasnya. Daun ubi jalar memiliki tulang-tulang menyirip, kedudukan tegak agak mendatar, dan bertangkai tunggal yang melekat pada batang. Ukuran daun bervariasi, tergantung pada varietasnya. Daun ubi jalar berwarna hijau tua dan hijau kuning (Juanda Js. dan Cahyono, 2004).
Umbi tanaman ubi jalar merupakan bagian yang dimanfaatkan untuk bahan makanan. Umbi tanaman ubi jalar memiliki mata tunas yang dapat tumbuh menjadi tanaman baru. Umbi tanaman ubi jalar memiliki ukuran, bentuk, warna
kulit, dan warna daging bermacam-macam, tergantung pada varietasnya. Ukuran umbi ubi jalar ada yang besar dan kecil sementara bentuknya ada yang bulat, bulat lonjong, dan bulat panjang. Kulit umbi ada yang berwarna putih, kuning, ungu, jingga, dan merah. Daging umbi ada yang berwarna putih, kuning, jingga, dan ungu muda (Juanda Js. dan Cahyono, 2004).
Ubi jalar merupakan sumber karbohidrat yang penting disamping padi, jagung, sagu, dan ubi-ubian lainnya. Zat patinya merupakan salah satu bahan dalam pembuatan tekstil atau kertas. Daun bersama batang mudanya digunakan untuk sayuran juga sebagai pakan ternak (Lembaga Biologi Nasional dan LIPI, 1977). Komposisi ubi jalar disajikan dalam Tabel 1.
Tabel 1. Komposisi gizi dalam tiap 100 gram daun dan ubi jalar segar Banyaknya dalam No. Kandungan gizi
Ubi putih Ubi merah Ubi kuning* Daun
1 Kalori (kal) 123,00 123,00 136,00 47,00 2 Protein (g) 1,80 1,80 1,10 2,80 3 Lemak (g) 0,70 0,70 0,40 0,40 4 Karbohidrat (g) 27,90 27,90 32,30 10,40 5 Kalsium (mg) 30,00 30,00 57,00 79,00 6 Fosfor (mg) 49,00 49,00 52,00 66,00 7 Zat besi (mg) 0,70 0,70 0,70 10,00 8 Natrium (mg) - - 5,00 - 9 Kalium (mg) - - 393,00 - 10 Niacin (mg) - - 0,60 - 11 Vitamin A (SI) 60,00 7700,00 900,00 6150,00 12 Vitamin B1(mg) 0,90 0,90 0,10 0,12 13 Vitamin B2(mg) - - 0,04 - 14 Vitamin C (mg) 22,00 22,00 35,00 22,00 15 Air (g) 68,50 68,50 - 84,70
16 Bagian yang dapat
dimakan (%) 86,00 86,00 - 73,00
Keterangan: *)Food and Nutrition Research Center Handbook I. Manila.
-) Tidak ada data
(Sumber: Direktorat Gizi Depkes RI, 1981dalamJuanda Js. dan Cahyono, 2004) Tanaman ubi jalar diduga berasal dari Amerika Tengah tropis, tetapi ada yang mengatakan berasal dari Polinesia. Penyebaran tanaman banyak dilakukan oleh bangsa Portugis dan Spanyol pada abad ke-16 antara lain ke Filipina, Indonesia, India, Jepang, dan Malaysia. Saat ini tanaman ubi jalar dapat ditemukan di sekitar khatulistiwa hingga 40oLU dan 32oLS. Bergantung pada
macamnya, ubi jalar dipanen pada usia 3-6 bulan (Lembaga Biologi Nasional dan LIPI, 1977).
Teknologi di bidang pemuliaan tanaman ubi jalar telah banyak menemukan varietas-varietas (klon) baru yang lebih unggul daripada generasi sebelumnya. Varietas ubi jalar yang telah ditemukan masing-masing memiliki sifat yang berbeda-beda. Perbedaan sifat tersebut terletak pada bentuk umbi, ukuran/bentuk umbi, warna kulit umbi, warna daging umbi, tekstur daging umbi, rasa umbi, kandungan gizi, ketahanan terhadap penyakit, produktivitas, dan daya adaptasi terhadap lingkungan. (Juanda Js. dan Cahyono, 2004). Rukmana (2007) menyebutkan bahwa varietas atau kultivar atau klon ubi jalar yang ditanam di berbagai daerah jumlahnya cukup banyak, antara lain lampeneng, sawo, cilembu, rambo, SQ-27, jahe, klenang, gedang, tumpuk, georgia, layang-layang, karya, daya, borobudur, prambanan, mendut, dan kalasan.
Gambar 1. Ubi jalar. B. Pascapanen Ubi Jalar
Dalam Juanda Js. Dan Cahyono (2004) disebutkan bahwa penanganan pascapanen bertujuan untuk mempertahankan kualitas (mutu) ubi jalar. Penanganan pascapanen ubi jalar meliputi pembersihan, sortasi, penyimpanan, pengemasan dan pengangkutan, dan pemasaran hasil. Bouwkamp (1985) menyebutkan bahwa proses pascapanen ubi jalar terdiri atas proses curing dan penyimpanan. Sementara Edmond dan Ammerman (1971) menyebutkan bahwa
dalam perjalanannya menuju pasar, ubi jalar mengalami empat periode yaitu
curing,post-curing, penyimpanan, dan pemasaran.
Penanganan pascapanen dilaksanakan sebagai upaya untuk mempertahankan mutu ubi jalar yang telah dipanen. Sebelum dipanen, umbi ubi jalar masih melekat dengan tanamannya sehingga dapat menerima substansi- substansi makanan yang diperlukan bagi pertumbuhnnya. Saat dipanen, umbi akan dilepas dari batang tanamannya yang mengakibatkan terhentinya penerimaan substansi makanan sehingga pertumbuhan ikut terhenti. Karena tetap membutuhkan sumber tenaga, maka umbi yang telah terlepas akan mengambil tenaga tersebut dari kandungan gula yang ada dalam tubuhnya. Hal ini menyebabkan terjadinya susut bobot pada umbi. Kegiatan pascapanen berupa
curing, post-curing, penyimpanan, dan pemasaran ditujukan untuk meminimumkan susut tersebut sehingga kandungan dalam umbi pun tidak ikut berkurang (Edmond dan Ammerman, 1971).
Kegiatan pascapanen yang pertama dilakukan setelah ubi jalar dipanen adalah pembersihan dan sortasi. Umbi perlu dibersihkan dari kotoran-kotoran yang dapat menjadi sumber kontaminasi bermacam-macam patogen yang dapat merusak umbi selama dalam penyimpanan. Umbi yang bersih dari kotoran dapat meniadakan jasad-jasad renik yang menempel pada umbi sehingga umbi tidak mudah terserang patogen saat di penyimpanan serta penampilannya akan lebih menarik (Juanda Js. dan Cahyono, 2004).
Sortasi atau pemisahan umbi ubi jalar dilakukan untuk memisahkan umbi yang baik dan sehat dari umbi yang cacat atau rusak. Dalam kegiatan sortasi juga dilakukan proses grading atau pengelompokkan. Pengelompokkan dilakukan berdasarkan besarnya umbi dan tingkat kerusakannya. Sortasi dan grading
dilakukan untuk mendapatkan umbi yang berukuran seragam sesuai dengan kualitasnya sehingga akan mempermudah penentuan harga dan penjualan di pasar (Juanda Js. dan Cahyono, 2004).
Penyimpanan merupakan penanganan pascapanen yang dilakukan untuk mempertahankan mutu umbi agar tetap terjaga sehingga saat belum terjual mutunya tetap baik. Edmond dan Ammerman (1971) menyebutkan bahwa suhu
penyimpanan optimum untuk ubi jalar adalah 13-15.5oC. Sementara Syarif dan Halid (1993) memberikan beberapa cara penyimpanan ubi jalar seperti berikut ini. 1. Cara-cara tradisional misalnya dengan penguburan kembali ubi yang sudah dipanen atau membiarkan ubi tidak dipanen dan hanya dipanen dalam jumlah yang diperlukan. Cara lain adalah dengan membungkus ubi dengan lumpur dan menyimpan dalam air. Cara-cara tersebut dilakukan untuk memperpanjang daya simpan ubi jalar dalam jumlah kecil dan memberikan hasil yang cukup memuaskan.
2. Menyimpan ubi jalar dengan serbuk gergaji basah dalam peti. Cara ini dapat mempertahankan mutu ubi jalar selama 1-2 bulan. Suhu simpan sekitar 26oC memberikan hasil yang cukup memuaskan, praktis, dan murah bagi petani. Meski begitu, jika serbuk gergaji terlalu kering maka tidak akan terjadi pengawetan, Sebaliknya jika serbuk gergaji terlalu basah akan mempercepat pembusukan. 3. Cara lain yaitu ubi jalar yang telah dibersihkan diangin-anginkan selama 2-3 hari kemudian ditimbun di tempat yang kering dan sejuk dan ditutup dengan pasir kering atau abu setebal 20-30 cm. Ubi jalar yang disimpan dengan cara seperti ini dapat tahan selama 5 bulan tanpa boleng.
4. Ubi jalar dibuat menjadi gaplek dan tepung untuk mengawetkan produk.
Berbagai penelitian juga telah dilakukan terkait penyimpanan ubi jalar. Penelitian-penelitian tersebut bertujuan antara lain untuk memperpanjang umur simpan ubi jalar, maupun untuk menghindari terjadinya penurunan mutu fisik maupun kimiawi ubi jalar selama masa penyimpanan. Banyak faktor yang mempengaruhi mutu ubi jalar selama menjalani masa penyimpanan. Faktor-faktor inilah yang perlu diperhatikan untuk mendapatkan kondisi penyimpanan yang sesuai sehingga dapat memperpanjang masa simpan ubi jalar sekaligus mempertahankan mutu ubi jalar selama masa penyimpanan.
Penelitian mengenai penyimpanan ubi jalar juga pernah dilakukan oleh Risnawati (2002) dan Rajagukguk (2002). Risnawati (2002) menerapkan pelapisan lilin pada ubi jalar dan menyimpulkan bahwa mutu ubi jalar yang diberi perlakuan pencelupan dalam emulsi lilin dan fungisida benlate-50 lebih baik dibandingkan umbi yang tidak mendapat perlakuan. Diungkapkan pula oleh Risnawati (2002) bahwa pencelupan ubi jalar ke dalam emulsi lilin dan fungisida
dapat menekan laju kerusakan ubi jalar. Sementara itu, Rajagukguk (2002) memberikan perlakuan panas pada ubi jalar dan menyimpulkan perlakuan panas dengan Hot Water Treatment pada pascapanen ubi jalar mencapai optimum pada pencelupan dengan suhu 47.5oC selama 30 menit. Disebutkan oleh Rajagukguk (2002) bahwa perlakuan panas yang diberikan pada pascapanen ubi jalar mempengaruhi mutu ubi jalar terhadap susut bobot, kadar air, kekerasan, dan kadar pati ubi jalar, namun tidak berpengaruh terhadap warna kulit dan warna daging ubi.
Untuk ubi jalar, susut bobot telah menjadi sebuah masalah dalam penanganan pascapanen. Wargiono (1980) menyebutkan bahwa petani biasanya menghindari penyimpanan ubi jalar karena selama penyimpanan, ubi jalar akan mengalami penurunan bobot sekitar 5%. Ini berarti bahwa susut bobot menjadi salah satu kendala dalam proses penyimpanan ubi jalar. Dalam penelitiannya, Watson et al. (1992) melakukan penyimpanan ubi jalar dengan menggunakan beberapa media penyimpanan, yaitu pasir, tanah, abu, sekam, dan karung goni. Setelah penyimpanan selama 2 minggu, ubi jalar yang disimpan mengalami susut bobot, berturut-turut dalam media pasir, tanah, abu, sekam, dan karung goni, sebesar 14.40%, 18.77%, 18.15%, 16.50%, dan 14.34%.
Curing merupakan kegiatan yang sebaiknya dilakukan sebelum penyimpanan. Prosescuring, menurut Juanda Js. dan Cahyono (2004), merupakan penyembuhan luka melalui pembentukan lapisan gabus pada kulit. Lapisan tersebut dapat menghambat penguapan air dan masuknya infeksi patogen sehingga dapat mengurangi kehilangan berat. Proses curing dilakukan pada suhu 30-32oC dengan kelembaban udara 85-90% selama 4-7 hari (Booth, 1973dalamJuanda Js. dan Cahyono, 2004). Selama proses curing akan terbentuk lapisan gabus yang apabila dapat dipertahanan dengan baik selama masa penyimpanan, maka akan menghasilkan ubi jalar dengan umur simpan yang lebih lama (Edmond dan Ammerman, 1971).
Pengemasan pada ubi jalar dilakukan dengan tujuan untuk melindungi umbi dari kerusakan mekanis karena pengangkutan dan kerusakan fisiologis karena pengaruh lingkungan, seperti suhu, kelembaban, dan cahaya matahari. Pengemasan umbi harus dilakukan dengan baik dan benar agar mutu dan
kesegaran umbi tetap baik hingga di tempat tujuan (Juanda Js. dan Cahyono, 2004).
Pengangkutan bertujuan untuk mengangkut ubi jalar ke pusat-pusat pemasaran. Saat pengangkutan dilakukan, perlu diperhatikan bahwa peti kemasan harus diatur rapi, teratur, dan tidak membentuk rongga. Hal ini dimaksudkan agar peti kemasan tidak bergeser dan tidak saling berbenturan. Peti kemasan yang bergeser-geser atau saling berbenturan akan menimbulkan kerusakan kemasan dan kerusakan umbi di dalamnya (Juanda Js. dan Cahyono, 2004).