• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II. PENELAAHAN PUSTAKA

H. Uji Aktivitas Antibakteri

Metode yang dapat dapat digunakan untuk menguji potensi agen antimikroba pada suatu mikroba antara lain :

a. Metode dilusi, dibedakan menjadi : 1) Metode dilusi cair /broth dilution test

Metode ini digunakan untuk mengukur Kadar Hambat Minimum (KHM) ataua Kadar Bunuh Minimum (KBM). Prinsip metode ini yaitu substansi antimikroba dalam kadar bertingkat (biasanya pengenceran dua kali lipat) dicampurkan ke dalam medium bakteriologis solid atau cair. Tujuan metode ini untuk mengetahui besarnya konsentrasi minimum yang diperlukan untuk menghambat pertumbuhan bakteri yang ditetapkan sebagai KHM. Larutan yang ditetapkan sebagai KHM tersebut selanjutnya dikultur ulang pada media cair tanpa penambahan mikroba uji ataupun agen antimikroba, dan diinkubasi selama 18-24 jam. Media cair yang tetap terlihat jernih setelah inkubasi diteteapkan sebagai KBM. Kelebihan metode ini adalah data yang didapatkan merupakan hasil kuantitatif yang menunjukkan jumlah antimikroba tertentu yang dapat mengambat atau membunuh mikroba uji.

2) Metode dilusi padat

Metode ini serupa dengan metode dilusi cair namun menggunakan media padat.

b. Metode difusi dibedakan menjadi : 1) Metode disc diffusion

Metode yang digunakan untuk menentukan aktivitas antimikroba. Agen mikroba diletakkan dalam media agar yang telah ditanami mikroorganisme, yang nantinya akan berdifusi pada media agar tersebut. Area jernih mengindikasikan adanya penghambatan pertumbuhan mikroorganisme.

2) Cup plate technique

Pada metode ini dibuat sumur pada media agar yang telah ditanami dengan mikroorganisme dan selanjutnya pada sumur tersebut diberi agen antimikroba yang akan diuji. Penghambatan pertumbuhan mikroorganisme ditunjukkan dengan adanya area jernih

(Pratiwi, 2008). 2. Pengujian Kadar Hambat Minimum (KHM) dan Kadar Bunuh Minimum

(KBM)

Pengujian KHM dilakukan dengan metode dilusi untuk menentukan konsentrasi terendah antimiroba yang efektif untuk mencegah pertumbuhan mikroba. Metode ini dilakukan dengan cara antimikroba dengan konsentrasi tertentu dilarutkan dalam media kemudian diinokulasi mikroorganisme sesuai standar tertentu. Hasil yang diinginkan yaitu media dengan konsentrasi antimikroba terendah yang jernih yang bebas dari pertumbuhan mikroba. Keuntungan pengujian KHM ini dapat memberikan perkiraan konsentrasi obat yang tepat untuk menghambat pertumbuhan mikroorganisme sehingga bermanfaat untuk membantu menentukan dosis yang dibutuhkan pasien. Kadar Bunuh Minimum dapat ditentukan dengan melakukan subkultur konsentrasi antimikroba terendah yang jernih ke media agar bebas antimikroba (Brooks dkk., 2010).

3. Pengukuran Pertumbuhan Bakteri

Pengukuran pertumbuhan bakteri dapat ditentukan dengan berbagai cara, salah satu cara yaitu dengan memperkirakan jumlah bakteri secara tidak langsung yang diamati berdasarkan :

a. Kekeruhan : merupakan metode untuk mengetahui adanya pertumbuhan mikroorganisme. Prinsip metode ini dengan melihat kekeruhan media cair dengan alat spektrofotometer. Seiring dengan bertambahnya sel bakteri dalam media cair media tersebut akan menjadi keruh. Prinsip kerja alat ini dengan mentransmisikan berkas cahaya melalui suspensi bakteri lalu diteruskan ke detektor sensitif cahaya, jika jumlah bakteri meningkat sedikit cahaya yang akan diteruskan ke detektor yang akan terukur pada skala alat yang berupa persentasi transmisi atau nilai absorbans atau densitas optik (optical density). Nilai absorbani ini yang akan digunakan untuk memperkirakan jumlah bakteri

b. Aktivitas metabolik : prinsip metode ini dengan mengukur aktivitas metabolik populasi bakteri seperti asam, atau karbon dioksida yang menujukkan proporsi keberadaan bakteri.

c. Bobot kering : metode ini digunakan untuk bakteri berfilamen dan kapang dengan cara menentukan bobot kering. Metode ini dilakukan dengan cara bakteri atau kapang dipindahkan dari media pertumbuhan, disaring untuk mneghilangkan materi pengganggu lain, dikeringkan kemudian ditimbang

I. Landasan Teori

Penyakit infeksi yang disebabkan oleh bakteri S.aureus dan E. coli merupakan penyakit yang sering diderita oleh masyarakat dan merupakan penyebab kematian di dunia. Berdasarkan hal tersebut perlu dilakukan eksplorasi bahan alam yang berpotensi sebagai antibakteri yang aman dan efektif.

Biji petai mengandung senyawa alkaloid, terpenoid, fenolik dan flavonoid (Kamisah dkk., 2013) sedangkan menurut Jebarus (2015) pada kulit buah mengandung saponin, flavonoid, alkaloid, tanin, fenolik dan terpenoid. Pada kulit batang pohon petai mengandung flavonoid, alkaloid, fenolik dan terpenoid (Pratama, 2015). Bunga petai memiliki bau yang khas. Menurut Junker dkk., (2010) bau atau aroma khas yang terdapat dalam bunga disebabkan karena adanya senyawa terpenoid. Menurut Heinrich (2005) pigmen pemberi warna pada bunga berasal dari senyawa golongan fenolik yaitu flavonoid. Menurut Swaati dkk., (2014) senyawa alkaloid, saponin dan tanin juga dapat terdistribusi dalam bunga yang termasuk ke dalam famili Fabaceae. Oleh karena itu diduga bahwa bunga petai memiliki kandungan senyawa terpenoid, flavonoid, alkaloid, saponin dan tanin. Senyawa-senyawa tersebut diketahui memiliki aktivitas antibakteri (Swaati dkk., 2014).

Untuk mendapatkan senyawa kimia yang terkandung dalam bunga petai dilakukan ekstraksi dengan metode maserasi menggunakan penyari etanol. Etanol mampu melarutkan senyawa kimia yang bersifat semipolar sampai polar seperti alkaloid, tanin, saponin fenolik dan flavonoid. Alkaloid bersifat semipolar karena

adanya gugus amina, amida, fenol dan metoksi yang dimungkinkan dapat tertarik oleh etanol. Etanol juga dapat menarik senyawa fenolik yang cenderung larut dalam air. Tanin juga memiliki gugus fenolik sehingga dapat larut pada pelarut polar. Saponin memiliki ikatan glikosida dan flavonoid memiliki ikatan dengan gugus gula yang membuat kedua senyawa ini bersifat polar (Siedel, 2008).

Pengujian aktivitas antibakteri ekstrak etanol bunga petai dilakukan dengan menggunakan metode difusi sumuran. Hasil yang diperoleh menggunakan metode difusi sumuran yaitu adanya daerah penghambatan (zona hambat) yang menujukkan terhambatnya pertumbuhan bakteri disekitar sumuran. Pengukuran KHM dan KBM dilakukan dengan metode dilusi cair. Hasil metode dilusi cair ditunjukkan dengan media jernih yang mengandung konsentrasi ekstrak etanol bunga petai terendah yang menujukkan bebas dari pertumbuhan mikroba.

Penelitian mengenai aktivitas antibakteri ekstrak etanol bunga petai diharapkan dapat mengembangkan ilmu pengetahuan dan memberikan informasi ilmiah mengenai manfaat bunga petai sebagai salah satu antibakteri alternatif untuk mengatasi penyakit infeksi yang disebabkan oleh S. aureus dan E. coli.

Dokumen terkait