ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN
G. Uji Asumsi Klasik
Dalam uji asumsi klasik ini akan dilakukan tiga jenis uji yaitu, uji multikolinearitas, uji heteroskedastisitas, dan uji autokorelasi. Ketiga uji ini bertujuan untuk mengetahui ada tidaknya penyimpanagn dalam asumsi klasik, karena penyimpangan terhadap asumsi klasik akan mempengaruhi hasil analisis.
1. Uji Multikolinearitas
Multikolinearitas adalah siituasi adanya korelasi variable-variabel bebas diantara satu dengan yang lainnya. Jika dalam model terdapat multikolinearitas maka model tersebut memiliki kesalahan standart yang
commit to user
besar sehingga koefisien tidak dapat ditaksir dengan ketepatan yang tinggi.
Salah satu cara untuk mendeteksi ada tidaknya multikolinearitas adalah dengan metode Klein, caranya yaitu dengan membandingkan nilai r yang telah dikuadratkan dari hasil matrik korelasi dengan nilai R2. Jika r2 lebih kecil dari R2 maka dalam model tersebut tidak terjadi masalah Multikolinearitas, begitu pula sebaliknya. Berikut ini tabel uji multikolinearitas.:
Tabel 4.19 Hasil Uji Multikolinearitas
variabel r R2 kesimpulan
LHT - LHA 0,61 0,94 Tidak ada multikolinearitas LHT - LP 0,09 0,94 Tidak ada multikolinearitas LHT - LY 0,07 0,94 Tidak ada multikolinearitas LHA - LP 0,50 0,94 Tidak ada multikolinearitas LHA - LY 0,38 0,94 Tidak ada multikolinearitas LY - LP 0,86 0,94 Tidak ada multikolinearitas Sumber : Data sekunder diolah.
2. Uji Heteroskedastisitas
Heteroskedastisitas terjadi jika gangguan muncul dalam fungsi regresi yang mempunyai varian yang tidak sama sehingga penaksir OLS tidak efisien, baik dalam sampel kecil maupun sampel besar (tetapi masih tidak bias dan konsisten). Untuk menguji ada tidaknya masalah heteroskedastisitas dilakukan dengan uji Park. Uji ini dilakukan melalui dua tahap regresi sebagai berikut:
commit to user
1) Melakukan regresi atas model yang digunakan dengan menggunakan OLS yang kemudian diperoleh nilai residualnya.
2) Nilai residual yang didapat dari hasil regresi kemudian dikuadratkan, lalu diregresikan dengan variabel independen. Kemudian dilakukan uji secara statistik apakah αi berpengaruh secara statistik atau tidak. Jika hasil regresi menunjukkan αi tidak signifikan (pada derajat signifikansi 5%), maka tidak terjadi masalah heteroskedastisitas. Sebaliknya, jika αi signifikan (pada derajat signifikansi 5%), maka terjadi masalah heteroskedastisitas.
Pada model faktor-faktor yang mempengaruhi permintaan telur ayam ras di Kabupaten Magetan, hasil pengujian menunjukkan Obs*R2 < X2 dengan nilai 0,3215 < 3,84 maka tidak signifikan secara statistik. Berarti hipotesa yang menyatakan bahwa model empirik tidak terdapat masalah heterokesdasitas tidak ditolak.
Tabel 4.20 Hasil Uji LM ARCH untuk Mendeteksi Heteroskedastisitas. ARCH Test:
F-statistic 0.292676 Probability 0.595529 Obs*R-squared 0.321572 Probability 0.570664 Sumber : Data diolah.
commit to user 3. Uji Autokorelasi
Adanya korelasi antar variabel gangguan sehingga penaksir tidak lagi efisien baik dalam sampel kecil maupun dalam sampel besar. Ada beberapa metode untuk menguji ada tidaknya masalah autokorelasi. Adalah dengan metode grafik, Runs Test, Durbin-Watson - Test dan Breusch-Godfrey (B-G) Test.
Tabel 4.21Uji autokorelasi menggunakan pengujian B-G test
Probability 0.169286 Probability 0.106248
variabel coeffisien Std.error t-statistik Prob C 13.03604 52.97786 0.246066 0.8092 Harga telur ayam (LHT) -0.002081 0.152453 -0.013649 0.9893 Harga daging ayam (LHA) 0.017024 0.154008 0.110537 0.9136 Jumlah Penduduk (LP) -1.116828 4.232520 -0.263868 0.7957 Pendapatan perkapita (LY) 0.120733 0.324225 0.372376 0.7152 RESID (-1) 0.380294 0.262401 1.449288 0.1693 Sumber : data diolah.
Berdasarkan hasil uji B-G test, diketahui bahwa nilai probabilitas yang dihitung sebesar 0.1693 yang artinya nilai probabilitas tersebut lebih dari probabilitas 5%, maka hipotesa yang menyatakan pada model tidak terdapat autokorelasi diterima. Berarti, model empirik tersebut tidak terdapat masalah autokorelasi. Dari hasil pengujian Durbin Watson maupun B-G test, keduanya mendapatkan kesimpulan yang sama bahwa tidak terdapat masalah autokorelasi dalam model tersebut diatas.
commit to user H. Interpretasi Hasil Secara Ekonomi
a. Pengaruh haarga telur ayam ras terhadap permintaan telur ayam ras.
Nilai koefisien harga daging ayam terhadap permintaan telur ayam ras ditunjukkan oleh nilai koefisien regresi variable harga telur ayam ras (LHT) yaitu sebesar -0.382114. Berarti apabila harga telur ayam ras meningkat 1% maka permintaan telur ayam ras akan menurun sebesar 0.382%, ceteris paribus dan sebaliknya. Dari hasil uji t menunjukkan bahwa harga telur ayam ras berpengaruh negatif terhadap permintaan telur ayam ras pada taraf signifikasi 95%. Antara harga telur ayam dengan permintaan telur ayam terdapat hubungan negatif sehingga dengan semakin tinggi harga daging ayam akan menyebabkan permintaan daging ayam menurun. Hal ini mendukung hukum permintaan yang menyatakan bahwa apabila harga suatu barang naik maka jumlah barang yang diminta akan berkurang dan sebaliknya apabila harga suatu barang turun maka jumlah barang yang diminta akan bertambah, ceteris paribus (Suhartati, 2006:10).
Dari nilai yang ditunjukkan pada uji elastisitas, variabel harga telur ayam ras diartikan sebagai elastisitas harga dari permintaan daging ayam di Kabupaten Magetan. Elastisitas harga telur ayam ras mempunyai nilai sebesar -0.382114. Ini berarti elastisitas harga terhadap permintaannya bersifat inelastic (Eh < 1) yang menunjukkan bahwa barang tersebut merupakan barang yang penting bagi pemintanya.
commit to user
b. Pengaruh harga daging ayam terhadap permintaan telur ayam ras
Nilai koefisien harga daging ayam ditunjukkan oleh nilai regresi variabel harga daging ayam (LHA) adalah 0.839057, dan berpengaruh secara signifikan pada a= 5% terhadap permintaan telur ayam ras. Berarti apabila harga daging ayam naik sebesar 1% maka permintaan telur ayam ras akan meningkat pula sebesar 0.839% ceteris paribus. Dari hasil uji elastisitas menunjukkan bahwa elastisitas harga daging ayam terhadap permintaan telur ayam ras adalah 0.839057 (inelastis). Antara harga daging ayam dan permintaan telur ayam ras terdapat hubungan yang positif sehingga apabila harga daging ayam naik maka akan menyebabkan jumlah permintaan telur ayam ras mengalami peningkatan. Sesuai dengan teori ekonomi bahwa permintaan akan barang tidak hanya dipengaruhi oleh harga barang itu sendiri tetapi juga dipengaruhi oleh harga barang lain, dan harga lain dikatakan subtitusi (pengganti) apabila koefisien elastisitasnya bertanda positif. Dari hasil yang diperoleh sesuai dengan hipotesis bahwa harga daging ayam berpengaruh positif dan bersifat inelastis terhadap permintaan telur ayam ras. c. Pengaruh jumlah penduduk terhadap permintaan telur ayam ras.
Nilai koefisien jumlah penduduk ditunjukkan oleh nilai regresi variabel jumlah penduduk (LP) yaitu sebesar 29.71938 dan berpengaruh secara positif pada tingkat signifikasi 95%. Hal ini berarti apabila jumlah penduduk bertambah sebesar 1% maka permintaan telur ayam ras akan naik sebesar sebesar 29,71%, ceteris paribus. Dari hasil uji elastisitas
commit to user
menunjukkan bahwa elastisitas jumlah penduduk terhadap permintaan telur ayam ras menunjukkan nilai 29.71938 (elastis). Antara jumlah penduduk dan permintaan telur ayam terdapat hubungan yang positif dimana setiap penurunan pada jumlah penduduk akan menyebabkan penurunan pada permintaan telur ayam ras, begitu pula sebaliknya. Sesuai dengan teori ekonomi bahwa jumlah penduduk yang bertambah akan akan menambah permintaan dan sebaliknya. Hasil penelitian yang diperoleh sesuai dengan hipotesis bahwa jumlah penduduk berpengaruh positif dan bersifat elastis terhadap permintaan telur ayam ras.
d. Pengaruh pendapatan perkapita terhadap permintaan telur ayam ras
Nilai koefisien pendapatan perkapita ditunjukkan oleh nilai regresi variabel pendapatan perkapita (LY) yaitu sebesar -0.031281 dan tidak signifikan. Dengan demikian tidak berpengaruh terhadap permintaan telur ayam ras. Nilai elastisitas pendapatan terhadap permintaan telur ayam ras menunjukkan nilai -0.031281 (inelastis). Tanda negatif menandakan bahwa telur ayam ras merupakan barang inferior, jika suatu pendapatan naik maka permintaan akan telur ayam ras akan turun karena masyarakat mampu untuk membeli barang subtitusinya yang lebih tinggi harganya. Jadi, sangatlah mungkin suatu barang inferior bagi konsumen tertentu, tapi merupakan barang superior bagi konsumen lain. (Sudarman, 1992:48).
commit to user BAB V