• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB V. ANALISIS DATA DAN PEMBAHSAN

A. Deskripsi Responden

1. Uji Asumsi Klasik

B. Uji Hipotesis

1. Uji Asumsi Klasik

Pengujian ini dilakukan untuk melihat model kemungkinan adanya gejala Heteroskedastisitas, yaitu menunjukkan adanya varian yang tidak konstan dari variabel residual, Multikolinearitas yang merupakan keadaan di mana satu atau lebih variabel bebas dapat dinyatakan sebagai kombinasi dari variabelbebas lainnya, dan uji Autokorelasi yaitu menunjukkan keadaan di mana kesalahan pengganggu antara periode t-1 dalam regresi linear. (Gujarati, 1995: 157)

a. Multikolinieritas

Adanya hubungan antara variabel independen dalam satu regresi disebut dengan multikolinieritas. Model yang mempunyai

standard error besar dan nilai statistik t yang rendah, dengan

demikian merupakan indikasi awal adanya masalah

multikolinieritas dalam model. Namun, multikolinieritas dapat terjadi jika model yang kita punyai merupakan model yang kurang bagus.

Pada uji korelasi, kita menguji multikolinieritas hanya dengan melihat hubungan secara individual antara satu variabel independen dengan satu variabel independen yang lain. Tetapi multikolinieritas bisa juga muncul karena satu atau lebih ariael independen merupakan kombinasi linier dengan variabel independen lain. Untuk mengetahui apakah variabel independen X yang satu berhubungan dengan variabel independen X yang lain adalah dengan melakukan regresi setiap variabel independen X dengan sisa variabel independen X yang lain. Regresi yang kita lakukan ini disebut Regresi Auxiliary. Setiap koefisien determinasi (𝑅2) dari regresi auxiliary ini kita gunakan untuk menghitung distribusi F dan kemudian digunakan untuk mengevaluasi apakah model mengandung multikolinieritas atau tidak. Adapun formula untuk menghitung nilai F hitung adalah sebagai berikut:

𝐹1 = 𝑅𝑋21𝑋2𝑋3β€¦π‘‹π‘˜/(π‘˜ βˆ’2) (1βˆ’ 𝑅𝑋21𝑋2𝑋3β€¦π‘‹π‘˜)/(𝑛 βˆ’ π‘˜+ 1)

n menunjukkan jumlah observasi, k menunjukkan jumlah variabel independen termasuk konstanta, dan 𝑅𝑋21𝑋2𝑋3β€¦π‘‹π‘˜ adalah

koefisien determinasi setiap variabel independen 𝑋1dengan sisa variabel independen X yang lain sedangkan nilai kritis dari distribusi F didasarkan pada derajat kebebasan k – 2 dan n – k + 1.

Keputusan ada tidaknya unsur multikolinieritas dalam model ini sebagaimana biasanya adalah dengan membandingkan nilai F hitung dengan nilai F kritis. Jika nilai F hitung lebih besar dari nilai F kritis dengan tingkat signifikansi 𝛼 dan derajat kebebasan tertentu maka dapat disimpulkan model mengandung unsur multikolinieritas yakni terdapat hubungan linier antara satu variabel X dengan variabel X yang lain. Sebaliknya jika nilai hitung F lebih kecil dari nilai kritis F maka tidak terdapat hubungan linier antara satu variabel X dengan variabel X yang lain. Untuk melakukan uji ini kita harus melakukan regresi auxiliary berkali-kali. Misalnya jika model yang kita punyai mempunyai tiga variabel independen maka kita harus melakukan regresi auxiliary sebanyak tiga kali dan kemudian kita dapatkan nilai F hitungnya.

Tabel UjiMultikolinieritas

Tabel V.9

Dari output di atas dapat diketahui bahwa nilai VIF kurang dari 10 dan nilai Tolerance lebih dari 0,1 untuk ketiga variabel maka dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat masalah multikolinearitas.

b. Heteroskedastisitas

Untuk mendeteksi masalah heteroskedastisitas salah satunya adalah dengan metode yang dikembangkan oleh Spearman. Sebelum membahas metode korelasi dari Spearman, kita definisikan terlebih dahulu korelasi yang dikembangkan oleh Spearman. Formula dari Spearman adalah sebagai berikut:

π‘Ÿπ‘  = 1βˆ’6 Σ𝑑𝑖

2

𝑛(𝑛2βˆ’1) (2.1)

dimana d adalah perbedaan rank antara residual (𝑒𝑖) dengan variabel independen X dan n adalah jumlah observasi. Metode deteksi

Coefficientsa Model Unstandardized Coefficients Standardized Coefficients t Sig. Collinearity Statistics B Std. Error Beta Tolerance VIF 1 (Constant) 4.388 5.051 .869 .393

X1 -.009 .322 -.003 -.027 .979 .996 1.004 X2 .297 .087 .497 3.408 .002 .649 1.542 X3 .287 .107 .390 2.684 .012 .651 1.537

a. Dependent Variable: Y

heteroskedastisitas dengan korelasi Spearman ini dapat kita jelaskan dengan menggunakan model regresi sederhana sebagai berikut:

π‘Œπ‘– =𝛽0+𝛽1𝑋𝑖 +𝑒𝑖 (2.2)

Langkah yang harus dilakukan untuk menguji ada tidaknya masalah heteroskedastisitas dalam hasil regresi dengan menggunakan korelasi Spearman adalah sebagai berikut:

1) Kita melakukan regresi persamaan (2.2) tersebut dan kemudian kita dapatkan residualnya

2) Cari nilai absolut residual dan kemudian diranking dari nilai yang paling besar ataupun di ranking dari nilai yang paling kecil. Lakukan hal yang sama untuk variabel independen X. Setelah keduanya ranking maka selanjutnya adalah mencari korelasi Spearman dalam persamaan (2.1)

3) Diasumsikan bahwa koefisien korelasi dari rank populasi πœŒπ‘  adalah nol dan n > 8, signifikansi dari sampel rank korelasi Spearman π‘Ÿπ‘  dapat diuji dengan menggunakan uji t. Nilai statistik t hitung dapat dicari dengan menggunakan formula sebagai berikut:

𝑑 =π‘Ÿπ‘  nβˆ’2 1βˆ’ π‘Ÿπ‘ 2 dengan df sebesar n – 2

4) Jika nilai t hitung lebih besar dari nilai kritis tabel t maka kita bisa

menyimpulkan bahwa regresi mengandung masalah

heteroskedastisitas dan sebaliknya maka tidak ada

heteroskedastisitas

Sebagai catatan, deteksi dengan metode korelasi Spearman pada regresi berganda, misalnya dengan dua variabel independen, kita harus menghitung korelasi Spearmannya dua kali dan kemudian masing-masing diuji dengan menggunakan uji t seperti sebelumnya.

Tabel V. 10

Tabel Uji Heteroskedastisitas

Correlations Unstandardized Residual X1 X2 X3 Sp ear ma n's rho

Unstandardized Residual Correlation Coefficient 1.000 .046 .025 -.027 Sig. (2-tailed) . .805 .893 .884 N 31 31 31 31 X1 Correlation Coefficient .046 1.000 -.095 -.112 Sig. (2-tailed) .805 . .610 .548 N 31 31 31 31 X2 Correlation Coefficient .025 -.095 1.000 .591** Sig. (2-tailed) .893 .610 . .000 N 31 31 31 31 X3 Correlation Coefficient -.027 -.112 .591** 1.000 Sig. (2-tailed) .884 .548 .000 . N 31 31 31 31

**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed). Sumber: data primer, diolah tahun 2012

Dari output di atas dapat diketahui bahwa korelasi ketiga variabel dengan Unstandarized Residual nilai signifikansinya lebih

dari 0.05. Sehingga dapat disimpulkan bahwa pada model regresi tidak ada heteroskedastisitas.

c. Autokorelasi

Banyak metode yang bisa digunakan untuk mendeteksi masalah autokorelasi. Salah satu uji yang populer digunakan dalam ekonometrika adalah metode yang dikemukakan oleh Durbin-Watson (d)2. Prosedur uji yang dikembangkan oleh Durbin-Watson dapat dijelaskan dengan model sederhana seperti persamaan (3.1) sebagai berikut:

π‘Œπ‘‘ = 𝛽0+𝛽1𝑋1𝑑+𝑒𝑑 (3.1)

Hubungan antara variabel gangguan 𝑒𝑑hanya tergantung dari variabel gangguan sebelumnya π‘’π‘‘βˆ’1 atau disebut Model AR (1) seperti persamaan (3.2) sebelumnya:

𝑒𝑑 = Οπ‘’π‘‘βˆ’1 + 𝑣𝑑 βˆ’1 <𝜌 < 1 (3.2)

Jika ρ = 0 maka 𝑒𝑑= 𝑣𝑑 sehingga variabel gangguan di dalam persamaan tersebut tidak saling berhubungan atau tidak ada autokorelasi. Oleh karena itu hipotesis nol tidak adanya autokorelasi dapat ditulis H0:ρ = 0 sedangkan hipotesis alternatifnya ρ> 0 atau ρ<0 atau ρ β‰ 0.

Untuk menguji hipotesis nol kita harus menghitung ρ dan kemudian menguji secara statistika apakah signifikan atau tidak. Akan tetapi penurunan distribusi probabilitas dari ρsangat sulit dilakukan. Sebagai alternatif, Durbin dan Watson mengembangkan distribusi probabilitas yang berbeda. Uji statistik Durbin-Watson tersebut didasarkan dari residual metode OLS. Adapun formula uji statistik Durbin-Watson adalah sebagai berikut:

𝑑 = 𝑑 (𝑒 𝑑 =𝑛 𝑑=2 βˆ’π‘’ π‘‘βˆ’1)2 𝑒 𝑑2 𝑑=𝑛 𝑑=1 (3.3)

Dimana 𝑒 𝑑adalah residual metode kuadrat terkecil. Bagaimana d berhubungan erat dengan ρ dan bagaimana mendapatkan uji statistik untuk masalah autokorelasi, kita manipulasi persamaan (3.3) di atas menjadi: 𝑑 = 𝑒 𝑑2+ 𝑑=𝑛𝑒 π‘‘βˆ’2 1βˆ’2 𝑑=𝑛𝑑=2𝑒 𝑑𝑒 π‘‘βˆ’1 𝑑=2 𝑑=𝑛 𝑑=2 𝑒 𝑑2 𝑑=𝑛 𝑑=1 (3.4)

Karena 𝑒 𝑑2 dan 𝑒 π‘‘βˆ’2 1 berbeda hanya satu observasi, maka nilainya hampir sama. Persamaan (3.4) tersebut dapat ditulis sebagai berikut:

𝑑 β‰ˆ 1 + 1βˆ’2𝜌 (3.5) dimana 𝜌= 𝑒 𝑑𝑒 π‘‘βˆ’1

𝑒 𝑑2 (3.6)

persamaan (3.6) ini merupakan koefisien autokorelasi order pertama sebagai proksi dari 𝜌. Persamaan (3.5) dapat ditulis kembali menjadi:

𝑑 β‰ˆ 2 (1βˆ’ 𝜌) (3.7) Karena -1 ≀ 𝜌 ≀1 maka berimplikasi bahwa

0≀ d≀4 (3.8)

Dari persamaan (3.7) tersebut jika 𝜌= 0 maka nilai d = 2 yang berarti tidak adanya masalah autokorelasi (pada order pertama). Oleh karena itu sebagai aturan kasar (rule of thumb) jika nilai d adalah 2, maka kita bisa mengatakan bahwa tidak ada autokorelasi baik positif maupun negatif. Jika 𝜌= +1, nilai d β‰ˆ 0, mengindikasikan adanya autokorelasi positif. Oleh karena itu, nilai d yang semakin mendekati nol menunjukkan semakin besar terjadinya autokorelasi positif. Jika 𝜌=-1, nilai dβ‰ˆ 4 yang berarti ada autokorelasi negatif. Dengan demikian nilai d yang semakin nesar mendekati 4 maka semakin besar terjadinya maslah autokorelasi negatif.

Durbin-Watson telah berhasil mengembangkan uji statistik berdasarkan persamaan (3.4) yang disebut uji statistik d. Durbin-Watson berhasil menurunkan nilai kritis batas bawah (dL) dan batas atas (dU) sehingga jika nilai d hitung dari persamaan (3.4) terletak di luar nilai kritis ini maka ada tidaknya autokorelasi baik positif atau negatif dapat diketahui. Penentuan ada tidaknya autokorelasi dapat dilihat dengan jelas dalam tabel atau dengan menggunakan gambar.

Uji Statistik Durbin-Watson 𝑑

Nilai Statistik 𝑑 Hasil

0 < 𝑑 < 𝑑L

𝑑L ≀𝑑 ≀ 𝑑U

𝑑U ≀𝑑 ≀ 4βˆ’ 𝑑U

4βˆ’ 𝑑U ≀𝑑 ≀4βˆ’ 𝑑L

4βˆ’ 𝑑L ≀𝑑 ≀4

Menolak hipotesis nol; ada autokorelasi positif Daerah keragu-raguan; tidak ada keputusan Menerima hipotesis nol; tidak ada autokorelasi positif/negatif

Daerah keragu-raguan; tidak ada keputusan Menolak hipotesis nol; ada autokorelasi negatif

Salah satu keuntungan dari uji DW yang didasarkan pada residual adalah bahwa setiap program komputer untuk regresi selalu memberi informasi statistik d. Adapun prosedur dari uji DW sebagai berikut:

a. Melakukan regresi metode OLS dan kemudian mendapatkan nilai residualnya.

b. Menghitung nilai d dari persamaan (3.4). (Kebanyakan program komputer secara otomatis menghitung nilai d.

Autokorelasi Negatif Ragu-ragu Tidak ada Autokorelasi Ragu-ragu Autokorelasi Positif 4 - dL 4 - dU 2 4 dU dL 0

c. Dengan jumlah observasi (n) dan jumlah variabel independen tertentu tidak termasuk konstanta (k), kita cari nilai kritis dL dan dU di statistik Durbin Watson.

d. Keputusan ada tidaknya autokorelasi didasarkan pada tabel dan gambar di atas.

Tabel V. 11 Tabel Uji Autokorelasi

Model Summaryb Model R R Square Adjusted R Square Std. Error of the Estimate Durbin-Watson 1 .793a .628 .587 2.662 1.931 a. Predictors: (Constant), X3, X1, X2 b. Dependent Variable: Y

Sumber: data primer, diolah tahun 2012

Dapat diketahui bahwa nilai Durbin Watson sebesar 1.931. sedangkan dari tabel DW dengan signifikansi 0,05 dan jumlah data (n) + 31, serta k = 3 (k adalah jumlah variabel independen) diperoleh nilai dL sebesar 1.229 dan dU sebesar 1.650. dengan ini maka didapat 4-dU = 2.35 dan 4-dL = 2.771. karena nilai DW (1.931) berada pada daerah dU dan 4-dU (dU < DW < 4-dU), maka Ho diterima. Jadi dapat disimpulkan tidak terjadi autokorelasi pada model regresi.

2. Uji Hipotesis

a. Kontribusi dan Signifikansi

Uji hipotesis dilakukan untuk mengetahui apakah hipotesis yang telah ditetapkan dalam bab II terbukti.

Rumusan Hipotesis:

1) Tingkat Pendidikan

Ho = tingkat pendidikan tidak berkontribusi secara signifikan terhadap produktivitas kerja PNS

Ha = tingkat pendidikan berkontribusi secara signifikan terhadap produktivitas kerja PNS

2) Tingkat Kedisiplinan

Ho = tingkat kedisiplinan tidak berkontribusi secara signifikan terhadap produktivitas kerja PNS

Ha = tingkat kedisiplinan berkontribusi secara signifikan terhadap produktivitas kerja PNS

3) Loyalitas Pegawai

Ho = loyalitas pegawai tidak berkontribusi secara signifikan terhadap produktivitas kerja PNS

Ha = loyalitas pegawai berkontribusi secara signifikan terhadap produktivitas kerja PNS

4) Secara bersama-sama tingkat pendidikan, tingkat kedisiplinan, dan loyalitas kerja

Ho = tingkat pendidikan, tingkat kedisiplinan, dan loyalitas kerja secara parsial tidak berkontribusi secara signifikan terhadap produktivitas kerja PNS

Ha = tingkat pendidikan, tingkat kedisiplinan, dan loyalitas kerja secara parsial berkontribusi secara signifikan terhadap produktivitas kerja PNS

Signifikansi:

Signifikan jika, probabilitas signifikansi < 0,05 Tidak signifikan jika, probabilitas signifikansi > 0,05

Kriteria Pengujian:

Jika t hitung < t tabel, maka Ho diterima Jika t hitung > t tabel, maka Ho ditolak

Perhitungan pengujian hipotesis penelitian dilakukan dengan bantuan komputer program SPSS versi 17.

Tabel V. 12 Tabel Regresi Berganda Coefficientsa Model Unstandardized Coefficients Standardized Coefficients t Sig. Kesimpulan B Std. Error Beta 1 (Constant) 4.388 5.051 .869 .393 Tingkat Pendidikan

-.009 .322 -.003 -.027 .979 Berkontribusi dan tidak signifikan Tingkat

Kedisiplinan

.297 .087 .497 3.408 .002 Berkontribusi positif dan signifikan Loyalitas

Pegawai

.287 .107 .390 2.684 .012 Berkontribusi positif dan signifikan a. Dependent Variable: Produktivitas Kerja PNS

Sumber: data primer, diolah tahun 2012

Dari tabel di atas dapat diketahui bahwa variabel tingkat pendidikan berkontribusi -0,003 / 0,884 x 100% = -0,34% (pembulatan dua angka di belakang koma) dan tidak signifikan karena probabilitas signifikansinya 0,979 > 0,05. Jadi, tingkat pendidikan berkontribusi sebesar -0.34% dan tidak signifikan terhadap produktivitas kerja PNS di Kantor Kecamatan Berbah.

Dari tabel di atas dapat diketahui bahwa variabel tingkat kedisiplinan berkontribusi 0,497 / 0,884 x 100% = 56,22% (pembulatan dua angka di belakang koma) dan signifikan karena probabilitas signifikansinya 0,002 < 0,05. Jadi, tingkat kedisiplinan berkontribusi positif sebesar 56,22% dan signifikan terhadap produktivitas kerja PNS di Kantor Kecamatan Berbah.

Dari tabel di atas dapat diketahui bahwa variabel loyalitas pegawai berkontribusi 0,390 / 0,884 x 100% = 44,11% (pembulatan dua angka di

belakang koma) dan signifikan karena probabilitas signifikansinya 0,012 < 0,05. Jadi, loyslitas pegawai berkontribusi positif sebesar 44,11 % dan tidak signifikan terhadap produktivitas kerja PNS di Kantor Kecamatan Berbah.

Dari ketiga variabel bebas di atas yang berkontribusi paling besar adalah variabel tingkat kedisiplinan.

Tabel V. 13

Tabel Adjusted R Square Model Summary Model R R Square Adjusted R Square Std. Error of the Estimate 1 .793a .628 .587 2.662 a. Predictors: (Constant), Loyalitas Pegawai, Tingkat Pendidikan, Tingkat Kedisiplinan

Sumber: data primer, diolah tahun 2012

Tampilan output SPSS model summary menunjukkan besarnya adjusted R2 sebesar 0,587, hal ini berarti 58,7% (0,587 x 100%) variabel produktivitas kerja pegawai dapat dijelaskan oleh tiga variabel independent tingkat pendidikan, tingkat kedisiplinan, dan loyalitas kerja, sedangkan sisanya (100% - 58,7% = 41,3%) dijelaskan oleh sebab-sebab yang lain di luar model. Standard error of estimate (SEE) sebesar 2,662, ,akin kecil nilai SEE akan membuat model regresi semakin tepat dalam memprediksi variabel dependen.

b. Analisis Koefisien Determinasi (Adjusted R2)

Analisis determinasi digunakan untuk mengetahui prosentase pengaruh variabel independen secara bersama-sama terhadap variabel dependen. Hasil analisis determinasi dapat dilihat pada output Moddel Summary dari hasil analisis regresi linier berganda di atas. Menurut Santoso (2001) bahwa untuk regresi dengan lebih dari dua variabel bebas digunakan Adjusted R Aquare sebesar 0,587 atau 58,7%. Hal ini menunjukkan bahwa prosentase sumbangan pengaruh variabel independen yaitu tingkat pendidikan, tingkat kedisiplinan, dan loyalitas pegawai terhadap variabel produktivitas kerja pegawai sebesar 58,7%. Atau variasi variabel bebas yang digunakan dalam model mampu menjelaskan sebesar 58,7% variasi variabel dependen. Sedangkan sisanya sebesar 41,3% dipengaruhi oleh variabel lain yang tidak dimasukkan dalam model penelitian ini.

Dokumen terkait