• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

D. Uji Asumsi Klasik

3. Uji Autokorelasi

Uji autokorelasi bertujuan menguji apakah dalam model regresi linear ada korelasi antara kesalahan pengganggu pada periode t dengan kesalahan pengganggu pada periode sebelumnya.

Metode deteksi terhadap autokorelasi dilakukan dengan metode

Durbin-Watson.

Kriteria pengambilan keputusan dapat dilihat pada Tabel 1.5

Tabel 1.5

Keputusan Autokorelasi

Hipotesis Nol Keputusan Jika Tidak ada autokorelasi positif

Tidak ada autokorelasi positif Tidak ada korelasi negatif Tidak ada korelasi negatif

Tidak ada autokorelasi positif atau negatif Tolak No decision Tolak No decision Tidak ditolak 0 < d <dl du d dl  4 4dlddl d du    4 4 du d du 4 Sumber: Situmorang et al (2008: 86) 4). Uji Multikolinearitas

Uji multikolinearitas artinya variabel independen yang satu dengan yang lain dalam model regresi berganda tidak saling berhubungan secara sempurna atau mendekati sempurna. Untuk mengetahui ada tidaknya gejala multikolinearitas dapat dilihat dari besarnya nilai

Tolerance dan VIF (Variance Inflation Factor) melalui program SPSS.

Tolerance mengukur variabilitas variabel terpilih yang tidak dijelaskan oleh variabel independen lainnya.

Nilai umum yang biasa dipakai adalah nilai Tolerance > 0,1 atau nilai VIF < 5, maka tidak terjadi multikolinearitas (Situmotang et al,2008: 104).

c. Metode Analisis Regresi Linear Berganda

Metode analisis regresi linear berganda berfungsi untuk mengetahui pengaruh/hubungan variabel independent (prosedur pembiayaan dan diversifikasi produk) dengan variabel dependent (minat menjadi nasabah). Pengolahan data akan dilakukan dengan menggunakan alat bantu aplikasi

Software SPSS 12.00 for Windows. Rumusnya adalah sebagai berikut:

Y = a + b1X1 + b2X2 + e (Umar, 2007:126) Keterangan:

Y = Skor dimensi minat menjadi nasabah di BSM. a = Konstanta.

b1,b2 = Koefisien Regresi Parsial.

X1 = Skor dimensi variabel prosedur pembiayaan. X2 = Skor dimensi variabel diversifikasi produk.

e = Standar error.

Pengujian hipotesis sebagai berikut: 1) Koefisien Determinasi (R2)

Identifikasi Determinan (R2) berfungsi untuk mengetahui signifikansi variabel, maka harus dicari koefisien determinasi (R2). Koefisien determinasi menunjukkan besarnya kontribusi variabel independent

terhadap variabel dependent. Semakin besar nilai keofisiensi determinasi (R2), maka semakin baik kemampuan variabel independent menerangkan variabel dependent. Jika determinasi (R2) semakin besar (mendekati satu), maka dapat dikatakan bahwa pengaruh variabel independent adalah besar terhadap variabel dependent. Hal ini berarti, model yang digunakan semakin kuat untuk menerangkan pengaruh variabel independent yang diteliti terhadap variabel dependent. Sebaliknya jika determinasi (R2) semakin kecil (mendekati nol), maka dapat dikatakan bahwa pengaruh variabel independent terhadap variabel dependent semakin kecil. Hal ini berarti, model yang digunakan tidak kuat untuk menerangkan pengaruh variabel independent terhadap variabel dependent.

2) Uji F (Uji secara serentak).

Uji F (uji serentak) adalah untuk melihat apakah variabel independent secara bersama-sama (serentak) berpengaruh secara positif dan signifikan terhadap variabel dependent. Melalui uji statistik dengan langkah-langkah sebagai berikut:

a) H0 : b1,b2 = 0

Artinya tidak terdapat pengaruh yang positif dan signifikan secara bersama-sama dari seluruh variabel independent terhadap variabel dependent.

b) Ha : b1,b2≠ 0

Artinya terdapat pengaruh yang positif dan signifikan secara bersama-sama dari seluruh variabel independent terhadap variabel dependent.

Kriteria Pengambilan Keputusan (KPK), yaitu: H0 diterima jika F hitung < F tabel

Ha diterima jika F hitung > F tabel Pada tingkat kepercayaan 95%. 3) Uji t (Uji secara Parsial).

Test uji secara parsial menguji setiap variabel independent apakah mempunyai pengaruh yang positif dan signifikan terhadap variabel dependent. Bentuk pengujiannya adalah sebagai berikut:

a) H0 : b1,b2 = 0

Artinya secara parsial tidak terdapat pengaruh yang positif dan signifikan dari variabel independent terhadap variabel dependent.

b) Ha : b1,b2≠ 0

Artinya secara parsial terdapat pengaruh yang positif dan signifikan dari variabel independent terhadap variabel dependent.

Dengan menggunakan tingkat signifikan (α) 5% dan derajat kebebasan (n-2), kemudian dibandingkan dengan t hitung yang diperoleh untuk menguji signifikan pengaruh. Kriteria Pengambilan Keputusan (KPK) yaitu:

H0 diterima jika t hitung < t tabel

Artinya, tidak ada pengaruh yang nyata antara variabel independent terhadap variabel dependent.

Ha diterima jika t hitung > t tabel

Artinya, ada pengaruh yang nyata antara variabel independent terhadap variabel dependent.

BAB II

URAIAN TEORETIS

A. Penelitian Terdahulu

Pratama (2007), dalam penelitiannya yang berjudul “Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Keputusan Nasabah untuk Menggunakan Jasa Bank Syariah (Studi Kasus Pada Bank Muamalat Indonesia Cabang Medan)” dengan tujuan penelitian untuk mengetahui pengaruh faktor syariah, fasilitas dan pelayanan, merek, manajemen dan keamanan dana simpanan, produk, lokasi dan tempat serta faktor promosi terhadap keputusan nasabah menggunakan jasa bank syariah dan untuk mengetahui faktor yang manakah yang paling dominan mempengaruhi nasabah menggunakan jasa Bank Muamalat Indonesia Cabang Medan, menyimpulkan bahwa faktor yang paling mempengaruhi keputusan nasabah untuk menabung di Bank Muamalat Indonesia Cabang Medan adalah faktor syariah (agama). Di dalam penelitian tersebut, teknik analisis yang digunakan adalah analisis deskriptif, analisis validitas dan reliabilitas, analisis regresi linier berganda pada tingkat signifikansi α = 5 %.

Hasanah (2007), di dalam penelitiannya yang berjudul “Pengaruh Strategi Promosi dan Diversifikasi Produk Terhadap Peningkatan Jumlah Nasabah di Bank Tabungan Negara (BTN) Cabang Medan”, dengan tujuan untuk mengetahui bagaimana pengaruh strategi promosi dan diversifikasi produk terhadap peningkatan jumlah nasabah di Bank Tabungan Negara (BTN) Cabang Medan, dan hasil penelitiannya adalah bahwa semakin tinggi strategi promosi dan diversifikasi produk yang dilakukan, maka peningkatan jumlah nasabah akan

semakin tinggi pula. Dengan menggunakan analisis korelasi regresi linear berganda diperoleh nilai hitung dalam kisaran positif sebesar 0,735, dibandingkan dengan tabel yang nilainya 0,361, maka menunjukkan adanya peranan yang nyata antara variabel bebas dengan variabel terikat. Untuk mengetahui besarnya persentase strategi promosi dan diversifikasi produk terhadap peningkatan jumlah nasabah, digunakan rumus determinasi yang hasilnya 54,10%.

Ardiansyah (2005), dalam penelitiannya yang berjudul “Minat Masyarakat dalam Memilih Bank Syariah”, dengan tujuan untuk mengetahui faktor apa yang mempengaruhi nasabah dalam memilih Bank Syariah, menyimpulkan bahwa ketertarikan terhadap bank syariah dilandasi faktor syariah (keagamaan). Sistem bagi hasil pada bank syariah lebih menarik minat daripada sistem bunga pada bank konvensional. Penelitian ini menggunakan pendekatan deskriptif, metode pengumpulan data menggunakan teknik kuesioner. Metode penentuan sampel adalah accidental sampling dengan jumlah responden 50 orang masyarakat.

B. Prosedur Pembiayaan 1. Pengertian Pembiayaan

Kegiatan utama sebuah bank adalah menghimpun dana dari masyarakat luas dalam bentuk simpanan giro, tabungan, dan deposito dan menyalurkan kembali dana tersebut kepada masyarakat yang membutuhkan dana. Pengalokasian dana tersebut dapat diwujudkan dalam bentuk pinjaman atau lebih dikenal dengan kredit atau pembiayaan. Pengalokasian dana dapat pula dilakukan dengan pembelian asset yang menguntungkan bank.

Namun kegiatan pengalokasian dana yang paling penting dalam perbankan adalah pemberian pinjaman kepada nasabah atau yang dikenal dengan istilah kredit pada bank konvensional dan pembiayaan bagi bank yang menjalankan prinsip syariah, bukan pembiayaan yang lazimnya dilakukan oleh lembaga keuangan non bank. Kegiatan pembiayaan merupakan salah satu tugas pokok bank, yaitu pemberian fasilitas penyediaan dana untuk memenuhi pihak-pihak yang merupakan deficit unit. (Antonio, 2001:160)

Menurut Undang-Undang Pokok Perbankan No.10 tahun 1998, pengertian pembiayaan dapat didefinisikan sebagai berikut :

Pembiayaan adalah penyediaan uang atau tagihan yang dipersamakan dengan itu berdasarkan persetujuan atau kesepakatan antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak bank yang membiayai untuk mengembalikan uang atau tagihan tersebut setelah jangka waktu tertentu dengan imbalan atau bagi hasil. (Kasmir, 2000:73)

Menurut Standar Akuntansi Keuangan, pengertian kredit dapat didefinisikan sebagai berikut:

Kredit adalah pinjaman uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam meminjam antara bank dan pihak lain yang mewajibkan pihak meminjam untuk melunasi utangnya setelah jangka waktu tertentu dengan jumlah bunga, imbalan, atau pembagian hasil keuntungan. Hal yang termasuk dalam pengertian kredit adalah kredit dalam rangka pembiayaan bersama, kredit dalam restrukturisasi, dan pembelian surat berharga nasabah yang dilengkapi dengan Note Purchase Aggreement (NPA). (IAI, 2001:31)

2. Jenis-Jenis Pembiayaan

Menurut Arifin (2006:200-208), kegiatan pembiayaan merupakan salah satu tugas pokok bank, yaitu pemberian fasilitas penyediaan dana untuk memenuhi kebutuhan pihak-pihak yang merupakan deficit unit, yang menurut sifat penggunaannya, pembiayaan dapat dibagi menjadi:

a. Pembiayaan Produktif, yaitu pembiayaan yang ditujukan untuk memenuhi kebutuhan produksi dalam arti luas, yaitu untuk peningkatan usaha, baik usaha produksi perdagangan maupun investasi. Menurut keperluannya, pembiayaan produktif dapat dibagi menjadi:

1) Pembiayaan modal kerja, yaitu pembiayaan untuk memenuhi kebutuhan:

a) Peningkatan produksi, baik secara kuantitatif, yaitu jumlah hasil produksi, maupun secara kualitatif, yaitu peningkatan kualitas atau mutu hasil produksi.

b) Untuk keperluan perdagangan atau peningkatan utility of place dari suatu barang.

Unsur-unsur modal kerja terdiri dari komponen-komponen alat likuid (cash), piutang dagang (receivables), dan persediaan (inventory) yang umumnya terdiri dari persediaan barang baku (raw material), persediaan barang dalam proses (work in process), dan persediaan barang jadi (finishedgoods). Oleh karena itu, pembiayaan modal kerja merupakan salah satu alat kombinasi dari pembiayaan likuiditas (cash financing), pembiayaan piutang (receivable financing), dan pembiayaan persediaan (inventory financing).

Bank konvensional memberikan kredit modal kerja tersebut dengan cara memberikan pinjaman sejumlah uang yang dibutuhkan untuk mendanai seluruh kebutuhan yang merupakan kombinasi dari komponen-komponen modal kerja tersebut, baik untuk keperluan

produksi maupun perdagangan untuk jangka waktu tertentu, dengan imbalan berupa bunga.

Bank syariah dapat membantu memenuhi seluruh kebutuhan modal kerja tersebut bukan dengan peminjaman uang, melainkan dengan menjalin hubungan partnership dengan nasabah, dimana bank bertindak sebagai penyandang dana (shahibul maal), sedangkan nasabah sebagai pengusaha (mudharib).

Skema pembiayaan semacam ini disebut dengan mudharabah

(trust financing). Fasilitas ini dapat diberikan untuk jangka waktu tertentu, sedangkan bagi hasil dibagi secara periodik dengan nisbah

yang telah disepakati. Setelah jatuh tempo, nasabah mengembalikan sejumlah dana tersebut beserta porsi bagi hasil (yang belum dibagikan) yang menjadi bagian bank.

2) Pembiayaan investasi, yaitu untuk memenuhi kebutuhan barang-barang modal (capital goods) beserta fasilitas-fasilitas yang erat kaitannya dengan itu yang diberikan kepada nasabah untuk keperluan investasi, yaitu keperluan penambahan modal guna mengadakan rehabilitasi, perluasan usaha, ataupun pendirian proyek baru.

Ciri-ciri pembiayaan investasi adalah: a) Untuk pengadaan barang-barang modal.

b) Mempunyai perencanaan alokasi dana yang matang dan terarah. c) Berjangka waktu menengah dan panjang.

Pada umumnya, pembiayaan investasi diberikan dalam jumlah besar dan pengendapannya cukup lama. Oleh karena itu, perlu disusun

proyeksi arus kas (projected cash flow) yang mencakup semua komponen biaya dan pendapatan sehingga akan diketahui berapa dana yang tersedia setelah semua kewajiban terpenuhi. Kemudian, barulah disusun jadwal amortisasi yang merupakan angsuran (pembayaran kembali).

Melihat luasnya aspek yang harus dikelola dan dipantau, maka untuk pembiayaan investasi bank syariah menggunakan skema

musyarakah mutanaqishah. Dalam hal ini bank memberikan pembiayaan dengan prinsip penyertaan, dan secara bertahap bank melepaskan penyertaannya, dan pemilik perusahaan akan mengambil alih kembali, baik dengan menggunakan surplus cash flow yang tercipta maupun dengan menambah modal, baik yang berasal dari setoran pemegang saham yang ada ataupun dengan mengundang pemegang saham baru.

Skema lain yang digunakan oleh bank syariah adalah ijarah muntahia bi tamlik, yaitu menyewakan barang modal dengan opsi kepemilikan setelah masa sewa berakhir.

b. Pembiayaan Konsumtif, yaitu pembiayaan yang digunakan untuk memenuhi kebutuhan konsumsi, yang akan habis digunakan untuk memenuhi kebutuhan.

Pada umumnya, bank konvensional membatasi pemberian untuk pemenuhan barang tertentu yang dapat disertai dengan bukti kepemilikan yang sah, seperti rumah dan kendaraan bermotor, yang kemudian menjadi barang jaminan utama (main collateral). Sedangkan untuk pemenuhan

kebutuhan jasa, bank meminta jaminan berupa barang lain yang dapat diikat sebagai collateral. Sumber pembayaran kembali atas pembiayaan tersebut berasal dari sumber pendapatan lain, dan bukan dari eksplorasi barang yang dibiayai dari fasilitas ini.

Bank syariah dapat menyediakan pembiayaan komersil untuk pemenuhan kebutuhan barang konsumsi dengan menggunakan skema: 1) Al-Bai’bi Tsaman Ajil (salah satu bentuk mudharabah) atau jual beli

dengan angsuran.

2) Al-Ijarah Al-Muntahia Bit Tamlik atau sewa beli.

3) Al-Musyarakah Mutanaqishah atau descreasing participation, dimana secara bertahap bank menurunkan jumlah partisipasinya.

4) Ar-Rahn untuk memenuhi kebutuhan jasa.

Pembiayaan konsumtif tersebut di atas lazim digunakan untuk pemenuhan kebutuhan sekunder. Sedangkan kebutuhan primer pada umumnya tidak dapat dipenuhi dengan pembiayaan komersil. Seseorang yang belum mampu memenuhi kebutuhan pokoknya tergolong fakir atau miskin, dan oleh karena itu ia wajib diberikan zakat atau shadaqah, atau maksimal diberikan pinjaman kebajikan (al-qardh al-hasan), yaitu pinjaman dengan kewajiban pengembalian pinjaman pokoknya saja tanpa imbalan apapun.

3. Pengertian Prosedur Pembiayaan

Menurut Arifin (2006:217), Prosedur pembiayaan adalah suatu gambaran sifat atau metode untuk melaksanakan kegiatan pembiayaan. Setiap pejabat bank yang berhubungan dengan pembiayaan harus menempuh prosedur pembiayaan

yang sehat, yang meliputi prosedur persetujuan pembiayaan, prosedur administrasi, serta prosedur pengawasan pembiayaan.

Persetujuan pembiayaan kepada setiap nasabah harus dilakukan melalui proses penilaian yang obyektif terhadap berbagai aspek yang berhubungan dengan objek pembiayaan, sehingga memberikan keyakinan kepada semua pihak yang terkait, bahwa nasabah dapat memenuhi segala kewajibannya sesuai dengan persyaratan dan jangka waktu yang telah disepakati. Apabila terjadi suatu hal yang kemudian menyebabkan ketidakmampuan nasabah untuk memenuhi kewajibannya, maka bank benar-benar telah menguasai jaminan sebagai jalan keluarnya.

Persetujuan pembiayaan hanya dilakukan oleh pejabat yang mempunyai wewenang untuk memutus pembiayaan. Keputusan pembiayaan harus didasarkan atas penilaian terhadap seluruh pembiayaan yang sedang dan akan dinikmati pemohon secara bersamaan (customer’s total liability). Pengertian pemohon tersebut juga meliputi seluruh perusahaan dan perorangan yang terkait dengan pemohon, yang sedang dan akan menikmati fasilitas pembiayaan dari bank. Besarnya wewenang setiap pejabat pemutus atau pemberi persetujuan pembiayaan harus dinyatakan secara tertulis dalam surat keputusan direksi.

4. Prosedur Operasional Pembiayaan

a. Prosedur Permohonan Kredit Baru

1) Nasabah mengajukan permohonan kredit kepada bank dengan menggunakan formulir, atau dengan surat permohonan yang dibuat langsung oleh nasabah disertai dengan dokumen-dokumen yang diperlukan sebagai syarat dalam permohonan kredit. Permohonan tersebut

disampaikan kepada petugas penerimaan permohonan kredit yang termasuk dalam satuan kerja pengelolaan kredit. Dokumen-dokumen yang diperlukan sebagai syarat permohonan kredit adalah:

a) Laporan keuangan nasabah yang terakhir.

b) Fotocopy kartu identitas pemohon atau pemilik atau pengurus perusahaan yang akan meminjam kredit dari bank yang bersangkutan. Fotocopy ini dicocokkan dengan yang asli.

c) Fotocopy dokumen bukti pemilik barang jaminan.

d) Fotocopy NPWP (Nomor Pokok Wajib Pajak), SIUP (Surat Ijin Usaha Perusahaan), dan ijin-ijin yang perlu dimiliki oleh perusahaan yang bersangkutan.

e) Data lainnya yang dapat berguna bagi bank.

2) Petugas penerima permohonan kredit memeriksa kelengkapan formulir beserta dokumen-dokumen lain yang diserahkan oleh nasabah. Bila dokumen-dokumen tersebut kurang lengkap, dikembalikan kepada nasabah.

b. Prosedur Pengelolaan dan Persetujuan Kredit

1) Melakukan analisis terhadap laporan keuangan nasabah dan melakukan penelitian lapangan atas usaha dan jaminan nasabah.

2) Membuat kredit mutasi dan kredit memorandum (analisis kredit).

3) Menyerahkan semua berkas kredit kepada Kepala Satuan Kerja Kredit (Komite Kredit).

4) Kepala Satuan Kerja Kredit menerima semua berkas kredit dari Satuan Kerja Pengelola Kredit.

5) Memutuskan apakah permohonan kredit tersebut dapat diterima atau tidak, sesuai dengan wewenangnya.

a) Penolakan: Diberitahu kepada nasabah oleh Kepala Satuan Kerja Kredit.

b) Persetujuan: Hasil keputusan dari Tim Kerja Cabang diteruskan kepada Satuan Kerja Kredit.

Setelah seluruh administrasi dan pengikatan selesai, maka hasil tersebut ditanda tangani oleh Pimpinan Cabang dan Kepala Satuan Kerja Kredit, dan copy dari keputusan ini diberikan satuan-satuan kerja terkait lainnya. a) Penolakan: Tidak perlu diteruskan ke Satuan Kerja Kredit kantor

pusat, sama seperti jika jumlahnya di bawah wewenang cabang.

b) Persetujuan: Berkas dokumen diteruskan kepada Satuan Kerja Kredit kantor pusat untuk diproses selanjutnya.

Keputusan dari kantor pusat akan diberikan dalam bentuk memorandum atau dengan cara lain. Berdasarkan keputusan itu, maka proses selanjutnya sama dengan di atas, yaitu untuk proses persetujuan bagi kredit yang jumlahnya di bawah wewenang cabang.

a) Membuat keputusan kredit dan menuangkannya dalam surat keputusan kredit dan menyerahkannya kepada Satuan Kerja Administrasi Kredit bersama semua berkas kredit.

b) Penandatanganan semua perjanjian-perjanjian dan peningkatan-peningkatan oleh debitur dan pejabat bank yang berwenang.

c) Satuan Kerja Administrasi Kredit menerima hasil keputusan dari Komite Kredit dan semua berkas kredit.

d) Membuat nota debet pembebanan biaya-biaya dan lain-lain serta kartu kredit yang kemudian diserahkan kepada pejabat yang berwenang untuk diperiksa dan ditandatangani.

e) Membuat dokumen jaminan asli, perjanjian asli, dan pengikatan asli yang kemudian disimpan dalam tempat yang aman.

f) Membukukan transaksi di atas ke dalam rekening administrasi sebagai komitmen kewajiban.

c. Administrasi Kredit

1) Pembuatan Kartu Dana Kredit.

Pembuatan kartu kredit bertujuan untuk memonitoring, review, atau analisis yang sewaktu-waktu diperlukan untuk mengalami suatu keputusan. Kartu ini mencakup ringkasan mengenai debitur. Data di dalamnya sebagian sama dengan data di Credit Memorandum. Data dalam kartu Kredit Data Kredit harus di up-date setiap kali ada perubahan sehingga dapat digunakan untuk monitoring fasilitas kredit. Pengisian Kartu Data Kredit harus diketik dan ditandatangani oleh pejabat yang berwenang.

Cara pengisiannya:

a) Identitas debitur, misalnya nama, alamat debitur.

b) Riwayat permohonan kredit, misalnya apakah sebelumnya debitur telah memiliki fasilitas gratis.

c) Kolektibilitas kredit.

d) Keputusan kredit: sejarah jumlah kredit dan perubahan fasilitas. e) Jaminan kredit.

g) Suku bunga atau nisbah bagi hasil (dalam bank syariah). 2) Perhimpunan dan Pembebanan Bunga Kredit.

Perhitungan dan pembebanan bunga kredit harus dilakukan dengan benar, terutama mengenai dasar perhitungan, cara perhitungan, dan saat perhitungan. Karena dalam hal ini penulis mengambil topik mengenai bank syariah, maka bukanlah perhitungan bunga kredit melainkan perhitungan bagi hasil.

C. Diversifikasi Produk 1. Pengertian Produk

Menurut Kotler dalam Simamora (2000:139), produk adalah sesuatu yang dapat ditawarkan kepada pasar untuk diperhatikan, dibeli, digunakan atau dikonsumsi yang dapat memuaskan kebutuhan atau kemauan. Menurut Kismono (2001:326), produk dalam istilah pemasaran (marketing) adalah bentuk fisik barang yang ditawarkan dengan seperangkat citra (image) dan jasa (service) yang digunakan untuk memuaskan kebutuhan.

Jadi, produk merupakan segala sesuatu yang dapat ditawarkan produsen untuk diperhatikan, diminta, dicari, dibeli, digunakan, atau dikonsumsi sebagai pemenuhan kebutuhan atau keinginan pasar yang bersangkutan. Produk dibeli oleh konsumen karena dapat memenuhi kebutuhan tertentu atau memberi manfaat tertentu.

2. Pengertian dan Jenis-Jenis Diversifikasi Produk

Diversifikasi produk yaitu upaya untuk mencari dan mengembangkan produk atau pasar yang baru atau keduanya dalam rangka mengejar pertumbuhan, peningkatan penjualan, profitabilitas dan fleksibilitas (Tjiptono, 2004:132).

Menurut David (2006:236), ada tiga jenis strategi diversifikasi yaitu: a. Diversifikasi Konsentrik

Yaitu menambah produk atau jasa baru, tetapi berhubungan atau terfokus. b. Diversifikasi Horizontal

Yaitu menambahkan produk atau jasa baru, yang tidak berkaitan untuk pelanggan saat ini.

c. Diversifikasi Konglomerat

Yaitu menambahkan produk atau jasa baru yang tidak berkaitan.

D. Pengertian Pemasaran dan Manajemen Pemasaran, Jasa dan Bauran Pemasaran Jasa

1. Pengertian Pemasaran dan Manajemen Pemasaran

Banyak definisi yang dikemukakan oleh pakar pemasaran mengenai pengertian pemasaran, antara lain adalah sebagai berikut:

a. Menurut Kotler dan Gary Armstrong (2001:7)

“Pemasaran adalah suatu proses sosial dan manajerial yang membuat individu dan kelompok memperoleh apa yang mereka butuhkan dan inginkan lewat penciptaan dan pertukaran timbal balik produk dan nilai dengan orang lain”.

b. Menurut Sunarto (2006:4)

“Pemasaran adalah proses sosial yang didalamnya individu dan kelompok mendapatkan apa yang dibutuhkan dan inginkan dengan menciptakan, menawarkan, dan mempertukarkan produk yang bernilai dengan pihak lain”. c. Menurut Lamb, Hair, dan Mc Daniel (2001:6)

“Pemasaran adalah suatu proses perencanaan dan menjalankan konsep, harga, promosi, dan distribusi sejumlah ide, barang, dan jasa untuk menciptakan pertukaran yang mampu memuaskan tujuan individu dan organisasi”.

d. Menurut Boyd, Walker, dan Larreche (2000:4)

Pemasaran adalah suatu proses sosial yang melibatkan kegiatan-kegiatan penting yang memungkinkan individu dan perusahaan mendapatkan apa yang mereka butuhkan dan inginkan melalui pertukaran dengan pihak lain dan untuk mengembangkan hubungan pertukaran.

e. Menurut Simamora (Simamora, 2001:1)

Pemasaran adalah suatu proses sosial dan manajerial yang digunakan individu, rumah tangga maupun organisasi untuk memperoleh kebutuhan ataupun keinginan mereka dengan cara menciptakan dan mempertukarkan produk dan nilai dengan pihak lain, yang tujuannya untuk memenuhi kebutuhan individu maupun organisasi dimana kebutuhan yang dipenuhi dengan cara menciptakan dan mempertukarkan produk dan nilai.

Manajemen pemasaran, yaitu proses perencanaan dan pelaksanaan dari perwujudan, pemberian harga, promosi, dan distribusi barang-barang, jasa, dan gagasan untuk menciptakan pertukaran dengan kelompok sasaran yang memenuhi tujuan pelanggan dan organisasi. (Kotler dan Susanto, 2001:19)

Definisi ini membuktikan bahwa manajemen pemasaran bertugas mempengaruhi tingkat waktu dan komposisi, permintaan untuk membantu perusahaan mencapai tujuannya.

2. Pengertian Jasa

a. Menurut Kotler (dalam Lupiyoadi, 2006:6)

Jasa adalah setiap tindakan atau kegiatan yang dapat ditawarkan oleh satu pihak kepada pihak lain, pada dasarnya tidak berwujud dan tidak mengakibatkan kepemilikan apapun. Produksi jasa bisa berkaitan dengan produk fisik atau sebaliknya.

b. Menurut Kotler dan Susanto (2001:602)

“Jasa adalah setiap tindakan atau kegiatan yang dapat ditawarkan oleh satu pihak kepada pihak lain, pada dasarnya tidak berwujud dan tidak meningkatkan kepemilikan apapun”.

c. Menurut Lamb, Hair, dan Mc. Daniel (2001:482)

“Jasa adalah hasil dari usaha penggunaan manusia dan mesin terhadap sejumlah orang atau obyek”.

Berdasarkan definisi di atas, di dalam jasa selalu ada aspek interaksi antara pihak konsumen dengan pemberi jasa, meskipun pihak-pihak terlibat tidak

Dokumen terkait