• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

4.4 Validasi dan Revisi Produk

4.4.4 Uji Coba Lapangan Terbatas

Uji coba lapangan terbatas dilakukan dalam bentuk pendampingan belajar menggunakan kancing penjumlahan dan pengurangan. Kegiatan tersebut dilakukan terhadap 6 siswa kelas I SD Krekah yang mendapatkan nilai matematika di bawah KKM pada KD “Melakukan penjumlahan dan pengurangan bilangan dua angka”. Sebelum melaksanakan pendampingan belajar, peneliti

58 mengadakan pretest terhadap keenam siswa tersebut. Tujuan pengadaan pretest

adalah mengetahui kemampuan awal siswa.

Rentang waktu pelaksanaan pendampingan belajar adalah dua minggu. Keenam siswa tersebut dibagi menjadi tiga kelompok (kelompok A, B, dan C) dengan setiap kelompok beranggotakan dua siswa. Setiap kelompok memiliki waktu empat kali pertemuan untuk mengikuti pendampingan tersebut. Satu kali pertemuan berlangsung selama 90 menit. Pembagian materi pendampingan belajar untuk empat kali pertemuan yaitu (1) pengenalan alat peraga dan konsep nilai satuan, puluhan, dan ratusan, (2) pengenalan konsep penjumlahan tanpa dan dengan teknik menyimpan, (3) pengenalan konsep dan latihan pengurangan tanpa teknik meminjam, (4) pengenalan konsep dan latihan pengurangan dengan teknik meminjam. Setelah pelaksanaan pendampingan belajar, peneliti mengadakan

posttest dan pemberian kuesioner terhadap keenam siswa tersebut. Kedua hal tersebut bertujuan untuk mengetahui kualitas kancing penjumlahan dan pengurangan oleh siswa.

Pada pelaksanaannya, peneliti menemukan tiga hal menarik berkaitan dengan karakteristik alat peraga dan metode Montessori. Peneliti mengamati bahwa keenam siswa tersebut mengalami perkembangan dalam kemampuan berhitung. Melalui penggunaan kancing penjumlahan dan pengurangan, kemampuan pertama yang tampak berkembang pada anak adalah mengenali nilai satuan, puluhan, dan ratusan pada bilangan. Kemampuan tersebut menjadi dasar bagi anak untuk menguasai konsep penjumlahan dan pengurangan. Pada latihan penjumlahan dan pengurangan, peneliti mengamati bahwa anak mulai teratur untuk menghitung mulai dari kancing yang memiliki nilai bilangan yang lebih kecil ke nilai bilangan yang lebih besar. Melalui keteraturan tersebut anak dapat menguasai dengan sendirinya konsep penjumlahan dan pengurangan ketika mereka mengerjakan soal posttest tanpa menggunakan alat peraga. Ketika anak mendapatkan soal penjumlahan atau pengurangan yang terdiri dari dua bilangan, anak dapat dengan sendirinya menyelesaikan soal tersebut dengan menghitung dari bilangan satuan terlebih dahulu kemudian menghitung bilangan puluhan. Hal tersebut selaras dengan karakteristik alat peraga Montessori yaitu auto-education.

59 Hal lain yang ditemukan oleh peneliti dalam pendampingan belajar adalah anak memiliki keinginan yang kuat dan konsentrasi yang tinggi ketika belajar menggunakan kancing penjumlahan dan pengurangan. Pada pelaksanaan pendampingan belajar, peneliti mengamati bahwa anak tampak serius dan memiliki dunianya sendiri ketika bekerja dengan kancing penjumlahan dan penurangan. Sebagai salah satu contoh, ketika salah satu anak dampingan sedang bekerja dengan kancing penjumlahan dan pengurangan untuk menyelesaikan latihan soal penjumlahan, anak tersebut tampak serius dengan apa yang dikerjakannya dan tidak terpengaruh dengan keadaan di sekitarnya. Pada saat itu situasi di luar kelas ramai, banyak siswa kelas atas yang melihat dari jendela kegiatan belajar di dalam kelas, sementara itu salah satu temannya asik bermain di kelas. Meskipun demikian anak tersebut tampak seolah-olah tidak melihat maupun mendengar keributan yang ada di sekitarnya. Anak tersebut tetap bekerja dengan kancing tersebut. Ketika anak mengetahui bahwa jawabannya tidak sesuai dengan kunci jawaban, anak berhenti sejenak. Anak tampak memperhatikan kancing-kancing yang masih tersusun. Anak mendapati bahwa dia melakukan kesalahan dengan meletakkan kancing yang tidak sesuai dengan jumlah bilangan. Anak kembali menghitung kemudian membenarkan jawabannya. Peristiwa tersebut menunjukkan karakteristik alat peraga Montessori yaitu auto-correction. Ketika anak tersebut selesai dengan pekerjaannya, mimik wajah anak tersebut berubah, anak tersebut tersenyum kepada peneliti dan mengatakan bahwa dia berhasil menyelesaikannya. Peristiwa tersebut menunjukkan siswa yang berada dalam tingkat konsentrasi yang tinggi atau disebut dengan flow.

Menurut Csikszentmihalyi (Kahn, 2003:2) flow dapat diartikan sebagai kualitas pengalaman yang menunjukkan hubungan antara tantangan dan kemampuan, di mana keduanya berada dalam tingkatan yang tinggi. Flow juga berarti motivasi intrinsik, fokus terhadap tugas yang ditunjukkan dengan konsentrasi yang penuh, tidak peduli terhadap waktu (waktu berjalan dengan cepat), perasaan jelas dan kontrol terhadap tugas atau aktivitas yang dikerjakan, hilangnya kesadaran terhadap diri (ego) ketika melakukan aktivitas (Rathunde, 2003:19). Pada metode Montessori hal tersebut disebut dengan normalization. Normalization merupakan keadaan seorang anak yang menunjukkan ketertarikan

60 terhadap aktivitas atau pekerjaan yang dipilih atas inisatif sendiri, tingkat konsentrasi yang tinggi, dan kemampuan menjadi tuan atas dirinya sendiri (The Absorbent Mind, 1949:257). Anak yang tidak terpengaruh dengan keadaan sekitarnya ketika bekerja menggunakan kancing penjumlahan dan pengurangan menunjukkan bahwa anak tersebut berada dalam tingkat konsentrasi yang penuh, seolah-olah dirinya terserap penuh dengan pekerjaan yang dilakukannya. Anak mencurahkan semua perhatian, konsentrasi dan energinya terhadap pekerjaan yang dilakukannya dan membiarkan dirinya menjadi seorang master atau tuan atas dirinya sendiri. Secara tidak langsung hal tersebut menunjukkan bahwa anak tertarik dengan apa yang dikerjakannya. Hal tersebut selaras dengan karakteristik alat peraga Montessori yaitu menarik.

4.4.4.1Tes

Hasil pretest menunjukkan bahwa rata-rata nilai keenam siswa adalah 53,33. Dari keenam siswa hanya terdapat satu siswa yang mendapatkan nilai di atas KKM, yaitu 75. Berdasarkan hasil pekerjaan siswa, peneliti mendapati bahwa siswa mengalami kesulitan untuk menghitung bilangan lebih dari 10 karena sebagian besar siswa masih menghitung menggunakan jari. Selain itu siswa juga masih kesulitan untuk membedakan bilangan satuan dan puluhan serta nilainya dalam sebuah bilangan. Hal tersebut mengakibatkan siswa kesulitan untuk melakukan penjumlahan dan pengurangan di atas bilangan 10. Rekapitulasi hasil

pretest dapat dilihat pada tabel 4.9.

Hasil posttest menunjukkan adanya peningkatan terhadap rata-rata nilai keenam siswa. Peningkatan yang terjadi sebesar 73,44% dari nilai rata-rata

pretest. Peningkatan tersebut dapat dilihat pada diagram batang 4.1. Rata-rata nilai keenam siswa tersebut dalam posttest adalah 92,5. Dari keenam siswa terdapat dua siswa yang mendapatkan nilai 100, sedangkan empat siswa yang lain mendapatkan nilai antara 85-95. Berdasarkan hasil pengamatan peneliti, keempat siswa tersebut cenderung terburu-buru dan tidak teliti dalam mengerjakan soal

posttest sehingga berdampak pada nilai yang mereka dapatkan. Rekapitulasi hasil

61 Tabel 4.9 Hasil Pretest dan Posttest

No. Nama Siswa Kelompok

Nilai

Pretest Posttest

5 & 6 April 2013 22-Apr-13

1 F A 55 100 2 E A 40 100 3 A B 40 85 4 L B 55 85 5 B C 75 90 6 S C 55 95 Rerata 53.33 92.5

Persentase kenaikan rata-rata nilai siswa 73.44%

Diagram 4.1. Diagram Perbandingan Hasil Pretest dan Posttest

4.4.4.2Kuesioner

Rata-rata skor yang diperoleh pada kuesioner penilaian kualitas alat peraga oleh siswa 1 adalah 4,7 dengan kategori “sangat baik”. Rata-rata skor siswa 2 adalah 4,5 dengan kategori “sangat baik”. Rata-rata skor siswa 3 adalah 4,8 dengan kategori “sangat baik”. Rata-rata skor siswa 4 adalah 4,6 dengan kategori “sangat baik”. Rata-rata skor siswa 5 adalah 4,6 dengan kategori “sangat baik”. Rata-rata skor siswa 7 adalah 4,7 dengan kategori “sangat baik”. Hasil rata-rata dari keenam siswa tersebut adalah 4,65 dengan kategori “sangat baik”. Rekapitulasi hasil kuesioner penilaian alat peraga oleh siswa dapat dilihat pada tabel 4.10 (lampiran 4.2 halaman 86).

0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100 F E A L B S Pretest Posttest

62 4.4.5 Analisis II

Berdasarkan hasil uji coba lapangan terbatas, diperoleh hasil bahwa (1) kancing penjumlahan dan pengurangan membantu siswa untuk memahami konsep penjumlahan dan pengurangan dan (2) kualitas kancing penjumlahan dan pengurangan termasuk dalam kategori “sangat baik”. Hasil yang pertama ditunjukkan dengan adanya peningkatan rata-rata nilai yang diperoleh siswa pada

pretest dan posttest. Peningkatan rata-rata nilai siswa pada posttest sebesar 73,44%. Hasil yang ke dua ditunjukkan dengan rerata skor yang diperoleh dalam kuesioner penilaian alat peraga oleh keenam siswa adalah 4,65 dengan kategori “sangat baik”.

Melalui kuesioner penilaian kualitas kancing penjumlahan dan pengurangan oleh pakar pembelajaran matematika, pakar alat peraga, guru kelas I, dan siswa kelas I diperoleh rerata skor 4,31 dengan kategori “sangat baik”. Perolehan kategori “sangat baik” menunjukkan bahwa kancing penjumlahan dan pengurangan telah memenuhi keempat karakteristik alat peraga Montessori dan karakteristik kontekstual. Hal tersebut sesuai dengan isi pernyataan pada kuesioner penilaian alat peraga yang disusun dengan mengacu pada kelima karakteristik alat peraga yang dijadikan sebagai pedoman dalam pengembangan kancing penjumlahan dan pengurangan. Resume hasil penilaian tersebut dapat dilihat pada tabel 4.11.

Tabel 4.11 Resume Penilaian Kancing Penjumlahan dan Pengurangan

No. Penilaian Skor Kategori

1 Pakar Pembelajaran Matematika 4,5 “Sangat Baik” 2 Pakar Alat Peraga 4,3 “Sangat Baik”

3 Guru Kelas I 3,8 “Baik”

4 Siswa Kelas I 4,65 “Sangat Baik”

Rerata Skor 4,31

Kategori “Sangat Baik”

4.4.6 Penilaian Akhir

Penilaian akhir dilakukan dengan teknik triangulasi pendapat yang berasal dari guru kelas I, siswa kelas I, dan peneliti untuk mengkonfirmasi klaim perolehan skor validasi produk yang termasuk dalam kategori “sangat baik”.

63 Rangkuman pendapat guru kelas I, siswa kelas I, dan peneliti setelah uji coba lapangan terbatas menggunakan alat peraga akan dipaparkan sebagai berikut. 4.4.6.1Guru Kelas I

Guru melakukan pendampingan dalam pelaksanaan pendampingan belajar menggunakan kancing penjumlahan dan pengurangan terhadap sekelompok siswa kelas I. Setelah mengikuti pendampingan belajar sebanyak tiga kali pertemuan, guru memberikan komentar mengenai konsentrasi siswa selama belajar menggunakan kancing penjumlahan dan pengurangan. Beliau menyampaikan bahwa siswa memiliki tingkat konsentrasi yang tinggi ketika belajar menggunakan kancing penjumlahan dan pengurangan. Hal tersebut tampak ketika siswa tetap fokus mengerjakan soal menggunakan kancing penjumlahan dan pengurangan sementara keadaan sekitar tidak kondusif, teman belajar dalam kelompoknya sudah selesai dengan pekerjaannya dan bermain dengan alat tulisnya. Sementara itu situasi di luar kelas ramai dan beberapa siswa kelas atas mencoba masuk ke ruangan untuk melihat pendampingan belajar. Meskipun demikian siswa tersebut tidak mempedulikan keadaan sekitar yang ramai, siswa tetap fokus bekerja dengan kancing penjumlahan dan pengurangan. Keadaan tersebut tampak berbeda ketika siswa mengikuti pembelajaran selama jam sekolah berlangsung. Siswa mudah terpengaruh dengan situasi yang tidak kondusif, ketika situasi di luar ramai siswa berlari ke jendela untuk melihat apa yang terjadi. Selain itu siswa juga cenderung menghentikan pekerjaannya selama pembelajaran ketika ada siswa lain yang mengajaknya berbicara.

Seminggu setelah pelaksanaan posttest guru menyampaikan bahwa keenam siswa yang mengikuti pendampingan belajar menggunakan kancing penjumlahan dan pengurangan mengalami kemajuan dalam penjumlahan dan pengurangan. Keenam siswa tersebut sudah lancar dalam melakukan operasi hitung penjumlahan dan pengurangan meskipun bilangan yang digunakan besar (terdiri dari dua angka). Selain itu keenam siswa tersebut juga dapat menentukan nilai tempat sebuah bilangan dengan tepat.

64 4.4.6.2Siswa Kelas I

Setelah pelaksanaan posttest, peneliti melakukan wawancara terhadap keenam siswa kelas I yang menjadi subjek penelitian mengenai perasaan dan kesan siswa terhadap pendampingan belajar yang sudah dilaksanakan. Berdasarkan hasil wawancara tersebut diperoleh hasil: (1) siswa merasa senang ketika belajar menggunakan kancing penjumlahan dan pengurangan karena hal tersebut merupakan hal baru bagi mereka, (2) siswa merasa senang dengan warna alat peraga yang berwarna-warni sesuai dengan pilihan warna siswa, dan (3) siswa merasa senang ketika dapat memberikan contoh yang benar kepada temannya dalam menggunakan kancing penjumlahan dan pengurangan.

4.4.6.3Peneliti

Peneliti menilai bahwa produk yang dikembangkan memiliki kualitas yang sangat baik, terbukti dari pendapat yang diungkapkan oleh guru kelas I dan siswa kelas I. Lalu, meski baru baru diuji secara terbatas produk ini bukan hanya memiliki kualitas yang sangat baik tapi juga sangat efektif untuk pembelajaran, terbukti dari hasil peningkatan nilai posttest. Hasil penilaian tersebut menunjukkan bahwa kancing penjumlahan dan pengurangan berpotensi untuk dikembangkan lebih lanjut melalui uji coba lapangan yang lebih luas.

65 BAB V

PENUTUP

Dalam bab ini diuraikan (1) kesimpulan, (2) keterbatasan penelitian, dan (3) saran.

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, dapat disimpulkan sebagai berikut:

5.1.1 Alat peraga Montessori yang dikembangkan untuk melatih kemampuan penjumlahan dan pengurangan pada siswa kelas I semester 2 di SD Krekah tahun ajaran 2012/2013 mengandung lima ciri alat peraga, yaitu (1) menarik, (2) bergradasi, (3) auto-education, (4) auto-correction dan (5) kontekstual. Menarik terletak pada warna kancing penjumlahan dan pengurangan. Bergradasi yang terletak pada keterlibatan lebih dari satu indera ketika alat peraga digunakan oleh anak, yaitu indera penglihatan dan peraba. Selain itu gradasi juga terletak pada potensi alat yang dapat digunakan secara berkelanjutan untuk kelas selanjutnya dengan materi yang berkaitan dengan penjumlahan dan pengurangan. Auto-education terletak pada penggunaan kancing penjumlahan dan pengurangan oleh siswa secara mandiri untuk mengenal konsep dan melakukan latihan. Auto-correction

terletak pada bentuk kancing berbeda antara satuan, puluhan, dan ratusan, serta kunci jawaban yang terletak pada halaman sebalik kartu soal. kontekstual terletak pada bahan yang digunakan oleh peneliti dalam membuat kancing penjumlahan dan pengurangan, yaitu tempurung kelapa. 5.1.2 Alat peraga Montessori yang dikembangkan untuk melatih kemampuan

penjumlahan dan pengurangan pada siswa kelas I semester 2 di SD Krekah tahun ajaran 2012/2013 mempunyai kualitas “sangat baik”. Hal tersebut ditunjukkan dengan skor rerata validasi produk dari pakar pembelajaran matematika, pakar alat peraga, guru kelas I, dan siswa kelas I SD Krekah. Alat peraga kancing penjumlahan dan pengurangan memperoleh skor rerata 4,31 dan termasuk kategori “sangat baik” ditinjau dari aspek lima kriteria alat paraga, yaitu (1) menarik, (2) bergradasi, (3) auto-education, (4) auto-

66

correction, dan (5) kontekstual. Alat peraga yang dikembangkan terbukti dapat mengatasi kesulitan belajar siswa dalam penjumlahan dan pengurangan. Hal tersebut ditunjukkan dengan peningkatan skor posttest

siswa sebesar 73,44%.

5.2 Keterbatasan Penelitian

Produk yang dikembangkan memiliki beberapa keterbatasan, yaitu:

5.2.1 Produk yang dikembangkan hanya melalui satu kali tahapan uji validasi produk oleh para ahli.

5.2.2 Pada uji validasi produk oleh para ahli, belum adanya ahli Montessori. 5.2.3 Uji coba lapangan terhadap produk baru dilakukan dalam skala yang

terbatas.

5.2.4 Soal pretest dan posttest yang digunakan pada uji coba lapangan terbatas belum diuji validitas dan reabilitasnya.

5.3 Saran

Saran untuk peneliti selanjutnya yang akan mengembangkan alat peraga Montessori adalah sebagai berikut:

5.3.1 Validasi produk oleh para ahli dilakukan lebih dari satu kali.

5.3.2 Adanya ahli Montessori dalam uji validasi terhadap alat peraga yang dikembangkan.

5.3.3 Uji coba lapangan dilakukan dalam skala yang lebih luas dengan adanya kelompok kontrol.

5.3.4 Soal pretest dan posttest diuji validitas dan reabilitas terlebih dahulu sebelum diberikan kepada siswa.

67 DAFTAR REFERENSI

Amin, S. M., & Sani, Z. M. (2007). Matematika SD di sekitar kita untuk sekolah dasar kelas I semester 2. Jakarta: Erlangga.

Arifin, Z. (2009). Evaluasi pembelajaran. Bandung: PT Remaja Rosdakarya. Arikunto, S. (2006). Prosedur penelitian suatu pendekatan praktik. Jakarta:

Rineka Cipta.

Badan Standar Nasional Pendidikan. (2006). Standar isi dan standar kompetensi lulusan untuk satuan pendidikan dasar . Jakarta: BP. Cipta Jaya.

Desmita, (2009). Psikologi perkembangan peserta didik panduan bagi orang tua dan guru dalam memahami pskologi anak usia SD, SMP, dan SMA. Bandung: ROSDA.

Dewantara, K.H. (1962). Karja Ki Hajar Dewantara. Yogyakarta: Madjelis Luhur Persatuan Taman Siswa.

Frick, T. W., and Koh, J. H. L. (2010). Implementing autonomy support: Insights from a Montessori classroom. International Journal of Education, 2(2). 1- 12. dilihat pada 27 Oktober 2012, dari http://go.glegroup.com/ps/i.do?id=GALE%7CA24625434&v2.1&u=kpt050 11&it=r&p=GPS&sw=w

Gall, D., Gall, J. P., & Borg, W. R. (2007). Educational research: An introduction (8ℎ edt.). Boston: Pearson Education, Inc.

Hainstock, E. G. (1997). The essential Montessori an introduction to the woman, the writings, the method, and the movement. New York: Penguin Books. Hariyanto, S. D. (2011). Belajar dan pembelajaran: teori dan konsep dasar.

Bandung: Remaja Rosdakarya.

Kahn, D. (2003). Montessori and optimal experience research: Toward building a comprehensive education reform, The NAMTA Journal, 28(3). 1-10.

dilihat pada 27 Oktober 2012,

http://www.maitrilearning.com/PDF/KahnResearch.pdf

Kelompok 1. (2011). Album matematika Montessori: Anak usia 6-9 tahun. Yogyakarta: PGSD Universitas Sanata Dharma.

Kristinawati, E (2012). Peningkatan pemahaman operasi hitung pengjumlahan dan pengurangan bilangan cacah melalui permainan kartu bridge pada siswa kelas II SDN 01 Gemantar Jumantono pada mata pelajaran

68

matematika, Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Skripsi. Tidak

dipublikasikan. Surakarta: Universitas Muhammadiyah Surakarta.

Letten. (2010). Peningkatan kemampuan berhitung dalam operasi penjumlahan dan pengurangan menggunakan media kertas berwarna pada siswa kelas I SDK Kotabaru Yogyakarta, Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Skripsi. Tidak dipublikasikan. Yogyakarta: Universitas Sanata Dharma.

Magini, A. P. (2010). Ciri-ciri alat peraga dengan pendekatan montessori dalam

modul workshop Maria Montessori usia 3-6 tahun, Yogyakarta:

Universitas Sanata Dharma.

Magini, A. P. (2010), Presentasi perkembangan anak dalam modul workshop Maria Montessori usia 3-6 tahun, Yogyakrta: Universitas Sanata Dharma. Margono, S. (2003). Metodologi penelitian pendidikan. Jakarta: Rineka Cipta. Montessori.(1965). DR. Montessori’s own handbook. New York: Shocken Books. Montessori. (1949). The absorbent mind. Rev. Ed. Trans. Claude A. Claremont.

India: Kalakshetra.

Montessori, M. (2002). The Montessori method. New York: Dover Publication. Rathunde, K. (2003) . A comparison of Montessori and traditional middle schools:

Motivation, quality of experience, and social context. The NAMTA

Journal, 28(3), 13-46. dilihat pada 1 Mei 2013, dari

http://www.montessori-namta.org/PDF/rathudecompare.pdf

Sugiyono. (2010). Metode penelitian pendidikan (Pendekatan kuantitatif, kualitatif, dan R&D). Bandung: Alfabeta.

Sukardjo. (2008). Kumpulan materi evaluasi pembelajaran. Yogyakarta: Universitas Negeri Yogyakarta.

Sukmadinata, N. S. (2011). Metode penelitian pendidikan. Bandung: Remaja Rosdakarya.

Suparno, P. (2001). Teori perkembangan kognitif Jean Piaget. Yogyakarta: Kanisius.

Siregar, E., & Nara, H. (2010). Teori belajar dan pembelajaran. Bogor: Ghalia Indonesia.

Suryati, L. A. (2012) .Peningkatan perhatian siswa dalam mengikuti pembelajaran matematika melalui media botol hijau kuning pada siswa kelas III SD negeri 02 Sambirejo Jumantoro Karanganyar tahun

69

2011/2012. Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Skripsi. Tidak dipublikasikan. Surakarta: Universitas Muhammadiyah Surakarta.

Tim, S. (2006), How to raise an amazing child the Montessori Way. New York: DK.

Undang-Undang (UU) Republik Indonesia No 20.tahun 2003. Diunduh tanggal 15 Desember 2012. http://www.unpad.ac.id/wp- content/uploads/2012/10/UU20-2003-Sisdiknas.pdf

Yusuf, S., & Sugandhi, N. M. (2011). Perkembangan peserta didik: Mata kuliah dasar profesi (MKDP) Bagi para mahasiswa calon guru di lembaga pendidikan tenaga kependidikan (LPTK). Jakarta: Rajawali Press.

70

71 Lampiran 1. Instrumen Analisis Kebutuhan

Dokumen terkait