BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
B. Uji Daya Antibakteri Minyak Serai Wangi Jawa terhadap Staphylococcus
epidermidis secara difusi sumuran. Minyak serai wangi Jawa dengan
berbagai konsentrasi sebanyak 50 L diletakkan pada masing-masing lubang sumuran yang tersedia secara aseptis. Kontrol positif yang
digunakan adalah Klindamisin fosfat 0,06% dan kontrol negatif yang
digunakan adalah parafin cair. Diinkubasi selama 24 jam pada suhu 37oC,
kemudian diamati hasilnya. Zona hambat diukur dengan jangka sorong
dengan cara mengukur zona jernih yang terbentuk dikurangi dengan
diameter dari sumuran. Diameter zona hambat yang dihasilkan sebagai
dasar untuk mengamati daya antibakteri yang dibandingkan dengan
kontrol positif dan kontrol negatif. Dilakukan replikasi sebanyak tiga kali.
5. Penentuan Kadar Hambat Minimum (KHM) dan Kadar Bunuh Minimum (KBM) minyak serai wangi Jawa terhadap Staphylococcus epidermidis dengan metode dilusi padat
Minyak serai wangi Jawa dengan kadar tertentu, sesuai dengan hasil pada
uji sebelumnya, sebanyak 1 mL ditambahkan pada 1 mL suspensi bakteri uji yang
telah disetarakan dengan standar Mac Farland 0,5. Kemudian ditambahkan pada
20 mL media MHA steril cair. Selanjutnya, dituang dalam cawan petri steril
secara pour plate. Pengamatan dilakukan setelah diinkubasikan selama 24 jam
KHM dan KBM dapat diketahui dengan membandingkan kejernihan media yang
diinokulasikan larutan uji dengan kontrol negatif parafin cair dan kontrol
pertumbuhan bakteri secara visual. Setelah didapatkan media pertumbuhan yang
jernih, dilakukan pengujian berikutnya dengan melakukan menginokulasikan
bakteri dari setiap media yang jernih ke media steril yang baru secara streak plate.
KHM merupakan konsentrasi terkecil yang mampu menghambat pertumbuhan
bakteri yang ditunjukkan dengan media pertumbuhan yang jernih tetapi masih ada
pertumbuhan pada hasil streak. KBM merupakan konsentrasi terkecil yang dapat
membunuh bakteri, ditandai dengan tidak adanya pertumbuhan dari hasil streak
yang menandakan bahwa bakteri uji mati karena larutan uji dengan konsentrasi
tersebut. Kontrol sterilitas dibuat dengan cara menuangkan media MHA steril cair
tanpa penambahan Staphylococcus epidermidis pada cawan petri steril dan setelah
dibiarkan memadat dilakukan pelubangan pada tengah media. Kontrol
pertumbuhan bakteri dibuat dengan cara parafin cair sebanyak 1 mL ditambahkan
pada suspensi bakteri uji yang telah disetarakan dengan standar Mac Farland 0,5.
Ditambahkan pada 20 mL media MHA steril cair. Selanjutnya, dituang dalam
cawan petri steril secara pourplate.
6. Pembuatan emulgel antiacne minyak serai wangi Jawa
a. Formula. Formula yang digunakan pada penelitian ini mengacu pada
formula emulgel chlorphenesin (Mohamed, 2004). Formula untuk 100 g
R/ Chlorphenesin 0,50 g Carbopol 934 1,00 g Parafin cair 5,00 g Tween 20 0,60 g Span 20 0,90 g Propilen glikol 5,00 g Etanol 2,50 g Metil paraben 0,03 g Propil paraben 0,01 g Aquades ad 100,00 g
Formula tersebut dilakukan modifikasi sebagai berikut.
Tabel 2. Formula kontrol basis emulgel antiacne dan emulgel antiacne minyak serai wangi Jawa dalam 200 g Material (dalam 200 gram) Kontrol basis emulgel antiacne Emulgel antiacne minyak serai wangi Jawa 15% Emulgel antiacne minyak serai wangi Jawa 17,5% Emulgel antiacne minyak serai wangi Jawa 20% Minyak serai wangi Jawa - 30,00 g 35,50 g 40,00 g Parafin cair 40,00 g 10,00 g 5,50 g - Carbopol 940 1,00 g 1,00 g 1,00 g 1,00 g Tween 80 31,20 g 31,20 g 31,20 g 31,20 g Span 80 8,80 g 8,80 g 8,80 g 8,80 g Gliserin 4,00 g 4,00 g 4,00 g 4,00 g TEA 1,50 g 1,50 g 1,50 g 1,50 g Metil paraben 0,36 g 0,36 g 0,36 g 0,36 g Propil paraben 0,04 g 0,04 g 0,04 g 0,04 g Aquades 113,60 g 113,60 g 113,60 g 113,60 g
b. Pembuatan Emulgel. Carbopol 940 dikembangkan dalam 70 mL aquades
cair, dan span 80) dan fase air (sisa aquades, metil paraben, gliserin, dan
tween 80) disiapkan secara terpisah dengan mencampurkan
masing-masing komponennya pada suhu 60oC. Fase minyak ditambahkan pada
fase air kemudian dicampur dengan menggunakan mixer skala 1 selama 8
menit dengan pemanasan pada suhu 70-80oC (Jain, Gautam, Gupta,
Khambete, Jain, 2010). Pencampuran dilanjutkan tanpa pemanasan selama
2 menit hingga terbentuk emulsi. Emulsi yang terbentuk kemudian
dicampur dengan carbopol 940 yang telah mengembang dengan
menggunakan mixer pada skala 1 selama 10 menit. TEA ditambahkan
hingga pH 4,8 – 6,5 dan campuran diaduk kembali selama 5 menit.
7. Uji sifat fisik emugel antiacne minyak serai wangi Jawa
Uji sifat fisik sediaan emulgel antiacne minyak serai wangi Jawa yang
diuji pada penelitian ini meliputi uji viskositas dan uji daya sebar.
a. Viskositas. Pengukuran viskositas menggunakan alat Viscotester Rion seri
VT 04 dengan cara emulgel dimasukkan dalam wadah dan dipasang pada
portableviscotester. Viskositas emulgel diketahui dengan mengamati gerakan
jarum penunjuk viskositas. Uji ini dilakukan setelah 48 jam setelah emulgel
dibuat (Instruction Manual Viscotester VT-03E/VT-04).
b. Daya sebar. Uji daya sebar dilakukan 48 jam setelah pembuatan dengan cara
emulgel ditimbang seberat 1 g dan diletakkan di tengah kaca bulat berskala.
Kaca bulat bagian atas dan pemberat dengan berat total 125 g diletakkan
diatas emulgel, didiamkan selama satu menit, dicatat diameter penyebarannya
8. Uji daya antibakteri emulgel antiacne minyak serai wangi Jawa terhadap Staphylococcus epidermidis dengan metode difusi sumuran
Emulgel antiacne minyak serai wangi Jawa dengan berbagai konsentrasi
sesuai yang dibuat diletakkan pada masing-masing lubang sumuran yang tersedia
pada media yang sebelumnya telah diinokulasikan bakteri uji secara pour plate.
Kontrol positif yang digunakan adalah minyak serai wangi Jawa dengan
konsentrasi bunuh minimum dan kontrol negatif yang digunakan adalah kontrol
basis emulgel. Diinkubasi selama 24 jam pada suhu 37oC, kemudian diamati
hasilnya. Diameter zona hambat yang dihasilkan sebagai dasar untuk mengamati
daya antibakteri yang dibandingkan dengan kontrol positif dan kontrol negatif.
E. Analisis Hasil
Data yang diperoleh pada penelitian ini adalah data sifat fisik sediaan
emulgel antiacne minyak serai wangi Jawa dan kontrol basis sediaan emulgel
yang meliputi viskositas dan daya sebar, serta data daya antibakteri. Signifikansi
data diketahui dengan menganalisis secara statistik pada distribusi data normal
dan tidak normal. Pada distribusi data normal, digunakan analisis statistik
parametrik (ANOVA satu arah), sedangkan pada distribusi data tidak normal
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Identifikasi dan Verifikasi Minyak Serai Wangi Jawa
Identifikasi bahan dilakukan untuk menjamin bahwa bahan yang
digunakan sesuai dengan tujuan penelitian sehingga dapat menghindari resiko
terjadinya bias pada hasil penelitian. Minyak serai wangi Jawa yang digunakan
sebagai bahan penelitian ini merupakan minyak atsiri yang berasal dari tanaman
serai wangi Jawa (Cymbopogon winterianus) diperoleh dari CV Indaroma
Yogyakarta dan telah diuji identitasnya. Certificate of Analysis (CoA) dari minyak
serai wangi Jawa terlampir (Lampiran 1). Minyak serai wangi yang dipilih sebagai
bahan penelitian berasal dari Cymbopogon winterianus dimana minyak yang
dihasilkan merupakan jenis superior dan mengandung sitronelal lebih banyak dari
minyak yang berasal dari Cymbopogon nardus (Peter, 2007).
Verifikasi minyak serai wangi Jawa bertujuan untuk memastikan
identitas dari minyak yang digunakan sebagai bahan penelitian dengan kemurnian
tinggi. Verifikasi yang dilakukan meliputi pengamatan organoleptis, pengujian
bobot jenis dan pengujian indeks bias. Minyak atsiri yang berasal dari jenis
tanaman yang berbeda memiliki bobot jenis dan indeks bias yang berbeda
sehingga dengan melakukan pengujian bobot jenis dan indeks bias dapat
digunakan sebagai verifikasi awal dalam penentuan keaslian minyak. Apabila
hasil pengujian semakin mendekati dengan literatur maka keaslian maupun
kemurnian minyak tersebut semakin tinggi. Hasil verifikasi minyak serai wangi
Jawa adalah sebagai berikut.
Tabel 3. Hasil verifikasi minyak serai wangi Jawa
Uji Literatur (Panda, 2003) Certificate of Analysis (CV Indaroma) Verifikasi Organoleptis
Bentuk Cair Bentuk Cair Bentuk Cair Warna Kuning muda
– kuning Warna Kuning muda Warna Kuning muda Bobot jenis 0,877 – 0,893 0,885 (0,882 – 0,888) 0,882 ± 0,001 Indeks bias 1,466 – 1,473 1,478 (1,475 – 1,488) 1,471
Dari hasil yang diperoleh, minyak serai wangi Jawa memenuhi
persyaratan organoleptis, rentang bobot jenis dan indeks bias literatur menurut
Panda (2003) berdasarkan Essential of Asocciation (EoA) USA No. 14. Minyak
atsiri yang diperoleh dari CV Indaroma telah sesuai dengan CoA dan literatur
sehingga minyak tersebut benar adalah minyak serai wangi Jawa.
B. Uji Daya Antibakteri Minyak Serai Wangi Jawa terhadap Staphylococcus epidermidis
Uji ini merupakan uji pendahuluan untuk memastikan adanya daya
antibakteri minyak serai wangi Jawa terhadap pertumbuhan Staphylococcus
epidermidis sebelum diformulasikan dalam emulgel. Kultur murni bakteri
Staphylococcus epidermidis ATCC 12228 sebagai bakteri uji diperoleh dari Balai
Laboratorium Kesehatan Yogyakarta dan telah diuji kemurniannya. Surat
keterangan mengenai Staphylococcus epidermidis ATCC 12228 terlampir
(Lampiran 2). Uji antibakteri ini dilakukan dalam Biological Safety Cabinet untuk
meningkatkan kondisi lingkungan yang aseptis selama penelitian. Difusi sumuran
berupa minyak yang memiliki tingkat kepolaran yang rendah. Suatu senyawa
memiliki daya antibakteri apabila memiliki zona hambat berupa area jernih di
sekeliling sumuran dan lebih besar dengan perbedaan bermakna dari kontrol
negatif.
Dalam uji antibakteri difusi sumuran dibuat tujuh lubang yang untuk
kontrol positif, kontrol negatif, dan variasi konsentrasi minyak serai wangi Jawa.
Kontrol positif yang digunakan yaitu Klindamisin fosfat 0,06% yang merupakan
obat keras untuk jerawat. Klindamisin fosfat merupakan bentuk inaktif kemudian
diubah menjadi klindamisin yang merupakan bentuk aktif. Klindamisin
merupakan antibiotik golongan linkosamida yang berkerja sebagai penghambat
sintesis protein dengan cara berikatan dengan ribosom 50s dan mengganggu
aktivasi tRNA saat translasi (National Library of Medicine, 2013). Kontrol positif
berfungsi untuk mengetahui ada tidaknya potensi senyawa uji untuk menjadi
penggantinya. Kontrol negatif berfungsi untuk mengetahui pelarut yang
digunakan memiliki kemampuan untuk menghambat pertumbuhan
Staphylococcus epidermidis. Pelarut yang memiliki kemampuan untuk
menghambat bakteri uji dapat membiaskan hasil penelitian sebab menyebabkan
positif palsu zona hambat pada variasi konsentrasi. Variasi konsentrasi minyak
serai wangi Jawa yang digunakan, yaitu 100%; 50%; 20%; 10%; dan 5%. Berikut
Tabel 4. Diameter zona hambat pertumbuhan Staphylococcus epidermidis yang terbentuk oleh minyak serai wangi Jawa
Senyawa Uji
Rerata ± SD Diameter Zona Hambat
(dalam mm)
Kontrol negatif (Parafin cair) 0 Kontrol positif (Klindamisin fosfat 0,06%) 31 ± 2,7 Minyak serai wangi Jawa 100% 17 ± 1,8 Minyak serai wangi Jawa 50% 13 ± 2,9 Minyak serai wangi Jawa 20% 12 ± 3,2 Minyak serai wangi Jawa 10% 4 ± 1 Minyak serai wangi Jawa 5% 0
Gambar 13. Zona hambat pertumbuhan Staphylococcus epidermidis yang terbentuk oleh minyak serai wangi Jawa (ditunjukkan dengan tanda panah)
Zona hambat yang terbentuk menunjukkan minyak serai wangi Jawa
mampu menghambat pertumbuhan bakteri uji. Data diameter zona hambat yang
didapatkan kemudian dianalisis secara statistik. Jumlah sampel yang digunakan
kurang dari 50 sampel sehingga untuk melihat kenormalan distribusi data yang
dihasilkan menggunakan uji Shapiro-Wilk. Data dikatakan memiliki distribusi
memiliki distribusi yang tidak normal apabila nilai probabilitas (p) kurang dari
0,05 (Dahlan, 2012). Hasil dari uji Shapiro-Wilk menunjukkan nilai probabilitas
yang dijabarkan pada tabel berikut.
Tabel 5. Nilai probabilitas uji Shapiro-Wilkdiameter zona hambat pertumbuhan
Staphylococcus epidermidis yang terbentuk oleh minyak serai wangi Jawa
Kelompok Nilai Probabilitas (p)
Kontrol negatif (Parafin cair) - Kontrol positif (Klindamisin fosfat 0,06%) 0,7218 Minyak serai wangi Jawa 100% 0,2043 Minyak serai wangi Jawa 50% 0,4983 Minyak serai wangi Jawa 20% 0,2056 Minyak serai wangi Jawa 10% 0,5039 Minyak serai wangi Jawa 5% -
Dua dari sampel tidak dapat diketahui nilai probabilitasnya karena data
yang diuji dari tiga replikasi adalah sama, yaitu kontrol negatif dan minyak serai
wangi Jawa 15%, sehingga dapat dikatakan data terdistribusi dengan tidak normal.
Perbedaan diameter zona hambat pertumbuhan Staphylococcus epidermidis yang
terbentuk oleh minyak serai wangi Jawa dengan distribusi data tidak normal
digunakan alternatif uji One Way ANOVA yaitu Kruskal-Wallis. Nilai probabilitas
uji Kruskal-Wallis diameter zona hambat pertumbuhan Staphylococcus
epidermidis yang terbentuk oleh minyak serai wangi Jawa, yaitu 0,00389 (p <
0,05). Nilai probabilitas tersebut menunjukkan paling tidak terdapat perbedaan
antara dua kelompok.
Analisis Post Hoc dilakukan untuk mengetahui kelompok yang memiliki
perbedaan. Alat untuk melakukan analisis Post Hoc pada uji Kruskal-Wallis
adalah uji Mann-Whitney (Dahlan, 2012). Program R versi 2.14.1 yang digunakan
Wilcoxon. Menurut Anderson, Sweeney, Williams, Freeman, dan Shoesmith
(2010), uji Mann-Whitney dan uji Wilcoxon adalah ekuivalen. Tabel berikut
menyajikan hasil uji Wilcoxon diameter zona hambat pertumbuhan
Staphylococcus epidermidis yang terbentuk oleh minyak serai wangi Jawa.
Tabel 6. Hasil uji Wilcoxondiameter zona hambat pertumbuhan Staphylococcus epidermidis
yang terbentuk oleh minyak serai wangi Jawa
Kelompok Kontrol negatif (Parafin cair) Kontrol positif (Klinda -misin 0,06%) Minyak serai wangi Jawa 100% Minyak serai wangi Jawa 50% Minyak serai wangi Jawa 20% Minyak serai wangi Jawa 10% Minyak serai wangi Jawa 5% Kontrol negatif (Parafin cair) - BB BB BB BB BB BTB Kontrol positif (Klindamisin) BB - BB BB BB BB BB Minyak serai wangi Jawa 100% BB BB - BTB BB BB BB Minyak serai wangi Jawa 50% BB BB BTB - BTB BB BB Minyak serai wangi Jawa 20% BB BB BB BTB - BB BB Minyak serai wangi Jawa 10% BB BB BB BB BB - BB Minyak serai wangi Jawa 5% BTB BB BB BB BB BB -
Keterangan: BB = Berbeda Bermakna; BTB = Berbeda Tidak Bermakna
Dari tabel 6 secara statistik minyak serai wangi Jawa pada konsentrasi
100%, 50%, 20%, dan 10% memiliki daya antibakteri terhadap Staphylococcus
epidermidissebab memiliki diameter zona hambat lebih besar dengan perbedaan
bermakna dari kontrol negatif. Minyak serai wangi Jawa berpotensi untuk
dijadikan bahan aktif dalam emulgel antiacne namun tidak sekuat Klindamisin
hambat yang terbentuk oleh minyak serai wangi Jawa dan Klindamisin fosfat
0,06%.
C. Penentuan Kadar Hambat Minimum (KHM) dan Kadar Bunuh Minimum (KBM) Minyak Serai Wangi Jawa terhadap Staphylococcus
epidermidis dengan Metode Dilusi Padat
Rentang konsentrasi penentuan KHM dan KBM diperoleh dari
konsentrasi minyak serai wangi Jawa terkecil dari hasil uji daya antibakteri secara
difusi sumuran yang memiliki zona hambat lebih besar dan memiliki perbedaan
bermakna dari kontrol negatif yaitu 10%. Rentang yang digunakan, yaitu 7,5%;
10%; 12,5%; 15%; dan 17,5%. Senyawa uji dikatakan memiliki daya antibakteri
apabila media uji memiliki kejernihan yang sama dengan kontrol sterilitas media
dan kejernihan yang lebih besar dibandingkan dengan kontrol pertumbuhan
bakteri. Penentuan KHM dan KBM dilakukan secara visual dengan
membandingkan kejernihan media uji dengan kontrol sterilitas media dan kontrol
pertumbuhan uji.
Gambar 14. Perbandingan kejernihan media uji (tengah bawah) dengan kontrol pertumbuhan media (kiri atas) dengan kontrol pertumbuhan bakteri (kanan atas)
Berikut dijabarkan dalam tabel hasil pengamatan secara visual
perbandingan kejernihan media uji dengan kontrol sterilitas media dan kontrol
pertumbuhan bakteri.
Tabel 7. Hasil uji daya antibakteri minyak serai Jawa terhadap Staphylococcus epidermidis
secara dilusi padat
Kelompok Replikasi I Replikasi II Replikasi III
Kontrol sterilitas media – – –
Kontrol pertumbuhan bakteri +++ +++ +++ Minyak serai wangi Jawa 17,5% – – –
Minyak serai wangi Jawa 15% – – –
Minyak serai wangi Jawa 12,5% – – –
Minyak serai wangi Jawa 10% + ++ ++ Minyak serai wangi Jawa 7,5% +++ +++ +++
Keterangan: Negatif ( – ) = Jernih; Positif (+) = keruh, semakin banyak tanda positif maka semakin keruh
Hasil tersebut menunjukkan bahwa KHM dan KBM berada dalam
rentang konsentrasi 12,5%; 15%; dan 17,5%. Uji penegasan perlu dilakukan untuk
mengetahui pada konsentrasi berapakah KHM dan KBM minyak serai wangi
Jawa. Uji penegasan dilakukan dengan menginokulasikan bakteri di media uji
yang jernih secara streak plate pada media MHA steril yang telah memadat.
Apabila pada goresan terdapat pertumbuhan maka konsentrasi tersebut merupakan
Konsentrasi Hambat Minimum (KHM) dan apabila tidak terdapat pertumbuhan
merupakan Konsentrasi Bunuh Minimum (KBM). Hasil uji penegasan telah
Tabel 8. Hasil penegasan uji daya antibakteri minyak serai Jawa terhadap Staphylococcus epidermidis secara streakplate
Kelompok Replikasi I Replikasi II Replikasi III
Minyak serai wangi Jawa 17,5% Tidak tumbuh
Tidak tumbuh
Tidak tumbuh Minyak serai wangi Jawa 15% Tidak
tumbuh
Tidak tumbuh
Tidak tumbuh Minyak serai wangi Jawa 12,5% Tumbuh Tidak
tumbuh
Tidak tumbuh
Hasil menunjukkan masih ada pertumbuhan pada konsentrasi 12,5% dan
tidak ada pertumbuhan pada konsentrasi 15% dan 17,5%. Dari hasil tersebut dapat
diketahui KHM dari minyak serai wangi Jawa adalah 12,5% dan KBM minyak
serai wangi Jawa adalah 15%. Nilai KBM kemudian digunakan sebagai
pertimbangan untuk penentuan konsentrasi minyak serai wangi Jawa sebagai
bahan aktif dalam sediaan emulgel antiacne.
Staphylococcus epidermidis termasuk dalam kelompok bakteri Gram
positif. Sitronelal (monoterpen aldehida) memiliki potensi antibakteri yang
memiliki target membran protein fungsional yang menyebabkan perubahan
permeabilitas membran bakteri Gram positif. Aktivitas antibakteri monoterpen
aldehida yang ditemukan dalam minyak serai wangi Jawa diperkirakan
disebabkan karena senyawa elektronegatif yang mengganggu komponen nitrogen
dari protein pada membran sitoplasmik, isi sitoplasma, dan asam nukleat. Selain
sitronelal, monoterpen alkohol berupa geraniol, sitronelol, linalool dan isopulegol
sementara alkohol siskuiterpene berupa elemol dan endo-1-bourbonanol juga
ditemukan dalam minyak serai wangi Jawa. Aktivitas antibakteri gugus alkohol
bertindak sebagai agen pendehidrasi pada dosis rendah dan agen pendenaturasi
sitoplasma dan kerusakan dinding sel bakteri. Dinding sel bakteri Gram positif
mengalami kehilangan struktur kaku dan komponen dinding yang pecah setelah
diberi perlakuan dengan minyak serai wangi Jawa. Akibatnya, membran
sitoplasma yang telah rusak menyebabkan kebocoran materi-materi intraseluler
dan sel akhirnya lisis (Lertsatitthanakorn et al., 2010).