• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

B. Penetapan Daya Antidiare

3. Uji efek antidiare

kg ml 02 , 0 00 , 1 1× = 50 ml/kg BB

Pelaksanaan penelitian selanjutnya menggunakan peringkat dosis sari buah salak pondoh berturut-turut adalah dosis I 12,5 ml/kg BB, dosis II 25 ml/kg BB, dan dosis III 50 ml/kg BB.

3. Uji efek antidiare

Pada pengujian efek antidiare ini digunakan 60 ekor hewan uji yang terbagi secara acak menjadi 6 kelompok perlakuan, yaitu kelompok kontrol negatif, kelompok kontrol positif, kelompok CMC Na 1%, kelompok perlakuan I, kelompok perlakuan II, dan kelompok perlakuan III. Dimana masing-masing perlakuan terdiri dari 10 ekor hewan uji yang sudah memenuhi persyaratan yang telah ditetapkan sebelumnya.

Sebelum digunakan sebagai hewan uji, mencit harus memenuhi persyaratan yang telah ditetapkan agar hasil penelitian yang diperoleh memberikan hasil yang diharapkan. Sebelum digunakan, mencit dipuasakan terlebih dahulu selama kurang lebih 1 jam namun minum tetap diberikan. Tujuan hewan uji dipuasakan terlebih dahulu adalah untuk mengurangi kemungkinan terpengaruhinya absorpsi bahan uji dan bahan obat karena pengaruh makanan dalam saluran pencernaan (usus).

Perlakuan yang diberikan pada hewan uji adalah sama persis antara keenam kelompok perlakuan tersebut. Hanya saja terdapat perbedaan yaitu pada jenis larutan yang diberikan diawal perlakuan. Pada menit ke nol kelompok kontrol negatif mendapatkan perlakuan aquadest, sedangkan pada kelompok kontrol positif mendapatkan perlakuan larutan Immodium yang dibuat dalam dosis 0,728 mg/g BB dengan konsentrasi 0,2912 x 10-2 g/100 ml. Pada kelompok CMC Na 1%, diberikan larutan CMC Na dengan konsentrasi 1% secara oral. Sedangkan pada kelompok perlakuan dibagi menjadi tiga kelompok berdasarkan tiga peringkat dosis. Kelompok dosis I pada menit ke nol mendapatkan sari buah salak pondoh dengan dosis 12,5 ml/kg BB; pada kelompok dosis II mendapatkan sari buah salak pondoh dosis 25 ml/kg BB dan pada kelompok dosis III mendapat sari buah salak pondoh dengan dosis 50 ml/kg BB. Selanjutnya dilakukan proses penelitian yang sama pada enam kelompok uji seperti cara kerja yang telah ditentukan.

Sebelum dilakukan pengujian dengan uji statistik oneway Anova, terlebih dahulu dilakukan uji normalitas dan uji homogenitas dari hasil percobaan yang diperoleh. Penulis harus terampil melakukan dan menginterpretasikan apakah suatu data memiliki sebaran normal atau tidak, karena pemilihan penyajian data dan uji hipotesis yang dipakai tergantung dari normal tidaknya distribusi data.

Untuk mengetahui apakah sebaran data mempunyai sebaran normal atau tidak secara analitik, dapat digunakan uji Kolmogorov-Sminov atau Shapiro-Wilk. Uji Kolmogorov-Sminov dipergunakan untuk sampel yang besar (lebih dari 50) sedangkan Shapiro-Wilk untuk sampel yang sedikit (kurang atau sama dengan dari 50). Karena sampel yang digunakan sebanyak 60 ekor mencit, maka penulis menggunakan uji

Kolmogorov-Sminov. Hasil dari uji normalitas menunujukkan bahwa data yang diperoleh mempunyai sebaran yang tidak normal, terbukti dari signifikansi p<0,05.

Uji homogenitas dilakukan untuk melihat ada tidaknya varians kelompok data. Hasil uji ini akan mempengaruhi hasil uji anova. Apabila varians data tidak sama, maka hasil uji anova tidak valid. Syarat oneway Anova untuk kelompok tidak berpasangan, varians data harus sama. Hasil uji homogenitas yang diperoleh adalah menunjukkan signifikansi p<0,05. Hal ini berarti kelompok data yang diperoleh dalam penelitian mempunyai varians data yang tidak sama.

Oleh karena diperoleh data yang tidak normal dan varians tidak sama, maka pengujian dilakukan dengan menggunakan uji Kruskal-Wallis. Dan apabila diperoleh signifikansi p<0,05, maka dilanjutkan dengan uji post hoc dengan menggunakan uji Mann-Whitney.

a. Konsistensi feses

Konsistensi feses digunakan sebagai parameter semi kuntitatif untuk melihat konsistensi feses hewan uji mencit setelah diinduksi dengan Oleum Ricini dan untuk melihat sejauh mana kemampuan obat antidiare dalam mempertahankan konsistensi feses hewan uji mencit. Pengamatan konsistensi feses dilakukan selang 30 menit sampai 4 jam, kemudian selang 1 jam sampai 6 jam setelah pemberian Oleum Ricini (Anonim, 1991). Hasil percobaan tersaji pada tabel IV.

Tabel IV. Rangkuman hasil pengamatan dan hasil analisis uji Mann-Whitney untuk parameter persentase konsistensi feses cair

Kelompok Χ± SE (%) Hasil analisis uji Mann-Whitney

I II III IV V VI I 40,308±12,98 - tb bb tb bb tb II 63,436±7,15 tb - tb bb bb tb III 66,730±9,60 bb tb - bb bb tb IV 38,919±9,35 tb bb bb - bb tb V 10,532±5,35 bb bb bb bb - bb VI 51,576±8,75 tb tb tb tb bb - Keterangan :

Kelompok I = kontrol negatif (aquadest) Kelompok II = kontrol positif (pembanding) Kelompok III = dosis I (12,5 ml/kg BB) Kelompok IV = dosis II (25 ml/kg BB) Kelompok V = dosis III (50 ml/kg BB) Kelompok VI = kelompok CMC Na 1% tb = berbeda tidak bermakna bb = berbeda bermakna

Gambar 7. Diagram batang rata-rata hasil pengamatan untuk parameter persentase konsistensi feses cair

Dari hasil diatas, terlihat bahwa secara umum kemampuan untuk mempertahankan konsistensi feses dengan pemberian sari buah salak pondoh apabila dibandingkan dengan kontrol negatif relatif lebih baik. Hal ini dapat dilihat dari skor rata-rata persentase konsistensi feses. Terjadi penurunan persentase konsistensi feses seiring dengan meningkatnya peringkat dosis. Semakin tinggi skor persentase konsistensi feses cair, menunjukkan feses yang dikeluarkan konsistensinya cair semakin banyak.

Pada pemberian sari buah salak dengan dosis 50 ml/kg BB dan dosis 12,5 ml/kg BB secara statistik dengan uji Mann-Whitney, memberikan perbedaan yang bermakna pada perlakuan persentase konsistensi bila dibandingkan dengan perlakuan kontrol negatif. Pada pemberian dosis 50 ml/kg BB memberikan skor rata-rata persentase konsistensi feses cair 10,532±5,35, sedangkan pada dosis 12,5 ml/kg BB skor rata-rata persentase konsistensi feses cairnya adalah 66,730±9,60. Persentase konsistensi feses cair

pada kelompok kontrol negatif menunjukkan skor rata-rata sebesar 40,308±12,98. Obat dikatakan sebagai antidiare apabila persentase konsistensi feses cair pada kelompok perlakuan lebih kecil bila dibandingkan dengan kelompok kontrol negatif. Antara dosis 50 ml/kg BB dan dosis 12,5 ml/kg BB, yang lebih kecil rata-rata persentase konsistensi feses cairnya dibandingkan dengan kontrol negatif adalah pada pemberian 50 ml/kg BB. Hal ini mengindikasikan bahwa pemberian sari buah salak pondoh dengan dosis 50 ml/kg BB dapat sebagai antidiare.Perlakuan CMC Na 1% dibandingkan dengan kontrol positif memberikan hasil statistik yang tidak bermakna (p>0,05). Hal ini berarti apabila dibandingkan dengan perlakuan kontrol positif, perlakuan CMC Na 1% tidak dapat sebagai antidiare.

b. Onset diare

Onset diare (waktu terjadinya diare) dihitung setelah pemberian 0,5ml Oleum Ricini per oral hingga mencit mengeluarkan feses dalam konsistensi cair untuk pertama kalinya (mencit menderita diare). Selanjutnya, onset diare kelompok peringkat dosis dibandingkan dengan kelompok kontrol.

Tabel V. Rangkuman hasil pengamatan dan hasil analisis uji Mann-Whitney untuk parameter onset diare

Kelompok Χ± SE (menit) Hasil analisis uji Mann-Whitney

I II III IV V VI I 146,6±31,78 - tb tb tb bb tb II 104,2±13,30 tb - tb tb bb tb III 110,8±21,87 tb tb - tb bb tb IV 149,5±29,24 tb tb tb - bb tb V 212,8±17,00 bb bb bb bb - bb VI 113,0±16,03 tb tb tb tb bb - Keterangan :

Kelompok I = kontrol negatif (aquadest) Kelompok II = kontrol positif (pembanding) Kelompok III = dosis I (12,5 ml/kg BB) Kelompok IV = dosis II (25 ml/kg BB) Kelompok V = dosis III (50 ml/kg BB) Kelompok VI = kelompok CMC Na 1% tb = berbeda tidak bermakna bb = berbeda bermakna

Gambar 8. Diagram batang rata-rata hasil pengamatan untuk parameter onset diare

Tampak bahwa terjadi peningkatan onset diare. Seiring kenaikan peringkat dosis. Obat dikatakan bertindak sebagai antidiare apabila dapat meningkatkan onset diare. Pada pemberian sari buah salak pondoh dengan dosis 50 ml/kg BB (kelompok V) kenaikan onsetnya memberikan hasil yang berbeda bermakna dengan signifikansi p<0,05. Rata-rata onset diare pada kelompok V adalah 212,8±17,00, lebih besar bila dibandingkan dengan rata-rata onset pada kelompok kontrol negatif (146,6±31,78). Karena pada pemberian sari buah salak pondoh dengan dosis 50 ml/kg BB dapat meningkatkan onset diare, maka dapat diindikasikan bahwa dosis 50 ml/kg BB dapat bertindak sebagai antidiare. Perlakuan CMC Na 1% dibandingkan dengan kontrol positif memberikan hasil yang tidak bermakna, tidak dapat sebagai antidiare.

c. Frekuensi diare

Frekuensi diare diamati selang 30 menit sampai 4 jam, kemudian selang 1 jam sampai 6 jam setelah pemberian Oleum Ricini (Anonim, 1991). Hasil percobaan disajukan pada tabel VI.

Tabel VI. Rangkuman hasil pengamatan dan hasil analisis uji Mann-Whitney untuk parameter frekuensi diare

Kelompok Χ± SE (kali) Hasil analisis uji Mann-Whitney

I II III IV V VI I 4,8±1,76 - tb tb tb bb tb II 6,6±1,66 tb - tb bb bb tb III 7,9±1,15 tb tb - bb bb bb IV 3,2±1,02 tb bb bb - bb bb V 1,1±0,57 bb bb bb bb - bb VI 5,4±1,05 tb tb bb bb bb - Keterangan :

Kelompok I = kontrol negatif (aquadest) Kelompok II = kontrol positif (pembanding) Kelompok III = dosis I (12,5 ml/kg BB) Kelompok IV = dosis II (25 ml/kg BB) Kelompok V = dosis III (50 ml/kg BB) Kelompok VI = kelompok CMC Na 1% tb = berbeda tidak bermakna bb = berbeda bermakna

Gambar 9. Diagram batang rata-rata hasil pengamatan untuk parameter frekuensi diare

Dari tabel VI, nampak bahwa frekuensi diare mencit pada kelompok perlakuan sari buah salak pondoh mengalami penurunan seiring dengan kenaikan peringkat dosis. Dengan uji Kruskal-Wallis, diperoleh nilai p=0,000. Oleh karena nilai p<0,05, maka dapat diambil kesimpulan bahwa “paling tidak terdapat perbedaan frekuensi diare antara dua kelompok”.

Pengujian dilanjutkan dengan analisis post hoc untuk uji Kruskal-Wallis dengan menggunakan uji Mann-Whitney. Dari pengujian post hoc dengan menggunakan uji Mann-Whitney, diperoleh hasil bahwa apabila dibandingkan dengan kontrol negatif, maka pada pemberian sari buah salak dengan dosis 50 ml/kg BB yang memberikan hasil berbeda bermakna. Hasil rata-rata frekuensi diare pada kelompok perlakuan dosis 50 ml/kg BB lebih kecil daripada kelompok kontrol negatif. Obat sebagai antidiare adalah

obat yang dapat menurunkan frekuensi diare. Hal ini berarti pemberian dosis 50 ml/kg BB dapat sebagai antidiare.

Hasil yang berbeda bermakna pada perbandingan dengan kontrol positif, diberikan pada pemberian dosis 25 ml/kg BB. Sedangkan CMC Na 1% secara statistik tidak bermakna jika dibandingkan dengan kontrol positif, sehingga tidak bertindak sebagai antidiare.

d. Durasi diare

Durasi diare dihitung dari waktu mencit pertama kali mengeluarkan feses dengan konsistensi cair sampai mencit mengeluarkan feses dengan konsistensi normal. Tetapi hingga jam ke-6 pengamatan, konsistensi feses pada semua kelompok hewan uji belum ada yang menunjukkan perbaikan dari konsistensi cair menjadi konsistensi padat. Karenanya, durasi diare dihitung dari waktu mencit pertama kali menderita diare hingga mencit tidak mengeluarkan feses lagi selama 6 jam pengamatan. Rata-rata hasil pengamatan dapat dilihat pada tabel VII.

Tabel VII. Rangkuman hasil pengamatan dan hasil analisis uji Mann-Whitney untuk parameter durasi diare

Kelompok Χ± SE (menit)

Hasil analisis uji Mann-Whitney I II III IV V VI I 93,4±31,78 - tb tb tb bb tb II 135,8±13,30 tb - tb tb bb tb III 129,2±21,87 tb tb - tb bb tb IV 90,5±29,24 tb tb tb - bb tb V 27,2±17,00 bb bb bb bb - bb VI 127,0±16,03 tb tb tb tb bb - Keterangan :

Kelompok I = kontrol negatif (aquadest) Kelompok II = kontrol positif (pembanding) Kelompok III = dosis I (12,5 ml/kg BB) Kelompok IV = dosis II (25 ml/kg BB) Kelompok V = dosis III (50 ml/kg BB) Kelompok VI = kelompok CMC Na 1% tb = berbeda tidak bermakna bb = berbeda bermakna

Gambar 10. Diagram batang rata-rata hasil pengamatan untuk parameter durasi diare

Tampak bahwa terjadi penurunan durasi diare seiring kenaikan peringkat dosis. Apabila dibandingkan dengan kontrol negatif, secara statistik kenaikan onset diare memberikan hasil yang bermakna (p<0,05) pada pemberian sari buah salak pondoh pada kelompok V dengan dosis 50 ml/kg BB. Obat bertindak sebagai antidiare apabila dapat menurunkan durasi diare. Karena pada pemberian dosis 50 ml/kg BB hasil rata-rata durasi diare lebih kecil dari kelompok kontrol negatif, maka dapat bertindak sebagai antidiare. Sedangkan CMC Na 1% secara statistik tidak bermakna jika dibandingkan dengan kontrol positif, sehingga tidak sebagai antidiare.

e. Bobot feses

Bobot feses digunakan sebagai parameter semi kuntitatif untuk melihat berapa bobot feses cair hewan uji mencit setelah diinduksi dengan Oleum Ricini. Hasil pengamatan tersaji pada tabel VIII.

Tabel VIII. Rangkuman hasil pengamatan dan hasil analisis uji Mann-Whitney untuk parameter bobot feses cair

Kelompok Χ± SE (gram) Hasil analisis uji Mann-Whitney

I II III IV V VI I 0,94125±0,33 - tb tb tb bb tb II 0,86695±0,21 tb - tb bb bb tb III 1,08125±0,32 tb tb - bb bb tb IV 0,39735±0,14 tb bb bb - tb bb V 0,25530±0,13 bb bb bb tb - bb VI 1,06087±0,13 tb tb tb bb bb - Keterangan :

Kelompok I = kontrol negatif (aquadest) Kelompok II = kontrol positif (pembanding) Kelompok III = dosis I (12,5 ml/kg BB) Kelompok IV = dosis II (25 ml/kg BB) Kelompok V = dosis III (50 ml/kg BB) Kelompok VI = kelompok CMC Na 1% tb = berbeda tidak bermakna bb = berbeda bermakna

Gambar 11. Diagram batang rata-rata hasil pengamatan untuk parameter bobot feses

Obat antidiare adalah obat yang dapat menurunkan bobot feses cair. Dari hasil pengamatan, apabila dibandingkan dengan kontrol negatif dan kontrol positif pemberian sari buah salak pondoh dengan dosis 50 ml/kg BB memberikan hasil statistik yang berbeda bermakna (p<0,05). Rata-rata hasil pengamatan pada dosis 50 ml/kg BB adalah sebesar 0,25530±0,13. Hasil rata-rata ini lebih kecil bila dibandingkan pada perlakuan kontrol negatif, yakni 0,94125±0,33. Hal ini mengindikasikan bahwa pemberian sari buah salak pondoh dengan dosis 50 ml/kg BB memberikan efek penurunan bobot feses, dan dapat bertindak sebagai antidiare. Sedangkan bila dibandingkan dengan kontrol positif, hasil pengamatan pemberian dosis 50 ml/kg BB memberikan hasil yang tidak ekivalen dengan kontrol positif. Sedangkan CMC Na 1% secara statistik tidak bermakna jika dibandingkan dengan kontrol positif.

Obat atau sampel uji pada penelitian ini dapat bertindak sebagai antidiare, apabila terjadi penurunan bobot feses cair, frekuensi diare, persentase konsistensi feses cair, durasi diare, dan meningkatkan onset diare. Dari hasil yang diperoleh melalui pengamatan parameter bobot feses, frekuensi diare, konsistensi feses yang cair, onset (waktu timbulnya diare) dan durasi (lamanya diare berlangsung), maka dosis 50 ml/kg BB merupakan dosis efektif untuk antidiare pada mencit. Karena pada pemberian sari buah salak dengan dosis 50 ml/kg BB ini terjadi penurunan bobot feses cair, frekuensi diare, persentase konsistensi feses cair, durasi diare, dan meningkatkan onset diare. Hal ini terjadi karena kandungan tanin yang ada dalam sari buah salak pondoh dapat menyebabkan selaput lendir usus membentuk lapisan, sehingga dapat menciutkan selaput lendir usus dan menyebabkan sekresi elektrolit dan air terhambat. Selain itu tanin juga mempunyai kemampuan sebagai spasmolitik yang mampu menciutkan atau mengkerutkan usus sehingga gerak peristaltik usus berkurang. Dengan terhambatnya sekresi elektrolit dan air secara berlebih, maka diare dapat dihambat atau dihentikan. Apabila dosis mencit akan dikonversikan ke dosis manusia 70 kg, maka nilai konversi dosis dari mencit 20 gram ke manusia 70 kg adalah sebesar 387,9. Sehingga dosis yang dibutuhkan untuk manusia 70 kg, adalah :

D = dosis mencit 20 g x konversi mencit ke manusia = 50 x 378,9

= 18945 ml/70kg BB = 270,64 ml/kg BB

Rata-rata satu buah salak pondoh adalah 41,108 gram dan dapat disarikan sebanyak 7,47 ml. Hal ini berarti dalam 1 ml sari buah salak pondoh mengandung 5,503 gram salak pondoh. Sehingga banyaknya buah salak yang dapat digunakan adalah : Dosis = 270,64 ml/kg BB x 5,503 gram

= 1488,52 g/kg BB

Salak yang dibutuhkan = 1488,52 g/kg BB : 41,108 g

= 36,209 ≈ 36 buah.

Dokumen terkait