DOSIS EFEKTIF ANTIDIARE SARI BUAH SALAK PONDOH (Zallaca edulis
Reinw) PADA MENCIT DENGAN METODE PROTEKSI OLEH OLEUM RICINI
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm.)
Program Studi Ilmu Farmasi
Oleh :
Katarina Gayatri Wulansari NIM : 058114050
FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS SANATA DHARMA
i
DOSIS EFEKTIF ANTIDIARE SARI BUAH SALAK PONDOH (Zallaca edulis
Reinw) PADA MENCIT DENGAN METODE PROTEKSI OLEH OLEUM RICINI
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm.)
Program Studi Ilmu Farmasi
Oleh :
Katarina Gayatri Wulansari NIM : 058114050
FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS SANATA DHARMA
ii
DOSIS EFEKTIF ANTIDIARE SARI BUAH SALAK PONDOH (Zallaca edulis
Reinw) PADA MENCIT DENGAN METODE PROTEKSI OLEH OLEUM RICINI
Yang diajukan oleh : Katarina Gayatri Wulansari
NIM : 058114050
Skripsi ini telah disetujui oleh :
Pembimbing I
Ipang Djunarko, S.Si, Apt.
iii
Pengesahan Skripsi Berjudul
DOSIS EFEKTIF ANTIDIARE SARI BUAH SALAK PONDOH (Zallaca edulis
Reinw) PADA MENCIT DENGAN METODE PROTEKSI OLEH OLEUM RICINI
Oleh :
Katarina Gayatri Wulansari NIM : 058114050
Dipertahankan di hadapan Panitia Penguji Skripsi Fakultas Farmasi
Universitas Sanata Dharma Pada tanggal : 19 Agustus 2009
Mengetahui Fakultas Farmasi
Pembimbing I :
Ipang Djunarko, S.Si, Apt Panitia Penguji :
1. Ipang Djunarko, S.Si, Apt 2. Yosef Wijoyo, M.Si., Apt.
iv
LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS
Yang bertanda tangan dibawah ini, saya mahasiswa Universitas Sanata Dharma : Nama : Katarina Gayatri Wulansari
Nomor Mahasiswa : 058114050
Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma karya ilmiah saya yang berjudul :
DOSIS EFEKTIF ANTIDIARE SARI BUAH SALAK PONDOH (Zallaca edulis
Reinw) PADA MENCIT DENGAN METODE PROTEKSI OLEH OLEUM RICINI Beserta perangkat yang diperlukan (bila ada). Dengan demikian saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan, mengalihkan dalam bentuk media lain, mengelolanya dalam bentuk pangkalan data, mendiatribusikan secara terbatas, dan mempublikasikannya di Internet atau media lain untuk kepentingan akademis tanpa perlu meminta izin dari saya maupun memberikan royalti kepada saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis.
Demikian pernyataan ini yang saya buat dengan sebenarnya. Dibuat di Yogyakarta
Pada tanggal 20 Agustus 2009
Yang menyatakan,
v
Terima kasih...
Telah mengajariku membedakan yang benar dan yang salah Mendorongku untuk mempertahankan mimpi-mimpiku Menunjukkan kepadaku untuk tidak terpengaruh oleh rintangan
Mengubah kebingunganku menjadi senyuman Mengubah keputusasaanku menjadi harapan
Terima kasih...
Telah menunjukkan bahwa kalian menyayangiku Menunjukkan bahwa betapa istimewanya kebersamaan kita
Menghapuskan air mataku kala aku sedih Menenangkanku kala aku marah
Terima kasih...
Atas segala yang kalian lakukan untukku Entah apa jadinya diriku tanpa kalian
I LOVE YOU ALL
vi
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA
Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang saya tulis ini tidak
memuat karya orang lain, kecuali yang telah disebutkan dalam kutipan dan daftar
pustaka, sebagaimana layaknya karya ilmiah.
Yogyakarta, Juni 2009
Penulis,
vii PRAKATA
Segenap puji dan syukur penulis haturkan kepada Tuhan Yesus Kristus atas
segala penyertaan, kekuatan, kesabaran, kebijaksanaan, berkat dan karunia yang
dilimpahkanNya pada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang
berjudul “Dosis Efektif Antidiare Sari Buah Salak Pondoh (Zallaca Edulis Reinw) Pada
Mencit Dengan Metode Proteksi Oleh Oleum Ricini” dengan tepat waktu. Skripsi ini
disusun untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Farmasi (S.Farm)
pada Program Studi Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.
Penulis telah mendapatkan pendampingan, penyertaan, dukungan dan segala
bentuk bantuan dari berbagai pihak dalam penyusunan skripsi ini. Oleh karena itu penulis
ingin mengucapkan terima kasih kepada :
1. Program Kreatifitas Mahasiswa Penelitian (PKMP) Dikti dan Fakultas Farmasi
Universitas Sanata Dharma Yogyakarta yang telah sangat membantu penelitian
ini sehingga dapat terlaksana dengan baik.
2. Rita Suhadi, M.Si., Apt, selaku Dekan Fakultas Farmasi Universitas Sanata
Dharma Yogyakarta.
3. Ipang Djunarko, S.Si, Apt, selaku dosen pembimbing skripsi. Terima kasih atas
segala bimbingan dan arahan yang diberikan kepada penulis selama penyusunan
skripsi ini, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik dan tepat
pada waktunya.
4. Yosef Wijoyo, M.Si., Apt., selaku dosen penguji skripsi. Terima kasih atas saran
viii
5. Drs. Mulyono, Apt., selaku dosen penguji skripsi. Terima kasih atas saran dan
nasehat serta canda tawa yang dapat mencairkan suasana selama ujian skripsi
berlangsung.
6. Segenap dosen dan karyawan di Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma
Yogyakarta.
7. Mas Anang, terima kasih untuk buah salak pondohnya.
8. LPPT UGM. Terima kasih sudah mensuplai mencit untuk kelancaran skripsi ini.
9. Nenek, Bapak, dan Ibu atas segala bantuan, dukungan, kasih, doa, dan
penyertaannya di sepanjang hidup penulis. Segalanya yang telah diberikan kepada
penulis membuat penulis mampu bertahan untuk menyelesaikan tugas ini. Terima
kasih tetap menjadikan penulis terlalu berharga justru disaat penulis paling buruk
dan terpuruk.
10.Veronika Yuli Anggraeni, satu-satunya adik kandung penulis. Terima kasih atas
segala bentuk bantuan dan dukunganmu, mendengar keluhan penulis, tertawa
bersama dan menemani penulis disaat sendiri menumpahkan air mata. Jadilah
lebih indah dan lebih baik melebihi penulis, karena penulis yang selalu
menyayangimu.
11.Keluarga besar Mbah Abu Sudir dan Mbah Hadi dimanapun berada. Penulis tahu
doa dan dukungan tidak pernah berhenti mengalir untuk kelulusan penulis ini.
12.Tri Prasetyo Adi, terima kasih atas kebersamaan kita selama ini.
13.Teman-teman sekelompok penelitian, Bernadetta Eka Niasari dan Maria Paulina
ix
14.Fransisca Romana Dyah K., teman seperjuangan penulis yang tak pernah berhenti
menguatkan penulis. Terima kasih sudah menjadi teman dan sekaligus pendengar
setia segala masalah penulis
15.Teman-teman penulis, Lia, Ade, Tyas, Suci, Berto, Made, Fian, Dani, Nixon,
Inus, Feli, Rias, dan segenap mahasiswa angkatan 2005 Fakultas Farmasi
Universitas Sanata Dharma khususnya minat FST.
16.Teman-teman kost penulis, terima kasih untuk kebersamaan, dukungan, dan
keceriaan kalian selama ini, teristimewa untuk mbak Ika, mbak Indah, mbak Ida,
Ika, dan Wening.
17.Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu yang telah membantu
penulis selama penelitian maupun penyusunan skripsi ini.
Dengan segenap kerendahan hati penulis menyadari sepenuhnya bahwa skripsi ini
masih jauh dari sempurna, oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang
bersifat menyempurnakan dan membangun.
Akhirnya penulis berharap semoga hasil penelitian ini dapat bermanfaat bagi semua
pihak, baik bagi penulis sendiri, bagi pengembangan ilmu kefarmasian khususnya dan
ilmu pengetahuan pada umumnya.
x INTISARI
Telah dilakukan penelitian mengenai Dosis Efektif Antidiare Sari Buah Salak Pondoh (Zallaca edulis Reinw) Pada Mencit Dengan Metode Proteksi Oleh Oleum Ricini. Sampel yang diujikan pada penelitian ini adalah buah salak pondoh. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk membuktikan khasiat sari buah salak pondoh (Zallaca edulis Reinw) agar dapat digunakan sebagai terapi yang efektif dalam kehidupan sehari-hari. Selain itu juga untuk mengetahui seberapa besar daya antidiare yang terkandung didalamnya.
Pada penelitian ini digunakan metode proteksi oleh Oleum Ricini. Penelitian ini termasuk jenis penelitian eksperimental murni bersifat eksploratif dengan menggunakan rancangan penelitian acak lengkap pola searah. Subyek uji yang digunakan adalah mencit putih betina galur Swiss, berumur 2-3 bulan dengan berat badan 20-25 gram. Pada proses penelitian digunakan 60 ekor mencit yang dibagi secara acak dalam 6 kelompok, yaitu kelompok kontrol positif, kontrol negatif, tiga kelompok uji dengan tiga peringkat dosis berturut-turut 12,5 ml/kg BB; 25 ml/kg BB; 50 ml/kg BB, dan kelompok CMC Na 1%. Bahan uji dibuat dalam sediaan sari, diberikan secara oral. Selang 1 jam, hewan uji diberi Oleum Ricini dengan volume 0,5 ml/20 g BB mencit secara oral. Pengamatan dilakukan tiap 30 menit selama 4 jam dan selang 1 jam sampai 6 jam, meliputi waktu terjadinya diare, jangka waktu berlangsungnya diare, konsistensi dan bobot feses dievaluasi masing-masing secara statistik dengan metode anova dan uji t, dan frekuensi diare dapat diuji dengan uji non-parametrik.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa sari buah salak pondoh memberikan aktivitas sebagai antidiare. Dari hasil yang diperoleh, maka dosis 50 ml/kg BB merupakan dosis efektif untuk antidiare pada mencit. Dosis yang diperlukan untuk manusia 70 kg adalah sebesar 18945 ml/70kg BB atau 270,64 ml/kg BB.
xi
ABSTRACT
It has been conducted a research about The Effective Dose Antidiarrhea of Salak Pondoh Extract (Zallaca edulis Reinw) Toward Mice with Protection by Oleum Ricini Method. The sample tested in this research was Salak Pondoh fruit (Zallaca edulis Reinw). This research aimed to prove effect of Salak Pondoh fruit (Zallaca edulis Reinw) in order to be used as effective therapy in everyday life. Moreover, this research aimed to knowing the antidiarrhea effect of the fruit.
This research was using protection by Oleum Ricini method. The type of the research was explorative pure experimental research with one way pattern random design. The test subject were white mice of healthy Swiss family, 2-3 month old, and their weight 20-30 gram. In the process of the research was using 60 mice randomly divided into 6 groups – negative control group, positive control group, an three test group – with three phase dose of 12,5 ml/kg BW; 25 ml/kg BW; dan 50 ml/kg BW, and CMC Na 1% group. Test material was made in juice form, administered to each mice. After an hour, take 0,5ml/20g WB of Oleum Ricini by oral. Observation include onset, duration, consistency, frecuency, and weight of the feces.
The result data showed that salak pondoh fruit has the antidiarrhea effect. Dose 50 ml/kg BB is the effective dose for antidiarrhea. Dose in human 70 kg is 18945 ml/70kg BB or 270,64 ml/kg BB.
xii
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL ... i
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING...ii
HALAMAN PENGESAHAN...iii
HALAMAN PERSETUJUAN PUBLIKASI...iv
HALAMAN PERSEMBAHAN...v
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA... vi
PRAKATA...vii
INTISARI...x
ABSTRACT... xi
DAFTAR ISI...xii
DAFTAR TABEL...xvi
DAFTAR GAMBAR...xvii
DAFTAR LAMPIRAN...xviii
BAB I. PENGANTAR...1
A. Latar Belakang...1
1. Permasalahan...4
2. Keaslian penelitian...4
3. Manfaat penelitian...6
B. Tujuan Penelitian...6
BAB II. PENELAHAAN PUSTAKA...7
A. Obat Tradisional...7
xiii
C. Salak...10
1. Sistematika tanaman...11
2. Morfologi...11
3. Nama Daerah...12
4. Sentra penanaman...13
5. Kegunaan dan kandungan...13
6. Hasil penelitian tentang buah salak...13
D. Diare...14
1. Definisi diare...14
2. Penyebab diare...16
3. Tanda dan gejala diare...18
4. Patofisiologi...20
E. Antidiare...20
F. Sasaran Terapi dan Pengobatan Antidiare...22
G. Metode Uji Antidiare...24
H. Tanin...26
I. Loperamide Hydrochloride...28
J. Oleum Ricini...30
K. Landasan Teori...31
L. Hipotesis...32
BAB III. METODE PENELITIAN...33
A. Jenis dan Rancangan Penelitian...33
xiv
1. Variabel utama...33
2. Variabel pengacau...34
C. Definisi Operasional...34
D. Bahan Penelitian...35
1. Bahan utama...36
2. Bahan kimia...36
E. Alat Penelitian ...36
F. Tata Cara Penelitian...37
1. Pengumpulan bahan...37
2. Penentuan dosis sari buah salak pondoh...37
3. Pembuatan CMC Na 1%...38
4. Perlakuan terhadap hewan uji...39
5. Skema kerja...39
G. Analisis Hasil...40
BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN...41
A. Hasil Determinasi...41
B. Penetapan Daya Antidiare...41
1. Penentuan kontrol positif dan kontrol negatif...42
a. Kontrol positif...42
b. Kontrol negatif...44
2. Penentuan dosis sari buah salak pondoh...45
3. Uji efek antidiare...46
xv
b. Onset diare...51
c. Frekuensi diare...54
d. Durasi diare...56
e. Bobot feses...59
C. Rangkuman Pembahasan...62
BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN...64
A. Kesimpulan...64
B. Saran...64
DAFTAR PUSTAKA...66
LAMPIRAN...69
xvi
DAFTAR TABEL
Halaman Tabel I. Tahapan dehidrasi pada anak yang mengalami diare (World Gastroenterology
Organisation (WGO) practice guideline)...19
Tabel II. Penilaian derajat dehidrasi penderita diare (Anonim, 2000b)...23
Tabel III. Penggolongan tanin tumbuhan (Harborne, 1987)...26
Tabel IV. Rangkuman hasil pengamatan dan hasil analisis uji Mann-Whitney untuk
parameter persentase konsistensi feses cair...49
Tabel V. Rangkuman hasil pengamatan dan hasil analisis uji Mann-Whitney untuk
parameter onset diare...52
Tabel VI. Rangkuman hasil pengamatan dan hasil analisis uji Mann-Whitney untuk
parameter frekuensi diare...54
Tabel VII. Rangkuman hasil pengamatan dan hasil analisis uji Mann-Whitney untuk
parameter durasi diare...57
Tabel VIII. Rangkuman hasil pengamatan dan hasil analisis uji Mann-Whitney untuk
xvii
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 1. Anatomi dan fisiologi saluran pencernaan manusia (Wakefield, 2005)...8
Gambar 2. Gangguan-gangguan pada saluran cerna (Sachdev, 2007)...10
Gambar 3. Bristol Stool Chart (Heaton dan Lewys, 1997)...16
Gambar 4. Bagan akibat (efek) dehidrasi (Noerasid dkk, 1988)...19
Gambar 5. Siklus tanin dalam saluran pencernaan (Mills dan Kerry, 2000)...27
Gambar 6. Struktur asam risinoleat (Mutschler, 1986)...31
Gambar 7. Diagram batang rata-rata hasil pengamatan untuk parameter persentase konsistensi feses cair...50
Gambar 8. Diagram batang rata-rata hasil pengamatan untuk parameter onset diare...53
Gambar 9. Diagram batang rata-rata hasil pengamatan untuk parameter frekuensi diare.55 Gambar 10. Diagram batang rata-rata hasil pengamatan untuk parameter durasi diare....58
Gambar 11. Diagram batang rata-rata hasil pengamatan untuk parameter bobot feses...60
Gambar 12. Pohon Salak...70
Gambar 13. Salak...70
Gambar 14. Aquadest, Sari Salak Pondoh, dan Oleum Ricini...70
Gambar 15. Mencit Pada Saat Dipuasakan Selama 1 Jam...71
Gambar 16. Mencit yang diberi perlakuan secara per oral...71
xviii
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
Lampiran 1. Perhitungan dosis loperamid HCl...72
Lampiran 2. Hasil penimbangan buah salak pondoh...73
Lampiran 3. Hasil sari daging buah salak pondoh...74
Lampiran 4. Perhitungan dosis sari buah salak pondoh dengan 3 peringkat dosis...75
Lampiran 5. Hasil uji antidiare sari buah salak pondoh dengan metode proteksi diare oleh oleum ricini...76
Lampiran 6. Hasil tes normalitas dan homogenitas untuk parameter bobot feses, frekuensi diare, onset diare, durasi diare, dan konsistensi feses. ...79
Lampiran 7. Hasil uji Kruskal-Wallis untuk parameter bobot feses, frekuensi diare, onset diare, durasi diare, dan konsistensi feses. ...81
1 BAB I PENGANTAR A. Latar Belakang
Penggunaan obat tradisional atau jamu di masyarakat merupakan kenyataan
yang bersifat empiris untuk mencapai kesembuhan atau pemeliharaan dan peningkatan
taraf kesehatan yang diwariskan turun-temurun, dan tidak terpisahkan dari kehidupan
masyarakat tanpa dibuktikan secara ilmiah. Obat tradisional Indonesia yang merupakan
warisan budaya diinginkan untuk dapat dipakai dalam sistem pelayanan kesehatan. Untuk
itu harus disesuaikan dengan kaidah pelayanan kesehatan yaitu secara medis harus dapat
dipertanggungjawabkan. Guna mencapai hal itu dilakukan pengujian ilmiah tentang
khasiat, keamanan, dan standar kualitasnya (Anonim, 2000a).
Dalam kurun waktu lima tahun terakhir, aneka produk berbasis obat bahan alam
membanjiri pasar dengan aneka indikasi yang cukup meyakinkan seperti misalnya dapat
menyembuhkan semua penyakit termasuk penyakit kanker yang obat idelanya belum
ditemukan sampai saat ini. Apabila diperhatikan, perkembangan obat bahan alam ini
tidak lepas dari kebijakan pemerintah Indonesia yang sedang mengalami krisis perbankan
mulai tahun 1998, sehingga kebijakan pemanfaatan obat bahan alam dikeluarkan, dengan
konsekuensi kemudahan seperti misalnya berbagai aturan registrasi dan lain-lain. Oleh
karena itu tidak disangsikan lagi bahwa banyak obat bahan alam yang sudah terdaftar,
sampai dengan yang belum terdaftar sama sekali. Lebih jauh lagi yaitu bahwa obat bahan
terkadang dilengkapi dengan indikasi medis yang sangat didambakan walaupun sebagian
besar secara klinis belum terbukti (Tyler, 2000 cit Wahyuono, 2002).
Diare adalah buang air besar dengan frekuensi tiga kali atau lebih per hari
disertai perubahan feses menjadi cair dengan dan atau tanpa lendir dan atau darah
(Markum, 1999). Definisi lain dari diare adalah keadaan defekasi encer lebih dari 3 kali
sehari dengan atau tanpa darah dan/atau lendir dalam feses (Noerasid, 1988).
Di Indonesia penyakit diare (mencret) masih merupakan masalah di bidang
kesehatan terutama di daerah pedesaan. Angka kesakitan penduduk sekitar 15-43% tiap
tahun. Dari jumlah tersebut 60-80% diderita oleh anak balita. Angka kematian yang
disebabkan oleh diare mengalami penurunan dari 12,4% (1986) menjadi 7,5% (1992),
dan urutan penyebab kematian karena infeksi menduduki urutan ke-3 setelah penyakit
tuberkulosis dan infeksi saluran nafas. Faktor penyebab terjadinya diare antara lain
infeksi kuman (Winarno, 1996).
Menurut hasil Survei Kesehatan Rumah Tangga (Firdaus, 1997), angka
morbiditas diare dalam masyarakat adalah 4,4 per 1000 penduduk. Pada balita 20,6 per
1000 penduduk, sedangkan pada anak kurang dari satu tahun sebesar 25 per 1000
penduduk. Angka kematian akibat diare sebesar 12% diantara seluruh penyebab
kematian. Diare merupakan penyebab 15% kematian bayi, dan 26% penyebab kematian
anak balita. Kematian akibat diare biasanya bukan karena adanya infeksi dari bakteri atau
virus tetapi karena terjadi dehidrasi. Pada diare yang hebat, penderita akan mengalami
buang air besar dalam bentuk encer beberapa kali dalam sehari dan sering disertai kejang,
panas, muntah, maka tubuh akan kehilangan banyak air dan garam-garam sehingga bisa
kematian. Penyakit diare perlu mendapat penanganan yang cepat guna mengembalikan
kondisi penderita ke keadaan awal (Widayanti, 2003).
Obat antidiare dapat digolongkan menjadi kelompok antisekresi selektif, opiat,
absorbent, zat hidrofolik, dan probiotik (Zein, 2004). Pengobatan diare lazimnya secara
garis besar dibagi menjadi dua, yaitu; pengobatan simtomatik dan kausatif. Pada
pengobatan simtomatik daya kerja obat adalah mengurangi peristaltik langsung ke usus
atau memproteksi, menciutkan lapisan permukaan usus (astringensia), dan zat-zat dapat
menyerap racun yang dihasilkan bakteri (adsorben), sedangkan secara kausatif, bakteri
dimatikan dengan zat antibakteri. Di Indonesia banyak tanaman obat yang sering
digunakan oleh masyarakat terutama di pedesaan untuk mengobati diare. Untuk
mengetahui tanaman-tanaman apa saja yang digunakan, cara pakai dan bagian yang
digunakan telah dilakukan penelusuran pustaka baik dari literatur maupun survei
penggunaan obat tradisional terhadap diare yang pernah dilakukan (Winarno, 1996).
Salak (Zalacca zalacca) merupakan tanaman asli Indonesia. Salak mempunyai
nilai ekonomis dan peluang pasar yang cukup luas, baik di dalam maupun ekspor. Pulau
Jawa sebagai salah satu pusat keragaman kultivar salak, mempunyai potensi yang cukup
besar untuk menghasilkan varietas-varietas unggul yang lebih bernilai ekonomis dan
kompetitif. Salah satu kultivar tersebut adalah salak pondoh (Zallaca edulis Reinw cv
Pondoh) yang berasal dari Sleman, DI Yogyakarta. Salak ini mempunyai buah bercita
rasa manis tanpa asam meskipun masih muda (Nandariyah, 2004). Dengan rasa khas ini,
salak pondoh sangat digemari konsumen sehingga harganya lebih mahal dibanding buah
Zallaca edulis Reinw secara empiris digunakan sebagai antidiare, karena
ditinjau dari kandungan kimianya, terdapat kandungan tanin dan pektin yang dapat
melindungi dinding mukosa usus terhadap rangsangan-rangsangan isi usus atau
mengendapkan racun (Winarno, 1996). Oleh karena itu, dilakukan penelitian efek
antidiare daging buah salak pondoh pada tikus putih yang dibuat diare dengan Oleum
Ricini menurut metode proteksi terhadap diare oleh Oleum Ricini (Adnyana, 2004).
Kandungan utama dari Oleum Ricini, yakni trigliserida dari asam risinoleat akan
mengalami hidrolisis di dalam usus halus oleh lipase pankreas menjadi gliserin dan asam
risinoleat. Sebagai surfaktan anionik, zat ini bekerja mengurangi absorpsi neto cairan dan
elektrolit serta menstimulasi peristalsis usus, sehingga berkhasiat sebagai laksansia
berdasarkan kerja ini. Obat yang berkhasiat antidiare akan dapat melindungi hewan
percobaan mencit terhadap diare yang diinduksi dengan Oleum Ricini tersebut (Anonim,
1991).
1. Permasalahan
a. Apakah sari daging buah salak pondoh mempunyai daya antidiare ?
b. Berapa besar dosis efektif sari buah salak pondoh untuk antidiare ?
2. Keaslian penelitian
Sejauh penelusuran pustaka, penelitian tentang salak pondoh (Zallaca edulis
Reinw) sebagai antidiare belum pernah dilakukan. Telah dilakukan beberapa penelitian
mengenai buah salak pondoh (Zalacca edulis Reinw), antara lain :
Salah satu usaha untuk menstabilkan suspensi sari buah salak adalah dengan
penambahan zat penstabil natrium Carboxy Methyl Cellulose (CMC). Sebagai bahan
utamanya digunakan dua jenis salak pondoh Super dan Lokal (Jawa), dengan
penambahan CMC dalam konsentrasi 0% (kontrol), 0,25%, 0,50%, 0,75%, dan 1,0%.
Sari buah yang dihasilkan disimpan selama 13 hari melalui empat tahapan pengamatan.
Rancangan percobaan yang digunakan adalah Rancangan Acak Blok Lengkap
(Randomized Complete Block Design = RCBD) tiga faktor yang diulang tiga kali.
Variabel yang diamati meliputi pH sari buah, kecepatan pengendapan, total padatan
terlarut, kekeruhan dan warna sari buah salak yang dihasilkan (Mudjisihono, Suhardi dan
Handayani, 2009).
b. Regenerasi Tanaman dan Transformasi Genetik Salak Pondoh (Zalacca edulis
Reinw) untuk Rekayasa Buah Partenokarpi
Pengembangan buah salak partenokarpi melalui rekayasa genetik merupakan
alternatif terbaik dalam peningkatan produksi buah. Penelitian bertujuan mendapatkan
protokol terbaik untuk regenerasi dan transformasi genetik tanaman salak melalui
Agrobacterium tumefaciens. Eksplan berupa embrio zigotik muda dan tua diisolasi dari
biji (Pardal, Saptowo, Mariska, Lestari, dan Slamet, 2004).
Penelitian ini berbeda dengan penelitian sebelumnya yang telah disebutkan di
atas, karena penelitian ini mengidentifikasi efek antidiare sari salak pondoh (Zalacca
edulis Reinw) pada mencit yang dibuat diare dengan Oleum Ricini menurut metode
proteksi diare oleh oleum ricini. Penelitian-penelitian yang telah disebutkan di atas belum
3. Manfaat penelitian
Manfaat yang diharapkan melalui penelitian ini meliputi:
a. Manfaat teoritis : untuk melengkapi teori yang sudah ada mengenai obat tradisional,
terutama mengenai khasiat salak pondoh (Zalacca edulis Reinw) sebagai antidiare.
b. Manfaat praktis : memberikan informasi dosis efektif sari buah salak pondoh
(Zalacca edulis Reinw) sebagai alternatif pengobatan terhadap diare.
B. Tujuan Penelitian 1. Tujuan umum
Penelitian ini bertujuan untuk mengembangkan penggunaan tanaman obat
tradisional yang berkhasiat antidiare.
2. Tujuan khusus
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kebenaran khasiat sari salak
7 BAB II
PENELAAHAN PUSTAKA A. Obat Tradisional
Menurut Undang-undang Republik Indonesia tentang Kesehatan Bab I pasal 1
tahun 1992, yang dimaksud dengan obat tradisional adalah bahan atau ramuan bahan
yang berupa bahan tumbuhan, bahan mineral, sediaan galenik atau campuran sediaan dari
bahan tersebut yang secara turun-temurun telah digunakan untuk pengobatan berdasarkan
pengalaman (Anonim, 1992). Penggunaan obat tradisional di masyarakat merupakan
suatu kenyataan yang bersifat empirik dan diwariskan secara turun-temurun tanpa dapat
dibuktikan secara ilmiah (Anonim, 2000a).
Pada dasarnya pemakaian obat tradisional mempunyai beberapa tujuan
(Anonim, 2000a) yang secara garis besar dapat dibagi menjadi empat kelompok, yaitu :
1. untuk memelihara kesehatan dan menjaga kebugaran jasmani (promotif)
2. untuk mencegah penyakit (preventif)
3. sebagai pengobatan penyakit, baik untuk pengobatan sendiri maupun untuk
mengobati orang lain sebagai upaya mengganti atau mendampingi penggunaan obat
jadi (kausatif)
4. untuk memulihkan kesehatan (rehabilitatif).
Obat tradisional Indonesia merupakan warisan budaya dan telah menjadi bagian
integral dari kehidupan bangsa Indonesia. Obat tradisional diinginkan untuk dipakai
dalam sistem pelayanan kesehatan sehingga harus sesuai dengan kaidah pelayanan
kesehatan, yaitu secara medis harus dapat dipertanggungjawabkan. Hanya saja untuk
standar kualitasnya. Perkembangan tuntutan akan pemakaian obat tradisional dirasa
makin nyata, selain menyangkut aspek kesehatan juga berkaitan dengan potensi ekonomi
(Anonim, 2000).
B. Anatomi dan Fisiologi Saluran Cerna
Sistem saluran cerna adalah pintu gerbang masuk zat-zat gizi dari makanan,
vitamin, mineral, dan cairan yang memasuki tubuh. Fungsi sistem ini adalah
mencernakan makanan dengan cara menggilingnya dan kemudian mengubah secara
kimiawi ketiga bagian utamanya (protein, lemak, dan karbohdrat) menjadi unit-unit yang
siap diresorpsi tubuh. Produk-produk hasil pencernaan yang berfaedah bagi tubuh beserta
vitamin, mineral, dan cairan melintasi selaput lendir (mukosa) usus untuk masuk ke aliran
darah dan getah bening (limfe) (Tjay dan Rahardja, 2002).
Anatomi saluran cerna manusia secara garis besar meliputi : mulut, lambung,
usus halus (jejunum), usus dua belas jari (duodenum), dan kolon. Selain itu juga terdapat
organ-organ lain, seperti hati, kandung empedu, dan pankreas yang berfungsi untuk
membantu melaksanakan fungsi pencernaan makanan. Anatomi dan fisiologi ini juga
dapat dilihat pada gambar 1.
Proses pencernaan dimulai dari mulut, dimana makanan dikunyah untuk
dihaluskan sambil bercampur dengan ludah yang mengandung enzim amilase dan ptialin.
Selanjutnya oleh gerakan peristaltik, makanan masuk ke lambung melalui esofagus.
Kemudian bercampur dengan getah lambung, yang terdiri dari asam hidroklorida dan
pepsin. Oleh pengaruh asam ini, pylorus membuka dan menutup secara refleks. Makanan
yang sudah setengah cair (khimus) melewati pylorus masuk ke dalam usus dua belas jari.
Di dalam usus, khimus dinetralisir oleh cairan alkalis dari getah pankreas dan empedu.
Oleh pengaruh enzim pankreas, karbohidrat dan lemak dibentuk menjadi suatu emulsi
khimus dengan garam kolat untuk memudahkan penyerapan oleh usus. Di dalam usus
besar bagian air dalam khimus dan garam diserap kembali dan sisanya dikeluarkan
melalui dubur sebagai feses (Anonim, 1997).
Usus setiap hari memperoleh kira-kira 2000 ml cairan dari makanan ditambah
700 ml dari sekresi mukosa traktus gastrointestinalis dan kelenjar-kelenjarnya, dengan
hanya kehilangan cairan 200 ml setiap hari dari feses. Hanya sebagian kecil air melalui
mukosa lambung, tetapi air bergerak dalam kedua arah melalui mukosa usus halus dan
usus besar akibat gradien osmotik. Sebgian Na+ berdifusi masuk atau keluar usus halus
tergantung pada gradien konsentrasi. Selain itu, Na+ secara aktif ke luar lumen usus halus
dan kolon oleh pompa yang kelihatannya terletak pada dinding bagian basilateral sel.
Dalam ileum dan jejunum, Na+ transport dari usus ke darah dipermudah oleh aldosteron
(Ganong, 1995).
Dalam usus halus, transport aktif Na+ adalah penting untuk absorpsi glukosa,
mempermudah reabsorpsi Na+. Ini adalah dasar fisiologi pengobatan kehilangan Na+ dan
air pada diare dengan pemberian larutan yang mengandung NaCl dan glukosa per oral
(Ganong, 1995).
Di saluran lambung-usus dapat timbul berbagai gangguan yang ada kaitannya
dengan proses pencernaan, resorpsi bahan gizi, perjalanan isi usus yang terlampau cepat
(diare) atau terlampau lambat (konstipasi), serta infeksi usus oleh mikroorganisme (Tjay
dan Rahardja, 2002). Gangguan pencernaan juga dapat dilihat pada gambar 2.
Gambar 2. Gangguan-gangguan pada saluran cerna (Sachdev, 2007)
C. Salak
Salak (Zalacca edulis L. atau S. zalacca Gaertn. Voss.) merupakan buah tropis
asli Indonesia yang banyak tersebar di seluruh Kepulauan Nusantara. Di hutan-hutan di
Pulau Jawa, tanaman ini banyak tumbuh liar, berumpun, dan bergerombol di bawah
1. Sistematika tanaman
Tanaman salak pondoh (Zalacca edulis Reinw) memiliki urut-urutan determinasi
sebagai berikut :
Sinonim : Zalacca biumeana Mart.
Klasifikasi : Spermatophyta
Divisi : Angiospermae
Sub divisi : Monocotyledonae
Kelas : Palmales
Bangsa : Palmae
Suku : Zalacca
Marga : Zalacca edulis Reinw
Jenis : Salak (Anonim, 2007).
2. Morfologi
Tanaman salak termasuk keluarga palem-paleman (Arecaceae). Tinggi 2-3,5 m,
dengan daun majemuk, bertangkai, berduri, anak daun tidak bertangkai, bentuk lanset,
ujung runcing, tepi dan pangkal rata, permukaan bawan berlapis lilin. Buah salak yang
bertandan muncul dari dalam pelepah daun. Kulit buah salak seperti sisik yang tersusun
membungkus daging buah (Astuti, 2007).
Palem boleh dikatakan tidak berbatang, berumah dua, berumpun kuat. Daun
secara kelompok tumbuh di atas akar rimpang yang panjang dan besar. Tangkai daun
2,5-3 m panjangnya, dibagian bawah dan tepinya berduri tempel yang banyak; helaian daun
cm, dengan ujung meruncing dan tepi berduri tempel yang halus, pada sisi bawah dengan
lapisan lilin. Tongkol bunga jantan panjang 50-100 cm, bertangkai; pelepah dari luar
coklat merah, serupa “vilt”, robek pada satu sisi, mengering menjadi berwarna coklat
merah, mengurai menjadi serupa serabut; bulir 4-12, cylindris, seperti “vilt”, berbunga
banyak rapat dan bersisik, panjang 7-15 cm; sisik tersusun serupa genting; bunga duduk
dalam ketiak sisik, berpasangan, merah. Tongkol bunga betina panjang 20-30 cm,
tersusun dari 1-3 bulir; bertangkai panjang; seludang lebih pendek dan lebih lebar dan
sisik lebih besar daripada yang jantan; bunga berpasangan, berbau sedikit seperti jahe;
staminodia 6; tangkai putik membagi 3, merah tua; kepala putik berbentuk colet (spatel).
Buah segi tiga bulat telur terbalik, 2,5-10 cm panjangnya, sisik tersusun serupa genting,
ujung diakhiri dengan ujung berbentuk uncek yang bengkok, coklat merah, mengkilat;
dinding buah tengah berdaging. Biji 1-3, coklat, keras, 2-3 cm panjangnya. Liar dan
ditanam (Van Steenis, 1992)
3. Nama daerah
Zalacca edulis Reinw, mempunyai nama yang berbeda-beda di beberapa daerah.
Berikut ini adalah nama Zalacca edulis Reinw yang dikenal di beberapa daerah di
Indonesia :
Sumatera : Sala (Minangkabau), Salak (Melayu)
Jawa : Salak (Sunda, Jawa Tengah, Madura)
Bali : Salak
Sulawesi : Salak (Makasar, Bugis)
4. Sentra penanaman
Tanaman salak banyak terdapat di DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, D.I.
Yogyakarta, Jawa Timur, Sumatera Utara, Sulawesi Utara, Sulawesi Selatan, Maluku,
Bali, NTB dan Kalimantan Barat (Anonim, 2007).
5. Kegunaan dan kandungan
Daging buah salak pondoh (Zalacca edulis Reinw) mengandung tanin, saponin,
dan flavonoid. Kegunaan dari daging buah salak pondoh ini adalah sebagai antidiare
(Anonim, 2007).
6. Hasil penelitian tentang buah salak
Telah dilakukan beberapa penelitian mengenai buah salak pondoh (Zalacca
edulis Reinw), antara lain :
a. Pengaruh Penambahan CMC Terhadap Kestabilan Suspensi Sari Buah Salak (Zalacca edulis R.) Selama Penyimpanan
Salah satu usaha untuk menstabilkan suspensi sari buah salak adalah dengan
penambahan zat penstabil natrium Carboxy Methyl Cellulose (CMC). Sebagai bahan
utamanya digunakan dua jenis salak pondoh Super dan Lokal (Jawa), dengan
penambahan CMC dalam konsentrasi 0% (kontrol), 0,25%, 0,50%, 0,75%, dan 1,0%.
Sari buah yang dihasilkan disimpan selama 13 hari melalui empat tahapan
pengamatan. Rancangan percobaan yang digunakan adalah Rancangan Acak Blok
Lengkap (Randomized Complete Block Design = RCBD) tiga faktor yang diulang tiga
padatan terlarut, kekeruhan dan warna sari buah salak yang dihasilkan (Mudjisihono,
Suhardi dan Handayani, 2009).
b. Regenerasi Tanaman dan Transformasi Genetik Salak Pondoh (Zalacca edulis
Reinw) untuk Rekayasa Buah Partenokarpi
Salak pondoh merupakan salah satu kultivar salak yang paling populer di
Indonesia karena memiliki buah dengan rasa manis meskipun masih muda. Namun,
salak ini memiliki daging buah yang tipis dengan biji besar. Pengembangan buah
salak partenokarpi melalui rekayasa genetik merupakan alternatif terbaik dalam
peningkatan produksi buah. Penelitian regenerasi dan transformasi tanaman salak
untuk pembentukan buah partenokarpi telah dilaksanakan di Balai Besar Penelitian
dan Pengembangan Bioteknologi dan Sumber Daya Genetik Pertanian, Bogor pada
tahun 2002. Penelitian bertujuan mendapatkan protokol terbaik untuk regenerasi dan
transformasi genetik tanaman salak melalui Agrobacterium tumefaciens. Eksplan
berupa embrio zigotik muda dan tua diisolasi dari biji (Pardal, Saptowo, Mariska,
Lestari, dan Slamet, 2004).
D. Diare 1. Definisi
Diare berasal dari kata diarroia (bahasa Yunani) yang berarti mengalir terus,
merupakan suatu keadaan abnormal dari pengeluaran tinja yang terlalu serius (Sugiyanto,
1997). Ada beberapa definisi diare, antara lain diare adalah buang air besar dengan
1991; Firdaus, 1997; Sugiyanto, 1997). Markum (1999) menyebutkan diare adalah buang
air besar dengan frekuensi tiga kali atau lebih per hari disertai perubahan feses menjadi
cair dengan dan atau tanpa lendir dan atau darah. Definisi lain dari diare adalah keadaan
defekasi encer lebih dari 3 kali sehari dengan atau tanpa darah dan/atau lendir dalam
feses (Noerasid, Suraatmadja, Asnil, 1988). Kebanyakan disebabkan menelan makanan
atau minum minuman yang tercemar (Tjay dan Rahardja, 2002).
Diare adalah perubahan bentuk dan konsistensi tinja menjadi lembek sampai cair
dan bertambahnya frekuensi buang air besar lebih dari biasanya (tiga kali atau lebih
dalam 24 jam). Wujud tinja menjadi ukuran yang lebih penting dibanding frekuensi
buang air besar. Jika frekuensi buang air besar naik namun wujud tinja lunak dan berisi
maka hal tersebut tidak dapat dikatakan diare (Fine et.al,1989 cit Carruthers et.al, 2000).
Secara biokimia, diare adalah gangguan transport air dan elektrolit di intestinal.
Dalam keadaan normal, epithelium intestinal menjaga keseimbangan antara sekresi dan
absorpsi. Vili-vili epithelium mengabsorpsi air dan ion sodium ketika epithelium kript
mensekresi air dan ion klorida. Proses tersebut di bawah pengaruh transmiter
neuroendokrin, hormon-hormon, dan substansi intestinal lainnya. Adanya racun yang
dihasilkan dari enterotoksin, infeksi atau kerusakan seluler akibat infeksi, mekanisme
homeostasis terganggu dan diikuti diare (Li Wan Po, 1997).
Menurut World Gastroenterology Organisation (WGO) practice guideline
mengenai diare akut, diare akut didefinisikan sebagai pengeluaran tinja dalam bentuk
semisolid atau cair dari dalam usus dengan tidak normal, tidak kurang dari 14 hari
Tingkat lembek atau cairnya feses hingga dapat dikatakan diare, dapat dilihat
pada gambar 3 dimana tipe 5-7 dikatakan sebagai diare.
Gambar 3. Bristol Stool Chart (Heaton dan Lewys, 1997)
Menurut World Gastroenterology Organisation (WGO) practice guideline
mengenai diare akut, penggolongan penyebab dari diare pada seorang pasien berdasarkan
riwayat klinisnya biasanya sulit. Waktu diare dapat digolongkan dalam 3 kategori, yakni :
a. diare akut, timbul sedikitnya 3 kali dengan feses cair selang waktu 24 jam
b. disentri, diare dengan mengeluarkan darah
c. diare persisten, diare sedikitnya selama 14 hari
2. Penyebab
Penyebab diare sebagian besar adalah bakteri dan parasit, disamping sebab lain
seperti racun, alergi dan dispepsi. Diare yang menyerupai kolera mengakibatkan
dehidrasi dan sering memerlukan infus, karena penderita dapat meninggal kekurangan
Diare karena infeksi dapat disebabkan oleh virus, bakteri, jamur, dan parasit.
Bakteri yang menyebabkan diare adalah Aeromonas hydrophilia, Bacillus cereus,
Camphylobacter jejuni, Clostridium difficile, Clostridium perfringens, Escherichia coli,
Salmonella sp, Shigella sp, Staphilococcus aurus, Vibrio cholera, Vibrio
parahaemolyticus. Jenis virus yang menyebabkan diare antara lain Adnovirus, Rotavirus,
virus Norwalk, Astrovirus, Calcivirus, Coronavirus, Minirotavirus, dan virus bulat kecil
(Firdaus, 1997).
Menurut teori klasik, diare adalah penyakit yang disebabkan oleh meningkatnya
peristaltik usus, sehingga pelintasan khimus sangat dipercepat dan masih banyak
mengandung air pada saat meninggalkan tubuh sebagai tinja (Mutschler, 1986).
Pada penelitian-penelitian yang telah dilakukan menyebutkan penyebab utama
diare adalah bertumpuknya cairan di usus akibat terganggunya resorpsi air dan atau
terjadinya hipersekresi. Pada keadaan normal, proses resorpsi dan sekresi dari air dan
elektrolit-elektrolit berlangsung pada waktu yang sama di sel-sel epitel mukosa. Proses
ini diatur oleh beberapa hormon, yaitu resorpsi oleh enkefalin, sedangkan sekresi diatur
oleh prostaglandin dan neurohormon V.I.P (Vasoactive Intestinal Peptide). Biasanya,
resorpsi melebihi sekresi, tetapi karena sesuatu sebab sekresi menjadi lebih besar
daripada resorpsi, maka terjadilah diare. Penyebab diare lainnya adalah adanya alergi
terhadap makanan ataupun minuman dan intoleransi, gangguan gizi, dan kekurangan
enzim tertentu. Begitu pula adanya pengaruh psikis seperti keadaan terkejut dan
3. Tanda dan gejala
Menurut Widjaja (2002), gejala-gejala klinis yang timbul apabila penderita
terkena diare adalah :
a. Bayi atau anak menjadi cengeng dan gelisah, suhu badan meningkat, dan nafsu
makan berkurang.
b. Tinja makin encer, mengandung darah/lendir, warna tinja berubah menjadi
kehijau-hijauan karena tercampur empedu.
c. Anusnya lecet.
d. Gangguan gizi akibat intake (asupan) makanan yang kurang.
e. Muntah sebelum atau sesudah diare.
f. Hipoglikemia (penurunan kadar gula darah).
g. Dehidrasi (kekurangan cairan). Bila terjadi dehidrasi timbul rasa haus, clastisitas
(turgir san tonus) kulit menurun, bibir dan mulut kering, mata cowong, air mata tidak
keluar, tekanan darah rendah.
Gejala yang biasanya ditemukan adalah diare sering cair kadang-kadang
mengandung darah atau lendir, muntah dapat mendahului diare atau tanpa muntah,
anoreksia, nyeri perut (kolik), distensi, kadang-kadang ileus, dehidrasi, kehilangan
elektrolit dan air. Mata cekung, turgor kulit menurun, mulut kering, hipovolemia,
renjatan, oliguiria dan demam (Hambleton, 1995).
Tahapan dehidrasi pada anak yang mengalami diare menurut WGO dapat dilihat
Tabel I. Tahapan dehidrasi pada anak yang mengalami diare (World Gastroenterology Organisation (WGO) practice guideline)
Tanpa dehidrasi Dehidrasi ringan Dehidrasi berat a. Gejala normal
b. Mata tidak cekung c. Minum normal d. Kulit kembali normal
setelah dicubit dengan segera
a. adanya iritasi b. mata cekung c. minum seperlunya d. kulit kembali normal
setelah dicubit lambat (< 2 detik)
a. tidur dengan tidak normal atau lethargic b. mata cekung
c. nimum sedikit atau bahkan tidak sama sekali d. kembalinya kulit setelah
dicubit sangat lambat (>2 detik)
Tanda dehidrasi pada orang dewasa menurut World Gastroenterology
Organisation (WGO) practice guideline mengenai diare akut, adalah sebagai berikut :
a. kecepatan nadi >90
b. hipotensi
c. lidah kering
d. bola mata cekung
e. turgor kulit menurun.
Kehilangan cairan tubuh (air)
Gambar 4. Bagan akibat (efek) dehidrasi (Noerasid dkk, 1988) Kehilangan cairan tubuh (air)
(defisit volume)
Kehilangan elektrolit-elektrolit tubuh (defisit elektrolit dan defisit lainnya)
Kehilangan turgor kulit, denyut nadi lemah atau tiada, takikardia, mata cekung, ubun-ubun besar cekung, suara parau, kulit dingin, sianosis (jari-jari), selaput lendir kering,
anuria-uraemia
Defisiensi bikarbonat/asidosis (muntah-muntah, pernafasan cepat dan dalam, cardiac reverse menurun, defisiensi K+ intrasel), defisiensi K+ (kelemahan
otot-otot, ileus paralitik (distensi abdomen), cardiac arrhythmia-cardiac arrest), hipoglikemia (lebih sering terjadi pada anak-anak malnutrisi dan bayi-bayi kecil.
AIR ELEKROLIT-ELEKTROLIT (garam-garam)
4. Patofisiologi
Ada empat mekanisme patofisiologi gangguan elektrolit pada diare. Keempat
mekanisme yang merupakan dasar diagnosis dan terapi antara lain : perubahan aktivitas
transport ion oleh penurunan absorpsi natrium atau peningkatan sekresi klorida,
perubahan motilitas intestinal, perubahan osmolaritas usus, dan peningkatan tekanan
hidrostatik otot polos. Dalam klinik, mekanisme tersebut dapat dihubungkan dengan jenis
diare yakni sekretori, osmotik, eksudatif, dan perubahan transit usus (DiPirro dan Longe,
2000).
E. Antidiare
Antidiare adalah obat yang diminum pada saat terserang diare akan
menunjukkan efek menghentikan diare. Zat-zat yang menekan peristaltik sebetulnya tidak
begitu layak untuk digunakan karena pada waktu diare pergerakan usus sudah banyak
berkurang, lagi pula virus dan toksin perlu dikeluarkan secepat mungkin dari dalam
tubuh. Antidiare diberikan untuk mengurangi peristaltik, spasme usus, menahan iritasi,
absorbsi racun dan sering terpadu dengan anti-mikroba. Pada kehilangan cairan dan
elektrolit dalam jumlah besar perlu diberi substitusi secara parenteral (Mutschler, 1986).
Obat-obat untuk pengobatan diare sebaiknya jangan diberika lebih dari 7-10
hari, karena bisa jadi diare yang diderita bukan benar-benar penyakit diare tetapi
Kelompok obat yang sering kali digunakan pada terapi diare adalah :
1. Kemoterapeutika untuk terapi kausal, yaitu memberantas bakteri penyebab diare.
Contohnya antibiotika, sulfonamide, kinolon, dan furazolidon.
2. Obstipansia untuk terapi simptomatik, yang dapat menghentikan diare dengan
beberapa cara :
a. Zat-zat penekan peristaltik, sehingga memberikan lebih banyak waktu untuk
resorpsi air dan elektrolit oleh mukosa usus. Contohnya adalah candu dan
alkaloidnya, derivate petidin (defenoksilat dan Loperamidea) dan
antikolinergik (atropine, ekstrak belladonna).
b. Adstrigensia, yang menciutkan selaput lendir usus. Misalnya asam samak
(tanin) dan tannalbumin, garam-garam bismuth dan aluminium.
c. Absorbensia, misalnya karbo adsorben yang pada permukaannya dapat
menyerap (adsorpsi) zat-zat racun (toksin) yang dihasilkan oleh bakteri atau
yang adakalanya berasal dari makanan (udang, ikan). Termasuk juga zat-zat
lendir yang menutupi selaput lendir usus dan luka-lukanya dengan suatu
lapisan pelindung seperti kaolin, pectin (suatu karbohidrat yang terdapat
antara lain dalam buah apel), garam-garam bismuth dan aluminium
3. Spasmolitika, yakni zat-zat yang dapat melepaskan kejang-kejang otot yang
seringkali mengakibatkan nyeri perut pada diare. Misalnya papaverin dan
oksifenonium (Tjay dan Rahardja, 2002).
Sebagai penunjang dapat digunakan adsorbensia (karbo aktif, silikondioksida
koloida, kaolin), zat pengembang (pektin) atau adstrigensia (preparat yang mengendung
(karbo adsorben) adalah arang halus (nabati atau hewani) yang telah diaktifkan melalui
proses tertentu. Noritt mempunyai daya serap pada permukaan (adsorbsi) yang kuat,
terutama terhadap zat-zat yang molekulnya besar, misalnya alkaloida, toksin bakteri atau
zat-zat beracun yang berasal dari makanan (Tjay dan Rahardja, 2002).
F. Sasaran Terapi dan Pengobatan Antidiare
Diare yang diakibatkan infeksi umumnya dapat sembuh dengan sendirinya.
Mengurangi sakit dan mengembalikan hilangnya cairan dan elektrolit umumnya mampu
mengatasi diare yang ringan hingga sedang. Pengaturan awal bagi orang dewasa dan
anak-anak perlu dipusatkan pada penggantian cairan dan elektrolit dengan cairan oral
dalam dosis yang tepat. Secara simultan, menghilangkan rasa sakit karena diare
sebenarnya dapat dicapai dengan menggunakan obat antidiare yang bukan berasal dari
resep dokter, seperti loperamid untuk pasien-pasien tertentu. Sistem pencernaan
umumnya akan sembuh dan berfungsi normal kembali antara 24 sampai 72 jam tanpa
pengobatan tambahan, sedangkan diare yang cukup parah membutuhkan pemeriksaan
dan perawatan medis (Longe, 2005).
Sasaran terapi antidiare antara lain menjaga keseimbangan cairan, elektrolit dan
asam-basa, memberi terapi untuk simptomnya, menghilangkan penyebabnya dan
mengobati penyakit penyertanya (DiPiro, 1997). Akibat negatif diare adalah gangguan
absorbsi yang menyebabkan terjadinya dehidrasi dan malnutrisi. Dehidrasi dan malnutrisi
ini yang menjadi penyebab utama kematian pada kasus diare. Oleh sebab itu, selain
pengobatan untuk menghentikan diare seharusnya dilakukan upaya lain yaitu rehidrasi
Dehidrasi sebenarnya dibagi menjadi 3 macam, yakni dehidrasi ringan,
dehidrasi sedang, dan dehidrasi berat. Disebut dehidrasi ringan jika cairan tubuh yang
hilang 5%. Jika cairan yang hilang sudah lebih dari 10% disebut dehidrasi berat
(Widjaya, 2002).
Tabel II. Penilaian derajat dehidrasi penderita diare (Anonim, 2000b) Penilaian Tanpa Dehidrasi Dehidrasi
ringan/sedang Dehidrasi berat Keadaan umum Mata Air mata Mulut, lidah Rasa haus Kekenyalan kulit Baik Normal Ada Basah Minum biasa Normal Gelisah, rewel Cekung Tidak ada Kering Sangat haus Kembali lambat
Lesu, tidak sadar Sangat cekung Tidak ada Sangat kering
Malas/tidak bisa minum Kembali sangat lambat
Sewaktu diare, sering terjadi gangguan gizi dengan akibat terjadinya penurunan
berat badan dalam waktu yang singkat. Hal ini disebabkan karena :
1. makanan sering dihentikan karena takut diare dan muntah menjadi bertambah hebat,
2. pada anak-anak walaupun susu diteruskan, sering diberikan dengan pengenceran, dan
susu encer ini diberikan terlalu lama,
3. makanan yang diberikan tidak dapat dicerna dan diabsorpsi dengan baik karena
adanya hiperperistaltik.
Terdapat 5 tujuan terapi diare (Longe dan Di Piro, 2005), yaitu :
1. memperbaiki atau mencegah kehilangan cairan dan elektrolit dan gangguan asam
basa,
2. rehidrasi dengan memberikan oralit sebagai upaya rehidrasi oral,
4. mengidentifikasi dan mengobati diare, jika dimungkinkan,
5. mengontrol penyakit lain yang juga diderita oleh pasien selain diare.
Terapi terhadap diare harus disesuaikan dengan penyebabnya. Penanganan
terapeutik yang sesuai adalah penggantian cairan dan elektrolit secukupnya. Pada
umumnya cukup diberikan limun secara oral yang mengandung gula dengan pemanbahan
garam dapur atau diberikan larutan glukosa-elektrolit yang diminum, yang biasa dikenal
sebagai oralit (Mutschler, 1991). Oralit tidak menghentikan diare, tetapi menggantikan
cairan tubuh yang hilang bersama tinja. Dengan menggantikan cairan tubuh tersebut
terjadinya dehidrasi dapat dihindarkan (Djamhuri, 1995).
Terapi pilihan yang dapat dilakukan berdasarkan World Gastroenterology
Organisation (WGO) practice guideline dapat meliputi rehidrasi dengan menggunakan
cairan oralit (oral rehydration salt = ORS), terapi suplemen yang mengandung Zinc,
multivitamin, dan mineral; melakukan diet, pemberian antidiare nonspesifik,
antimikrobia.
G. Metode Uji Antidiare
Pada penelitian mengenai antidiare diketahui ada dua metode uji yang dapat
digunakan, yaitu :
1. metode proteksi terhadap diare oleh Oleum Ricini
Prinsip yang digunakan pada metode ini adalah kandungan utama dari Oleum Ricini,
yakni trigliserida dari asam risinoleat akan mengalami hidrolisis di dalam usus halus
oleh lipase pankreas menjadi gliserin dan asam risinoleat. Sebagai surfaktan anionik,
menstimulasi peristaltik usus sehingga berkhasiat sebagai laksansia berdasarkan kerja
ini. Obat yang berkhasiat antidiare akan dapat melindungi hewan percobaan mencit
terhadap diare yang diinduksi dengan Oleum Ricini tersebut (Anonim, 1991).
2. metode transit intestinal
Metode ini dapat digunakan untuk mengevaluasi aktivitas obat antidiare, laksansia,
dan antispamodik. Evaluasi didasarkan pada pengaruhnya pada rasio jarak usus yang
ditempuh oleh suatu marker dalam waktu tertentu terhadap panjang usus keseluruhan
pada hewan percobaan mencit atau tikus (Anonim, 1991).
Diare yang diinduksi dengan Oleum Ricini diakibatkan oleh aksi asam risinoleat
yang merupakan hasil hidrolisis Oleum Ricini (Iwao and Terada, 1962, Watson and
Gordon, 1962 cit Vogel, 2002). Oleum Ricini mengubah keseimbangan transport air dan
elektrolit menjadi keadaan hipersekresi (Ammon et.al, 1974 cit Vogel, 2002). Pada
akhirnya hipersekresi yang diakibatkan oleh Oleum Ricini dapat mensentisisasi sel-sel
intramural dari usus (Vogel, 2002). Obat yang berkhasiat antidiare akan dapat melindungi
hewan percobaan mencit terhadap diare yang diinduksi dengan Oleum Ricini tersebut
(Anonim, 1991).
Dari kedua metode tersebut, pada penelitian ini penulis menggunakan metode
proteksi terhadap diare oleh Oleum Ricini. Alasan penulis memilih metode ini karena
cara kerja metode ini, cara menentukan hasil penelitian, serta menganalisa data hasil
penelitian lebih sederhana, mudah, dan metode ini belum pernah dilakukan pada
H. Tannin
Tanin terdapat luas dalam tumbuhan berpembuluh, dalam angiospermae terdapat
khusus dalam jaringan kayu. Menurut batasannya, tanin dapat bereaksi dengan proteina
membentuk kopolimer mantap yang tak larut air. Dalam industri, tanin adalah senyawa
yang berasal dari tumbuhan, yang mampu mengubah kulit hewan yang mentah menjadi
kulit siap pakai karena kemampuannya menyambung-silang proteina (Harborne, 1987).
Secara fitokimia, tanin dapat diklasifikasikan menjadi dua golongan utama, yaitu
tanin yang dapat dihidrolisis dan tanin yang dapat dikondensasi (prosianidin atau
proantosianidin). Tanin yang dapat dihidrolisis biasanya terdiri dari sebuah molekul inti
glukosa yang terikat dengan molekul-molekul asam gallik (gallitanin) atau asam
heksahidroksidifenil (ellagitanin). Tanin yang dapat dikondensasi adalah polimer flavan
dimana tidak mudah dihidrolisa. Biasanya terdiri dari molekul-molekul katekin dan
epikatekin yang tergabung karena adanya ikatan karbon-karbon (Mills dan Kerry, 2000).
Tabel III. Penggolongan tanin tumbuhan (Harborne, 1987)
Tata nama Struktur
Tanin yang dapat dikondensasi
Proantosianidin* (atau flavolan) Oligomer katekin dan flavan-3,4-diol Tanin yang dapat dihidrolisis
Galotanin Elagitanin
Ester asam galat dan glukosa
Ester asam heksadihidroksidifenat dan glukosa * Istilah leukoantosianidin (atau leukoantosianidin) dahulu dipakai secara luas untuk tanin ini, tetapi sekarang penggunaannya terbatas pada flavan-3,4-diol monomer.
Tanin yang dapat terkondensasi hampir terdapat semesta di dalam paku-pakuan
dan gimnospermae, serta tersebar luas dalam angiospermae, terutama pada jenis
tumbuh-tumbuhan berkayu. Sebaliknya, tanin yang dapat dihidrolisis penyebarannya dalam suku
yang nisbi sedikit. Tetapi kedua jenis tanin itu dijumpai bersamaan dalam tumbuhan yang
Beberapa kemungkinan efek farmakologis yang ditimbulkan oleh tanin pada saat
melewati saluran pencernaan dalam dilihat pada gambar 5.
Tempat Kandungan kimia Efek
Gambar 5. Siklus tanin dalam saluran pencernaan (Mills dan Kerry, 2000)
Tanin bersifat mengendapkan zat putih telur dan berkhasiat sebagai adstringens,
yaitu dapat meringankan diare dengan menciutkan selaput lendir usus (Tjay dan
Rahardja, 2002). Ketika tanin kontak dengan membran mukosa, tanin akan bereaksi
dengan protein pada mukus dan sel-sel epitel dari mukosa membentuk ikatan silang.
Akibatnya mukosa menjadi lebih rapat dan kurang permeabel. Adstringensia mampu Perut
Usus halus
Usus besar
Rongga mulut Tanin
meningkatkan proteksi membran terhadap mikroorganisme dan zat-zat iritan (Mills dan
Kerry, 2000).
Reaksi samping dari tanin akan muncul hanya ketika tanin dipergunakan dalam
jumlah yang signifikan dalam dosis tinggi. Tanin dengan dosis tinggi akan meningkatkan
sifat astringensnya pada membran mukosa yang mengalami iritasi sehingga kekakuan
dari membran mukosa akan semakin meningkat. Penambahan asam tanin, tanin yang
dapat terhidrolisis pada larutan barium sulfat dapat menyebabkan terjadinya hepatotoksik
akut. Tanin juga mempunyai sifat karsinogenik ketika diinjeksikan secara subkutan
(Mills dan Kerry, 2000).
I. Loperamide Hydrochlorida
Loperamide mencegah kemampuan peristaltik oleh otot pada saluran pencernaan
dengan interaksi kolinergik maupun non kolinergik dari tanggapan mekanisme saraf
untuk menunjukkan gerakan peristaltik secara refleks. Loperamide menekan reseptor
opiat pada dinding usus, mengurangi gerakan peristaltik dan menambah waktu transit di
saluran pencernaan. Loperamide juga menambah kemampuan menahan pada saluran
pengeluaran. Loperamide menunjukkan kemampuan mencegah sekresi cairan dan
elektrolit pada saluran pencernaan (Dollery, 1991).
Loperamide menunjukkan efek antidiare dengan kombinasi aksi pada otot halus
dalam saluran pencernaan dan mempengaruhi efek sekresi. Namun, Loperamide tidak
menunjukkan pengaruh pada flora saluran pencernaan. Loperamide adalah senyawa
dengan daya antidiare yang menunjukkan pengaruh secara langsung pada saluran
memperlihatkan efek yang lebih cepat, lebih panjang dan lebih tepat pada saluran
pencernaan (Dollery, 1991).
Loperamide sangat popular, efektif dan merupakan obat antidiare yang aman
untuk meringankan gejala diare akut dan diare spesifik (Longe, 2005). Obat yang
termasuk antimotilitas ini dapat digunakan pada pasien yang mengalami diare akibat
gangguan motilitas.
1. Mekanisme aksi, Loperamide merupakan turunan opiat yang mempunyai efek
antidiare dengan menstimuli reseptor µ opioid yang berlokasi di otot sirkulasi
intestinal. Aksinya yaitu menghambat motilitas saluran cerna, membantu
mengabsorspi cairan dan elektrolit melalui saluran cerna.
2. Indikasi, Loperamide efektif sebagai agen antidiare yaitu diare perjalanan, diare akut
nonspesifik, atau diare kronik yang dihubungkan dengan adanya peradangan pada
perut. Tidak diindikasikan untuk anak-anak di bawah umur 6 tahun dan juga pada
diare berdarah.
3. Efek samping yaitu rasa pusing dan konstipasi. Efek samping lainnya yaitu nyeri
abdominal, nyeri distension, mual, muntah, mulut kering, kelelahan dan reaksi
hipersensitivitas. Apabila terjadi distensi abdominal, konstipasi dan ileus, penggunaan
Loperamide dihentikan.
4. Interaksi obat, jarang dilaporkan, tetapi Loperamide dapat meningkatkan efek
penekan sistem saraf pusat.
Kontraindikasi, Loperamide tidak digunakan untuk pasien yang fecal leukosit,
Pada orang dewasa, Loperamide HCl diberikan dengan dosis awal 4mg, diikuti
2mg diberikan setelah buang air besar. Pada anak-anak berusia 4-8 tahun, diberikan 1 mg
setiap 3 atau 4 jam sehari sampai diare dapat diatasi. Pada anak-anak diatas 8 tahun
diberikan dosis 2 mg setiap 4 jam sehari sampai diare dapat diatasi. Pada kasus diare
kronik, penderita dewasa memerlukan penanganan Loperamide dengan dosis yang
berbeda-beda untuk setiap penderita, menurut kebutuhannya. Dosis awal biasanya antara
4 mg sampai 8 mg per hari. Pada kasus tertentu Loperamide dapat diberikan dengan dosis
terapi yang sesuai menurut respon penderita, sampai dosis maksimum 16 mg per hari
(Dollery, 1991).
Loperamide di metabolisme secara luas di hati. Perjalanan eliminasinya adalah
0,63 – 1,4% dalam urine, 58% diekskresi dalam empedu (pada tikus) dan 15 – 23%
dalam feses. Pada sirkulasi enterohepatik akan diekskresi pada tiga hari setelah
penggunaan (Dollery, 1991).
J. Oleum Ricini
Minyak jarak adalah minyak lemak yang diperoleh dari biji Ricinus communis
Linne (Familia Euphorbiaceae), tidak mengandung bahan tambahan. Pemerian : Cairan
kental, transparan, kuning pucat atau hampir tidak berwarna; bau lemah, bebas dari bau
asing dan tengik; rasa khas. Kelarutan : larut dalam etanol,; dapat bercampur dengan
etanol mutlak, dengan asam asetat glacial, dengan kloroform dan dengan eter (Anonim,
1995).
Minyak kastor diperas dari biji pohon jarak Ricinus communis dan mengandung
bagian atas (di lambung dan usus halus), trigliserida ini dihidrolisis oleh enzim lipase
untuk membebaskan asam risinoleat, suatu analog hidroksilasi dari asam oleat. Asam
risinoleat inilah yang bekerja lokalpada mukosa usus untuk memperlancar pergerakan
cairan dalam lumen usus besar (Anonim, 2008).
(CH2)5 CH
OH
CH2 C C
H H
(CH2)7 H3C
COOH
Gambar 6. Struktur asam risinoleat (Mutschler, 1986)
Termasuk dalam golongan pencahar rangsang. Bekerja pada sel-sel ”crypt”
mukosa usus dengan membuka ”kanal klorida” yang memberi peluang untuk pergerkan
klorida, natrium, dan air ke dalam lumen usus. Kanal klorida dari sel-sel enterocytes
(selyangada di mukosa usus) diatur oleh cAMP intraseluler. Oleh karena itu, banyak
pencahar rangsang yang secara langsung maupun tidak langsung diperkirakan dapat
menstimulasi aktivitas adenilat siklase sehingga meningkatkan konsentrasi cAMP dalam
sel-sel ”crypt”. Pencahar rangsang dalam lumen usus menimbulkan akumulasi cairan
dan isi usus menjadi cair sehingga mengalir cepat dalam usus (Anonim, 2008).
Efeknya (mulai kerja) cepat dan dapat terlihat dalam waktu 2-6 jam. Dalam
dosis 4 ml sudah dapat memberikan efek pencahar. Dosis dewasa yang dianjurkan
adalah 15-60 ml sedangkan untuk anak-anak 5-15 ml (Anonim, 2008).
K. Landasan Teori
Diare adalah buang air besar dengan frekuensi tiga kali atau lebih per hari
(Markum, 1999). Dalam pustaka (Anonim, 2007) yang ditemukan diketahui bahwa
daging buah salak pondoh (Zalacca edulis Reinw) mengandung tanin, saponin dan
flavonoid di dalamnya. Tanin dalam hal antidiare dapat berperan sebagai astringent yang
berfungsi untuk menciutkan lapisan permukaan usus, sehingga mengurangi kepekaan
sekresi yang dapat menekan peristaltik usus (Tjay dan Rahardja, 2002). Dengan adanya
kandungan tanin dalam daging buah salak pondoh (Zalacca edulis Reinw) dapat menjadi
dugaan awal bahwa daging buah salak pondoh dapat berperan sebagai antidiare.
L. Hipotesis
Sari daging buah salak pondoh (Zalacca edulis Reinw) memiliki efek sebagai
33 BAB III
METODE PENELITIAN
A. Jenis dan Rancangan Penelitian
Penelitian daya antidiare sari buah salak pondoh pada mencit dengan metode
proteksi oleh Oleum Ricini ini merupakan jenis penelitian eksperimental murni, dimana
dilakukan perlakuan terhadap subjek uji dan bersifat eksploratif, yaitu untuk mengetahui
pengaruh pemberian sari buah salak pondoh terhadap efek antidiare.
Rancangan penelitian yang digunakan adalah rancangan acak lengkap pola
searah. Termasuk penelitian rancang lengkap karena variable yang terdapat dalam
penelitian ini sudah diperhitungkan sebelumnya baik bahan uji, sampel uji maupun
hewan uji. Termasuk pola searah karena variable bebas pada penelitian ini hanya ada satu
yaitu dosis sari daging buah salak pondoh (Zalacca edulis Reinw), yang menentukan
variabel tergantungnya, yaitu efek antidiare yang ditunjukkan dengan parameter frekuensi
diare, waktu terjadinya diare, jangka waktu berlangsungnya diare, konsistensi dan bobot
feses.
B. Variabel dalam Penelitian 1. Variabel utama
Penelitian ini mempunyai variable utama, sebagai berikut :
a. Variabel bebas, yaitu dosis sari daging buah salak pondoh (Zalacca edulis
Reinw)
b. Variabel tergantung, yaitu daya antidiare yang ditunjukkan oleh sari daging
c. waktu terjadinya diare, jangka waktu berlangsungnya diare, konsistensi dan
bobot feses
2. Variabel pengacau
a. Variabel pengacau terkendali meliputi :
jenis kelamin : betina
berat badan : kurang lebih 20-30 gram
galur : mencit putih Swiss
umur : 2-3 bulan
b. Variabel pengacau tak terkendali meliputi : status kesehatan, cahaya,
kelembaban.
C. Definisi Operasional
1. Diare adalah keadaan defekasi encer lebih dari tiga kali sehari dengan atau tanpa
darah dan/atau lendir dalam feses
2. Salak (Zalacca edulis L. atau S. Zalacca Gaertn. Voss.) merupakan buah tropis asli
Indonesia yang banyak tersebar di seluruh Kepulauan Nusantara. Tanaman salak
termasuk keluarga palem-paleman (Arecaceae). Ciri khas dari tanaman ini adalah
tulang daun atau pelepahnya yang berduri tajam. Buah salak yang bertandan muncul
dari dalam pelepah daun. Kulit buah salak seperti sisik yang tersusun membungkus
daging buah. Dalam penelitian ini digunakan sebagai sampel uji.
3. Kandungan utama dari Oleum Ricini, yakni trigliserida dari asam risinoleat akan
mengalami hidrolisis di dalam usus halus oleh lipase pankreas menjadi gliserin dan
asam risinoleat. Sebagai surfaktan anionik, zat ini bekerja mengurangi absorpsi neto
laksansia berdasarkan kerja ini. Obat yang berkhasiat antidiare akan dapat melindungi
hewan percobaan mencit terhadap diare yang diinduksi dengan Oleum Ricini
tersebut.
4. Onset diare (waktu terjadinya diare), dihitung setelah pemberian Oleum Ricini secara
per oral hingga mencit mengeluarkan feses dalam konsistensi cair untuk pertama
kalinya (mencit menderita diare).
5. Durasi diare dihitung dari waktu mencit pertama kali mengeluarkan feses dengan
konsistensi cair sampai mencit pertama kali mengeluarkan feses dengan konsistensi
yang normal atau solid atau hingga waktu pengamatan berakhir.
6. Frekuensi diare diamati selang 30 menit sampai 4 jam, kemudian selang 1 jam sampai
6 jam setelah pemberian oleum ricini. Pengamatan untuk mengetahui berapa kali
mencit mengalami diare.
7. Konsistensi feses digunakan sebagai parameter semi kuntitatif untuk melihat
konsistensi feses hewan uji mencit setelah diinduksi dengan Oleum Ricini dan untuk
melihat sejauh mana kemampuan obat antidiare dalam mempertahankan konsistensi
feses hewan uji mencit.
8. Bobot feses digunakan sebagai parameter semi kuntitatif untuk melihat berapa bobot
feses cair hewan uji mencit setelah diinduksi dengan Oleum Ricini.
D. Bahan Penelitian
Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini terbagi menjadi dua
1. Bahan utama
a. Bahan uji; digunakan daging buah salak pondoh (Zalacca edulis Reinw), yang
diperoleh dari Turi, Sleman, Yogyakarta.
b. Hewan uji; diguanakan mencit putih Swiss betina dewasa sehat berumur 2-3
bulan dengan berat badan 20-25 gram sebanyak sepuluh ekor setiap kelompok
perlakuan.
2. Bahan kimia
a. Aquadest; diperoleh dari Laboratorium Farmakologi-Toksikologi Fakultas
Farmasi Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta.
b. Loperamid HCl; diperoleh dari Apotek Master, Yogyakarta, dengan merk dagang
Immodium® (Janssen-Cilag).
c. CMC Na; diperoleh dari Laboratorium Farmakologi-Toksikologi Fakultas
Farmasi Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta.
d. Oleum Ricini dengan merk MKR Chemical; diperoleh dari Laboratorium
Farmakologi-Toksikologi Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma,
Yogyakarta.
E. Alat Penelitian
Alat-alat gelas (beaker gelas, gelas ukur, pengaduk, labu takar, mortir dan
stamper, pipet tetes), kandang mencit, kotak kaca, timbangan analitik merk Metller
AE200, timbangan merk Metller PM600, spuit per oral, blender, pisau, stopwacth,
F. Tata Cara Penelitian 1. Pengumpulan bahan
Bahan atau sampel buah salak pondoh (Zalacca edulis R.) yang diambil atau
dipetik adalah buah yang sudah tua yang siap panen, yaitu buah yang berwarna coklat
kehitaman. Buah salak ini diambil dari daerah Turi, Sleman, Yogyakarta.
2. Penentuan dosis sari buah salak pondoh
Penentuan dosis sari buah salak pondoh ini ditetapkan berdasarkan orientasi,
karena belum ada keterangan empiris tentang dosis sari buah salak pondoh sebagai
antidiare. Karena konsentrasi sari buah salak pondoh tidak dapat dipekatkan lagi, maka
peringkat dosis dilakukan menggunakan peringkat volume, yaitu 0,25 ml; 0,50 ml; dan
1,00 ml.
Langkah awal yang dilakukan adalah menentukan konsentrasi sari buah salak
pondoh, yakni dengan cara menimbang 20 buah salak pondoh tanpa kulit dan biji satu per
satu kemudian dihitung rata-ratanya. Satu per satu buah salak tersebut disarikan dan
dihitung rata-rata sari buah salak pondoh yang dapat diambil. Dari perhitungan diperoleh
rata-rata buah salak adalah 41,108 gram, dan dapat diambil sarinya sebanyak 7,47 ml
a. perhitungan untuk dosis terapi Dosis = BB V C× = kg ml 02 , 0 5 , 0 1×
= 25 ml/kg BB
b. perhitungan untuk dosis rendah
Dosis = BB V C× = kg ml 02 , 0 25 , 0 1×
= 12,5 ml/kg BB
c. perhitungan untuk dosis tinggi
Dosis = BB V C× = kg ml 02 , 0 00 , 1 1×
= 50 ml/kg BB
3. Pembuatan CMC Na 1%
Pembuatan CMC Na 1%, dilakukan dengan menimbang 1 gram CMC Na
(Carboxy Methyl Cellulose Natrium). Kemudian CMC Na ditaburkan diatas aquadest
larutan CMC Na kemudian dimasukkan dalam labu takar (100 ml) dan kemudian
ditambahkan aquadest hingga tanda.
4. Perlakuan terhadap hewan uji
Dalam penelitian ini digunakan 60 ekor mencit yang terbagi secara acak dalam 6
kelompok perlakuan. Setiap kelompok perlakuan terdiri dari 10 ekor mencit yang
dipelihara dalam kondisi yang sama.
Kelompok I : kelompok kontrol negatif, diberi aquadest secara oral.
Kelompok II : kelompok kontrol positif, diberi larutan Loperamid secara oral, dengan
dosis 0,728 mg/g BB.
Kelompok III : kelompok uji I, diberi sari buah salak pondoh, secara oral dengan dosis
12,5 ml/kg BB. <