• Tidak ada hasil yang ditemukan

Dosis efektif antidiare sari buah salak pondoh (zallaca edulis reinw) pada mencit dengan metode proteksi oleh oleum recini - USD Repository

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "Dosis efektif antidiare sari buah salak pondoh (zallaca edulis reinw) pada mencit dengan metode proteksi oleh oleum recini - USD Repository"

Copied!
180
0
0

Teks penuh

(1)

DOSIS EFEKTIF ANTIDIARE SARI BUAH SALAK PONDOH (Zallaca edulis

Reinw) PADA MENCIT DENGAN METODE PROTEKSI OLEH OLEUM RICINI

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm.)

Program Studi Ilmu Farmasi

Oleh :

Katarina Gayatri Wulansari NIM : 058114050

FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS SANATA DHARMA

(2)

i

DOSIS EFEKTIF ANTIDIARE SARI BUAH SALAK PONDOH (Zallaca edulis

Reinw) PADA MENCIT DENGAN METODE PROTEKSI OLEH OLEUM RICINI

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm.)

Program Studi Ilmu Farmasi

Oleh :

Katarina Gayatri Wulansari NIM : 058114050

FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS SANATA DHARMA

(3)

ii

DOSIS EFEKTIF ANTIDIARE SARI BUAH SALAK PONDOH (Zallaca edulis

Reinw) PADA MENCIT DENGAN METODE PROTEKSI OLEH OLEUM RICINI

Yang diajukan oleh : Katarina Gayatri Wulansari

NIM : 058114050

Skripsi ini telah disetujui oleh :

Pembimbing I

Ipang Djunarko, S.Si, Apt.

(4)

iii

Pengesahan Skripsi Berjudul

DOSIS EFEKTIF ANTIDIARE SARI BUAH SALAK PONDOH (Zallaca edulis

Reinw) PADA MENCIT DENGAN METODE PROTEKSI OLEH OLEUM RICINI

Oleh :

Katarina Gayatri Wulansari NIM : 058114050

Dipertahankan di hadapan Panitia Penguji Skripsi Fakultas Farmasi

Universitas Sanata Dharma Pada tanggal : 19 Agustus 2009

Mengetahui Fakultas Farmasi

Pembimbing I :

Ipang Djunarko, S.Si, Apt Panitia Penguji :

1. Ipang Djunarko, S.Si, Apt 2. Yosef Wijoyo, M.Si., Apt.

(5)

iv

LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS

Yang bertanda tangan dibawah ini, saya mahasiswa Universitas Sanata Dharma : Nama : Katarina Gayatri Wulansari

Nomor Mahasiswa : 058114050

Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma karya ilmiah saya yang berjudul :

DOSIS EFEKTIF ANTIDIARE SARI BUAH SALAK PONDOH (Zallaca edulis

Reinw) PADA MENCIT DENGAN METODE PROTEKSI OLEH OLEUM RICINI Beserta perangkat yang diperlukan (bila ada). Dengan demikian saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan, mengalihkan dalam bentuk media lain, mengelolanya dalam bentuk pangkalan data, mendiatribusikan secara terbatas, dan mempublikasikannya di Internet atau media lain untuk kepentingan akademis tanpa perlu meminta izin dari saya maupun memberikan royalti kepada saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis.

Demikian pernyataan ini yang saya buat dengan sebenarnya. Dibuat di Yogyakarta

Pada tanggal 20 Agustus 2009

Yang menyatakan,

(6)

v

Terima kasih...

Telah mengajariku membedakan yang benar dan yang salah Mendorongku untuk mempertahankan mimpi-mimpiku Menunjukkan kepadaku untuk tidak terpengaruh oleh rintangan

Mengubah kebingunganku menjadi senyuman Mengubah keputusasaanku menjadi harapan

Terima kasih...

Telah menunjukkan bahwa kalian menyayangiku Menunjukkan bahwa betapa istimewanya kebersamaan kita

Menghapuskan air mataku kala aku sedih Menenangkanku kala aku marah

Terima kasih...

Atas segala yang kalian lakukan untukku Entah apa jadinya diriku tanpa kalian

I LOVE YOU ALL

(7)

vi

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA

Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang saya tulis ini tidak

memuat karya orang lain, kecuali yang telah disebutkan dalam kutipan dan daftar

pustaka, sebagaimana layaknya karya ilmiah.

Yogyakarta, Juni 2009

Penulis,

(8)

vii PRAKATA

Segenap puji dan syukur penulis haturkan kepada Tuhan Yesus Kristus atas

segala penyertaan, kekuatan, kesabaran, kebijaksanaan, berkat dan karunia yang

dilimpahkanNya pada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang

berjudul “Dosis Efektif Antidiare Sari Buah Salak Pondoh (Zallaca Edulis Reinw) Pada

Mencit Dengan Metode Proteksi Oleh Oleum Ricini” dengan tepat waktu. Skripsi ini

disusun untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Farmasi (S.Farm)

pada Program Studi Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

Penulis telah mendapatkan pendampingan, penyertaan, dukungan dan segala

bentuk bantuan dari berbagai pihak dalam penyusunan skripsi ini. Oleh karena itu penulis

ingin mengucapkan terima kasih kepada :

1. Program Kreatifitas Mahasiswa Penelitian (PKMP) Dikti dan Fakultas Farmasi

Universitas Sanata Dharma Yogyakarta yang telah sangat membantu penelitian

ini sehingga dapat terlaksana dengan baik.

2. Rita Suhadi, M.Si., Apt, selaku Dekan Fakultas Farmasi Universitas Sanata

Dharma Yogyakarta.

3. Ipang Djunarko, S.Si, Apt, selaku dosen pembimbing skripsi. Terima kasih atas

segala bimbingan dan arahan yang diberikan kepada penulis selama penyusunan

skripsi ini, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik dan tepat

pada waktunya.

4. Yosef Wijoyo, M.Si., Apt., selaku dosen penguji skripsi. Terima kasih atas saran

(9)

viii

5. Drs. Mulyono, Apt., selaku dosen penguji skripsi. Terima kasih atas saran dan

nasehat serta canda tawa yang dapat mencairkan suasana selama ujian skripsi

berlangsung.

6. Segenap dosen dan karyawan di Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma

Yogyakarta.

7. Mas Anang, terima kasih untuk buah salak pondohnya.

8. LPPT UGM. Terima kasih sudah mensuplai mencit untuk kelancaran skripsi ini.

9. Nenek, Bapak, dan Ibu atas segala bantuan, dukungan, kasih, doa, dan

penyertaannya di sepanjang hidup penulis. Segalanya yang telah diberikan kepada

penulis membuat penulis mampu bertahan untuk menyelesaikan tugas ini. Terima

kasih tetap menjadikan penulis terlalu berharga justru disaat penulis paling buruk

dan terpuruk.

10.Veronika Yuli Anggraeni, satu-satunya adik kandung penulis. Terima kasih atas

segala bentuk bantuan dan dukunganmu, mendengar keluhan penulis, tertawa

bersama dan menemani penulis disaat sendiri menumpahkan air mata. Jadilah

lebih indah dan lebih baik melebihi penulis, karena penulis yang selalu

menyayangimu.

11.Keluarga besar Mbah Abu Sudir dan Mbah Hadi dimanapun berada. Penulis tahu

doa dan dukungan tidak pernah berhenti mengalir untuk kelulusan penulis ini.

12.Tri Prasetyo Adi, terima kasih atas kebersamaan kita selama ini.

13.Teman-teman sekelompok penelitian, Bernadetta Eka Niasari dan Maria Paulina

(10)

ix

14.Fransisca Romana Dyah K., teman seperjuangan penulis yang tak pernah berhenti

menguatkan penulis. Terima kasih sudah menjadi teman dan sekaligus pendengar

setia segala masalah penulis

15.Teman-teman penulis, Lia, Ade, Tyas, Suci, Berto, Made, Fian, Dani, Nixon,

Inus, Feli, Rias, dan segenap mahasiswa angkatan 2005 Fakultas Farmasi

Universitas Sanata Dharma khususnya minat FST.

16.Teman-teman kost penulis, terima kasih untuk kebersamaan, dukungan, dan

keceriaan kalian selama ini, teristimewa untuk mbak Ika, mbak Indah, mbak Ida,

Ika, dan Wening.

17.Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu yang telah membantu

penulis selama penelitian maupun penyusunan skripsi ini.

Dengan segenap kerendahan hati penulis menyadari sepenuhnya bahwa skripsi ini

masih jauh dari sempurna, oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang

bersifat menyempurnakan dan membangun.

Akhirnya penulis berharap semoga hasil penelitian ini dapat bermanfaat bagi semua

pihak, baik bagi penulis sendiri, bagi pengembangan ilmu kefarmasian khususnya dan

ilmu pengetahuan pada umumnya.

(11)

x INTISARI

Telah dilakukan penelitian mengenai Dosis Efektif Antidiare Sari Buah Salak Pondoh (Zallaca edulis Reinw) Pada Mencit Dengan Metode Proteksi Oleh Oleum Ricini. Sampel yang diujikan pada penelitian ini adalah buah salak pondoh. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk membuktikan khasiat sari buah salak pondoh (Zallaca edulis Reinw) agar dapat digunakan sebagai terapi yang efektif dalam kehidupan sehari-hari. Selain itu juga untuk mengetahui seberapa besar daya antidiare yang terkandung didalamnya.

Pada penelitian ini digunakan metode proteksi oleh Oleum Ricini. Penelitian ini termasuk jenis penelitian eksperimental murni bersifat eksploratif dengan menggunakan rancangan penelitian acak lengkap pola searah. Subyek uji yang digunakan adalah mencit putih betina galur Swiss, berumur 2-3 bulan dengan berat badan 20-25 gram. Pada proses penelitian digunakan 60 ekor mencit yang dibagi secara acak dalam 6 kelompok, yaitu kelompok kontrol positif, kontrol negatif, tiga kelompok uji dengan tiga peringkat dosis berturut-turut 12,5 ml/kg BB; 25 ml/kg BB; 50 ml/kg BB, dan kelompok CMC Na 1%. Bahan uji dibuat dalam sediaan sari, diberikan secara oral. Selang 1 jam, hewan uji diberi Oleum Ricini dengan volume 0,5 ml/20 g BB mencit secara oral. Pengamatan dilakukan tiap 30 menit selama 4 jam dan selang 1 jam sampai 6 jam, meliputi waktu terjadinya diare, jangka waktu berlangsungnya diare, konsistensi dan bobot feses dievaluasi masing-masing secara statistik dengan metode anova dan uji t, dan frekuensi diare dapat diuji dengan uji non-parametrik.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa sari buah salak pondoh memberikan aktivitas sebagai antidiare. Dari hasil yang diperoleh, maka dosis 50 ml/kg BB merupakan dosis efektif untuk antidiare pada mencit. Dosis yang diperlukan untuk manusia 70 kg adalah sebesar 18945 ml/70kg BB atau 270,64 ml/kg BB.

(12)

xi

ABSTRACT

It has been conducted a research about The Effective Dose Antidiarrhea of Salak Pondoh Extract (Zallaca edulis Reinw) Toward Mice with Protection by Oleum Ricini Method. The sample tested in this research was Salak Pondoh fruit (Zallaca edulis Reinw). This research aimed to prove effect of Salak Pondoh fruit (Zallaca edulis Reinw) in order to be used as effective therapy in everyday life. Moreover, this research aimed to knowing the antidiarrhea effect of the fruit.

This research was using protection by Oleum Ricini method. The type of the research was explorative pure experimental research with one way pattern random design. The test subject were white mice of healthy Swiss family, 2-3 month old, and their weight 20-30 gram. In the process of the research was using 60 mice randomly divided into 6 groups – negative control group, positive control group, an three test group – with three phase dose of 12,5 ml/kg BW; 25 ml/kg BW; dan 50 ml/kg BW, and CMC Na 1% group. Test material was made in juice form, administered to each mice. After an hour, take 0,5ml/20g WB of Oleum Ricini by oral. Observation include onset, duration, consistency, frecuency, and weight of the feces.

The result data showed that salak pondoh fruit has the antidiarrhea effect. Dose 50 ml/kg BB is the effective dose for antidiarrhea. Dose in human 70 kg is 18945 ml/70kg BB or 270,64 ml/kg BB.

(13)

xii

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING...ii

HALAMAN PENGESAHAN...iii

HALAMAN PERSETUJUAN PUBLIKASI...iv

HALAMAN PERSEMBAHAN...v

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA... vi

PRAKATA...vii

INTISARI...x

ABSTRACT... xi

DAFTAR ISI...xii

DAFTAR TABEL...xvi

DAFTAR GAMBAR...xvii

DAFTAR LAMPIRAN...xviii

BAB I. PENGANTAR...1

A. Latar Belakang...1

1. Permasalahan...4

2. Keaslian penelitian...4

3. Manfaat penelitian...6

B. Tujuan Penelitian...6

BAB II. PENELAHAAN PUSTAKA...7

A. Obat Tradisional...7

(14)

xiii

C. Salak...10

1. Sistematika tanaman...11

2. Morfologi...11

3. Nama Daerah...12

4. Sentra penanaman...13

5. Kegunaan dan kandungan...13

6. Hasil penelitian tentang buah salak...13

D. Diare...14

1. Definisi diare...14

2. Penyebab diare...16

3. Tanda dan gejala diare...18

4. Patofisiologi...20

E. Antidiare...20

F. Sasaran Terapi dan Pengobatan Antidiare...22

G. Metode Uji Antidiare...24

H. Tanin...26

I. Loperamide Hydrochloride...28

J. Oleum Ricini...30

K. Landasan Teori...31

L. Hipotesis...32

BAB III. METODE PENELITIAN...33

A. Jenis dan Rancangan Penelitian...33

(15)

xiv

1. Variabel utama...33

2. Variabel pengacau...34

C. Definisi Operasional...34

D. Bahan Penelitian...35

1. Bahan utama...36

2. Bahan kimia...36

E. Alat Penelitian ...36

F. Tata Cara Penelitian...37

1. Pengumpulan bahan...37

2. Penentuan dosis sari buah salak pondoh...37

3. Pembuatan CMC Na 1%...38

4. Perlakuan terhadap hewan uji...39

5. Skema kerja...39

G. Analisis Hasil...40

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN...41

A. Hasil Determinasi...41

B. Penetapan Daya Antidiare...41

1. Penentuan kontrol positif dan kontrol negatif...42

a. Kontrol positif...42

b. Kontrol negatif...44

2. Penentuan dosis sari buah salak pondoh...45

3. Uji efek antidiare...46

(16)

xv

b. Onset diare...51

c. Frekuensi diare...54

d. Durasi diare...56

e. Bobot feses...59

C. Rangkuman Pembahasan...62

BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN...64

A. Kesimpulan...64

B. Saran...64

DAFTAR PUSTAKA...66

LAMPIRAN...69

(17)

xvi

DAFTAR TABEL

Halaman Tabel I. Tahapan dehidrasi pada anak yang mengalami diare (World Gastroenterology

Organisation (WGO) practice guideline)...19

Tabel II. Penilaian derajat dehidrasi penderita diare (Anonim, 2000b)...23

Tabel III. Penggolongan tanin tumbuhan (Harborne, 1987)...26

Tabel IV. Rangkuman hasil pengamatan dan hasil analisis uji Mann-Whitney untuk

parameter persentase konsistensi feses cair...49

Tabel V. Rangkuman hasil pengamatan dan hasil analisis uji Mann-Whitney untuk

parameter onset diare...52

Tabel VI. Rangkuman hasil pengamatan dan hasil analisis uji Mann-Whitney untuk

parameter frekuensi diare...54

Tabel VII. Rangkuman hasil pengamatan dan hasil analisis uji Mann-Whitney untuk

parameter durasi diare...57

Tabel VIII. Rangkuman hasil pengamatan dan hasil analisis uji Mann-Whitney untuk

(18)

xvii

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 1. Anatomi dan fisiologi saluran pencernaan manusia (Wakefield, 2005)...8

Gambar 2. Gangguan-gangguan pada saluran cerna (Sachdev, 2007)...10

Gambar 3. Bristol Stool Chart (Heaton dan Lewys, 1997)...16

Gambar 4. Bagan akibat (efek) dehidrasi (Noerasid dkk, 1988)...19

Gambar 5. Siklus tanin dalam saluran pencernaan (Mills dan Kerry, 2000)...27

Gambar 6. Struktur asam risinoleat (Mutschler, 1986)...31

Gambar 7. Diagram batang rata-rata hasil pengamatan untuk parameter persentase konsistensi feses cair...50

Gambar 8. Diagram batang rata-rata hasil pengamatan untuk parameter onset diare...53

Gambar 9. Diagram batang rata-rata hasil pengamatan untuk parameter frekuensi diare.55 Gambar 10. Diagram batang rata-rata hasil pengamatan untuk parameter durasi diare....58

Gambar 11. Diagram batang rata-rata hasil pengamatan untuk parameter bobot feses...60

Gambar 12. Pohon Salak...70

Gambar 13. Salak...70

Gambar 14. Aquadest, Sari Salak Pondoh, dan Oleum Ricini...70

Gambar 15. Mencit Pada Saat Dipuasakan Selama 1 Jam...71

Gambar 16. Mencit yang diberi perlakuan secara per oral...71

(19)

xviii

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran 1. Perhitungan dosis loperamid HCl...72

Lampiran 2. Hasil penimbangan buah salak pondoh...73

Lampiran 3. Hasil sari daging buah salak pondoh...74

Lampiran 4. Perhitungan dosis sari buah salak pondoh dengan 3 peringkat dosis...75

Lampiran 5. Hasil uji antidiare sari buah salak pondoh dengan metode proteksi diare oleh oleum ricini...76

Lampiran 6. Hasil tes normalitas dan homogenitas untuk parameter bobot feses, frekuensi diare, onset diare, durasi diare, dan konsistensi feses. ...79

Lampiran 7. Hasil uji Kruskal-Wallis untuk parameter bobot feses, frekuensi diare, onset diare, durasi diare, dan konsistensi feses. ...81

(20)

1 BAB I PENGANTAR A. Latar Belakang

Penggunaan obat tradisional atau jamu di masyarakat merupakan kenyataan

yang bersifat empiris untuk mencapai kesembuhan atau pemeliharaan dan peningkatan

taraf kesehatan yang diwariskan turun-temurun, dan tidak terpisahkan dari kehidupan

masyarakat tanpa dibuktikan secara ilmiah. Obat tradisional Indonesia yang merupakan

warisan budaya diinginkan untuk dapat dipakai dalam sistem pelayanan kesehatan. Untuk

itu harus disesuaikan dengan kaidah pelayanan kesehatan yaitu secara medis harus dapat

dipertanggungjawabkan. Guna mencapai hal itu dilakukan pengujian ilmiah tentang

khasiat, keamanan, dan standar kualitasnya (Anonim, 2000a).

Dalam kurun waktu lima tahun terakhir, aneka produk berbasis obat bahan alam

membanjiri pasar dengan aneka indikasi yang cukup meyakinkan seperti misalnya dapat

menyembuhkan semua penyakit termasuk penyakit kanker yang obat idelanya belum

ditemukan sampai saat ini. Apabila diperhatikan, perkembangan obat bahan alam ini

tidak lepas dari kebijakan pemerintah Indonesia yang sedang mengalami krisis perbankan

mulai tahun 1998, sehingga kebijakan pemanfaatan obat bahan alam dikeluarkan, dengan

konsekuensi kemudahan seperti misalnya berbagai aturan registrasi dan lain-lain. Oleh

karena itu tidak disangsikan lagi bahwa banyak obat bahan alam yang sudah terdaftar,

sampai dengan yang belum terdaftar sama sekali. Lebih jauh lagi yaitu bahwa obat bahan

(21)

terkadang dilengkapi dengan indikasi medis yang sangat didambakan walaupun sebagian

besar secara klinis belum terbukti (Tyler, 2000 cit Wahyuono, 2002).

Diare adalah buang air besar dengan frekuensi tiga kali atau lebih per hari

disertai perubahan feses menjadi cair dengan dan atau tanpa lendir dan atau darah

(Markum, 1999). Definisi lain dari diare adalah keadaan defekasi encer lebih dari 3 kali

sehari dengan atau tanpa darah dan/atau lendir dalam feses (Noerasid, 1988).

Di Indonesia penyakit diare (mencret) masih merupakan masalah di bidang

kesehatan terutama di daerah pedesaan. Angka kesakitan penduduk sekitar 15-43% tiap

tahun. Dari jumlah tersebut 60-80% diderita oleh anak balita. Angka kematian yang

disebabkan oleh diare mengalami penurunan dari 12,4% (1986) menjadi 7,5% (1992),

dan urutan penyebab kematian karena infeksi menduduki urutan ke-3 setelah penyakit

tuberkulosis dan infeksi saluran nafas. Faktor penyebab terjadinya diare antara lain

infeksi kuman (Winarno, 1996).

Menurut hasil Survei Kesehatan Rumah Tangga (Firdaus, 1997), angka

morbiditas diare dalam masyarakat adalah 4,4 per 1000 penduduk. Pada balita 20,6 per

1000 penduduk, sedangkan pada anak kurang dari satu tahun sebesar 25 per 1000

penduduk. Angka kematian akibat diare sebesar 12% diantara seluruh penyebab

kematian. Diare merupakan penyebab 15% kematian bayi, dan 26% penyebab kematian

anak balita. Kematian akibat diare biasanya bukan karena adanya infeksi dari bakteri atau

virus tetapi karena terjadi dehidrasi. Pada diare yang hebat, penderita akan mengalami

buang air besar dalam bentuk encer beberapa kali dalam sehari dan sering disertai kejang,

panas, muntah, maka tubuh akan kehilangan banyak air dan garam-garam sehingga bisa

(22)

kematian. Penyakit diare perlu mendapat penanganan yang cepat guna mengembalikan

kondisi penderita ke keadaan awal (Widayanti, 2003).

Obat antidiare dapat digolongkan menjadi kelompok antisekresi selektif, opiat,

absorbent, zat hidrofolik, dan probiotik (Zein, 2004). Pengobatan diare lazimnya secara

garis besar dibagi menjadi dua, yaitu; pengobatan simtomatik dan kausatif. Pada

pengobatan simtomatik daya kerja obat adalah mengurangi peristaltik langsung ke usus

atau memproteksi, menciutkan lapisan permukaan usus (astringensia), dan zat-zat dapat

menyerap racun yang dihasilkan bakteri (adsorben), sedangkan secara kausatif, bakteri

dimatikan dengan zat antibakteri. Di Indonesia banyak tanaman obat yang sering

digunakan oleh masyarakat terutama di pedesaan untuk mengobati diare. Untuk

mengetahui tanaman-tanaman apa saja yang digunakan, cara pakai dan bagian yang

digunakan telah dilakukan penelusuran pustaka baik dari literatur maupun survei

penggunaan obat tradisional terhadap diare yang pernah dilakukan (Winarno, 1996).

Salak (Zalacca zalacca) merupakan tanaman asli Indonesia. Salak mempunyai

nilai ekonomis dan peluang pasar yang cukup luas, baik di dalam maupun ekspor. Pulau

Jawa sebagai salah satu pusat keragaman kultivar salak, mempunyai potensi yang cukup

besar untuk menghasilkan varietas-varietas unggul yang lebih bernilai ekonomis dan

kompetitif. Salah satu kultivar tersebut adalah salak pondoh (Zallaca edulis Reinw cv

Pondoh) yang berasal dari Sleman, DI Yogyakarta. Salak ini mempunyai buah bercita

rasa manis tanpa asam meskipun masih muda (Nandariyah, 2004). Dengan rasa khas ini,

salak pondoh sangat digemari konsumen sehingga harganya lebih mahal dibanding buah

(23)

Zallaca edulis Reinw secara empiris digunakan sebagai antidiare, karena

ditinjau dari kandungan kimianya, terdapat kandungan tanin dan pektin yang dapat

melindungi dinding mukosa usus terhadap rangsangan-rangsangan isi usus atau

mengendapkan racun (Winarno, 1996). Oleh karena itu, dilakukan penelitian efek

antidiare daging buah salak pondoh pada tikus putih yang dibuat diare dengan Oleum

Ricini menurut metode proteksi terhadap diare oleh Oleum Ricini (Adnyana, 2004).

Kandungan utama dari Oleum Ricini, yakni trigliserida dari asam risinoleat akan

mengalami hidrolisis di dalam usus halus oleh lipase pankreas menjadi gliserin dan asam

risinoleat. Sebagai surfaktan anionik, zat ini bekerja mengurangi absorpsi neto cairan dan

elektrolit serta menstimulasi peristalsis usus, sehingga berkhasiat sebagai laksansia

berdasarkan kerja ini. Obat yang berkhasiat antidiare akan dapat melindungi hewan

percobaan mencit terhadap diare yang diinduksi dengan Oleum Ricini tersebut (Anonim,

1991).

1. Permasalahan

a. Apakah sari daging buah salak pondoh mempunyai daya antidiare ?

b. Berapa besar dosis efektif sari buah salak pondoh untuk antidiare ?

2. Keaslian penelitian

Sejauh penelusuran pustaka, penelitian tentang salak pondoh (Zallaca edulis

Reinw) sebagai antidiare belum pernah dilakukan. Telah dilakukan beberapa penelitian

mengenai buah salak pondoh (Zalacca edulis Reinw), antara lain :

(24)

Salah satu usaha untuk menstabilkan suspensi sari buah salak adalah dengan

penambahan zat penstabil natrium Carboxy Methyl Cellulose (CMC). Sebagai bahan

utamanya digunakan dua jenis salak pondoh Super dan Lokal (Jawa), dengan

penambahan CMC dalam konsentrasi 0% (kontrol), 0,25%, 0,50%, 0,75%, dan 1,0%.

Sari buah yang dihasilkan disimpan selama 13 hari melalui empat tahapan pengamatan.

Rancangan percobaan yang digunakan adalah Rancangan Acak Blok Lengkap

(Randomized Complete Block Design = RCBD) tiga faktor yang diulang tiga kali.

Variabel yang diamati meliputi pH sari buah, kecepatan pengendapan, total padatan

terlarut, kekeruhan dan warna sari buah salak yang dihasilkan (Mudjisihono, Suhardi dan

Handayani, 2009).

b. Regenerasi Tanaman dan Transformasi Genetik Salak Pondoh (Zalacca edulis

Reinw) untuk Rekayasa Buah Partenokarpi

Pengembangan buah salak partenokarpi melalui rekayasa genetik merupakan

alternatif terbaik dalam peningkatan produksi buah. Penelitian bertujuan mendapatkan

protokol terbaik untuk regenerasi dan transformasi genetik tanaman salak melalui

Agrobacterium tumefaciens. Eksplan berupa embrio zigotik muda dan tua diisolasi dari

biji (Pardal, Saptowo, Mariska, Lestari, dan Slamet, 2004).

Penelitian ini berbeda dengan penelitian sebelumnya yang telah disebutkan di

atas, karena penelitian ini mengidentifikasi efek antidiare sari salak pondoh (Zalacca

edulis Reinw) pada mencit yang dibuat diare dengan Oleum Ricini menurut metode

proteksi diare oleh oleum ricini. Penelitian-penelitian yang telah disebutkan di atas belum

(25)

3. Manfaat penelitian

Manfaat yang diharapkan melalui penelitian ini meliputi:

a. Manfaat teoritis : untuk melengkapi teori yang sudah ada mengenai obat tradisional,

terutama mengenai khasiat salak pondoh (Zalacca edulis Reinw) sebagai antidiare.

b. Manfaat praktis : memberikan informasi dosis efektif sari buah salak pondoh

(Zalacca edulis Reinw) sebagai alternatif pengobatan terhadap diare.

B. Tujuan Penelitian 1. Tujuan umum

Penelitian ini bertujuan untuk mengembangkan penggunaan tanaman obat

tradisional yang berkhasiat antidiare.

2. Tujuan khusus

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kebenaran khasiat sari salak

(26)

7 BAB II

PENELAAHAN PUSTAKA A. Obat Tradisional

Menurut Undang-undang Republik Indonesia tentang Kesehatan Bab I pasal 1

tahun 1992, yang dimaksud dengan obat tradisional adalah bahan atau ramuan bahan

yang berupa bahan tumbuhan, bahan mineral, sediaan galenik atau campuran sediaan dari

bahan tersebut yang secara turun-temurun telah digunakan untuk pengobatan berdasarkan

pengalaman (Anonim, 1992). Penggunaan obat tradisional di masyarakat merupakan

suatu kenyataan yang bersifat empirik dan diwariskan secara turun-temurun tanpa dapat

dibuktikan secara ilmiah (Anonim, 2000a).

Pada dasarnya pemakaian obat tradisional mempunyai beberapa tujuan

(Anonim, 2000a) yang secara garis besar dapat dibagi menjadi empat kelompok, yaitu :

1. untuk memelihara kesehatan dan menjaga kebugaran jasmani (promotif)

2. untuk mencegah penyakit (preventif)

3. sebagai pengobatan penyakit, baik untuk pengobatan sendiri maupun untuk

mengobati orang lain sebagai upaya mengganti atau mendampingi penggunaan obat

jadi (kausatif)

4. untuk memulihkan kesehatan (rehabilitatif).

Obat tradisional Indonesia merupakan warisan budaya dan telah menjadi bagian

integral dari kehidupan bangsa Indonesia. Obat tradisional diinginkan untuk dipakai

dalam sistem pelayanan kesehatan sehingga harus sesuai dengan kaidah pelayanan

kesehatan, yaitu secara medis harus dapat dipertanggungjawabkan. Hanya saja untuk

(27)

standar kualitasnya. Perkembangan tuntutan akan pemakaian obat tradisional dirasa

makin nyata, selain menyangkut aspek kesehatan juga berkaitan dengan potensi ekonomi

(Anonim, 2000).

B. Anatomi dan Fisiologi Saluran Cerna

Sistem saluran cerna adalah pintu gerbang masuk zat-zat gizi dari makanan,

vitamin, mineral, dan cairan yang memasuki tubuh. Fungsi sistem ini adalah

mencernakan makanan dengan cara menggilingnya dan kemudian mengubah secara

kimiawi ketiga bagian utamanya (protein, lemak, dan karbohdrat) menjadi unit-unit yang

siap diresorpsi tubuh. Produk-produk hasil pencernaan yang berfaedah bagi tubuh beserta

vitamin, mineral, dan cairan melintasi selaput lendir (mukosa) usus untuk masuk ke aliran

darah dan getah bening (limfe) (Tjay dan Rahardja, 2002).

Anatomi saluran cerna manusia secara garis besar meliputi : mulut, lambung,

usus halus (jejunum), usus dua belas jari (duodenum), dan kolon. Selain itu juga terdapat

organ-organ lain, seperti hati, kandung empedu, dan pankreas yang berfungsi untuk

membantu melaksanakan fungsi pencernaan makanan. Anatomi dan fisiologi ini juga

dapat dilihat pada gambar 1.

(28)

Proses pencernaan dimulai dari mulut, dimana makanan dikunyah untuk

dihaluskan sambil bercampur dengan ludah yang mengandung enzim amilase dan ptialin.

Selanjutnya oleh gerakan peristaltik, makanan masuk ke lambung melalui esofagus.

Kemudian bercampur dengan getah lambung, yang terdiri dari asam hidroklorida dan

pepsin. Oleh pengaruh asam ini, pylorus membuka dan menutup secara refleks. Makanan

yang sudah setengah cair (khimus) melewati pylorus masuk ke dalam usus dua belas jari.

Di dalam usus, khimus dinetralisir oleh cairan alkalis dari getah pankreas dan empedu.

Oleh pengaruh enzim pankreas, karbohidrat dan lemak dibentuk menjadi suatu emulsi

khimus dengan garam kolat untuk memudahkan penyerapan oleh usus. Di dalam usus

besar bagian air dalam khimus dan garam diserap kembali dan sisanya dikeluarkan

melalui dubur sebagai feses (Anonim, 1997).

Usus setiap hari memperoleh kira-kira 2000 ml cairan dari makanan ditambah

700 ml dari sekresi mukosa traktus gastrointestinalis dan kelenjar-kelenjarnya, dengan

hanya kehilangan cairan 200 ml setiap hari dari feses. Hanya sebagian kecil air melalui

mukosa lambung, tetapi air bergerak dalam kedua arah melalui mukosa usus halus dan

usus besar akibat gradien osmotik. Sebgian Na+ berdifusi masuk atau keluar usus halus

tergantung pada gradien konsentrasi. Selain itu, Na+ secara aktif ke luar lumen usus halus

dan kolon oleh pompa yang kelihatannya terletak pada dinding bagian basilateral sel.

Dalam ileum dan jejunum, Na+ transport dari usus ke darah dipermudah oleh aldosteron

(Ganong, 1995).

Dalam usus halus, transport aktif Na+ adalah penting untuk absorpsi glukosa,

(29)

mempermudah reabsorpsi Na+. Ini adalah dasar fisiologi pengobatan kehilangan Na+ dan

air pada diare dengan pemberian larutan yang mengandung NaCl dan glukosa per oral

(Ganong, 1995).

Di saluran lambung-usus dapat timbul berbagai gangguan yang ada kaitannya

dengan proses pencernaan, resorpsi bahan gizi, perjalanan isi usus yang terlampau cepat

(diare) atau terlampau lambat (konstipasi), serta infeksi usus oleh mikroorganisme (Tjay

dan Rahardja, 2002). Gangguan pencernaan juga dapat dilihat pada gambar 2.

Gambar 2. Gangguan-gangguan pada saluran cerna (Sachdev, 2007)

C. Salak

Salak (Zalacca edulis L. atau S. zalacca Gaertn. Voss.) merupakan buah tropis

asli Indonesia yang banyak tersebar di seluruh Kepulauan Nusantara. Di hutan-hutan di

Pulau Jawa, tanaman ini banyak tumbuh liar, berumpun, dan bergerombol di bawah

(30)

1. Sistematika tanaman

Tanaman salak pondoh (Zalacca edulis Reinw) memiliki urut-urutan determinasi

sebagai berikut :

Sinonim : Zalacca biumeana Mart.

Klasifikasi : Spermatophyta

Divisi : Angiospermae

Sub divisi : Monocotyledonae

Kelas : Palmales

Bangsa : Palmae

Suku : Zalacca

Marga : Zalacca edulis Reinw

Jenis : Salak (Anonim, 2007).

2. Morfologi

Tanaman salak termasuk keluarga palem-paleman (Arecaceae). Tinggi 2-3,5 m,

dengan daun majemuk, bertangkai, berduri, anak daun tidak bertangkai, bentuk lanset,

ujung runcing, tepi dan pangkal rata, permukaan bawan berlapis lilin. Buah salak yang

bertandan muncul dari dalam pelepah daun. Kulit buah salak seperti sisik yang tersusun

membungkus daging buah (Astuti, 2007).

Palem boleh dikatakan tidak berbatang, berumah dua, berumpun kuat. Daun

secara kelompok tumbuh di atas akar rimpang yang panjang dan besar. Tangkai daun

2,5-3 m panjangnya, dibagian bawah dan tepinya berduri tempel yang banyak; helaian daun

(31)

cm, dengan ujung meruncing dan tepi berduri tempel yang halus, pada sisi bawah dengan

lapisan lilin. Tongkol bunga jantan panjang 50-100 cm, bertangkai; pelepah dari luar

coklat merah, serupa “vilt”, robek pada satu sisi, mengering menjadi berwarna coklat

merah, mengurai menjadi serupa serabut; bulir 4-12, cylindris, seperti “vilt”, berbunga

banyak rapat dan bersisik, panjang 7-15 cm; sisik tersusun serupa genting; bunga duduk

dalam ketiak sisik, berpasangan, merah. Tongkol bunga betina panjang 20-30 cm,

tersusun dari 1-3 bulir; bertangkai panjang; seludang lebih pendek dan lebih lebar dan

sisik lebih besar daripada yang jantan; bunga berpasangan, berbau sedikit seperti jahe;

staminodia 6; tangkai putik membagi 3, merah tua; kepala putik berbentuk colet (spatel).

Buah segi tiga bulat telur terbalik, 2,5-10 cm panjangnya, sisik tersusun serupa genting,

ujung diakhiri dengan ujung berbentuk uncek yang bengkok, coklat merah, mengkilat;

dinding buah tengah berdaging. Biji 1-3, coklat, keras, 2-3 cm panjangnya. Liar dan

ditanam (Van Steenis, 1992)

3. Nama daerah

Zalacca edulis Reinw, mempunyai nama yang berbeda-beda di beberapa daerah.

Berikut ini adalah nama Zalacca edulis Reinw yang dikenal di beberapa daerah di

Indonesia :

Sumatera : Sala (Minangkabau), Salak (Melayu)

Jawa : Salak (Sunda, Jawa Tengah, Madura)

Bali : Salak

Sulawesi : Salak (Makasar, Bugis)

(32)

4. Sentra penanaman

Tanaman salak banyak terdapat di DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, D.I.

Yogyakarta, Jawa Timur, Sumatera Utara, Sulawesi Utara, Sulawesi Selatan, Maluku,

Bali, NTB dan Kalimantan Barat (Anonim, 2007).

5. Kegunaan dan kandungan

Daging buah salak pondoh (Zalacca edulis Reinw) mengandung tanin, saponin,

dan flavonoid. Kegunaan dari daging buah salak pondoh ini adalah sebagai antidiare

(Anonim, 2007).

6. Hasil penelitian tentang buah salak

Telah dilakukan beberapa penelitian mengenai buah salak pondoh (Zalacca

edulis Reinw), antara lain :

a. Pengaruh Penambahan CMC Terhadap Kestabilan Suspensi Sari Buah Salak (Zalacca edulis R.) Selama Penyimpanan

Salah satu usaha untuk menstabilkan suspensi sari buah salak adalah dengan

penambahan zat penstabil natrium Carboxy Methyl Cellulose (CMC). Sebagai bahan

utamanya digunakan dua jenis salak pondoh Super dan Lokal (Jawa), dengan

penambahan CMC dalam konsentrasi 0% (kontrol), 0,25%, 0,50%, 0,75%, dan 1,0%.

Sari buah yang dihasilkan disimpan selama 13 hari melalui empat tahapan

pengamatan. Rancangan percobaan yang digunakan adalah Rancangan Acak Blok

Lengkap (Randomized Complete Block Design = RCBD) tiga faktor yang diulang tiga

(33)

padatan terlarut, kekeruhan dan warna sari buah salak yang dihasilkan (Mudjisihono,

Suhardi dan Handayani, 2009).

b. Regenerasi Tanaman dan Transformasi Genetik Salak Pondoh (Zalacca edulis

Reinw) untuk Rekayasa Buah Partenokarpi

Salak pondoh merupakan salah satu kultivar salak yang paling populer di

Indonesia karena memiliki buah dengan rasa manis meskipun masih muda. Namun,

salak ini memiliki daging buah yang tipis dengan biji besar. Pengembangan buah

salak partenokarpi melalui rekayasa genetik merupakan alternatif terbaik dalam

peningkatan produksi buah. Penelitian regenerasi dan transformasi tanaman salak

untuk pembentukan buah partenokarpi telah dilaksanakan di Balai Besar Penelitian

dan Pengembangan Bioteknologi dan Sumber Daya Genetik Pertanian, Bogor pada

tahun 2002. Penelitian bertujuan mendapatkan protokol terbaik untuk regenerasi dan

transformasi genetik tanaman salak melalui Agrobacterium tumefaciens. Eksplan

berupa embrio zigotik muda dan tua diisolasi dari biji (Pardal, Saptowo, Mariska,

Lestari, dan Slamet, 2004).

D. Diare 1. Definisi

Diare berasal dari kata diarroia (bahasa Yunani) yang berarti mengalir terus,

merupakan suatu keadaan abnormal dari pengeluaran tinja yang terlalu serius (Sugiyanto,

1997). Ada beberapa definisi diare, antara lain diare adalah buang air besar dengan

(34)

1991; Firdaus, 1997; Sugiyanto, 1997). Markum (1999) menyebutkan diare adalah buang

air besar dengan frekuensi tiga kali atau lebih per hari disertai perubahan feses menjadi

cair dengan dan atau tanpa lendir dan atau darah. Definisi lain dari diare adalah keadaan

defekasi encer lebih dari 3 kali sehari dengan atau tanpa darah dan/atau lendir dalam

feses (Noerasid, Suraatmadja, Asnil, 1988). Kebanyakan disebabkan menelan makanan

atau minum minuman yang tercemar (Tjay dan Rahardja, 2002).

Diare adalah perubahan bentuk dan konsistensi tinja menjadi lembek sampai cair

dan bertambahnya frekuensi buang air besar lebih dari biasanya (tiga kali atau lebih

dalam 24 jam). Wujud tinja menjadi ukuran yang lebih penting dibanding frekuensi

buang air besar. Jika frekuensi buang air besar naik namun wujud tinja lunak dan berisi

maka hal tersebut tidak dapat dikatakan diare (Fine et.al,1989 cit Carruthers et.al, 2000).

Secara biokimia, diare adalah gangguan transport air dan elektrolit di intestinal.

Dalam keadaan normal, epithelium intestinal menjaga keseimbangan antara sekresi dan

absorpsi. Vili-vili epithelium mengabsorpsi air dan ion sodium ketika epithelium kript

mensekresi air dan ion klorida. Proses tersebut di bawah pengaruh transmiter

neuroendokrin, hormon-hormon, dan substansi intestinal lainnya. Adanya racun yang

dihasilkan dari enterotoksin, infeksi atau kerusakan seluler akibat infeksi, mekanisme

homeostasis terganggu dan diikuti diare (Li Wan Po, 1997).

Menurut World Gastroenterology Organisation (WGO) practice guideline

mengenai diare akut, diare akut didefinisikan sebagai pengeluaran tinja dalam bentuk

semisolid atau cair dari dalam usus dengan tidak normal, tidak kurang dari 14 hari

(35)

Tingkat lembek atau cairnya feses hingga dapat dikatakan diare, dapat dilihat

pada gambar 3 dimana tipe 5-7 dikatakan sebagai diare.

Gambar 3. Bristol Stool Chart (Heaton dan Lewys, 1997)

Menurut World Gastroenterology Organisation (WGO) practice guideline

mengenai diare akut, penggolongan penyebab dari diare pada seorang pasien berdasarkan

riwayat klinisnya biasanya sulit. Waktu diare dapat digolongkan dalam 3 kategori, yakni :

a. diare akut, timbul sedikitnya 3 kali dengan feses cair selang waktu 24 jam

b. disentri, diare dengan mengeluarkan darah

c. diare persisten, diare sedikitnya selama 14 hari

2. Penyebab

Penyebab diare sebagian besar adalah bakteri dan parasit, disamping sebab lain

seperti racun, alergi dan dispepsi. Diare yang menyerupai kolera mengakibatkan

dehidrasi dan sering memerlukan infus, karena penderita dapat meninggal kekurangan

(36)

Diare karena infeksi dapat disebabkan oleh virus, bakteri, jamur, dan parasit.

Bakteri yang menyebabkan diare adalah Aeromonas hydrophilia, Bacillus cereus,

Camphylobacter jejuni, Clostridium difficile, Clostridium perfringens, Escherichia coli,

Salmonella sp, Shigella sp, Staphilococcus aurus, Vibrio cholera, Vibrio

parahaemolyticus. Jenis virus yang menyebabkan diare antara lain Adnovirus, Rotavirus,

virus Norwalk, Astrovirus, Calcivirus, Coronavirus, Minirotavirus, dan virus bulat kecil

(Firdaus, 1997).

Menurut teori klasik, diare adalah penyakit yang disebabkan oleh meningkatnya

peristaltik usus, sehingga pelintasan khimus sangat dipercepat dan masih banyak

mengandung air pada saat meninggalkan tubuh sebagai tinja (Mutschler, 1986).

Pada penelitian-penelitian yang telah dilakukan menyebutkan penyebab utama

diare adalah bertumpuknya cairan di usus akibat terganggunya resorpsi air dan atau

terjadinya hipersekresi. Pada keadaan normal, proses resorpsi dan sekresi dari air dan

elektrolit-elektrolit berlangsung pada waktu yang sama di sel-sel epitel mukosa. Proses

ini diatur oleh beberapa hormon, yaitu resorpsi oleh enkefalin, sedangkan sekresi diatur

oleh prostaglandin dan neurohormon V.I.P (Vasoactive Intestinal Peptide). Biasanya,

resorpsi melebihi sekresi, tetapi karena sesuatu sebab sekresi menjadi lebih besar

daripada resorpsi, maka terjadilah diare. Penyebab diare lainnya adalah adanya alergi

terhadap makanan ataupun minuman dan intoleransi, gangguan gizi, dan kekurangan

enzim tertentu. Begitu pula adanya pengaruh psikis seperti keadaan terkejut dan

(37)

3. Tanda dan gejala

Menurut Widjaja (2002), gejala-gejala klinis yang timbul apabila penderita

terkena diare adalah :

a. Bayi atau anak menjadi cengeng dan gelisah, suhu badan meningkat, dan nafsu

makan berkurang.

b. Tinja makin encer, mengandung darah/lendir, warna tinja berubah menjadi

kehijau-hijauan karena tercampur empedu.

c. Anusnya lecet.

d. Gangguan gizi akibat intake (asupan) makanan yang kurang.

e. Muntah sebelum atau sesudah diare.

f. Hipoglikemia (penurunan kadar gula darah).

g. Dehidrasi (kekurangan cairan). Bila terjadi dehidrasi timbul rasa haus, clastisitas

(turgir san tonus) kulit menurun, bibir dan mulut kering, mata cowong, air mata tidak

keluar, tekanan darah rendah.

Gejala yang biasanya ditemukan adalah diare sering cair kadang-kadang

mengandung darah atau lendir, muntah dapat mendahului diare atau tanpa muntah,

anoreksia, nyeri perut (kolik), distensi, kadang-kadang ileus, dehidrasi, kehilangan

elektrolit dan air. Mata cekung, turgor kulit menurun, mulut kering, hipovolemia,

renjatan, oliguiria dan demam (Hambleton, 1995).

Tahapan dehidrasi pada anak yang mengalami diare menurut WGO dapat dilihat

(38)

Tabel I. Tahapan dehidrasi pada anak yang mengalami diare (World Gastroenterology Organisation (WGO) practice guideline)

Tanpa dehidrasi Dehidrasi ringan Dehidrasi berat a. Gejala normal

b. Mata tidak cekung c. Minum normal d. Kulit kembali normal

setelah dicubit dengan segera

a. adanya iritasi b. mata cekung c. minum seperlunya d. kulit kembali normal

setelah dicubit lambat (< 2 detik)

a. tidur dengan tidak normal atau lethargic b. mata cekung

c. nimum sedikit atau bahkan tidak sama sekali d. kembalinya kulit setelah

dicubit sangat lambat (>2 detik)

Tanda dehidrasi pada orang dewasa menurut World Gastroenterology

Organisation (WGO) practice guideline mengenai diare akut, adalah sebagai berikut :

a. kecepatan nadi >90

b. hipotensi

c. lidah kering

d. bola mata cekung

e. turgor kulit menurun.

Kehilangan cairan tubuh (air)

Gambar 4. Bagan akibat (efek) dehidrasi (Noerasid dkk, 1988) Kehilangan cairan tubuh (air)

(defisit volume)

Kehilangan elektrolit-elektrolit tubuh (defisit elektrolit dan defisit lainnya)

Kehilangan turgor kulit, denyut nadi lemah atau tiada, takikardia, mata cekung, ubun-ubun besar cekung, suara parau, kulit dingin, sianosis (jari-jari), selaput lendir kering,

anuria-uraemia

Defisiensi bikarbonat/asidosis (muntah-muntah, pernafasan cepat dan dalam, cardiac reverse menurun, defisiensi K+ intrasel), defisiensi K+ (kelemahan

otot-otot, ileus paralitik (distensi abdomen), cardiac arrhythmia-cardiac arrest), hipoglikemia (lebih sering terjadi pada anak-anak malnutrisi dan bayi-bayi kecil.

AIR ELEKROLIT-ELEKTROLIT (garam-garam)

(39)

4. Patofisiologi

Ada empat mekanisme patofisiologi gangguan elektrolit pada diare. Keempat

mekanisme yang merupakan dasar diagnosis dan terapi antara lain : perubahan aktivitas

transport ion oleh penurunan absorpsi natrium atau peningkatan sekresi klorida,

perubahan motilitas intestinal, perubahan osmolaritas usus, dan peningkatan tekanan

hidrostatik otot polos. Dalam klinik, mekanisme tersebut dapat dihubungkan dengan jenis

diare yakni sekretori, osmotik, eksudatif, dan perubahan transit usus (DiPirro dan Longe,

2000).

E. Antidiare

Antidiare adalah obat yang diminum pada saat terserang diare akan

menunjukkan efek menghentikan diare. Zat-zat yang menekan peristaltik sebetulnya tidak

begitu layak untuk digunakan karena pada waktu diare pergerakan usus sudah banyak

berkurang, lagi pula virus dan toksin perlu dikeluarkan secepat mungkin dari dalam

tubuh. Antidiare diberikan untuk mengurangi peristaltik, spasme usus, menahan iritasi,

absorbsi racun dan sering terpadu dengan anti-mikroba. Pada kehilangan cairan dan

elektrolit dalam jumlah besar perlu diberi substitusi secara parenteral (Mutschler, 1986).

Obat-obat untuk pengobatan diare sebaiknya jangan diberika lebih dari 7-10

hari, karena bisa jadi diare yang diderita bukan benar-benar penyakit diare tetapi

(40)

Kelompok obat yang sering kali digunakan pada terapi diare adalah :

1. Kemoterapeutika untuk terapi kausal, yaitu memberantas bakteri penyebab diare.

Contohnya antibiotika, sulfonamide, kinolon, dan furazolidon.

2. Obstipansia untuk terapi simptomatik, yang dapat menghentikan diare dengan

beberapa cara :

a. Zat-zat penekan peristaltik, sehingga memberikan lebih banyak waktu untuk

resorpsi air dan elektrolit oleh mukosa usus. Contohnya adalah candu dan

alkaloidnya, derivate petidin (defenoksilat dan Loperamidea) dan

antikolinergik (atropine, ekstrak belladonna).

b. Adstrigensia, yang menciutkan selaput lendir usus. Misalnya asam samak

(tanin) dan tannalbumin, garam-garam bismuth dan aluminium.

c. Absorbensia, misalnya karbo adsorben yang pada permukaannya dapat

menyerap (adsorpsi) zat-zat racun (toksin) yang dihasilkan oleh bakteri atau

yang adakalanya berasal dari makanan (udang, ikan). Termasuk juga zat-zat

lendir yang menutupi selaput lendir usus dan luka-lukanya dengan suatu

lapisan pelindung seperti kaolin, pectin (suatu karbohidrat yang terdapat

antara lain dalam buah apel), garam-garam bismuth dan aluminium

3. Spasmolitika, yakni zat-zat yang dapat melepaskan kejang-kejang otot yang

seringkali mengakibatkan nyeri perut pada diare. Misalnya papaverin dan

oksifenonium (Tjay dan Rahardja, 2002).

Sebagai penunjang dapat digunakan adsorbensia (karbo aktif, silikondioksida

koloida, kaolin), zat pengembang (pektin) atau adstrigensia (preparat yang mengendung

(41)

(karbo adsorben) adalah arang halus (nabati atau hewani) yang telah diaktifkan melalui

proses tertentu. Noritt mempunyai daya serap pada permukaan (adsorbsi) yang kuat,

terutama terhadap zat-zat yang molekulnya besar, misalnya alkaloida, toksin bakteri atau

zat-zat beracun yang berasal dari makanan (Tjay dan Rahardja, 2002).

F. Sasaran Terapi dan Pengobatan Antidiare

Diare yang diakibatkan infeksi umumnya dapat sembuh dengan sendirinya.

Mengurangi sakit dan mengembalikan hilangnya cairan dan elektrolit umumnya mampu

mengatasi diare yang ringan hingga sedang. Pengaturan awal bagi orang dewasa dan

anak-anak perlu dipusatkan pada penggantian cairan dan elektrolit dengan cairan oral

dalam dosis yang tepat. Secara simultan, menghilangkan rasa sakit karena diare

sebenarnya dapat dicapai dengan menggunakan obat antidiare yang bukan berasal dari

resep dokter, seperti loperamid untuk pasien-pasien tertentu. Sistem pencernaan

umumnya akan sembuh dan berfungsi normal kembali antara 24 sampai 72 jam tanpa

pengobatan tambahan, sedangkan diare yang cukup parah membutuhkan pemeriksaan

dan perawatan medis (Longe, 2005).

Sasaran terapi antidiare antara lain menjaga keseimbangan cairan, elektrolit dan

asam-basa, memberi terapi untuk simptomnya, menghilangkan penyebabnya dan

mengobati penyakit penyertanya (DiPiro, 1997). Akibat negatif diare adalah gangguan

absorbsi yang menyebabkan terjadinya dehidrasi dan malnutrisi. Dehidrasi dan malnutrisi

ini yang menjadi penyebab utama kematian pada kasus diare. Oleh sebab itu, selain

pengobatan untuk menghentikan diare seharusnya dilakukan upaya lain yaitu rehidrasi

(42)

Dehidrasi sebenarnya dibagi menjadi 3 macam, yakni dehidrasi ringan,

dehidrasi sedang, dan dehidrasi berat. Disebut dehidrasi ringan jika cairan tubuh yang

hilang 5%. Jika cairan yang hilang sudah lebih dari 10% disebut dehidrasi berat

(Widjaya, 2002).

Tabel II. Penilaian derajat dehidrasi penderita diare (Anonim, 2000b) Penilaian Tanpa Dehidrasi Dehidrasi

ringan/sedang Dehidrasi berat Keadaan umum Mata Air mata Mulut, lidah Rasa haus Kekenyalan kulit Baik Normal Ada Basah Minum biasa Normal Gelisah, rewel Cekung Tidak ada Kering Sangat haus Kembali lambat

Lesu, tidak sadar Sangat cekung Tidak ada Sangat kering

Malas/tidak bisa minum Kembali sangat lambat

Sewaktu diare, sering terjadi gangguan gizi dengan akibat terjadinya penurunan

berat badan dalam waktu yang singkat. Hal ini disebabkan karena :

1. makanan sering dihentikan karena takut diare dan muntah menjadi bertambah hebat,

2. pada anak-anak walaupun susu diteruskan, sering diberikan dengan pengenceran, dan

susu encer ini diberikan terlalu lama,

3. makanan yang diberikan tidak dapat dicerna dan diabsorpsi dengan baik karena

adanya hiperperistaltik.

Terdapat 5 tujuan terapi diare (Longe dan Di Piro, 2005), yaitu :

1. memperbaiki atau mencegah kehilangan cairan dan elektrolit dan gangguan asam

basa,

2. rehidrasi dengan memberikan oralit sebagai upaya rehidrasi oral,

(43)

4. mengidentifikasi dan mengobati diare, jika dimungkinkan,

5. mengontrol penyakit lain yang juga diderita oleh pasien selain diare.

Terapi terhadap diare harus disesuaikan dengan penyebabnya. Penanganan

terapeutik yang sesuai adalah penggantian cairan dan elektrolit secukupnya. Pada

umumnya cukup diberikan limun secara oral yang mengandung gula dengan pemanbahan

garam dapur atau diberikan larutan glukosa-elektrolit yang diminum, yang biasa dikenal

sebagai oralit (Mutschler, 1991). Oralit tidak menghentikan diare, tetapi menggantikan

cairan tubuh yang hilang bersama tinja. Dengan menggantikan cairan tubuh tersebut

terjadinya dehidrasi dapat dihindarkan (Djamhuri, 1995).

Terapi pilihan yang dapat dilakukan berdasarkan World Gastroenterology

Organisation (WGO) practice guideline dapat meliputi rehidrasi dengan menggunakan

cairan oralit (oral rehydration salt = ORS), terapi suplemen yang mengandung Zinc,

multivitamin, dan mineral; melakukan diet, pemberian antidiare nonspesifik,

antimikrobia.

G. Metode Uji Antidiare

Pada penelitian mengenai antidiare diketahui ada dua metode uji yang dapat

digunakan, yaitu :

1. metode proteksi terhadap diare oleh Oleum Ricini

Prinsip yang digunakan pada metode ini adalah kandungan utama dari Oleum Ricini,

yakni trigliserida dari asam risinoleat akan mengalami hidrolisis di dalam usus halus

oleh lipase pankreas menjadi gliserin dan asam risinoleat. Sebagai surfaktan anionik,

(44)

menstimulasi peristaltik usus sehingga berkhasiat sebagai laksansia berdasarkan kerja

ini. Obat yang berkhasiat antidiare akan dapat melindungi hewan percobaan mencit

terhadap diare yang diinduksi dengan Oleum Ricini tersebut (Anonim, 1991).

2. metode transit intestinal

Metode ini dapat digunakan untuk mengevaluasi aktivitas obat antidiare, laksansia,

dan antispamodik. Evaluasi didasarkan pada pengaruhnya pada rasio jarak usus yang

ditempuh oleh suatu marker dalam waktu tertentu terhadap panjang usus keseluruhan

pada hewan percobaan mencit atau tikus (Anonim, 1991).

Diare yang diinduksi dengan Oleum Ricini diakibatkan oleh aksi asam risinoleat

yang merupakan hasil hidrolisis Oleum Ricini (Iwao and Terada, 1962, Watson and

Gordon, 1962 cit Vogel, 2002). Oleum Ricini mengubah keseimbangan transport air dan

elektrolit menjadi keadaan hipersekresi (Ammon et.al, 1974 cit Vogel, 2002). Pada

akhirnya hipersekresi yang diakibatkan oleh Oleum Ricini dapat mensentisisasi sel-sel

intramural dari usus (Vogel, 2002). Obat yang berkhasiat antidiare akan dapat melindungi

hewan percobaan mencit terhadap diare yang diinduksi dengan Oleum Ricini tersebut

(Anonim, 1991).

Dari kedua metode tersebut, pada penelitian ini penulis menggunakan metode

proteksi terhadap diare oleh Oleum Ricini. Alasan penulis memilih metode ini karena

cara kerja metode ini, cara menentukan hasil penelitian, serta menganalisa data hasil

penelitian lebih sederhana, mudah, dan metode ini belum pernah dilakukan pada

(45)

H. Tannin

Tanin terdapat luas dalam tumbuhan berpembuluh, dalam angiospermae terdapat

khusus dalam jaringan kayu. Menurut batasannya, tanin dapat bereaksi dengan proteina

membentuk kopolimer mantap yang tak larut air. Dalam industri, tanin adalah senyawa

yang berasal dari tumbuhan, yang mampu mengubah kulit hewan yang mentah menjadi

kulit siap pakai karena kemampuannya menyambung-silang proteina (Harborne, 1987).

Secara fitokimia, tanin dapat diklasifikasikan menjadi dua golongan utama, yaitu

tanin yang dapat dihidrolisis dan tanin yang dapat dikondensasi (prosianidin atau

proantosianidin). Tanin yang dapat dihidrolisis biasanya terdiri dari sebuah molekul inti

glukosa yang terikat dengan molekul-molekul asam gallik (gallitanin) atau asam

heksahidroksidifenil (ellagitanin). Tanin yang dapat dikondensasi adalah polimer flavan

dimana tidak mudah dihidrolisa. Biasanya terdiri dari molekul-molekul katekin dan

epikatekin yang tergabung karena adanya ikatan karbon-karbon (Mills dan Kerry, 2000).

Tabel III. Penggolongan tanin tumbuhan (Harborne, 1987)

Tata nama Struktur

Tanin yang dapat dikondensasi

Proantosianidin* (atau flavolan) Oligomer katekin dan flavan-3,4-diol Tanin yang dapat dihidrolisis

Galotanin Elagitanin

Ester asam galat dan glukosa

Ester asam heksadihidroksidifenat dan glukosa * Istilah leukoantosianidin (atau leukoantosianidin) dahulu dipakai secara luas untuk tanin ini, tetapi sekarang penggunaannya terbatas pada flavan-3,4-diol monomer.

Tanin yang dapat terkondensasi hampir terdapat semesta di dalam paku-pakuan

dan gimnospermae, serta tersebar luas dalam angiospermae, terutama pada jenis

tumbuh-tumbuhan berkayu. Sebaliknya, tanin yang dapat dihidrolisis penyebarannya dalam suku

yang nisbi sedikit. Tetapi kedua jenis tanin itu dijumpai bersamaan dalam tumbuhan yang

(46)

Beberapa kemungkinan efek farmakologis yang ditimbulkan oleh tanin pada saat

melewati saluran pencernaan dalam dilihat pada gambar 5.

Tempat Kandungan kimia Efek

Gambar 5. Siklus tanin dalam saluran pencernaan (Mills dan Kerry, 2000)

Tanin bersifat mengendapkan zat putih telur dan berkhasiat sebagai adstringens,

yaitu dapat meringankan diare dengan menciutkan selaput lendir usus (Tjay dan

Rahardja, 2002). Ketika tanin kontak dengan membran mukosa, tanin akan bereaksi

dengan protein pada mukus dan sel-sel epitel dari mukosa membentuk ikatan silang.

Akibatnya mukosa menjadi lebih rapat dan kurang permeabel. Adstringensia mampu Perut

Usus halus

Usus besar

Rongga mulut Tanin

(47)

meningkatkan proteksi membran terhadap mikroorganisme dan zat-zat iritan (Mills dan

Kerry, 2000).

Reaksi samping dari tanin akan muncul hanya ketika tanin dipergunakan dalam

jumlah yang signifikan dalam dosis tinggi. Tanin dengan dosis tinggi akan meningkatkan

sifat astringensnya pada membran mukosa yang mengalami iritasi sehingga kekakuan

dari membran mukosa akan semakin meningkat. Penambahan asam tanin, tanin yang

dapat terhidrolisis pada larutan barium sulfat dapat menyebabkan terjadinya hepatotoksik

akut. Tanin juga mempunyai sifat karsinogenik ketika diinjeksikan secara subkutan

(Mills dan Kerry, 2000).

I. Loperamide Hydrochlorida

Loperamide mencegah kemampuan peristaltik oleh otot pada saluran pencernaan

dengan interaksi kolinergik maupun non kolinergik dari tanggapan mekanisme saraf

untuk menunjukkan gerakan peristaltik secara refleks. Loperamide menekan reseptor

opiat pada dinding usus, mengurangi gerakan peristaltik dan menambah waktu transit di

saluran pencernaan. Loperamide juga menambah kemampuan menahan pada saluran

pengeluaran. Loperamide menunjukkan kemampuan mencegah sekresi cairan dan

elektrolit pada saluran pencernaan (Dollery, 1991).

Loperamide menunjukkan efek antidiare dengan kombinasi aksi pada otot halus

dalam saluran pencernaan dan mempengaruhi efek sekresi. Namun, Loperamide tidak

menunjukkan pengaruh pada flora saluran pencernaan. Loperamide adalah senyawa

dengan daya antidiare yang menunjukkan pengaruh secara langsung pada saluran

(48)

memperlihatkan efek yang lebih cepat, lebih panjang dan lebih tepat pada saluran

pencernaan (Dollery, 1991).

Loperamide sangat popular, efektif dan merupakan obat antidiare yang aman

untuk meringankan gejala diare akut dan diare spesifik (Longe, 2005). Obat yang

termasuk antimotilitas ini dapat digunakan pada pasien yang mengalami diare akibat

gangguan motilitas.

1. Mekanisme aksi, Loperamide merupakan turunan opiat yang mempunyai efek

antidiare dengan menstimuli reseptor µ opioid yang berlokasi di otot sirkulasi

intestinal. Aksinya yaitu menghambat motilitas saluran cerna, membantu

mengabsorspi cairan dan elektrolit melalui saluran cerna.

2. Indikasi, Loperamide efektif sebagai agen antidiare yaitu diare perjalanan, diare akut

nonspesifik, atau diare kronik yang dihubungkan dengan adanya peradangan pada

perut. Tidak diindikasikan untuk anak-anak di bawah umur 6 tahun dan juga pada

diare berdarah.

3. Efek samping yaitu rasa pusing dan konstipasi. Efek samping lainnya yaitu nyeri

abdominal, nyeri distension, mual, muntah, mulut kering, kelelahan dan reaksi

hipersensitivitas. Apabila terjadi distensi abdominal, konstipasi dan ileus, penggunaan

Loperamide dihentikan.

4. Interaksi obat, jarang dilaporkan, tetapi Loperamide dapat meningkatkan efek

penekan sistem saraf pusat.

Kontraindikasi, Loperamide tidak digunakan untuk pasien yang fecal leukosit,

(49)

Pada orang dewasa, Loperamide HCl diberikan dengan dosis awal 4mg, diikuti

2mg diberikan setelah buang air besar. Pada anak-anak berusia 4-8 tahun, diberikan 1 mg

setiap 3 atau 4 jam sehari sampai diare dapat diatasi. Pada anak-anak diatas 8 tahun

diberikan dosis 2 mg setiap 4 jam sehari sampai diare dapat diatasi. Pada kasus diare

kronik, penderita dewasa memerlukan penanganan Loperamide dengan dosis yang

berbeda-beda untuk setiap penderita, menurut kebutuhannya. Dosis awal biasanya antara

4 mg sampai 8 mg per hari. Pada kasus tertentu Loperamide dapat diberikan dengan dosis

terapi yang sesuai menurut respon penderita, sampai dosis maksimum 16 mg per hari

(Dollery, 1991).

Loperamide di metabolisme secara luas di hati. Perjalanan eliminasinya adalah

0,63 – 1,4% dalam urine, 58% diekskresi dalam empedu (pada tikus) dan 15 – 23%

dalam feses. Pada sirkulasi enterohepatik akan diekskresi pada tiga hari setelah

penggunaan (Dollery, 1991).

J. Oleum Ricini

Minyak jarak adalah minyak lemak yang diperoleh dari biji Ricinus communis

Linne (Familia Euphorbiaceae), tidak mengandung bahan tambahan. Pemerian : Cairan

kental, transparan, kuning pucat atau hampir tidak berwarna; bau lemah, bebas dari bau

asing dan tengik; rasa khas. Kelarutan : larut dalam etanol,; dapat bercampur dengan

etanol mutlak, dengan asam asetat glacial, dengan kloroform dan dengan eter (Anonim,

1995).

Minyak kastor diperas dari biji pohon jarak Ricinus communis dan mengandung

(50)

bagian atas (di lambung dan usus halus), trigliserida ini dihidrolisis oleh enzim lipase

untuk membebaskan asam risinoleat, suatu analog hidroksilasi dari asam oleat. Asam

risinoleat inilah yang bekerja lokalpada mukosa usus untuk memperlancar pergerakan

cairan dalam lumen usus besar (Anonim, 2008).

(CH2)5 CH

OH

CH2 C C

H H

(CH2)7 H3C

COOH

Gambar 6. Struktur asam risinoleat (Mutschler, 1986)

Termasuk dalam golongan pencahar rangsang. Bekerja pada sel-sel ”crypt”

mukosa usus dengan membuka ”kanal klorida” yang memberi peluang untuk pergerkan

klorida, natrium, dan air ke dalam lumen usus. Kanal klorida dari sel-sel enterocytes

(selyangada di mukosa usus) diatur oleh cAMP intraseluler. Oleh karena itu, banyak

pencahar rangsang yang secara langsung maupun tidak langsung diperkirakan dapat

menstimulasi aktivitas adenilat siklase sehingga meningkatkan konsentrasi cAMP dalam

sel-sel ”crypt”. Pencahar rangsang dalam lumen usus menimbulkan akumulasi cairan

dan isi usus menjadi cair sehingga mengalir cepat dalam usus (Anonim, 2008).

Efeknya (mulai kerja) cepat dan dapat terlihat dalam waktu 2-6 jam. Dalam

dosis 4 ml sudah dapat memberikan efek pencahar. Dosis dewasa yang dianjurkan

adalah 15-60 ml sedangkan untuk anak-anak 5-15 ml (Anonim, 2008).

K. Landasan Teori

Diare adalah buang air besar dengan frekuensi tiga kali atau lebih per hari

(51)

(Markum, 1999). Dalam pustaka (Anonim, 2007) yang ditemukan diketahui bahwa

daging buah salak pondoh (Zalacca edulis Reinw) mengandung tanin, saponin dan

flavonoid di dalamnya. Tanin dalam hal antidiare dapat berperan sebagai astringent yang

berfungsi untuk menciutkan lapisan permukaan usus, sehingga mengurangi kepekaan

sekresi yang dapat menekan peristaltik usus (Tjay dan Rahardja, 2002). Dengan adanya

kandungan tanin dalam daging buah salak pondoh (Zalacca edulis Reinw) dapat menjadi

dugaan awal bahwa daging buah salak pondoh dapat berperan sebagai antidiare.

L. Hipotesis

Sari daging buah salak pondoh (Zalacca edulis Reinw) memiliki efek sebagai

(52)

33 BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis dan Rancangan Penelitian

Penelitian daya antidiare sari buah salak pondoh pada mencit dengan metode

proteksi oleh Oleum Ricini ini merupakan jenis penelitian eksperimental murni, dimana

dilakukan perlakuan terhadap subjek uji dan bersifat eksploratif, yaitu untuk mengetahui

pengaruh pemberian sari buah salak pondoh terhadap efek antidiare.

Rancangan penelitian yang digunakan adalah rancangan acak lengkap pola

searah. Termasuk penelitian rancang lengkap karena variable yang terdapat dalam

penelitian ini sudah diperhitungkan sebelumnya baik bahan uji, sampel uji maupun

hewan uji. Termasuk pola searah karena variable bebas pada penelitian ini hanya ada satu

yaitu dosis sari daging buah salak pondoh (Zalacca edulis Reinw), yang menentukan

variabel tergantungnya, yaitu efek antidiare yang ditunjukkan dengan parameter frekuensi

diare, waktu terjadinya diare, jangka waktu berlangsungnya diare, konsistensi dan bobot

feses.

B. Variabel dalam Penelitian 1. Variabel utama

Penelitian ini mempunyai variable utama, sebagai berikut :

a. Variabel bebas, yaitu dosis sari daging buah salak pondoh (Zalacca edulis

Reinw)

b. Variabel tergantung, yaitu daya antidiare yang ditunjukkan oleh sari daging

(53)

c. waktu terjadinya diare, jangka waktu berlangsungnya diare, konsistensi dan

bobot feses

2. Variabel pengacau

a. Variabel pengacau terkendali meliputi :

jenis kelamin : betina

berat badan : kurang lebih 20-30 gram

galur : mencit putih Swiss

umur : 2-3 bulan

b. Variabel pengacau tak terkendali meliputi : status kesehatan, cahaya,

kelembaban.

C. Definisi Operasional

1. Diare adalah keadaan defekasi encer lebih dari tiga kali sehari dengan atau tanpa

darah dan/atau lendir dalam feses

2. Salak (Zalacca edulis L. atau S. Zalacca Gaertn. Voss.) merupakan buah tropis asli

Indonesia yang banyak tersebar di seluruh Kepulauan Nusantara. Tanaman salak

termasuk keluarga palem-paleman (Arecaceae). Ciri khas dari tanaman ini adalah

tulang daun atau pelepahnya yang berduri tajam. Buah salak yang bertandan muncul

dari dalam pelepah daun. Kulit buah salak seperti sisik yang tersusun membungkus

daging buah. Dalam penelitian ini digunakan sebagai sampel uji.

3. Kandungan utama dari Oleum Ricini, yakni trigliserida dari asam risinoleat akan

mengalami hidrolisis di dalam usus halus oleh lipase pankreas menjadi gliserin dan

asam risinoleat. Sebagai surfaktan anionik, zat ini bekerja mengurangi absorpsi neto

(54)

laksansia berdasarkan kerja ini. Obat yang berkhasiat antidiare akan dapat melindungi

hewan percobaan mencit terhadap diare yang diinduksi dengan Oleum Ricini

tersebut.

4. Onset diare (waktu terjadinya diare), dihitung setelah pemberian Oleum Ricini secara

per oral hingga mencit mengeluarkan feses dalam konsistensi cair untuk pertama

kalinya (mencit menderita diare).

5. Durasi diare dihitung dari waktu mencit pertama kali mengeluarkan feses dengan

konsistensi cair sampai mencit pertama kali mengeluarkan feses dengan konsistensi

yang normal atau solid atau hingga waktu pengamatan berakhir.

6. Frekuensi diare diamati selang 30 menit sampai 4 jam, kemudian selang 1 jam sampai

6 jam setelah pemberian oleum ricini. Pengamatan untuk mengetahui berapa kali

mencit mengalami diare.

7. Konsistensi feses digunakan sebagai parameter semi kuntitatif untuk melihat

konsistensi feses hewan uji mencit setelah diinduksi dengan Oleum Ricini dan untuk

melihat sejauh mana kemampuan obat antidiare dalam mempertahankan konsistensi

feses hewan uji mencit.

8. Bobot feses digunakan sebagai parameter semi kuntitatif untuk melihat berapa bobot

feses cair hewan uji mencit setelah diinduksi dengan Oleum Ricini.

D. Bahan Penelitian

Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini terbagi menjadi dua

(55)

1. Bahan utama

a. Bahan uji; digunakan daging buah salak pondoh (Zalacca edulis Reinw), yang

diperoleh dari Turi, Sleman, Yogyakarta.

b. Hewan uji; diguanakan mencit putih Swiss betina dewasa sehat berumur 2-3

bulan dengan berat badan 20-25 gram sebanyak sepuluh ekor setiap kelompok

perlakuan.

2. Bahan kimia

a. Aquadest; diperoleh dari Laboratorium Farmakologi-Toksikologi Fakultas

Farmasi Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta.

b. Loperamid HCl; diperoleh dari Apotek Master, Yogyakarta, dengan merk dagang

Immodium® (Janssen-Cilag).

c. CMC Na; diperoleh dari Laboratorium Farmakologi-Toksikologi Fakultas

Farmasi Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta.

d. Oleum Ricini dengan merk MKR Chemical; diperoleh dari Laboratorium

Farmakologi-Toksikologi Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma,

Yogyakarta.

E. Alat Penelitian

Alat-alat gelas (beaker gelas, gelas ukur, pengaduk, labu takar, mortir dan

stamper, pipet tetes), kandang mencit, kotak kaca, timbangan analitik merk Metller

AE200, timbangan merk Metller PM600, spuit per oral, blender, pisau, stopwacth,

(56)

F. Tata Cara Penelitian 1. Pengumpulan bahan

Bahan atau sampel buah salak pondoh (Zalacca edulis R.) yang diambil atau

dipetik adalah buah yang sudah tua yang siap panen, yaitu buah yang berwarna coklat

kehitaman. Buah salak ini diambil dari daerah Turi, Sleman, Yogyakarta.

2. Penentuan dosis sari buah salak pondoh

Penentuan dosis sari buah salak pondoh ini ditetapkan berdasarkan orientasi,

karena belum ada keterangan empiris tentang dosis sari buah salak pondoh sebagai

antidiare. Karena konsentrasi sari buah salak pondoh tidak dapat dipekatkan lagi, maka

peringkat dosis dilakukan menggunakan peringkat volume, yaitu 0,25 ml; 0,50 ml; dan

1,00 ml.

Langkah awal yang dilakukan adalah menentukan konsentrasi sari buah salak

pondoh, yakni dengan cara menimbang 20 buah salak pondoh tanpa kulit dan biji satu per

satu kemudian dihitung rata-ratanya. Satu per satu buah salak tersebut disarikan dan

dihitung rata-rata sari buah salak pondoh yang dapat diambil. Dari perhitungan diperoleh

rata-rata buah salak adalah 41,108 gram, dan dapat diambil sarinya sebanyak 7,47 ml

(57)

a. perhitungan untuk dosis terapi Dosis = BB V C× = kg ml 02 , 0 5 , 0 1×

= 25 ml/kg BB

b. perhitungan untuk dosis rendah

Dosis = BB V C× = kg ml 02 , 0 25 , 0 1×

= 12,5 ml/kg BB

c. perhitungan untuk dosis tinggi

Dosis = BB V C× = kg ml 02 , 0 00 , 1 1×

= 50 ml/kg BB

3. Pembuatan CMC Na 1%

Pembuatan CMC Na 1%, dilakukan dengan menimbang 1 gram CMC Na

(Carboxy Methyl Cellulose Natrium). Kemudian CMC Na ditaburkan diatas aquadest

(58)

larutan CMC Na kemudian dimasukkan dalam labu takar (100 ml) dan kemudian

ditambahkan aquadest hingga tanda.

4. Perlakuan terhadap hewan uji

Dalam penelitian ini digunakan 60 ekor mencit yang terbagi secara acak dalam 6

kelompok perlakuan. Setiap kelompok perlakuan terdiri dari 10 ekor mencit yang

dipelihara dalam kondisi yang sama.

Kelompok I : kelompok kontrol negatif, diberi aquadest secara oral.

Kelompok II : kelompok kontrol positif, diberi larutan Loperamid secara oral, dengan

dosis 0,728 mg/g BB.

Kelompok III : kelompok uji I, diberi sari buah salak pondoh, secara oral dengan dosis

12,5 ml/kg BB. <

Gambar

Tabel II. Penilaian derajat dehidrasi penderita diare (Anonim, 2000b).............................23
Gambar 1. Anatomi dan fisiologi saluran pencernaan manusia (Wakefield, 2005)
Gambar 2. Gangguan-gangguan pada saluran cerna (Sachdev, 2007)
Gambar 3. Bristol Stool Chart (Heaton dan Lewys, 1997)
+7

Referensi

Dokumen terkait

Hubungan antara Lama Simpan Serbuk Sari dengan Pro- duksi Buah dan Viabilitas Benih Salak Pondoh (Salacca zalacca (Gaertner) Voss var. zalacca) (dibirnbiig oleh ENDAH RETNO PALUPI

Karakter salak pondoh bila dilihat pada berbagai tingkat mutu, persentase bagian yang dapat dimakan, ketebalan, kadar air, gula total, asam total dan tanin daging

Isolasi dan Identifikasi Bakteri Endofit Penghasil Inhibitor α -Glukosidase dari Kulit dan Daging Buah Salak Pondoh ( Salacca edulis ).. Citra Praba

Hal tersebut sesuai dengan penelitian pendahuluan bahwa kadar gula total sari buah naga merah (13,21%) lebih tinggi dibandingkan dengan sari buah salak Bongkok

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menghasilkan produk marshmallow sari buah salak bongkok yang berkarakteristik baik yaitu kenyal dan kompak, untuk

Karakter salak pondoh jika dilihat pada berbagai jenis salak menunjukkan bahwa warna, ketebalan, tekstur, dan kadar gula total daging buah tidak berbeda

Hasil analisis rata-rata jumlah tangkai, jumlah tandan, keliling bunga dan buah, serta panjang bunga tanaman salak pondoh beberapa daerah di kabupaten Magelang Lokasi Parameter Jumlah