HASIL PENELITIAN
5.5 Pajanan UVB 100 mJ/cm 2
5.5.1 Uji Efek Pajanan 100 mJ/cm 2
Uji efek perlakuan bertujuan untuk membandingkan rerata antar kelompok sesudah diberikan perlakuan. Hasil analisis kemaknaan dengan uji One Way
adalah 0,11 ± 0,001, rerata MMP-1 pada kelompok yang dipajan UVB 100 mJ/cm² adalah 0,12 ± 0,001, rerata MMP-1 pada kelompok UVB 100 mJ/cm² + astaxanthin 3 µM adalah 0,11 ± 0,002, rerata MMP-1 pada kelompok UVB 100 mJ/cm² + astaxanthin 5 µM adalah 0,10 ± 0,02, rerata MMP-1 pada kelompok UVB 100 mJ/cm² + astaxanthin 7 µM adalah 0,01 ± 0,02.
Tabel 5.5
Rerata antar Kelompok Sesudah Pajanan UVB 100 mJ/cm²
Kelompok Subjek N Rerata SB F P
Kontrol UVB 100 UVB 100 + Ax 3 UVB 100 + Ax 5 UVB 100 + Ax 7 4 4 4 4 4 0,11 0,12 0,11 0,10 0,10 0,001 0,001 0,002 0,002 0,002 144,82 0,000
Tabel 5.5 di atas, dengan uji One Way Anova menunjukkan bahwa kelima kelompok sesudah diberikan perlakuan reratanya berbeda secara bermakna (p < 0,05).
Gambar 5.3 Grafik sesudah pajanan UVB 100 mJ/cm²
Gambar 5.3 di atas menggambarkan bahwa dengan pajanan UVB 100 mJ/cm² terjadi peningkatan MMP-1, dan dengan pemberian astaxanthin dosis 3 µM, 5 µM dan 7 µM sebelum pajanan UVB dosis yang sama terjadi penurunan aktivitas MMP-1.
Sebagai uji lanjutan untuk mengetahui beda rerata antara kelompok dilakukan dengan Least Significant Difference – test (LSD). Dimana didapatkan perbedaan yang bermakna antara kelompok kelompok yang berbeda tersebut. Hasil uji disajikan pada tabel 5.6 berikut ini.
Tabel 5.6
Kelompok Beda Rerata P Interpretasi
Kontrol & UVB 100 Kontrol & UVB100+Ax 3 Kontrol & UVB100+Ax 5 Kontrol & UVB100+Ax 7 UVB100&UVB100+Ax3 UVB100&UVB100+Ax5 UVB100& UVB100+Ax 7 UVB100+Ax3 & UVB100+Ax 5 UVB100+Ax3 & UVB100+Ax 7 UVB100+Ax5 & UVB 100+Ax7
0,010 0,005 0,010 0,014 0,016 0,018 0,024 0,004 0,008 0,004 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,001 0,000 0,002 Berbeda bermakna Berbeda bermakna Berbeda bermakna Berbeda bermakna Berbeda bermakna Berbeda bermakna Berbeda bermakna Berbeda bermakna Berbedabermakna Berbeda bermakna
Dari tabel di atas dapat diuraikan sebagai berikut:
1. Beda rerata antara kelompok kontrol dan kelompok UVB 100 mJ/cm² didapatkan nilai p<0,05.
2. Beda rerata antara kelompok kontrol dengan kelompok UVB 100 mJ/cm² + astaxanthin (variasi dosis 3, 5 dan 7 µM) menunjukkan nilai p<0,005.
3. Beda rerata antara kelompok UVB 50 mJ/cm² dengan kelompok UVB 100 mJ/cm² + Astaxanthin (variasi dosis 3, 5 dan 7 µM) menunjukkan nilai p<0,005.
4. Beda rerata antara kelompok UVB 100 mJ/cm² + astaxanthin dengan variasi dosis 3, 5, dan 7 µM menunjukkan nilai p<0,005.
BAB VI PEMBAHASAN
Berdasarkan pada teori yang telah diuraikan dimana pajanan ultra violet B mampu menimbulkan kerusakan pada nukleus, oleh karena DNA sebagai
chromophore dari UVB.
Akibat dari pajanan UVB yang menimbulkan keadaan stress pada sel fibroblast memicu pembentukan ROS. Hal tersebut akan mengaktifkan reseptor faktor pertumbuhan (growth factor) dan sitokin pada permukaan membran sel. Akibatnya terjadi stimulasi jalur sinyal tranduksi MAP-kinase, aktivitas c-jun protein sebagai penyandi dan faktor transkripsi AP-1 meningkat. AP-1 adalah gen yang mengatur matriks metalloproteinase. Meningkatnya AP-1 berakibat pada terjadinya peningkatan sintesis matriks metalloproteinase, termasuk salah satunya adalah MMP-1. MMP-1 sebagai metalloproteinase utama yang bertanggung jawab terhadap terjadinya degradasi kolagen. Apabila kerusakan pada kulit akibat proses tersebut terjadi terus menerus dan perbaikan yang terjadi tidak sempurna maka hal ini lebih jauh menyebabkan terjadinya photoaging.
Dari hasil penelitian dan analisis data yang telah dilakukan pada hasil penelitian in vitro tampak bahwa sinar ultra violet B berpengaruh terhadap terjadinya peningkatan MMP-1 yang dihasilkan oleh sel fibroblast, dimana terjadi peningkatan nilai MMP-1 yang signifikan (p<0,05) pada kelompok kultur sel fibroblast yang disinari UVB dosis 25 mJ/cm2, 50 mJ/cm2, dan 100 mJ/cm2 jika dibandingkan dengan kelompok kontrol. Peningkatan MMP-1 terjadi pada semua dosis. Pada penyinaran UVB 25 mJ/cm2 terjadi peningkatan MMP-1 sebesar 2,82 kali dari kontrol, pada dosis 50 mJ/cm2 meningkat sebesar 2,51 kali
dari kontrol dan pada dosis 100 mJ/cm2 meningkat sebesar 1,1 kali dari kontrol negatif. Hal ini menunjukkan bahwa MMP-1 dapat terbentuk pada berbagai variasi dosis, bahkan hanya dengan dosis yang kecil dibawah daripada dosis terkecil yang menimbulkan eritema (MED) (Bernerburg dkk., 2000; Kim dkk., 2004; Rabe dkk., 2006; Moon dkk., 2008; Lee dkk., 2009). Peningkatan MMP-1 tertinggi pada penelitian ini terjadi pada dosis penyinaran 25 mJ/cm2. Peningkatan tampak sebesar 2,82 kali lipat dari MMP-1 pada kelompok kontrol yang tidak mendapatkan penyinaran UVB. Sedangkan pada dosis penyinaran 100 mJ/cm2 terjadi peningkatan MMP-1 sebesar 1,1 kali lipat dari kontrol, namun peningkatan pada dosis ini lebih rendah jika dibandingkan dengan peningkatan MMP-1 pada dosis lainnya. Hal ini kemungkinan dapat terjadi oleh karena adanya kerusakan sel fibroblast akibat penyinaran dengan dosis yang lebih tinggi.
Sebagai photoprotectan, astaxanthin dinyatakan mampu memberikan perlindungan pada kulit terhadap pajanan sinar ultra violet yang dapat memicu pembentukan singlet oksigen, radikal bebas, serta kerusakan yang ditimbulkan akibat pajanan tersebut seperti sunburn, inflamasi, imunosupresi, aging dan bahkan kanker kulit (Guerin dkk., 2003).
Efek perlindungan tersebut di atas dapat dilihat dari kelompok kultur sel fibroblast yang mendapatkan perlindungan astaxanthin dengan berbagai variasi dosis sebelum diberikan pajanan sinar UVB dengan variasi dosis, secara umum menunjukkan hambatan ekspresi MMP-1. Hal tersebut terlihat dari penurunan ekspresi MMP-1 pada kelompok ini jika dibandingkan dengan kelompok kultur
sel fibroblast yang tidak mendapatkan perlindungan astaxanthin, dan dari hasil analisis menunjukkan perbedaan yang bermakna (p<0,05).
Tampak hasil yang sigifikan pada kelompok kultur sel fibroblast yang mendapatkan perlindungan astaxanthin 3µM, 5µM, dan 7 µM sebelum dipajan dengan sinar UVB dosis 25 mj/cm2, 50 mJ/cm2, dan 100 mJ/cm2. Pada kelompok kultur sel fibroblast yang dipajan dengan dosis 25 mJ/cm2 dengan perlindungan astaxanthin 3 µM mengalami penurunan ekspresi MMP-1 sebesar 6,96 %, pada pemberian dosis astaxanthin 5 µM dan 7µM mengalami penurunan ekspresi MMP-1 sebesar 22,15 % dan 30,69 %. Pada kelompok kultur sel fibroblast yang dipajan dengan dosis 50 mJ/cm2 dengan perlindungan astaxanthin 3 µM, 5 µM, dan 7 µM tampak terjadi penurunan ekspresi MMP-1 berturut turut sebesar 9,61 %, 33,81 %, dan 40,56 % dibandingkan dengan kelompok kultur sel fibroblast yang tidak mendapatkan perlindungan astaxanthin. Pada kelompok kultur sel fibroblast yang dipajan dengan dosis 100 mJ/cm2 tampak dengan perlindungan astaxanthin dosis 3µM, 5 µM, dan 7 µM terjadi penurunan ekspresi MMP-1 berturut turut sebesar 13 %, 16,26 % dan 19,51 %.
Dari hasil penelitian tampaknya dengan perlindungan antioksidan astaxanthin terjadi penurunan ekspresi MMP-1 akibat pajanan UVB dengan berbagai variasi dosis. Hal ini sesuai dengan sifat astaxanthin sebagai antioksidan, jika dilihat dari struktur dan mekanisme astaxanthin sebagai antioksidan yang mampu meredam singlet oksigen melalui mekanisme fisik dimana energi yang berlebih dari singlet oksigen akan ditambahkan atau ditransfer ke struktur karotenoid yang kaya akan elektron untuk diubah menjadi panas. Juga bereaksi
dengan radikal lainnya untuk mencegah dan menghentikan reaksi berantai (Tinkler dkk., 1994). Mekanisme tersebut menyebabkannya tidak bersifat sebagai prooksidan jika diberikan dalam jumlah yang lebih besar. Dengan pemberian astaxanthin terjadi penurunan ekspresi MMP-1 dan diharapkan semakin kecil pula kerusakan jaringan kolagen yang terjadi sehingga proses penuaan dini pada kulit dapat diperlambat.
Kemampuan astaxanthin untuk melindungi kulit dari penuaan dini akibat pajanan sinar ultra violet ini diharapkan dapat digunakan dalam kehidupan sehari hari. Mengingat negara kita memiliki intensitas matahari yang cukup tinggi sepanjang tahun dan aktivitas masyarakat sebagian besar dilakukan di luar ruangan. Penggunaan perlindungan fisik seperti baju lengan panjang, topi, dan payung tentunya akan lebih optimal jika digabungkan penggunaannya dengan astaxanthin gel yang dapat digunakan secara topikal untuk menambah cadangan antioksidan kulit.
Hasil penelitian golongan karotenoid lainnya yang dilakukan secara in
vitro pada sel fibroblast manusia menyatakan bahwa likopen, β-carotene, dan
lutein secara signifikan dapat mengurangi peroksidasi lipid yang disebabkan oleh pajanan sinar UVB pada dosis yang optimal, sementara dengan dosis yang tinggi dapat menimbulkan efek prooksidan. Diperkirakan adanya level optimum yang bermanfaat sebagai efek proteksi pada penggunaan secara in vivo (Eichler dkk., 2002). Penggunaan karotenoid golongan xanthopyll ( lutein dan zeaxanthin) yang diberikan kombinasi oral dan topikal secara bersamaan secara simultan dinyatakan memberikan manfaat ganda, selain melindungi kerusakan pada kulit
yang disebabkan karena pembentukan radikal bebas akibat pajanan sinar ultraviolet, mengurangi terjadinya peroksidasi lipid, juga meningkatkan kelembaban dan hidrasi kulit. Efek photoproteksi dari kombinasi penggunaan
xanthophylls ini ternyata lebih kuat jika dibandingkan dengan pemberian secara
oral atau topikal saja (Palombol dkk.,2007). O’Connor dan O’Brien (1998) menyatakan astaxantahin mampu mengurangi stress oksidatif yang ditimbulkan akibat pajanan sinar UVA, dan juga lebih efektif 100-200 kali dibandingkan dengan β-carotene dan lutein sebagai pencegahan terhadap proses photooksidasi lipid oleh pajanan sinar ultraviolet. Dari hasil penelitian oleh Suganuma dkk. (2009) dinyatakan bahwa pemberian perlindungan dengan astaxanthin dosis 4-8 µM segera setelah pajanan UVA secara signifikan mampu melemahkan induksi MMP-1 dan ekspresi Skin Fibroblast Elastase (SFE), astaxanthin memiliki efek perlindungan terhadap pajanan UVA yang dapat memicu terjadinya kerusakan DNA serta photoaging pada kulit. Dengan konsentrasi astaxanthin yang efektif perlindungan terhadap UVA adalah pada efek inhibisi ROS terhadap signaling
cascade. Efek perlindungan astaxanthin menjaga integritas lapisan dermis dengan
melindungi jaringan kolagen dibuktikan dari hasil penelitian Arakane (2002), dimana munculnya kerutan baru akibat pajanan sinar UVB pada tikus tanpa bulu dapat dikurangi secara signifikan. Demikian pula dengan penelitian yang dilakukan oleh Yamashita (2002 dan 2006), menunjukkan bahwa astaxanthin mampu memperbaiki tanda tanda penuaan dini dimana dengan kombinasi astaxanthin dan tokotrienol ataupun dengan astaxanthin saja mampu
memperbaiki kelembaban kulit, mengurangi kerutan, dan memperbaiki elastisitas kulit.
Pajanan sinar UV dengan dosis yang sangat rendah yang terjadi secara berulang terus menerus ataupun timbulnya suatu stress oksidatif mampu menimbulkan suatu inflamasi sub klinis, dimana konsekuensi dari hal ini menimbulkan degradasi yang terus menerus dan remodeling matriks ekstrasel yang tak terorganisasi serta akumulasi kerusakan oksidatif pada kulit yang akan memicu premature aging. Paparan UV bahkan pada dosis rendah yang bersifat kronis dapat menimbulkan kerusakan dan memberi akibat yang nyata pada proses penuaan (Angernofer dkk., 2008). Dari hasil penelitian yang dilakukan tampak jelas bahwa dengan dosis tunggal penyinaran yang lebih kecil mampu memicu ekspresi MMP-1 sebagai enzim yang bertanggung jawab terhadap degradasi kolagen, apabila hal tersebut terjadi terus menerus dan berlangsung konstan tentunya dapat memicu proses penuaan dini pada kulit, dan dengan penggunaan astaxanthin tampaknya secara signifikan berpengaruh terhadap penurunan ekspresi MMP-1.
BAB VII