TESIS
PEMBERIAN ASTAXANTHIN GEL MELINDUNGI
KULIT TERHADAP PROSES PENUAAN DINI
AKIBAT PAJANAN SINAR UVB DENGAN
MENURUNKAN EKSPRESI MMP-1 PADA KULTUR
FIBROBLAST
MADE RUSMIASIH ANOM
PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS UDAYANA
DENPASAR
2011
TESIS
PEMBERIAN ASTAXANTHIN GEL MELINDUNGI
KULIT TERHADAP PROSES PENUAAN DINI
AKIBAT PAJANAN SINAR UVB DENGAN
MENURUNKAN EKSPRESI MMP-1 PADA KULTUR
FIBROBLAST
MADE RUSMIASIH ANOM NIM : 0790761017
PROGRAM MAGISTER
PROGRAM STUDI ILMU BIOMEDIK
PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS UDAYANA
DENPASAR
TESIS
PEMBERIAN ASTAXANTHIN GEL MELINDUNGI
KULIT TERHADAP PROSES PENUAAN DINI
AKIBAT PAJANAN SINAR UVB DENGAN
MENURUNKAN EKSPRESI MMP-1 PADA KULTUR
FIBROBLAST
Tesis Untuk Memperoleh Gelar Magister
Pada Program Magister Program Studi Ilmu Biomedik Kekhususan Anti Aging Medicine
Program Pascasarjana Universitas Udayana
Made Rusmiasih Anom
NIM : 0790761017
PROGRAM MAGISTER
PROGRAM STUDI ILMU BIOMEDIK
PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS UDAYANA
DENPASAR
Lembar Pengesahan
TESIS INI TELAH DISETUJUI PADA TANGGAL 19 APRIL 2011
Pembimbing I, Pembimbing II,
Prof.DR.dr. J. Alex Pangkahila, Prof. dr. I.G.M Aman.Sp.FK
MSc, Sp.And
NIP 194402011964091001 NIP 194606191976021001
Mengetahui
Ketua Program Studi Magister Ilmu Biomedik Direktur
Program Pascasarjana Program Pascasarjana Universitas Udayana Universitas Udayana
Prof. DR. dr. Wimpie Pangkahila, Prof.Dr.dr. AA Raka Sudewi,
NIP : 194612131971071001 NIP : 195902151985102001
Tesis Ini Telah Diuji dan Dinilai Oleh Panitia Penguji pada
Program Pascasarjana Universitas Udayana Pada Tanggal 19 April 2011
Panitia Penguji Tesis Berdasarkan SK Rektor Universitas Udayana No : 0775/UN14.4/HK/2011
Tanggal 04 April 2011
Ketua : Prof. Dr. dr. J. Alex Pangkahila, M. Sc., Sp. And
Anggota :
1. Prof. dr. I Gusti Made Aman, Sp.FK
2. Prof. Dr. dr. Wimpie Pangkahila, Sp.And, FAACS. 3. Prof. Dr. dr. N. Adiputra, MOH.
UCAPAN TERIMA KASIH
Puji syukur penulis panjatkan kehadapan Tuhan Yang Maha Esa/Ida Sang
Hyang Widi Wasa, karena atas rahmat-Nya penelitian dan penyusunan tesis yang
berjudul “ Pemberian Astaxanthin Gel Melindungi Kulit Terhadap Proses Penuaan Dini Akibat Pajanan Sinar UVB Dengan Menurunkan Ekspresi MMP-1 Pada Kultur Fibroblast” dapat diselesaikan.
Tesis ini disusun dalam rangka memenuhi persyaratan tugas akhir studi
untuk meraih gelar Magister pada Program Magister Program Studi Ilmu
Kedokteran Biomedik, Kekhususan Anti Aging Medicine, Program Pasca Sarjana
Universitas Udayana.
Pada kesempatan ini perkenankanlah penulis mengucapkan terimakasih
yang sebesar besarnya kepada Prof. Dr. dr. J. Alex Pangkahila, MSc, Sp And.,
selaku pebimbing I sekaligus sebagai pembimbing akademik dan Prof. dr. I Gusti
Made Aman, SpFK., selaku pembimbing II atas bimbingan, perhatian, dorongan,
serta semangat yang telah diberikan selama mengikuti program studi magister,
khususnya dalam penyelesaian tesis ini.
Ucapan yang sama juga ditujukan kepada:
1. Rektor Universitas Udayana Prof. Dr. dr. I Made Bakta, Sp.PD (KHOM),
atas kesempatan dan fasilitas yang diberikan kepada penulis untuk
2. Direktur Program Pascasarjana Universitas Udayana Prof. Dr. dr. AA.
Raka Sudewi, Sp.S(K) atas kesempatan yang diberikan kepada penulis
untuk menjadi mahasiswa program magister pada Program Pascasarjana
Universitas Udayana.
3. Ketua Program Studi Ilmu Biomedik Prof. Dr. dr. Wimpie Pangkahila, Sp.
And., FAACS juga selaku penguji, atas kesempatan yang diberikan
kepada penulis untuk menjadi mahasiswa program magister ilmu biomedik
kekhususan Anti Aging Medicine, Program Pascasarjana Universitas
Udyana, yang juga telah memberikan semangat, masukan ,dan bimbingan
untuk segera menyelesaikan tesis ini.
4. Prof. Dr. dr. N. Adiputra, MOH. Selaku penguji yang telah banyak
memberikan bimbingan dan masukan yang sangat berharga dalam
penyusunan tesis ini.
5. dr. AAAN. Susraini, Sp. PA selaku penguji dengan sabar membimbing,
mengarahkan, serta memberi masukan dalam penyusunan tesis ini.
6. dr. AAGP. Wiraguna, Sp.KK, yang banyak memberi bantuan, bimbingan,
dan masukan yang sangat berharga dari awal penyusunan penelitian
sampai selesainya tesis ini.
7. Drs. I. Ketut Tunas, Msi yang dengan sabar dan tekun membimbing
dalam analisis statistik.
8. Laboratorium Penelitian dan Pengujian Terpadu UGM dan Laboratorium
kemudahan yang diberikan dalam pelaksanaan penelitian sehingga
penyusunan tesis dapat diselesaikan.
9. Para dosen pengajar Program Studi Ilmu Biomedik Program Pascasarjana
Universitas Udayana, teman teman sependidikan, dan seluruh karyawan
bagian ilmu biomedik serta semua pihak yang telah membantu selama
pendidikan, penelitian, dan penulisan tesis yang tidak dapat disebutkan
satu persatu.
10.Ibu Tri Yuliati dan ibu Nur atas segala bantuan serta kemudahan yang
diberikan dalam pelaksanaan penelitian sehingga penyusunan tesis dapat
diselesaikan.
11.Keluarga terkasih, orang tua, suami tercinta Anom Suardika, serta anak
anak tersayang Bagus dan Ama, dengan dukungan serta pengertian yang
luar biasa memberikan kesempatan untuk lebih berkonsentrasi
menyelesaikan tesis ini.
Semoga Ida Sang Hyang Widi Wasa / Tuhan Yang Maha Esa selalu
melimpahkan rahmat-Nya kepada semua pihak yang telah membantu pelaksanaan
dan penyelesaian tesis ini.
Denpasar, April 2011
ABSTRAK
PEMBERIAN ASTAXANTHIN GEL MELINDUNGI KULIT TERHADAP PROSES PENUAAN DINI AKIBAT PAJANAN SINAR UVB DENGAN
MENURUNKAN EKSPRESI MMP-1 PADA KULTUR FIBROBLAST
Pajanan sinar ultra violet yang terjadi secara terus menerus dapat menimbulkan sutu kerusakan pada struktur dan fungsi kulit, sehingga mempercepat terjadinya proses penuaan pada kulit yang disebut dengan
photoaging. Pajanan UVB pada kulit memicu terbentuknya ROS yang akan mengaktifkan reseptor faktor pertumbuhan dan sitokin di permukaan membran sel. Hal ini akan menstimulasi jalur tranduksi MAP-kinase, selanjutnya akan memicu AP-1 yang mengatur matriks metalloproteinase termasuk salah satunya adalah MMP-1. MMP-1 bertanggung jawab terhadap degradasi kolagen. Penggunaan antioksidan untuk menghambat jalur tersebut diharapkan dapat mencegah penuaan dini kulit. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui apakah astaxanthin mampu memberikan perlindungan terhadap penuaan dini kulit akibat pajanan UVB yang dilihat dari penurunan ekspresi MMP-1.
Rancangan penelitian ini adalah posttest only control group design. Penelitian secara in vitro menggunakan kultur sel fibroblast yang dibiakkan dari kulit preputium pasca sirkumsisi. Terdiri dari 3 kelompok yaitu kelompok kontrol (yang tidak mendapatkan perlakuan), kelompok sel yang hanya mendapatkan pajanan sinar UVB dengan variasi dosis 25, 50, dan 100 mJ/cm², dan kelompok sel yang diberikan astaxanthin gel dengan variasi dosis 3, 5, dan 7 µM sebelum dipajan sinar UVB dengan variasi dosis 25, 50, dan 100 mJ/cm². Supernatan dari kultur sel fibroblast dikumpulkan setelah 48 jam dan ekspresi MMP-1 dinilai dengan MMP-1 Human enzyme-linked immunosorbent assay (ELISA) kit sesuai protokol.
Hasil penelitian didapatkan UVB pada semua variasi dosis mampu meningkatkan MMP-1 secara bermakna (p<0,05). Astaxanthin pada variasi dosis pemberian mampu menurunkan ekspresi MMP-1 akibat pajanan sinar UVB pada kultur sel fibroblast dengan variasi dosis penyinaran secara bermakna (p<0,05).
Dapat disimpulkan bahwa astaxanthin gel sebagai antioksidan dapat melindungi kulit dari penuaan dini akibat pajanan UVB dengan menurunkan ekspresi MMP-1. Diperlukan penelitian yang lebih lanjut untuk mengetahui efek perlindungan astaxanthin terhadap penuaan dini akibat pajanan sinar ultra violet.
Kata kunci: astaxanthin gel, pajanan sinar UVB, penuaan dini, ekspresi MMP-1, kulit.
ABSTRACT
PROTECTIVE EFFECT OF ASTAXANTHIN GEL AGAINST UVB-INDUCED PREMATURE SKIN AGING BY THE DECREASE OF THE
EXPRESSION OF MMP-1 IN FIBROBLAST CELL CULTURE
Continous exposure of human skin to UV could cause damage of the skin structure and function, therefore it can lead to premature aging (photoaging). Exposure of the skin to UVB induce reactive oxygen species (ROS) which activate receptors growth factor and cytokine. This increase receptors activation lead to activate MAP signaling kinases, AP-1 ultimately expressed and activated. AP-1 controls transcription of matrix metalloproteinases (MMPs) including MMP-1 which is responsible to degradation of collagen. The use of antioxidant is hoped to prevent premature skin aging. The objective of this study is to investigate the protective effect of astaxanthin gel against UVB-induced premature skin aging by the decrease of the expression of MMP-1 in fibroblast cell culture.
This in vitro study used “posttest only control group design”. The fibroblast cell culture were isolated from circumcised foreskin. There were 3 groups; non treated group as a control group, UVB irradiated group with various doses 25, 50, and 100 mJ/cm², astaxanthin treated group with various doses 3, 5, and 7 µM before UVB irradiation with various doses 25, 50 and 100 mJ/cm². Expression of MMP-1 was measured in the supernatant of fibroblast cell culture after 48 hours UVB irradiation, using MMP-1 human ELISA kit according to manufacturer’s protocol
UVB irradiation in various doses resulted in increase of the expression of MMP-1 significantly (p<0,05). Astaxanthin gel in various doses before UVB irradiation in various doses could decrease the expression of MMP-1 significantly (p<0,05).
The study concluded that astaxanthin gel had protective effect on UVB-induced premature skin aging by the decrease of the expression of MMP-1 in fibroblast cell culture. Therefore further studies are needed to determine the protective effects of astaxanthin against UV-induced premature skin aging.
Key words : astaxanthin gel, UVB radiation, premature aging, MMP-1 expression, skin.
DAFTAR ISI
SAMPUL DALAM...i
PRASYARAT GELAR... ...ii
LEMBAR PERSETUJUAN...iii
PENETAPAN PANITIA PENGUJI...iv
UCAPAN TERIMAKASIH...v
ABSTRAK... viii
ABSTRACT...ix
DAFTAR ISI...x
DAFTAR GAMBAR ...xiv
DAFTAR TABEL...xv
DAFTAR SINGKATAN DAN LAMBANG...xvi
BAB I PENDAHULUAN...1 1.1 Latar Belakang...1 1.2 Rumusan Masalah...5 1.3 Tujuan Penelitian... ... .6 1.3.1 Tujuan Umum...6 1.3.2 Tujuan Khusus...6 1.4 Manfaat penelitian ...6 1.4.1 Manfaat Ilmiah...6 1.4.2 Manfaat Praktis ...6
BAB II TINJAUAN PUSTAKA...7
2.1 Proses Penuaan ( Aging )...7
2.1.1 Usia Harapan Hidup...7
2.1.2 Teori Penuaan dan Faktor yang mempengaruhi...8
2.1.3 Mekanisme Aging ...9
2.2 Proses Penuaan Kulit ...11
2.2.1 Mekanisme Penuaan Kulit...12
2.2.2 Fenomena Penuaan Kulit...13
2.3 Sinar Ultraviolet ...14
2.3.1 Efek radiasi sinar UV ...16
2.4 Anatomi dan Fungsi Kulit Manusia...18
2.5 Fibroblast...22
2.6 Matriks Metalloproteinase...23
2.7 Photoaging dan Mekanisme Kerusakan pada Kolagen ...25
2.8 Manifestasi Klinis dan Histologis pada kulit yang mengalami Photoaging...28
2.9 Radikal bebas dan Antioksidan...29
2.9.1 Radikal bebas ... 30
2.9.2 Antioksidan ...32
2.9.2.1 Peranan Antioksidan pada Kulit yang mengalami Kerusakankarena pajanan UV...33
2.10 Astaxanthin...34
BAB III KERANGKA BERPIKIR, KONSEP, DAN HIPOTESIS PENELITIAN...39
3.2 Kerangka Konsep ...41
3.3 Hipotesis Penelitian...42
BAB IV METODE PENELITIAN...43
4.1 Rancangan Penelitian...43
4.2 Tempat dan waktu Penelitian...47
4.3 Subyek dan Sampel...47
4.3.1 Subyek Penelitian...47 4.3.2 Sampel Penelitian...47 4.4 Variabel Penelitian...48 4.4.1 Klasifikasi variabel...48 4.4.2 Definisi operasional variabel...48
4.5 Bahan dan Instrumen Penelitian ...49
4.5.1 Bahan Utama Penelitian ...49
4.5.2. Bahan Penunjang Penelititan...50
4.5.3 Instrumen Penelitian...51
4.6 Prosedur Penelitian In Vitro...51
4.6.1 Pembuatan Kultur Primer dan sekunder ...51
4.6.2 Penghitungan jumlah Sel Uji ...53
4.6.3 Uji Aktivitas In Vitro...54
4.6.4 Prosedur Pengujian MMP-1...55
4.7 Alur Penelitian...57
4.8 Analisis Data...58
5.1 Uji Normalitas
Data...59
5.2 Uji Homogenitas antar kelompok...59
5.3 Pajanan UVB 25 mJ/cm²...59
5.3.1. Uji Efek Pajanan UVB 25 mJ/cm²...59
5.4 PajananUVB 50 mJ/cm²...62
5.4.1 Uji Efek Pajanan UVB 50 mJ/cm²...62
5.5 Pajanan UVB 00 mJ/cm²...65
5.5.1 Uji Efek Pajanan UVB 100 mJ/cm²...65
BAB VI PEMBAHASAN...69
BAB VII SIMPULAN DAN SARAN...75
7.1 Simpulan...75 7.2 Saran... ...76 DAFTAR PUSTAKA ...77 LAMPIRAN...8 2 Lampiran 1 : Uji Normalitas data MMP-1 berdasarkan Pajanan UVB 25 mJ/cm², 50 mJ/cm², dan 100 mJ/cm………...82
Lampiran 2 : Uji Homogenitas, Anova Test dan LSD Test Kelompok UVB 25 mJ/cm² ………...83
Lampiran 3 : Uji Homogenitas, Anova Test dan LSD Test Kelompok UVB 50 mJ/cm² ……….85
Lampiran 4 : Uji Homogenitas, Anova Test dan LSD Test
Kelompok UVB 100 mJ/cm² ………...87
Lampiran 5 ; Foto Foto Penelitian ………...89
Keterangan Kelaikan Etik DAFTAR GAMBAR Gambar 2.1 Mekanisme kerusakan kolagen akibat sinar UV……….…..27
Gambar 2.2 Struktur Kimia Astaxanthin ……….36
Gambar 3.2 Kerangka Konsep………..41
Gambar 4.1 Skema Rancangan Penelitian In Vitro………. ….44
Gambar 4.4 Skema Hubungan antara Variabel Penelitian ………...48
Gambar 4.7 Alur Penelitian In Vitro………...57
Gambar 5.1 Grafik Sesudah Penyinaran UVB 25 mJ/cm2………61
Gambar 5.2 Grafik Sesudah Penyinaran UVB 50 mJ/cm2 ………...64
DAFTAR TABEL
Tabel 5.1 Rerata MMP1 Antar Kelompok Sesudah Pajanan
UVB 25 mJ/cm²……….………..60
Tabel 5.2 Analisis Komparasi Antar Kelompok Sesudah Pajanan
UVB 25 mJ/cm²………...62
Tabel 5.3 Rerata MMP-1 Antar Kelompok Sesudah Pajanan
UVB 50 mJ/cm²………...63
Tabel 5.4 Analisis Komparasi Antar Kelompok Sesudah Pajanan
UVB 50 mJ/cm²………...65
Tabel 5.5 Rerata MMP-1 Antar Kelompok Sesudah Pajanan
UVB 100 mJ/cm²……….66
Tabel 5.6 Analisis Komparasi Antar Kelompok Sesudah Pajanan
DAFTAR SINGKATAN DAN LAMBANG
MMPs : Matrix Metalloproteinases
UVB : Ultra Violet B
MMP-1 : Matriks Metalloproteinase-1
A4M : American Academy of Anti Aging Medicine
DHEA : Dehydroepiandrosterone
GH : Growth Hormone
DNA : Deoxyribonucleic Acid
ROS : Reactive Oxygen Species
MT1-MMP : Membran Type 1 Matrix Metalloproteinase
NF-κB : Nuclear Factor Kappa B
TGFβ : Transforming Growth Factor B
IL-1 : Interleukin -1
TNFα : Tumor Necrosis Factor α
mJ/cm² : mili joule per senti meter persegi
SOD : Superoxide Dismutase
MAP-Kinase : Mitogen Activated Protein-Kinase
nM : nano mol
µM : mikro mol
TCF : Tissue Culture Flask
RPMI 1640 : Rosenthal Park Memorial Institute 1640
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Menjadi tua adalah suatu kodrat yang harus dijalani oleh semua insan di
dunia, namun seiring dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi saat ini
proses penuaan dapat diperlambat atau dicegah. Di negara maju jumlah proporsi
usia lanjut semakin meningkat 31% dari populasi di Amerika Serikat diperkirakan
akan berusia > 55 tahun pada th 2040 dan jumlah penduduk usia lanjut akan
menjadi dua kali bahkan tiga kali lipat selama awal kuartal pertama pada abad 21
(Smith, 2001). Berdasarkan proyeksi penduduk Indonesia pada tahun 2000-2025,
penduduk usia lanjut meningkat dari 4,7% menjadi 8,5 % (BPS, 2005).
Dari data Human Development Report 2010 rata-rata usia harapan hidup
dunia meningkat, di mana di Jepang yang tertinggi yaitu 83 tahun sedangkan
Indonesia 71 tahun (WHO, 2010). Dengan makin berkembangnya ilmu
pengetahuan medis meningkatnya usia harapan hidup tersebut diharapkan bukan
hanya usia bertambah panjang, namun yang terpenting adalah usia harapan hidup
yang meningkat dengan kualitas hidup yang meningkat pula. Begitu juga makin
banyak orang berusia tua yang ingin tampak lebih muda dan mencari modalitas
tindakan yang dapat mengurangi, menunda tanda-tanda penuaan serta mengubah
Pada saat usia bertambah tua, akan terjadi penurunan fungsi dan
kemampuan untuk adaptasi terhadap terjadinya kerusakan dalam tubuh. Disertai
pula dengan terjadinya penurunan berbagai fungsi organ tubuh dan terjadinya
perubahan fisik pada tingkat seluler maupun pada sistem oleh karena proses
penuaan (Baskoro dan Konthen, 2008). Banyak faktor yang berperanan pada
terjadinya proses tersebut, dimana dapat dikelompokkan menjadi faktor internal
dan faktor eksternal. Faktor internal meliputi adanya radikal bebas, hormon yang
berkurang, proses glikosilasi, apoptosis, sistem kekebalan yang menurun dan gen.
Faktor eksternal meliputi diet yang tidak sehat, gaya hidup yang tidak sehat,
kebiasaan yang salah, polusi lingkungan, radiasi, sinar UV, asap rokok, dan
stress (Rabe dkk., 2006; Pangkahila, 2007).
Sedangkan teori yang mendasari terjadinya proses penuaan tersebut pun
beragam antara lain adalah wear and tear theory, dan teori program. Wear and
tear theory menyatakan bahwa pada prinsipnya tubuh dan sel menjadi rusak
karena terlalu sering digunakan, dimana kerusakan terjadi secara terus menerus
tidak hanya pada organ namun juga pada tingkat sel. Sedangkan teori program
menyatakan bahwa dalam tubuh manusia terdapat jam biologis, mulai dari proses
konsepsi sampai pada kematian dalam suatu model yang telah terprogram. Dari
teori-teori tersebut yang paling banyak dianut adalah teori radikal bebas. Teori
radikal bebas menyatakan bahwa proses menua diawali dengan inisiasi reaksi
radikal bebas yang terus menerus secara progresif dan menyebabkan kerusakan
Dari data yang ada menyatakan bahwa pada kenyataannya proses penuaan
tersebut merupakan hasil interaksi dari program genetik dan kumulasi proses wear
and tear selama hidup (Gilchrest dan Yaar, 2000; Rabe dkk., 2006).
Seperti halnya organ lain, kulit pun akan mengalami proses penuaan,
faktor lingkungan yang sangat berperanan terhadap proses penuaan tersebut
adalah radiasi sinar ultra violet. Pajanan sinar ultra violet yang terjadi secara
terus menerus dapat menimbulkan suatu keadaan kerusakan pada struktur dan
fungsi dari kulit sehingga mempercepat terjadinya proses penuaan pada kulit oleh
sebab itu proses ini disebut penuaan dini kulit atau disebut juga dengan
photoaging (Fisher dkk., 2002; Rabe dkk., 2006).
Delapan puluh persen dari penuaan pada wajah berkaitan dengan pajanan
sinar matahari (Baumann, 2006). Mekanisme ikatan spektrum cahaya matahari
dapat menimbulkan photoaging pada manusia, dari hipotesis dinyatakan bahwa
sinar UV merangsang MMPs (matriks metalloproteinases) yang berperanan
dalam photoaging dimana MMPs merupakan suatu endopeptidase yang
menghancurkan struktur protein seperti kolagen dan elastin dalam jaringan ikat
(Young, 2000). Radikal bebas yang terbentuk akibat dari sinar ultra violet
mengaktifkan mitogen-activated protein kinase pathways menghasilkan
kolagenase (MMP-1) yang dapat menghancurkan kolagen. Penghambatan jalur
ini dengan menggunakan antioksidan diperkirakan dapat mencegah photoaging
dengan mencegah terbentuknya kolagenase (MMP-1) (Bauman, 2006). Ultra
yang paling poten mencapai permukaan bumi dan paling banyak menimbulkan
kerusakan pada kulit (Kaminer, 1995).
Sebagai pertahanan dan perlindungan dari pajanan radikal bebas, tubuh
secara alami membuat antioksidan antara lain superoksid dismutase (SOD),
katalase, glutathione. Perlindungan alami tersebut terkadang tidak cukup
adekuat, untuk itu diperlukan tambahan perlindungan antioksidan dari luar tubuh
baik yang oral maupun topikal. Tersedia berbagai macam antioksidan baik yang
oral maupun topikal.
Salah satu yang cukup populer saat ini adalah astaxanthin, yang
merupakan salah satu pigmen karotenoid xantophyll yang larut dalam lemak.
Astaxanthin memiliki potensi sebagai antioksidan lebih kuat dari golongan
karotenoid lain seperti vit E, karena memiliki gugus hidroksil (OH) dan keton
(C=O) pada gugus terminalnya yang membuat astaxanthin menjadi lebih polar
dan mampu menjadi bentuk ester (Goto dkk., 2001; Lyons dan O’Brien, 2002).
Astaxanthin melindungi tubuh terhadap proses peroksidasi lipid dan kerusakan
yang diakibatkan oleh proses oksidasi yang terjadi pada membran sel dan jaringan
tubuh (Furr dan Clark, 1997; Winarsi, 2007).
Dari penelitian yang dilakukan Lyons dan O’Brien (2002) yang
menggunakan kultur fibroblast menunjukkan bahwa astaxanthin pada dosis 10
µM mampu memberikan efek perlindungan terhadap pajanan UVA secara
signifikan, dibandingkan dosis lebih kecil yaitu 10 nm dan 100 nm. Sedangkan
menunjukkan bahwa astaxanthin berperan sebagai antioksidan yang poten
terhadap induksi MMP-1 oleh UVA, dimana pada konsentrasi 4-8 µM
memberikan efek inhibisi lebih besar terhadap MMP-1 daripada terhadap skin
fibroblast elastase.
Hingga kini photoaging masih menjadi permasalahan, terutama di negara
yang beriklim tropis seperti Indonesia dimana intensitas sinar matahari cukup
tinggi. Untuk itu perlu dikembangkan penggunaan bahan bahan topikal yang
cukup adekuat untuk melindungi kulit dari kerusakan yang dapat ditimbulkan oleh
paparan sinar ultra violet tersebut. Walaupun kini telah banyak bahan topikal
sebagai anti penuaan kulit namun banyak hal yang belum diketahui secara pasti
mengenai mekanisme kerja bahan tersebut dan efek yang ditimbulkan. Oleh
karena itu perlu dilakukan suatu penelitian tentang kemampuan astaxanthin
sebagai antioksidan topikal untuk melindungi kulit dari kerusakan akibat pajanan
sinar ultra violet B yang akan dilakukan secara in vitro pada kultur fibroblast.
Sehingga diharapkan nantinya dapat bermanfaat bagi masyarakat dalam
kehidupan sehari-harinya.
I.2. Rumusan Masalah
Dari uraian latar belakang tersebut di atas maka dapat dibuat rumusan
masalah penelitian sebagai berikut:
Apakah penggunaan astaxanthin gel secara in vitro pada kultur fibroblast yang
I.3. Tujuan Penelitian
I.3.1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui efek perlindungan astaxanthin gel pada kulit terhadap
proses penuaan dini akibat pajanan ultra violet B (UVB).
I.3.2. Tujuan Khusus
Untuk mengetahui pemberian astaxanthin gel dapat menurunkan ekspresi
MMP-1 pada kultur fibroblast yang dipajan dengan sinar UVB.
I.4 Manfaat Penelitian
I.4.1 Manfaat Ilmiah
1. Memberi informasi ilmiah tentang fungsi proteksi astaxanthin gel dalam
melindungi kulit dari kerusakan akibat pajanan UVB.
2. Sebagai dasar untuk digunakan sebagai penelitian lebih lanjut pada manusia.
I.4.2 Manfaat Praktis
Memberi informasi pada masyarakat tentang efek penggunaan astaxanthin
gel yang dapat memberikan perlindungan pada kulit dari pengaruh kerusakan
oleh sinar UVB dan mencegah penuaan dini sehingga dapat digunakan dalam
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Proses Penuaan (Aging)
Secara umum proses penuaan akan dialami oleh semua mahluk yang
hidup di muka bumi ini. Proses tersebut adalah hal alamiah yang harus dijalani
dan tidak dapat dihindarkan, terjadi pada setiap orang dalam kecepatan yang
berbeda tergantung pada keadaan genetik seseorang, lingkungan dan gaya hidup
yang dilakukan, sehingga proses penuaan tersebut dapat terjadi lebih dini atau
lambat tergantung dari kesehatan individu (Fowler, 2003).
Definisi aging menurut A4M (American Academy of Anti Aging
Medicine) adalah kelemahan dan kegagalan fisik dan mental yang berhubungan
dengan aging yang normal disebabkan karena disfungsi fisiologik, yang mana
dalam banyak kasus dapat diubah dengan intervensi kedokteran yang tepat
(Klatz, 2003).
2.1.1 Usia Harapan Hidup
Usia harapan hidup manusia berbeda beda di tiap negara maupun tiap
jaman, kecenderungan secara global adalah usia harapan hidup manusia (life
expectancy) di setiap negara meningkat dari waktu ke waktu baik itu di negara
maju maupun di negara yang sedang berkembang. Dengan meningkatnya usia
akan mencari modalitas terapi atau intervensi yang dapat memperbaiki
penampilan dan mengurangi tanda-tanda penuaannya.
Di negara maju jumlah proporsi usia lanjut semakin meningkat 31% dari
populasi, di AS diperkirakan akan berusia > 55 tahun pada th 2040 dan jumlah
penduduk usia lanjut akan menjadi dua kali bahkan tiga kali lipat selama awal
kuartal pertama pada abad 21 (Smith, 2001). Berdasarkan proyeksi penduduk
Indonesia pada tahun 2000-2025, penduduk usia lanjut akan meningkat dari 4,7%
menjadi 8,5% dengan rata rata peningkatan tiap tahunnya sebesar 0,1% - 0,4%
(BPS, 2005).
Dari data Human Development Report th 2010 rata-rata usia harapan
hidup dunia meningkat, dimana di Jepang yang tertinggi yaitu 83 tahun dan
Indonesia 71 tahun (WHO, 2010). Dari sebuah laporan pada tahun 2002
dinyatakan sebanyak 60 persen orang AS yang berusia 65 th keatas mencari
pengobatan untuk menunda penuaan, jadi tidaklah aneh jika jumlah orang berusia
lanjut di AS cukup tinggi yaitu 13%. Begitu juga dengan negara maju lainnya
seperti Inggris 16%, Jepang 17%, dan Italia 18% ( Pangkahila, 2007).
2.1.2 Teori Penuaan dan Faktor yang Mempengaruhi Penuaan
Banyak sekali teori-teori yang menjelaskan proses penuaan namun teori
tersebut dapat di kelompokkan menjadi 2, yaitu teori wear and tear dan teori
program (Pangkahila, 2007). Prinsip dari teori wear and tear adalah terjadinya
kerusakan pada tubuh dan sel karena penggunaan serta kerusakan yang terus
DNA, glikosilasi, dan radikal bebas. Sedangkan teori program menganggap
bahwa di dalam tubuh manusia terdapat suatu jam biologis, mulai dari konsepsi
sampai pada kematian. Teori program meliputi terbatasnya replikasi sel, proses
imun dan teori neuroendokrin.
Banyak sekali faktor yang menyebabkan terjadinya penuaan, namun pada
dasarnya dapat dikelompokkan menjadi faktor internal dan faktor eksternal
(Pangkahila, 2007). Faktor internal antara lain adalah radikal bebas, hormon yang
berkurang, proses glikosilasi, metilasi, apoptosis, sistem kekebalan yang menurun,
dan gen. Faktor eksternal yang mempengaruhi antara lain adalah gaya hidup yang
tidak sehat, diet yang tidak sehat, kebiasaan yang salah, polusi lingkungan, stress
dan kemiskinan.
2.1.3 Mekanisme Aging
Proses penuaan yang terjadi pada individu tidak terjadi begitu saja dengan
langsung menunjukkan tanda dan gejala penuaan seperti terjadinya perubahan
fisik seperti massa otot berkurang, kulit berkerut, daya ingat berkurang, sulit tidur,
mudah tersinggung dan tanda tanda lainnya. Namun proses tersebut terjadi secara
bertahap meliputi tahapan sebagai berikut (Fowler, 2003; Pangkahila, 2007).
1. Tahapan subklinik (usia 25-35 tahun)
Di rentangan usia ini sebagian besar hormon dalam tubuh mulai menurun,
yaitu hormon testosteron, growth hormon, dan estrogen. Pembentukan radikal
sehingga pada tahapan ini individu masih merasa dan tampak normal, tanpa
tanda dan gejala penuaan.
2. Tahap transisi (usia 35 -45 tahun)
Pada tahap ini kadar hormon menurun sebanyak 25%. Massa otot berkurang 1 kg
setiap beberapa tahun, akibatnya tenaga dan kekuatan terasa hilang, sedang
komposisi lemak tubuh bertambah. Mulai muncul gejala penuaan seperti rambut
mulai putih, elastisitas kulit menurun, pigmentasi kulit menurun, demikian juga
halnya dengan pendengaran, penglihatan, dan dorongan seksual. Kerusakan oleh
radikal bebas mulai merusak ekspresi genetik, resiko terjadinya penyakit
meningkat. Saat ini orang akan mulai merasa tidak muda lagi dan tampak lebih
tua.
3. Tahap klinik (Usia 45 th ke atas)
Penurunan kadar hormon terus berlanjut yaitu DHEA, melatonin, GH,
testosteron, estrogen, dan tiroid. Terjadi penurunan sampai hilangnya
kemampuan penyerapan bahan makanan, vitamin, dan mineral. Densitas tulang
menurun, massa otot berkurang sekitar 1 kg setiap tiga tahunnya, akibatnya terjadi
ketidakmampuan membakar kalori, meningkatnya lemak tubuh dan berat badan.
Sistem organ mulai mengalami kegagalan, penyakit kronis menjadi lebih nyata.
Ketidakmampuan menjadi faktor utama.
Proses penuaan tidak selalu harus dinyatakan dengan gejala ataupun
keluhan. Apabila tidak terjadi gejala atau keluhan bukan berarti tidak mengalami
pengetahuan proses penuaan dapat dianggap dan diperlakukan sama dengan
penyakit, yang dapat dicegah, dihindari, dan diobati sehingga dapat kembali ke
keadaan semula (Pangkahila, 2007).
2.2 Proses Penuaan Pada Kulit
Penuaan berkaitan dengan perubahan yang bersifat progresif yang terjadi di
semua jaringan termasuk pada kulit. Suatu proses yang merupakan akibat dari
penggunaan sel secara terus menerus dan senescense, yang akhirnya akan diakhiri
dengan berkurangnya viabilitas dan kematian. Hal tersebut dipengaruhi oleh
faktor genetik, akumulasi dari pengaruh faktor lingkungan dan faktor endogen
lainnya yang berperanan pada life-span mahluk hidup (Tschachler dan Morizot,
2006; Yaar, 2006).
Ada 2 teori dasar penuaan pada kulit yaitu teori programmatikdan teori
stokastik (Gilchrest dan Yaar, 2000). Teori programmatik meliputi; 1) terjadinya
pemendekan telomere yaitu ujung kromosom eukariotik karena DNA polymerase
tak mampu mengadakan replikasi pada ujung akhir; 2) penuaan seluler dimana
adanya keterbatasan sel untuk membelah.
Teori stokastik meliputi adanya; 1) stress oksidatif yaitu tingkat penggunaan
oksigen berkaitan dengan proses penuaan, karena kurangnya efisiensi sistem
pertahanan oksidatif maka selama masa kehidupan terjadilah akumulasi kerusakan
oksidatif molekuler yang terkadang mengakibatkan terjadinya kematian sel secara
apoptosis; 2) Adanya kerusakan DNA ; 3) amino acid racemization: yaitu proses
proses penuaan serta dapat mempengaruhi fungsi protein dan menyebabkan
akumulasi protein yang sudah tidak fungsional lagi pada jaringan; 4)
nonenzymatic glycosylation.
Proses penuaan berjalan sesuai waktu atau usia seseorang (chronological
/ intrinsic aging ) dan juga dapat diperberat oleh adanya faktor eksternal termasuk
yang paling banyak berperan adalah pajanan sinar ultra violet (exstrinsic aging).
2.2.1 Mekanisme Penuaan Kulit
Adanya akumulasi Reactive Oxygen Species (ROS) dinyatakan berperanan
penting pada proses penuaan kulit, dan hal ini terbukti dari penelitian yang telah
dilakukan. Kulit merupakan organ yang paling banyak mengalami kontak
langsung dengan lingkungan, sehingga banyak terpapar dengan ROS yang berasal
dari lingkungan termasuk dari udara, radiasi matahari, ozon, dan polusi. Selain itu
hasil metabolisme normal pun menghasilkan ROS, dari proses rantai respirasi
mitokondria yang mana elektron berlebih akan diberikan pada molekul oksigen
untuk kemudian terbentuk anion superoksid. Dengan bertambahnya usia membuat
berkurangnya kemampuan aktivitas sistem pertahanan dari enzymaticantioxidant
(Chung dkk., 2004).
ROS yang terbentuk dari pajanan sinar ultra violet tersebut dapat menekan
serta merusak enzymatic antioxidant dan non enzymatic antioxidant yang
merupakan mekanisme pertahanan kulit terhadap radikal bebas. Hal ini akan
memicu terjadinya kerusakan oksidatif pada komponen seluler dan non seluler
bahkan sampai mengakibatkan kanker kulit. ROS akan mengaktifkan jalur signal
tranduksi sitoplasmik pada fibroblast, hal ini berkaitan pada pertumbuhan,
diferensiasi, senescence, dan degradasi jaringan ikat, juga menyebabkan
perubahan genetik yang permanen (Kim dkk., 2004).
Diperkirakan jumlah kolagen di dermis akan berkurang sebanyak 1 % tiap
tahunnya pada usia dewasa. Mekanisme berkurangnya kolagen selama proses
penuaan alamiah adalah akibat dari peningkatan ekspresi matriks
metalloproteinase (MMP). Peningkatan MMP mempengaruhi sintesis kolagen,
dimana dengan bertambahnya umur maka level MMP-1, 2, 9, dan 12 akan makin
bertambah sementara ekspresi procollagen mRNA lebih rendah dibanding saat
masih berusia muda (Chung dkk., 2004). Pada proses penuaan alami terjadi
penurunan sintesa kolagen serta peningkatan ekspresi matriks metalloproteinase
sementara pada photoaging tampak peningkatan matriks metalloproteinase yang
lebih besar (Chung dkk., 2001).
2.2.2 Fenomena Penuaan pada Kulit
Proses penuaan pada kulit terdiri dari 2 fenomena yang berbeda secara
signifikan namun dapat terjadi secara simultan, yaitu proses penuaan intrinsik
(intrinsic aging/chronological aging) dan penuaan ekstrinsik (extrinsic aging
/photoaging).
Penuaan intrinsik merupakan proses menyeluruh, dan berlangsung secara
alamiah sejalan dengan bertambahnya usia. Proses ini disebabkan oleh berbagai
proses penuaan intrinsik yang terjadi lebih banyak ditandai dengan adanya
penurunan fungsi organ oleh karena bertambahnya usia tersebut dibandingkan
dengan perubahan morfologi yang tampak.
Proses penuaan ekstrinsik (extrinsic aging/photoaging), suatu proses
penuaan yang diakibatkan oleh berbagai faktor dari lingkungan di luar tubuh
yang terjadi secara terus menerus. Banyak faktor dari lingkungan yang ada di luar
tubuh yang dapat mempengaruhi proses penuaan antara lain sinar ultra violet,
kelembaban udara, suhu, polusi asap, dan paparan bahan kimiawi. Dari faktor
lingkungan tersebut yang paling banyak berperanan dalam penuaan kulit adalah
pengaruh dari pajanan sinar ultra violet, oleh karena itu proses penuaan ini
disebut juga sebagai photoaging. Faktor yang berpengaruh dari luar tersebut
dapat dihindari untuk mencegah terjadinya proses penuaan dini (Gilchrest dan
Yaar, 2000 ; Chung dkk., 2004).
2.3 Sinar Ultra Violet
Radiasi sinar ultra violet adalah suatu spektrum dari cahaya dengan
panjang gelombang yang berkisar antara 100 nm - 400 nm, dihasilkan oleh sinar
matahari atau dari lampu buatan. Berdasarkan batasan dari Commision
Innternationale de l’Eclairage (CIE) sinar ultra violet terdiri dari ultra violet A
(UVA) dengan panjang gelombang 315–400 nm, ultra violet B (UVB) dengan
panjang gelombang 280–315 nm, dan ultra violet C (UVC) dengan panjang
gelombang 100–280 nm. UVA dibagi lagi menjadi UVA I (340 -400 nm) dan
Radiasi sinar ultra violet di permukaan bumi ini 95-98% adalah UVA
dan 2-5% adalah UVB. UVC tidak mencapai permukaan bumi. UVB adalah sinar
yang paling poten yang mencapai permukaan bumi dan paling banyak
menyebabkan terjadinya photodamage pada manusia. UVA kira-kira 1000 kali
lebih lemah dibandingkan UVB namun 100 kali lebih banyak mencapai
permukaan bumi (Kaminer,1995).
Sinar UVC diserap oleh lapisan stratosfir ozon, namun dengan semakin
menipisnya lapisan ozon akan memungkinkan semakin besarnya jumlah radiasi
UV yang sampai ke permukaan bumi. Lapisan ozon merupakan penyerap awal
sinar ultra violet di atmosfer, yang mana lapisan ini memblokade semua sinar
UVC agar tidak mencapai permukaan bumi, 90% UVB terutama dengan panjang
gelombang 290-300 nm, dan UVA sangat sedikit yang diblokade. Begitu jumlah
ozon berkurang maka jumlah gelombang pendek dari UVB yang mencapai
permukaan bumi akan makin meningkat, hal yang penting dari hal ini adalah
setiap photon UVB pada 290 nm 1000-10000 kali lebih karsinogenik
dibandingkan photon pada 330 nm. The United States Environmental Protection
Agency (EPA) memperkirakan bahwa jumlah rata rata berkurangnya lapisan ozon
adalah 8% per dekade, pada setiap 1% kolom ozon berkurang diperkirakan UVB
meningkat sebanyak 1,3-1,5% (Young, 2000).
Radiasi sinar UVB yang mencapai lapisan kulit, sebanyak 70% diserap
oleh stratum korneum, 20% yang mencapai epidermis dan 10% yang mencapai
bagian atas dari lapisan dermis. Sedangkan radiasi UVA diserap sebagian oleh
menyerap jauh lebih dalam dibandingkan sinar UVB. Dilihat dari jumlah sinar
UVB yang sampai ke lapisan dermis hanya dalam jumlah yang kecil dibandingkan
dengan sinar UVA, namun karena sifatnya yang sangat poten mampu
menimbulkan kerusakan pada kulit (Fourtanier dan Moyal, 2004).
2.3.1 Efek Radiasi Sinar UV
Paparan sinar UV dari matahari dapat memicu pembentukan radikal bebas
pada kulit. Radikal bebas yang terbentuk akan menyebabkan menurunnya kinerja
enzim untuk mempertahankan fungsi sel, merusak protein dan asam amino yang
merupakan struktur utama kolagen dan elastin. Radiasi sinar ultra violet memiliki
rentangan yang luas dalam efek akut yang ditimbulkannya. Efek yang ditimbulkan
selain sunburn inflammation (erythema) dan tanning (melanogenesis) juga dapat
mengakibatkan DNA photodamage, immunosupresi, dan sintesis vitamin D.
Sedangkan paparan kronik dari sinar matahari dapat memicu terjadinya
photoaging dan lebih jauh lagi dapat memicu terjadinya kanker kulit seperti
squamous cell ca, basal cell ca, dan melanoma maligna (Young, 2000).
Eritema (sunburn) adalah suatu reaksi radang akut pada kulit yang
berwarna kemerahan akibat pajanan sinar ultra violet yang berlebihan. Eritema
atau warna kemerahan yang timbul dapat dengan mudah dilihat dengan metode
yang non invasif dan dapat dapat diamati sepanjang waktu. Pada UVB, eritema
yang ditimbulkan merupakan respon yang lambat, dimana akan mencapai
puncaknya 6-24 jam tergantung pada dosis penyinaran. Dosis terkecil yang dapat
yang diberikan penyinaran setelah 24 jam disebut Minimal Erythemal Dose
(MED).
Respon pigmentasi pada kulit yang terjadi dengan segera pada paparan
sinar UV adalah timbulnya warna kecoklatan pada kulit (tanning) dan kemudian
akan diikuti dengan terbentuknya melanin baru. Eritema yang diinduksi oleh
UVB akan diikuti dengan terjadinya pigmentasi, proses pembentukan melanin
(melanization) ini akan hilang bersamaan dengan proses pelepasan epidermis
yang terjadi tiap bulannya.
Kerusakan DNA (DNA damage) merupakan suatu reaksi yang terjadi akibat
radiasi sinar matahari, dimana UVB diserap dan kerusakan terjadi pada basa
pirimidine. Kerusakan pada DNA dapat memicu terjadinya mutasi pada onkogen
dan gen tumor supresor yang berakibat pada terjadinya disfungsi gen.
Imunosupresi dapat terjadi karena paparan sinar UV, fenomena ini disebut
dengan photoimmunosuppression yang berakibat lebih jauh terhadap terjadinya
kanker kulit, meningkatnya insiden serta derajat beratnya penyakit infeksi dan
virus.
Photoaging merupakan kerusakan akibat akumulasi paparan sinar ultra
violet yang bersifat kronis dan terus menerus, tergantung pada derajat paparan
yang terjadi, pigmen kulit, dan kebiasaan aktifitas luar (outdoor life style). Akibat
lebih jauh pada akhirnya dapat mengarah kepada terjadinya photocarcinogenesis,
Efek dari paparan sinar matahari pada kulit tergantung pada panjang
gelombang dan dosis radiasinya. Faktor-faktor seperti pekerjaan, gaya hidup,
pakaian, dan usia berpengaruh pada paparan sinar matahari. Geografi juga
berperanan penting, dimana paparan sinar matahari akan bertambah dengan
menurunnya garis lintang, dan setiap 1000 kaki diatas permukaan laut paparan
akan bertambah 4% (Obagi, 2000).
2.4 Anatomi dan Fungsi Kulit Manusia
Kulit adalah organ tubuh yang penting untuk menjamin kelangsungan
hidup dan menyokong penampilan serta kepribadian seseorang, terletak pada
lapisan terluar dengan luas 1,5 m² pada orang dewasa dengan berat kira-kira 15%
dari berat badan (Wasitaatmadja, 2007).
Secara garis besar kulit tersusun atas tiga lapisan yaitu lapisan epidermis,
lapisan dermis, dan lapisan subkutis. Batas antara dermis dan epidermis tidak
teratur, dimana tonjolan dermis yang disebut papilla dermis saling mengunci
dengan tonjolan epidermis yang disebut epidermal ridges. Sedangkan batas antara
dermis dan subkutis tidak ada garis tegas yang memisahkannya (Wasitaatmadja,
2007; Junqueira dkk., 1997).
Secara histopatologis lapisan kulit dapat dijabarkan sebagai berikut:
2.4.1 Lapisan Epidermis terdiri atas:
Adalah lapisan kulit yang paling luar, terdiri atas beberapa lapis
sel-sel gepeng yang mati, tidak berinti dan protoplasmanya telah berubah
menjadi keratin (zat tanduk).
2.4.1.2 Stratum lusidum
Berada langsung di bawah lapisan korneum, merupakan lapisan sel-sel
gepeng tanpa inti dengan protoplasma yang berubah menjadi protein
yang disebut eleidin.
2.4.1.3Stratum granulosum (lapisan keratohialin)
Merupakan 2-3 lapis sel-sel gepeng dengan sitoplasma berbutir kasar
dan terdapat inti di antaranya, butiran kasar tersebut terdiri atas
keratohialin
2.4.1.4 Stratum spinosum (stratum malphigi)
Lapisan ini disebut juga prickle cell layer, terdiri atas beberapa lapis
sel yang berbentuk poligonal, protoplasmanya jernih karena banyak
mengandung glikogen, dan inti terletak di tengah-tengah. Sel-sel ini
makin dekat ke permukaan makin gepeng bentuknya, di antara sel-sel
terdapat jembatan antar sel yang terdiri atas protoplasma dan
tonofibril. Di antara sel-sel spinosum terdapat pula sel langerhans.
Terdiri atas sel-sel berbentuk kubis (kolumnar) yang tersusun vertical
pada perbatasan dermo-epidermal berbaris seperti pagar. Lapisan ini
adalah lapisan epidermis paling bawah. Lapisan ini terdiri dari 2 jenis
sel yaitu sel kolumnar dengan protoplasma basofilik inti lonjong dan
besar, dan sel melanosit yang merupakan sel pembentuk melanin
dengan sitoplasma basofilik dengan inti gelap mengandung butir
pigmen (melanosom).
2.4.2 Lapisan Dermis
Lapisan ini lebih tebal daripada epidermis, terdiri dari lapisan elastik
dan fibrosa padat dengan elemen-elemen selular dan folikel rambut .
dermis dibagi menjadi dua bagian yaitu
2.4.2.1 Pars papilare
Bagian yang menonjol ke epidermis, berisi ujung serabut saraf dan
pembuluh darah.
2.4.2.2 Pars retikulare
Terdiri dari serabut-serabut penunjang seperti serabut kolagen, elastin
dan retikulin. Dasar (matriks) lapisan ini terdiri atas asam hialuronat
dan kondroitin sulfat, terdapat juga fibroblast. Serabut kolagen
dibentuk oleh fibroblast, membentuk ikatan yang mengandung
bergelombang berbentuk amorf dan mudah mengembang serta lebih
elastis. Retikulin mirip dengan kolagen muda.
2.4.3 Lapisan Subkutis
Kelanjutan dari dermis yang terdiri dari jaringan ikat longgar berisi
sel-sel lemak didalamnya. Sel lemak merupakan sel bulat besar dengan
inti terdesak ke pinggir sitoplasma lemak yang bertambah. Sel ini
berkelompok dipisahkan satu sama lainnya dengan trabekula yang
fibrosa. Pada lapisan ini terdapat ujung-ujung saraf tepi, pembuluh
darah dan getah bening.
Vaskularisasi di kulit diatur oleh 2 pleksus yaitu yang terletak di
bagian atas dermis (pleksus superfisialis) dan yang terletak di subkutis
( pleksus profunda) .
Kulit juga memiliki berbagai fungsi bagi tubuh antara lain adalah :
1. Fungsi proteksi
Kulit menjaga bagian dalam tubuh dari gangguan yang bersifat fisik atau
mekanis, gangguan kimiawi, radiasi sinar ultra violet, gangguan kuman
maupun jamur. Fungsi ini terjadi karena adanya bantalan lemak, tebalnya
lapisan kulit dan jaringan penunjangnya yang berperanan terhadap
gangguan yang bersifat fisik. Adanya melanosit turut berperan dalam
pH 5-6,5 merupakan perlindungan kimiawi terhadap infeksi bakteri dan
jamur.
2. Fungsi ekskresi
Kelenjar-kelenjar kulit akan mengeluarkan zat-zat yang tidak berguna dan
sisa metabolism dalam tubuh. Produk kelenjar lemak dan keringat di kulit
menyebabkan keasaman kulit pada pH 5 – 6,5.
3. Fungsi persepsi
Fungsi persepsi ini disebabkan karena adanya ujung-ujung saraf sensorik
di dermis dan subkutis.
4. Fungsi pengaturan suhu tubuh
Peranan kulit dalam pengaturan suhu tubuh terjadi dengan cara
mengeluarkan keringat.
5. Fungsi imunitas
6. Fungsi sintesis vitamin D dan melanin
2.5 Fibroblast
Fibroblast adalah sel yang utama di lapisan dermis, berbentuk spindel
dengan sitoplasma bercabang cabang tidak teratur, nukleus berbentuk lonjong,
besar dan pucat dengan nukleolus yang jelas. Sel fibroblast bertanggung jawab
terhadap produksi kolagen, serat retikulin, serat elastik dan jaringan penyangga
dengan mensekresikan enzim seperti collagenase (MMP-1) dan elastase (Obagi,
2000 ; Junqueira dkk., 1997).
Fibroblast berperanan penting pada proses penyembuhan luka (wound
healing process). Adanya suatu kerusakan pada jaringan dapat merangsang sel
fibrosit dan mitosis fibroblast. Jadi dapat dikatakan bahwa fungsi utama
fibroblast adalah menjaga integritas struktur jaringan ikat dan mengatur turnover
jaringan ikat dengan memproduksi enzim yang dapat mendegradasi kolagen
(collagenase), elastin (elastase), proteoglikan dan glikosaminoglikan (stromelysin
dan lysosomal hydrolase).
Dengan bertambahnya usia, secara umum ukuran fibroblast akan menjadi
semakin mengecil dan menjadi berkurang aktivitasnya, sementara pada kulit yang
mengalami kerusakan oleh karena pajanan sinar ultra violet fibroblastnya sering
menjadi hipertopi.
Dari suatu penelitian dinyatakan bahwa sel fibrolast memiliki ketahanan
yang lebih kuat terhadap pajanan UVB dibandingkan dengan sel lain seperti
keratinosit dan melanosit dengan dosis yang bersifat sitotoksik dari pajanan
narrowband UVB (100,200, dan 400 mJ/cm²) ataupun broadband UVB (5,10, dan
25 mJ/cm² ) (Cho dkk., 2008).
2.6 Matriks Metalloproteinase
Matriks metalloproteinase adalah suatu zinc-dependent endopeptidase.
MMP gene family pada manusia terdiri dari 28 tipe dengan struktur dan spesifitas
berkaitan dengan turnover matriks ekstraseluler, wound healing, angiogenesis,
dan kanker. Sejumlah MMPs mampu menimbulkan degradasi terhadap kolagen
tipe I yaitu antara lain MMP-1, 8,13, MT1-MMP (MMP-14), MT2-MMP
(MMP-15), dan MT3-MMP (MMP-16). Pada kulit hanya MMP-1 yang paling
banyak dipicu pembentukannya oleh pajanan sinar ultra violet dan tampaknya
paling bertanggung jawab terhadap pemecahan kolagen akibat paparan matahari.
Level MMP-1 akan meningkat sesuai dengan bertambahnya usia, yang mana hal
ini diperkirakan sebagai akibat dari fragmentasi serat kolagen dan disorganisasi
susunan serat kolagen pada dermis (Seltzer & Eisen, 2006).
Activator Protein -1 (AP-1) yang merupakan nuclear transcription factor,
terdiri dari dua sub unit yaitu c-jun dan c-fos, berfungsi untuk mengontrol
transkripsi dari matriks metalloproteinases (MMPs). MMPs merupakan suatu
enzim yang bertanggung jawab terhadap degradasi dari matriks ekstrasel,
termasuk diantaranya adalah MMP-1 (collagenase), MMP-3 (stromelysin), dan
MMP-9 (92-kd gelatinase). Metalloproteinase juga bertanggung jawab terhadap
tejadinya degradasi kolagen.
MMP dapat dengan segera timbul hanya dengan dosis minimal sinar ultra
violet, di bawah dosis yang dibutuhkan untuk menimbulkan eritema. Terdapat
suatu hubungan dosis dan respon yang ditimbulkan antara paparan UV dan
induksi MMP. Paparan terhadap sinar UV yang tidak cukup untuk menimbulkan
sunburn dapat memfasilitasi terjadinya degradasi kolagen, dan pada akhirnya
setara dengan 5-15 menit paparan matahari pada tengah hari cukup tuntuk
meningkatkan level MMP (Berneburg dkk., 2000; Rabe dkk., 2006).
Dari beberapa penelitian yang telah dilakukan pada kultur fibroblast
menunjukkan bahwa radiasi sinar UVB mampu memicu ekspresi MMP pada
dosis yang bervariasi antara 10 mJ/cm2 – 100 mJ/cm2 ( Kim dkk., 2004; Kim
dkk., 2005; Yulianto, 2008; Moon dkk., 2008; Lee dkk., 2009).
2.7 Photoaging dan Mekanisme Kerusakan pada Kolagen
Photoaging merupakan efek kronis yang timbul akibat pajanan sinar
ultra violet yang berulang. Pada proses penuaan itu sendiri terjadi penurunan
proporsi dari sel germinatif di epidermis yang dipengaruhi oleh sinar ultra violet
yang langsung merusak sel. Pajanan UV akan berakibat pada timbulnya reactive
oxygen species (ROS) yang merusak membran lipid, protein seluler, dan DNA .
Kerusakan pada protein akan menginaktifkan enzim yang mempengaruhi
kemampuan sel tersebut untuk memperbaiki kerusakan yang ditimbulkan oleh
sinar UV dan ini akan berakibat pada kematian sel atau terjadinya mutasi
permanen DNA seluler (Yaar dan Gilchrest, 1995).
Dilaporkan bahwa penyinaran ultraviolet merusak matriks kolagen kulit
melalui dua jalur yang berbeda yaitu terjadinya stimulasi degradasi kolagen dan
hambatan produksi kolagen (Fisher dkk., 2004).
Dari beberapa penelitian secara in vitro didapatkan bahwa radiasi sinar
ultraviolet bekerja menyerupai kerja dari reseptor ligand melalui pembentukan
reseptor epidermal growth factor, IL-1, dan TNF-α yang terdapat pada sel
keratinosit dan fibroblast akan aktif. Hal ini di perkirakan terjadi karena
terjadinya oksidasi ROS yang selanjutnya akan menghambat protein-tyrosin
phospatase yang berfungsi mengatur penurunan aktivitas reseptor ini, akibatnya
reseptor tersebut akan meningkat. Adanya peningkatan reseptor ini memicu
aktivasi signaling kinases pada kulit, dan nuclear transcription factor activator
protein-1 (AP-1) akan menjadi aktif. AP-1 merupakan MMP promoter, yang
akan mengontrol transkripsi matriks metalloproteinase. MMP-1 merupakan
metalloproteinase utama yang bertanggung jawab terhadap terjadinya degradasi
kolagen. AP-1 terdiri dari 2 sub unit yaitu c-Fos yang selalu terekspresikan dan
c-Jun yang diinduksi oleh UV. Ekspresi yang berlebihan dari komponen c-Jun ini
dapat mengurangi ekspresi kolagen tipe 1 (Rabe dkk., 2006).
Sinar UV juga akan mengaktifkan faktor transkripsi NF-κB melalui suatu
iron-dependent mechanisme. Respon terhadap sinar UV akan dilipatgandakan
melalui pembentukan sitokin. NFκB juga dapat meningkatkan ekspresi MMP-9.
Pajanan sinar UV juga mengakibatkan ekspresi TGFβ dan reseptornya berkurang,
sementara TGFβ adalah promoter yang sangat penting dari sintesis kolagen.
Setelah paparan sinar UV procollagen pool berkurang secara nyata. AP-1
dan Transforming Growth Factor (TGF)-β berperanan pada regulasi menurun dari
sintesis kolagen akibat sinar UV. Kerusakan kolagen itu sendiri dapat
Dari penelitian yang dilakukan oleh Choi dkk. (2007) pada kultur
fibroblast didapatkan bahwa terjadi peningkatan ekspresi MMP-1 dan penurunan
ekspresi TGF-β1 serta protein level mRNA kolagen tipe I. Hasil yang didapat
lebih besar pada penyinaran dengan broadband UVB 25 mJ/cm2 dibandingkan
narrow band UVB 50-800 mJ/cm2. Dari hasil tesebut disimpulkan bahwa
terjadinya penurunan sintesis kolagen tipe 1 akibat inhibisi ekpresi TGF β1 dan
stimulasi MMP-1 berakibat lebih lanjut terhadap terjadinya photoaging. Efek
photoaging yang ditimbulkan dari narrowband UVB lebih lemah daripada
broadband UVB.
Gambar 2.1 Mekanisme kerusakan kolagen akibat sinar UV (dikutip dari: Rabe dkk., 2006)
Dari penelitian dilaporkan bahwa penyinaran dengan sinar UV berakibat
pada TGF β / Smad pathway melalui umpan balik negatif dari TβRII yang mana
secara primer akan berdampak pada pengurangan sintesis prokolagen dalam
fibroblast, dan ini akan terjadi dalam waktu 8 jam setelah penyinaran (Fisher
dkk., 2004).
Dari suatu studi eksperimental in vitro pada sel fibroblast yang dipajan
dengan sinar ultra violet B berbagai variasi dosis (10 mJ/cm², 20 mJ/cm², dan 40
mJ/cm²) menunjukkan bahwa terjadi kerusakan viabilitas sel fibroblast pada dosis
tersebut. Pada dosis 10 mJ/cm2 berakibat kerusakan viabilitas sel fibroblast yang
signifikan, dimana dosis ini jauh dibawah dosis minimal pajanan ultra violet yang
menimbulkan kejadian eritema ( 50-120 mJ/cm2). Terjadi peningkatan kadar
enzim MMP 1 dan MMP 3 sebesar 1,52 kali sampai dengan 8,69 kali
dibandingkan dengan kontrol. Puncak peningkatan MMP-1 didapatkan pada dosis
20 mj/cm². Juga terjadi penurunan kadar cDNA pro α1 dan 3 kolagen (Yulianto,
2008).
Perubahan kolagen ditemukan pada dermis yang mengalami photodamage
dimana pada kondisi normal 85% berupa kolagen tipe I dan 10% kolagen tipe III,
namun pajanan sinar matahari mengakibatkan hilangnya kolagen matur tipe I dan
meningkatnya ratio kolagen III/I. Dilaporkan bahwa perubahan degeneratif pada
serat kolagen ini secara primer dipicu oleh UVB (Yaar dan Gilchrest, 1995).
2.8. Manifestasi Klinis dan Histologis pada Kulit yang Mengalami Photoaging
Pada kulit yang mengalami kerusakan akibat pajanan sinar ultraviolet
secara klinis akan tampak permukaan kulit kasar menebal (leathery skin), kering,
pigmentasi tidak merata (lentigines, hipomelanosis gutata, atau hiperpigmentasi
yang persisten), bernodus, timbulnya kerutan dari yang halus sampai dalam,
elastisitas berkurang, dan teleangiektasia. Karakteristik yang khas pada kulit yang
mengalami kerusakan karena pajanan sinar ultra violet adalah elastotic wrinkle
yang sering dijumpai pada kulit tipe III-V (Yaar, 2006).
Sedangkan secara histologis tampak adanya penebalan lapisan epidermal
yang ireguler. Tepat di bawah epidermis adanya suatu gerombolan materi yang
bersifat eosinofilik (Grenz zone), kemungkinan ini merupakan analog dari suatu
mikroskar akibat proses perbaikan dari pajanan sinar ultra violet. Pada papilari
dermis menunjukkan adanya aggregasi nodular fibrous dengan materi elastotik.
Pada dermis jumlah glikosaminoglikan dan proteoglikan meningkat, sementara
serat kolagen berkurang menggumpal dan sebagian terdegradasi sebagai akibat
dari terpicunya sekresi matriks metalloproteinase oleh sinar ultra violet (Yaar,
2006)
Salah satu ciri karakteristik secara histologis pada kulit yang mengalami
kerusakan akibat pajanan sinar ultra violet adalah solar elastosis yaitu suatu
materi yang terbentuk dari sejumlah besar jaringan elastin yang terdegradasi dan
membentuk suatu masa yang kusut. Tampak juga adanya infiltrat radang yang
terdiri dari sel mast, histiosit, dan sel mononuklear lainnya (Yaar, 2006 ).
2.9.1 Radikal Bebas
Radikal bebas adalah suatu senyawa atau molekul yang mempunyai
jumlah elektron ganjil atau elektron tidak berpasangan tunggal pada lingkar
luarnya. Elektron tidak berpasangan tersebut menyebabkan instabilitas dan
bersifat reaktif, dengan cara menyerang dan mengikat elektron molekul yang
berada disekitarnya. Hilang atau bertambahnya satu elektron pada molekul lain
menciptakan radikal bebas baru dan akan mengakibatkan suatu perubahan secara
fisik dan kimiawi (Cooper, 1997 ; Pham-Huy dkk., 2008).
Radikal bebas tersebut diproduksi secara endogen dan juga diperoleh
secara eksogen. Secara endogen radikal bebas diproduksi oleh mitokondria,
membran plasma, lisosom, retikulum endoplasma, dan inti sel. Secara eksogen
berasal dari asap rokok, polutan, radiasi, obat obatan, dan pestisida.
Reaksi radikal bebas dibagi menjadi 3 tahap yaitu:
1. Tahap inisiasi
Adalah tahapan yang menyebabkan terbentuknya radikal bebas.
Cu
RH + O2 R+ + HO2+
2. Tahap Propagasi
Adalah tahap dimana radikal bebas cenderung bertambah banyak dengan
membuat reaksi rantai dengan molekul lain.
R+ + O2 RO2+
3. Tahap Terminasi
Adalah apabila terjadi reaksi antara radikal bebas dengan radikal bebas
lainnya atau antara radikal bebas dengan suatu senyawa pembasmi
radikal (scavenger)
R+ + R+ R : R
Radikal bebas yang terbentuk akan merusak molekul yang elektronnya ditarik
oleh radikal bebas tersebut sehingga akan menyebabkan kerusakan sel, gangguan
fungsi sel, bahkan kematian sel. Molekul utama dalam tubuh yang dirusak oleh
radikal bebas tersebut adalah DNA, lemak, dan protein. Radikal bebas yang
merusak DNA dapat mengganggu bagian dari DNA dan menyebabkan
pertumbuhan yang tidak terkontrol, dan pada akhirnya akan berakibat pada
terjadinya kanker. Tanpa disadari, dalam tubuh kita terbentuk radikal bebas
secara terus menerus. Radikal bebas itu terbentuk melalui proses metabolisme sel
normal, peradangan, kekurangan gizi, dan akibat pengaruh dari luar tubuh seperti
polusi lingkungan, sinar ultra violet, asap rokok dan lain lain. Dengan
meningkatnya usia pembentukan radikal bebas juga makin meningkat. Secara
endogen, hal ini berkaitan dengan laju metabolisme seiring dengan pertambahan
usia. Secara eksogen, kemungkinan tubuh terpapar dengan polutan juga semakin
tinggi, seiring dengan meningkatnya umur seseorang. Kedua faktor tersebut secara
sinergis meningkatkan jumlah radikal bebas dalam tubuh (Winarsi, 2007;
Dalam keadaan fisiologis, radikal bebas yang terbentuk secara normal
akan dinetralisasi sebelum terjadinya perusakan yang berat pada sel. Tidak
selamanya senyawa oksigen reaktif yang terdapat di dalam tubuh itu merugikan,
pada kondisi-kondisi tertentu keberadaannya sangat dibutuhkan. Oleh sebab itu
keberadaannya harus dikendalikan oleh sistem antioksidan dalam tubuh.
2.9.2 Antioksidan
Kehidupan ini merupakan rangkaian reaksi kimia yang berlangsung terus
menerus yang melibatkan berbagai jenis molekul. Melalui reaksi kimia dihasilkan
berbagai zat yang diperlukan untuk mempertahankan hidup dan juga dihasilkan
zat sisa yang tidak berguna, salah satu kumpulan zat yang berguna penting dalam
kehidupan adalah antioksidan. Antioksidan adalah senyawa pemberi elektron
(electron donor) yang mampu menangkal atau meredam dampak negatif oksidan
dalam tubuh. Antioksidan bekerja dengan cara mendonorkan satu elektronnya
kepada senyawa yang bersifat oksidan sehingga aktivitas senyawa oksidan
tersebut dapat dihambat. Antioksidan berfungsi melindungi zat lainnya dari
kerusakan karena reaksi oksidasi yang dipicu oleh ROS dan radikal bebas. ROS
dan radikal bebas ini memicu terjadinya proses degenerasi (Pham-huy dkk.,
2008).
Secara umum antioksidan dikelompokkan menjadi 2 golongan yaitu
antioksidan enzimatis dan antioksidan non enzimatis. Antioksidan enzimatis
antara lain adalah enzim superoksida dismutase (SOD), katalase, dan glutation
kelompok yaitu antioksidan non enzimatis yang larut lemak (seperti tokoferol,
karotenoid, flavonoid, dan quinon) dan antioksidan non enzimatis yang larut
dalam air (asam askorbat, asam urat, protein pengikat logam, dan protein
pengikat heme). Kedua golongan antioksidan tersebut bekerja sama untuk
memerangi aktivitas senyawa oksidan dalam tubuh, sehingga terjadinya stress
oksidatif dapat dihambat oleh kerja antioksidan tersebut.
2.9.2.1Peranan Antioksidan pada Kulit yang Mengalami Kerusakan karena Pajanan Sinar UV
Secara alami kulit bergantung pada antioksidan untuk melindungi dari
ROS yang dihasilkan oleh sinar matahari maupun proses metabolisme normal.
Antioksidan enzimatis dan non enzimatis akan berinteraksi untuk memberikan
perlindungan, termasuk di sini adalah vit E, coenzyme Q10, askorbat, karotenoid,
superoksid dismutase, katalase, dan glutation peroksidase. Namun oleh karena
paparan ultra violet yang berlebihan, mengakibatkan terjadi deplesi pada suplai
antioksidan tersebut, terbentuklah suatu keadaan stress oksidatif. Untuk itu
diperlukan juga antioksidan yang diaplikasikan secara topikal untuk menambah
cadangan antioksidan kulit. Pada keganasan kulit seperti basal sel ca, ditemukan
kadar karotenoid yang rendah, sehingga diperkirakan antioksidan ini sangat
penting pada pertahanan kulit terhadap radiasi UV dan photokarsinogenesis
(Pinnel, 2003 ; Rabe dkk., 2006).
Interaksi antara radiasi matahari pada kulit mengakibatkan terbentuknya
penambahan radikal pada cincin aromatik, pembentukan aldehid, dan deplesi
thiol. Terjadi pula autooksidasi asam lemak tak jenuh ganda pada membran lipid,
yang kemungkinan berkaitan dengan singlet oksigen dan radikal hidroksil. Disini
antioksidan akan berperanan untuk mengurangi efek dari ROS tersebut melalui
1. Scavenging (mengikat) : R+PH* RH+ P* 2. Inhibisi (penghambatan) : RO2 + PH* ROOH+P 3. Proteksi : (ROOH + PH* ROH + POH
Dimana R adalah komponen bervariasi, dan PH adalah antioksidan protektif yang
mampu memberikan ion hidrogen.
2.10 Astaxanthin
Astaxanthin adalah salah satu antioksidan golongan carotenoid xantophyll
yang larut dalam lemak. Secara alami astaxanthin dapat ditemukan pada algae,
berbagai jenis makanan yang biasa dikonsumsi seperti jenis udang udangan dan
kepiting. Di alam karotenoid ini dihasilkan oleh tumbuhan dan alga renik,
sedangkan hewan tidak dapat mensintesis senyawa ini untuk itu harus didapat dari
tumbuhan atau alga renik dengan cara mengkonsumsinya. Salah satu alga renik
yang dikenal memiliki kandungan astaxanthin tinggi adalahlah Haematococus
pluvialis ( Lyons dan O’Brien, 2002).
Struktur kimia karotenoid terdiri dari rantai 40- karbon polietilen yang
menjadi tulang punggung molekul, dan rantai ini diakhiri dengan 6 cincin karbon