• Tidak ada hasil yang ditemukan

PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS UDAYANA DENPASAR

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS UDAYANA DENPASAR"

Copied!
110
0
0

Teks penuh

(1)

TESIS

PEMBERIAN ASTAXANTHIN GEL MELINDUNGI

KULIT TERHADAP PROSES PENUAAN DINI

AKIBAT PAJANAN SINAR UVB DENGAN

MENURUNKAN EKSPRESI MMP-1 PADA KULTUR

FIBROBLAST

MADE RUSMIASIH ANOM

PROGRAM PASCASARJANA

UNIVERSITAS UDAYANA

DENPASAR

2011

(2)

TESIS

PEMBERIAN ASTAXANTHIN GEL MELINDUNGI

KULIT TERHADAP PROSES PENUAAN DINI

AKIBAT PAJANAN SINAR UVB DENGAN

MENURUNKAN EKSPRESI MMP-1 PADA KULTUR

FIBROBLAST

MADE RUSMIASIH ANOM NIM : 0790761017

PROGRAM MAGISTER

PROGRAM STUDI ILMU BIOMEDIK

PROGRAM PASCASARJANA

UNIVERSITAS UDAYANA

DENPASAR

(3)

TESIS

PEMBERIAN ASTAXANTHIN GEL MELINDUNGI

KULIT TERHADAP PROSES PENUAAN DINI

AKIBAT PAJANAN SINAR UVB DENGAN

MENURUNKAN EKSPRESI MMP-1 PADA KULTUR

FIBROBLAST

Tesis Untuk Memperoleh Gelar Magister

Pada Program Magister Program Studi Ilmu Biomedik Kekhususan Anti Aging Medicine

Program Pascasarjana Universitas Udayana

Made Rusmiasih Anom

NIM : 0790761017

PROGRAM MAGISTER

PROGRAM STUDI ILMU BIOMEDIK

PROGRAM PASCASARJANA

UNIVERSITAS UDAYANA

DENPASAR

(4)

Lembar Pengesahan

TESIS INI TELAH DISETUJUI PADA TANGGAL 19 APRIL 2011

Pembimbing I, Pembimbing II,

Prof.DR.dr. J. Alex Pangkahila, Prof. dr. I.G.M Aman.Sp.FK

MSc, Sp.And

NIP 194402011964091001 NIP 194606191976021001

Mengetahui

Ketua Program Studi Magister Ilmu Biomedik Direktur

Program Pascasarjana Program Pascasarjana Universitas Udayana Universitas Udayana

Prof. DR. dr. Wimpie Pangkahila, Prof.Dr.dr. AA Raka Sudewi,

(5)

NIP : 194612131971071001 NIP : 195902151985102001

Tesis Ini Telah Diuji dan Dinilai Oleh Panitia Penguji pada

Program Pascasarjana Universitas Udayana Pada Tanggal 19 April 2011

Panitia Penguji Tesis Berdasarkan SK Rektor Universitas Udayana No : 0775/UN14.4/HK/2011

Tanggal 04 April 2011

Ketua : Prof. Dr. dr. J. Alex Pangkahila, M. Sc., Sp. And

Anggota :

1. Prof. dr. I Gusti Made Aman, Sp.FK

2. Prof. Dr. dr. Wimpie Pangkahila, Sp.And, FAACS. 3. Prof. Dr. dr. N. Adiputra, MOH.

(6)

UCAPAN TERIMA KASIH

Puji syukur penulis panjatkan kehadapan Tuhan Yang Maha Esa/Ida Sang

Hyang Widi Wasa, karena atas rahmat-Nya penelitian dan penyusunan tesis yang

berjudul “ Pemberian Astaxanthin Gel Melindungi Kulit Terhadap Proses Penuaan Dini Akibat Pajanan Sinar UVB Dengan Menurunkan Ekspresi MMP-1 Pada Kultur Fibroblast” dapat diselesaikan.

Tesis ini disusun dalam rangka memenuhi persyaratan tugas akhir studi

untuk meraih gelar Magister pada Program Magister Program Studi Ilmu

Kedokteran Biomedik, Kekhususan Anti Aging Medicine, Program Pasca Sarjana

Universitas Udayana.

Pada kesempatan ini perkenankanlah penulis mengucapkan terimakasih

yang sebesar besarnya kepada Prof. Dr. dr. J. Alex Pangkahila, MSc, Sp And.,

selaku pebimbing I sekaligus sebagai pembimbing akademik dan Prof. dr. I Gusti

Made Aman, SpFK., selaku pembimbing II atas bimbingan, perhatian, dorongan,

serta semangat yang telah diberikan selama mengikuti program studi magister,

khususnya dalam penyelesaian tesis ini.

Ucapan yang sama juga ditujukan kepada:

1. Rektor Universitas Udayana Prof. Dr. dr. I Made Bakta, Sp.PD (KHOM),

atas kesempatan dan fasilitas yang diberikan kepada penulis untuk

(7)

2. Direktur Program Pascasarjana Universitas Udayana Prof. Dr. dr. AA.

Raka Sudewi, Sp.S(K) atas kesempatan yang diberikan kepada penulis

untuk menjadi mahasiswa program magister pada Program Pascasarjana

Universitas Udayana.

3. Ketua Program Studi Ilmu Biomedik Prof. Dr. dr. Wimpie Pangkahila, Sp.

And., FAACS juga selaku penguji, atas kesempatan yang diberikan

kepada penulis untuk menjadi mahasiswa program magister ilmu biomedik

kekhususan Anti Aging Medicine, Program Pascasarjana Universitas

Udyana, yang juga telah memberikan semangat, masukan ,dan bimbingan

untuk segera menyelesaikan tesis ini.

4. Prof. Dr. dr. N. Adiputra, MOH. Selaku penguji yang telah banyak

memberikan bimbingan dan masukan yang sangat berharga dalam

penyusunan tesis ini.

5. dr. AAAN. Susraini, Sp. PA selaku penguji dengan sabar membimbing,

mengarahkan, serta memberi masukan dalam penyusunan tesis ini.

6. dr. AAGP. Wiraguna, Sp.KK, yang banyak memberi bantuan, bimbingan,

dan masukan yang sangat berharga dari awal penyusunan penelitian

sampai selesainya tesis ini.

7. Drs. I. Ketut Tunas, Msi yang dengan sabar dan tekun membimbing

dalam analisis statistik.

8. Laboratorium Penelitian dan Pengujian Terpadu UGM dan Laboratorium

(8)

kemudahan yang diberikan dalam pelaksanaan penelitian sehingga

penyusunan tesis dapat diselesaikan.

9. Para dosen pengajar Program Studi Ilmu Biomedik Program Pascasarjana

Universitas Udayana, teman teman sependidikan, dan seluruh karyawan

bagian ilmu biomedik serta semua pihak yang telah membantu selama

pendidikan, penelitian, dan penulisan tesis yang tidak dapat disebutkan

satu persatu.

10.Ibu Tri Yuliati dan ibu Nur atas segala bantuan serta kemudahan yang

diberikan dalam pelaksanaan penelitian sehingga penyusunan tesis dapat

diselesaikan.

11.Keluarga terkasih, orang tua, suami tercinta Anom Suardika, serta anak

anak tersayang Bagus dan Ama, dengan dukungan serta pengertian yang

luar biasa memberikan kesempatan untuk lebih berkonsentrasi

menyelesaikan tesis ini.

Semoga Ida Sang Hyang Widi Wasa / Tuhan Yang Maha Esa selalu

melimpahkan rahmat-Nya kepada semua pihak yang telah membantu pelaksanaan

dan penyelesaian tesis ini.

Denpasar, April 2011

(9)

ABSTRAK

PEMBERIAN ASTAXANTHIN GEL MELINDUNGI KULIT TERHADAP PROSES PENUAAN DINI AKIBAT PAJANAN SINAR UVB DENGAN

MENURUNKAN EKSPRESI MMP-1 PADA KULTUR FIBROBLAST

Pajanan sinar ultra violet yang terjadi secara terus menerus dapat menimbulkan sutu kerusakan pada struktur dan fungsi kulit, sehingga mempercepat terjadinya proses penuaan pada kulit yang disebut dengan

photoaging. Pajanan UVB pada kulit memicu terbentuknya ROS yang akan mengaktifkan reseptor faktor pertumbuhan dan sitokin di permukaan membran sel. Hal ini akan menstimulasi jalur tranduksi MAP-kinase, selanjutnya akan memicu AP-1 yang mengatur matriks metalloproteinase termasuk salah satunya adalah MMP-1. MMP-1 bertanggung jawab terhadap degradasi kolagen. Penggunaan antioksidan untuk menghambat jalur tersebut diharapkan dapat mencegah penuaan dini kulit. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui apakah astaxanthin mampu memberikan perlindungan terhadap penuaan dini kulit akibat pajanan UVB yang dilihat dari penurunan ekspresi MMP-1.

Rancangan penelitian ini adalah posttest only control group design. Penelitian secara in vitro menggunakan kultur sel fibroblast yang dibiakkan dari kulit preputium pasca sirkumsisi. Terdiri dari 3 kelompok yaitu kelompok kontrol (yang tidak mendapatkan perlakuan), kelompok sel yang hanya mendapatkan pajanan sinar UVB dengan variasi dosis 25, 50, dan 100 mJ/cm², dan kelompok sel yang diberikan astaxanthin gel dengan variasi dosis 3, 5, dan 7 µM sebelum dipajan sinar UVB dengan variasi dosis 25, 50, dan 100 mJ/cm². Supernatan dari kultur sel fibroblast dikumpulkan setelah 48 jam dan ekspresi MMP-1 dinilai dengan MMP-1 Human enzyme-linked immunosorbent assay (ELISA) kit sesuai protokol.

Hasil penelitian didapatkan UVB pada semua variasi dosis mampu meningkatkan MMP-1 secara bermakna (p<0,05). Astaxanthin pada variasi dosis pemberian mampu menurunkan ekspresi MMP-1 akibat pajanan sinar UVB pada kultur sel fibroblast dengan variasi dosis penyinaran secara bermakna (p<0,05).

Dapat disimpulkan bahwa astaxanthin gel sebagai antioksidan dapat melindungi kulit dari penuaan dini akibat pajanan UVB dengan menurunkan ekspresi MMP-1. Diperlukan penelitian yang lebih lanjut untuk mengetahui efek perlindungan astaxanthin terhadap penuaan dini akibat pajanan sinar ultra violet.

Kata kunci: astaxanthin gel, pajanan sinar UVB, penuaan dini, ekspresi MMP-1, kulit.

(10)

ABSTRACT

PROTECTIVE EFFECT OF ASTAXANTHIN GEL AGAINST UVB-INDUCED PREMATURE SKIN AGING BY THE DECREASE OF THE

EXPRESSION OF MMP-1 IN FIBROBLAST CELL CULTURE

Continous exposure of human skin to UV could cause damage of the skin structure and function, therefore it can lead to premature aging (photoaging). Exposure of the skin to UVB induce reactive oxygen species (ROS) which activate receptors growth factor and cytokine. This increase receptors activation lead to activate MAP signaling kinases, AP-1 ultimately expressed and activated. AP-1 controls transcription of matrix metalloproteinases (MMPs) including MMP-1 which is responsible to degradation of collagen. The use of antioxidant is hoped to prevent premature skin aging. The objective of this study is to investigate the protective effect of astaxanthin gel against UVB-induced premature skin aging by the decrease of the expression of MMP-1 in fibroblast cell culture.

This in vitro study used “posttest only control group design”. The fibroblast cell culture were isolated from circumcised foreskin. There were 3 groups; non treated group as a control group, UVB irradiated group with various doses 25, 50, and 100 mJ/cm², astaxanthin treated group with various doses 3, 5, and 7 µM before UVB irradiation with various doses 25, 50 and 100 mJ/cm². Expression of MMP-1 was measured in the supernatant of fibroblast cell culture after 48 hours UVB irradiation, using MMP-1 human ELISA kit according to manufacturer’s protocol

UVB irradiation in various doses resulted in increase of the expression of MMP-1 significantly (p<0,05). Astaxanthin gel in various doses before UVB irradiation in various doses could decrease the expression of MMP-1 significantly (p<0,05).

The study concluded that astaxanthin gel had protective effect on UVB-induced premature skin aging by the decrease of the expression of MMP-1 in fibroblast cell culture. Therefore further studies are needed to determine the protective effects of astaxanthin against UV-induced premature skin aging.

Key words : astaxanthin gel, UVB radiation, premature aging, MMP-1 expression, skin.

(11)

DAFTAR ISI

SAMPUL DALAM...i

PRASYARAT GELAR... ...ii

LEMBAR PERSETUJUAN...iii

PENETAPAN PANITIA PENGUJI...iv

UCAPAN TERIMAKASIH...v

ABSTRAK... viii

ABSTRACT...ix

DAFTAR ISI...x

DAFTAR GAMBAR ...xiv

DAFTAR TABEL...xv

DAFTAR SINGKATAN DAN LAMBANG...xvi

BAB I PENDAHULUAN...1 1.1 Latar Belakang...1 1.2 Rumusan Masalah...5 1.3 Tujuan Penelitian... ... .6 1.3.1 Tujuan Umum...6 1.3.2 Tujuan Khusus...6 1.4 Manfaat penelitian ...6 1.4.1 Manfaat Ilmiah...6 1.4.2 Manfaat Praktis ...6

(12)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA...7

2.1 Proses Penuaan ( Aging )...7

2.1.1 Usia Harapan Hidup...7

2.1.2 Teori Penuaan dan Faktor yang mempengaruhi...8

2.1.3 Mekanisme Aging ...9

2.2 Proses Penuaan Kulit ...11

2.2.1 Mekanisme Penuaan Kulit...12

2.2.2 Fenomena Penuaan Kulit...13

2.3 Sinar Ultraviolet ...14

2.3.1 Efek radiasi sinar UV ...16

2.4 Anatomi dan Fungsi Kulit Manusia...18

2.5 Fibroblast...22

2.6 Matriks Metalloproteinase...23

2.7 Photoaging dan Mekanisme Kerusakan pada Kolagen ...25

2.8 Manifestasi Klinis dan Histologis pada kulit yang mengalami Photoaging...28

2.9 Radikal bebas dan Antioksidan...29

2.9.1 Radikal bebas ... 30

2.9.2 Antioksidan ...32

2.9.2.1 Peranan Antioksidan pada Kulit yang mengalami Kerusakankarena pajanan UV...33

2.10 Astaxanthin...34

BAB III KERANGKA BERPIKIR, KONSEP, DAN HIPOTESIS PENELITIAN...39

(13)

3.2 Kerangka Konsep ...41

3.3 Hipotesis Penelitian...42

BAB IV METODE PENELITIAN...43

4.1 Rancangan Penelitian...43

4.2 Tempat dan waktu Penelitian...47

4.3 Subyek dan Sampel...47

4.3.1 Subyek Penelitian...47 4.3.2 Sampel Penelitian...47 4.4 Variabel Penelitian...48 4.4.1 Klasifikasi variabel...48 4.4.2 Definisi operasional variabel...48

4.5 Bahan dan Instrumen Penelitian ...49

4.5.1 Bahan Utama Penelitian ...49

4.5.2. Bahan Penunjang Penelititan...50

4.5.3 Instrumen Penelitian...51

4.6 Prosedur Penelitian In Vitro...51

4.6.1 Pembuatan Kultur Primer dan sekunder ...51

4.6.2 Penghitungan jumlah Sel Uji ...53

4.6.3 Uji Aktivitas In Vitro...54

4.6.4 Prosedur Pengujian MMP-1...55

4.7 Alur Penelitian...57

4.8 Analisis Data...58

(14)

5.1 Uji Normalitas

Data...59

5.2 Uji Homogenitas antar kelompok...59

5.3 Pajanan UVB 25 mJ/cm²...59

5.3.1. Uji Efek Pajanan UVB 25 mJ/cm²...59

5.4 PajananUVB 50 mJ/cm²...62

5.4.1 Uji Efek Pajanan UVB 50 mJ/cm²...62

5.5 Pajanan UVB 00 mJ/cm²...65

5.5.1 Uji Efek Pajanan UVB 100 mJ/cm²...65

BAB VI PEMBAHASAN...69

BAB VII SIMPULAN DAN SARAN...75

7.1 Simpulan...75 7.2 Saran... ...76 DAFTAR PUSTAKA ...77 LAMPIRAN...8 2 Lampiran 1 : Uji Normalitas data MMP-1 berdasarkan Pajanan UVB 25 mJ/cm², 50 mJ/cm², dan 100 mJ/cm………...82

Lampiran 2 : Uji Homogenitas, Anova Test dan LSD Test Kelompok UVB 25 mJ/cm² ………...83

Lampiran 3 : Uji Homogenitas, Anova Test dan LSD Test Kelompok UVB 50 mJ/cm² ……….85

(15)

Lampiran 4 : Uji Homogenitas, Anova Test dan LSD Test

Kelompok UVB 100 mJ/cm² ………...87

Lampiran 5 ; Foto Foto Penelitian ………...89

Keterangan Kelaikan Etik DAFTAR GAMBAR Gambar 2.1 Mekanisme kerusakan kolagen akibat sinar UV……….…..27

Gambar 2.2 Struktur Kimia Astaxanthin ……….36

Gambar 3.2 Kerangka Konsep………..41

Gambar 4.1 Skema Rancangan Penelitian In Vitro………. ….44

Gambar 4.4 Skema Hubungan antara Variabel Penelitian ………...48

Gambar 4.7 Alur Penelitian In Vitro………...57

Gambar 5.1 Grafik Sesudah Penyinaran UVB 25 mJ/cm2………61

Gambar 5.2 Grafik Sesudah Penyinaran UVB 50 mJ/cm2 ………...64

(16)

DAFTAR TABEL

Tabel 5.1 Rerata MMP1 Antar Kelompok Sesudah Pajanan

UVB 25 mJ/cm²……….………..60

Tabel 5.2 Analisis Komparasi Antar Kelompok Sesudah Pajanan

UVB 25 mJ/cm²………...62

Tabel 5.3 Rerata MMP-1 Antar Kelompok Sesudah Pajanan

UVB 50 mJ/cm²………...63

Tabel 5.4 Analisis Komparasi Antar Kelompok Sesudah Pajanan

UVB 50 mJ/cm²………...65

Tabel 5.5 Rerata MMP-1 Antar Kelompok Sesudah Pajanan

UVB 100 mJ/cm²……….66

Tabel 5.6 Analisis Komparasi Antar Kelompok Sesudah Pajanan

(17)

DAFTAR SINGKATAN DAN LAMBANG

MMPs : Matrix Metalloproteinases

UVB : Ultra Violet B

MMP-1 : Matriks Metalloproteinase-1

A4M : American Academy of Anti Aging Medicine

DHEA : Dehydroepiandrosterone

GH : Growth Hormone

DNA : Deoxyribonucleic Acid

ROS : Reactive Oxygen Species

MT1-MMP : Membran Type 1 Matrix Metalloproteinase

NF-κB : Nuclear Factor Kappa B

TGFβ : Transforming Growth Factor B

(18)

IL-1 : Interleukin -1

TNFα : Tumor Necrosis Factor α

mJ/cm² : mili joule per senti meter persegi

SOD : Superoxide Dismutase

MAP-Kinase : Mitogen Activated Protein-Kinase

nM : nano mol

µM : mikro mol

TCF : Tissue Culture Flask

RPMI 1640 : Rosenthal Park Memorial Institute 1640

(19)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Menjadi tua adalah suatu kodrat yang harus dijalani oleh semua insan di

dunia, namun seiring dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi saat ini

proses penuaan dapat diperlambat atau dicegah. Di negara maju jumlah proporsi

usia lanjut semakin meningkat 31% dari populasi di Amerika Serikat diperkirakan

akan berusia > 55 tahun pada th 2040 dan jumlah penduduk usia lanjut akan

menjadi dua kali bahkan tiga kali lipat selama awal kuartal pertama pada abad 21

(Smith, 2001). Berdasarkan proyeksi penduduk Indonesia pada tahun 2000-2025,

penduduk usia lanjut meningkat dari 4,7% menjadi 8,5 % (BPS, 2005).

Dari data Human Development Report 2010 rata-rata usia harapan hidup

dunia meningkat, di mana di Jepang yang tertinggi yaitu 83 tahun sedangkan

Indonesia 71 tahun (WHO, 2010). Dengan makin berkembangnya ilmu

pengetahuan medis meningkatnya usia harapan hidup tersebut diharapkan bukan

hanya usia bertambah panjang, namun yang terpenting adalah usia harapan hidup

yang meningkat dengan kualitas hidup yang meningkat pula. Begitu juga makin

banyak orang berusia tua yang ingin tampak lebih muda dan mencari modalitas

tindakan yang dapat mengurangi, menunda tanda-tanda penuaan serta mengubah

(20)

Pada saat usia bertambah tua, akan terjadi penurunan fungsi dan

kemampuan untuk adaptasi terhadap terjadinya kerusakan dalam tubuh. Disertai

pula dengan terjadinya penurunan berbagai fungsi organ tubuh dan terjadinya

perubahan fisik pada tingkat seluler maupun pada sistem oleh karena proses

penuaan (Baskoro dan Konthen, 2008). Banyak faktor yang berperanan pada

terjadinya proses tersebut, dimana dapat dikelompokkan menjadi faktor internal

dan faktor eksternal. Faktor internal meliputi adanya radikal bebas, hormon yang

berkurang, proses glikosilasi, apoptosis, sistem kekebalan yang menurun dan gen.

Faktor eksternal meliputi diet yang tidak sehat, gaya hidup yang tidak sehat,

kebiasaan yang salah, polusi lingkungan, radiasi, sinar UV, asap rokok, dan

stress (Rabe dkk., 2006; Pangkahila, 2007).

Sedangkan teori yang mendasari terjadinya proses penuaan tersebut pun

beragam antara lain adalah wear and tear theory, dan teori program. Wear and

tear theory menyatakan bahwa pada prinsipnya tubuh dan sel menjadi rusak

karena terlalu sering digunakan, dimana kerusakan terjadi secara terus menerus

tidak hanya pada organ namun juga pada tingkat sel. Sedangkan teori program

menyatakan bahwa dalam tubuh manusia terdapat jam biologis, mulai dari proses

konsepsi sampai pada kematian dalam suatu model yang telah terprogram. Dari

teori-teori tersebut yang paling banyak dianut adalah teori radikal bebas. Teori

radikal bebas menyatakan bahwa proses menua diawali dengan inisiasi reaksi

radikal bebas yang terus menerus secara progresif dan menyebabkan kerusakan

(21)

Dari data yang ada menyatakan bahwa pada kenyataannya proses penuaan

tersebut merupakan hasil interaksi dari program genetik dan kumulasi proses wear

and tear selama hidup (Gilchrest dan Yaar, 2000; Rabe dkk., 2006).

Seperti halnya organ lain, kulit pun akan mengalami proses penuaan,

faktor lingkungan yang sangat berperanan terhadap proses penuaan tersebut

adalah radiasi sinar ultra violet. Pajanan sinar ultra violet yang terjadi secara

terus menerus dapat menimbulkan suatu keadaan kerusakan pada struktur dan

fungsi dari kulit sehingga mempercepat terjadinya proses penuaan pada kulit oleh

sebab itu proses ini disebut penuaan dini kulit atau disebut juga dengan

photoaging (Fisher dkk., 2002; Rabe dkk., 2006).

Delapan puluh persen dari penuaan pada wajah berkaitan dengan pajanan

sinar matahari (Baumann, 2006). Mekanisme ikatan spektrum cahaya matahari

dapat menimbulkan photoaging pada manusia, dari hipotesis dinyatakan bahwa

sinar UV merangsang MMPs (matriks metalloproteinases) yang berperanan

dalam photoaging dimana MMPs merupakan suatu endopeptidase yang

menghancurkan struktur protein seperti kolagen dan elastin dalam jaringan ikat

(Young, 2000). Radikal bebas yang terbentuk akibat dari sinar ultra violet

mengaktifkan mitogen-activated protein kinase pathways menghasilkan

kolagenase (MMP-1) yang dapat menghancurkan kolagen. Penghambatan jalur

ini dengan menggunakan antioksidan diperkirakan dapat mencegah photoaging

dengan mencegah terbentuknya kolagenase (MMP-1) (Bauman, 2006). Ultra

(22)

yang paling poten mencapai permukaan bumi dan paling banyak menimbulkan

kerusakan pada kulit (Kaminer, 1995).

Sebagai pertahanan dan perlindungan dari pajanan radikal bebas, tubuh

secara alami membuat antioksidan antara lain superoksid dismutase (SOD),

katalase, glutathione. Perlindungan alami tersebut terkadang tidak cukup

adekuat, untuk itu diperlukan tambahan perlindungan antioksidan dari luar tubuh

baik yang oral maupun topikal. Tersedia berbagai macam antioksidan baik yang

oral maupun topikal.

Salah satu yang cukup populer saat ini adalah astaxanthin, yang

merupakan salah satu pigmen karotenoid xantophyll yang larut dalam lemak.

Astaxanthin memiliki potensi sebagai antioksidan lebih kuat dari golongan

karotenoid lain seperti vit E, karena memiliki gugus hidroksil (OH) dan keton

(C=O) pada gugus terminalnya yang membuat astaxanthin menjadi lebih polar

dan mampu menjadi bentuk ester (Goto dkk., 2001; Lyons dan O’Brien, 2002).

Astaxanthin melindungi tubuh terhadap proses peroksidasi lipid dan kerusakan

yang diakibatkan oleh proses oksidasi yang terjadi pada membran sel dan jaringan

tubuh (Furr dan Clark, 1997; Winarsi, 2007).

Dari penelitian yang dilakukan Lyons dan O’Brien (2002) yang

menggunakan kultur fibroblast menunjukkan bahwa astaxanthin pada dosis 10

µM mampu memberikan efek perlindungan terhadap pajanan UVA secara

signifikan, dibandingkan dosis lebih kecil yaitu 10 nm dan 100 nm. Sedangkan

(23)

menunjukkan bahwa astaxanthin berperan sebagai antioksidan yang poten

terhadap induksi MMP-1 oleh UVA, dimana pada konsentrasi 4-8 µM

memberikan efek inhibisi lebih besar terhadap MMP-1 daripada terhadap skin

fibroblast elastase.

Hingga kini photoaging masih menjadi permasalahan, terutama di negara

yang beriklim tropis seperti Indonesia dimana intensitas sinar matahari cukup

tinggi. Untuk itu perlu dikembangkan penggunaan bahan bahan topikal yang

cukup adekuat untuk melindungi kulit dari kerusakan yang dapat ditimbulkan oleh

paparan sinar ultra violet tersebut. Walaupun kini telah banyak bahan topikal

sebagai anti penuaan kulit namun banyak hal yang belum diketahui secara pasti

mengenai mekanisme kerja bahan tersebut dan efek yang ditimbulkan. Oleh

karena itu perlu dilakukan suatu penelitian tentang kemampuan astaxanthin

sebagai antioksidan topikal untuk melindungi kulit dari kerusakan akibat pajanan

sinar ultra violet B yang akan dilakukan secara in vitro pada kultur fibroblast.

Sehingga diharapkan nantinya dapat bermanfaat bagi masyarakat dalam

kehidupan sehari-harinya.

I.2. Rumusan Masalah

Dari uraian latar belakang tersebut di atas maka dapat dibuat rumusan

masalah penelitian sebagai berikut:

Apakah penggunaan astaxanthin gel secara in vitro pada kultur fibroblast yang

(24)

I.3. Tujuan Penelitian

I.3.1. Tujuan Umum

Untuk mengetahui efek perlindungan astaxanthin gel pada kulit terhadap

proses penuaan dini akibat pajanan ultra violet B (UVB).

I.3.2. Tujuan Khusus

Untuk mengetahui pemberian astaxanthin gel dapat menurunkan ekspresi

MMP-1 pada kultur fibroblast yang dipajan dengan sinar UVB.

I.4 Manfaat Penelitian

I.4.1 Manfaat Ilmiah

1. Memberi informasi ilmiah tentang fungsi proteksi astaxanthin gel dalam

melindungi kulit dari kerusakan akibat pajanan UVB.

2. Sebagai dasar untuk digunakan sebagai penelitian lebih lanjut pada manusia.

I.4.2 Manfaat Praktis

Memberi informasi pada masyarakat tentang efek penggunaan astaxanthin

gel yang dapat memberikan perlindungan pada kulit dari pengaruh kerusakan

oleh sinar UVB dan mencegah penuaan dini sehingga dapat digunakan dalam

(25)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Proses Penuaan (Aging)

Secara umum proses penuaan akan dialami oleh semua mahluk yang

hidup di muka bumi ini. Proses tersebut adalah hal alamiah yang harus dijalani

dan tidak dapat dihindarkan, terjadi pada setiap orang dalam kecepatan yang

berbeda tergantung pada keadaan genetik seseorang, lingkungan dan gaya hidup

yang dilakukan, sehingga proses penuaan tersebut dapat terjadi lebih dini atau

lambat tergantung dari kesehatan individu (Fowler, 2003).

Definisi aging menurut A4M (American Academy of Anti Aging

Medicine) adalah kelemahan dan kegagalan fisik dan mental yang berhubungan

dengan aging yang normal disebabkan karena disfungsi fisiologik, yang mana

dalam banyak kasus dapat diubah dengan intervensi kedokteran yang tepat

(Klatz, 2003).

2.1.1 Usia Harapan Hidup

Usia harapan hidup manusia berbeda beda di tiap negara maupun tiap

jaman, kecenderungan secara global adalah usia harapan hidup manusia (life

expectancy) di setiap negara meningkat dari waktu ke waktu baik itu di negara

maju maupun di negara yang sedang berkembang. Dengan meningkatnya usia

(26)

akan mencari modalitas terapi atau intervensi yang dapat memperbaiki

penampilan dan mengurangi tanda-tanda penuaannya.

Di negara maju jumlah proporsi usia lanjut semakin meningkat 31% dari

populasi, di AS diperkirakan akan berusia > 55 tahun pada th 2040 dan jumlah

penduduk usia lanjut akan menjadi dua kali bahkan tiga kali lipat selama awal

kuartal pertama pada abad 21 (Smith, 2001). Berdasarkan proyeksi penduduk

Indonesia pada tahun 2000-2025, penduduk usia lanjut akan meningkat dari 4,7%

menjadi 8,5% dengan rata rata peningkatan tiap tahunnya sebesar 0,1% - 0,4%

(BPS, 2005).

Dari data Human Development Report th 2010 rata-rata usia harapan

hidup dunia meningkat, dimana di Jepang yang tertinggi yaitu 83 tahun dan

Indonesia 71 tahun (WHO, 2010). Dari sebuah laporan pada tahun 2002

dinyatakan sebanyak 60 persen orang AS yang berusia 65 th keatas mencari

pengobatan untuk menunda penuaan, jadi tidaklah aneh jika jumlah orang berusia

lanjut di AS cukup tinggi yaitu 13%. Begitu juga dengan negara maju lainnya

seperti Inggris 16%, Jepang 17%, dan Italia 18% ( Pangkahila, 2007).

2.1.2 Teori Penuaan dan Faktor yang Mempengaruhi Penuaan

Banyak sekali teori-teori yang menjelaskan proses penuaan namun teori

tersebut dapat di kelompokkan menjadi 2, yaitu teori wear and tear dan teori

program (Pangkahila, 2007). Prinsip dari teori wear and tear adalah terjadinya

kerusakan pada tubuh dan sel karena penggunaan serta kerusakan yang terus

(27)

DNA, glikosilasi, dan radikal bebas. Sedangkan teori program menganggap

bahwa di dalam tubuh manusia terdapat suatu jam biologis, mulai dari konsepsi

sampai pada kematian. Teori program meliputi terbatasnya replikasi sel, proses

imun dan teori neuroendokrin.

Banyak sekali faktor yang menyebabkan terjadinya penuaan, namun pada

dasarnya dapat dikelompokkan menjadi faktor internal dan faktor eksternal

(Pangkahila, 2007). Faktor internal antara lain adalah radikal bebas, hormon yang

berkurang, proses glikosilasi, metilasi, apoptosis, sistem kekebalan yang menurun,

dan gen. Faktor eksternal yang mempengaruhi antara lain adalah gaya hidup yang

tidak sehat, diet yang tidak sehat, kebiasaan yang salah, polusi lingkungan, stress

dan kemiskinan.

2.1.3 Mekanisme Aging

Proses penuaan yang terjadi pada individu tidak terjadi begitu saja dengan

langsung menunjukkan tanda dan gejala penuaan seperti terjadinya perubahan

fisik seperti massa otot berkurang, kulit berkerut, daya ingat berkurang, sulit tidur,

mudah tersinggung dan tanda tanda lainnya. Namun proses tersebut terjadi secara

bertahap meliputi tahapan sebagai berikut (Fowler, 2003; Pangkahila, 2007).

1. Tahapan subklinik (usia 25-35 tahun)

Di rentangan usia ini sebagian besar hormon dalam tubuh mulai menurun,

yaitu hormon testosteron, growth hormon, dan estrogen. Pembentukan radikal

(28)

sehingga pada tahapan ini individu masih merasa dan tampak normal, tanpa

tanda dan gejala penuaan.

2. Tahap transisi (usia 35 -45 tahun)

Pada tahap ini kadar hormon menurun sebanyak 25%. Massa otot berkurang 1 kg

setiap beberapa tahun, akibatnya tenaga dan kekuatan terasa hilang, sedang

komposisi lemak tubuh bertambah. Mulai muncul gejala penuaan seperti rambut

mulai putih, elastisitas kulit menurun, pigmentasi kulit menurun, demikian juga

halnya dengan pendengaran, penglihatan, dan dorongan seksual. Kerusakan oleh

radikal bebas mulai merusak ekspresi genetik, resiko terjadinya penyakit

meningkat. Saat ini orang akan mulai merasa tidak muda lagi dan tampak lebih

tua.

3. Tahap klinik (Usia 45 th ke atas)

Penurunan kadar hormon terus berlanjut yaitu DHEA, melatonin, GH,

testosteron, estrogen, dan tiroid. Terjadi penurunan sampai hilangnya

kemampuan penyerapan bahan makanan, vitamin, dan mineral. Densitas tulang

menurun, massa otot berkurang sekitar 1 kg setiap tiga tahunnya, akibatnya terjadi

ketidakmampuan membakar kalori, meningkatnya lemak tubuh dan berat badan.

Sistem organ mulai mengalami kegagalan, penyakit kronis menjadi lebih nyata.

Ketidakmampuan menjadi faktor utama.

Proses penuaan tidak selalu harus dinyatakan dengan gejala ataupun

keluhan. Apabila tidak terjadi gejala atau keluhan bukan berarti tidak mengalami

(29)

pengetahuan proses penuaan dapat dianggap dan diperlakukan sama dengan

penyakit, yang dapat dicegah, dihindari, dan diobati sehingga dapat kembali ke

keadaan semula (Pangkahila, 2007).

2.2 Proses Penuaan Pada Kulit

Penuaan berkaitan dengan perubahan yang bersifat progresif yang terjadi di

semua jaringan termasuk pada kulit. Suatu proses yang merupakan akibat dari

penggunaan sel secara terus menerus dan senescense, yang akhirnya akan diakhiri

dengan berkurangnya viabilitas dan kematian. Hal tersebut dipengaruhi oleh

faktor genetik, akumulasi dari pengaruh faktor lingkungan dan faktor endogen

lainnya yang berperanan pada life-span mahluk hidup (Tschachler dan Morizot,

2006; Yaar, 2006).

Ada 2 teori dasar penuaan pada kulit yaitu teori programmatikdan teori

stokastik (Gilchrest dan Yaar, 2000). Teori programmatik meliputi; 1) terjadinya

pemendekan telomere yaitu ujung kromosom eukariotik karena DNA polymerase

tak mampu mengadakan replikasi pada ujung akhir; 2) penuaan seluler dimana

adanya keterbatasan sel untuk membelah.

Teori stokastik meliputi adanya; 1) stress oksidatif yaitu tingkat penggunaan

oksigen berkaitan dengan proses penuaan, karena kurangnya efisiensi sistem

pertahanan oksidatif maka selama masa kehidupan terjadilah akumulasi kerusakan

oksidatif molekuler yang terkadang mengakibatkan terjadinya kematian sel secara

apoptosis; 2) Adanya kerusakan DNA ; 3) amino acid racemization: yaitu proses

(30)

proses penuaan serta dapat mempengaruhi fungsi protein dan menyebabkan

akumulasi protein yang sudah tidak fungsional lagi pada jaringan; 4)

nonenzymatic glycosylation.

Proses penuaan berjalan sesuai waktu atau usia seseorang (chronological

/ intrinsic aging ) dan juga dapat diperberat oleh adanya faktor eksternal termasuk

yang paling banyak berperan adalah pajanan sinar ultra violet (exstrinsic aging).

2.2.1 Mekanisme Penuaan Kulit

Adanya akumulasi Reactive Oxygen Species (ROS) dinyatakan berperanan

penting pada proses penuaan kulit, dan hal ini terbukti dari penelitian yang telah

dilakukan. Kulit merupakan organ yang paling banyak mengalami kontak

langsung dengan lingkungan, sehingga banyak terpapar dengan ROS yang berasal

dari lingkungan termasuk dari udara, radiasi matahari, ozon, dan polusi. Selain itu

hasil metabolisme normal pun menghasilkan ROS, dari proses rantai respirasi

mitokondria yang mana elektron berlebih akan diberikan pada molekul oksigen

untuk kemudian terbentuk anion superoksid. Dengan bertambahnya usia membuat

berkurangnya kemampuan aktivitas sistem pertahanan dari enzymaticantioxidant

(Chung dkk., 2004).

ROS yang terbentuk dari pajanan sinar ultra violet tersebut dapat menekan

serta merusak enzymatic antioxidant dan non enzymatic antioxidant yang

merupakan mekanisme pertahanan kulit terhadap radikal bebas. Hal ini akan

memicu terjadinya kerusakan oksidatif pada komponen seluler dan non seluler

(31)

bahkan sampai mengakibatkan kanker kulit. ROS akan mengaktifkan jalur signal

tranduksi sitoplasmik pada fibroblast, hal ini berkaitan pada pertumbuhan,

diferensiasi, senescence, dan degradasi jaringan ikat, juga menyebabkan

perubahan genetik yang permanen (Kim dkk., 2004).

Diperkirakan jumlah kolagen di dermis akan berkurang sebanyak 1 % tiap

tahunnya pada usia dewasa. Mekanisme berkurangnya kolagen selama proses

penuaan alamiah adalah akibat dari peningkatan ekspresi matriks

metalloproteinase (MMP). Peningkatan MMP mempengaruhi sintesis kolagen,

dimana dengan bertambahnya umur maka level MMP-1, 2, 9, dan 12 akan makin

bertambah sementara ekspresi procollagen mRNA lebih rendah dibanding saat

masih berusia muda (Chung dkk., 2004). Pada proses penuaan alami terjadi

penurunan sintesa kolagen serta peningkatan ekspresi matriks metalloproteinase

sementara pada photoaging tampak peningkatan matriks metalloproteinase yang

lebih besar (Chung dkk., 2001).

2.2.2 Fenomena Penuaan pada Kulit

Proses penuaan pada kulit terdiri dari 2 fenomena yang berbeda secara

signifikan namun dapat terjadi secara simultan, yaitu proses penuaan intrinsik

(intrinsic aging/chronological aging) dan penuaan ekstrinsik (extrinsic aging

/photoaging).

Penuaan intrinsik merupakan proses menyeluruh, dan berlangsung secara

alamiah sejalan dengan bertambahnya usia. Proses ini disebabkan oleh berbagai

(32)

proses penuaan intrinsik yang terjadi lebih banyak ditandai dengan adanya

penurunan fungsi organ oleh karena bertambahnya usia tersebut dibandingkan

dengan perubahan morfologi yang tampak.

Proses penuaan ekstrinsik (extrinsic aging/photoaging), suatu proses

penuaan yang diakibatkan oleh berbagai faktor dari lingkungan di luar tubuh

yang terjadi secara terus menerus. Banyak faktor dari lingkungan yang ada di luar

tubuh yang dapat mempengaruhi proses penuaan antara lain sinar ultra violet,

kelembaban udara, suhu, polusi asap, dan paparan bahan kimiawi. Dari faktor

lingkungan tersebut yang paling banyak berperanan dalam penuaan kulit adalah

pengaruh dari pajanan sinar ultra violet, oleh karena itu proses penuaan ini

disebut juga sebagai photoaging. Faktor yang berpengaruh dari luar tersebut

dapat dihindari untuk mencegah terjadinya proses penuaan dini (Gilchrest dan

Yaar, 2000 ; Chung dkk., 2004).

2.3 Sinar Ultra Violet

Radiasi sinar ultra violet adalah suatu spektrum dari cahaya dengan

panjang gelombang yang berkisar antara 100 nm - 400 nm, dihasilkan oleh sinar

matahari atau dari lampu buatan. Berdasarkan batasan dari Commision

Innternationale de l’Eclairage (CIE) sinar ultra violet terdiri dari ultra violet A

(UVA) dengan panjang gelombang 315–400 nm, ultra violet B (UVB) dengan

panjang gelombang 280–315 nm, dan ultra violet C (UVC) dengan panjang

gelombang 100–280 nm. UVA dibagi lagi menjadi UVA I (340 -400 nm) dan

(33)

Radiasi sinar ultra violet di permukaan bumi ini 95-98% adalah UVA

dan 2-5% adalah UVB. UVC tidak mencapai permukaan bumi. UVB adalah sinar

yang paling poten yang mencapai permukaan bumi dan paling banyak

menyebabkan terjadinya photodamage pada manusia. UVA kira-kira 1000 kali

lebih lemah dibandingkan UVB namun 100 kali lebih banyak mencapai

permukaan bumi (Kaminer,1995).

Sinar UVC diserap oleh lapisan stratosfir ozon, namun dengan semakin

menipisnya lapisan ozon akan memungkinkan semakin besarnya jumlah radiasi

UV yang sampai ke permukaan bumi. Lapisan ozon merupakan penyerap awal

sinar ultra violet di atmosfer, yang mana lapisan ini memblokade semua sinar

UVC agar tidak mencapai permukaan bumi, 90% UVB terutama dengan panjang

gelombang 290-300 nm, dan UVA sangat sedikit yang diblokade. Begitu jumlah

ozon berkurang maka jumlah gelombang pendek dari UVB yang mencapai

permukaan bumi akan makin meningkat, hal yang penting dari hal ini adalah

setiap photon UVB pada 290 nm 1000-10000 kali lebih karsinogenik

dibandingkan photon pada 330 nm. The United States Environmental Protection

Agency (EPA) memperkirakan bahwa jumlah rata rata berkurangnya lapisan ozon

adalah 8% per dekade, pada setiap 1% kolom ozon berkurang diperkirakan UVB

meningkat sebanyak 1,3-1,5% (Young, 2000).

Radiasi sinar UVB yang mencapai lapisan kulit, sebanyak 70% diserap

oleh stratum korneum, 20% yang mencapai epidermis dan 10% yang mencapai

bagian atas dari lapisan dermis. Sedangkan radiasi UVA diserap sebagian oleh

(34)

menyerap jauh lebih dalam dibandingkan sinar UVB. Dilihat dari jumlah sinar

UVB yang sampai ke lapisan dermis hanya dalam jumlah yang kecil dibandingkan

dengan sinar UVA, namun karena sifatnya yang sangat poten mampu

menimbulkan kerusakan pada kulit (Fourtanier dan Moyal, 2004).

2.3.1 Efek Radiasi Sinar UV

Paparan sinar UV dari matahari dapat memicu pembentukan radikal bebas

pada kulit. Radikal bebas yang terbentuk akan menyebabkan menurunnya kinerja

enzim untuk mempertahankan fungsi sel, merusak protein dan asam amino yang

merupakan struktur utama kolagen dan elastin. Radiasi sinar ultra violet memiliki

rentangan yang luas dalam efek akut yang ditimbulkannya. Efek yang ditimbulkan

selain sunburn inflammation (erythema) dan tanning (melanogenesis) juga dapat

mengakibatkan DNA photodamage, immunosupresi, dan sintesis vitamin D.

Sedangkan paparan kronik dari sinar matahari dapat memicu terjadinya

photoaging dan lebih jauh lagi dapat memicu terjadinya kanker kulit seperti

squamous cell ca, basal cell ca, dan melanoma maligna (Young, 2000).

Eritema (sunburn) adalah suatu reaksi radang akut pada kulit yang

berwarna kemerahan akibat pajanan sinar ultra violet yang berlebihan. Eritema

atau warna kemerahan yang timbul dapat dengan mudah dilihat dengan metode

yang non invasif dan dapat dapat diamati sepanjang waktu. Pada UVB, eritema

yang ditimbulkan merupakan respon yang lambat, dimana akan mencapai

puncaknya 6-24 jam tergantung pada dosis penyinaran. Dosis terkecil yang dapat

(35)

yang diberikan penyinaran setelah 24 jam disebut Minimal Erythemal Dose

(MED).

Respon pigmentasi pada kulit yang terjadi dengan segera pada paparan

sinar UV adalah timbulnya warna kecoklatan pada kulit (tanning) dan kemudian

akan diikuti dengan terbentuknya melanin baru. Eritema yang diinduksi oleh

UVB akan diikuti dengan terjadinya pigmentasi, proses pembentukan melanin

(melanization) ini akan hilang bersamaan dengan proses pelepasan epidermis

yang terjadi tiap bulannya.

Kerusakan DNA (DNA damage) merupakan suatu reaksi yang terjadi akibat

radiasi sinar matahari, dimana UVB diserap dan kerusakan terjadi pada basa

pirimidine. Kerusakan pada DNA dapat memicu terjadinya mutasi pada onkogen

dan gen tumor supresor yang berakibat pada terjadinya disfungsi gen.

Imunosupresi dapat terjadi karena paparan sinar UV, fenomena ini disebut

dengan photoimmunosuppression yang berakibat lebih jauh terhadap terjadinya

kanker kulit, meningkatnya insiden serta derajat beratnya penyakit infeksi dan

virus.

Photoaging merupakan kerusakan akibat akumulasi paparan sinar ultra

violet yang bersifat kronis dan terus menerus, tergantung pada derajat paparan

yang terjadi, pigmen kulit, dan kebiasaan aktifitas luar (outdoor life style). Akibat

lebih jauh pada akhirnya dapat mengarah kepada terjadinya photocarcinogenesis,

(36)

Efek dari paparan sinar matahari pada kulit tergantung pada panjang

gelombang dan dosis radiasinya. Faktor-faktor seperti pekerjaan, gaya hidup,

pakaian, dan usia berpengaruh pada paparan sinar matahari. Geografi juga

berperanan penting, dimana paparan sinar matahari akan bertambah dengan

menurunnya garis lintang, dan setiap 1000 kaki diatas permukaan laut paparan

akan bertambah 4% (Obagi, 2000).

2.4 Anatomi dan Fungsi Kulit Manusia

Kulit adalah organ tubuh yang penting untuk menjamin kelangsungan

hidup dan menyokong penampilan serta kepribadian seseorang, terletak pada

lapisan terluar dengan luas 1,5 m² pada orang dewasa dengan berat kira-kira 15%

dari berat badan (Wasitaatmadja, 2007).

Secara garis besar kulit tersusun atas tiga lapisan yaitu lapisan epidermis,

lapisan dermis, dan lapisan subkutis. Batas antara dermis dan epidermis tidak

teratur, dimana tonjolan dermis yang disebut papilla dermis saling mengunci

dengan tonjolan epidermis yang disebut epidermal ridges. Sedangkan batas antara

dermis dan subkutis tidak ada garis tegas yang memisahkannya (Wasitaatmadja,

2007; Junqueira dkk., 1997).

Secara histopatologis lapisan kulit dapat dijabarkan sebagai berikut:

2.4.1 Lapisan Epidermis terdiri atas:

(37)

Adalah lapisan kulit yang paling luar, terdiri atas beberapa lapis

sel-sel gepeng yang mati, tidak berinti dan protoplasmanya telah berubah

menjadi keratin (zat tanduk).

2.4.1.2 Stratum lusidum

Berada langsung di bawah lapisan korneum, merupakan lapisan sel-sel

gepeng tanpa inti dengan protoplasma yang berubah menjadi protein

yang disebut eleidin.

2.4.1.3Stratum granulosum (lapisan keratohialin)

Merupakan 2-3 lapis sel-sel gepeng dengan sitoplasma berbutir kasar

dan terdapat inti di antaranya, butiran kasar tersebut terdiri atas

keratohialin

2.4.1.4 Stratum spinosum (stratum malphigi)

Lapisan ini disebut juga prickle cell layer, terdiri atas beberapa lapis

sel yang berbentuk poligonal, protoplasmanya jernih karena banyak

mengandung glikogen, dan inti terletak di tengah-tengah. Sel-sel ini

makin dekat ke permukaan makin gepeng bentuknya, di antara sel-sel

terdapat jembatan antar sel yang terdiri atas protoplasma dan

tonofibril. Di antara sel-sel spinosum terdapat pula sel langerhans.

(38)

Terdiri atas sel-sel berbentuk kubis (kolumnar) yang tersusun vertical

pada perbatasan dermo-epidermal berbaris seperti pagar. Lapisan ini

adalah lapisan epidermis paling bawah. Lapisan ini terdiri dari 2 jenis

sel yaitu sel kolumnar dengan protoplasma basofilik inti lonjong dan

besar, dan sel melanosit yang merupakan sel pembentuk melanin

dengan sitoplasma basofilik dengan inti gelap mengandung butir

pigmen (melanosom).

2.4.2 Lapisan Dermis

Lapisan ini lebih tebal daripada epidermis, terdiri dari lapisan elastik

dan fibrosa padat dengan elemen-elemen selular dan folikel rambut .

dermis dibagi menjadi dua bagian yaitu

2.4.2.1 Pars papilare

Bagian yang menonjol ke epidermis, berisi ujung serabut saraf dan

pembuluh darah.

2.4.2.2 Pars retikulare

Terdiri dari serabut-serabut penunjang seperti serabut kolagen, elastin

dan retikulin. Dasar (matriks) lapisan ini terdiri atas asam hialuronat

dan kondroitin sulfat, terdapat juga fibroblast. Serabut kolagen

dibentuk oleh fibroblast, membentuk ikatan yang mengandung

(39)

bergelombang berbentuk amorf dan mudah mengembang serta lebih

elastis. Retikulin mirip dengan kolagen muda.

2.4.3 Lapisan Subkutis

Kelanjutan dari dermis yang terdiri dari jaringan ikat longgar berisi

sel-sel lemak didalamnya. Sel lemak merupakan sel bulat besar dengan

inti terdesak ke pinggir sitoplasma lemak yang bertambah. Sel ini

berkelompok dipisahkan satu sama lainnya dengan trabekula yang

fibrosa. Pada lapisan ini terdapat ujung-ujung saraf tepi, pembuluh

darah dan getah bening.

Vaskularisasi di kulit diatur oleh 2 pleksus yaitu yang terletak di

bagian atas dermis (pleksus superfisialis) dan yang terletak di subkutis

( pleksus profunda) .

Kulit juga memiliki berbagai fungsi bagi tubuh antara lain adalah :

1. Fungsi proteksi

Kulit menjaga bagian dalam tubuh dari gangguan yang bersifat fisik atau

mekanis, gangguan kimiawi, radiasi sinar ultra violet, gangguan kuman

maupun jamur. Fungsi ini terjadi karena adanya bantalan lemak, tebalnya

lapisan kulit dan jaringan penunjangnya yang berperanan terhadap

gangguan yang bersifat fisik. Adanya melanosit turut berperan dalam

(40)

pH 5-6,5 merupakan perlindungan kimiawi terhadap infeksi bakteri dan

jamur.

2. Fungsi ekskresi

Kelenjar-kelenjar kulit akan mengeluarkan zat-zat yang tidak berguna dan

sisa metabolism dalam tubuh. Produk kelenjar lemak dan keringat di kulit

menyebabkan keasaman kulit pada pH 5 – 6,5.

3. Fungsi persepsi

Fungsi persepsi ini disebabkan karena adanya ujung-ujung saraf sensorik

di dermis dan subkutis.

4. Fungsi pengaturan suhu tubuh

Peranan kulit dalam pengaturan suhu tubuh terjadi dengan cara

mengeluarkan keringat.

5. Fungsi imunitas

6. Fungsi sintesis vitamin D dan melanin

2.5 Fibroblast

Fibroblast adalah sel yang utama di lapisan dermis, berbentuk spindel

dengan sitoplasma bercabang cabang tidak teratur, nukleus berbentuk lonjong,

besar dan pucat dengan nukleolus yang jelas. Sel fibroblast bertanggung jawab

terhadap produksi kolagen, serat retikulin, serat elastik dan jaringan penyangga

(41)

dengan mensekresikan enzim seperti collagenase (MMP-1) dan elastase (Obagi,

2000 ; Junqueira dkk., 1997).

Fibroblast berperanan penting pada proses penyembuhan luka (wound

healing process). Adanya suatu kerusakan pada jaringan dapat merangsang sel

fibrosit dan mitosis fibroblast. Jadi dapat dikatakan bahwa fungsi utama

fibroblast adalah menjaga integritas struktur jaringan ikat dan mengatur turnover

jaringan ikat dengan memproduksi enzim yang dapat mendegradasi kolagen

(collagenase), elastin (elastase), proteoglikan dan glikosaminoglikan (stromelysin

dan lysosomal hydrolase).

Dengan bertambahnya usia, secara umum ukuran fibroblast akan menjadi

semakin mengecil dan menjadi berkurang aktivitasnya, sementara pada kulit yang

mengalami kerusakan oleh karena pajanan sinar ultra violet fibroblastnya sering

menjadi hipertopi.

Dari suatu penelitian dinyatakan bahwa sel fibrolast memiliki ketahanan

yang lebih kuat terhadap pajanan UVB dibandingkan dengan sel lain seperti

keratinosit dan melanosit dengan dosis yang bersifat sitotoksik dari pajanan

narrowband UVB (100,200, dan 400 mJ/cm²) ataupun broadband UVB (5,10, dan

25 mJ/cm² ) (Cho dkk., 2008).

2.6 Matriks Metalloproteinase

Matriks metalloproteinase adalah suatu zinc-dependent endopeptidase.

MMP gene family pada manusia terdiri dari 28 tipe dengan struktur dan spesifitas

(42)

berkaitan dengan turnover matriks ekstraseluler, wound healing, angiogenesis,

dan kanker. Sejumlah MMPs mampu menimbulkan degradasi terhadap kolagen

tipe I yaitu antara lain MMP-1, 8,13, MT1-MMP (MMP-14), MT2-MMP

(MMP-15), dan MT3-MMP (MMP-16). Pada kulit hanya MMP-1 yang paling

banyak dipicu pembentukannya oleh pajanan sinar ultra violet dan tampaknya

paling bertanggung jawab terhadap pemecahan kolagen akibat paparan matahari.

Level MMP-1 akan meningkat sesuai dengan bertambahnya usia, yang mana hal

ini diperkirakan sebagai akibat dari fragmentasi serat kolagen dan disorganisasi

susunan serat kolagen pada dermis (Seltzer & Eisen, 2006).

Activator Protein -1 (AP-1) yang merupakan nuclear transcription factor,

terdiri dari dua sub unit yaitu c-jun dan c-fos, berfungsi untuk mengontrol

transkripsi dari matriks metalloproteinases (MMPs). MMPs merupakan suatu

enzim yang bertanggung jawab terhadap degradasi dari matriks ekstrasel,

termasuk diantaranya adalah MMP-1 (collagenase), MMP-3 (stromelysin), dan

MMP-9 (92-kd gelatinase). Metalloproteinase juga bertanggung jawab terhadap

tejadinya degradasi kolagen.

MMP dapat dengan segera timbul hanya dengan dosis minimal sinar ultra

violet, di bawah dosis yang dibutuhkan untuk menimbulkan eritema. Terdapat

suatu hubungan dosis dan respon yang ditimbulkan antara paparan UV dan

induksi MMP. Paparan terhadap sinar UV yang tidak cukup untuk menimbulkan

sunburn dapat memfasilitasi terjadinya degradasi kolagen, dan pada akhirnya

(43)

setara dengan 5-15 menit paparan matahari pada tengah hari cukup tuntuk

meningkatkan level MMP (Berneburg dkk., 2000; Rabe dkk., 2006).

Dari beberapa penelitian yang telah dilakukan pada kultur fibroblast

menunjukkan bahwa radiasi sinar UVB mampu memicu ekspresi MMP pada

dosis yang bervariasi antara 10 mJ/cm2 – 100 mJ/cm2 ( Kim dkk., 2004; Kim

dkk., 2005; Yulianto, 2008; Moon dkk., 2008; Lee dkk., 2009).

2.7 Photoaging dan Mekanisme Kerusakan pada Kolagen

Photoaging merupakan efek kronis yang timbul akibat pajanan sinar

ultra violet yang berulang. Pada proses penuaan itu sendiri terjadi penurunan

proporsi dari sel germinatif di epidermis yang dipengaruhi oleh sinar ultra violet

yang langsung merusak sel. Pajanan UV akan berakibat pada timbulnya reactive

oxygen species (ROS) yang merusak membran lipid, protein seluler, dan DNA .

Kerusakan pada protein akan menginaktifkan enzim yang mempengaruhi

kemampuan sel tersebut untuk memperbaiki kerusakan yang ditimbulkan oleh

sinar UV dan ini akan berakibat pada kematian sel atau terjadinya mutasi

permanen DNA seluler (Yaar dan Gilchrest, 1995).

Dilaporkan bahwa penyinaran ultraviolet merusak matriks kolagen kulit

melalui dua jalur yang berbeda yaitu terjadinya stimulasi degradasi kolagen dan

hambatan produksi kolagen (Fisher dkk., 2004).

Dari beberapa penelitian secara in vitro didapatkan bahwa radiasi sinar

ultraviolet bekerja menyerupai kerja dari reseptor ligand melalui pembentukan

(44)

reseptor epidermal growth factor, IL-1, dan TNF-α yang terdapat pada sel

keratinosit dan fibroblast akan aktif. Hal ini di perkirakan terjadi karena

terjadinya oksidasi ROS yang selanjutnya akan menghambat protein-tyrosin

phospatase yang berfungsi mengatur penurunan aktivitas reseptor ini, akibatnya

reseptor tersebut akan meningkat. Adanya peningkatan reseptor ini memicu

aktivasi signaling kinases pada kulit, dan nuclear transcription factor activator

protein-1 (AP-1) akan menjadi aktif. AP-1 merupakan MMP promoter, yang

akan mengontrol transkripsi matriks metalloproteinase. MMP-1 merupakan

metalloproteinase utama yang bertanggung jawab terhadap terjadinya degradasi

kolagen. AP-1 terdiri dari 2 sub unit yaitu c-Fos yang selalu terekspresikan dan

c-Jun yang diinduksi oleh UV. Ekspresi yang berlebihan dari komponen c-Jun ini

dapat mengurangi ekspresi kolagen tipe 1 (Rabe dkk., 2006).

Sinar UV juga akan mengaktifkan faktor transkripsi NF-κB melalui suatu

iron-dependent mechanisme. Respon terhadap sinar UV akan dilipatgandakan

melalui pembentukan sitokin. NFκB juga dapat meningkatkan ekspresi MMP-9.

Pajanan sinar UV juga mengakibatkan ekspresi TGFβ dan reseptornya berkurang,

sementara TGFβ adalah promoter yang sangat penting dari sintesis kolagen.

Setelah paparan sinar UV procollagen pool berkurang secara nyata. AP-1

dan Transforming Growth Factor (TGF)-β berperanan pada regulasi menurun dari

sintesis kolagen akibat sinar UV. Kerusakan kolagen itu sendiri dapat

(45)

Dari penelitian yang dilakukan oleh Choi dkk. (2007) pada kultur

fibroblast didapatkan bahwa terjadi peningkatan ekspresi MMP-1 dan penurunan

ekspresi TGF-β1 serta protein level mRNA kolagen tipe I. Hasil yang didapat

lebih besar pada penyinaran dengan broadband UVB 25 mJ/cm2 dibandingkan

narrow band UVB 50-800 mJ/cm2. Dari hasil tesebut disimpulkan bahwa

terjadinya penurunan sintesis kolagen tipe 1 akibat inhibisi ekpresi TGF β1 dan

stimulasi MMP-1 berakibat lebih lanjut terhadap terjadinya photoaging. Efek

photoaging yang ditimbulkan dari narrowband UVB lebih lemah daripada

broadband UVB.

Gambar 2.1 Mekanisme kerusakan kolagen akibat sinar UV (dikutip dari: Rabe dkk., 2006)

(46)

Dari penelitian dilaporkan bahwa penyinaran dengan sinar UV berakibat

pada TGF β / Smad pathway melalui umpan balik negatif dari TβRII yang mana

secara primer akan berdampak pada pengurangan sintesis prokolagen dalam

fibroblast, dan ini akan terjadi dalam waktu 8 jam setelah penyinaran (Fisher

dkk., 2004).

Dari suatu studi eksperimental in vitro pada sel fibroblast yang dipajan

dengan sinar ultra violet B berbagai variasi dosis (10 mJ/cm², 20 mJ/cm², dan 40

mJ/cm²) menunjukkan bahwa terjadi kerusakan viabilitas sel fibroblast pada dosis

tersebut. Pada dosis 10 mJ/cm2 berakibat kerusakan viabilitas sel fibroblast yang

signifikan, dimana dosis ini jauh dibawah dosis minimal pajanan ultra violet yang

menimbulkan kejadian eritema ( 50-120 mJ/cm2). Terjadi peningkatan kadar

enzim MMP 1 dan MMP 3 sebesar 1,52 kali sampai dengan 8,69 kali

dibandingkan dengan kontrol. Puncak peningkatan MMP-1 didapatkan pada dosis

20 mj/cm². Juga terjadi penurunan kadar cDNA pro α1 dan 3 kolagen (Yulianto,

2008).

Perubahan kolagen ditemukan pada dermis yang mengalami photodamage

dimana pada kondisi normal 85% berupa kolagen tipe I dan 10% kolagen tipe III,

namun pajanan sinar matahari mengakibatkan hilangnya kolagen matur tipe I dan

meningkatnya ratio kolagen III/I. Dilaporkan bahwa perubahan degeneratif pada

serat kolagen ini secara primer dipicu oleh UVB (Yaar dan Gilchrest, 1995).

2.8. Manifestasi Klinis dan Histologis pada Kulit yang Mengalami Photoaging

(47)

Pada kulit yang mengalami kerusakan akibat pajanan sinar ultraviolet

secara klinis akan tampak permukaan kulit kasar menebal (leathery skin), kering,

pigmentasi tidak merata (lentigines, hipomelanosis gutata, atau hiperpigmentasi

yang persisten), bernodus, timbulnya kerutan dari yang halus sampai dalam,

elastisitas berkurang, dan teleangiektasia. Karakteristik yang khas pada kulit yang

mengalami kerusakan karena pajanan sinar ultra violet adalah elastotic wrinkle

yang sering dijumpai pada kulit tipe III-V (Yaar, 2006).

Sedangkan secara histologis tampak adanya penebalan lapisan epidermal

yang ireguler. Tepat di bawah epidermis adanya suatu gerombolan materi yang

bersifat eosinofilik (Grenz zone), kemungkinan ini merupakan analog dari suatu

mikroskar akibat proses perbaikan dari pajanan sinar ultra violet. Pada papilari

dermis menunjukkan adanya aggregasi nodular fibrous dengan materi elastotik.

Pada dermis jumlah glikosaminoglikan dan proteoglikan meningkat, sementara

serat kolagen berkurang menggumpal dan sebagian terdegradasi sebagai akibat

dari terpicunya sekresi matriks metalloproteinase oleh sinar ultra violet (Yaar,

2006)

Salah satu ciri karakteristik secara histologis pada kulit yang mengalami

kerusakan akibat pajanan sinar ultra violet adalah solar elastosis yaitu suatu

materi yang terbentuk dari sejumlah besar jaringan elastin yang terdegradasi dan

membentuk suatu masa yang kusut. Tampak juga adanya infiltrat radang yang

terdiri dari sel mast, histiosit, dan sel mononuklear lainnya (Yaar, 2006 ).

(48)

2.9.1 Radikal Bebas

Radikal bebas adalah suatu senyawa atau molekul yang mempunyai

jumlah elektron ganjil atau elektron tidak berpasangan tunggal pada lingkar

luarnya. Elektron tidak berpasangan tersebut menyebabkan instabilitas dan

bersifat reaktif, dengan cara menyerang dan mengikat elektron molekul yang

berada disekitarnya. Hilang atau bertambahnya satu elektron pada molekul lain

menciptakan radikal bebas baru dan akan mengakibatkan suatu perubahan secara

fisik dan kimiawi (Cooper, 1997 ; Pham-Huy dkk., 2008).

Radikal bebas tersebut diproduksi secara endogen dan juga diperoleh

secara eksogen. Secara endogen radikal bebas diproduksi oleh mitokondria,

membran plasma, lisosom, retikulum endoplasma, dan inti sel. Secara eksogen

berasal dari asap rokok, polutan, radiasi, obat obatan, dan pestisida.

Reaksi radikal bebas dibagi menjadi 3 tahap yaitu:

1. Tahap inisiasi

Adalah tahapan yang menyebabkan terbentuknya radikal bebas.

Cu

RH + O2 R+ + HO2+

2. Tahap Propagasi

Adalah tahap dimana radikal bebas cenderung bertambah banyak dengan

membuat reaksi rantai dengan molekul lain.

R+ + O2 RO2+

(49)

3. Tahap Terminasi

Adalah apabila terjadi reaksi antara radikal bebas dengan radikal bebas

lainnya atau antara radikal bebas dengan suatu senyawa pembasmi

radikal (scavenger)

R+ + R+ R : R

Radikal bebas yang terbentuk akan merusak molekul yang elektronnya ditarik

oleh radikal bebas tersebut sehingga akan menyebabkan kerusakan sel, gangguan

fungsi sel, bahkan kematian sel. Molekul utama dalam tubuh yang dirusak oleh

radikal bebas tersebut adalah DNA, lemak, dan protein. Radikal bebas yang

merusak DNA dapat mengganggu bagian dari DNA dan menyebabkan

pertumbuhan yang tidak terkontrol, dan pada akhirnya akan berakibat pada

terjadinya kanker. Tanpa disadari, dalam tubuh kita terbentuk radikal bebas

secara terus menerus. Radikal bebas itu terbentuk melalui proses metabolisme sel

normal, peradangan, kekurangan gizi, dan akibat pengaruh dari luar tubuh seperti

polusi lingkungan, sinar ultra violet, asap rokok dan lain lain. Dengan

meningkatnya usia pembentukan radikal bebas juga makin meningkat. Secara

endogen, hal ini berkaitan dengan laju metabolisme seiring dengan pertambahan

usia. Secara eksogen, kemungkinan tubuh terpapar dengan polutan juga semakin

tinggi, seiring dengan meningkatnya umur seseorang. Kedua faktor tersebut secara

sinergis meningkatkan jumlah radikal bebas dalam tubuh (Winarsi, 2007;

(50)

Dalam keadaan fisiologis, radikal bebas yang terbentuk secara normal

akan dinetralisasi sebelum terjadinya perusakan yang berat pada sel. Tidak

selamanya senyawa oksigen reaktif yang terdapat di dalam tubuh itu merugikan,

pada kondisi-kondisi tertentu keberadaannya sangat dibutuhkan. Oleh sebab itu

keberadaannya harus dikendalikan oleh sistem antioksidan dalam tubuh.

2.9.2 Antioksidan

Kehidupan ini merupakan rangkaian reaksi kimia yang berlangsung terus

menerus yang melibatkan berbagai jenis molekul. Melalui reaksi kimia dihasilkan

berbagai zat yang diperlukan untuk mempertahankan hidup dan juga dihasilkan

zat sisa yang tidak berguna, salah satu kumpulan zat yang berguna penting dalam

kehidupan adalah antioksidan. Antioksidan adalah senyawa pemberi elektron

(electron donor) yang mampu menangkal atau meredam dampak negatif oksidan

dalam tubuh. Antioksidan bekerja dengan cara mendonorkan satu elektronnya

kepada senyawa yang bersifat oksidan sehingga aktivitas senyawa oksidan

tersebut dapat dihambat. Antioksidan berfungsi melindungi zat lainnya dari

kerusakan karena reaksi oksidasi yang dipicu oleh ROS dan radikal bebas. ROS

dan radikal bebas ini memicu terjadinya proses degenerasi (Pham-huy dkk.,

2008).

Secara umum antioksidan dikelompokkan menjadi 2 golongan yaitu

antioksidan enzimatis dan antioksidan non enzimatis. Antioksidan enzimatis

antara lain adalah enzim superoksida dismutase (SOD), katalase, dan glutation

(51)

kelompok yaitu antioksidan non enzimatis yang larut lemak (seperti tokoferol,

karotenoid, flavonoid, dan quinon) dan antioksidan non enzimatis yang larut

dalam air (asam askorbat, asam urat, protein pengikat logam, dan protein

pengikat heme). Kedua golongan antioksidan tersebut bekerja sama untuk

memerangi aktivitas senyawa oksidan dalam tubuh, sehingga terjadinya stress

oksidatif dapat dihambat oleh kerja antioksidan tersebut.

2.9.2.1Peranan Antioksidan pada Kulit yang Mengalami Kerusakan karena Pajanan Sinar UV

Secara alami kulit bergantung pada antioksidan untuk melindungi dari

ROS yang dihasilkan oleh sinar matahari maupun proses metabolisme normal.

Antioksidan enzimatis dan non enzimatis akan berinteraksi untuk memberikan

perlindungan, termasuk di sini adalah vit E, coenzyme Q10, askorbat, karotenoid,

superoksid dismutase, katalase, dan glutation peroksidase. Namun oleh karena

paparan ultra violet yang berlebihan, mengakibatkan terjadi deplesi pada suplai

antioksidan tersebut, terbentuklah suatu keadaan stress oksidatif. Untuk itu

diperlukan juga antioksidan yang diaplikasikan secara topikal untuk menambah

cadangan antioksidan kulit. Pada keganasan kulit seperti basal sel ca, ditemukan

kadar karotenoid yang rendah, sehingga diperkirakan antioksidan ini sangat

penting pada pertahanan kulit terhadap radiasi UV dan photokarsinogenesis

(Pinnel, 2003 ; Rabe dkk., 2006).

Interaksi antara radiasi matahari pada kulit mengakibatkan terbentuknya

(52)

penambahan radikal pada cincin aromatik, pembentukan aldehid, dan deplesi

thiol. Terjadi pula autooksidasi asam lemak tak jenuh ganda pada membran lipid,

yang kemungkinan berkaitan dengan singlet oksigen dan radikal hidroksil. Disini

antioksidan akan berperanan untuk mengurangi efek dari ROS tersebut melalui

1. Scavenging (mengikat) : R+PH* RH+ P* 2. Inhibisi (penghambatan) : RO2 + PH* ROOH+P 3. Proteksi : (ROOH + PH*  ROH + POH

Dimana R adalah komponen bervariasi, dan PH adalah antioksidan protektif yang

mampu memberikan ion hidrogen.

2.10 Astaxanthin

Astaxanthin adalah salah satu antioksidan golongan carotenoid xantophyll

yang larut dalam lemak. Secara alami astaxanthin dapat ditemukan pada algae,

berbagai jenis makanan yang biasa dikonsumsi seperti jenis udang udangan dan

kepiting. Di alam karotenoid ini dihasilkan oleh tumbuhan dan alga renik,

sedangkan hewan tidak dapat mensintesis senyawa ini untuk itu harus didapat dari

tumbuhan atau alga renik dengan cara mengkonsumsinya. Salah satu alga renik

yang dikenal memiliki kandungan astaxanthin tinggi adalahlah Haematococus

pluvialis ( Lyons dan O’Brien, 2002).

Struktur kimia karotenoid terdiri dari rantai 40- karbon polietilen yang

menjadi tulang punggung molekul, dan rantai ini diakhiri dengan 6 cincin karbon

Gambar

Gambar 2.1   Mekanisme kerusakan kolagen akibat sinar UV  (dikutip dari: Rabe     dkk., 2006)
Gambar 2.2  struktur kimia  astaxanthin
Gambar 3.2  Kerangka Konsep
Gambar 4.1  Skema Rancangan Penelitian  In Vitro
+6

Referensi

Dokumen terkait

Hasil penelitian menunjukkan bahwa Return on Asset berpengaruh positif pada nilai perusahaan, pengungkapan tanggung jawab sosial perusahaan mampu dalam memoderasi

I Ketut Sinardja, Sp.An, KIC, selaku Kepala Bagian Anestesiologi dan Terapi Intensif Fakultas Kedokteran Universitas Udayana, penulis mengucapkan terima kasih dan

Penelitian tentang kepuasan terhadap layanan kesehatan primer berdasarkan jenis faskes pernah dilakukan di Provinsi Bali pada Puskesmas dan dokter keluarga yang merupakan

dan jenis fraktur kosta sebagai faktor yang berkaitan terhadap kontusio paru pada pasien trauma thoraks di RSUP Sanglah Denpasar.. Metode : Penelitian ini adalah epidemiologis

Alhamdulillah penulis ucapkan kehadirat Allah SWT atas rahmat dan karunia- Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Tesis dengan judul Penambahan Senam Otak pada

Dalam upaya meningkatkan pengetahuan dan sikap bidan terhadap program IMD, perlu dilakukan pelatihan dan seminar yang berhubungan dengan program IMD secara rutin dengan

Judul tesis kami adalah “Faktor Determinan Yang Mempengaruhi Minat Terhadap Pelayanan Rawat Inap Spesialis Peserta Jaminan Kesehatan Bali Mandara (JKBM ) di RSUD

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadapan Ida Sang Hyang Widhi Wasa, karena atas karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan tesis ini yang berjudul Hubungan