• Tidak ada hasil yang ditemukan

PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS UDAYANA DENPASAR

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS UDAYANA DENPASAR"

Copied!
91
0
0

Teks penuh

(1)

TESIS

HUBUNGAN ANTARA PENGETAHUAN DAN SIKAP

DENGAN KARAKTERISTIK SOSIAL DEMOGRAFI

BIDAN DALAM PELAKSANAAN PROGRAM INISIASI

MENYUSU DINI DI BIDAN PRAKTEK MANDIRI

KABUPATEN BADUNG

LUH SUDEMI

PROGRAM PASCASARJANA

UNIVERSITAS UDAYANA

DENPASAR

2015

(2)

ii

TESIS

HUBUNGAN ANTARA PENGETAHUAN DAN SIKAP

DENGAN KARAKTERISTIK SOSIAL DEMOGRAFI

BIDAN DALAM PELAKSANAAN PROGRAM INISIASI

MENYUSU DINI DI BIDAN PRAKTEK MANDIRI

KABUPATEN BADUNG

LUH SUDEMI NIM 1392161048

PROGRAM MAGISTER

PROGRAM STUDI ILMU KESEHATAN MASYARAKAT

PROGRAM PASCASARJANA

UNIVERSITAS UDAYANA

DENPASAR

(3)

iii

HUBUNGAN ANTARA PENGETAHUAN DAN SIKAP

DENGAN KARAKTERISTIK SOSIAL DEMOGRAFI

BIDAN DALAM PELAKSANAAN PROGRAM INISIASI

MENYUSU DINI DI BIDAN PRAKTEK MANDIRI

KABUPATEN BADUNG

Tesis untuk Memperoleh Gelar Magister

Pada Program Magister, Program Studi Ilmu Kesehatan Masyarakat, Program Pascasarjana Universitas Udayana

LUH SUDEMI NIM 1392161048

PROGRAM MAGISTER

PROGRAM STUDI ILMU KESEHATAN MASYARAKAT

PROGRAM PASCASARJANA

UNIVERSITAS UDAYANA

DENPASAR

(4)

iv

LEMBAR PENGESAHAN

TESIS INI TELAH DISETUJUI PADA TANGGAL 28 JULI 2015

Pembimbing I, Pembimbing II,

Dr. dr. Dyah Pradnyaparamita Duarsa, M.Si NIP. 19580704 198703 2 001

Kadek Tresna Adhi, SKM, M.Kes NIP. 19791018 200501 2 000

Mengetahui

Ketua Program Studi Ilmu Kesehatan Masyarakat

Program Pascasarjana Universitas Udayana, Direktur Program Pascasarjana Universitas Udayana, Prof. dr. D.N Wirawan, MPH NIP. 19481010 197702 1 001

Prof. Dr. dr. A.A. Raka Sudewi, Sp.S (K) NIP. 195902151985102001

(5)

v

Tesis Ini Telah Diuji pada Tanggal 28 Juli 2015

Panitia Penguji Tesis Berdasarkan SK Rektor

Universitas Udayana, No: 2203/UN14.4/HK/2015, Tanggal 28 Juli 2015

Ketua : Dr.dr. Dyah Pradnyaparamita Duarsa, MSi Anggota :

1. Kadek Tresna Adhi, SKM., M.Kes 2. Prof. dr. D.N. Wirawan, MPH

3. Prof. Dr. dr. Mangku Karmaya, M.Repro, PA(K) 4. dr. Ni Wayan Arya Utami, M.App.Bsc, Ph.D

(6)

vi

SURAT PERNYATAAN BEBAS PLAGIAT

Nama : Luh Sudemi

NIM : 1392161048

Program Studi : Magister Ilmu Kesehatan Masyarakat

Judul Tesis : Hubungan antara Pengetahuan dan Sikap dengan Karakteristik Sosial Demografi Bidan dalam Pelaksanaan Program Inisiasi Menyusu Dini di Bidan Praktek Mandiri Kabupaten Badung Tahun 2015

Dengan ini menyatakan bahwa tesis ini bebas plagiat. Apabila di kemudian hari terbukti terdapat plagiat dalam tesis ini, maka saya bersedia menerima sanksi sesuai peraturan di Universitas Udayana dan peraturan perundang-undangan lain yang berlaku.

Denpasar, Agustus 2015 Yang membuat Pernyataan,

(7)

vii

UCAPAN TERIMA KASIH

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Ida Sang Hyang Widhi Wasa atas rahmat-Nya penulis dapat menyelesaikan tesis yang berjudul “Hubungan antara Pengetahuan dan Sikap dengan Karakeristik Sosial Demografi Bidan dalam Pelaksanaan Program Inisiasi Menyusu Dini di Bidan Praktek Mandiri Kabupaten Badung Tahun 2015” dengan tepat waktu. Tesis ini disusun sebagai salah satu persyaratan dalam menempuh Program Magister Ilmu Kesehatan Masyarakat di Universitas Udayana.

Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Prof. dr. Dewa Nyoman Wirawan, MPH sebagai Ketua Program Studi Magister Imu Kesehatan Masyarakat Universitas Udayana dan sebagai penguji tesis atas dorongan, bimbingan, dan dukungan selama proses pembelajaran khususnya dalam penyelesaian tesis ini. Ucapan terima kasih yang mendalam juga penulis sampaikan kepada Dr. dr. Dyah Pradnyaparamita Duarsa, MSi dan Kadek Tresna Adhi, SKM., M.Kes sebagai pembimbing tesis atas segala perhatian dan kesabarannya memberikan bimbingan dan saran kepada penulis.

Ucapan yang sama ditujukan kepada Rektor Universitas Udayana, Prof. Dr. dr. Ketut Suastika, Sp.PD. (KEMD) atas kesempatan dan fasilitas yang diberikan kepada penulis untuk mengikuti dan menyelesaikan pendidikan Program Pascasarjana di Universitas Udayana. Ucapan terima kasih juga disampaikan kepada Direktur Program Pascasarjana Universitas Udayana, Prof. Dr. dr. A.A. Raka Sudewi, Sp.S(K) yang telah memberikan kesempatan kepada penulis

(8)

viii

sebagai mahasiswa Program Studi Magister Ilmu Kesehatan Masyarakat di Universitas Udayana. Penulis juga menyampaikan terima kasih kepada seluruh dosen dan staf karyawan Program Studi Magister Ilmu Kesehatan Masyarakat atas bimbingan dan dukungannya selama menempuh pendidikan.

Terima kasih yang sebesar-besarnya juga penulis sampaikan kepada para penguji tesis ini, yaitu Prof. Dr. dr. Mangku Karmaya, M.Repro, PA(K) dan dr. Ni Wayan Arya Utami, M.App.Bsc, Ph.D yang telah memberikan saran dan kritiknya terhadap tesis ini. Penulis juga sampaikan banyak terima kasih kepada Dinas Kesehatan Kabupaten Badung, Ketua Ikatan Bidan Indonesia Kabupaten Badung, Camat Kuta Selatan di Jimbaran, Camat Kuta Utara di Kerobokan dan Camat Kuta di Kuta yang telah memberi ijin kepada penulis untuk melakukan penelitian. Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada ibu responden/ bidan praktek mandiri di Kabupaten Badung khususnya di Kecamatan Kuta Selatan, Kecamatan Kuta Utara dan Kecamatan Kuta yang telah banyak meluangkan waktu dan kesediaan untuk berpartisipasi dalam penelitian ini.

Pada kesempatan ini pula penulis menyampaikan terima kasih sedalam-dalamnya kepada suami, orang tua, keluarga dan teman-teman Magister Ilmu Kesehatan Masyarakat Angkatan V atas doa dan dukungan selama ini, sehingga penulis dapat menyelesaikan pendidikan dan tesis ini dengan baik.

Semoga Ida Sang Hyang Widhi Wasa/Tuhan Yang Maha Esa selalu melimpahkan rahmat-Nya kepada semua pihak yang telah membantu pelaksanaan dan penyelesaian tesis ini.

(9)

ix

ABSTRAK

HUBUNGAN ANTARA PENGETAHUAN DAN SIKAP DENGAN KARAKTERISTIK SOSIAL DEMOGRAFI BIDAN DALAM PELAKSANAAN PROGRAM INISIASI MENYUSU DINI DI BIDAN

PRAKTEK MANDIRI KABUPATEN BADUNG

Inisiasi Menyusu Dini (IMD) adalah memberi kesempatan pada bayi baru lahir untuk menyusu sendiri pada ibu dalam satu jam kelahirannya. Pelaksanaan IMD akan tercapai apabila ada dukungan dari penerima pelayanan kesehatan dan pemberi pelayanan kesehatan yaitu Bidan. Bidan seharusnya melaksanakan IMD setiap kali menolong persalinan dan memberikan dukungan kepada ibu yang melakukan persalinan untuk melaksanakan IMD. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui hubungan antara pengetahuan dan sikap dengan karakeristik sosial demografi bidan dalam pelaksanaan program IMD di Bidan Praktek Mandiri (BPM) Kabupaten Badung.

Penelitian ini merupakan penelitian sampel survei dengan sampel sebanyak 61 orang. Data dikumpulkan menggunakan kuesioner dan dianalisis secara univariat, bivariat dengan menggunakan uji chi-square dan multivariat menggunakan uji poisson regression dengan CI 95%.

Penelitian ini menunjukkan bahwa sebagian besar bidan praktek mandiri melaksanakan IMD di Kabupaten Badung Tahun 2015 sebesar 62,30%. Hasil uji bivariat empat variabel yang berhubungan terhadap pelaksanaan bidan terlatih dalam program IMD adalah jumlah persalinan, supervisi, pengetahuan dan sikap. Pada analisis multivariat didapatkan variabel yang paling berhubungan terhadap pelaksanaan bidan terlatih dalam program IMD adalah pengetahuan (PR=1,5; 95%CI: 1,04-2,1) dan sikap (PR=2,7; 95%CI: 1,1-6,3).

Dari hasil penelitian ini dapat disimpulkan pengetahuan dan sikap berpengaruh terhadap pelaksanaan bidan terlatih dalam program IMD. Perlu dilakukan upaya untuk meningkatkan pengetahuan dan sikap dalam bentuk pelatihan, kebijakan dan kegiatan lainnya yang berhubungan dengan program IMD.

(10)

x

ABSTRACT

THE RELATIONSHIP BETWEEN KNOWLEDGE AND ATTITUDE WITH THE SOCIAL DEMOGRAPHIC CHARACTERISTICS OF MIDWIFE IN

THE PROGRAM IMPLEMENTATION OF EARLY INITIATION OF BREASTFEEDING AT THE INDEPENDENT MIDWIFE PRACTICES

INTHE BADUNG REGENCY

Early Initiation of Breastfeeding (EIB) is allowing the newborns to breastfeed within an hour of birth. EIB implementation will be achieved if there are support from both the health service recipients and the providers of health care namely the midwives. Midwives should implement EIB whenever they are helping deliveries and providing support to mothers who gave birth to implement the EIB. The purpose of this study was to determine the relationship between knowledge and attitude with the socio-demographic characteristics of the midwife in the implementation of the EIB program at the Independent Midwife Practice in the Badung Regency.

This study was a sample survey with sample of 61 peoples. Data were collected using questionnaires and analyzed by univariate and bivariate with chi-square test and multivariate Poisson regression test with 95% CI.

The study showed that most independent midwife practices implemented the EIB in the Badung Regency in 2015 namely of 62.30%. Bivariate analyzed determined four variables significantly related to the implementation of trained midwives in the EIB program namely the amount of deliveries, supervision, knowledge and attitudes. Mean while in the multivariate analysis, most variables related to the implementation of trained midwives in the IMD program were knowledge (PR = 1.5; 95% CI: 1.04-2.1) and attitude (PR = 2.7; 95% CI: 1 , 1-6.3).

It can be concluded that the knowledge and attitudes influenced the EIB practices among trained midwives in the IMD program. Efforts should be made to improve knowledge and attitudes in the form of training, policies and other activities related to the EIB program.

Keywords: Implementation, Early Initiation of Breastfeeding (EIB), Independent

(11)

xi

DAFTAR ISI

Halaman

SAMPUL DALAM ... ii

PRASYARAT GELAR ... iii

LEMBAR PENGESAHAN ... iv

PENETAPAN PANITIA PENGUJI ... v

SURAT KETERANGAN BEBAS PLAGIAT ... vi

UCAPAN TERIMA KASIH ... vii

ABSTRAK ... ix

ABSTRACT ... x

DAFTAR ISI ... xi

DAFTAR TABEL ... xiv

DAFTAR GAMBAR ... xv

DAFTAR SINGKATAN DAN LAMBANG ... xvi

DAFTAR LAMPIRAN ... xvii

BAB I PENDAHULUAN ... 1 1.1 Latar Belakang ... 1 1.2 Rumusan Masalah ... 9 1.3 Tujuan Penelitian ... 9 1.3.1 Tujuan Umum ... 9 1.3.2 Tujuan Khusus ... 9 1.4 Manfaat Penelitian ... 10

BAB II KAJIAN PUSTAKA ... 12

2.1 Inisiasi Menyusu Dini ... 12

2.2 Hubungan IMD terhadap ASI Eksklusif ... 15

2.3 Peran bidan dalam meningkatkan program IMD ... 17

2.4 Kebijakan WABA tentang pelaksanaan program IMD ... 19

2.5 Teori Perilaku ... 20

2.5.1 Teori Lawrence Green ... 20

2.5.2 Teori Snehandu B.Karr ... 20

(12)

xii

2.6 Faktor-Faktor pada Bidan Yang Berhubungan dengan Pelaksanaan

IMD dalam Menolong Persalinan ... 21

2.6.1 Pengetahuan ... 21

2.6.2 Sikap ... 22

2.6.3 Umur ... 22

2.6.4 Lama Bekerja Sebagai BPM... 23

2.6.5 Pekerjaan ... 25

2.6.6 Jumlah Tenaga Kerja Bidan ... 25

2.6.7 Jumlah Persalinan ... 26

2.6.8 Supervisi ... 26

BAB III KERANGKA BERPIKIR, KONSEP DAN HIPOTESIS ... 28

3.1 Kerangka Berpikir ... 28

3.2 Konsep Penelitian... 29

3.3 Hipotesis Penelitian ... 30

BAB IV METODE PENELITIAN ... 31

4.1 Rancangan Penelitian ... 31

4.2 Lokasi dan Waktu Penelitian ... 31

4.3 Penentuan Sumber Data ... 31

4.4 Variabel Penelitian ... 33

4.5 Instrumen Penelitian... 34

4.6 Prosedur Pengumpulan Data ... 35

4.7 Analisis Data ... 36

4.7.1 Analisis univariat ... 36

4.7.2 Analisis bivariat ... 37

4.7.3 Analisis multivariat... 37

BAB V HASIL PENELITIAN ... 38

5.1 Gambaran umum lokasi penelitian... 38

5.2 Karakteristik Responden ... 38

5.3 Pengetahuan, Sikap, Jumlah Tenaga Bidan, Jumlah Persalinan, Supervisi dan Pelaksanaan Bidan... 39

(13)

xiii

5.5 Analisis multivariat ... 44

BAB VI PEMBAHASAN ... 46

6.1 Pembahasan Hasil Penelitian ... 46

6.1.1 Hubungan pengetahuan dengan pelaksanaan IMD ... 46

6.1.2 Hubungan sikap dengan pelaksanaan IMD ... 49

6.1.3 Hubungan umur dengan pelaksanaan IMD ... 54

6.1.4 Hubungan lama bekerja dengan pelaksanaan IMD ... 55

6.1.5 Hubungan pekerjaan dengan pelaksanaan IMD ... 59

6.1.6 Hubungan jumlah tenaga bidan dengan pelaksanaan IMD ... 61

6.1.7 Hubungan jumlah persalinan dengan pelaksanaan IMD ... 62

6.1.8 Hubungan supervisi dengan pelaksanaan IMD ... 63

6.2 Keterbatasan penelitian ... 65

BAB VII SIMPULAN DAN SARAN... 67

7.1 Simpulan ... 67

7.2 Saran ... 67 DAFTAR PUSTAKA

(14)

xiv

DAFTAR TABEL

Halaman 4.4 Definisi Operasional Variabel Penelitian ... 33 5.1 Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden di Bidan Praktek

Mandiri Kabupaten Badung Tahun 2015 ... 39 5.2 Distribusi Frekuensi Pengetahuan, Sikap, Jumlah Tenaga Bidan,

Jumlah Persalinan, Supervisi dan Pelaksanaan IMD di BPM

Kabupaten Badung Tahun 2015 ... 40 5.3 Hubungan Karakteristik Responden dengan Pelaksanaan Program

IMD di Bidan Praktek Mandiri Kabupaten Badung Tahun 2015 ... 42 5.4 Hasil Analisis Multivariat Faktor yang Mempengaruhi

Pelaksanaan Program IMD di Bidan Praktek Mandiri Kabupaten

(15)

xv

DAFTAR GAMBAR

Halaman 3.1 Konsep Penelitian ... 29

(16)

xvi

DAFTAR SINGKATAN

AKB = Angka Kematian Bayi ANC = Antenatal Care

APN = Asuhan Persalinan Normal APR = Adjusted Prevalence Ratio ASI = Air Susu Ibu

BPM = Bidan Praktek Mandiri CI = Confidence Interval CPR = Crude Prevalence ratio IBI = Ikatan Bidan Indonesia IMD = Inisiasi Menyusu Dini KH = Kelahiran hidup

MP-ASI = Makanan Pendamping Air Susu Ibu PR = Prevalence ratio

P2KP = Pusat Pelatihan Klinik Primer RSSB = Rumah Sakit sayang Bayi

SDKI = Survei demografi Kesehatan Indonesia Susenas = Survei Sosial Ekonomi Nasional SKP =Satuan Kredit Profesi

STR = Surat Tanda Registrasi

WABA = World Alliance for Breastfeeding Action WHO = World Health Organization

(17)

xvii

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Cover Kuesioner

Lampiran 2 Penjelasan Kepada Calon Responden

Lampiran 3 Persetujuan Untuk Berpartisipasi Dalam Penelitian Lampiran 4 Kuesioner Penelitian

Lampiran 5 Hasil Analisis dengan STATA

Lampiran 6 Surat Ijin Penelitian kepada Bakesbang Litpol Kabupaten Badung Lampiran 7 Surat Permohonan Ethical Clearance kepada Komisi Etik

Penelitian Fakultas Kedokteran Universitas Udayana

Lampiran 8 Surat Rekomendasi Penelitan dari Badan Kesatuan Bangsa dan Politik Kabupaten Badung

Lampiran 9 Surat Rekomendasi Persetujuan Etik dari Fakultas Kedokteran Universitas Udayana

Lampiran 10 Surat Ijin Penelitian di Kecamatan Kuta Selatan Kabupaten Badung

(18)

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Di era globalisasi saat ini, Indonesia masih menghadapi masalah rendahnya derajat kesehatan yang serius, antara lain masih tingginya Angka Kematian bayi (AKB) yang dijadikan indikator dalam menilai derajat kesehatan masyarakat. Masalah tingginya AKB di Indonesia terlihat pada Hasil Survei Demografi dan Kependudukan Indonesia (SDKI) tahun 2012 menyebutkan, AKB tahun 2012 sebesar 32 per 1.000 Kelahiran Hidup (KH) mengalami penurunan dibandingkan AKB tahun 2007 yaitu 34 per 1.000 KH, dengan target tahun 2015 sebesar 23 per 1.000 KH. 60% dari kematian bayi terjadi pada umur dibawah 1 bulan atau pada periode neonatus. Dari kematian neonatus yang berusia satu bulan tersebut, dua pertiganya merupakan kematian neonatus dengan usia kurang dari satu minggu, sedangkan dua pertiga dari jumlah neonatus yang meninggal pada usia kurang dari satu minggu tersebut, meninggal pada 24 jam pertama kehidupan (Depkes RI, 2009).

Dalam laporan World Health Organization (WHO) yang dikutip dari State of The World’s Mother 2007 dikemukakan bahwa sebesar 36% dari kematian neonatus disebabkan oleh penyakit infeksi, diantaranya sepsis, pneumonia, tetanus dan diare. Sebesar 27% kasus disebabkan oleh bayi kurang bulan dan berat badan lahir rendah, 23% kasus disebabkan oleh asfiksia, serta sebesar 7% disebabkan oleh kelainan bawaan (WHO, 2007).

(19)

pencegahan yang dilakukan dalam usaha untuk mengurangi menurunkan kejadian kematian neonatus antara lain pemberian kekebalan pada bayi baru lahir terhadap penyakit infeksi melalui ASI eksklusif. Pemberian ASI secara eksklusif selama enam bulan akan membantu mencegah penyakit pada bayi. Hal ini disebabkan karena adanya antibodi penting yang ada dalam kolostrum dan Air Susu Ibu (ASI), selain itu ASI juga selalu aman dan bersih sehingga sangat kecil kemungkinan bagi kuman penyakit untuk dapat masuk dalam tubuh bayi (Kamalia, 2005).

ASI eksklusif adalah air susu ibu yang diberikan kepada bayi sampai berusia enam bulan tanpa diberikan makanan dan minuman, kecuali obat dan vitamin. WHO merekomendasikan agar ASI eksklusif diberikan kepada bayi yang baru lahir sampai usia enam bulan untuk mencapai pertumbuhan, perkembangan, dan kesehatan yang optimal. Bayi dapat diberikan makanan tambahan setelah berusia enam bulan berupa Makanan Pendamping ASI (MP-ASI) dan tetap melanjutkan pemberian ASI sampai usia dua tahun (WHO, 2011). ASI sebagai makanan bayi yang paling sempurna, mudah dicerna dan diserap karena mengandung enzim pencernaan. ASI juga dapat mencegah terjadinya penyakit infeksi karena mengandung zat penangkal penyakit yaitu immunoglobulin. ASI bersifat praktis, mudah diberikan kepada bayi, murah, serta bersih. ASI mengandung rangkaian asam lemak tak jenuh yang sangat penting bagi pertumbuhan dan perkembangan otak (Roesli, 2008).

Keberhasilan ASI eksklusif sangat ditentukan oleh Inisiasi Menyusu Dini (IMD). IMD adalah membiarkan kontak kulit bayi dengan kulit ibunya. Bayi akan

(20)

melakukan gerakan dan mencari puting ibu, memasukkan puting ibu pada mulutnya secara benar dan menghisapnya dalam satu jam pertama kehidupan. Hisapan bayi pada puting susu ibu dapat merangsang pengeluaran hormon prolaktin dan hormon oksitosin. Hormon prolaktin berfungsi merangsang produksi ASI dan hormon oksitosin membuat kontraksi yang membantu pengeluaran plasenta dan mengurangi perdarahan dan merangsang hormon lain yang membantu ibu lebih tenang, rileks, mencintai bayi dan perasaan bahagia. Rangsangan awal terhadap pengeluaran hormon oksitosin sangat mempengaruhi keberhasilan menyusui selanjutnya (Depkes, 2007).

Hubungan IMD dengan keberhasilan ASI eksklusif telah dibuktikan melalui beberapa penelitian yang dapat disimpulkan bahwa bayi yang mulai menyusu dini dalam satu jam pertama akan meningkatkan ASI eksklusif dan lama menyusui. Bayi yang dilakukan teknik IMD segera setelah lahir mampu menyusu lebih baik, sedangkan 50% bayi yang tidak dilakukan teknik IMD tidak mampu menyusu dengan baik (Juliastuti, 2012; Syafiq dan Fika, 2003; Yuko Nakao, 2008).

Salah satu faktor yang mempengaruhi dalam pelaksanaan IMD adalah dukungan tenaga kesehatan yang adekuat. Fasilitas pelayanan kesehatan dan tenaga kesehatan yang diberikan mulai dari pusat pelayanan primer hingga pusat pelayanan tersier, dari rumah sakit tingkat nasional hingga posyandu dan polindes di tingkat RT/RW/kelurahan/desa perlu terus meningkatkan sosialisasi dan penerapan pelaksanaan program IMD (Meiyana, 2010).

Menurut hasil penelitian Astuti (2012) berhasil tidaknya IMD di sarana pelayanan kesehatan, rumah bersalin dan rumah sakit sangat bergantung pada

(21)

petugas kesehatan seperti dokter dan bidan yang secara langsung membantu persalinan. Jika tenaga kesehatan tidak mempunyai kesadaran, keahlian dan pengetahuan mengenai IMD maka tidak akan terlaksana program IMD. Di samping faktor dari tenaga kesehatan, kondisi kesehatan ibu juga berpengaruh terhadap keberhasilan IMD, jika kondisi ibu lemah maka program IMD tidak dapat terlaksana (Depkes, 2009).

Penelitian oleh Nuryanti pada tahun 2011 tentang praktek pelaksanaan IMD yang dilakukan di RSIS Siti Khadijah Muhammadiyah cabang Makassar yang menyatakan bahwa dari 40 persalinan hanya sembilan responden (22,5%) yang melakukan praktek IMD, sedangkan 31 responden (77,5%) tidak melakukan IMD. Alasan dari 31 responden tersebut tidak melakukan IMD yaitu dua responden dengan bayi lahir patologis(6,0%) delapan responden mengalami pendarahan (26,0%) dan 21 responden lainnya tidak melakukan IMD karena petugas yang tidak melaksanakannya. Berdasarkan hasil penelitian tersebut diketahui bahwa semua responden mengambil keputusan ingin melaksanakan IMD pada saat pertolongan persalinannya nanti. Namun pada kenyataannya hanya sembilan responden saja yang melaksanakan praktik IMD. Dari data tersebut disimpulkan bahwa pelaksanaan IMD itu sendiri tergantung pada bidan yang membantu pada saat proses persalinan (Nuryanti, 2011).

Berdasarkan data hasil Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) tahun 2012, sebagian besar poses persalinan di Provinsi Bali di tolong oleh tenaga medis baik dokter, bidan atau tenaga paramedis lainnya. Berdasarkan penolong persalinan, bidan merupakan tenaga medis yang paling banyak membantu proses

(22)

persalinan di Provinsi Bali pada tahun 2012 sebesar 55,45%, disusul oleh dokter kandungan dengan persentase sebesar 40,69% (BPS, 2013).

Pelaksanaan IMD saat ini menjadi rangkaian langkah dalam Asuhan Persalinan Normal (APN) yang diterbitkan oleh Depkes tahun 2008. Maka dari itu, salah satu kunci utama keberhasilan IMD terletak pada penolong persalinan, karena dalam menit-menit pertama setelah bayi lahir peran penolong persalinan sangat dominan. Bidan sebagai ujung tombak dari pembangunan kesehatan yang berhubungan langsung dengan pelayanan kesehatan masyarakat dan menolong ibu dalam melahirkan sampai sang ibu dapat merawat bayinya dengan baik. Bidan juga diakui sebagai tenaga profesional yang bertanggung jawab dan bekerja sebagai mitra perempuan dalam memberikan dukungan yang diperlukan, asuhan dan nasihat selama kehamilan, periode persalinan dan post partum, melakukan pertolongan persalinan dibawah tanggung jawabnya sendiri dan memberikan asuhan pada bayi baru lahir dan bayi, sehingga tenaga kesehatan mempunyai andil sangat besar terhadap tercapainya program IMD (Retna dkk, 2009).

Berdasarkan data yang didapatkan dari BPS Kabupaten Badung tahun 2013. penolong kelahiran pertama di Kecamatan Kuta ditolong oleh bidan 33,55% setelah dokter kandungan, namun dokter kandungan melakukan pertolongan persalinan di Rumah Sakit bersama tim yang bertugas pada saat itu, sedangkan bidan yang melakukan praktek mandirinya melakukan tugas mandiri terhadap ibu hamil sampai ibu nifas (BPS Badung, 2013). Berdasarkan Permenkes 129/Menkes/SK/II/2008 tentang standar pelayanan minimal rumah sakit menyatakan tenaga kesehatan yang berwewenang untuk melakukan pertolongan

(23)

persalinan dalam praktek mandiri adalah dokter spesialis kebidanan dan kandungan, dokter umum terlatih APN serta tenaga bidan.

Berdasarkan data yang didapat dari BPS Kecamatan Badung tahun 2013, Kecamatan Kuta Selatan, Kuta Utara dan Kuta memiliki praktek bidan paling banyak dibandingkan dengan Kecamatan Mengwi, Abiansemal dan Petang yaitu 61 BPM dan semua bidan sudah pernah mengikuti pelatihan IMD. Bidan Praktek Mandiri (BPM) yang tersebar di setiap Desa/Kelurahan sangat membantu masyarakat dalam menjaga kesehatan bayi dengan melakukan sosialisasi kepada ibu hamil tentang pelaksanaan program IMD, sehingga dapat meningkatkan kesehatan masyarakat di masa datang (BPS Badung, 2013).

Sampai saat ini Dinas Kesehatan Kabupaten Badung belum mempunyai data secara kualitas yang dapat menjelaskan tentang pelaksanaan bidan dalam pelayanan kesehatan ibu dan anak khususnya pelaksanaan IMD di Kecamatan Kuta Selatan, Kuta Utara dan Kuta, tetapi secara kuantitas dapat dilihat dari angka cakupan ASI eksklusif setiap enam bulan yaitu bulan Pebruari sampai Agustus tahun 2013 sebesar 67,61%, hal ini masih dibawah sasaran yang ditetapkan pemerintah pusat yakni 80% pada tahun 2013 (BPS Badung, 2013).

Penelitian yang berhubungan dengan pelaksanaan IMD yang dilakukan di luar negeri antara lain penelitian di Nigeria tentang hambatan IMD pada ibu bersalin menunjukkan bahwa bayi yang tidak mendapatkan IMD sebanyak 73% karena ibu melahirkan melalui operasi caesar. Penelitian di Nepal tentang hubungan IMD dengan kematian bayi baru lahir juga menunjukkan rendahnya cakupan IMD mengakibatkan kematian bayi sebanyak 34%. Penelitian yang

(24)

dilakukan di Filipina pada bayi 0-2 bulan, menunjukkan bahwa risiko kematian karena diare lebih tinggi pada bayi yang tidak menyusu. Penelitian di New York City Hospital tentang faktor yang mempengaruhi keberhasilan IMD menunjukkan bahwa selama kurun waktu tahun 1979 sampai dengan tahun 1996 cakupan IMD di rumah sakit dari 29 % meningkat menjadi 58% (Alikor, 2006; Luke C. Mullany, 2008; K.D Rosenberg, 2008).

Penelitian yang dilakukan di Indonesia antara lain penelitian tentang faktor yang berhubungan dengan kinerja bidan di RSIA Budi Kemuliaan Jakarta dipengaruhi oleh umur bidan, lama kerja, pendidikan, pengetahuan, sikap dan pelatihan. Penelitian sejenis juga dilakukan di Kota Pekanbaru tentang faktor yang berhubungan dengan pelaksanaan bidan dalam mendukung program IMD menunjukkan bahwa variabel yang berhubungan dengan pelaksanaan bidan dalam mendukung program IMD adalah pendidikan, pekerjaan, pelatihan dan pengetahuan, sedangkan variabel pelatihan merupakan variabel yang paling dominan yang mempengaruhi pelaksanaan bidan dalam program IMD. Penelitian tentang pelaksanaan bidan dalam pelaksanaan IMD di Puskesmas Batua Makassar menunjukkan bahwa karakteristik bidan dalam pelaksanaan program IMD dipengaruhi oleh umur, lama kerja, pendidikan, pengetahuan dan sikap (Setiarini, 2012; Mardiah, 2011; Yuntas dkk, 2012).

Menurut kajian penulis, perbedaan hasil penelitian tersebut lebih banyak disebabkan oleh karena perbedaan metode yang digunakan seperti karakteristik sampel, tempat fasilitas pelayanan yang digunakan, perbedaan subjek penelitian, jenis dan jumlah variabel, perbedaan jenis dan alat ukurnya.

(25)

Penelitian tentang pelaksanaan program IMD oleh bidan belum pernah dilakukan di Kabupaten Badung. Tiga Kecamatan dari Kabupaten Badung yaitu Kecamatan Kuta Utara, Kuta Selatan dan Kuta memiliki jumlah BPM paling banyak dibandingkan dengan tiga kecamatan lainnya yaitu 61 BPM dan semua bidan di kecamatan tersebut sudah pernah mengikuti pelatihan IMD. Penolong kelahiran pertama di Kecamatan Kuta adalah bidan yaitu sebesar 33,55%, bidan setelah dokter kandungan, bidan memberikan pelayanan secara komprehensif dari pemeriksaan kehamilan sampai perawatan bayi dan ibu. Pentingnya IMD untuk menyukseskan ASI eksklusif sehingga dapat mencegah kematian bayi. Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes) No 450/2004 tentang IMD sudah menegaskan bahwa setiap bidan harus mendukung dan mengkampanyekan program IMD, namun pada kenyataannya program tersebut kurang berhasil.

Berdasarkan studi pendahuluan yang dilakukan peneliti dengan 10 bidan yang mempunyai BPM mengenai pelaksanaan IMD di Kecamatan Kuta Selatan, Kuta Utara dan Kuta, hanya 50% bidan melaksanakan IMD dalam pertolongan persalinan. Meskipun para bidan di BPM telah mendapat pelatihan tentang IMD serta telah disosialisasikan, namun belum semua bidan melaksanakan IMD pada setiap pertolongan persalinannya, dengan alasan waktu untuk IMD lama, permintaan keluarga untuk segera memindahkan bayi ke ruangan, pasien tidak merasa nyaman bayi berada di atas perut ibu. Dari hasil observasi juga diketahui bahwa, setelah bayi lahir, bayi langsung dibersihkan, ditimbang, diberi suntikan hepatitis, baru setelah itu bayi diberikan kepada ibu untuk disusui. Padahal penimbangan dan pemberian suntikan hepatits pada bayi dapat ditunda setelah

(26)

IMD selesai. Hal ini menandakan bahwa bidan sendiri masih memiliki pengetahuan yang kurang dan adanya sikap yang tidak mendukung dengan pelaksanaan IMD.

Dengan demikian maka perlu diteliti “hubungan antara pengetahuan dan sikap dengan karakeristik sosial demografi bidan dalam pelaksanaan program Inisiasi Menyusu Dini di Bidan Praktek Mandiri Kabupaten Badung”.

1.2 Rumusan Masalah

Dari uraian di atas dapat dirumuskan masalah penelitian yaitu, “Bagaimanakah hubungan antara pengetahuan dan sikap dengan karakeristik sosial demografi bidan dalam pelaksanaan program Inisiasi Menyusu Dini di Bidan Praktek Mandiri Kabupaten Badung Tahun 2015”?

1.3 Tujuan Penelitian

1.3.1 Tujuan Umum

Untuk mengetahui hubungan antara pengetahuan dan sikap dengan karakeristik sosial demografi bidan dalam pelaksanaan program Inisiasi Menyusu Dini di Bidan Praktek Mandiri Kabupaten Badung.

1.3.2 Tujuan Khusus

Tujuan khusus penelitian ini untuk mengetahui hubungan:

a. Pengetahuan bidan dalam pelaksanaan program IMD di BPM Kabupaten Badung.

(27)

c. Umur bidan dalam pelaksanaan program IMD di BPM Kabupaten Badung. d. Lama bekerja sebagai BPM dalam pelaksanaan program IMD di BPM

Kabupaten Badung.

e. Pekerjaan bidan dalam pelaksanaan program IMD di BPM Kabupaten Badung.

f. Jumlah tenaga bidan dalam pelaksanaan program IMD di BPM Kabupaten Badung.

g. Jumlah persalinan dalam pelaksanaan program IMD di BPM Kabupaten Badung.

h. Supervisi dengan dalam pelaksanaan program IMD di BPM Kabupaten Badung.

i. Faktor yang paling dominan berpengaruh dalam pelaksanaan program IMD di BPM Kabupaten Badung.

1.4 Manfaat Penelitian

1.4.1 Manfaat Teoritis/Akademik

a. Menambah wawasan dan pengetahuan pembaca tentang hubungan antara pengetahuan dan sikap dengan karakeristik sosial demografi bidan dalam pelaksanaan program Inisiasi Menyusu Dini di Bidan Praktek Mandiri Kabupaten Badung.

b. Sebagai acuan yang dapat digunakan untuk penelitian sejenis dan lebih spesifik lagi tentang pelaksanaan program IMD.

(28)

1.4.2 Manfaat Praktis

a. Manfaat bagi masyarakat khususnya ibu menyusui

Diharapkan masyarakat dapat meningkatkan pengetahuannya, memperbaiki persepsi yang keliru dan keluarga dapat memberi dukungan yang baiki kepada ibu bayi sehingga pelaksanaan program IMD dapat dilaksanakan dengan baik.

b. Manfaat bagi tenaga kesehatan khususnya bidan

Sebagai masukan dalam melaksanakan program IMD, khususnya di Kabupaten Badung.

c. Bagi program

Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai sumber informasi untuk pengambilan keputusan dalam pembuatan kebijakan (program yang berkaitan dengan IMD), dengan kegiatan pelatihan, sosialisasi kepada bidan dan kader agar informasi yang berhubungan dengan pelaksanaan IMD sampai kemasyarakatan.

(29)

12

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1 Inisiasi Menyusu Dini (IMD)

Tenaga kesehatan dan penyelenggara fasilitas pelayanan kesehatan wajib melakukan IMD terhadap bayi yang baru lahir kepada ibunya paling singkat selama 1 (satu) jam. IMD dilakukan dengan cara meletakkan atau membiarkan bayi di dada ibunya segera setelah lahir sehingga kulit bayi melekat pada kulit ibu. IMD dilakukan dalam keadaan ibu dan bayi stabil dan tidak membutuhkan tindakan medis selama paling singkat satu jam. Lama IMD selama satu jam dimaksudkan untuk memberikan kesempatan kepada bayi agar dapat mencari puting susu ibu dan menyusu sendiri. Apabila selama satu jam bayi masih belum menyusu, maka kegiatan IMD harus tetap diupayakan oleh ibu., tenaga kesehatan dan penyelenggara pelayanan fasilitas kesehatan.

Pada tahun 2007 The World Alliance for Breastfeeding Action (WABA) dalam pekan ASI sedunia yang mengangkat tema tentang IMD telah berhasil mengunggah masyarakat Indonesia untuk mulai mempopulerkan ASI. Hal terpenting ketika bayi sehat diletakkan di atas perut dan dada ibu segera setelah lahir dan memulai kegiatan menyusui segera setelah proses kelahiran terjadi adalah penyelenggaraan kontak kulit-ke-kulit (skin to skin contact), antara bayi baru lahir dan ibunya. Pada tahun 2006, BFHI ( Baby Friendly Hospital Initiative) merevisi penjelasan langkah ke-4 dalam 10 langkah menyusui menjadi “Letakkan bayi dalam posisi tengkurap di dada ibunya, kontak kulit-ke-kulit dengan ibu segera setelah lahir paling sedikit selama satu jam dan dorong ibu mengenali

(30)

tanda-tanda bayi siap menyusu, dan bila perlu tawarkan bantuan”. Dalam hal ini yang ditekankan adalah pentingnya kontak kulit-ke-kulit dan kesiapan bayi. Bayi akan bereaksi dan akan berperilaku, dengan diberi rangsangan sentuhan oleh ibu., dia akan bergerak di atas perut ibu dan menjangkau payudara. Bayi memulai dengan menyentuh dan memijat payudara. Sentuhan lembut tangan bayi pertama kali di atas payudara ibu, akan merangsang pengeluaran hormon oksitosin dan dimulainya pengeluaran air susu ibu serta menimbulkan perasaan kasih sayang pada bayi. Dilanjutkan dengan penciuman, emutan dan jilatan lidah bayi pada puting susu, akhirnya bayi akan meraih payudara dan meminumnya (Yohmi dalam Suradi, 2010).

Menurut Gupta (2007), IMD disebut sebagai tahap keempat persalinan yaitu tepat setelah persalinan sampai satu jam setelah persalinan, meletakkan bayi baru lahir dengan menengkurapkan bayi yang sudah dikeringkann tubuhnya namun belum dibersihkan dan tidak dibungkus di dada ibunya segera setelah persalinan dan memastikan bayi mendapat kontak kulit dini dengan ibunya, menemukan puting susu dan mendapatkan asupan kolostrum sebelum ASI keluar.

IMD sebenarnya telah dilaksanakan di Indonesia, tetapi pelaksanaannya belum tepat. Ada empat kesalahan dalam pelaksanaan selama ini, pertama, bayi baru lahir biasanya sudah dibungkus sebelum diletakkan di dada ibu akibatnya tidak terjadi kontak kulit. Kedua, bayi bukan menyusu melainkan disusui, berbeda antara menyusu sendiri dengan di susui. Ketiga, memaksakan bayi untuk menyusu sebelum dia siap untuk disusukan. Keempat bayi dipisahkan dari ibunya untuk dibawa ke ruang pemulihan untuk tindakan lanjutan (Roesli, 2008). Pada 1-2 jam

(31)

pertama bayi lebih responsif dan sangat awas bahkan mudah melekat pada payudara (alert). Pada praktiknya, bayi baru lahir langsung dipisahkan dengan ibunya, sehingga setelah dia siap untuk menyusu, ibu tidak dapat meresponnya. Pelaksanaan yang kurang tepat ini menyebabkan keberhasilan menyusui tidak optimal. Berdasarkan penelitian, jika bayi yang baru lahir dipisahkan dengan ibunya maka hormon stress akan meningkat 50%. Hal tersebut akan menyebabkan kekebalan atau daya tahan tubuh bayi menurun. Demikian pula sebaliknya, bila dilakukan kontak antara kulit ibu dan bayi maka hormon stress akan kembali turun. Sehingga bayi menjadi lebih tenang, tidak stress, pernafasan dan detak jantungnya lebih stabil (Yohmi dalam Suriadi, 2010). Prinsip dasar IMD adalah tanpa harus dibersihkan terlebih dahulu, bayi diletakkan di dada ibunya dengan posisi tengkurap dimana telinga dan lengan bayi berada dalam satu garis (Soetjiningsih, 2011) sehingga terjadi kontak kulit dan secara alami bayi akan mencari payudara ibu dan mulai menyusu.

Hal ini merupakan peristiwa penting untuk kelangsungan hidup bayi. Meskipun banyak peneliti menyatakan hal ini merupakan perilaku bayi yang normal, namun sekarang baru diketahui bahwa pentingnya pemberian kesempatan menyusu dini memberikan pengalaman pada ibu dan bayi. Para peneliti menemukan pengaruh waktu pertama kali menyusu terhadap kematian bayi baru lahir dan kemampuan menyusu. Sose dkk dari CIBA Foundation (1978) dalam Roesli (2008), mendapatkan hasil penelitian yang menunjukkan hubungan antara saat kontak pertama ibu bayi terhadap lama menyusui.

(32)

2.2 Hubungan IMD terhadap ASI Eksklusif

IMD sangat berperan dalam meningkatkan keberhasilan menyusui secara eksklusif. Dengan dilakukannya inisiasi menyusui dini kontak emosi ibu dan bayi lebih dini dan lebih rapat. Begitu produksi ASI sudah terjadi dengan baik, pengosongan sakus alveolaris mammae yang teratur akan mempertahankan produksi tersebut sehingga ASI menjadi lancar. Walaupun prolaktin bertanggung jawab dalam memulai produksi air susu, penyampaian air susu ke bayi dan pemeliharaan laktasi bergantung pada stimulasi mekanis pada puting susu oleh isapan bayi (Soetjiningsih,1997).

Menyusui dini yang efesien berkorelasi dengan penurunan kadar bilirubin darah. Kadar protein yang tinggi di dalam kolostrum mempermudah ikatan bilirubin dan kerja laksatif kolostrum, sehingga kolostrum secara bertahap berubah menjadi susu ibu. Apabila ibu memilih untuk tidak menyusui, sekresi dan ekskresi kolostrum menetap selama beberapa hari pertama setelah wanita melahirkan. Apabila bayi belum juga melakukan stimulasi (menghisap), laktasi akan berhenti dalam beberapa hari sampai satu minggu (Suradi,2004).

Hal ini sesuai dengan penelitian Fikawati dan Syafiq (2003), dalam penelitiannya mengatakan bahwa ibu yng memberikan ASI dalam satu jam setelah melahirkan (immediate breastfeeding) mempunyai peluang dua sampai delapan kali lebih besar untuk memberikan ASI eksklusif sampa 6 bulan dibandingkan ibu yang tidak memberikan ASI dalam satu jam setelah melahirkan. Efek dari kontak kulit ibu dan bayi sesegera mungkin setelah lahir akan meningkatkan lama menyusu dalam 2-6 bulan kedepan (Gupta, 2007 dalam Rusnita, 2008). Penelitian

(33)

yang sama juga dilakukan Nakao (2008), yang melibatkan 318 ibu di Jepang dengan hasil yang menunjukkan bahwa bayi yang diberi kesempatan menyusu dini selama 120 menit memiliki pengaruh terhadap pemberian ASI selama 6 bulan.

Penelitian lain juga dilakukan oleh Righard dan Alade (1990) dalam Roesli (2007), penelitian dilakukan terhadap 72 pasang ibu yang dilahirkan dengan proses normal dan tindakan. Ketika lahir memiliki kemampuan untuk merangkak mendekati payudara ibunya dan menghisap puting. Dalam satu jam pertama bayi langsung ditengkurapkan di atas perut dan dada ibu, umumnya berhasil menemukan payudara dan menghisapnya dalam waktu 50 menit setelah lahir tanpa bantuan dari siapapun sedangkan bayi yang langsung dipisahkan dari ibunya untuk ditimbang, diukur dan dibersihkan hasilnya 50% bayi tidak dapat menyusu sendiri. Berbeda dengan bayi yang dilahirkan dengan tindakan dan langsung dipisahkan dari ibunya maka tidak ada satupun yang dapat menyusu sendiri.

Selanjutnya penelitian yang dilakukan oleh Edmond dkk (2006) terhadap 10.947 bayi di Ghana. Hasil penelitian menunjukkan bahwa:

1. Jika bayi diberi kesempatan menyusu dalam satu jam pertama dengan dibiarkan kontak kulit bayi ke kulit ibu, maka 22 % angka kematian bayi menurun pada umur kurang dari 28 hari.

2. Jika bayi mulai menyusu pertama kali pada umur dua sampai 24 jam, maka sebesar 16 % angka kematian bayi menurun pada umur kurang dari 28 hari.

(34)

2.3 Peran bidan dalam meningkatkan program IMD

Petugas kesehatan sangat berperan dalam keberhasilan proses menyusui. Berhasil atau tidaknya IMD di tempat pelayanan ibu bersalin sangat tergantung pada petugas kesehatan yaitu bidan, karena bidan yang pertama akan membantu ibu bersalin melakukan IMD. Bidan di kamar bersalin harus memahami tatalaksana IMD dan laktasi yang baik dan benar, bidan diharapkan selalu mempunyai sikap yang positif terhadap IMD. Kesiapan bidan dalam program laktasi merupakan kunci keberhasilan program IMD. Peranan bidan dalam menyukseskan IMD tidak lepas dari wewenang bidan dalam memberikan pelayanan pada ibu dan anak sebagaimana tercantum dalam Kepmenkes No 900/Menkes/SK/VII/002.Bab V pasal 18 yaitu meningkatkan pemeliharaan dan penggunaan ASI.

Penelitian yang dilakukan di Ghana tahun 2006 menyatakan ibu yang merasa kolostrum itu penting, akan lebih mudah menerima saran bidan untuk melakukan IMD. Apalagi kepercayaan yang besar terhadap petugas yang menolong persalinan akan membuat mereka tetap melakukan IMD dan memberikan ASI eksklusif (Fikawati, 2003). Banyak ibu yang tidak melakukan IMD padahal telah melakukan pemeriksaan Antenatal Care (ANC) secara lengkap dikarenakan oleh kurangnya informasi dan edukasi yang diberikan oleh petugas kesehatan setelah selesai melakukan pemeriksaan. Petugas kesehatan hanya memfokuskan pada pemeriksaan fisik dari ibu itu sendiri, padahal dalam situasi seperti ini petugas kesehatan mempunyai kesempatan untuk memberikan informasi tentang manfaat IMD dan pentingnya pelaksanaan IMD bagi ibu dan bayi sehingga ibu termotivasi

(35)

untuk melakukan IMD pada saat persalinan (Hikmawati, 2008). Hasil dari penelitian tentang perilaku ibu post partum dalam pelaksanaan IMD Di Puskesmas Batua Kota Makassar menyatakan bahwa ibu post partum yang tidak mendapat informasi sama sekali mengenai IMD baik pada saat pemeriksaan kehamilan dan pada saat menunggu persalinan mengakibatkan ibu post partum tidak mampu menjelaskan tentang IMD sehingga ibu tidak termotivasi melakukan IMD saat persalinan (Sri Rati dkk, 2012).

WHO merekomendasikan kepada seluruh tenaga kesehatan agar melakukan tujuh kontak ASI atau pertemuan ASI dalam upaya sosialisasi program dan setiap kali melakukan pelayanan kesehatan Ibu dan anak yaitu :

1. Pada saat Ante Natal Care (ANC) pertama/kunjungan pertama (K1)di Klinik Kesehatan Ibu dan Anak.

2. Pada saat Ante Natal Care (ANC) kedua/kunjungan kedua (K2)di Klinik Kesehatan Ibu dan Anak.

3. Melakukan IMD oleh bidan/dokter penolong persalinan di kamar bersalin atau kamar operasi.

4. Sosialisasi ASI di ruang perawatan pada hari ke 1-2. 5. Sosialisasi ASI pada saat control pertama hari ke 7. 6. Sosialisasi ASI pada saat kontrol kedua hari ke 36. 7. Sosialisasi ASI pada saat Imunisasi.

(36)

2.4 Kebijakan WABA tentang pelaksanaan program IMD

Kebijakan The World Alliance for Breastfeeding Action (WABA) tentang IMD terutama dalam satu jam setelah kelahiran, merupakan tahap penting untuk mengurangi kematian bayi dan mengurangi banyak kematian neonatal. Menyelamatkan satu juta bayi dimulai dari satu tindakan, satu pesan dan satu dukungan yaitu dimulai inisiasi dini dalam satu jam pertama kelahiran (WHO, 2007).

WHO/UNICEF merekomendasikan IMD dalam satu jam pertama kelahiran, menyusu secara eksklusif selama enam bulan, diteruskan dengan makanan pendamping ASI sampai usia dua tahun. Konferensi tentang hak anak mengakui bahwa setiap anak berhak untuk hidup dan bertahan untuk melangsungkan hidup dan berkembang setelah persalinan. Wanita mempunyai hak untuk mengetahui dan menerima dukungan yang diperlukan untuk melakukan IMD yang sesuai.

WABA mengeluarkan beberapa kebijakan tentang IMD dalam pekan ASI sedunia antara lain: menggerakkan dunia untuk menyelamatkan satu juta bayi dimulai dengan satu tindakan sederhana yaitu dengan memberi kesempatan pada bayi untuk melakukan IMD dalam satu jam pertama kehidupannya, menganjurkan segera terjadi kontak kulit antara ibu dan bayi dan berlanjut dengan menyusui selama enam bulan secara eksklusif, mendorong menteri kesehatan atau orang yang mempunyai kebijakan untuk menyatukan pendapat bahwa IMD dalam satu jam pertama adalah indikator penting untuk kesehatan, memastikan keluarga mengetahui pentingnya satu jam pertama untuk bayi dan memastikan mereka untuk melakukan kesempatan yang baik ini pada bayi mereka, memberikan

(37)

dukungan perubahan baru dan peningkatan kembali Rumah Sakit Sayang Bayi (RSSB) dengan memberi perhatian dalam penggabungan dan perluasan tentang IMD (WABA, 2011).

2.5 Teori Prilaku

Terdapat tiga teori yang berhubungan dengan pembentukan perilaku tersebut adalah :

2.5.1 Teori Lawrence Green

Teori ini berangkat dari adanya dua determinan masalah yaitu faktor perilaku, dan faktor non-perilaku. Faktor perilaku ditentukan menjadi tiga faktor utama yaitu faktor predisposisi, faktor pendukung dan faktor pendorong (Notoatmodjo, 2010).

2.5.2 Teori Snehandu B.Karr

Menurut Notoadmodjo (2010) Karr mengidentifikasi adanya lima determinan perilaku yaitu niat, dukungan keluarga, informasi yang didapat dan kebebasan mengambil keputusan.

2.5.3 Teori WHO

WHO merumuskan bahwa penyebab munculnya perilaku ini sangat sederhana, yaitu adanya pikiran, diberikan referensi, adanya dukungan sumber daya dan sosial budaya. Hal ini sama dimana seseorang berprilaku karena adanya alasan pokok. Perilaku seseorang disebabkan oleh empat alasan pokok yaitu pengetahuan, persepsi, kepercayaan dan sikap. Pengetahuan dapat diperoleh dari pengetahuan sendiri atau pengalaman orang lain. Kepercayaan sering didapat dari

(38)

keluarga yaitu orang tua, pasangan, kakek, nenek dan biasanya kepercayaan itu diterima tanpa adanya pembuktian.Sikap menggambarkan suka atau tidaknya seseorang terhadap suatu obyek, dan biasanya didapatkan dari pengalaman sendiri atau pengalaman orang terdekatnya (Notoatmodjo, 2007).

2.6 Faktor-Faktor pada Bidan yang Berhubungan dengan Pelaksanaan IMD

dalam Menolong Persalinan

2.6.1 Pengetahuan

Pengetahuan sangat mempengaruhi dari pelaksanaan IMD, perilaku dari seseorang akan baik jika didasari dari pengetahuan, jika seseorang sudah memiliki pengetahuan tentang pelaksanaan IMD, maka seseorang tersebut akan memiliki perilaku yang baik. Sebelum perilaku seseorang itu diadopsi oleh seseorang bidan, bidan tersebut juga seharusnya mengetahui terlebih dahulu mengetahui manfaat perilaku tersebut bagi dirinya dan bagi organisasinya.Pengetahuan yang baik mempunyai perilaku yang baik, dan pengetahuan yang kurang akan mempunyai perilaku yang kurang baik (Notoatmodjo, 2003).

Studi kualitatif tentang penerapan IMD di garut yang dilakukan oleh Lala Jamilah (2008), menyatakan bahwa pengetahuan tenaga kesehatan yang masih kurang dapat menyebabkan rendahnya penerapan IMD. Pengetahuan sangat penting dan berperan dalam membentuk perilaku seseorang termasuk dalam melaksanakan IMD dengan baik (Dayati, 2011). Penelitian Dayati (2011) dan Daryati (2008) menyebutkan ada hubungan yang bermakna antara pengetahuan bidan dengan pelaksanaan IMD.

(39)

2.6.2 Sikap

Menurut Robbin (2003) mengemukakan bahwa sikap berhubungan dengan pekerjaan, bagaimana sikapnya mengenai pekerjaan yang dilakukan, sikap akan mencerminkan seseorang nyaman dan menikmati pekerjaan mereka. Hasil penelitian yang dilakukan terhadap Deviyanti (2009) tentang faktor-faktor yang berhubungan dengan praktek IMD, yang mengatakan bahwa sikap bidan yang positif akan mampu mempraktekkan IMD dengan baik. Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Rusnita (2008) menunjukkan adanya hubungan bermakna antara sikap dengan praktek IMD.

2.6.3 Umur

Elizabeth dalam Wawan (2010), mengungkapkan umur individu terhitung mulai saat dilahirkan sampai ulang tahun yang terakhir. Huclock dalam Wawan (2010), mengungkapkan semakin cukup umur seseorang, akan semakin matang dalam berpikir. Menurut Notoatmodjo (2010) mengatakan bahwa salah satu faktor yang dilakukannya IMD oleh tenaga kesehatan adalah umur tenaga kesehatan tersebut.

Peneltian Mardiah (2011) menunjukkan bahwa karakteristik pribadi termasuk umur bidan akan mempengaruhi seseorang dalam lingkungan kerja. Semakin tua umur seseorang, maka dapat meningkatkan kinerja bidan tersebut, hal ini berkaitan dengan penelitiannya, bahwa bidan yang memiliki kinerja baik yaitu lebih dari separuh berusia tua atau sebanyak 54,7%. Hal ini dipengaruhi umur yang lebih tua memiliki pengalaman yang telah matang dalam bidangnya. Penelitian Daryati (2008) yang menyatakan adanya hubungan antara umur bidan

(40)

dengan pelaksanaan IMD. Hasil yang sama juga dikemukakan oleh Putri dkk (2013) di Puskesmas Rawat Inap Kabupaten Pasuruan dengan hasil penelitiannya menunjukkan bahwa adanya hubungan yang signifikan antara umur dengan kinerja bidan, bidan yang berumur 35 tahun memiliki peluang 21 kali memiliki kinerja yang baik dibandingkan dengan bidan yang berumur kurang dari 35 tahun. Usia tua mempunyai tanggung jawab dan ketelitian dalam bekerja dibandingkan dengan usia muda, hal ini dikarenakan usia tua lebih berpengalaman dibandingkan dengan bidan yang berusia muda, usia muda belum memiliki pengalaman.

Usia berpengaruh terhadap pengalaman seseorang dalam bekerja melaksanakan IMD di BPM, kemungkinan karena bidan tua lebih berpengalaman, maka dalam melaksanakan IMD biasanya usia tua lebih berhati-hati dan teliti sehingga langkah-langkah IMD dilaksanakan dengan baik (Robbins, 2003).

2.6.4 Lama Bekerja Sebagai BPM

Lama kerja dapat diartikan lamanya seseorang bekerja dihitung dari awal mendirikan praktek mandiri sampai sekarang. Lama bekerja adalah rentang waktu yang telah ditempuh oleh seorang bidan dalam melaksanakan tugasnya di tempatnya bekerja khususnya di praktek mandiri, pada saat itulah banyak pengalaman yang didapat oleh seorang bidan, sehingga bidan mengerti apa keinginan dan harapan ibu bersalin pada seorang bidan, pada saat itu juga bidan sudah mengetahui apa sebaiknya yang harus bidan lakukan untuk kesehatan ibu bersalin dan bayi yang akan dilahirkannya, termasuk dalam pemberian IMD (Sitinjak, 2011). Pengalaman adalah guru yang terbaik yang mengajaran tentang apa yang telah dilakukan, baik itu pengalaman baik atau pengalaman buruk,

(41)

sehingga dengan pengalaman itulah maka dapat memetik hasilnya. Semakin lama bekerja, maka akan semakin banyak pengalaman yang didapat dan semakin banyak kasus yang ditangani, sehingga membuat seorang bidan semakin terampil dan teliti dalam menyelesaikan pekerjaan (Notoatmodjo, 2010).

Penelitian Yanuar (1999) dalam penelitian Rosalina (2008) menyatakan semakin lama masa kerja seseorang, maka akan semakin terampil dan makin bertambah pengetahuannya dalam melaksanakan tugasnya. Sesuai dengan teori Henderson (2006) juga mengatakan bahwa bidan yang mempunyai masa kerja lebih lama mengetahui pengetahuan yang lebih baik dibandingkan dengan bidan yang mempunyai masa kerja yang baru terutama di tempat prakteknya masing-masing. Penelitian dari Faizin mengatakan (2008), bahwa ada hubungan lama kerja bidan terhadap kinerja bidan di tempatnya bekerja. Hal ini sesuai juga dengan penelitain dari Sugiarti dan Vera Talumepa tahun 2008 bahwa masa kerja dari bidan praktek mandiri mempengaruhi pelaksanaan IMD, responden yang mempunyai pengetahuan > 9 tahun mempunyai tingkat pengetahuan yang baik yaitu sebanyak 77,3%.

Menurut Permenkes No.1464/Menkes/Per/IX/2010 menyebutkan bahwa masa berlakunya surat ijin praktek bidan tergantung dari surat tanda registrasi bidan. Surat Tanda Registrasi (STR) pertama kali diperoleh dari uji kompetensi, dan merupakan bukti tertulis yang diberikan oleh pemerintah. Selanjutnya setelah lima tahun maka STR harus diperbaharui dengan cara registrasi ulang yakni mendapat 20 Satuan Kredit Profesi (SKP) yang diperoleh dengan mengikuti seminar.

(42)

2.6.5 Pekerjaan

Pekerjaan menjadi faktor penyebab seseorang untuk berperilaku terhadap kinerjanya. Pekerjaan juga dikaitkan dengan pengalaman dan beban kerja, bekerja atau tidaknya seseorang akan menentukan keterampilannya dalam melaksanakan sesuatu.

Pada penelitian (Yuliandrin, 2009) menyebutkan jenis pekerjaan bidan juga mempengaruhi pelaksanaan program IMD bahwa ibu yang mendapatkan keterampilan selain hanya dari praktek mandiri tetapi dari bekerja sebagai pegawai baik sebagai pegawai di pemerintahan maupun di swasta mempunyai peluang dalam melaksanakan IMD 16,4 kali dibandingkan dengan bidan yang hanya membuka praktek mandiri saja. Hal ini tidak sejalan dengan teori Yuliani (2001) yang menyatakan bahwa pekerjaan akan sangat mempengaruhi perilaku dan kinerja seseorang. Bidan yang sudah lama bekerja akan mempunyai wawasan yang lebih luas dan lebih banyak sehingga dapat dengan mudah memberikan pelayanan kebidanan menurut ilmu yang didapatkan selama ini sehingga untuk merubah kebiasaan terebut memerlukan proses dan waktu.

2.6.6 Tenaga Kerja Bidan

Tenaga kerja bidan yang dimaksud di sini adalah jumlah bidan yang bekerja di tempat praktek membantu bidan pemilik BPM. Pada penelitian yang dilakukan oleh Nuryanti yang menyatakan bahwa pelaksanaan IMD itu sendiri tergantung pada bidan yang membantu pada saat proses persalinan (Nuryanti, 2011). Semakin banyak bidan yang membantu, maka pelaksanaan IMD akan berjalan dengan baik.

(43)

2.6.7 Jumlah Persalinan

Persalinan (paritas) merupakan wanita yang pernah melahirkan bayi yang dapat hidup (viable) (Sarwono, 2006). Jumlah persalinan adalah banyaknya persalinan yang ditolong bidan dalam 1 bulan terakhir di BPM.

Semakin banyak atau sering menolong persalinan maka pengetahuan dan pengalaman bidan akan bertambah. Penelitian yang dilakukan oleh Adiyasa tahun 2014 menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan bermakna antara jumlah persalinan dengan pengetahuan IMD.

2.6.8 Supervisi

Mantja (2005) mengatakan bahwa supervisi mulai dikenalkan di Indonesia pada saat berlakunya Kurikulum 1975. Supervisi sama dengan pengawasan dalam tujuan-tujuan memperbaiki dan meningkatkan kinerja guru, berfungsi sebagai monitoring, kegiatannya memiliki fungsi manajemen serta berorientasi pada tujuan pendidikan. Perbedaannya adalah kepengawasan lebih berkaitan dengan sejauh mana rencana yang telah ditetapkan tercapai. Hal ini juga didukung penelitian oleh Kurniawati (2011), bahwa kinerja bidan dipengaruhi oleh faktor organisasi yaitu supervisi oleh bidan koordinator di Kabupaten Banyumas.

Penelitian Erawati (2013), juga mendukung bahwa kinerja pegawai berhubungan dengan supervisi, lingkungan kerja dan insentif sebagai faktor pendorong motivasi.

Supervisi yaitu pelaksanaan monitoring mencakup mengamati, mengawasi dan membimbing kegiatan-kegiatan yang telah dilakukan oleh bidan dan

(44)

meningkatkan kinerja dari bidan praktek mandiri sehingga tujuan program KIA dapat tercapai.

(45)

28

BAB III

KERANGKA BERPIKIR, KONSEP DAN HIPOTESIS PENELITIAN

3.1. Kerangka Berpikir

Berdasarkan uraian pada kajian pustaka maka dapat dibuat kerangka berpikir tentang hubungan antara pengetahuan dan sikap dengan karakeristik sosial demografi bidan dalam pelaksanaan program Inisiasi Menyusu Dini di Bidan Praktek Mandiri Kabupaten Badung. Kerangka berpikir pada penulisan ini dibuat menggunakan teori Lawrence Green. Faktor yang mempengaruhi bidan dalam melaksanakan program IMD, dibagi menjadi 3 yaitu: faktor predisposisi, faktor pendukung dan faktor pendorong. Faktor predisposisi meliputi: pengetahuan, sikap, umur, lama bekerja sebagai BPM dan pekerjaan. Faktor pendukung meliputi: jumlah bidan yang membantu di BPM, jumlah persalinan dalam 1 bulan terakhir dan adanya supervisi dari Dinas Kesehatan/IBI/P2KP. Faktor pendorong terdiri dari: keluarga, kebudayaan lingkungan sekitar, ibu bersalin dan adanya reward punishment dari susu formula.

Ketiga kelompok faktor (variabel independen) diatas, peneliti fokus untuk mempelajari faktor predisposisi dan faktor pendukung, karena variabel yang termasuk dalam faktor predisposisi dan faktor pendukung sesuai teori Lawrence Green merupakan variabel yang berhubungan dengan pelaksanaan program IMD. Pengukuran atau penilaian terhadap variabel yang diteliti tersebut melalui kuesioner yang diisi langsung oleh responden dan didampingi oleh peneliti tentang pelaksanaan program IMD.

(46)

3.2.Konsep Penelitian

Variabel Independen Variabel Dependen

Keterangan :

: Variabel yang diteliti : Variabel yang tidak diteliti

Gambar 3.1 Konsep penelitian Hubungan antara Pengetahuan dan Sikap dengan Karakteristik Sosial demografi Bidan Dalam Program IMD (merujuk teori L. Green). Pelaksanaan program IMD Faktor Pendorong: - Keluarga - Kebudayaan lingkungan sekitar - Ibu bersalin - Reward Punishment Faktor Pendukung - Jumlah Tenaga Kerja Bidan - Jumlah Persalinan - Supervisi 1. Faktor Predisposisi 1. Pengetahuan 2. Sikap 3. Karakteristik Sosial Demografi - Umur - Lama bekerja sebagai Bidan Praktek Mandiri - Pekerjaan 4. Pengetahuan 5. Sikap

(47)

3.3. Hipotesis

Hipotesis dari penelitian ini adalah:

1. Pengetahuan bidan berhubungan dengan pelaksanaan program IMD di BPM Kabupaten Badung.

2. Sikap bidan berhubungan dengan pelaksanaan program IMD di BPM Kabupaten Badung.

3. Umur bidan berhubungan dengan pelaksanaan program IMD di BPM Kabupaten Badung.

4. Lama bekerja sebagai BPM berhubungan dengan pelaksanaan program IMD di BPM Kabupaten Badung.

5. Pekerjaan berhubungan dengan pelaksanaan program IMD di BPM Kabupaten Badung.

6. Jumlah tenaga kerja bidan berhubungan dengan pelaksanaan program IMD di BPM Kabupaten Badung.

7. Jumlah persalinan berhubungan dengan pelaksanaan program IMD di BPM Kabupaten Badung.

8. Supervisi berhubungan dengan pelaksanaan program IMD di BPM Kabupaten Badung.

(48)

31

BAB IV

METODE PENELITIAN

4.1 Rancangan Penelitian

Rancangan yang digunakan dalam penelitian ini adalah rancangan penelitian sampel survei atau cross-sectional (Sudigdo, 2011).

4.2 Lokasi dan Waktu Penelitan

Penelitian ini dilakukan di Kabupaten Badung dan pengumpulan data dilakukan pada bulan Mei sampai dengan Juli 2015.

4.3 Penentuan Sumber Data

4.3.1 Populasi Penelitian

Populasi target pada penelitian ini adalah bidan yang terdaftar sebagai anggota Ikatan Bidan Indonesia (IBI) di Kabupaten Badung dan populasi terjangkaunya adalah bidan yang memiliki praktek mandiri di Kecamatan Kuta Utara, Kuta Selatan dan Kuta. Kriteria inklusi yang digunakan yaitu bidan yang mempunyai praktek mandiri di Kecamatan Kuta Utara, Kuta Selatan dan Kuta, bersedia menjadi responden yang diketahui melalui lembar informed consent, jenjang pendidikan minimal DIII kebidanan, pernah melakukan pelatihan APN dan melakukan pertolongan persalinan, sedangkan kriteria eksklusinya adalah bidan praktek mandiri yang tidak bersedia menjadi responden, mempunyai

(49)

praktek mandiri diluar Kecamatan Kuta Utara, Kuta Selatan dan Kuta dan tidak melakukan pertolongan persalinan.

4.3.2 Sampel Penelitian

Besar sampel pada penelitian ini dihitung dengan menggunakan rumus data proporsi (Sudigdo, 2011) sebagai berikut.

Rumus: n = (Zα)2

xP(1-P) d2 Keterangan :

n = Besar sampel minimum Zα2

= Skor tinggi kemaknaan (95%=1.96)

P = Proporsi bidan yang melaksanakan program IMD menurut Mardiah 2011 sebesar 0,51

d =Kesalahan yang dapat ditoleransi = 13%

Berdasarkan perhitungan besar sampel minimal didapat jumlah sampel 56,80 yang dibulatkan 57 sampel. Atas pertimbangan peneliti dengan adanya kriteria eksklusi yang dapat mengurangi jumlah sampel minimal, maka seluruh populasi menjadi sampel dalam penelitian ini yang berjumlah 61 sampel.

4.3.3 Teknik Penentuan Sampel

Pada penelitian ini sampel dipilih secara purposive sampling dengan prosedur sebagai berikut: Peneliti memilih responden berdasarkan pada pertimbangan subjektif dan praktis , bahwa responden tersebut dapat memberikan informasi yang memadai untuk menjawab pertanyaan penelitian. Responden yang dipilih adalah BPM yang sudah melakukan pelatihan.

(50)

4.4 Variabel Penelitian 4.4.1 Jenis variabel

Pada penelitian ini yang menjadi variabel independen yaitu pengetahuan, sikap, umur, lama bekerja sebagai BPM, pekerjaan, jumlah tenaga bidan, jumlah persalinan, supervisi dan variabel dependen yaitu pelaksanaan bidan dalam program IMD.

4.4.2 Definisi Operasional

Tabel 4.1

Definisi Operasional Variabel Penelitian

Variabel Definisi Operasional Cara dan Alat Ukur Skala Pengukuran

1 2 3 4

Pelaksanaan bidan dalam program IMD

Pelaksanaan seluruh tahapan IMD oleh bidan saat menolong persalinan

Menggunakan

Kuesioner terstruktur

Ordinal

Dikelompokkan dalam dua kategori yaitu: 1=Melaksanakan IMD (skor<50%) 0=Tidak melaksanakan IMD (skor ≥50%) Pengetahuan Bidan Pernyataan responden tentang semua yang diketahui tentang tujuan dan manfaat IMD. Dihitung berdasarkan 18 pernyataan yang akan di skor.

Menggunakan

Kuesioner terstruktur

Ordinal

Dikelompokkan dalam dua kategori yaitu:

1 = baik (> mean atau median) 0 = kurang (≤ mean atau median) Sikap Bidan Bentuk pendapat atau

pandangan yang diberikan oleh responden terhadap pernyataan-pernyataan terkait pelaksanaan program IMD Menggunakan Kuesioner terstruktur Nominal Dikelompokkan dalam dua kategori yaitu:

1 = Positif, bila ≥ mean

0 = Negatif, bila< mean

(51)

1 2 3 4 Pekerjaan Kegiatan rutin yang

dilakukan dalam upaya mendapatkan penghasilan untuk pemenuhan kehidupan hidup keluarga Menggunakan Kuesioner terstruktur Nominal Dikelompokkan dalam dua kategori yaitu: 1 = Bidan Praktek Mandiri 0 = Pegawai Jumlah Persalinan Banyaknya persalinan yang ditolong bidan dalam 1 bulan terakhir di BPM

Menggunakan

Kuesioner terstruktur

Nominal

Dikelompokkan dalam dua kategori yaitu:

1 = Jumlah

persalinan > 4 orang 0 = Jumlah

persalinan ≤ 4 Supervisi Kegiatan yang

dilakukan oleh Dinkes/IBI dengan melakukan kunjungan/ perjalanan dinas secara teratur, mengadakan pertemuan/ rapat bulanan, melakukan analisis dan penilaian terhadap pelaksanaan IMD dalam 6 bulan terakhir

Menggunakan

Kuesioner terstruktur

Nominal

Dikelompokkan dalam dua kategori yaitu:

1 = Ya, bila ada supervisi

0 = Tidak, bila tidak ada supervisi

4.5 Intrumen Penelitian

Pada penelitian ini instrumen yang digunakan adalah kuesioner yang dikembangkan sendiri. Pada instrumen pengumpulan data, masing-masing bidan diberi kode sehingga tidak mencantumkan nama bidan. Hal ini dilakukan untuk menjaga kerahasiaan nama dari bidan. Sebelum digunakan terlebih dahulu instrumen penelitian dilakukan uji validitas dan uji realibilitas.

(52)

4.5.1 Validitas

Pengujian validitas kuesioner dilakukan dengan mencari nilai korelasi antara skor masing-masing variabel dengan skor totalnya.Tehnik uji validitas yang digunakan adalah korelasi Pearson Product Moment. Item pertanyaan dalam kuesioner dianggap valid atau tidak dengan membandingkan antara nilai r hitung dengan r tabel. Apabila r hitung lebih besar dari r tabel maka kuesioner tersebut dinyatakan valid, sebaliknya jika r hitung lebih rendah dari r tabel maka kuesioner tersebut dinyatakan tidak valid (Hastono, 2007).

4.5.2 Reliabilitas

Dilakukan dengan cara membandingkan r tabel terhadap nilai alpha Cronbach (Hastono, 2007). Pada penelitian ini instrumen penelitian diuji cobakan terhadap bidan dengan karakteristik sejenis.

4.6 Prosedur Pengumpulan Data 4.6.1 Teknik pengumpulan data

Pada penelitian ini prosedur yang dilakukan oleh peneliti dalam pengumpulan data, yaitu melakukan pendekatan pada responden yang memenuhi kriteria inklusi untuk mendapatkan pernyataan kesediaan menjadi responden. Bila responden bersedia, responden diminta menandatangani surat pernyataan kesediaan menjadi responden dan dilanjutkan dengan pengumpulan data dengan memberikan kuesioner kepada responden mengenai umur bidan sekarang, lama bidan bekerja sebagai praktek mandiri, pekerjaan bidan, pengetahuan sebagai bidan tentang IMD, sikap sebagai bidan tentang pelaksanaan program IMD,

(53)

adakah bidan lain yang membantu, berapa jumlah persalinan dalam 1 bulan terkhir, adakah supervisi dan bagaimana pelaksanaan sebagai bidan praktek mandiri dalam program IMD. Dalam pengisian kuesioner responden akan didampingi oleh peneliti. Selanjutnya data pada formulir pengumpulan data yang masih dalam bentuk hard copy akan dibuat ke dalam bentuk soft copy (dalam bentuk microsoft excel) untuk memudahkan analisis. Untuk menjaga kerahasiaan data bidan sebagai sampel maka dalam proses ekstraksi data akan dilaksanakan oleh peneliti dengan mencantumkan nomor identitas tanpa mencantumkan nama bidan yang disimpan dalam file khusus yang bersifat rahasia.

4.6.2 Teknik pengolahan data.

Data yang diperoleh dari penelitian kemudian diolah agar dapat dianalisis, pengolahan data terdiri dari empat tahap menurut Notoatmodjo (2005), meliputi: cleaning, editing, coding, tabulasi, recode, dan entry

4.7 Analisis Data

4.7.1. Analisis Univariat

Analisis univariat digunakan untuk melihat gambaran deskriptif atau data proporsi menurut berbagai karakteristik yang diteliti yaitu variabel bebas (pengetahuan, sikap, umur, lama kerja, pekerjaan, jumlah tenaga bidan, jumlah persalinan, supervisi) dan variabel terikat (pelaksanaan bidan dalam program IMD). Tujuan dari analisis ini adalah untuk mengetahui gambaran distribusi frekuensi dan proporsi dari masing-masing variabel baik variabel bebas maupun variabel terikat. Data disajikan dalam bentuk tabel distribusi frekuensi.

(54)

4.7.2. Analisis Bivariat

Analisis yang dilakukan untuk menilai hubungan satu variabel bebas dengan variabel tergantung yaitu hubungan karakteristik pengetahuan, sikap, umur, lama membuka praktek bidan mandiri, pekerjaan, jumlah tenaga bidan yang membantu, jumlah persalinan dan supervisi dalam melaksanakan program IMD. Hasil analisis bivariat akan ditampilkan dalam tabel 2x2. Ukuran asosiasi yang digunakan untuk menilai hubungan variabel bebas terhadap variabel tergantung pada analisis ini adalah Crude Prevalence ratio (CPR) dan uji statistik yang digunakan adalah chi square dengan tingkat kepercayaan 95% (α = 0,05).

4.7.3. Analisis Multivariat

Analisis multivariat dilakukan untuk mengetahui hubungan dari masing-masing variabel bebas terhadap variabel tergantung dengan cara mengontrol keberadaan variabel bebas yang lain. Uji statistik yang digunakan adalah poisson regression dan ukuran asosiasi akan ditampilkan dalam bentuk Adjusted Prevalence Ratio (APR) dengan 95% CI serta perhitungan nilai p.

Gambar

Gambar  3.1  Konsep  penelitian  Hubungan  antara  Pengetahuan  dan  Sikap  dengan  Karakteristik  Sosial  demografi  Bidan  Dalam  Program  IMD  (merujuk  teori  L

Referensi

Dokumen terkait

Menurut Subani (1984), udang karang atau lobster memiliki ciri-ciri yaitu badan besar dan dilindungi kulit keras yang berzat kapur, mempunyai duri-duri keras dan tajam,

Rakitlah rangkaian motor DC Seri untuk penyalaan dengan resistor starter seperti pada Lampiran 6. Atur Resistor Starter pada posisi

Telah dilakukan penelitian dengan judul “Penerapan Model Pembelajaran Guided Discovery dengan Teknik Bertukar Tempat pada Materi Kalor untuk Meningkatkan Hasil

Sebagaimana hasil penelitian terdahulu, bahwa pada jarak tanam yang lebih lebar, yaitu pada jarak tanam berbasis 30 cm, ternyata Varietas Pandan Wangi memberikan

Hasil penelitian menunjukkan bahwa tidak terdapat interaksi yang nyata antara kedua faktor perlakuan, tetapi faktor umur bibit memberikan lebih banyak pengaruh

Tabel 2 menunjukkan bahwa berdasarkan hasil uji BNT (0,05) ternyata secara faktor tunggal pengaruh Phosfat dan sulfur berpengaruh nyata akibat pemberian pemupukan

(2) Upaya yang dilakukan oleh masyarakat, paguyuban dan pemerintah adalah dengan mengajak generasi muda untuk melestarikan kesenian Incling, mengadakan berbagai

- Herba sambiloto menurunkan jumlah neutrofil dalam darah tikus putih yang telah diinduksikan bakteri Staphylococcus aureus.. - Herba sambiloto meningkatkan kadar TNF-α