• Tidak ada hasil yang ditemukan

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Penelitian 1 Deskripsi Data

3. Uji Hipotesis

Penelitian ini terdiri dari satu faktor dan dua respon, siswa kelas X AK 1 sebagai sampel penelitian yang diambil secara acak dari 3 kelas X SMK PGRI 1 Sentolo. Faktornya yaitu pembelajaran melalui strategi heuristik Polya dengan pendekatan saintifik, sedangkan responnya yaitu berpikir kreatif matematis dan kemandirian belajar.

Uji hipotesis yang pertama dilakukan terhadap nilai berpikir kreatif matematis dengan kriteria efektif apabila: (a) nilai rata-rata posttest lebih dari nilai rata-rata pretest; dan (b) persentase nilai siswa yang mencapai lebih dari samadengan 75, lebih dari 75%. Selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran F. Dari uji hipotesis diperoleh bahwa:

(a) �ℎ� = , > , , maka �0: � � ditolak pada taraf signifikansi 0,05 yang artinya nilai rata-rata posttest lebih dari nilai rata-rata pretest.

(b) �ℎ� = , > , ; maka �0: � �0 ditolak pada taraf signifikansi 0,05 yang artinya banyak siswa yang mencapai nilai lebih dari samadengan 75 lebih dari 75%.

Berdasarkan kedua hasil uji hipotesis di atas, dapat disimpulkan bahwa pembelajaran matematika melalui strategi heuristik Polya dengan pendekatan saintifik efektif ditinjau dari kemampuan berpikir kreatif siswa.

Kemudian, uji hipotesis kedua dilakukan terhadap skor kemandirian siswa dengan kriteria efektif apabila: (a) rata-rata skor angket akhir lebih dari rata-rata skor angket awal; dan (b) persentase siswa yang memperoleh

kategori minimal Baik, lebih dari 75%. Dari uji hipotesis diperoleh bahwa (selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran F):

(a) �ℎ� = , > , , maka �0: ��� �� ditolak pada taraf signifikansi 0,05 yang artinya rata-rata skor angket akhir lebih dari rata-rata skor angket awal.

(b) �ℎ� = , > , , maka �0: � �0 ditolak pada taraf signifikansi 0,05 yang artinya banyak siswa yang kategori mencapai minimal Baik, lebih dari 75%.

Berdasarkan kedua hasil uji hipotesis di atas, dapat disimpulkan bahwa pembelajaran matematika melalui strategi heuristik Polya dengan pendekatan saintifik efektif ditinjau dari kemandirian belajar siswa.

B. Pembahasan

Permasalahan pada penelitian ini adalah mengenai keefektifan pembelajaran matematika melalui strategi heuristik Polya dengan pendekatan saintifik apabila ditinjau dari kemampuan berpikir kreatif matematis dan kemandirian belajar siswa.

Pelaksanaan pembelajaran matematika melalui strategi heuristik Polya dengan pendekatan saintifik telah dilaksanakan sebanyak 4 kali pertemuan. Berikut ini beberapa aktivitas siswa selama kegiatan pembelajaran.

Gambar 4.5 Siswa sedang mengerjakan LKS

Pembelajaran diisi dengan kegiatan mengerjakan LKS. LKS dikerjakan secara berkelompok. Setiap kelompok terdiri dari 2 siswa. Seperti pada Gambar 4.5, siswa sedang mengamati masalah di dalam LKS.

Gambar 4.6 Siswa sedang menulis jawaban di papan tulis. Pada Gambar 4.5 siswa sedang menyalin hasil pekerjaan di papan tulis, sehingga dapat dipresentasikan kepada teman sekelas. Dalam kegiatan ini, siswa dituntut untuk menuliskan jawaban secara runtut agar mudah dimengerti oleh siswa lain saat dipresentasikan.

Gambar 4.7 Peneliti sedang memberikan scaffolding

Terdapat beberapa siswa yang kurang dapat memahami masalah. Sehingga, untuk membantu siswa, peneliti memberikan scaffolding seperti yang tampak pada Gambar 4.7

Seperti yang terlihat pada Gambar 4.8, saat mengerjakan posttest sudah tidak terlihat siswa yang bekerja sama dalam mengerjakan soal. Hal ini menunjukan, siswa sudah mengurangi ketergantungan pada orang lain dalam mengerjakan soal tes individu.

Terdapat dua hipotesis yang diuji pada penelitian ini, yaitu:

1. Pembelajaran matematika melalui strategi heuristik Polya dengan pendekatan saintifik efektif ditinjau dari kemampuan berpikir kreatif matematis siswa SMK PGRI 1 Sentolo.

2. Pembelajaran matematika melalui strategi heuristik Polya dengan pendekatan saintifik efektif ditinjau dari kemandirian belajar siswa SMK PGRI 1 Sentolo.

Berikut ini diberikan penjelasan dari hasil kedua uji hipotesis tersebut. 1. Kemampuan Berpikir Kreatif Matematis

Hipotesis pertama yakni pembelajaran matematika melalui strategi heuristik Polya dengan pendekatan saintifik efektif ditinjau dari kemampuan berpikir kreatif matematis siswa SMK PGRI 1 Sentolo. Berdasarkan hasil uji hipotesis yang telah dibahas sebelumnya, diperoleh kesimpulan bahwa pembelajaran matematika melalui strategi heuristik Polya dengan pendekatan saintifik dianggap efektif ditinjau dari kemampuan berpikir kreatif matematis siswa SMK PGRI 1 Sentolo. Selain itu, rata-rata nilai posttest lebih dari rata-rata nilai pretest kemampuan berpikir kreatif matematis dan persentase siswa yang mencapai nilai minimal 75, lebih dari 75%.

Hasil tersebut diduga karena perkembangan dari kemampuan berpikir kreatif berhubungan erat dengan cara mengajar. Hal ini antara lain seperti dikemukakan oleh Munandar (2002). Dalam suasana yang non-otoriter, proses belajar akan berlangsung atas prakarsa sendiri. Hal ini dapat terjadi bila guru memberi kepercayaan terhadap kemampuan siswa untuk berpikir dan berani mengemukakan gagasan baru, siswa diberi kesempatan untuk bekerja sesuai minat dan kebutuhannya. Dalam suasana pembelajaran yang demikian kemampuan kreatif dapat tumbuh subur.

Hasil tersebut diduga karena pengaruh langkah-langkah pembelajaran saintifik yang dipadukan dengan strategi heuristik Polya. Pembelajaran selalu melibatkan sebuah masalah agar dapat dipecahkan oleh siswa, hal ini diduga menjadi faktor berkembangnya kemampuan berpikir kreatif. Sejalan dengan yang disimpulkan oleh Mahmudi (2008:13) bahwa kemampuan pemecahan masalah mempersyaratkan kemampuan berpikir kreatif dalam mengeksplorasi berbagai alternatif cara atau solusi. Sementara sebaliknya aktivivitas pemecahan masalah menyediakan situasi problematik yang menjadi pemicu (trigger) berkembangnya potensi keatif siswa.

Pada tahap heuristik Polya, siswa dituntut untuk mengidentifikasi masalah. Ruggiero dan Vincent (1984:92) menyebutkan bahwa mengidentifikasi masalah termasuk dalam tahap proses menuju

membantu dalam masalah, salah satu yang akan mengantarkan pada solusi terbaik. Dalam tahap ini, siswa dituntut untuk melihat dan mengungkapkan masalah yang ada dalam beberapa cara yang berbeda semampunya, dan jika mungkin, pilih salah satu yang terbaik.

Pada tahap mengasosiasi/menalar dalam penyelesaian masalah dan memeriksa kembali hasil penyelesaian, siswa dituntut untuk menginvestigasi masalah dan membuat solusi dari permasalahan. Ruggiero dan Vincent (1984: 93) juga mengemukakan tahap investigasi masalah dan pembuatan solusi merupakan proses yang dapat melatih kemampuan berpikir kreatif.

Dengan demikian, pembelajaran melalui strategi heuristik Polya dengan pendekatan saintifik memang dapat dianggap efektif jika ditinjau dari kemampuan berpikir kreatif matematis siswa.

Selain itu, aspek kemampuan berpikir kreatif yang digunakan dalam penelitian ini yaitu (a) fluency, (b) originality, dan (c) elaboration. Berikut beberapa hasil pengamatan peneliti terhadap pekerjaan siswa dalam tes:

a. Fluency

Menurut Treffinger (2002:11) indikator dari aspek fluency adalah siswa mampu membuat atau menciptakan banyak ide untuk menjawab permasalahan. Siswa dituntut untuk menghasilkan banyak ide atau gagasan dari informasi atau masalah yang diberikan.

Dari data yang diperoleh, banyaknya gagasan siswa dalam menjawab soal pretest butir 1a dan 2b masih minimal atau bahkan kurang dan tidak menjawab. Hal ini disebabkan karena mereka sudah lupa dengan materi yang diujikan dan pada akhirnya tidak menjawab soal tersebut. Namun, kebanyakan siswa sudah bisa menjawab pertanyaan-pertanyaan tersebut. Akan tetapi pada posttest siswa sudah dapat mengemukakan beberapa alternatif jawaban.

Nilai aspek fluency pada saat posttest kemampuan berpikir kreatif mengalami peningkatan sebesar 33,17 menjadi 76,44 dari nilai 43,27. Peningkatan ini dapat terjadi karena selama proses pembelajaran siswa didorong untuk mengeksplorasi banyak cara untuk mendapatkan solusi masalah dan berdiskusi dengan teman mengenai solusi yang disajikan oleh anggota kelompok. Hal tersebut meningkatkan motivasi siswa untuk memikirkan dan mencoba alternatif lain untuk menyelesaikan masalah/soal.

Langkah pembelajaran matematika melalui strategi heuristik Polya yang dianggap dapat memunculkan indikator ini adalah tahap mengamati masalah. Pada tahap ini siswa harus dapat menggambarkan secara lengkap apa yang diketahui dan apa yang dinyatakan dalam soal. Setelah siswa membaca dan memahami permasalahan, siswa dapat menerjemahkan informasi yang diketahui termasuk membuat gambar atau diagram untuk membantu siswa

masalah dengan baik, siswa dapat memikirkan alternatif-alternatif penyelesaian masalah, dan akan melatih indikator fluency.

b. Originality

Indikator dari aspek originality adalah siswa dapat memunculkan ide-ide yang unik dalam menyusun jawaban atau pernyataan dengan tepat. Setelah proses pembelajaran matematika melalui strategi heuristik Polya dengan pendekatan saintifik dilakukan, siswa mulai mampu memunculkan ide atau gagasan yang telah dimodifikasi dari ide yang pernah ditemui. Sebagian besar siswa dapat menjawab butir soal postest 1b dan 2a dengan ide baru yang unik menurut statistik jawaban siswa kelas X AK 1 SMK PGRI 1 Sentolo.

Nilai posttest pada indikator originality ini adalah yang paling rendah di antara indikator lain, yaitu 75,48. Namun, nilai rata-rata indikator ini mengalami peningkatan tertinggi dari nilai pretest, yaitu sebesar 57,21.

Dalam proses pembelajaran, siswa dilatih untuk mendiskusikan berbagai gagasan yang dimiliki anggota kelompok. Dari berbagai gagasan yang dihasilkan tersebut tentunya ada cara yang umum dan ada pula cara yang unik. Namun, suatu cara dikatakan unik setelah dibandingkan dengan seluruh cara yang digunakan oleh siswa.

Langkah pembelajaran melalui strategi heuristik Polya yang dianggap dapat memunculkan indikator ini adalah tahap mengasosiai

dalam penyelesaian masalah dan memeriksa kembali hasil penyelesaian. Karena pada tahap ini, selain siswa harus menelaah kembali dengan teliti setiap langkah penyelesaian yang dilakukan, siswa juga dapat mengeksplorasi kemungkinan jawaban lain yang berbeda. Sehingga siswa dapat menemukan jawaban yang unik.

c. Elaboration

Indikator dari aspek elaboration adalah siswa dapat menguraikan langkah jawaban atau gagasan secara runtut, terperinci dan lengkap. Pada pretest kemampuan berpikir kreatif matematis, siswa sebagian besar belum mampu menuliskan langkah penyelesaian masalah secara runtut.

Pada proses pembelajaran melalui strategi heuristik Polya dengan pendekatan saintifik, siswa didorong untuk menyelesaikan masalah secara runtut. Siswa harus menjelaskan kepada teman yang lain mengenai cara penyelesaian masalah yang ia ajukan. Hal tersebut mendorong siswa untuk menuliskan langkah penyelesaian masalah secara runtut agar siswa lain dapat memahami dengan baik penyelesaian yang ia ajukan. Melalui proses tersebut siswa mulai dibiasakan untuk menuliskan langkah penyelesaian secara runtut.

Pada posttest kemampuan berpikir kreatif, nilai aspek elaboration ini meningkat menjadi 78,37. Aspek ini merupakan aspek dengan nilai

Dari uraian di atas, pembelajaran melalui strategi heuristik Polya dengan pendekatan saintifik perlu dikembangkan. Hal ini dikarenakan melalui pembelajaran tersebut, siswa dapat mengembangkan kemampuannya dalam berpikir kreatif matematis.

2. Kemandirian Belajar Siswa

Hipotesis kedua yaitu pembelajaran matematika melalui strategi heuristik Polya dengan pendekatan saintifik efektif ditinjau dari kemandirian belajar siswa SMK PGRI 1 Sentolo. Berdasarkan uji hipotesis yang telah dibahas sebelumnya, diperoleh kesimpulan bahwa pembelajaran matematika melalui strategi heuristik Polya dengan pendekatan saintifik efektif jika ditinjau dari kemandirian belajar siswa SMK PGRI 1 Sentolo.

Pembelajaran matematika melalui strategi heuristik Polya dengan pendekatan saintifik berpengaruh pada kemandirian belajar siswa. Sejalan dengan pendapat Hosnan (2014: 36) bahwa salah satu karakteristik pendekatan saintifik adalah berpusat pada siswa. Sehingga, pada pembelajaran dengan pendekatan saintifik ketergantungan siswa pada guru dapat dikurangi.

Dalam pembelajaran melalui strategi heuristik Polya dengan pendekatan saintifik, Guru hanya berperan sebagai fasilitator, sedangkan siswa harus menemukan konsep-konsep secara mandiri. Pada pendekatan pembelajaran ini siswa akan lebih tertantang lagi

untuk dapat menyelesaikan suatu permasalahan matematika yang ada. Akibatnya siswa termotivasi untuk lebih giat lagi mengikuti pembelajaran dan akhirnya akan menumbuhan kemandirian belajar siswa.

Melalui langkah-langkah yang digunakan dalam pembelajaran, siswa dapat mengembangkan kemandirian belajarnya. Siswa menggali dan mengolah informasi/pengetahuan dan keterampilan secara mandiri sebagai bekal untuk memecahkan permasalahan yang akan dihadapi.

Dalam pembelajaran matematika melalui strategi heuristik Polya, siswa diajak untuk menyelesaikan suatu masalah. Siswa dapat belajar untuk menganalisis apa yang diketahui, menentukan masalah, menentukan cara penyelesaian, dan mencari penyelesaian sesuai dengan rencana secara mandiri. Hal tersebut sesuai dengan pendapat Arends (2007: 382) bahwa manfaat pembelajaran yang bermula dari suatu masalah diantaranya adalah dapat meningkatkan kemandirian dalam belajar dan keterampilan sosial siswa.

Kemudian, menurut Chabib Thoha (1996: 123), salah satu ciri siswa yang memiliki kemandirian belajar adalah siswa yang mampu berpikir kreatif, kritis, dan inovatif. Dengan dilatihnya kemampuan berpikir kreatif pada pembelajaran matematika melalui strategi heuristik Polya ini, maka kemandirian belajar siswa dianggap dapat dilatih pula.

Peningkatan skor pada indikator tidak tergantung pada orang lain sebesar 0,4. Pada indikator memiliki inisiatif, peningkatan sedikit lebih besar yakni 0,5. Kemudian indikator mampu mengontrol diri mengalami peningkatan yang sama, yaitu 0,5. Dan indikator tanggung jawab mengalami peningkatan terendah yaitu sebesar 0,3.

Pada indikator tergantung pada orang lain, terdapat butir pernyataan yang memiliki peningkatan paling tinggi, yaitu pada pernyataan ‘saya mengerjakan ujian sesuai dengan kemampuan sendiri’. Peningkatan skor yang dicapai adalah sebesar 0,9. Hal itu dapat dicapai karena guru selalu berpesan agar tes individu dikerjakan sendiri-sendiri. Sedangkan, skor indikator memiliki inisiatif mengalami peningkatan yang sedikit lebih besar dari indikator lain. Hal ini diduga karena pada saat pembelajaran, Guru membebaskan siswa untuk mencari sumber belajar yang beragam. Hal ini sejalan dengan pendapat Arixs (2006) bahwa salah satu penyebab rendahnya inisiatif siswa adalah sistem pembelajaran yang belum membuat siswa diharuskan untuk banyak membaca buku, mencari informasi, atau pengetahuan lebih dari yang di ajarkan.

Kemudian, rata-rata skor pada indikator mengontrol diri juga mengalami peningkatan yang sama dengan indikator inisiatif, yaitu sebesar 0,5. Semua skor butir pernyataan juga mengalami mengalami peningkatan. Peningkatan tertinggi terjadi pada butir pernyataan ‘Saya tidak belajar matematika secara rutin’. Dari hal tersebut, dapat dilihat

bahwa setelah pembelajaran melalui strategi heuristik Polya dengan pendekatan saintifik, siswa mempunyai kebiasaan baru untuk belajar matematika secara rutin. Hal ini diduga karena dalam pembelajaran peneliti akan memberi reward kepada siswa yang mendapatkan poin keaktifan tertinggi. Poin keaktifan dapat diperoleh siswa jika mereka mengajukan atau menjawab pertanyaan. Hal ini sejalan dengan pendapat yang dikemukakan oleh Majid (2013: 313) bahwa hadiah merupakan alat pendidikan yang berifat positif dan fungsinya sebagai alat pendidik represif positif. Hadiah juga merupakan alat pendorong untuk belajar lebih aktif. Hal serupa juga dinyatakan Djamarah dan Zain (2010: 151) bahwa pemberian hadiah dapat menjadikan siswa termotivasi untuk belajar guna mempertahankan prestasi belajar yang telah mereka capai.

Selanjutnya, rata-rata skor pada indikator tanggung jawab mengalami peningkatan terkecil dibanding dengan ketiga indikator lain, yaitu sebesar 0,3. Terdapat butir pernyataan yang hampir tidak mengalami peningkatan, yaitu pada butir ‘saya tidak sungguh-sungguh dalam mengikuti pembelajaran matematika’. Hal ini diduga karena pembagian kelompok adalah berdasarkan tempat duduk siswa, sehingga siswa berkelompok dengan teman sebangku yang biasanya adalah teman dekatnya. Karena itu, diskusi didominasi oleh perbincangan yang berada di luar konteks pembelajaran. Namun demikian, terdapat butir

yaitu butir pernyataan ‘saat tugas kelompok, saya memilih diam dan menunggu teman lain mengerjakan’. Hal ini diduga karena kelompok diskusi dibatasi hanya terdiri dari 2 siswa. Pembagian kelompok yang lebih sedikit dapat meningkatkan partisipasi anggota kelompok dalam diskusi. Hal ini sejalan dengan pendapat Callahan & Clark (1982: 187) tentang salah satu kegunaan diskusi kelompok kecil adalah menyediakan kesempatan bagi seluruh siswa untuk berpartisipasi dalam sebuah kelompok.

Selain itu, adanya praktik pembelajaran dengan menggunakan LKS yang dilengkapi dengan langkah-langkah penyelesaian dan metode diskusi kelompok membantu siswa untuk meningkatkan semua indikator kemandiriannya. Hal ini sejalan dengan hasil penelitian Desi Susilawati (2009) yang menyimpulkan bahwa kemandirian belajar siswa dapat ditingkatkan dengan penggunaan LKS pada saat pembelajaran.

Walaupun siswa dibiarkan untuk mengerjakan LKS secara berkelompok, guru selalu membimbing siswa dalam menyelesaikan permasalahan di LKS ketika siswa-siswa dalam kelompok tersebut mengalami kesulitan, guru selalu menekankan untuk berani menanyakan setiap hal yang sulit. Pada setiap pertemuan guru juga memotivasi siswa untuk menggunakan dan mencari sumber-sumber belajar selain LKS.

BAB V

Dokumen terkait