• Tidak ada hasil yang ditemukan

Uji Hipotesis

Dalam dokumen PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI (Halaman 65-0)

BAB III METODE PENELITIAN

G. Metode Analisis Data

2. Uji Hipotesis

Pengujian hipotesis pada dasarnya dilakukan dengan mengambil kesimpulan umum yang merupakan kesimpulan populasi berdasarkan sampel dan kesimpulan analisis sampel, yaitu menerima atau menolak hipotesis (Irianto, 2004). Dalam penelitian ini, uji hipotesis dilakukan

untuk mengetahui ada tidaknya hubungan yang positif antara dimensi karakteristik pekerjaan dan employee engagement.

Uji hipotesis dalam penelitian ini dilakukan dengan menggunakan uji korelasi Pearson Product Moment, jika datanya normal. Sebaliknya, jika sebaran data yang dihasilkan tidak normal maka uji korelasi menggunakan teknik Spearman Correlation. Jika menggunakan ukuran, koefisien korelasi dapat dikategorisasikan sebagai berikut :

Tabel 8. Kategorisasi Nilai Korelasi

Rentang Nilai Kategori

0 Tidak ada korelasi

0 – 0,25 Korelasi Lemah 0,25 - 0,5 Korelasi Cukup 0,5 - 0,75 Korelasi Kuat

0,75 - 0,99 Korelasi Sangat Kuat

1 Korelasi Sempurna

Sumber :Sarwono (2006)

50 BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Pelaksanaan Penelitian

Pengumpulan data penelitian dilakukan mulai tanggal 12 Juni 2015 sampai dengan 27 Juni 2015. Penelitian dilakukan pada beberapa perusahaan, yaitu Perusahaan HA, Perusahaan IS, Perusahaan C, dan Perusahaan SM. Subjek yang diberikan skala merupakan karyawan yang sudah melalui masa kerja minimal 1 tahun. Peneliti menyebarkan skala sebanyak 150 buah. Dari keseluruhan skala yang disebarkan hanya 136 skala yang kembali dan 116 skala yang dapat diolah datanya dikarenakan banyak subjek yang tidak mengisi identitas diri dan jawaban secara lengkap, serta terdapat beberapa subjek yang tidak masuk dalam kriteria namun turut mengisi skala.

B. Deskripsi Subjek Penelitian

Subjek dalam penelitian ini berjumlah 116 orang dengan minimal masa kerja 1 tahun. Deskripsi subjek penelitian dapat dilihat pada rincian tabel berikut :

Tabel 9. Deskripsi subjek berdasarkan jenis kelamin

Jenis Kelamin Jumlah Subjek %

Pria 64 55,17%

Wanita 52 44,82%

Tabel 10. Deskripsi subjek berdasarkan masa kerja

Hurlock dan Tilker (Sabri, dalam Sumanto, 2014) menggolongkan tahap perkembangan manusia remaja dan dewasa ke dalam 4 kategori, yaitu remaja, dewasa awal, dewasa madya, dan usia lanjut . Dalam penelitian ini, terdapat 3 kategori usia, yaitu remaja, dewasa awal, dan dewasa madya. Berikut hasil datanya :

Tabel 11. Deskripsi subjek berdasarkan usia

Usia Jumlah Subjek %

C. Deskripsi Data Penelitian

Analisis terhadap deskripsi hasil penelitian dilakukan untuk mengetahui tinggi rendahnya tiap dimensi Karakteristik Pekerjaan dan

Employee Engagement yang dimiliki oleh subjek. Hasil deskripsi data membandingkan data teoretis dan data empiris yang dapat dilihat sebagai berikut :

Tabel 12. Hasil Pengukuran Desktriptif Variabel

Pengukuran

Teoretis Empiris

Min Max Mean Min Max Mean SD Skill Variety 8 32 20 13 29 22,37 2,514 Task Identity 5 20 12,5 10 20 15,67 1,892 Task Significance 7 28 17,5 16 27 21,16 2,064

Autonomy 6 24 12 12 24 17,57 2,212

Feedback 5 20 12,5 10 19 14,53 2,053

Employee Engagement

20 80 50 44 76 61,00 6,750

Berdasarkan hasil data tersebut, dapat dilihat bahwa mean empiris pada keseluruhan variabel lebih besar daripada mean teoretis. Hasil ini menunjukkan bahwa pekerjaan subjek memiliki skill variety, task identity, task significance, autonomy, dan feedback yang tinggi, serta memiliki tingkat employee engagement yang tinggi. Hasil ini juga didukung dengan hasil uji T yang dilakukan peneliti untuk membandingkan mean empiris dan mean teoretis pada seluruh variabel. Hasil uji T sebagai berikut :

Tabel 13. Hasil Uji T Karakteristik Pekerjaan dan Employee Engagement

One-Sample Test

Sig (2-tailed)

Skill Variety .000

Task Identity .000

Task Significance .000

Autonomy .000

Feedback .000

Employee Engagement .000

Berdasarkan data yang ada, hasil uji T pada skill variety, task identity, task significance, autonomy, feedback, dan employee engagement menunjukkan adanya perbedaan signifikan antara mean teoretis dan mean empiris. Hal ini dapat dilihat dari nilai signifikansi p<0,05, yaitu 0,000.

Hasil ini menunjukkan bahwa secara signifikan pekerjaan subjek memiliki skill variety, task identity, task significance, autonomy, dan feedback yang tinggi, serta memiliki tingkat employee engagement yang tinggi.

D. Hasil Analisis Data 1. Uji Asumsi Penelitian

a. Uji Normalitas

Uji normalitas dilakukan untuk mengetahui apakah data penelitian berasal dari populasi yang sebarannya normal atau tidak (Santoso, 2010). Data dinyatakan terdistribusi normal jika nilai

signifikansi lebih dari 0,05 (p>0,05) dan data tidak normal jika nilai signifikansi kurang dari 0,05 (p<0,05) (Nisfiannoor, 2009).

Berikut merupakan tabel hasil uji normalitas :

Tabel 19. Hasil Uji Normalitas

Tests of Normality

Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk Statistic df Sig. Statistic df Sig.

Skill Variety .143 116 .000 .966 116 .004 Task Identity .139 116 .000 .968 116 .007 Task

Significance .135 116 .000 .974 116 .025 Autonomy .130 116 .000 .973 116 .021 Feedback .127 116 .000 .968 116 .007 Employee

Engagement .112 116 .001 .980 116 .083

Berdasarkan hasil uji normalitas, dimensi skill variety, task identity, task significance, autonomy, dan feedback memperoleh nilai p= 0,000. Sedangkan employee engagement memperoleh nilai p=0,001. Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa data penelitian berasal dari populasi yang sebarannya tidak normal. Hasil ini juga dapat dilihat pada kurva berikut :

Gambar 7. Kurva Skill Variety

Kurva tersebut menggambarkan sebaran data yang tidak normal, dapat dilihat banyak titik-titik yang tidak menempel pada garis, bahkan terdapat beberapa titik yang berada sangat jauh dari garis. Sehingga tidak membentuk garis lurus.

Gambar 8. Kurva Task Identity

Kurva tersebut menggambarkan sebaran data yang tidak normal, dapat dilihat banyak titik-titik yang tidak sejajar pada garis, bahkan terdapat satu titik yang berada sangat jauh dari garis.

Sehingga tidak membentuk garis lurus.

Gambar 9. Kurva Task Significance

Kurva tersebut menggambarkan sebaran data yang tidak normal, dapat dilihat banyak titik-titik yang tidak sejajar pada garis, sehingga tidak membentuk garis lurus.

Gambar 10. Kurva Autonomy

Kurva tersebut menggambarkan sebaran data yang tidak normal, dapat dilihat banyak titik-titik yang tidak menempel pada garis, bahkan terdapat satu titik yang berada sangat jauh dari garis.

Sehingga tidak membentuk garis lurus.

Gambar 11. Kurva Feedback

Kurva tersebut menggambarkan sebaran data yang tidak normal, dapat dilihat banyak titik-titik yang tidak sejajar pada garis, sehingga tidak membentuk garis lurus.

Gambar 12. Kurva Employee Engagement

Kurva tersebut menggambarkan sebaran data yang tidak normal, dapat dilihat banyak titik-titik yang tidak menempel pada garis, sehingga tidak membentuk garis lurus.

b. Uji Linearitas

Uji linearitas dilakukan untuk mengetahui apakah hubungan antara dua variabel, yaitu variabel independen dan dependen bersifat linier atau garis lurus (Nisfiannoor, 2009).

Dalam penelitian ini, uji linearitas dilakukan untuk mengetahui apakah hubungan antara dua variabel, yaitu dimensi karakteristik pekerjaan dan employee engagement memiliki hubungan linear atau tidak. Data dinyatakan linear jika nilai signifikansi lebih kecil dari 0,05 (p<0,05) dan data tidak linear jika nilai signifikansi lebih besar dari 0,05 (p>0,05). Berikut hasil uji linearitas pada karakteristik pekerjaan dan employee engagement :

Tabel 20. Hasil Uji Linearitas Employee Engagement dan Skill Variety

Deviation from Linearity 1.346 .205

Berdasarkan hasil uji linearitas pada tabel tersebut, employee engagement dengan skill variety memiliki nilai F sebesar 34,701 dengan signifikansi 0,000. Hasil ini menunjukkan bahwa employee engagement dan skill variety memiliki hubungan yang linear karena memenuhi syarat p<0,05.

Gambar 13. Scatter Plot Skill Variety dan Employee Engagement

Grafik scatter plot tersebut menggambarkan hubungan antara employee engagement dan skill variety cukup mengumpul pada garis lurus. Hal ini menggambarkan bahwa hasil datanya linear.

Tabel 21. Hasil Uji Linearitas Employee Engagement dan Task Identity

F Sig

Employee Engagement * Task Identity

Between Groups (Combined)

6.410 .000

Linearity 51.287 .000

Deviation from Linearity .800 .604

Berdasarkan hasil uji linearitas pada tabel tersebut, employee engagement dengan task identity memiliki nilai F sebesar 51,701 dengan signifikansi 0,000. Hasil ini menunjukkan bahwa employee engagement dan task identity memiliki hubungan yang linear karena memenuhi syarat p<0,05.

Gambar 14. Scatter Plot Task Identity dan Employee Engagement

Grafik scatter plot tersebut menggambarkan hubungan antara employee engagement dan task identity cukup mengumpul pada garis lurus. Hal ini menggambarkan bahwa hasil datanya linear.

Tabel 22. Hasil Uji Linearitas Employee Engagement dan Task Significance

F Sig

Employee Engagement * Task Significance

Between Groups

(Combined) 5.151 .000

Linearity 41.571 .000

Deviation from Linearity 1.509 .147 Berdasarkan hasil uji linearitas pada tabel tersebut, employee engagement dengan task significance memiliki nilai F sebesar 41,571 dengan signifikansi 0,000. Hasil ini menunjukkan bahwa employee engagement dan task significance memiliki hubungan yang linear karena memenuhi syarat p<0,05.

Gambar 15. Scatter Plot Task Significance dan Employee Engagement

Grafik scatter plot tersebut menggambarkan hubungan antara employee engagement dan task significance cukup mengumpul pada garis lurus. Hal ini menggambarkan bahwa hasil datanya linear.

Tabel 23. Hasil Uji Linearitas Employee Engagement dan Autonomy

F Sig

Employee Engagement * Autonomy

Between Groups (Combined)

3.473 .000

Linearity 19.948 .000

Deviation from Linearity 1.825 .065

Berdasarkan hasil uji linearitas pada tabel tersebut, employee engagement dengan autonomy memiliki nilai F sebesar 19,948 dengan signifikansi 0,000. Hasil ini menunjukkan bahwa employee engagement dan autonomy memiliki hubungan yang linear karena memenuhi syarat p<0,05.

Gambar 16. Scatter Plot Autonomy dan Employee Engagement

Grafik scatter plot tersebut menggambarkan hubungan antara employee engagement dan autonomy cukup mengumpul pada garis lurus. Hal ini menggambarkan bahwa hasil datanya linear.

Tabel 24. Hasil Uji Linearitas Employee Engagement dan Feedback

F Sig

Employee Engagement * Feedback

Between Groups

(Combined) 8.038 .000

Linearity 66.584 .000

Deviation from Linearity .720 .674

Berdasarkan hasil uji linearitas pada tabel tersebut, employee engagement dengan feedback memiliki nilai F sebesar 66,584 dengan signifikansi 0,000. Hasil ini menunjukkan bahwa employee engagement dan feedback memiliki hubungan yang linear karena memenuhi syarat p<0,05.

Gambar 17. Scatter Plot Feedback dan Employee Engagement

Grafik scatter plot tersebut menggambarkan hubungan antara employee engagement dan feedback cukup mengumpul pada garis lurus. Hal ini menggambarkan bahwa hasil datanya linear.

2. Uji Hipotesis

Uji hipotesis dalam penelitian ini dilakukan dengan uji korelasi untuk mengetahui hubungan antara dimensi karakteristik pekerjaan dan employee engagement. Uji hipotesis dilakukan setelah melakukan uji asumsi. Pada uji asumsi, hasil uji normalitas menunjukkan bahwa data penelitian tidak terdistribusi normal dan hasil uji linearitas menunjukkan bahwa hubungan kedua variabel tersebut bersifat linear. Maka uji hipotesis dilakukan dengan menggunakan non parametrik, yaitu teknik Spearman Correlation.

Tabel 25. Hasil Uji Hipotesis

Spearman

Employee Engagement * Autonomy 0,405** 0,000 Employee Engagement * Feedback 0,609** 0,000

**. Correlation is significant at the 0.01 level (1-tailed).

Hasil pada tabel menunjukkan bahwa tiap dimensi pada karakteristik pekerjaan memiliki hubungan positif dengan employee engagement. Pada dimensi skill variety, diperoleh hasil koefisien korelasi sebesar 0,459 dengan taraf signifikansi 0,000. Hasil tersebut menunjukkan bahwa ada hubungan positif yang cukup kuat antara dimensi skill variety dengan employee engagement. Sehingga, dapat dikatakan bahwa semakin tinggi dimensi skill variety pada pekerjaan seseorang maka semakin tinggi pula employee engagement. Demikian pula sebaliknya, semakin rendah dimensi skill variety pada pekerjaan seseorang maka semakin rendah pula employee engagement. Hal ini berarti bahwa hipotesis pertama yang menyatakan ada hubungan positif antara skill variety dengan employee engagement diterima.

Pada dimensi kedua, yaitu task identity, diperoleh hasil koefisien korelasi sebesar 0,568 dengan taraf signifikansi 0,000. Hasil tersebut menunjukkan bahwa ada hubungan positif yang kuat antara dimensi task identity dengan employee engagement. Sehingga, dapat dikatakan bahwa semakin tinggi dimensi task identity pada pekerjaan seseorang maka semakin tinggi pula employee engagement. Demikian pula sebaliknya, semakin rendah dimensi task identity pada pekerjaan seseorang maka semakin rendah pula employee engagement. Hal ini berarti bahwa hipotesis kedua yang menyatakan ada hubungan positif antara task identity dengan employee engagement diterima.

Pada dimensi ketiga, yaitu task significance, diperoleh hasil

koefisien korelasi sebesar 0,558 dengan taraf signifikansi 0,000. Hasil tersebut menunjukkan bahwa ada hubungan positif yang kuat antara dimensi task significance dengan employee engagement. Sehingga, dapat dikatakan bahwa semakin tinggi dimensi task significance pada pekerjaan seseorang maka semakin tinggi pula employee engagement.

Demikian pula sebaliknya, semakin rendah dimensi task sigficance pada pekerjaan seseorang maka semakin rendah pula employee engagement. Hal ini berarti bahwa hipotesis ketiga yang menyatakan ada hubungan positif antara task significance dengan employee engagement diterima.

Pada dimensi keempat, yaitu autonomy, diperoleh hasil koefisien korelasi sebesar 0,405 dengan taraf signifikansi 0,000. Hasil tersebut menunjukkan bahwa ada hubungan positif yang cukup kuat antara dimensi autonomy dengan employee engagement. Sehingga, dapat dikatakan bahwa semakin tinggi dimensi autonomy pada pekerjaan seseorang maka semakin tinggi pula employee engagement.

Demikian pula sebaliknya, semakin rendah dimensi autonomy pada pekerjaan seseorang maka semakin rendah pula employee engagement. Hal ini berarti bahwa hipotesis keempat yang menyatakan ada hubungan positif antara autonomy dengan employee engagement diterima.

Pada dimensi kelima, yaitu feedback, diperoleh hasil koefisien korelasi sebesar 0,609 dengan taraf signifikansi 0,000. Hasil tersebut

menunjukkan bahwa ada hubungan positif yang kuat antara dimensi feedback dengan employee engagement. Sehingga, dapat dikatakan bahwa semakin tinggi dimensi feedback pada pekerjaan seseorang maka semakin tinggi pula employee engagement. Demikian pula sebaliknya, semakin rendah dimensi feedback pada pekerjaan seseorang maka semakin rendah pula employee engagement. Hal ini berarti bahwa hipotesis kelima yang menyatakan ada hubungan positif antara feedback dengan employee engagement diterima.

E. Pembahasan

Penelitian dilakukan menggunakan uji korelasi dengan teknik Spearman Correlation karena menunjukkan hasil data yang tidak terdistribusi normal, namun linear. Berdasarkan hasil penelitian pada dimensi skill variety, diperoleh hasil koefisien korelasi sebesar 0,459 dengan taraf signifikansi 0,000. Hasil tersebut menunjukkan bahwa ada hubungan positif yang tergolong cukup kuat antara dimensi skill variety dengan employee engagement. Sehingga, dapat dikatakan bahwa semakin tinggi dimensi skill variety pada pekerjaan seseorang maka semakin tinggi pula employee engagement. Demikian pula sebaliknya, semakin rendah dimensi skill variety pada pekerjaan seseorang maka semakin rendah pula employee engagement. Hal ini berarti bahwa hipotesis pertama yang menyatakan ada hubungan positif antara skill variety dengan employee engagement diterima.

Hasil penelitian ini juga didukung dengan hasil perhitungan mean empiris yang lebih besar dibandingkan mean teoretis pada dimensi skill variety dan employee engagement. Pada dimensi skill variety diperoleh mean empiris (22,37) dan mean teoretis (20), sementara employee engagement memiliki mean empiris (61,00) dan mean teoretis (50).

Skill variety merupakan sejauh mana pekerjaan membutuhkan beragam aktivitas sehingga pekerja bisa menggunakan sejumlah ketrampilan dan bakat yang berbeda (Hackman & Oldham, 2005).

Semakin tinggi tingkat ketrampilan yang diberikan, maka semakin berarti pekerjaan tersebut (Hackman & Oldham,dalam Mathis & Jackson, 2006).

Ketika karyawan diberikan tugas yang menantang dan mendorong untuk semakin meningkatkan keterampilan dan kemampuan, maka akan membuat pekerjaan tersebut menjadi lebih bermakna bagi mereka yang melakukannya dan merasa berkewajiban untuk merespon dengan tingkat engagement yang lebih tinggi. Sebaliknya, jika karyawan melakukan pekerjaan dengan menggunakan cara yang sama dan berulang, dapat mengakibatkan kejenuhan dan kebosanan sehingga membuat tingkat engagement rendah.

Teori dan hasil penelitian tersebut sesuai dengan pernyataan yang diungkapkan oleh salah satu subjek melalui wawancara yang dilakukan oleh peneliti, bahwa selama bekerja di perusahaan, banyak ilmu-ilmu baru yang subjek dapatkan sehingga membuatnya semakin berkembang. Subjek juga sering diberikan tugas-tugas baru oleh perusahaan yang membuatnya

semakin merasa tertantang, terutama saat subjek diberikan tugas yang belum pernah didapatkan sebelumnya, karena hal tersebut dapat menjadi bukti bahwa subjek dapat bersaing dengan rekan-rekan kerjanya dan menunjukkan kualitas kerjanya. Hal ini membuat subjek merasa engaged dengan perusahaan (komunikasi pribadi, 21 Juli 2015).

Selanjutnya pada dimensi kedua, yaitu task identity diperoleh hasil koefisien korelasi sebesar 0,568 dengan taraf signifikansi 0,000. Hasil tersebut menunjukkan bahwa ada hubungan positif yang kuat antara dimensi task identity dengan employee engagement. Sehingga, dapat dikatakan bahwa semakin tinggi dimensi task identity pada pekerjaan seseorang maka semakin tinggi pula employee engagement. Demikian pula sebaliknya, semakin rendah dimensi task identity pada pekerjaan seseorang maka semakin rendah pula employee engagement. Hal ini berarti bahwa hipotesis kedua yang menyatakan ada hubungan positif antara task identity dengan employee engagement diterima.

Hasil penelitian ini juga didukung dengan hasil perhitungan mean empiris yang lebih besar dibandingkan mean teoretis pada dimensi task identity dan employee engagement. Pada dimensi task identity memiliki mean empiris (15,67) dan mean teoretis (12,5), sementara employee engagement memiliki mean empiris (61,00) dan mean teoretis (50).

Task identity merupakan sejauh mana suatu pekerjaan membutuhkan penyelesaian dari seluruh bagian pekerjaan yang bisa diidentifikasikan dan dijalankan dari awal sampai akhir, serta memberikan

hasil yang nyata (Hackman & Oldham,2005). Karyawan akan menjadi lebih engaged ketika pekerjaan menuntutnya untuk bertanggung jawab secara menyeluruh terhadap pekerjaan yang dilakukan. Sebaliknya, ketika karyawan hanya bertanggung jawab pada sebagian kecil dari pekerjaan maka mengakibatkan seseorang merasakan tidak adanya kebanggaan, pengakuan, dan perasaan berprestasi sehingga membuat tingkat employee engagement akan rendah.

Teori dan hasil penelitian tersebut sesuai dengan pernyataan yang diungkapkan oleh salah satu subjek melalui wawancara yang dilakukan oleh peneliti, bahwa tanggung jawab yang diberikan oleh perusahaan sangat besar karena adanya ekpektasi yang tinggi mengenai kontribusi subjek terhadap perusahaan melalui pekerjaannya. Selain itu, subjek juga mengetahui dan mengerjakan keseluruhan bagian-bagian dalam pekerjaannya, serta mengetahui pula hasil pekerjaannya melalui pencapaian-pencapaian yang pernah diterima oleh perusahaan. Hal ini membuat subjek menjadi engaged dengan perusahaan (komunikasi pribadi, 21 Juli 2015).

Pada dimensi ketiga, yaitu task significance, diperoleh hasil koefisien korelasi sebesar 0,558 dengan taraf signifikansi 0,000. Hasil tersebut menunjukkan bahwa ada hubungan positif yang kuat antara dimensi task significance dengan employee engagement. Sehingga, dapat dikatakan bahwa semakin tinggi dimensi task significance pada pekerjaan seseorang maka semakin tinggi pula employee engagement. Demikian pula

sebaliknya, semakin rendah dimensi task sigficance pada pekerjaan seseorang maka semakin rendah pula employee engagement. Hal ini berarti bahwa hipotesis ketiga yang menyatakan ada hubungan positif antara task significance dengan employee engagement diterima.

Hasil penelitian ini juga didukung dengan hasil perhitungan mean empiris yang lebih besar dibandingkan mean teoretis pada dimensi task significance dan employee engagement. Pada dimensi task significance memiliki mean empiris (21,16) dan mean teoretis (17,5), sementara employee engagement memiliki mean empiris (61,00) dan mean teoretis (50).

Task Significance adalah sejauh mana pekerjaan memengaruhi kehidupan atau pekerjaan orang lain, baik dalam organisasi itu sendiri maupun dalam lingkungan eksternal (Hackman & Oldham, 2005). Suatu pekerjaan akan lebih berarti jika pekerjaan tersebut dianggap penting bagi orang lain (Hackman & Oldham,dalam Mathis & Jackson, 2006). Ketika seorang karyawan memahami bahwa hasil pekerjaannya memiliki dampak yang secara signifikan terhadap kesejahteraan orang lain, maka dapat mendorong munculnya engagement dalam diri mereka. Sebaliknya, ketika karyawan merasa yang dilakukannya tidak penting, maka dapat menimbulkan rendahnya rasa bangga sehingga membuat karyawan kurang engaged.

Teori dan hasil penelitian tersebut sesuai dengan pernyataan yang diungkapkan oleh salah satu subjek melalui wawancara yang dilakukan

oleh peneliti, bahwa pekerjaannya berpengaruh bagi kehidupan orang lain, baik di dalam maupun di luar perusahaan. Selain itu, pekerjaan yang dilakukannya juga dapat saling mendukung tugas pada divisi lain. Bagi orang-orang di dalam perusahaan, pekerjaannya sangat membantu kemajuan perusahaan melalui prestasi – prestasi yang diraihnya. Bagi orang-orang di luar perusahaan, subjek merasa dapat meringankan beban keluarga yang dimilikinya karena sudah mampu menghidupi diri sendiri.

Selain itu, terdapat pula kepuasan dan kebanggaan tersendiri bagi subyek karena mampu membantu temannya (misalnya yang sedang mengalami kesulitan secara finansial) melalui uang yang ia peroleh dari pekerjaannya.

Hal ini mendorong subjek untuk menjadi engaged dengan perusahaan (komunikasi pribadi, 21 Juli 2015).

Sementara itu, pada dimensi keempat, yaitu autonomy diperoleh hasil koefisien korelasi sebesar 0,405 dengan taraf signifikansi 0,000.

Hasil tersebut menunjukkan bahwa ada hubungan positif yang cukup kuat antara dimensi autonomy dengan employee engagement. Sehingga, dapat dikatakan bahwa semakin tinggi dimensi autonomy pada pekerjaan seseorang maka semakin tinggi pula employee engagement. Demikian pula sebaliknya, semakin rendah dimensi autonomy pada pekerjaan seseorang maka semakin rendah pula employee engagement. Hal ini berarti bahwa hipotesis keempat yang menyatakan ada hubungan positif antara autonomy dengan employee engagement diterima.

Hasil penelitian ini juga didukung dengan hasil perhitungan mean

empiris yang lebih besar dibandingkan mean teoretis pada dimensi autonomy dan employee engagement. Pada dimensi autonomy memiliki mean empiris (17,57) dan mean teoretis (12), sementara employee engagement memiliki mean empiris (61,00) dan mean teoretis (50).

Autonomy merupakan sejauh mana suatu pekerjaan memberikan kebebasan dan keleluasaan individu untuk menjadwalkan pekerjaan dan menentukan prosedur dalam menjalankannya (Hackman & Oldham, 2005). Otonomi yang tinggi akan menghasilkan perasaan tanggung jawab pribadi yang lebih besar atas pekerjaan tersebut (Hackman &

Oldham,dalam Mathis & Jackson, 2006). Karyawan akan merasa lebih nyaman dan aman ketika mereka memiliki kontrol atas pekerjaan yang dilakukan. Ketika karyawan merasa nyaman dengan pekerjaannya, dapat mendorong munculnya engagement. Sebaliknya, ketika hasil pekerjaan karyawan tergantung pada instruksi dari manager atau prosedur kerja yang sudah ada akan mengakibatkan tidak adanya rasa tanggung jawab atas pelaksanaan pekerjaan yang dapat mengakibatkan engagementnya rendah.

Teori dan hasil penelitian tersebut sesuai dengan pernyataan yang disampaikan oleh salah satu subjek melalui wawancara yang dilakukan oleh peneliti, karena subjek merasa perusahaan memberikan kebebasan yang cukup baginya. Namun hal ini mungkin kurang berlaku bagi beberapa divisi lain yang tidak mendapatkan kebebasan yang cukup seperti subjek. Misalnya, jika pada divisi subjek yang diperbolehkan untuk pulang lebih awal ketika pekerjaannya sudah selesai, sementara divisi lain

diharuskan pulang sesuai jam kerja yang sudah ditentukan (komunikasi pribadi, 21 Juli 2015).

Pada dimensi kelima, yaitu feedback diperoleh hasil koefisien

Pada dimensi kelima, yaitu feedback diperoleh hasil koefisien

Dalam dokumen PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI (Halaman 65-0)

Dokumen terkait